BAB II REVISI 3 FIX

27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Muskuloskeletal Musculoskeletal merupakan ilmu tentang system otot dan rangka atau tulang yang diliputi oleh otot tersebut. Istilah muskulosketal terdiri atas dua kata yaitu muskuler dan skeleton. Muskuler artinya otot dan skeleton berarti tulang atau rangka. Secara sederhana dapat disimpullan bahwa musculoskeletal adalah gabungan dari system otot dan rangka yang merekat dengan jaringan penghubung yang berfungsi untuk memudahkan terjadinya gerakan pada manusia (Joseph Ladou, 2002). Skeleton manusia terdiri dari 206 potong tulang dan terdiri dari ekstremitas sebagai system ungkit yang dipersatukan oleh sebuah columna vertebrae. Agar tulang-tulang itu dapat melakukan tugas ungkit, mereka dipertalikan oleh sendi-sendi yang berlapiskan tulang rawan yang lembut sehingga tugas sebagai pengungkit dapat terlaksana. Tenaga pengungkit dihasilkan oleh otot yang berkontraksi dan menimbulkan gerakan (Suyatno Sastrowinot, 1985) Otot terdiri atas sel-sel serat yang panjang dan lembut bersifat kontraksi ke satu arah. Otot dibagi menjadi 3, otot rangka, jantung dan polos. Otot rangka 7

description

zzz

Transcript of BAB II REVISI 3 FIX

Page 1: BAB II REVISI 3 FIX

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Muskuloskeletal

Musculoskeletal merupakan ilmu tentang system otot dan rangka atau

tulang yang diliputi oleh otot tersebut. Istilah muskulosketal terdiri atas dua kata

yaitu muskuler dan skeleton. Muskuler artinya otot dan skeleton berarti tulang

atau rangka. Secara sederhana dapat disimpullan bahwa musculoskeletal adalah

gabungan dari system otot dan rangka yang merekat dengan jaringan penghubung

yang berfungsi untuk memudahkan terjadinya gerakan pada manusia (Joseph

Ladou, 2002).

Skeleton manusia terdiri dari 206 potong tulang dan terdiri dari ekstremitas

sebagai system ungkit yang dipersatukan oleh sebuah columna vertebrae. Agar

tulang-tulang itu dapat melakukan tugas ungkit, mereka dipertalikan oleh sendi-

sendi yang berlapiskan tulang rawan yang lembut sehingga tugas sebagai

pengungkit dapat terlaksana. Tenaga pengungkit dihasilkan oleh otot yang

berkontraksi dan menimbulkan gerakan (Suyatno Sastrowinot, 1985)

Otot terdiri atas sel-sel serat yang panjang dan lembut bersifat kontraksi ke

satu arah. Otot dibagi menjadi 3, otot rangka, jantung dan polos. Otot rangka

tersusun dari serat-serat otot yang merupakan balok penyusun system otot.

Hampir seluruh otot rangka berawal dan berakhir di tendo, dan serat-serat otot

rangka tersusun sejajar diantara ujung-ujung tendo, sehingga daya kontraksi saling

menguatkan. Setiap serat otot berupa satu sel otot berinti banyak, memanjang,

silindrik (Chairuddin, Rasjad 2003).

Apabila terjadi kontraksi, maka serat otot akan mengerut ½ panjang asal

dan rentang gerakan otot itu akan bergantung pada panjangnya masing-masing

serat. Tetapi besarnya tenaga yang diperlihatkan oleh serat bergantung pada

banyaknya serat bukan panjangnya serat dalam otot itu (Suyatno, Sastrowinot,

1985).

Kerja otot terdiri dari 2 yaitu otot dinamik dan static. Pada kerja dinamik

pengencangan otot dan pengendorannya terjadi bergantian dan berirama

7

Page 2: BAB II REVISI 3 FIX

8

sedangkan pada otot static akan terus mengencang untuk beberapa lama.

Misalnya, pada saat berdiri otot pada kaki, pinggang, belakang dan tengkuk

mengencang secara terus menerus. Saat static saluran darah terdesak karena

naiknya tekanan dalam otot sehingga darah yang mengalir kedalam otot berkurang

sebaliknya saat dinamik otot itu bekerja sebagai pompa, konraksi menyebabkan

darah dikeluarkan pada saat relaksasi darah akan kembali masuk kedalam otot.

