BAB II Hemoroid

42
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 PROFIL RSUD PALEMBANG BARI 2.1.1 SELAYANG PANDANG Rumah Sakit Umum daerah Palembang BARI merupakan unsur penunjang pemerintah daerah dibidang kesehatan yang merupakan yang merupakan satu – satunya rumah sakit umum milik pemerintah kota palembang. Rumah Sakit Umum Palembang BARI terletak di jalan Panca Usaha Nomor 1 Kelurahan 5 Ulu Darat Kecematan seberang Ulu dan berdiri di atas tanah seluas 4,5 H. Bangunan berada lebih kurang 800 meter dari jalan Raya jurusan kertapati. Sejak tahun 2010 dibuat jalan alternatif dari Jakabaring menuju RSUD Palembang BARI. Saat ini sedang diupayakan pembangunan jalan langsung menuju RSUD Palembang BARI dari jalan poros Jakabaring. 2.1.2 VISI MISI DAN MOTTO VISI Rumah Sakit andalan dan terpercaya di Sumatrera Selatan.

Transcript of BAB II Hemoroid

Page 1: BAB II Hemoroid

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 PROFIL RSUD PALEMBANG BARI

2.1.1 SELAYANG PANDANG

Rumah Sakit Umum daerah Palembang BARI merupakan unsur penunjang

pemerintah daerah dibidang kesehatan yang merupakan yang merupakan satu –

satunya rumah sakit umum milik pemerintah kota palembang. Rumah Sakit

Umum Palembang BARI terletak di jalan Panca Usaha Nomor 1 Kelurahan 5 Ulu

Darat Kecematan seberang Ulu dan berdiri di atas tanah seluas 4,5 H.

Bangunan berada lebih kurang 800 meter dari jalan Raya jurusan kertapati.

Sejak tahun 2010 dibuat jalan alternatif dari Jakabaring menuju RSUD Palembang

BARI. Saat ini sedang diupayakan pembangunan jalan langsung menuju RSUD

Palembang BARI dari jalan poros Jakabaring.

2.1.2 VISI MISI DAN MOTTO

VISI

Rumah Sakit andalan dan terpercaya di Sumatrera Selatan.

MISI

1. Melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu.

2. Melaksanakan manajemen administrasi yang efektif dan efisien.

Page 2: BAB II Hemoroid

MOTTO

“ Anda sembuh, kami puas “

“ Anda puas, kami bahagia “

2.1.3 SEJARAH

a. Sejarah Berdirinya

Pada tahun 1985 sampai tahun 1994 RSUD Palembang BARI merupakan

gedung polikklinik atau Puskesmas Panca Usaha.

Pada Tanggal 19 juni 1995 diresmikan menjadi RSUD Palembang BARI

dengan SK Depkes No. 1362/Menkes/SK/XI/1997, tanggal 10 november

1997 ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah kelas C

Kepmenkes RI Nomor : HK.00.06.2.2.4646 tentang pemberian status

akreditas penuh tingkat dasar kepada Rumah Sakit Umum Daerah

Palembang BARI, tanggal 7 November 2003

Kepmenkes RI Nomor : YM.01.10/III/334/08 tentang pemberian status

akreditas penuh tingkat lanjut kepada Rumah sakit Umum Daerah

Palembang BARI, tanggal 5 februari 2008.

Kepmenkes RI Nomor : 241/MENKES/SK/IV/2009 tentang peningkatan

kelas Rumah sakit umum daerah palembang BARI menjadi kelas B, tanggal

2 April 2009.

Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD RSUD Palembang BARI berdasarkan

keputusan Walikota Palembang N0.195 B tahun 2008 tentang Penetapan

RSUD Palembang BARI sebagai SKPD Palembang yang menerapkan pola

pengelolaan keuangan BLUD (PPK-BLUD) secara penuh.

Page 3: BAB II Hemoroid

b. Sejarah Pemegang Jabatan

Tahun 1986 s.d 1995 : dr. jane Lidya Titahelu sebagai Kepal

Polikklinik/Puskesmas Panca Usaha.

