BAB II REVISI 3 FIX
-
Upload
meirisa-rahma-pratiwi -
Category
Documents
-
view
41 -
download
0
description
Transcript of BAB II REVISI 3 FIX
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Muskuloskeletal
Musculoskeletal merupakan ilmu tentang system otot dan rangka atau
tulang yang diliputi oleh otot tersebut. Istilah muskulosketal terdiri atas dua kata
yaitu muskuler dan skeleton. Muskuler artinya otot dan skeleton berarti tulang
atau rangka. Secara sederhana dapat disimpullan bahwa musculoskeletal adalah
gabungan dari system otot dan rangka yang merekat dengan jaringan penghubung
yang berfungsi untuk memudahkan terjadinya gerakan pada manusia (Joseph
Ladou, 2002).
Skeleton manusia terdiri dari 206 potong tulang dan terdiri dari ekstremitas
sebagai system ungkit yang dipersatukan oleh sebuah columna vertebrae. Agar
tulang-tulang itu dapat melakukan tugas ungkit, mereka dipertalikan oleh sendi-
sendi yang berlapiskan tulang rawan yang lembut sehingga tugas sebagai
pengungkit dapat terlaksana. Tenaga pengungkit dihasilkan oleh otot yang
berkontraksi dan menimbulkan gerakan (Suyatno Sastrowinot, 1985)
Otot terdiri atas sel-sel serat yang panjang dan lembut bersifat kontraksi ke
satu arah. Otot dibagi menjadi 3, otot rangka, jantung dan polos. Otot rangka
tersusun dari serat-serat otot yang merupakan balok penyusun system otot.
Hampir seluruh otot rangka berawal dan berakhir di tendo, dan serat-serat otot
rangka tersusun sejajar diantara ujung-ujung tendo, sehingga daya kontraksi saling
menguatkan. Setiap serat otot berupa satu sel otot berinti banyak, memanjang,
silindrik (Chairuddin, Rasjad 2003).
Apabila terjadi kontraksi, maka serat otot akan mengerut ½ panjang asal
dan rentang gerakan otot itu akan bergantung pada panjangnya masing-masing
serat. Tetapi besarnya tenaga yang diperlihatkan oleh serat bergantung pada
banyaknya serat bukan panjangnya serat dalam otot itu (Suyatno, Sastrowinot,
1985).
Kerja otot terdiri dari 2 yaitu otot dinamik dan static. Pada kerja dinamik
pengencangan otot dan pengendorannya terjadi bergantian dan berirama
7
8
sedangkan pada otot static akan terus mengencang untuk beberapa lama.
Misalnya, pada saat berdiri otot pada kaki, pinggang, belakang dan tengkuk
mengencang secara terus menerus. Saat static saluran darah terdesak karena
naiknya tekanan dalam otot sehingga darah yang mengalir kedalam otot berkurang
sebaliknya saat dinamik otot itu bekerja sebagai pompa, konraksi menyebabkan
darah dikeluarkan pada saat relaksasi darah akan kembali masuk kedalam otot.
Jadi selama bekerja, otot dinamik lebih banyak menerima glukosa dan oksigen,
kaya akan enerfgi dan sisa metabolism seperti asam laktak dll akan cepat terbuang
(Suyatno, Sastrowinot, 1985).
2.2. Anatomi Collumna Vertebralis
Tulang belakang terdiri atas struktur yang rumit antara tulang, otot dan
jaringan lain yang membentuk tubuh bagian posterior dari leher ke pelvis. Pilar
utama tubuh adalah colluma vertebralis, yang tidak hanya berfungsi sebagai
penopang berat badan tubuh tetapi juga sebagai tempat yang melindungi sumsung
tulang belakang. Di dalam rongga collumna vertebralis terletak medulla spinalis,
radix nervi spinalis,dan lapisan penutup meningen (Snell, 2006).
