BAB II LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Peran Kepala ...
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengertian Peran
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengertian Peran
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengertian Peran
Teori peran (role theory) adalah teori yang merupakan perpaduan
berbagai teori, orientasi, maupun disiplin ilmu. Selain dari psikolog, teori
peran berawal dari dan masih tetap digunakan dalam sosiologi dan
antropologi. Dalam ketiga bidang ilmu tersebut, istilah “peran” diambil
dari dunia teater. Dalam teater, seorang aktor harus bercermin sebagai
seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan
untuk berperilaku secara tertentu (Sarwono, 2013: 215).
Menurut Biddle dan Thomas dalam Sarwono (2013: 215),
membagi peristilahan teori peran dalam empat golongan yaitu
mengangkut:
a. Orang-orang yang mengambil bagian dalam interaksi sosial;
b. Perilaku yang muncul dalam interaksi tersebut;
c. Kedudukan orang-orang dalam berperilaku;
d. Kaitan antar orang dan perilaku.
Soekanto (2007: 213), mengungkapkan bahwa peran merupakan
aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan
suatu peranan. Sedangkan menurut Biddle dan Thomas dalam Suwarno
(2013: 224), menyatakan bahwa peran adalah serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan
tertentu. Hal ini senada dengan Suhardono (1994: 15), mendefinisikan
bahwa peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi apa
perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang yang menduduki suatu
9
posisi. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994: 768)
sebagai berikut :
1) Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan oleh manajemen.
2) Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status.
3) Bagian suatu fungsi seseorang dalam kelompok atau pranata.
4) Fungsi yang diharapkan dari seseorang atau menjadi karakteristik yang
ada padanya.
5) Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat.
Suhardono dalam Patoni (2007: 40), mengungkapkan bahwa peran
dapat dijelaskan dengan beberapa cara yaitu: pertama, penjelasan historis:
konsep peran pada awalnya dipinjam dari kalangan yang memiliki
hubungan erat dengan drama dan teater yang hidup subur pada zaman
Yunani Kuno atau Romawi. Dalam hal ini, peran berarti karakter yang
disandang atau dibawakan seseorang aktor dalam sebuah pentas dengan
lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial, peran dalam
ilmu sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika
menduduki suatu posisi dalam struktur sosial tertentu. Dengan menduduki
jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang
didudukinya tersebut.
Dalam ilmu sosiologi ditemukan dua istilah yang akan selalu
berkaitan, yakni status (kedudukan) dan peran sosial dalam masyarakat.
Status biasanya didefinisikan sebagai suatu peringkat kelompok dalam
hubungannya dengan kelompok lain. Adapun peran merupakan sebuah
perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki suatu status
tertentu tersebut (Mahmud, 2012: 109).
Adapun pembagian peran menurut Soekanto (2001: 242), peran
dibagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
a) Peran Aktif
Peran aktif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok karena
kedudukannya di dalam kelompok sebagai aktifitas kelompok, seperti
pengurus, pejabat, dan lain sebagainya.
10
b) Peran Partisipasif
Peran partisipasif adalah peran yang diberikan oleh anggota kelompok
kepada kelompoknya yang memberikan sumbangan yang sangat
berguna bagi kelompok itu sendiri.
c) Peran Pasif
Peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif,
dimana anggota kelompok menahan diri agar memberikan kesempatan
kepada fungsi-fungsi lain dalam kelompok sehingga berjalan dengan
baik.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dijelaskan bahwa peran
merupakan seperangkat perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh
seseorang yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya serta tindakan
tersebut sangat diharapkan oleh orang lain.
Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebgai suatu rangkaian
perilaku tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu. Kepribadian
seseorang juga mempengaruhi bagaimana peran itu harus dijalankan.
Dari pengertian diatas, penulis menyebutkan bahwa peran adalah
suatu sikap atau perilaku yang diharapkan individu atau sekelompok
individu terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu.
Berdasarkan hal-hal diatas dapat diartikan bahwa apabila dihubungkan
dengan peran keluarga dan masyarakat, peran diartikan sebagai hak dan
kewajiban orangtua untuk memberikan pendidikan yang baik.
2. Pengertian Lingkungan
Lingkungan adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal,
mencari, dan memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait
secara timbal balik dengan keberadaan makhluk hidup yang
menempatinya, terutama manusia yang memiliki peranan yang lebih
kompleks dan riil (Winarno, 2014: 173).
Lingkungan dapat pula berbentuk lingkungan fisik dan nonfisik.
Lingkungan alam dan buatan adalah lingkungan fisik. Sedangkan
11
lingkungan nonfisik adalah lingkungan sosial budaya dimana manusia itu
berada. Lingkungan sosial adalah wilayah tempat berlangsungnya berbagai
kegiatan, yaitu interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta
pranatanya dengan simbol dan nilai, serta terkait dengan ekosistem
(sebagai komponen lingkungan alam) dan tata ruang atau peruntukan
ruang (sebagai bagian dari lingkungan binaan/buatan).
Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia. Segala yang ada
pada lingkungan dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencukupi
kebutuhan hidup manusia, karena lingkungan memiliki daya dukung, yaitu
kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Arti penting lingkungan bagi manusia adalah
sebagai berikut.
a. Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup,
berada, tumbuh, dan berkembang diatas bumi sebagai lingkungan.
b. Lingkungan membero sumber-sumber penghidupan manusia.
c. Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yang
mendiaminya.
d. Lingkungan memberi tantangan bagi kemajuan peradaban manusia.
e. Manusia memperbaiki, mengubah, bahkan menciptakan lingkungan
untuk kebutuhan dan kebahagiaan hidup (Winarno, 2014: 174).
Lingkungan yang baru atau situasi yang baru sering berpengaruh
terhadap seseorang mungkin saja bagi salah satu anggota lingkungan atau
situasi yang baru membuat nyaman tetapi tidak bagi anggota lainnya.
Misalnya, seorang ayah (suami) yang tugasnya berpindah-pindah daerah
atau negara membuat istri dan anknya juga harus mengikutinya. Mereka
harus sering menghadapi lingkungan yang selalu baru baik dari bahasa,
gaya hidup, budaya, sampai nilai-nilai yang diyakininya dan tentu saja
tidak semua lingkungan yang baru tersebut cocok dengan dirinya.
Demikian pula dengan anaknya, anak harus berpindah-pindah sekolah
yang tentunya setiap sekolah memiliki karakteristik atau standar yang
12
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Situasi ini jelas dapat
menimbulkan konflk dalam keluarga (Helmawati, 2014: 149).
Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan
melalui pengalaman. Pengalaman itu terjadi karena interaksi manusia
dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
manusia secara efisien dan efektif itulah yang disebut dengan pendidikan.
Dan latar tempat berlangsungnya pendidikan itu di sebut lingkungan
pendidikan, khususnya pada dua lingkungan utama pendidikan yakni
keluarga dan masyarakat (Umar Tirtaraharja et.al, 1990: 40).
a. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan institusi yang paling penting pengaruhunya
terhadap proses sosialisasi. Hal ini dimungkinkan sebab berbagai kondisi
keluarga; pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap
muka di antara anggota, sehingga dapat selalu mengikuti perkembangan
anggota-anggotanya. Kedua, orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk
mendidik anak-anaknya sehingga menimbulkan hubungan emosional yang
hubungan ini sangat memerlukan proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan
sosial yang tetap, maka dengan sendirinya orang tua memiliki peranan yang
penting terhadap proses sosialisasi kepada anak (Setiadi, 2011:176).