Tanggal 1 Juli 1995 s.d juni 2000 : dr. Eddy Zarkaty Monasir, Sp. OG

sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.

Bulan Juli 2000 s.d November 2000 : Pelaksana tugas dr. H. dachlan

Abbas, S.pB

Bulan desember 2000 s.d februari 2001 : Pelaksana tugas dr. M. faisal

Soleh, Sp. PD

Tanggal 14 November 2000 s.d sekarang dr. H. Indah Puspita H. A,

MARS sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.

2.1.4 FASILITAS DAN PELAYANAN

a. Pelayanan Rawat jalan Spesialis

1. Poliklinik Penyakit Dalam

2. Poliklinik Bedah

3. Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan

4. Poliklinik Anak

5. Poliklinik mata

6. Poliklinik THT

7. Poliklinik Syaaf

8. Poliklinik Kulit dan Kelamin

9. Poliklinik Jiwa

10. Poliklinik Rehabilitasi Klinik

11. Poliklinik Jantung

12. Poliklinik Gigi

13. Poliklinik Psikologi

14. Poliklinik Tumbuh Kembang

Page 4: BAB II Hemoroid

15. Poliklinik Gizi

b. Pelayanan Gawat Darurat

c. Pelayanan Rawat Inap

1. Perawatan VVIP dan VIV

2. Perawatan Kelas I

3. Perawatan Umum perempuan

4. Perawatan Penyakit Umum Laki-laki

5. Perawatan Anak

6. Peawatan Bedah

7. Perawatan ICU

8. Perawatan Kebidanan

9. Perawaan Neonatus dan NICU

d. Pelayanan Penunjang

1. Farmasi atau Apotek 24 jam

2. Bedah Sentral

3. Rehabilitasi Medik

4. Radiologi

5. Laboratorium klinik

6. Patologi anatomi

7. Bank Darah

8. Hemodialisa

9. Medical check up

10. ECG dan EEG

11. Endoscopi

12. CT Scan 64 Slices

13. Tread Mill

14. Instalasi Gizi

15. Instalasi Laundry

Page 5: BAB II Hemoroid

16. CSSD

2.2 TINJAUAN TEORI

2.2.1 DEFINISI

Hemoroid adalah varikositis akibat dilatasi pleksus vena hemoroidalis

interna ( Underwood, J.C.E; 1999 ).

Hemoroid adalah vena yang berdilatasi dalam kanal anal ( Smeltzer

Suzanne C; 2001 ).

Hemorrhoid are dilated, engorged veins in the lining of the rectum.

Hemoroid adalah pembesaran dan penonjolan vena disekitar rektum. (Potter, 1997

; 1374).

Hemorrhoid are dilated varicose veins of the anus and rectum.

Hemoroid adalah dilatasi pembuluh darah vena varicose pada anus dan rektum.

(Reeves, 1999 ; 162).

Hemoroid adalah dilatasi pleksus (anyaman pembuluh darah) vena yang

mengitari rektal dan anal. (Tambayong, 2000 ; 142).

Hemoroid (Wasir) adalah pembengkakan jaringan yang mengandung

pembuluh balik (vena) dan terletak di dinding rektum dan anus.

(www.medicastore.com, 2001).

Hemorrhoids are a common problem of the anus and rectum. They occur

when the veins around the anus or lower rectum become swollen and inflamed,

often as a result of straining during a bowel movement.

Page 6: BAB II Hemoroid

Hemoroid adalah suatu masalah umum pada anus dan rektum. Yang terjadi bila

vena-vena disekitar anus dan rektum mengalami peradangan yang diakibatkan

karena mengedan selama buang air besar. (www.hemorrhoids.emedtv.com, 2001)

Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah di bawah selaput lendir anus

menjadi semacam benang khusus sehingga membentuk gumpalan benjolan.

(www.kaltimpost.web.id, 2002).