Antara tulang satu dengan tulang lainnya tidak menempel secara langsung,
melainkan ada rongga diantara mereka yang diisi dengan bantalan spons tulang
rawan berbentuk bulat yang disebut diskus intervertebralis. Diskus intervertebralis
paling tebal di daerah cervical dan lumbal,tempat dimana paling banyak terjadi
gerakan columna vertebralis.Discus ini berperan sebagai peredam benturan bila
beban pada columna vertebralis mendadak bertambah. Ligament dan tendon
berfungsi untuk mempertahankan vertebrae tetap pada tempatnya dan melekatkan
otot pada colluma vertebralis (Solomon, 1992). Tulang belakang memiliki 3
komponen penting (Tortora, 1987) :
1. Collumna vertebralis (tulang dan diskus)
2. Element saraf ( medulla spinalis dan radix nervi spinalis)
3. Struktur pelengkap (otot dan ligament)
Collumna vertebralis terdiri atas 33 tulang, 7 tulang cervical (leher), 12
tulang thorakal, 5 tulang lumbal, 5 tulang sacralis (yang bersatu membentuk os
sacrum) dan 4 tulang cocygeus (ekor) (Snell, 2006). Dalam perkembangannya,
9
sacrum terdiri atas 5 tulang dan coxcyx terdiri mulai dari 3 ke 5 tulang kecil. Pada
umumnya, tulang sacrum benar-benar menyatu pada umur 25-30 tahun. Ossifikasi
dari tulang coccyge bagian distal tidak akan lengkap sebelum terjadinya masa
pubertas (H.Frederic, 2004).
Gambar. 1 Diagram Collumna Spinalis
Lekukan tulang belakang
Biasanya tulang belakang tidak berbentuk lurus ataupun kaku , dari
pandangan lateral menunjukkan bahwa 4 lekukan tulang belakang (gambar
1:2) the cervical,the thoracic,the lumber, and the sacral.pada janin biasanya
hanya ada satu cekungan anterior tunggal , lalu setelah melahirkan di bulan ketiga
10
di mulailah proses saat sang bayi mulai mengukuhkan kepalanya menjadi lebih
tegak, lekukan cervical mulai berkembang, kemudian di saat sang anak mulai
berdiri dan berjalan lekukan lumber mulai berkembang. Bagian
cervical dan lumbar adalah konvex (cembung) anterior. Karena mereka adalah
modifikasi dari posisi janin jadi mereka di sebut lekukan sekunder. Dua lekukan
lainya yaitu thoracic dan sacral adalah cekungan anterior. Sesudah mereka
mempertahankan kecekungan anterior sebuah janin mereka disebut lekungan
primer. (Tortora, 1987). Lekukan cervical berkembang saat sang bayi belajar
untuk menyeimbangkan kepalanya untuk tegak. Lekungan lumber berkembang
dengan kemampuan untuk berdiri. Kedua kompensasi ini bisa terlihat saat sang
balita mulai belajar umtuk berjalan dan berlari . 4 lekukan tersebut akan
berkembang secara sempurna saat mereka menginjak usia 10 (H.Frederic, 2004).
Gambar (2): lekukan normal tulang belakang
Beberapa bentuk penyimpangan lekukan tulang belakang (gambar 1-3)
mungkin saja muncul selama masa kanak-kanak dan masa remaja. Hyper kyphosis
adalah kelengkungan yang tidak normal pada dada, Hyper lordosis adalah
kelengkungan yang tidak normal pada lumber, dan skoliosis adalah kelengkungan
yang tidak normal pada rusuk (H.Frederic, 2004). Saat kita berdiri berat tubuh kita
harus ditransmisikan melalui tulang belakang lalu ke pinggul dan akhirnya ke
11
anggota tubuh bagian bawah. Namun sebagian besar berat tubuh kita terletak lebih
dekat ke tulang belakang.
Gambar ( 3 ) : lekukan abnormal dari tulang belakang
Otot dan ligamen dari tulang belakang. Tulang belakang ( Gambar 1 : 4 )
ditutupi oleh bagian luar otot punggung seperti Trapezius dan latissimus Dorsi,
dan lapisan bagian dalam seperti Semispinalis, longus Capitis, oblique dan rectus
muscles. yang semuanya berfungsi bersama-sama untuk memindahkan tulang
belakang (H.Frederic, 2004). Otot-otot ini juga berfungsi untuk menyupport
tulang belakang yang memungkinkan kita untuk melakukan aktivitas sehari-hari
dengan nyaman. Otot punggung dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori
utama . Pertama , ekstensor adalah otot yang memungkinkan kita untuk berdiri
tegak yang kedua adalah otot-otot fleksor memungkinkan kita untuk
membungkuk ke depan . Akhirnya , otot-otot miring/serong memungkinkan kita
untuk memutar dari sisi ke sisi dan menjaga semuanya stabil dan selaras.