Jadi selama bekerja, otot dinamik lebih banyak menerima glukosa dan oksigen,

kaya akan enerfgi dan sisa metabolism seperti asam laktak dll akan cepat terbuang

(Suyatno, Sastrowinot, 1985).

2.2. Anatomi Collumna Vertebralis

Tulang belakang terdiri atas struktur yang rumit antara tulang, otot dan

jaringan lain yang membentuk tubuh bagian posterior dari leher ke pelvis. Pilar

utama tubuh adalah colluma vertebralis, yang tidak hanya berfungsi sebagai

penopang berat badan tubuh tetapi juga sebagai tempat yang melindungi sumsung

tulang belakang. Di dalam rongga collumna vertebralis terletak medulla spinalis,

radix nervi spinalis,dan lapisan penutup meningen (Snell, 2006).

Antara tulang satu dengan tulang lainnya tidak menempel secara langsung,

melainkan ada rongga diantara mereka yang diisi dengan bantalan spons tulang

rawan berbentuk bulat yang disebut diskus intervertebralis. Diskus intervertebralis

paling tebal di daerah cervical dan lumbal,tempat dimana paling banyak terjadi

gerakan columna vertebralis.Discus ini berperan sebagai peredam benturan bila

beban pada columna vertebralis mendadak bertambah. Ligament dan tendon

berfungsi untuk mempertahankan vertebrae tetap pada tempatnya dan melekatkan

otot pada colluma vertebralis (Solomon, 1992). Tulang belakang memiliki 3

komponen penting (Tortora, 1987) :

1. Collumna vertebralis (tulang dan diskus)

2. Element saraf ( medulla spinalis dan radix nervi spinalis)

3. Struktur pelengkap (otot dan ligament)

Collumna vertebralis terdiri atas 33 tulang, 7 tulang cervical (leher), 12

tulang thorakal, 5 tulang lumbal, 5 tulang sacralis (yang bersatu membentuk os

sacrum) dan 4 tulang cocygeus (ekor) (Snell, 2006). Dalam perkembangannya,

Page 3: BAB II REVISI 3 FIX

9

sacrum terdiri atas 5 tulang dan coxcyx terdiri mulai dari 3 ke 5 tulang kecil. Pada

umumnya, tulang sacrum benar-benar menyatu pada umur 25-30 tahun. Ossifikasi

dari tulang coccyge bagian distal tidak akan lengkap sebelum terjadinya masa

pubertas (H.Frederic, 2004).

Gambar. 1 Diagram Collumna Spinalis

Lekukan tulang belakang

Biasanya tulang belakang tidak berbentuk lurus ataupun kaku , dari

pandangan lateral menunjukkan bahwa 4 lekukan tulang belakang (gambar

1:2) the cervical,the thoracic,the lumber, and the sacral.pada janin biasanya

hanya ada satu cekungan anterior tunggal , lalu setelah melahirkan di bulan ketiga

Page 4: BAB II REVISI 3 FIX

10

di mulailah proses saat sang bayi mulai mengukuhkan kepalanya menjadi lebih

tegak, lekukan cervical mulai berkembang, kemudian di saat sang anak mulai

berdiri dan berjalan lekukan lumber mulai berkembang. Bagian

cervical dan lumbar adalah konvex (cembung) anterior. Karena mereka adalah

modifikasi dari posisi janin jadi mereka di sebut lekukan sekunder. Dua lekukan

lainya yaitu thoracic dan sacral adalah cekungan anterior. Sesudah mereka

mempertahankan kecekungan anterior sebuah janin mereka disebut lekungan

primer. (Tortora, 1987). Lekukan cervical berkembang saat sang bayi belajar

untuk menyeimbangkan kepalanya untuk tegak. Lekungan lumber berkembang

dengan kemampuan untuk berdiri. Kedua kompensasi ini bisa terlihat saat sang

balita mulai belajar umtuk berjalan dan berlari . 4 lekukan tersebut akan

berkembang secara sempurna saat mereka menginjak usia 10 (H.Frederic, 2004).