Hemoroid adalah perdarahan yang keluar lewat anus berupa darah segar

dengan atau tanpa disertai lendir tidak termasuk perdarahan yang berasal dari

bagian-bagian lambung dan usus halus. (www.ultinetindonesia.com, 2005)

Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen / lebih pembuluh darah

vena hemoroidales (bacon) pada poros usus dan anus yang disebabkan karena otot

& pembuluh darah sekitar anus / dubur kurang elastis sehingga cairan darah

terhambat dan membesar. (www.fkuii.org, 2006).

Hemoroid adalah suatu penyakit pelebaran pembuluh darah balik (vena)

yang terdapat di daerah saluran cerna bagian bawah yang berbatasan dengan

dubur/anus. (www.balipost.com, 2003).

Page 7: BAB II Hemoroid

2.2.2 ANATOMI FISIOLOGI

A. Anatomi

Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan yaitu tuba muskular

panjang yang merentang dari mulut sampai anus, dan organ-organ aksesoris,

seperti gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu dan pankreas. Saluran

pencernaan yang terletak dibawah area diafragma disebut saluran gastrointestinal

(Sloane, 2004 ; 281)

Saluran pencernaan merupakan jalur (panjang totalnya 23-26 kaki) yang

berjalan dari mulut melalui esofagus, lambung, usus dan anus.

(Smeltzer, 2002 ; 984)

Fungsi utama dari saluran gastrointestinal yang berhubungan dengan

memberikan kebutuhan tubuh yaitu :

- Memecahkan partikel makanan ke dalam bentuk molekuler untuk dicerna

- Mengabsorbsi hasil pencernaan dalam bentuk molekul kecil ke dalam

aliran darah.

- Mengeliminasi makanan yang tidak tercerna dan terabsorbsi dan produk

sisa lain dari tubuh. (Smeltzer, 2002 ; 984)

Page 8: BAB II Hemoroid

Susunan saluran pencernaan terdiri dari: oris (mulut), faring (tekak),

esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus)

terdiri dari duodenum (usus 12 jari), yeyenum dan ileum, intestinum mayor (usus

besar) terdiri dari sekum, kolon asendens, kolon transversum, kolon desendens

dan kolon sigmoid, rektum dan anus. (Syaifuddin, 1997 ; 75).

1. Mulut

Mulut adalah jalan masuk menuju sistem pencernaan dan berisi organ

aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencenaan. Rongga vestibulum

terletak diantara gigi dan bibir, dan pipi sebagai batas luarnya. Rongga oral utama

dibatasi gigi dan gusi dibagian depan, palatum lunak dan keras di bagian atas,

lidah dibagian bawah, dan orofaring dibagian belakang. (Sloane, 2004 ; 282-283)

a. Bibir

Tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat. Organ ini

berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara. (Sloane, 2004 ; 283)

b. Lidah

Lidah dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulun lingua. Lidah berfungsi

untuk menggerakkan makanan saat di kunyah atau ditelan, untuk pengecapan, dan

dalam produksi wicara. (Sloane, 2004 ; 283)

c. Palatum

Palatum terbagi atas 2 bagian, yaitu: palatum durum (palatum keras) yang

tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke

belakang terdiri dari 2 tulang palatum dan palatum mole (palatum lunak), terletak

di belakang yang merupakan lipatan menggantung  yang dapat bergerak, terdiri

atas jaringan fibrosa dan selaput lendir. ( Syaifuddin, 1997 ; 75).

d. Gigi

Gigi tersusun dalam kantong-kantong (alveoli) pada mandibula dan

maksila, setiap lengkung barisan gigi pada rahang membentuk lengkung gigi.