Ligament dan tendons adalah penghubung jaringan ke tulang yang
berbentuk serabut fibrosa. Ligament menghubungkan 2 atau lebih tulang untuk
bersatu dan juga untuk mengontrol stabilisasi sendi. Tendon menghubungkan otot
ke tulang. Mereka elastic dan bervariasi dalam ukuran. System ligament di tulang
belakang , dikombinasikan dengan tendon dan otot, menghasilkan pelindung
tulang belakang dari cedera. Ligament tetap menjaga sendi secara stabil selama
12
istirahat dan pergerakan. Ditambah lagi, ligament membantu mencegah terjadinya
cedera dari gerakan hiperekstensi dan hiperfleksi dan jika otot dan ligament
merenggang atau mengalami kejang atau tegang dapat menimbulkan rasa nyeri.
Gambar (4): Otot-otot dari Collumna Vertebralis
Medulla Spinalis
Sumsum tulang belakang adalah struktur silinder yang agak pipih secara
anterior dan posterior. Sumsum tulang belakang adalah struktur silinder yang agak
pipih anterior dan posterior , Gambar ( 1 : 5 ) . Ini dimulai sebagai kelanjutan dari
medulla oblongata , bagian inferior dari batang otak , dan memanjang dari
foramen magnum tulang occipital ke bagian atas dari lumbal 2 . Panjang dari
medulla spinalis dewasa berkisar 42-45 cm (Tortora, 1987).
13
Gambar (5): Medulla Spinalis
Saraf tulang belakang diklasifikasikan sebagai saraf campuran ; mereka
mengandung kedua serabut, aferen ( sensorik ) dan eferen ( motorik ) . Ada 31
pasang saraf tulang belakang , masing-masing diidentifikasi oleh hubungannya
dengan vertebrae yang berdekatan (H.Frederic, 2004)
14
Gambar (6): spinal nerves
2.3. Tas Sekolah
Tas adalah salah satu alat bantu dalam aktivitas carrying yang merupakan
jenis aktivitas Manual Material Handling (Dumondor, Angliadi, Sengkey, 2015).
Tas digunakan pelajar untuk membawa buku, alat tulis, maupun keperluan
sekolah lainnya ke dan dari sekolah. Berbagai jenis tas yang tersedia di pasaran
didesain sedimikian rupa untuk menghindari para siswa dari komplikasi fisik dan
otot mulai dari tas punggung, tas selempang bahkan tas jinjing (Atri dkk, 2014).
Menurut penelitian Legiran (2010) disalah satu sekolah dasar di Yogyakarta
mengatakan bahwa sebanyak 77.9% siswa membawa tas punggung, diikuti
dengan tas bahu 20.8% , tas jinjing sebanyak 0.3% dan lain-lain 0.9%. Di
Amerika Serikat sekitar 4 juta siswa menggunakan tas ransel untuk membawa
barang-barang kebutuhan mereka . Lebih dari 90% siswa di Negara berkembang
dilaporkan menggunakan ransel (Bauer, 2007). Dari berbagai jenis tas yang ada,
15
tas punggung merupakan tas yang paling banyak diminati karena kepraktisan dan
memiliki daya tampung lebih besar (Beuer & Freivalds, 2009).
Tas punggung adalah kemasan atau wadah berbentuk persegi yang
biasanya bertali yang berfungsi untuk menaruh, menyimpan atau membawa
sesuatu yang dibawa dengan cara digendong. Menurut Roman (2003) mengatakan
bahwa tas punggung sebagai tas yang memiliki dua tali untuk dikenakan dikedua
bahu sehingga dapat membawa barang-barang dipunggung. Sedangkan tas
selempang adalah tas yang fungsinya sama seperti tas punggung akan tetapi cara
membawanya berbeda yakni dengan satu tali yang diselempangkan diatas satu
bahu saja. Menurut Jacobos (2007) mengatakan ada tiga komponen yang harus
dilihat dari sebuah desain tas sekolah antara lain :
1. Bagian belakang tas harus berbatas tegas dan empuk untuk mencegah dan
mengurangi tekanan pada punggung anak, dan ukuran tas harus sesuai
dengan punggung anak
2. Tali tas harus empuk dan bisa disesuaikan panjangnya dengan
kenyamanan anak
3. Pegangan harus lembut dan nyaman untuk tangan anak tanpa terasa kasar
maupun tajam.