Gambar (2): lekukan normal tulang belakang

Beberapa bentuk penyimpangan lekukan tulang belakang (gambar 1-3)

mungkin saja muncul selama masa kanak-kanak dan masa remaja. Hyper kyphosis

adalah kelengkungan yang tidak normal pada dada, Hyper lordosis adalah

kelengkungan yang tidak normal pada lumber, dan skoliosis adalah kelengkungan

yang tidak normal pada rusuk (H.Frederic, 2004). Saat kita berdiri berat tubuh kita

harus ditransmisikan melalui tulang belakang lalu ke pinggul dan akhirnya ke

Page 5: BAB II REVISI 3 FIX

11

anggota tubuh bagian bawah. Namun sebagian besar berat tubuh kita terletak lebih

dekat ke tulang belakang.

 

Gambar ( 3 ) : lekukan abnormal dari tulang belakang

Otot dan ligamen dari tulang belakang. Tulang belakang ( Gambar 1 : 4 )

ditutupi oleh bagian luar otot punggung seperti Trapezius dan latissimus Dorsi,

dan lapisan bagian dalam seperti Semispinalis, longus Capitis, oblique dan rectus

muscles. yang semuanya berfungsi bersama-sama untuk memindahkan tulang

belakang (H.Frederic, 2004). Otot-otot ini juga berfungsi untuk menyupport

tulang belakang yang memungkinkan kita untuk melakukan aktivitas sehari-hari

dengan nyaman. Otot punggung dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori

utama . Pertama , ekstensor adalah otot yang memungkinkan kita untuk berdiri

tegak yang kedua adalah otot-otot fleksor memungkinkan kita untuk

membungkuk ke depan . Akhirnya , otot-otot miring/serong memungkinkan kita

untuk memutar dari sisi ke sisi dan menjaga semuanya stabil dan selaras.

Ligament dan tendons adalah penghubung jaringan ke tulang yang

berbentuk serabut fibrosa. Ligament menghubungkan 2 atau lebih tulang untuk

bersatu dan juga untuk mengontrol stabilisasi sendi. Tendon menghubungkan otot

ke tulang. Mereka elastic dan bervariasi dalam ukuran. System ligament di tulang

belakang , dikombinasikan dengan tendon dan otot, menghasilkan pelindung

tulang belakang dari cedera. Ligament tetap menjaga sendi secara stabil selama

Page 6: BAB II REVISI 3 FIX

12

istirahat dan pergerakan. Ditambah lagi, ligament membantu mencegah terjadinya

cedera dari gerakan hiperekstensi dan hiperfleksi dan jika otot dan ligament

merenggang atau mengalami kejang atau tegang dapat menimbulkan rasa nyeri.

Gambar (4): Otot-otot dari Collumna Vertebralis

Medulla Spinalis

Sumsum tulang belakang adalah struktur silinder yang agak pipih secara

anterior dan posterior. Sumsum tulang belakang adalah struktur silinder yang agak

pipih anterior dan posterior , Gambar ( 1 : 5 ) . Ini dimulai sebagai kelanjutan dari

medulla oblongata , bagian inferior dari batang otak , dan memanjang dari

foramen magnum tulang occipital ke bagian atas dari lumbal 2 . Panjang dari

medulla spinalis dewasa berkisar 42-45 cm (Tortora, 1987).

Page 7: BAB II REVISI 3 FIX

13

Gambar (5): Medulla Spinalis

Saraf tulang belakang diklasifikasikan sebagai saraf campuran ; mereka

mengandung kedua serabut, aferen ( sensorik ) dan eferen ( motorik ) . Ada 31

pasang saraf tulang belakang , masing-masing diidentifikasi oleh hubungannya

dengan vertebrae yang berdekatan (H.Frederic, 2004)

Page 8: BAB II REVISI 3 FIX

14

Gambar (6): spinal nerves

2.3. Tas Sekolah

Tas adalah salah satu alat bantu dalam aktivitas carrying yang merupakan

jenis aktivitas Manual Material Handling (Dumondor, Angliadi, Sengkey, 2015).