Keluarga merupakan lingkungan pertama anak dalam mendapatkan
pendidikan, oleh karena itu, keluarga memiliki peranan yang penting dalam
perkembangan anak, keluarga yang baik akan berpengaruh positif terhadap
perkembangan anak, sedangkan keluarga yang jelek akan berpengaruh negatif
(Sudarsono,2006: 125). Mendidik anak bagi orangtua merupakan tugas dan
tanggung jawab yang tidak dapat ditawar-tawar, karena tanggung jawab ini
sangat penting dalam rangka mengembangkan anak secara utuh dan
sempurna, sehingga nantinya anak dapat menjadi manusia dewasa yang dapat
mengemban kewajiban, menjalankan risalah dan menjalankan tanggung
jawabnya, baik secara pribadi, sebagai anggota keluarga, anggota masyarakat,
13
sebagai warga Negara, sebagai warga dunia maupun sebagai makhluk ciptaan
Tuhan yang Maha Kuasa (Taqiyuddin, 2008: 109).
Sebelum anak mengenal lingkungan sekolah dan masyarakat,
keluargalah yang pertama dijumpainya. Lingkungan keluarga merupakan
lingkungan pendidikan yang paling berpengaruh dibandingkan yang lain,
karena seorang anak yang lahir sejak awal kehidupannya, dan dalam
keluargalah ditanamkan benih-benih pendidikan (Dimyati dkk, 2002: 16).
Kartono (1995: 16) bahwa lingkungan keluarga meliputi unit sosial
terkecil yang memberikan pondasi primer bagi perkembangan anak, karena
itu baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan
pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.
Masyarakat dan keluarga adalah tempat anak-anak belajar tumbuh dan
berkembang menuju kedewasaan. Disamping itu keluarga merupakan
lembaga pertama dimana anak mengenal lingkungan masyarakatnya dan
menyatakan diri sebagai makhluk sosial. Di dalam keluarga kepribadian anak
akan terbentuk karena daya interaksi yang intim antara anggota keluarga
terutama orang tua (ayah dan ibu).
Lingkungan keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak yaitu
perhatian dan kasih sayang dari orangtua, figur keteladanan orangtua bagi
anak, dan keharmonisan keluarga (Gerungan, 2002: 185). Peran lingkungan
keluarga terhadap perkembangan anak meliputi: status sosial ekonomi,
keutuhan keluarga, sikap, dan kebiasaan orangtua dan status anak.
Lingkungan keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara
langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kepribadian dan
perilaku sosial dalam perkembangan anak. Pendidikan keluarga adalah
fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan
yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu
selanjutnya, baik di sekolah maupun masyarakat.
Dalam proses sosialisasi di dalam lingkungan keluarga tertuju pada
keinginan orang tua untuk memotivasi pada anak agar mempelajari pola
perilaku yang diajarkan keluarganya. Adapun bentuk motivasi sendiri apakah
14
bersifat coersive atau participative tergantung pada tipe keluarga tersebut,
mengingat model yang digunakan oleh masing-masing keluarga didalam
melakukan sosialisasi ada yang bertipe otoriter dan ada yang bertipe
demokratis (Setiadi, 2011:177).
Menurut Baharudin dan Nurwahyuni (2010:27) lingkungan sosial
keluarga sangat mempengaruhi lingkungan belajar. Ketegangan keluarga,
sifat-sifat orang tua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga,
semuanya dapat memberi dampak terhadap anak. Hubungan antara anggota
keluarga, orang tua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu
anak melakukan aktifitas yang baik.
Sosialisasi diakukan berdasarkan pola keluarga yang dimiliki. Bernstein
menemukan dua tipe ideal dari pola keluarga, yaitu keluarga yang
berorientasi kepada posisi dan pribadi. Keluarga posisional seperti dikutip
oleh Robinson (1986:81-82), merupakan keluarga dimana terjadi pemisahan
peran yang jelas diantara para anggotanya, sebagai ayah, ibu, anak, atau pada
usia tertentu sebagai kakek atau nenek. Sosialisasi anak dalam keluarga
seperti ini terjadi dalam suatu kerangka yang jelas.dalam kaitannya dengan
sosialisasi dalam keluarga posisional, anak yang mengalami sosialisasi akan
sangat memerhatikan posisi mereka dalam huungan dengan orang lain.
Adapun keluarga yang terpusat pada pribadi merupakan keluarga dimana
anak dipandang dalam rangka karakteristik unik yang dimilikinya sebagai
pribadi. Dalam keluarga yang bertipe ini, sejak si anak masih kecil, telah peka
dan secara aktif dirangsang perkembangan bahasanya, agar dapat dikontrol
sesuai cara mereka sendiri. Mereka yang disosialisasikan melalui keluarga
yang terpusat pada pribadi yang akan dididik, dipuji, dan dikembangkan
sesuai dengan format keluarga. Dengan kata lain, bakat, potensi, dan
kompetensi yang dimilikinya dikembangkan tidak jauh dari apa yang dimiliki
oleh keluarga (Damsar, 2011:70-71)
Dapat disimpulkan bahwa lingkungan keluarga merupakan kesatuan-
kesatuan kemasyarakatan yang paling kecil sebagai suatu kesatuan melalui
ikatan didasarkan perkawinan, dimana tiap-tiap anggota mengabdikan kepada
15
kepentingan dan tujuan keluarga dengan rasa kasih dan tanggung jawab. Jadi
keluarga merupakan lingkungan pertama anak memperoleh pendidikan dan
terbentuknya kepribadian anak dapat terlihat dari cara orangtua mendidik
anaknya, setiap anak pasti memiliki kepribadian yang berbeda karena berasal
dari keluarga yang berbeda pula. Perilaku orang tua sangat berpengaruh
dalam membentuk kepribadian anak seperti pola asuh, kelekatan anak dan
orangtuanya, serta pemberian perlakuan yang tidak tepat terhadap anak.
Pembentukan anak bermula atau berawal dari keluarga. Pola asuh orang
tua terhadap anak-anaknya sangat menentukan dan memengaruhi kepribadian
(sifat) serta perilaku anak. Anak menjadi baik atau buruk semua tergantung
dari pola asuh orangtua dalam keluarga. Berikut ini diuraikan macam-macam
pola asuh orangtua terhadap anak.
1) Pola Asuh Otoriter (Parent Oriented)
Pola asuh otoriter pada umumnya menggunakan pola komunikasi
satu arah (one way communication). Ciri-ciri pola asuh ini menekankan
bahwa segala aturan orangtua harus ditaati oleh anaknya. Inilah yang
dinamakan win-lose solution. Orangtua memaksakan pendapat atau
keinginan pada anaknya dan bertindak semena-mena (semuanya kepada
anak), tanpa dapat dikritik oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh
membantah terhadap apa-apa yang diperintahkan atau dikehendaki oleh
orangtua. Anak tidak diberi kesempatan menyampaikan apa yang
dipikirkan, diinginkan, atau dirasakannya (Helmawati, 2014: 138).