Menurut Stander Institution of Israel (SIL) , ukuran tas harus memenuhi
beberapa syarat seperti :
1. Panjang : 40 ± 2 cm (16 3/4 inchi)
2. Lebar : 29 ± 1 cm ((11 1/2 inchi)
3. Jika ada sabuk di pinggang atau dipinggul , setidaknya lebarnya harus ± 50
mm (2 inchi) dengan panjang tali ± 30 mm (1.25 inchi) dengan bahan
yang ringan dan nyaman (Jacobos, 2007)
Menurut American Chiropractic Association (ACA) mengatakan bahwa
penggunaan tas punggung yang aman harus memenuhi berbagai kriteria agar tidak
terjadi keluhan musculoskeletal, yaitu :
1. Berat beban tas punggung tidak boleh lebih dari 10-15% dari berat badan
anak
16
2. Posisi bawah tas tidak boleh lebih dari 4 inchi dari garis pinggang atau
kira-kira melebihi pantat
3. Beban yang dibawa beratnya tidak boleh bertumpu hanya pada saalah satu
sisi saja
4. Tas tali punggung maupun selempang harus memilki lapisan atau bantalan
dilengkapi dengan waist belt
5. Ukuran tas punggung sesuai dengan ukuran tubuh (ACA,2004)
2.4 Keluhan Muskuloskeletal
2.4.1 Definisi
Menurut Tarwaka dkk (2004) keluhan muskuloskletal merupakan keluhan
pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari
keluhan sangat ringan sampai sakit. Keluhan hingga kerusakan inilah yang
biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskletal disorders (MSDs) atau
cedera pada sistem muskuloskeletal. Menurut Grandjean (1993) keluhan otot
skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat
pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang
panjang. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat
terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang
menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.
Muskuloskeletal disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis
yang mempengaruhi fungsi normal jaringan dari system musculoskeletal yang
terdiri atas system saraf, tendon, otot, dan jaringan penunjang seperti discus
invertebral (tulang belakang) (NIOSH, 1997). MSDs umumnya terjadi tidak
secara langsung melainkan penumpukan-penumpukan cidera benturan kecil dan
besar yang terakumulasi secara terus menerus (statis) dalam waktu yang cukup
lama.Yang diakibatkan oleh pengangkatan beban saat bekerja, sehingga
menimbulkan cidera dimulai dari rasa sakit, nyeri, pegal-pegal pada anggota
tubuh. Musculoskeletal disorders merupakan suatu istilah yang memperlihatkan
bahwa adanya gangguan pada sistem musculoskeletal (Grandjean, 1993;
Lemastars, 1996 dalam Tarwaka, et al 2004). Keluhan muskuloskeletal pada anak
17
sekolah akan menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan dalam proses belajar-
mengajar.
2.4.2 Klasifikasi
Keluhan muskuloskeletal dapat dikelompokkan menjadi dua (Tarwaka
dkk, 2004) yaitu :
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikia nkeluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan, dan
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,
walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih akan terus berlanjut. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi
karena kontraksi otot yang berlebihan akibat dari pemberian beban yang
melebihi beban fisiologis dengan durasi pembebanan yang lama.
2.4.3 Gejala
Keluhan musculoskeletal dapat dirasakan dengan gejala yang tiba-tiba
maupun berangsur-angsur, untuk melihat tingkat dari keparahan suatu keluhan
musculoskeletal (Oborne, 1995) dapat dilihat dari tingkatan sebagai berikut :
1. Tahapan pertama
Akan timbul rasa nyeri dan kelelahan saat melakukan aktivitas tetapi
setelah beristirahat akan pulih kembali dan tidak mengganggu kapasitas dari
aktivitas
2. Tahapan kedua
Rasa nyeri tetap akan ada setelah semalaman dan mengganggu waktu
istirahat
3. Tahapan ketiga
Rasa nyeri akan tetap ada walaupun telah istirahat yang cukup, nyeri
ketika melakukan aktivitas yang berulang, tidur akan terganggu, kesulitan
menjalankan aktivitas yang akhirnya mengakibatkan terjadinya inkapasitas.
Gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan yang sifatnya
subjektif yang tergantung dari masing-masing individu, sehingga sulit untuk
menentukan derajat keparahan penyakit tersebut. MSDs ditandai dengan beberapa
18
gejala yaitu sakit, nyeri, rasa tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau kehilangan
daya dan koordinasi tangan, rasa panas, dan agak susah bergerak (Humantech,
1995).
Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh
seseorang adalah sebagai berikut :
a. Leher dan punggung terasa kaku dan nyeri
b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibilitas
c. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk
d. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku
e. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai
bengkak
f. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat
g. Jari menjadi kaku, kehilangan kekuatan, kepekaan, serta mobilitas
h. Kaki dan tumit merasakan kesemutan , dingin kaku ataupun panas
2.4.4 Faktor Penyebab
Berdasarkan penelitian Pheasant (1991) faktor penyebab yang dapat
menyebabkan terjadinya MSDs adalah sebagai berikut :
I. Faktor Aktivitas
1. Postur tubuh yang janggal
Posisi tubuh yang bergerak janggal misalnya punggung yang
terlalu membungkuk, menaruh beban yang tidak seimbang antar kanan dan
kiri bahu yang menyebabkan posisi kedua bahu tidak seimbang, kepala
terlalu menengadah dan sebagainya. Postur janggal disebut juga sebgai
postur yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh seseorang untuk membwa
beban dalam waktu yang lama dan dapat menyebabkan terjadi berbagai
akibat seperti kelelahan otot, nyeri, dan tidak nyaman
2. Peregangan Otot yang Berlebihan
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan
oleh siswa dimana aktivitas sekolah yang padat menuntut pengerahan
tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkatmenarik dan menahan
beban tas yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena
19
pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.
Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko
terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot
skeleletal.
3. Aktivitas yang repetitive
Aktivitas yang dilakukan secara berulang dan terus menerus, yang
menyebabkan otot menerima tekanan dari beban yang dibawa terus
menerus tanpa memperoleh kesempatan untk berelaksasi yang akan
membuat penumoukan asam laktat mengakibatkan kelemahan otot bahkan
cidera.
4. Beban
Berat beban yang di angkat tubuh secara berlebihan dapat
menimbulkan cidera pada otot dan tulang hal itu karena beban berat yang
dipikul dapat mengurangi ketebalan dari interverbal disc atau elemen yang
berada diantara tulang belakang. Menurut ACA (American Chiropractic
Assosciation), berat tas ransel yang dibawa oleh anak tidak boleh lebih
dari 5 - 10% dari berat tubuhnya. Sebuah ransel berat akan menyebabkan
sikap tubuh condong kedepan karenan menahan beban di punggungnya
(ACA, 2004). Menurut hasil penelitian, terdapat sebanyak 45,5 % siswa
yang membawa beban > 10% berat tubuhnya. Walaupun presentase siswa
yang membawa tas dengan berat > 10% lebih sedikit, frekuensi keluhan
muskuloskeletal dominan dialami siswa sekolah dasar.
5. Durasi
Menurut NIOSH (1997), durasi adalah jumlah waktu terpajan
faktor resiko. Durasi dapat dilihat menit-menit dari lama anak sekolah
membawa beban tas/hari. Beberapa penilitian menemukan dugaan adanya
hubungan antara meningkatnya durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs
pada bagian leher. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada faktor
resiko , maka semakin besar tingkat resikonya.
Durasi dibagi sebagai berikut: :
Durasi singkat : < 1 jam/hari
20
Durasi sedang : 1-2 jam /hari
Durasi lama : > 2 jam/hari
Resiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering
dan repetitive adalah keletihan dan kelelahan otot (Bird, 2005). Menurut
Humantech (1995), pekerjaan menggunakan otot yang sama untuk durasi
yang lama dapat meningkatkan potensi timbulnya fatigue dan
menyebabkan MSDs, bila waktu istirahat tidak mencukupi.
Menurut Alaa’Osaid (2012), penelitian yang dilakukan pada 800
siswa di Turki yang menyatakan bahwa lama pemakaian tas 5-30 menit
dari rumah menuju sekolah setiap hari dengan berat tas rata-rata 12,3%
dari berat badan , menyebabkan nyeri punggung bawah sebanyak 21,6%,
nyeri bahu 47,8 %, dan nyeri pada leher 18,2 %.