Tas digunakan pelajar untuk membawa buku, alat tulis, maupun keperluan

sekolah lainnya ke dan dari sekolah. Berbagai jenis tas yang tersedia di pasaran

didesain sedimikian rupa untuk menghindari para siswa dari komplikasi fisik dan

otot mulai dari tas punggung, tas selempang bahkan tas jinjing (Atri dkk, 2014).

Menurut penelitian Legiran (2010) disalah satu sekolah dasar di Yogyakarta

mengatakan bahwa sebanyak 77.9% siswa membawa tas punggung, diikuti

dengan tas bahu 20.8% , tas jinjing sebanyak 0.3% dan lain-lain 0.9%. Di

Amerika Serikat sekitar 4 juta siswa menggunakan tas ransel untuk membawa

barang-barang kebutuhan mereka . Lebih dari 90% siswa di Negara berkembang

dilaporkan menggunakan ransel (Bauer, 2007). Dari berbagai jenis tas yang ada,

Page 9: BAB II REVISI 3 FIX

15

tas punggung merupakan tas yang paling banyak diminati karena kepraktisan dan

memiliki daya tampung lebih besar (Beuer & Freivalds, 2009).

Tas punggung adalah kemasan atau wadah berbentuk persegi yang

biasanya bertali yang berfungsi untuk menaruh, menyimpan atau membawa

sesuatu yang dibawa dengan cara digendong. Menurut Roman (2003) mengatakan

bahwa tas punggung sebagai tas yang memiliki dua tali untuk dikenakan dikedua

bahu sehingga dapat membawa barang-barang dipunggung. Sedangkan tas

selempang adalah tas yang fungsinya sama seperti tas punggung akan tetapi cara

membawanya berbeda yakni dengan satu tali yang diselempangkan diatas satu

bahu saja. Menurut Jacobos (2007) mengatakan ada tiga komponen yang harus

dilihat dari sebuah desain tas sekolah antara lain :

1. Bagian belakang tas harus berbatas tegas dan empuk untuk mencegah dan

mengurangi tekanan pada punggung anak, dan ukuran tas harus sesuai

dengan punggung anak

2. Tali tas harus empuk dan bisa disesuaikan panjangnya dengan

kenyamanan anak

3. Pegangan harus lembut dan nyaman untuk tangan anak tanpa terasa kasar

maupun tajam.

Menurut Stander Institution of Israel (SIL) , ukuran tas harus memenuhi

beberapa syarat seperti :

1. Panjang : 40 ± 2 cm (16 3/4 inchi)

2. Lebar : 29 ± 1 cm ((11 1/2 inchi)

3. Jika ada sabuk di pinggang atau dipinggul , setidaknya lebarnya harus ± 50

mm (2 inchi) dengan panjang tali ± 30 mm (1.25 inchi) dengan bahan

yang ringan dan nyaman (Jacobos, 2007)

Menurut American Chiropractic Association (ACA) mengatakan bahwa

penggunaan tas punggung yang aman harus memenuhi berbagai kriteria agar tidak

terjadi keluhan musculoskeletal, yaitu :

1. Berat beban tas punggung tidak boleh lebih dari 10-15% dari berat badan

anak

Page 10: BAB II REVISI 3 FIX

16

2. Posisi bawah tas tidak boleh lebih dari 4 inchi dari garis pinggang atau

kira-kira melebihi pantat

3. Beban yang dibawa beratnya tidak boleh bertumpu hanya pada saalah satu

sisi saja

4. Tas tali punggung maupun selempang harus memilki lapisan atau bantalan

dilengkapi dengan waist belt

5. Ukuran tas punggung sesuai dengan ukuran tubuh (ACA,2004)

2.4 Keluhan Muskuloskeletal

2.4.1 Definisi

Menurut Tarwaka dkk (2004) keluhan muskuloskletal merupakan keluhan

pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari

keluhan sangat ringan sampai sakit. Keluhan hingga kerusakan inilah yang

biasanya diistilahkan dengan keluhan musculoskletal disorders (MSDs) atau

cedera pada sistem muskuloskeletal. Menurut Grandjean (1993) keluhan otot

skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat

pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang

panjang. Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat

terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan asam laktat yang

menyebabkan timbulnya rasa nyeri otot.