Segi positif dari pola asuh ini yaitu anak menjadi penurut dan
cenderung akan menjadi disiplin yakni menaati peraturan yang ditetapkan
orangtua. Namun, mungkin saja anak tersebut hanya mau menunjukkan
disiplinnya di hadapan orangtua, padahal di dalam hatinya anak
membangkang sehingga ketika berada di belakang orangtua anak akan
bertindak lain. Jika ini terjadi, maka perilaku yang dilakukannya hanya
untuk menyenangkan hati orangtua atau untuk menghindari dirinya dari
hukuman (Helmawati, 2014: 138).
16
2) Pola Asuh Permisif (Children Centered)
Pada umumnya pola asuh permisif ini menggunakan komunikasi
satu arah (one way communication) karena meskipun orangtua memiliki
kekuasaan penuh dalam keluarga terutama terhadap anak, tetapi anak
memutuskan apa-apa yang diinginkannya sendiri baik orangtua setuju
ataupun tidak. Pola ini bersifat children centered maksudnya adalah
bahwa segala aturan dan ketetapan keluarga berada di tangan anak.
Anak cenderung bertindak semena-mena, ia bebas melakukan apa
saja yang diinginkannya tanpa memandang bahwa itu sesuai dengan nilai-
nilai atau norma yang berlaku atau tidak. Sisi negatif dari pola asuh ini
adalah anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku.
Namun sisi positifnya, jika anak menggunakannya dengan tanggung
jawab maka anak tersebut akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif,
inisiatif, dan mampu mewujudkan aktualisasi dirinya di masyarakat
(Helmawati, 2014: 139).
3) Pola Asus Demokratis
Pola asus demokratis menggunakan komunikasi dua arah (two
ways communication). Kedudukan antara orangtua dan anak dalam
berkomunikasi sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan
mempertimbangkan (keuntungan) kedua belah pihak (win-win solution).
Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab. Artinya, apa yang
dilakukan anak tetap harus ada di bawah pengawasan orangtua dan dapat
dipertanggung jawabkan secara moral.
Orangtua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena pada salah
satu pihak; atau kedua belah pihak tidak dapat memaksakan suatu tanpa
berkomunikasi terlebih dahu dan keputusan akhir di setujui oleh keduanya
tanpa merasa tertekan. Sisi positif dari komunikasi ini adalah anak akan
cenderung merongrong kewibawaan otoritas orangtua, kalau segala
sesuatu harus dipertimbangkan antara orangtua dengan anak.
17
4) Pola Asus Situasional
Dalam kenyataannya setiap pola asuh tidak di terapkan secara kaku
dalam keluarga. Maksudnya, orangtua tidak menetapkan salah satu tipe
saja dalam mendidik anak. Orangtua dapat menggunakan satu atau dua
(campuran pola asuh) dalam situasi tertentu. Untuk membentuk anak agar
menjadi anak yang berani menyampaikan pendapat sehingga dapat
memiliki ide-ide yang kreatif, berani dan juga orangtua dapat
menggunakan pola asus demokratis, tetapi pada situasi yang sama jika
ingin memperlihatkan kewibawaannya, orangtua dapat memperlihatkan
pola asus parent oriented (Helmawati, 2014: 139).
Peran keluarga memiliki nilai utama dalam menentukan
keberhasilan nilai yang telah ditanamkan oleh keluarga terutama orangtua,
karena penanaman nilai merupakan bagian terpenting dari pembentukan
karakter anak. Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam
perkembangan kepribadian anak yang dipengaruhi beberapa faktor,
sehingga interaksi orangtua dan anak berlangsung secara tepat (Hawari,
1993: 31).
Analisis dari paparan diatas, bahwa peran keluarga merupakan
suatu tingkah laku yang diharapkan dan dimiliki oleh orang yang
mempunyai kedudukan di masyarakat dalam memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak yang di didik. Di dalam keluarga orangtua
memiliki peran yang sangat penting bagi seorang anak dengan peran yang
dimiliki akan mempengaruhi perilaku anak, ketika seorang anak ingin
berperilaku, maka anak dapat menyesuaikan perilkunya. Jika orang tua
dapat menjalankan peran dengan baik seperti memberi contoh perilaku
yang benar.
Peranan keadaan keluarga dalam perkembangan sosial anak bukan
hanya sebatas situasi sosial dan ekonomi saja melainkan pada
interaksinya begitu juga cara dan sikap dalam pergaulan yang memegang
peranan cukup penting (Gerungan, 1988: 189).
18
b. Pengertian Masyarakat
Masyarakat merupakan kelompok orang yang memiliki hubungan antar
individu melalui hubungan yang tetap, atau kelompok sosial yang besar yang
berbagi wilayah dan subjek yang sama kepada otoritas dan budaya yang sama
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/masyarakat)
Lingkungan masyarakat adalah tempat atau suasana dimana sekelompok
orang merasa sebagai anggotanya, seperti lingkungan kerja, lingkungan RT,
dan sebagainya. Di lingkungan mana pun seseorang pasti akan tersosialisasi
dengan tata aturan yang berlaku di lingkungan tersebut (Setiadi, 2011:181).
Lembaga dan organisasi yang ada di lingkungan masyarakat adalah
sebagai berikut :
1) Masjid
Sebagai lingkungan pendidikan, masjid mempunyai dua fungsi, yaitu
fungsi edukatif dan fungsi sosial. Fungsi edukatif adalah masjid
berfungsi sebagai markas pendidikan. Fungsi sosial adalah masjid
dijadikan tempat musyawarah umat, di masjid kaum muslimin telah
menjalin silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah sehingga mereka menjadi
suatu masyarakat yang kuat yang dapat berperan serta dalam mendidik,
membangkitkan serta menghidupkan generasi umat.
1) Asrama
Kehidupan asrama berbeda dengan kehidupan di lingkungan
keluarga. Pada umumnya penghuni asrama terdiri atas anak-anak yang
sebaya atau hampir sama. Suasana kehidupan di asrama banyak diwarnai
oleh pemimpin dan pendidik yang mengolahnya. Bervariasinya anggota
asrama juga ikut mewarnai suasana kehidupan asrama. Demikian pula
tatanan dan cara hidup kebersamaan serta jenis kelamin dari penghuninya
turut membentuk suasana asrama yang bersangkutan.
2) Perkumpulan Remaja
Remaja biasanya membutuhkan suatu tempat untuk berkumpul
dengan tujuan saling tukar pikiran atau hanya sekedar ngobrol atau
curhat. Dalam melaksanakan semua aktivitas dalam perkumpulan mereka
19
memerlukan bantuan dan bimbingan dari semua pihak, seperti orang tua,
bimbingan guru-guru serta pengarahan para ulama (Masdudi, 2014:28-
29).
Lingkungan masyarakat secara tidak langsung akan berpengaruh
terhadap pembentukan kepribadian anak setelah keluarga. Lingkungan
masyarakat merupakan tempat untuk bersosialisasi, jadi peran
masyarakat sangat penting dalam mendidik dan mengarahkan anak untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dimana faktor lingkungan ini sangat
berperan terhadap pembentukan kepribadian anak seperti faktor dari
teman sebaya, tetangga, lingkungan kondisi tempat tinggal dan lain
sebagainya.
Yang termasuk dalam lingkungan sosial anak adalah masyarakat.
Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga. Jika keluarga-keluarga dalam
masyarakat itu baik, anak-anak mendapat kontribusi yang juga baik
dalam proses interaksinya. Namun sebaliknya, jika lingkungan dalam
masyarakat itu buruk, anak cenderung akan terpengaruh menjadi negatif
(Helmawati, 2014: 203).
3. Kepribadian
Menurut asal katanya, kepribadian atau personality berasal dari
bahasa latin personare, yang berarti mengeluarkan suara (to sound
trought). Istilah ini digunakan untuk menunjukan suara dari percakapan
seorang pemain sandiwara melalui topeng (masker) yang dipakainya.
Pada mulanya istilah persona berarti topeng yang dipakai oleh pemain
sandiwara, dimana suara pemain sandiwara itu diproyeksikan. Kemudian
kata persona itu berarti pemain sandiwara itu sendiri (Purwanto,1990:
154).
Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas
dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang
diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga
bawaan seseorang sejak lahir (Sjarkawi, 2006:11). Selanjutnya, Koswara
20
menegaskan bahwa definisi kepribadian dapat dikategorikan menjadi dua
pengertian, yaitu sebagai baerikut:
a. Menurut pengertian sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk
menggambarkan : (1) identitas diri, jati diri seseorang, seperti: “saya
seseorang yang terbuka” atau “saya seorang pendiam”, (2) kesan
umum seseorang tentang diri anda atau orang lain, seperti “dia
agresif” atau “dia jujur”, dan (3) fungsi-fungsi kepribadian yang
sehat atau bermasalah, seperti: “dia baik” atau “dia pendendam”
(Yusuf, 2011: 3).
b. Menurut pengertian psikologi (Sjarkawi, 2006: 17)
1) George Kelly (2005) menyatakan bahwa kepribadian sebagai cara
yang unik dari individu dalam mengartikan pengalaman-
pengalaman hidupnya.
2) Gordon Allport (2005) menyatakan bahwa kepribadian
merupakan suatu organisasi yang dinamis dari sistem psikofisik
individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu
secara khas.
3) Sigmund Freud (2005) menyatakan bahwa kepribadian
merupakan suatu struktur yang terdiri dari tiga sistem, yakni id,
ego, dan super ego, sedangkan tingkah laku tidak lain merupakan
hasil dari konflik dan rekonsiliasi ketiga unsur dalam sistem
kepribadian tersebut.
4) Schaefer dan Lamm (1998: 97) menyatakan kepribadian adalah
keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri khas, dan perilaku
seseorang. Berdasarkan pendapat tersebut, kepribadian secara
sederhana dapat diartikan sebagai ciri atau karakteristik atau sifat-
sifat khas suatu individu yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang diterimanya sebagai hasil proses sosialisasi terhadap
lingkungan di sekitarnya, misalnya keluarga, teman bermain, dan
sebagainya (Wardiyatmoko, 2009: 70).
21
c. Aspek-aspek Kepribadian
Telah dikatakan bahwa kepribadian itu mengandung pengertian
yang kompleks. Ia terdiri dari bermacam-macam aspek, baik fisik
maupun psikis. Meskipun telah banyak disinggung dalam uraian-uraian
terdahulu, secara lebih terperinci ada baiknya kita uraikan beberapa
aspek kepribadian yang penting berhubungan dengan pendidikan, dalam
rangka pembentukan pribadi anak-anak didik (Purwanto,1990: 156).
Sifat-sifat kepribadian (personality traits). Seperti telah
dikemukakan dalam pasal-pasal yang lalu, yaitu sifat-sifat yang ada pada
individu seperti antara lain : penakut, pemarah, suka bergaul, peramah,
suka menyendiri, sombong, dan lain-lain. Pendekatannya sifat-sifat yang
merupakan kecenderungan-kecenderungan umum pada seorang individu
untuk menilai situasi-situasi dengan cara-cara tertentu dan bertindak
sesuai dengan penilaian itu (Purwanto,1990: 157)
Menurut Gunadi pada umumnya terdapat lima penggolongan
kepribadian yang sering dikenal dalam sehari-hari, yaitu sebagai berikut.
1). Tipe Sanguin
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri-ciri antara lain :
memiliki banyak kekuatan, bersemangat, mempunyai gairah hidup,
dapat membuat lingkungannya gembira dan senang. Akan tetapi, tipe
ini pun memiliki kelemahan, antara lain : cenderung impulsif,
bertindak sesuai emosinya atau keinginannya.
2). Tipe Flegmatik
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain :
cenderung tenang gejolak emosinya tidak tampak, misalnya dalam
kondisi sedih atau senang, sehingga turun naik emosinya tidak
terlihat jelas.
3). Tipe Melankolik
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain:
terobsesi dengan karyanya yang paling bagus atau paling sempurna,
22
mengerti estetika keindahan hidup, perasaannya sangat kuat, dan
sangat sensitif.
4). Tipe Kolerik
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain:
cenderung berorientasi pada pekerjaan dan tugas, mempunyai
disiplin kerja yang sangat tinggi, mampu melaksanakan tugas dengan
setia dan bertanggung jawab atas tugas yang diembannya.
5). Tipe Asertif
Seseorang yang termasuk tipe ini memiliki ciri antara lain:
mampu menyatakan pendapat, ide, dan gagasannya secara tegas,
kritis, tetapi perasaannya halus sehingga tidak menyakiti orang lain.
Kepribadian merupakan kesatuan baru keseluruhan tingkah laku jiwa dan
raga seseorang. Baik dan buruk gerak tingkah laku tersebut terlihat dari sifat
dan sikap seseorang. Menurut Purwanto (1990 : 140) menyebutkan bahwa
kepribadian sangat erat hubungannya dengan sikap, sifat, temperamen dan
watak yang kesemuanya itu merupakan ciri-ciri kepribadian.
Sifat, adalah ciri-ciri tingkah laku yang tetap pada seseorang atau
perbuatan yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dirinya sendiri,
seperti pembawaan, minat, keadaan tubuh, cenderung bersifat tetap. Sikap,
adalah suatu cara untuk bereaksi terhadap suatu rangsangan, cenderung untuk
bereaksi dengan cara-cara (Sjarkawi, 2006:12).
Beberapa indikator yang digunakan sebagai bentuk manifestasi dari aspek-
aspek kepribadian yang nampak dalam interkasi lingkungan antara lain::
a). Konsekuen atau tidaknya aturan etika.
b). Teguh atau tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
c). Konsisten atau tidaknya dalam menghadapi situasi lingkungan yang
serupa atau berbeda-beda (karakter).
d). Cepat atau lambatnya (temperament).
23
e). Positif atau negatifnya sambutannya obyek-obyek (orang, benda,
peristiwa, norma, sistem nilai etika atau estetika-sikap atau attitude).
f). Mudah atau tidaknya tersinggung/marah, menangis, putus asa,stabilitas
emosional.
g). Menerima atau melarikan diri dari resiko atas tindakan dan
perbuatannya (tanggung jawab/responsbility).
h). Keterbukaan atau ketertutupan dirinya serta kemampuannya
berkomunikasi dengan orang tuanya (sosiobilitas).
(http://e-medis.blogspot.com/2013/12/pengertian-kepribadian-dan-
indikator.html?m=1).
d. Faktor Yang Memengaruhi Kepribadian
Menurut Yusuf (2004: 128-129) menyatakan bahwa kepribadian
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik hereditas (pembawaan) maupun
lingkungan (seperti fisik, sosial, kebudayaan, spiritual).