Lengkung bagian atas lebih besar dari bagian bawah sehingga gigi atas secara

normal menutup gigi bawah. Manusia mempunyai dua susunan gigi yaitu gigi

primer dan gigi sekunder. gigi berfungsi dalam proses mastikasi atau

pengunyahan. Makanan yang masuk ke dalam mulut dipotong menjadi bagian-

Page 9: BAB II Hemoroid

bagian kecil dan bercampur dengan saliva untuk membentuk bolus makanan yang

dapat ditelan. (Sloane, 2004 ; 284)

e. Kelenjar ludah

Kelenjar saliva mensekresi saliva ke dalam rongga oral. Saliva terdiri

dari cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang

mengandung mukus. Fungsi saliva yaitu melarutkan makanan secara

kimia, untuk pengecapan rasa, melembabkan dan melumasi makanan

sehingga dapat ditelan, mengurai zat tepung menjadi polisakarida dan

maltosa, mengeksresi zat buangan seperti asam urat dan urea, serta

berbagai zat lain, sebagai zat anti bakteri dan antibodi. (Sloane, 2004 ;

283).

2. Faring

Faring adalah tabung muscular berukuran 12,5 cm yang merentang dari

bagian dasar tulang tengkorak sampai sampai esofagus. Faring terbagi menjadi

nasofaring, orofaring dan laringofaring. (Sloane, 2004 ; 267)

3. Esofagus

Esofagus adalah tuba muscular, panjangnya sekitar 9-10 inci (25 cm) dan

berdiameter 1 inci ( 2,54 cm). Esofagus  berawal dari area laringofaring, melewati

diafragma dan hiatus esofagus (lubang) pada area sekitar vertebra torak ke

sepuluh dan membuka kearah lambung. Fungsi esofagus menggerakkan makanan

dari faring ke lambung melalui gerak peristalsis. (Sloane, 2004 ; 285).

4. Lambung

Lambung adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri

rongga abdomen dibawah diafragma. Regia-regia lambung terdiri dari bagian

jantung, fundus, badan organ, dan bagian pilorus. Fungsi lambung yaitu sebagai

penyimpanan makanan, produksi kimus, digesti protein, produksi mukus,

produksi faktor intrinsik dan absorbsi. (Sloane, 2004 ; 285)

Page 10: BAB II Hemoroid

5. Usus halus

Usus halus adalah segmen paling panjang dari saluran gastrointestinal,

yang jumlah panjang kira-kira 2/3 dari panjang total saluran. (Smeltzer,

2002 ; 984). Keseluruhan usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari

sfingter pilorus sampai ke katup ileosekal, tempatnya menyatu dengan usus

besar. (Sloane, 2004 ; 288). Usus halus dibagi menjadi duodenum, yeyenum

dan ileum. Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit

perubahan struktur dan yang relatif lebih penting berdasarkan fungsi.

a) Duodenum

Disebut juga usus dua belas jari, panjangnya 25 cm mulai dari pilorus

sampai yeyenum. Berbentuk seperti sepatu kuda melengkung ke kiri,

pada lengkungan ini terdapat pankreas, bagian kanan duodenum

terdapat selaput lendir yang membukit disebut papila vateri. Pada

papila vateri bermuara saluran empedu dan saluran pankreas. Dinding

duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung

kelenjar Brunner, berfungsi memproduksi getah intestinum. Pemisahan

duodenum dan yeyenum ditandai oleh Ligamentum Treitz.

b) Yeyenum

Mempunyai panjang 2-3 meter atau 2/5 bagian atas. Yeyenum terletak

di regio abdominalis media sebelah kiri.

c) Ileum

Mempunyai panjang 4-5 meter atau 3/5 bagian terminal. Ileum

cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan. Lekukan

yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan

Page 11: BAB II Hemoroid

perantaraan lipatan peritonium dan berbentuk kipas dikenal sebagai

mesentrium. (Price, 2006 ; 438)

Fungsi usus halus yaitu :

Mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai di mulut dan di

lambung. Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pankreas serta

dibantu empedu dan hati.