Muskuloskeletal disorders (MSDs) adalah sekelompok kondisi patologis

yang mempengaruhi fungsi normal jaringan dari system musculoskeletal yang

terdiri atas system saraf, tendon, otot, dan jaringan penunjang seperti discus

invertebral (tulang belakang) (NIOSH, 1997). MSDs umumnya terjadi tidak

secara langsung melainkan penumpukan-penumpukan cidera benturan kecil dan

besar yang terakumulasi secara terus menerus (statis) dalam waktu yang cukup

lama.Yang diakibatkan oleh pengangkatan beban saat bekerja, sehingga

menimbulkan cidera dimulai dari rasa sakit, nyeri, pegal-pegal pada anggota

tubuh. Musculoskeletal disorders merupakan suatu istilah yang memperlihatkan

bahwa adanya gangguan pada sistem musculoskeletal (Grandjean, 1993;

Lemastars, 1996 dalam Tarwaka, et al 2004). Keluhan muskuloskeletal pada anak

Page 11: BAB II REVISI 3 FIX

17

sekolah akan menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan dalam proses belajar-

mengajar.

2.4.2 Klasifikasi

Keluhan muskuloskeletal dapat dikelompokkan menjadi dua (Tarwaka

dkk, 2004) yaitu :

1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot

menerima beban statis, namun demikia nkeluhan tersebut akan segera hilang

apabila pembebanan dihentikan, dan

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap,

walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot

masih akan terus berlanjut. Keluhan otot skeletal pada umumnya terjadi

karena kontraksi otot yang berlebihan akibat dari pemberian beban yang

melebihi beban fisiologis dengan durasi pembebanan yang lama.

2.4.3 Gejala

Keluhan musculoskeletal dapat dirasakan dengan gejala yang tiba-tiba

maupun berangsur-angsur, untuk melihat tingkat dari keparahan suatu keluhan

musculoskeletal (Oborne, 1995) dapat dilihat dari tingkatan sebagai berikut :

1. Tahapan pertama

Akan timbul rasa nyeri dan kelelahan saat melakukan aktivitas tetapi

setelah beristirahat akan pulih kembali dan tidak mengganggu kapasitas dari

aktivitas

2. Tahapan kedua

Rasa nyeri tetap akan ada setelah semalaman dan mengganggu waktu

istirahat

3. Tahapan ketiga

Rasa nyeri akan tetap ada walaupun telah istirahat yang cukup, nyeri

ketika melakukan aktivitas yang berulang, tidur akan terganggu, kesulitan

menjalankan aktivitas yang akhirnya mengakibatkan terjadinya inkapasitas.

Gejala MSDs biasanya sering disertai dengan keluhan yang sifatnya

subjektif yang tergantung dari masing-masing individu, sehingga sulit untuk

menentukan derajat keparahan penyakit tersebut. MSDs ditandai dengan beberapa

Page 12: BAB II REVISI 3 FIX

18

gejala yaitu sakit, nyeri, rasa tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau kehilangan

daya dan koordinasi tangan, rasa panas, dan agak susah bergerak (Humantech,

1995).

Menurut Suma’mur (1996), gejala-gejala MSDs yang biasa dirasakan oleh

seseorang adalah sebagai berikut :

a. Leher dan punggung terasa kaku dan nyeri

b. Bahu terasa nyeri, kaku ataupun kehilangan fleksibilitas

c. Tangan dan kaki terasa nyeri seperti tertusuk

d. Siku ataupun mata kaki mengalami sakit, bengkak dan kaku

e. Tangan dan pergelangan tangan merasakan gejala sakit atau nyeri disertai

bengkak

f. Mati rasa, terasa dingin, rasa terbakar ataupun tidak kuat

g. Jari menjadi kaku, kehilangan kekuatan, kepekaan, serta mobilitas

h. Kaki dan tumit merasakan kesemutan , dingin kaku ataupun panas

2.4.4 Faktor Penyebab

Berdasarkan penelitian Pheasant (1991) faktor penyebab yang dapat

menyebabkan terjadinya MSDs adalah sebagai berikut :