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepribadian seseorang dapat
dikelompokkan dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.
1) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendri.
Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor
genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan
merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki salah satu
dari kedua orang tuanya atau bisa jadi kombinasi dari sifat kedua orang
tuanya.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut.
Faktor eksternal biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan
seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga,
sampai dengan pengaruh dari berbagai media audiovisual seperti TV dan
VCD, atau media cetak seperti koran, majalah, dan lain sebagainya (Sjarkawi,
2006: 19).
24
Model kepribadian seseorang itu pada umumnya ditentukan oleh kualitas
kebudayaan yang melingkunginya. Maka kepribadian merupakan aspek
subyektif dari satu kebudayaan. Masuknya pengaruh kebudayaan pada diri
anak berusia 0-5 tahun, disebut sebagai masa pembentukan primer, yang
ditranformasikan oleh orang tua/keluarganya. Perbedaan-perbedaan
individual sekalipun mereka dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan yang
sama pertama-tama disebabkan oleh perbedaan cara membentuk, mengasuh
dan mendidik oleh setiap keluarga atau orang tua anak (Desmita, 2009: 56)
e. Keragaman Individual dalam Kepribadian
1). Kalau kecakapan hanya mewujudkan kualifikasi inteligensinya dari
perilaku individu, kepribadian menunjukan kepada kualitas total perilaku
individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap
lingkungan secara unik.
2). Yang dimaksudkan dengan kata unik disini ialah menjelaskan bahwa
kualitas perilaku itu bersifat khas sehingga dapat dibedakan individu
yang satu dari yang lainnya. Keunikannya itu didukung oleh struktur
organisasi ciri-ciri jiwa raganya (psychophysical system) yang terbentuk
secara dinamis.
Ciri-ciri jiwa raga (misalnya, konstitusi dan kondisi fisik, tampang dan
penampilan, proporsi dan kondisi hormon, darah dan cairan tubuh
lainnya, segi-segi kognitif, afektif, dan konatif) tersebut saling
berhubungan dan berpengaruh atau interdependensi satu sama lain
sehingga mewujudkan suatu sistem yang kesemuanya itu akan mewarnai
dan menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang
bersangkutan, seperti yang tampak dalam interaksinya dengan
lingkungannya, antara lain:
a) Konsekuen tindakannya dalam mematuhi aturan etika perilaku, atau
teguh tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat, konsisten
tidaknya tindakannya dalam menghadapi situasi lingkungan yang
serupa atau berbeda-beda, yang lazim kita kenal sebagai karakter.
25
b) Cepat atau lambatnya mereaksi (response, bukan masalah
penyelesaian tugas pekerjaan saja) terhadap rangsangan-rangsangan
yang datang dari lingkungannya (sensitivity and responsiveness)
yang lazim dikenal sebagai temperamen.
c) Positif atau negatif atau ambivalensi sambutannya terhadap objek-
objek (orang, benda, peristiwa, norma atau nilai etis, estetis, dan
sebagainya) yang lazim kita kenal sebagai sikap (attitude)
d) Mudah tidaknya tersinggung, atau marah atau menangis atau putus
asa, yang kita sebut stabilitas emosional (emotional stability)
e) Menerima atau cuci tangan atau melahirkan diri dari risiko, atas
tindakan dan perbuatannya, yang kita kenal sebagai tanggung jawab
(responbility)
f) Keterbukaan atau ketertutupan dirinya serta kemampuannya
berkomunikasi dengan orang lain, yang kita kenal sebagai
sosialibitas (socialibility), dan sebagainya (Makmun, 2009:79).
Secara sosiologis, kepribadian terbentuk melalui proses sosialisasi yang
dimulai sejak seseorang dilahirkan sampai menjelang akhir hayatnya
sehingga melalui proses sosialisasi seorang individu mendapatkan
pembentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan perilaku
kelompoknya.
4. Perilaku Sosial
Paradigma perilaku sosial memusatkan perhatiannya kepada hubungan
antara individu dengan lingkungan yang terdiri atas bermacam-macam
objek sosial dan non sosial. Singkatnya, pokok persoalan dari perilaku
sosial ini adalah tingkah laku individu yang berlangsung dalam
hubungannya dengan faktor lingkungan yang menghasilkan perubahan
dalam faktor lingkungan yang akan menimbulkan perubahan terhadap
tingkah laku dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan aktor
(Anwar: 2013: 74).
Manusia mempunyai naluri untuk hidup berteman dan hidup bersama
dengan orang lain. Karena manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
26
bisa hidup sendiri. Manusia perlu makan, pakaian, tempat tinggal,
berkeluarga, bergerak secara aman, dan sebagainya. Untuk mencapai hal
tersebut, ia memerlukan hubungan atau kerja sama dengan orang lain
(Rahmawati, 2017: 9).
Perilaku sosial akan muncul saat seseorang melakukan interaksi atau
berhadapan dengan orang lain dalam rangka melakukan hubungan kerja
sama dengan orang lain serta perilakunya itu memberi suatu nilai terhadap
orang tersebut (Rahmawati. 2017: 9).
Menurut George Ritzer (1992: 84) perilaku sosial adalah tingkah laku
individu yang berlangsung dalam hubungannya dengan faktor lingkungan
yang menimbulkan perubahan tingkah laku.
Dengan demikian menurut pendapat saya dapat diuraikan bahwa
perilaku sosial merupakan tindakan yang ditunjukan oleh orang atau
individu dalam masyarakat yang pada dasarnya sebagai respon dari
hubungan timbal balik (interaksi) antar pribadi dan lingkungan.
Perilaku sosial menunjukkan kemampuan untuk menjadi orang yang
bermasyarakat. Perilaku sosial adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perilaku umum yang ditunjukan oleh individu dalam
masyarakat, yang pada dasarnya sebagai respons terhadap apa yang
dianggap dapat diterima atau tidak diterima oleh kelompok sebaya
seseorang (Hurlock, 2003:261).
Perilaku sosial merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang negatif ataupun positif yang dimiliki dalam diri manusia yang
timbul sebab adanya dorongan untuk melakukan sesuatu. Manusia
memiliki sikap, sikap dapat pula dibedakan atas:
Sikap positif: sikap yang menunjukan atau memperhatikan, menerima,
mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku
dimana individu itu berada.
Sikap negatif: penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang
berlaku dimana individu itu berada (Ahmad, 1990: 166).
27
Perilaku sosial dapat dilihat dari perilaku kesehariannya seperti pada
saat bersosialisasi dan berinteraksi dalam masyarakat. Pembentukan
perilaku sosial seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal
maupun eksternal.
a. Teori perilaku sosial
Perilaku manusia tidak dapat lepas dari individu itu sendiri dan
lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia didapatkan oleh
motif tertentu sebagai manusia berperilaku. Teori-teori yang mendukung
hal tersebut diantaranya yaitu teori insting, teori dorongan, dan teori
kognitif (Walgito, 2003: 20).
1) Teori Insting
Teori ini dikembangkan oleh McDougall yang menyatakan bahwa
perilaku itu disebabkan karena insting. Insting adalah perilaku yang
innate atau bawaan, yang akan mengalami perubahan disebabkan
oleh pengalaman.