Usus halus secara selektif mengabsorbsi produk digesti. (Sloane, 2004 ;

290)

5. Usus besar

Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang

sekitar 1,5 m yang terbentang dari sekum sehingga kanalis ani dengan diameter

sekitar 6,5 cm. Usus besar tidak memiliki vili, tidak memiliki lipatan-lipatan

sirkular, dan diameternya lebih lebar, panjangnya lebih pendek, dan daya

regangnya lebih besar dibanding usus halus. (Sloane, 2004 ; 294) Fungsi usus

besar adalah :

a) Mengabsorbsi 80 % - 90 % air dan elektrolit dari kimus yang tersisa

dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat.

b) Usus besar hanya memproduksi mukus. Sekresinya tidak mengandung

enzim atau hormon pencernaan.

c) Sejumlah bakteri dalam kolon mampu mencerna sejumlah kecil

selulosa dan memproduksi sedikit kalori nutrient bagi tubuh dalam

setiap hari.

d) Usus besar mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses. (Sloane, 2004 ;

295)

Bagian-bagian dari usus besar adalah sebagai berikut :

Sekum

Pada sekum terdapat katub ileoseikal dan apendiks yang melekat pada

ujung sekum. Sekum menempati sekitar 2-3 inci pertama dari usus besar. Katub

Page 12: BAB II Hemoroid

ileoseikal mengendalikan aliran kimus dan ileum ke sekum dan mencegah

terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus. (Price,

2006 ; 456)

Kolon

Kolon adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon

memiliki 3 divisi :

Kolon Asenden

Kolon asenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati disebelah

kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatika.

Kolon Tranversum

Kolon tranversum merentang menyilang abdomen di bawah hati dan

lambung sampai ketepi lateral ginjal kiri, tempatnya memutar kebawah pada

fleksura splenik.

Kolon Desenden.

Merentang kebawah pada sisi kiri abdomen. (Sloane, 2004 ; 294)

Kolon Sigmoid

Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan membentuk lekukan

berbentuk S. lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid

bersatu dengan rektum. (Price, 2006 ; 456)

Rektum

Membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar

tubuh). 1 inci terakhir dari rektum disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh

otot spingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah

sekitar 15 cm. (Price, 2006 ; 456)

Anus

Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum

dengan dunia luar. Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh dua sfingter

:

- Sfingter ani interna, dikendalikan oleh saraf otonom

Page 13: BAB II Hemoroid

- Sfingter ani eksterna, dikendalikan oleh sistem saraf volunter

Defekasi dikendalikan oleh sfingter ani eksterna dan interna. Reflek defekasi

terintegrasi pada medula spinalis segmen sakral kedua dan keempat. Otot sfingter

eksterna dan interna berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas melebihi massa

feses. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi voluntar otot sfingter eksterna dan

levator ani. Bila defekasi tidak sempurna, rektum menjadi relaks dan keinginan

defekasi menghilang. Air tetap terus diabsorbsi dari massa feses, sehingga feses

menjadi keras dan menyebabkan lebih sukarnya defekasi. Tekanan pada feses

yang berlebihan menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan

eksterna sehingga terjadi hemoroid (vena varikosa rektum). (Price, 2006 ; 458-

459).

2.2.2 ETIOLOGI

Beberapa faktor etiologi menurut Sylvia Anderson P. (1994) adalah

sebagai berikut :

1. Konstipasi/diare

2. Sering mengejan

3. Kongesti pelvia pada kehamilan

4. Pembesaran prostat

5. Fibroama uteri

6. Tumor rectum

7. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal.

2.2.3 PATOFISIOLOGI

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan balik

dari vena hemoroidalis

Hemoroid ada dua jenis yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid

interna terjadi varises pada vena hemoroidalis superior media dan timbul

Page 14: BAB II Hemoroid

disebelah dalam otot spingter ani. Hemoroid eksterna terjadi varises pada

vena hemoroidalis inferior, dan timbul disebelah luar otot spingter ani.

Hemoroid eksterna ada dua klasifikasi yaitu akut dan kronik. Bentuk akut

berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya

merupakan hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis akut.