I. Faktor Aktivitas

1. Postur tubuh yang janggal

Posisi tubuh yang bergerak janggal misalnya punggung yang

terlalu membungkuk, menaruh beban yang tidak seimbang antar kanan dan

kiri bahu yang menyebabkan posisi kedua bahu tidak seimbang, kepala

terlalu menengadah dan sebagainya. Postur janggal disebut juga sebgai

postur yang disebabkan oleh keterbatasan tubuh seseorang untuk membwa

beban dalam waktu yang lama dan dapat menyebabkan terjadi berbagai

akibat seperti kelelahan otot, nyeri, dan tidak nyaman

2. Peregangan Otot yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan

oleh siswa dimana aktivitas sekolah yang padat menuntut pengerahan

tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkatmenarik dan menahan

beban tas yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena

Page 13: BAB II REVISI 3 FIX

19

pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot.

Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko

terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot

skeleletal.

3. Aktivitas yang repetitive

Aktivitas yang dilakukan secara berulang dan terus menerus, yang

menyebabkan otot menerima tekanan dari beban yang dibawa terus

menerus tanpa memperoleh kesempatan untk berelaksasi yang akan

membuat penumoukan asam laktat mengakibatkan kelemahan otot bahkan

cidera.

4. Beban

Berat beban yang di angkat tubuh secara berlebihan dapat

menimbulkan cidera pada otot dan tulang hal itu karena beban berat yang

dipikul dapat mengurangi ketebalan dari interverbal disc atau elemen yang

berada diantara tulang belakang. Menurut ACA (American Chiropractic

Assosciation), berat tas ransel yang dibawa oleh anak tidak boleh lebih

dari 5 - 10% dari berat tubuhnya. Sebuah ransel berat akan menyebabkan

sikap tubuh condong kedepan karenan menahan beban di punggungnya

(ACA, 2004). Menurut hasil penelitian, terdapat sebanyak 45,5 % siswa

yang membawa beban > 10% berat tubuhnya. Walaupun presentase siswa

yang membawa tas dengan berat > 10% lebih sedikit, frekuensi keluhan

muskuloskeletal dominan dialami siswa sekolah dasar.

5. Durasi

Menurut NIOSH (1997), durasi adalah jumlah waktu terpajan

faktor resiko. Durasi dapat dilihat menit-menit dari lama anak sekolah

membawa beban tas/hari. Beberapa penilitian menemukan dugaan adanya

hubungan antara meningkatnya durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs

pada bagian leher. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada faktor

resiko , maka semakin besar tingkat resikonya.

Durasi dibagi sebagai berikut: :

Durasi singkat : < 1 jam/hari

Page 14: BAB II REVISI 3 FIX

20

Durasi sedang : 1-2 jam /hari

Durasi lama : > 2 jam/hari

Resiko fisiologis utama yang dikaitkan dengan gerakan yang sering

dan repetitive adalah keletihan dan kelelahan otot (Bird, 2005). Menurut

Humantech (1995), pekerjaan menggunakan otot yang sama untuk durasi

yang lama dapat meningkatkan potensi timbulnya fatigue dan

menyebabkan MSDs, bila waktu istirahat tidak mencukupi.

Menurut Alaa’Osaid (2012), penelitian yang dilakukan pada 800

siswa di Turki yang menyatakan bahwa lama pemakaian tas 5-30 menit

dari rumah menuju sekolah setiap hari dengan berat tas rata-rata 12,3%

dari berat badan , menyebabkan nyeri punggung bawah sebanyak 21,6%,

nyeri bahu 47,8 %, dan nyeri pada leher 18,2 %.

6. Frekuensi

Pembebanan yang dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan

rasa lelah bahkan nyeri/sakit pada otot karena adanya akumulasi produk

sisa berupa asam laktat pada jaringan. Akibat lain dari pembebanan yang

dilakukakn berulang-ulang dalam durasi yang lama menyebabkan tekanan

pada otot yang akan berefek pada penekanan syaraf, membuat

terganggunya fungsi syaraf untuk merespon sehingga bisa menyebabkan

kelemahan pada otot (Humantech, 1995).