2) Teori dorongan
Teori ini bertitik tolak dengan pandangan bahwa perilaku organisme
itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive yang berkaitan dengan
kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme
berperilaku (Silastuti, 2016: 20).
3) Teori insentif
Teori ini bertitik tolak pada pendapatnya bahwa perilaku organisme
itu disebabkan oleh adanya insentif yang mendorong organisme
berperilaku. Insentif atau disebut juga reinforcemen ada yang positif
berupa hadiah yang dapat mendorong organisme dalam berbuat dan
ada juga yang negatif berupa hukuman yang dapat menghambat
organisme dalam berperilaku. Artinya perilaku timbul disebabkan
adanya intensif atau reinforcemen (Silastuti, 2016: 21).
28
b. Faktor-faktor Pembentuk Perilaku Sosial
Baron dan Byrne berpendapat bahwa ada empat kategori utama yang
dapat membentuk perilaku sosial seseorang, yaitu :
1) Perilaku dan karakteristik orang lain
Jika seseorang sering bergaul dengan orang-orang yang memiliki
karakter santun, kemungkinan besar seseorang tersebut akan
berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam
lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika bergaul dengan orang-
orang berkarakter sombong, maka akan terpengaruh oleh perilaku
seperti itu.
2) Proses kognitif
Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan
pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akan
berpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Misalnya seorang calon
pelatih yang akan terus berpikir agar kelak dikemudian hari menjadi
pelatih yang baik, menjadi idola bagi atletnya dan orang lain akan
terus berupaya dan berproses mengembangkan dan memperbaiki
dirinya dalam perilaku sosialnya.
3) Faktor lingkungan
Lingkungan alam terkadang dapat mempengaruhi perilaku sosial
seorang. Misalnya, seorang yang tinggal di pesisir pantai akan
memiliki perilaku yang berbeda dengan orang yang tinggal di
pegunungan.
4) Budaya sebagai tempat perilaku dan pemikiran sosial itu terjadi
Misalnya, seseorang yang berasal dari etnis budaya tertentu
mungkin akan terasa berperilaku sosial aneh ketika berada dalam
lingkungan masyarakat yang beretnis budaya lain atau berbeda.
Perilaku seseorang bukan dari bawaan sejak lahir namun sebuah
perilaku merupakan sebuah hasil dari pembentukan, seperti perilaku
remaja selaku individu manusia sebagaian besar perilakunya berupa
perilaku yang dibentuk.
29
Bino Wagito (1990: 18-19) mengemukakan bahwa pembentukan
perilaku dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
a) Pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan,
yaitu dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku sesuai
tertentu yang diharapkan.
b) Pembentukan perilaku dengan pengertian, yaitu dengan cara
sesuai dengan teori belajar kognitif, bahwa belajar dengan
disertai adanya pengertian.
c) Pembentukan perilaku dengan menggunakan model atau
contoh, yaitu pembentukan perilaku dengan cara didasarkan
pada model atau contoh.
c. Bentuk dan Indikator Perilaku Sosial
Fuad Nashori (2008: 38) mengemukakan bahwa, ciri-ciri
perilaku sosial yang dilakukan anak remaja adalah sebagai berikut:
1) Menolong, yaitu membantu orang lain dengan cara
meringankan beban fisik atau psikologis.
2) Berbagi rasa, yaitu kesediaan untuk ikut merasakan apa yang
dirasakan orang lain.
3) Kerjasama, yaitu melakukan pekerjaan atau kegiatan secara
bersama-sama berdasarkan kesepakatan untuk mencapai tujuan
bersama pula.
4) Menyumbang, yaitu berlaku murah hati kepada orang lain.
5) Memperhatikan kesejahteraan orang lain, yaitu peduli terhadap
permasalahan orang lain.
Bentuk dan perilaku sosial seseorang dapat pula ditunjukan oleh
sikap sosialnya. Sikap menurut Akyas Azhari (2004: 161) adalah “suatu
cara terhadap suatu perangsang tertentu”. Bentuk perilaku sosial
seseorang pada dasarnya merupakan karakter kepribadian yang dapat
teramati ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain, seperti dalam
kehidupan berkelompok, kecenderungan perilaku sosial seseorang yang
30
menjadi anggota kelompok akan terlihat jelas diantara anggota kelompok
lainnya.
Indikator perilaku sosial dapat dilihat melalui sifat-sifat dan pola
respon antar pribadi, yaitu:
1) Kecenderungan Perilaku Peran
a) Sifat pemberani dan pengecut secara sosial
Orang yang memiliki sifat pemberani, biasanya akan suka
mempertahankan dan membela haknya, tidak malu-malu atau tidak
segan melakukan sesuatu perbuatan yang sesuai norma di
masyarakat dalam mengedepankan kepentingan diri sendiri sekuat
tenaga. Sedangkan sifat pengecut menunjukan perilaku atau keadaan
sebaliknya.
b) Sifat berkuasa dan sifat patuh
Orang yang memiliki sifat berkuasa dalam perilaku sosial
biasanya ditunjukan oleh perilaku seperti bertindak tegas,
berorientasi kepada kekuatan, percaya diri, berkemauan keras, suka
memberi perintah dan memimpin langsung. Sedangkan sifat yang
patuh atau penyerah menunjukan perilaku sosial yang sebaliknya
c) Sifat inisiatif secara sosial dan pasif
Orang yang memiliki sifat inisiatif biasanya suka
mengorganisasi kelompok, tidak suka mempersoalkan latar
belakang, suka memberi masukan atau saran dalam berbagai
pertemuan, dan biasanya suka mengambil alih kepemimpinan.
Sedangkan sifat orang yang pasif secara sosial ditunjukan oleh
pelaku yang bertentangan dengan sifat orang yang aktif.
d) Sifat mandiri dan tergantung
Orang yang memiliki sifat mandiri biasanya membuat segala
sesuatunya dilakukan oleh diri sendiri, seperti membuat rencana
sendiri, melakukan sesuatu dengan cara sendiri, tidak suka berusaha
mencari nasihat atau dukungan dari orang lain, dan secara emosional
31
cukup stabil. Sedangkan sifat orang yang ketergantungan cenderung
menunjukkan perilaku sebaliknya.
2) Kecenderungan perilaku dalam berhubungan
a) Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain
Orang yang memiliki sifat dapat diterima oleh orang lain
biasanya tidak berprasangka buruk terhadap orang lain, loyal,
dipercaya, pemaaf dan tulus mengahargai kelebihan orang lain.
Sementara sifat orang yang ditolak biasanya suka mencari kesalahan
dan tidak mengakui kelebihan orang lain.
b) Suka bergaul dan tidak suka bergaul
Orang yang suka bergaul biasanya memiliki hubungan sosial yang
baik, senang bersama dengan yang lain dan senang berpergian.
Sedangkan orang yang tidak suka bergaul menunjukkan sifat dan
perilaku yang sebaliknya.
c) Sifat ramah dan tidak ramah
Orang yang ramah biasanya periang, hangat, terbuka, mudah
didekati orang, dan suka bersosialisasi. Sedangkan orang yang tidak
ramah cenderung bersifat sebaliknya.
d) Simpatik dan tidak simpatik
Orang yang memiliki sifat simpatik biasanya peduli terhadap
perasaan orang lain, murah hati dan suka membela orang tertindas.