6. Frekuensi
Pembebanan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan
rasa lelah bahkan nyeri/sakit pada otot karena adanya akumulasi produk
sisa berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pembebanan yang
dilakukakn berulang-ulang dalam durasi yang lama menyebabkan tekanan
pada otot yang akan berefek pada penekanan syaraf, membuat
terganggunya fungsi syaraf untuk merespon sehingga bisa menyebabkan
kelemahan pada otot (Humantech, 1995).
II. Faktor Individu
1. Usia
Pertumbuhan collumna vertebrae seorang anak pada fase critical
stage adalah dari umur 12 tahun-14 tahun dimana semua keluhan
musculoskeletal akan dirasakan sebagai nyeri dan rasa tidak nyaman
(Lebouef-Yde and Kyvik, 1998). Penelitian mengatakan keluhan
musculoskeletal pada anak-anak yang sedang mengalami pertumbuhan ada
hubungannya dengan beban pada tas sekolah yang juga bisa merubah
postur tubuh anak, namun penelitian tersebut masih sedikit sehingga
belum bisa memberika kepastian dikarenakan banyak faktor lain (Macki
HW, 2008 ; Legg SJ , 2007 ; Sheiir-Neiss G, dkk ,2003).
21
2. Jenis Kelamin
Menurut penelitian Korovessis, et al (2005) , dari 1263 siswa yang
berumur 12-18 tahun didapat siswa yang berjenis kelamin perempuan
lebih sering merasakan keluhan musculoskeletal. Dikarenakan secara
fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah dari pada pria, sekitar 2/3
dari pria sehingga daya tahannya pun lebih renda. Rerata kekuatan otot
wanita kurang lebih 60% dari kekuatan otot pria, khususnya lengan,
punggung dan kaki (Tarwaka, dkk ,2004).
3. IMT
Berat badan , tinggi badan , status gizi (IMT) dan obesitas
diidentifikasikan sebagai faktor resiko untuk beberapa kasus MSDs
(Muliana, 2003). Meskipun pengaruhnya kecil, tinggi badan dan berat
badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kelelahan
pada otot skeletal (Karuniasih, 2009).
2.4.5 Dampak Keluhan Muskuloskeletal
Dampak yang diakibatkan jika terjadi keluhan musculoskeletal
pada anak-anak adalah :
Penurunan konsentrasi dalam kegiatan belajar mengajar
Terganggunya aktivitas anak
Timbul rasa tidak nyaman pada anak
Anak lebih cepat lelah karena keterbatasan geraknya
Dan masih banyak lagi yang dapat menjadi kerugian bagi para siswa
jika mereka mengalami keluhan musculoskeletal karena penggunaan tas
sekolah yang tidak sesuai dengan yang sudah direkomendasikan.
2.5 Penggunaan Tas Sekolah dan Keluhan Muskuloskeletal
Tas sekolah bisa mengancam kesehatan siswa ketika beban terlalu berat,
dikemas, diangkat, ataupun dipakai dengan cara yang tidak benar, faktor-faktor
sebelumnya biasanya juga mempengaruhi. Manusia telah menggunakan tas
selama berabad-abad untuk membawa beban berat. Para siswa sekolah membawa
tas sekolah mereka dalam berbagai posisi yang dapat mempengaruhi mereka
secara fisik terkait dengan tulang belakang dan sturktur tulang lainnya yang belum
22
sepenuhnya berkembang (Bear, J.Bonnie, Lewis, 2002). Hasil penelitian yang
dilakukan oleh dokter Eric Wall, ahli bedah ortopedi anak anak di Cincinnati
Children's Hospital Medical Center, AS, mereka umumnya mengeluhkan sakit
kepala, sakit di leher, kaku otot, tangan kesemutan, atau nyeri punggung bawah.
Penggunaan tas sekolah yang berat secara berulang diyakini dapat
meningkatkan stress pada struktur tulang belakang (diskus intervetebralis,
ligament, dll) anak dan remaja yang sedang dalam pertumbuhan (Z.Papazisis,
G.Koureas, P.Korovessis, 2014). Semakin berat beban tas menyebabkan
penekanan pada diskus yang bergfungsi sebagai bantalan antar tulang pada tulang
belakang. Penggunaan tas sekolah dengan beban yang berat, lama-kelamaan akan
berhubungan dengan peningkatan kelengkungan tulang belakang bagian bawah
(J.Warner, 2010). Kelainan pada tulang belakang yang sering terjadi pada anak
usia Sekolah Dasar adalah skoliosis, lordosis dan kifosis yang diakibatkan oleh
kebiasaan membawa tas yang tidak tepat (D.Wulandari, 2013).