II. Faktor Individu

1. Usia

Pertumbuhan collumna vertebrae seorang anak pada fase critical

stage adalah dari umur 12 tahun-14 tahun dimana semua keluhan

musculoskeletal akan dirasakan sebagai nyeri dan rasa tidak nyaman

(Lebouef-Yde and Kyvik, 1998). Penelitian mengatakan keluhan

musculoskeletal pada anak-anak yang sedang mengalami pertumbuhan ada

hubungannya dengan beban pada tas sekolah yang juga bisa merubah

postur tubuh anak, namun penelitian tersebut masih sedikit sehingga

belum bisa memberika kepastian dikarenakan banyak faktor lain (Macki

HW, 2008 ; Legg SJ , 2007 ; Sheiir-Neiss G, dkk ,2003).

Page 15: BAB II REVISI 3 FIX

21

2. Jenis Kelamin

Menurut penelitian Korovessis, et al (2005) , dari 1263 siswa yang

berumur 12-18 tahun didapat siswa yang berjenis kelamin perempuan

lebih sering merasakan keluhan musculoskeletal. Dikarenakan secara

fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah dari pada pria, sekitar 2/3

dari pria sehingga daya tahannya pun lebih renda. Rerata kekuatan otot

wanita kurang lebih 60% dari kekuatan otot pria, khususnya lengan,

punggung dan kaki (Tarwaka, dkk ,2004).

3. IMT

Berat badan , tinggi badan , status gizi (IMT) dan obesitas

diidentifikasikan sebagai faktor resiko untuk beberapa kasus MSDs

(Muliana, 2003). Meskipun pengaruhnya kecil, tinggi badan dan berat

badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kelelahan

pada otot skeletal (Karuniasih, 2009).

2.4.5 Dampak Keluhan Muskuloskeletal

Dampak yang diakibatkan jika terjadi keluhan musculoskeletal

pada anak-anak adalah :

Penurunan konsentrasi dalam kegiatan belajar mengajar

Terganggunya aktivitas anak

Timbul rasa tidak nyaman pada anak

Anak lebih cepat lelah karena keterbatasan geraknya

Dan masih banyak lagi yang dapat menjadi kerugian bagi para siswa

jika mereka mengalami keluhan musculoskeletal karena penggunaan tas

sekolah yang tidak sesuai dengan yang sudah direkomendasikan.

2.5 Penggunaan Tas Sekolah dan Keluhan Muskuloskeletal

Tas sekolah bisa mengancam kesehatan siswa ketika beban terlalu berat,

dikemas, diangkat, ataupun dipakai dengan cara yang tidak benar, faktor-faktor

sebelumnya biasanya juga mempengaruhi. Manusia telah menggunakan tas

selama berabad-abad untuk membawa beban berat. Para siswa sekolah membawa

tas sekolah mereka dalam berbagai posisi yang dapat mempengaruhi mereka

secara fisik terkait dengan tulang belakang dan sturktur tulang lainnya yang belum

Page 16: BAB II REVISI 3 FIX

22

sepenuhnya berkembang (Bear, J.Bonnie, Lewis, 2002). Hasil penelitian yang

dilakukan oleh dokter Eric Wall, ahli bedah ortopedi anak anak di Cincinnati

Children's Hospital Medical Center, AS, mereka umumnya mengeluhkan sakit

kepala, sakit di leher, kaku otot, tangan kesemutan, atau nyeri punggung bawah.

Penggunaan tas sekolah yang berat secara berulang diyakini dapat

meningkatkan stress pada struktur tulang belakang (diskus intervetebralis,

ligament, dll) anak dan remaja yang sedang dalam pertumbuhan (Z.Papazisis,

G.Koureas, P.Korovessis, 2014). Semakin berat beban tas menyebabkan

penekanan pada diskus yang bergfungsi sebagai bantalan antar tulang pada tulang

belakang. Penggunaan tas sekolah dengan beban yang berat, lama-kelamaan akan

berhubungan dengan peningkatan kelengkungan tulang belakang bagian bawah

(J.Warner, 2010). Kelainan pada tulang belakang yang sering terjadi pada anak

usia Sekolah Dasar adalah skoliosis, lordosis dan kifosis yang diakibatkan oleh

kebiasaan membawa tas yang tidak tepat (D.Wulandari, 2013).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP), keluhan

musculoskeletal adalah rasa emosional dan sensoris subjektif yang tidak

menyenangkan yang didapatkan karena adanya kerusakan jaringan actual maupun

potensia, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Purwandari, 2006).