Bentuk terasa sangat nyeri gatal karena ujung saraf pada kulit merupakan

reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronik (skin tag) berupa satu atau lebih

lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh

darah.

Hemoroid interna diklasifikasikan sebagai derajat I, II, dan III. Hemoroid

interna derajat I tidak menonjol melalui anus dan dapat ditemukan dengan

proktoskopi. Lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan anterior

kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis superior, dan

tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan. Hemoroid interior derajat

II dapat mengalami prolapsus melalui anus setelah defekasi, hemoroid ini

dapat mengecil secara spontan atau dapat direduksi secara manual. Hemoroid

interna derajat III mengalami prolapsus secara permanen. Gejala hemoroid

interna yang paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri karena tidak ada

serabut-serabut nyeri pada daerah ini. Kebanyakan kasus hemoroid adalah

hemoroid campuran interna dan eksterna.

Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdaraha, trombosis, dan

stranggulasi. Hemoroid yang mengalami stranggulasi adalah hemoroid yang

mengalami prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani.

Kebanyakan penderita hemoroid tidak memerlukan pembedahan.

Pengobatan berupa kompres duduk atau bentuk pemanasan basah lain, dan

penggunaan supositoria. Eksisi bedah dapat dilakukan bila perdarahan

menetap, terjadi prolapsus, atau pruritus dan nyeri anus tidak dapat diatasi.

Page 15: BAB II Hemoroid

2.2.4 PATHWAY KEPERAWATAN

Page 16: BAB II Hemoroid

Dilatasi

Tekanan vena meningkat

Stranggulasi

Prolapsus saat defekasi

Edema/hematoma

Pembengkakan globular

kemerahan

Prolapsus permanen

Pembengkakan pinggir anus bulat

kebiruan

Gangguan aliran balik vena ↑hemoroid

Kongesti vena rektalis superior

dan media

Distensi dan stasis vena

Bendungan vena pleksus hemoroid

Kongesti vena pleksus rektalis

inferior

Perdarahan saat defekasi

Konstipasi

Nyeri

Konstipasi

Perubahan eliminasi

urine

Nyeri

Mengabaikan defekasi

PK hemoragi

Pembedahan

Post operatifRespon psikologis

pre operatif

Luka insisi

Takut gerak

Spasme otot

Ansietas

Peristaltik usus menurun

Page 17: BAB II Hemoroid
Page 18: BAB II Hemoroid

2.2.5 MANIFESTASI KLINIS

Hemoroid menyebabkan tanda dan gejala:

- Rasa gatal dan nyeri

- Perdarahan berwarna merah terang pada saat BAB

- Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi

dan edema yang disebabkan oleh trombosis (pembekuan darah dalam

hemoroid) sehingga dapat menimbulkan iskemia dan nekrosis pada

area tersebut.

2.2.6 KLASIFIKASI

1. Berdasarkan asal / tempat penyebabnya:

Hemoroid interna

Hemoroid ini berasal dari vena hemoroidales superior dan medial, terletak

diatas garis anorektal dan ditutupi oleh mukosa anus. hemoroid ini tetap

berada di dalam anus.

Hemoroid eksterna

Hemoroid ini dikarenakan adanya dilatasi (pelebaran pembuluh darah)

vena hemoroidales inferior, terletak dibawah garis anorektal dan ditutupi

oleh mukosa usus. hemoroid ini keluar dari anus (wasir luar)

2. Hemoroid interna diklasifikasikan lagi berdasarkan perkembangannya :

Tingkat 1 : biasanya asimtomatik dan tidak dapat dilihat, jarang terjadi

perdarahan, benjolan dapat masuk kembali dengan spontan.

Tingkat 2 : gejala perdarahannya berwarna merah segar pada saat

defekasi (buang air besar) benjolan dapat dilihat disekitar pinggir anus

dan dapat kembali dengan spontan.

Tingkat 3 : prolapsus hemoroid, terjadi setelah defekasi dan jarang

terjadi perdarahan, prolapsus dapat kembali dengan dibantu.