Sedangkan orang yang tidak simpatik menunjukan sifat sebaliknya.
3) Kecenderungan perilaku ekspresif
a) Sifat suka bersaing (tidak kooperatif) dan tidak suka bersaing
(suka bekerja sama).
Orang yang suka bersaing biasanya menganggap hubungan
sosial sebagai perlombaan, lawan adalah saingan yang harus
dikalahkan, memperkaya diri sendiri. Sedangkan orang yang tidak
suka bersaing menunjukan sifat sebaliknya.
b) Sifat agresif dan tidak agresif
32
Orang yang agresif biasanya suka menyerang orang lain
baik langsung, ataupu tidak langsung, pendendam, menentang
atau tidak patuh pada penguasa, suka bertengkar dan suka
menyangkal. Sifat orang yang tidak agresif menunjukan perilaku
sebaliknya.
c) Sifat kalem atau tenang secara sosial
Orang yang kalem biasanya tidak nyaman jika berbeda
dengan orang lain, mengalami kegugupan, malu, ragu-ragu, dan
merasa terganggu jika ditonton orang.
d) Sifat suka pamer atau menonjolkan diri
Orang yang suka pamer biasanya berlebihan, suka mencari
pengakuan berperilaku aneh untuk mencari perhatian orang lain.
d. Jenis-jenis Perilaku Sosial
Perilaku sosial seseorang dapat ditunjukan oleh sikap sosialnya.
Sikap adalah suatu cara reaksi terhadap suatu perangan tertentu.
Sedangkan sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama
dan berulang-ulang terhadap salah satu obyek sosial (Nina Winangsih,
2012: 69).
Menurut Soejono Sukanto dalam bukunya (2012: 64-75) jenis
perilaku sosial seseorang pada dasaranya merupakan karakter atau ciri
kepribadian yang dapat teramati ketika seseorang berinteraksi dengan
orang lain. Misalnya dalam kehidupan berkelompok, kecenderungan
berperilaku sosial seseorang dalam berkelompok akan terlihat jelas antara
anggota kelompok yang lainnya.
Menurut Nina Winangsih (2012: 109) perilaku sosial terbagi
menjadi dua jenis, antara lain:
1) Kehendak
Menurut Thomas seorang sosiolog dan psikolog sosial Amerika,
yang mengemukakan suatu tipe kelompok yang disebutnya empat
kehendak. Kalau objek yang ingin diteliti seluk beluk suatu
kelompok tertentu, maka yang diselidiki tidak hanya aktivitas dan
33
penyesuainnya, tetapi juga perubahan yang terjadi pada kehidupan
batiniahnya, baik sikap, kehendak, maupun perasaannya. Dengan
demikian, diperlukan suatu klasifikasi kemana orang-orang akan
dimasukan, apakah pada satu tipe atau berbagai tipe. Thomas
mengakui bahwa kehendak manusia sangat bervariasi bentuknya,
namun ia mencoba untuk mengklasifikasinya, yaitu:
a) Kehendak untuk memiliki pengalaman baru
Menurut Thomas pengalaman menjadi ciri kehidupan awal
manusia. Dalam keadaan itu terjadi transformasi yang lambat
dari taraf asli ke taraf yang rumit. Keadaan demikian disebut
pola mengajar kepentingan.
b) Kehendak akan keamanan
Kehendak ini didasarkan pada rasa takut akan kemungkinan
terjadinya cidera atau kematian yang terwujud dalam rasa malu
atau keinginan untuk melarikan diri. Individu yang dikuasai
kehendak akan keamanan, biasanya bersikap hati-hati,
cenderung pada keadaan yang umum, pekerjaan sistematis.
c) Kehendak untuk ditanggapi
Kehendak ini timbul dari kecenderungan mencintai,
menghendaki penghargaan, dan memberikan apresiasi.
Perwujudannya seperti kasih sayang ibu terhadap anak dan
tanggapan anak terhadap kasih sayang.
d) Kehendak untuk diakui
Kehendak ini terwujud dalam perjuangan untuk
mendapatkan kedudukan yang berpengaruh dalam kelompok
sosial. Itu disebut sebagai keinginan pada kedudukan sosial.
Seseorang akan berusaha untuk mendapatkan tanggapan dan
pengakuan dengan cara berpura-pura sakit dan sebagainya.
Motif-motif yang dikaitkan dengan keinginan untuk diakui
melalui kepentingan yang terpusatkan pada diri sendiri yang
disebut kesombongan.
34
2) Kepentingan
Kepentingan dalam arti luas merupakan pasangan sikap. Menurut
Maclever dalam bukunya yang berjudul Society: A textbook of
sociology (1937) sikap merupakan keadaan subjektif jiwa yang
menyangkut kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu
apabila ada stimulus. Sikap-sikap tersebut adalah rasa iri, kebencian,
pengalaman, pemujaan, kepercayaan, ketidakpercayaan, dan
sebagainya. Semua sikap berisikan objek sikap tersebut, namun yang
diberi arti sikap bukanlah obbjeknya, melainkan keadaan jiwa. Jika
pusat perhatian dialihkan dari subjek ke objek, maka yang
dibicarakan merupakan suatu objek kepentingan banyak orang.
Menurut Arifin, (2015: 28) jenis perilaku sosial dapat dilihat
melalui sifat-sifat dan pola respons antar pribadi berikut :
a) Kecenderungan perilaku peran
1) Sifat pemberani dan pengecut secara sosial
2) Sifat berkuasa dan sifat patuh
3) Sifat inisiatif secara sosial dan pasif
4) Sifat mandiri dan bergantung
b) Kecenderungan perilaku dalam hubungan sosial
1) Dapat diterima atau ditolak oleh orang lain
2) Suka bergaul dan tidak suka bergaul
3) Sikap ramah dan tidak ramah
4) Simpatik dan tidak simpatik
c) Kecenderungan perilaku ekspresif
1) Sifat suka bersaing dan sifat tidak suka bersaing
2) Sifat agresif atau tenang secara sosial
3) Sifat kalem atau tenang secara sosial
4) Sikap suka pamer atau menonjolkan diri
35
5. Wilayah Pesisir
Kata “pesisir” dalam tulisan ini digunakan untuk dua maksud yang
berlainan. Pertama, masyarakat pesisir, dimana istilah ini sebutan yang
diatribusikan kepada kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di tepi
pantai, atau berdekatan dengan laut (Aminah, 2000:19). Masyarakat pesisir
(coastal community) juga diterjemahkan dengan ciri-ciri utama tidak
memproduksi barang ataupun jasa tertentu, mengandalkan penghidupan dari
sumber daya laut (Aritonang, 2001:12)
Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-
sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang
khas terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya
pesisir (Satria, 2015:10).
Secara teoritis, masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang tinggal dan
melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah
pesisir dan lautan. Secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan
yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.
Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan
sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa
mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang
terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan (Hendry,
1999:56).
Masyarakat pesisir termasuk masyarakat yang masih terbelakang dan
berada dalam posisi marginal. Selain itu, banyak dimensi kehidupan yang
tidak diketahui oleh orang luar tentang karakteristik masyarakat pesisir.