Pembebanan yang dilakukan secara berulang-ulang, dalam jangaka waktu yang

lama dan dalam posisi yang statis akan menyebabkan aliran darah yang

mengangkut oksigen menjadi terganggu, dan akan terakumulasi menjadi

kekurangan oksigen diotot sehingga akan menyebabkan metabolisme anaerob,

sehingga akan terjadi penumpukan asam laktat , yang akhirnya menimbulkan

kelelahan otot skeletal yang dirasakan dalam bentuk nyeri pada otot (Tarwaka et

al, 2004).

Penggunaan tas sekolah yang tidak sesuai baik dari segi desain, berat

beban, maupun cara penggunaan, dan apabila sering digunakan dapat

mengakibatkan nyeri muskuloskeletal pada anak sekolah . Penggunaan tas sekolah

yang tidak sesuai memiliki dampak negative yang cukup besar bagi anak sekolah,

antara lain dapat menimbulkan keluhan musculoskeletal, gaya berjalan dan

perubahan postur tubuh. Jika kebiasaan salah dalam menggunakan tas sekolah

Page 17: BAB II REVISI 3 FIX

23

terus menerus dilakukan dapat mengakibatkan perubahan yang bersifat

irreversible karena ligament dan tulang belakanh yang terus mengalami proses

degenerative seiring dengan usia (PD.Sya’bani, 2012).

ACA (2004) mengatakan bahwa tas sekolah harus dibawa seimbang antara

kedua bahu, agar beban terdistribusi rata kebagian tubuh lain karena tulang

punggung dapat condong ke arah yang berlawanan dengan sisi yang menopang

badan. Hal ini dapat menyebabkan tekanan pada punggung maupun bahu

sehingga timbul ketegangan otot yang ditandai dengan rasa pegal-pegal atau kaku.

Bila hal tersebut dibiarkan dan dilakukan terus menerus akan berdampak pada

postur tubuh yaitu bahu menjadi tinggi sebelah, kepala bisa menjadi miring dan

panggul tinggi sebelah. Anak yang menggunakan satu tali beresiko 2 kali lipat

mengalami perubahan postur dibandingkan anak yang menggunakan 2 tali

(Valerie, Carita & ConneMara, 2011). Kim, dkk (1997) menyebutkan bahwa tas

punggung dengan satu tali dapat mengakibatkan perubahan postur dan gaya

berjalan pada anak usia 11-13 tahun.

Bantalan pada tali tas sekolah berfungsi untuk mengurangi tekanan

dibagian punggung, bahu dan lengan bawah sehingga menurunkan

ketidaknyamanan dan mengurangi resiko gangguan intergritas kulit (lecet) akibat

kompresi atau tekanan dari beban tas punggung yang terlalu berat (Illinois State

Board of Education, 2006). Sedangkan waist belt berfungsi untuk mengurangi

tekanan pada bagu dengan cara mendistribusikan tekanan kebagian pelvic dan

pinggul (Rataeau, 2004). Tas sekolah yang baik juga harus menyesuaikan

ukurannya dengan ukuran tubuh anak. Ukuran tas punggung yang lebih besar

dapat memicu anak membawa banyak barang dalam tasnya sehingga berat beban

yang dibawa oleh mereka akan melebihi batas anjuran yaitu lebih dari 10-15%

dari berat badan.

Menggunakan tas sekolah dapat mengubah mobilitas pada tulang

bekalang, memicu ke pergerakan pasif (gerakan involunter dari kekuatan luar),

yang merupakan faktor resiko mengalami nyeri musculoskeletal (Vacheron dkk,

1999). Nyeri musculoskeletal pada usia anak sekolah dasar akan berpengaruh

Page 18: BAB II REVISI 3 FIX

24

terhadap kejadian nyeri musculoskeletal pada usia remaja maupun dewasa (Bear,

J.Bonnie, Lewis,

2.6 Kerangka Teori

Keluhan

Muskuloskeletal

Kelelahan Otot Sekeltal

Peregangan otot yang berlebihan

Aktivitas yang repetitive dan statis

Pembebanan lebih dari 10% BB

Penggunaan tas yang tidak sesuai