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), keluhan
musculoskeletal adalah rasa emosional dan sensoris subjektif yang tidak
menyenangkan yang didapatkan karena adanya kerusakan jaringan actual maupun
potensia, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Purwandari, 2006).
Pembebanan yang dilakukan secara berulang-ulang, dalam jangaka waktu yang
lama dan dalam posisi yang statis akan menyebabkan aliran darah yang
mengangkut oksigen menjadi terganggu, dan akan terakumulasi menjadi
kekurangan oksigen diotot sehingga akan menyebabkan metabolisme anaerob,
sehingga akan terjadi penumpukan asam laktat , yang akhirnya menimbulkan
kelelahan otot skeletal yang dirasakan dalam bentuk nyeri pada otot (Tarwaka et
al, 2004).
Penggunaan tas sekolah yang tidak sesuai baik dari segi desain, berat
beban, maupun cara penggunaan, dan apabila sering digunakan dapat
mengakibatkan nyeri muskuloskeletal pada anak sekolah . Penggunaan tas sekolah
yang tidak sesuai memiliki dampak negative yang cukup besar bagi anak sekolah,
antara lain dapat menimbulkan keluhan musculoskeletal, gaya berjalan dan
perubahan postur tubuh. Jika kebiasaan salah dalam menggunakan tas sekolah
23
terus menerus dilakukan dapat mengakibatkan perubahan yang bersifat
irreversible karena ligament dan tulang belakanh yang terus mengalami proses
degenerative seiring dengan usia (PD.Sya’bani, 2012).
ACA (2004) mengatakan bahwa tas sekolah harus dibawa seimbang antara
kedua bahu, agar beban terdistribusi rata kebagian tubuh lain karena tulang
punggung dapat condong ke arah yang berlawanan dengan sisi yang menopang
badan. Hal ini dapat menyebabkan tekanan pada punggung maupun bahu
sehingga timbul ketegangan otot yang ditandai dengan rasa pegal-pegal atau kaku.
Bila hal tersebut dibiarkan dan dilakukan terus menerus akan berdampak pada
postur tubuh yaitu bahu menjadi tinggi sebelah, kepala bisa menjadi miring dan
panggul tinggi sebelah. Anak yang menggunakan satu tali beresiko 2 kali lipat
mengalami perubahan postur dibandingkan anak yang menggunakan 2 tali
(Valerie, Carita & ConneMara, 2011). Kim, dkk (1997) menyebutkan bahwa tas
punggung dengan satu tali dapat mengakibatkan perubahan postur dan gaya
berjalan pada anak usia 11-13 tahun.
Bantalan pada tali tas sekolah berfungsi untuk mengurangi tekanan
dibagian punggung, bahu dan lengan bawah sehingga menurunkan
ketidaknyamanan dan mengurangi resiko gangguan intergritas kulit (lecet) akibat
kompresi atau tekanan dari beban tas punggung yang terlalu berat (Illinois State
Board of Education, 2006). Sedangkan waist belt berfungsi untuk mengurangi
tekanan pada bagu dengan cara mendistribusikan tekanan kebagian pelvic dan
pinggul (Rataeau, 2004). Tas sekolah yang baik juga harus menyesuaikan
ukurannya dengan ukuran tubuh anak. Ukuran tas punggung yang lebih besar
dapat memicu anak membawa banyak barang dalam tasnya sehingga berat beban
yang dibawa oleh mereka akan melebihi batas anjuran yaitu lebih dari 10-15%
dari berat badan.
Menggunakan tas sekolah dapat mengubah mobilitas pada tulang
bekalang, memicu ke pergerakan pasif (gerakan involunter dari kekuatan luar),
yang merupakan faktor resiko mengalami nyeri musculoskeletal (Vacheron dkk,
1999). Nyeri musculoskeletal pada usia anak sekolah dasar akan berpengaruh
24
terhadap kejadian nyeri musculoskeletal pada usia remaja maupun dewasa (Bear,
J.Bonnie, Lewis,
2.6 Kerangka Teori
Keluhan
Muskuloskeletal
Kelelahan Otot Sekeltal
Peregangan otot yang berlebihan
Aktivitas yang repetitive dan statis
Pembebanan lebih dari 10% BB
Penggunaan tas yang tidak sesuai