Masyarakat pesisir mempunyai cara berbeda dalam aspek pengetahuan,
kepercayaan, peranan sosial, dan struktur sosialnya. Sementara itu, dibalik
kemarginalannya, masyarakat pesisir tidak mempunyai banyak cara dalam
mengatasi masalah yang hadir (http://iswanlasiki.student.ung.ac.id).
Masyarakat pesisir memiliki kepribadian yang berbeda dengan masyarakat
lainnya, dimana masyarakat pesisir ini cenderung berperilaku keras dan tegas.
Kondisi ekonomi masyarakat pesisir juga menengah kebawah. Hal tersebut
36
dapat berdampak pada kepribadian anak, seperti kondisi ekonomi yang
rendah atau lingkungan yang kumuh para orang tua atau masyarakat dapat
menerapkan aturan-aturan yang sangat tegas mengenai aktivitas-aktivitas
anaknya serta mengajak anak bertukar pikiran mengenai peraturan-peraturan
yang ada dan memberi contoh yang baik terhadap anak.
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan adalah kajian penelitian terdahulu sebagai
bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan kajian penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya yaitu:
1. Peran Masyarakat Pesisir dalam Pembentukan Kepribadian Muslim
di Madrasah Ibtidaiyah As-Sabirin Bubaa
Berdasarkan kajian penelitian relevan dari penulis Asri Polutu
dengan judul “Peran Masyarakat Pesisir dalam Pembentukan
Kepribadian Muslim di Madrasah Ibtidaiyah As-Sabirin Bubaa”.
2008 IAIN Sultan Amai Gorontalo. Dan hasil dari penelitiannya
menyimpulkan bahwa peran masyarakat pesisir belum efektif dalam
pembentukan kepribadian siswa khususnya mengenai sarana prasarana
masyarakat pesisir belum memiliki fasilitas listrik yang menyebabkan
siswa sulit belajar dan sebagian besar masyarakat pesisir berprofesi
sebagai nelayan apabila dalam mengikuti pengajian kadangkala siswa
kebanyakan tidak mengikuti kegiatan tersebut tetapi ikut melaut dengan
orang tuanya. Hal ini menunjukan bahwa peran masyarakat pesisir sangat
berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian muslim siswa.
Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan skripsi ini adalah
mengkaji tentang upaya masyarakat pesisir dalam pembentukan
kepribadian. Perbedaannya adalah terletak pada bentuk kepribadian yang
akan dikajinya. Kelebihan penelitian dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Asri Polutu yaitu terletak pada objek penelitiannya.
Peneliti sebelumnya hanya meneliti tentang kepribadian muslim
37
sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan meneliti tentang
kepribadian dan perilaku sosial anak.
2. Kultur Masyarakat Nelayan dan Pendidikan Formal Anak
Berdasarkan kajian penelitian yang relevan dari penulis Akhmad
Nuryanto dengan judul “Kultur Masyarakat Nelayan dan Pendidikan
Formal anak” (Studi Sosiologis Di Desa Kluwut Kecamatan Bulak
kamba Kabupaten Brebes). 2006. IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Dan hasil
dari penelitiannya menyimpulkan bahwa penerapan kultur masyarakat
nelayan di desa kluwut kecamatan bulak kamba kabupaten brebes yang
dilakukan secara turun temurun sebanyak 66,8 % yang termasuk dalam
kategori cukup. Beserta anak-anak dari keluarga nelayan tidak
melanjutkan pendidikan formal sebanyak 50,2 % yang termasuk dapat
dikategorikan kurang baik. Dan hubungan antara penerapan kultul
masyarakat nelayan dengan pendidikan formal anak di desa kluwut
kecamatan buluk kamba kabupaten brebes menunjukan korelasi yang
kurang signifikan karena mencapai interpretasi nilai (0,414). Hal ini
menunjukan bahwa penerapan kultur masyarakat nelayan mempunyai
pengaruh terhadap kelangsungan pendidikan formal anak nelayan.
Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan skripsi ini
adalah mengkaji tentang kondisi masyarakat pesisir. Perbedaannya
adalah terletak pada objeknya yakni dalam skripsi ini lebih mengkaji
tentang pendidikan formal anak. Kelebihan penelitian dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Akhmad Nuryanto yaitu terletak pada
objek penelitiannya. Peneliti sebelumnya hanya meneliti tentang
pendidikan formal sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan
meneliti lebih mendalam tentang pembentukan anak seperti kepribadian
dan perilaku sosialnya.
3. Peran Keluarga Terhadap Pembentukan Kepribadian Islam Bagi
Remaja
Berdasarkan kajian penelitian relevan dari penulis Fatmawati
dengan judul “Peran Keluarga Terhadap Pembentukan Kepribadian
38
Islam Bagi Remaja”. 2016 UIN Suska Riau. Dan hasil dari
penelitiannya menyimpulkan bahwa peran keluarga tidak sepenuhnya
memberikan bimbingan pada remaja maka kepribadian yang baik tidak
tercermin nilai-nilai kepribadian Islam dalam diri remaja. Berarti apabila
keluarga dapat menjalankan fungsi dan peranan dalam membentuk
kepribadian Islam bagi remaja maka akan terbentuk kepribadian Islam
dalam diri remaja.
Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan skripsi ini adalah
mengkaji tentang upaya keluarga dalam pembentukan kepribadian.
Perbedaannya adalah skripsi ini hanya meneliti tentang kepribadian saja
tetapi penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu mengkaji tentang
perilaku sosial juga. Kelebihan penelitian dari penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Asri Polutu yaitu terletak pada objek penelitiannya.
Peneliti sebelumnya hanya meneliti tentang kepribadian muslim
sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan meneliti tentang
kepribadian dan perilaku sosial anak.
C. Kerangka Pikir
Keluarga merupakan pendidikan pertama yang anak peroleh sejak
dilahirkan hingga tumbuh dewasa, sehingga pembentukan kepribadian
anak tergantung bagaimana keluarga dalam mendidiknya. Masyarakat juga
sangat berperan dalam membentuk kepribadian dimana masyarakat adalah
lingkungan anak dalam bersosialisasi dengan teman sebayanya yang dapat
memunculkan perilaku sosial anak di masyarakat tertentu.
Kepribadian adalah ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas
dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima
dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan
seseorang sejak lahir (Sjarkawi, 2006:11).
Perilaku sosial seseorang dapat ditunjukan oleh sikap sosialnya.
Sikap adalah suatu cara reaksi terhadap suatu perangan tertentu.
Sedangkan sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama
39
dan berulang-ulang terhadap salah satu obyek sosial (Nina Winangsih,
2012: 69).
Dalam proses sosialisasi anak di kehidupan masyarakat yang
bertempat tinggal di daerah pesisir ditemukan permasalahan yang
bersangkutan dengan kepribadian dan perilaku sosial anak, dimana
keluarga merupakan peran utama yang sangat berperan terhadap
pembentukan kepribadian anak serta lingkungan masyarakat dimana anak
tersebut bersosialisasi dengan teman sebaya, tetangga serta masyarakat
lainnya, disini juga peran masyarakat dibutuhkan dalam pembentukan
kepribadian anak dan perilaku sosialnya.
Perilaku
Sosial Kepribadian
Pembentukan Kepribadian
dan perilaku sosial anak di
wilayah pesisir
Peran Lingkungan
Masyarakat
Anak
Peran Lingkungan
Keluarga
40