Tingkat 4 : terjadi prolaps dan sulit kembali dengan spontan.

(www.fkuii.org, 2006)

Page 19: BAB II Hemoroid

2.2.7 KOMPLIKASI

Pendarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah

adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal, dan

apabila hemoroid semacam ini mengalami pendarahan, maka darah dapat sangat

banyak.

Yang lebih sering terjadi yaitu pendarahan kronis dan apabila berulang

dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa

mengimbangi jumlah keluar. Anemia terjadi secara kronis sehingga sering tidak

menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya

mekanisme adaptasi.

Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit)

akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa

mengakibatkan kematian.

2.2.8 TERAPI

Terapi bedah dilakukan pada hemoroid derajat III dan IV dengan penyulit

prolaps, trombosis, atau hemoroid yang besar dengan perdarahan berulang.

Pilihan pembedahan adalah hemoroidektomi secara terbuka, secara tertutup, atau

secara submukosa. Bila terjadi komplikasi perdarahan, dapat diberikan obat

hemostatik seperti asam traneksamat yang terbukti secara bermakna efektif

menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan ulang.

(www.suaramerdeka.com, 2005)

Terapi medikal hanya digunakan untuk kasus ringan, hemoroid tanpa

komplikasi dengan manifestasi ringan. Pengobatan meliputi :

1) Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan hygiene

personal yang baik.

2) Menghindari mengejan yang berlebihan selama defekasi.

3) Diet tinggi serat.

4) Pemberian laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati anus.

5) Rendam duduk dengan salep dan supositoria yang mengandung anastesi.

Page 20: BAB II Hemoroid

6) Tirah baring.

7) Tindakan non operatif seperti : fotokoagulasi infra merah, diatermi bipolar

dan terapi laser.

8) Injeksi larutan sklerosan untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah.

9) Tindakan bedah konservasif hemoroid internal adalah prosedur ligasi pita-

karet.

10) Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat hemoroid

dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu tertentu

sampai timbul nekrosis.

11) Laser Nd:YAG digunakan terutama pada hemoroid eksternal. (Smeltzer,

2002 ; 1138)

2.2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan yang dilakukan antara lain :

1) Pemeriksaan colok dubur

2) Anorektoskopi (untuk melihat kelainan anus dan rektum)

(www.suaramerdeka.com, 2005)

3) Pemeriksaan rectal dan palpasi digital.

4) Proctoscopi atau colonoscopy (untuk menunjukkan hemoroid internal)

(Reeves, 1999 ; 162)

2.2.10 PENATALAKSANAAN

A. Medis

1) Farmakologis

- Menggunakan obat untuk melunakkan feses / psillium akan

mengurangi sembelit dan terlalu mengedan saat defekasi, dengan

demikian resiko terkena hemoroid berkurang.

- Menggunakan obat untuk mengurangi/menghilangkan keluhan rasa

sakit, gatal, dan kerusakan pada daerah anus. Obat ini tersedia

Page 21: BAB II Hemoroid

dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk supositoria untuk hemoroid

interna, dan dalam bentuk krim / salep untuk hemoroid eksterna.

- Obat untuk menghentikan perdarahan, banyak digunakan adalah

campuran diosmin (90%) dan hesperidin (10%).

2). Nonfarmakologis

- Perbaiki pola hidup (makanan dan minum): perbanyak konsumsi

makanan yang mengandung serat (buah dan sayuran) kurang lebih

30 gram/hari, serat selulosa yang tidak dapat diserap selama proses

pencernaan makanan dapat merangsang gerak usus agar lebih

lancar, selain itu serat selulosa dapat menyimpan air sehingga

dapat melunakkan feses. Mengurangi makanan yang terlalu pedas

atau terlalu asam. Menghindari makanan yang sulit dicerna oleh

usus. Tidak mengkonsumsi alkohol, kopi, dan minuman bersoda.

Perbanyak minum air putih 30-40 cc/kg BB/hari.

- Perbaiki pola buang air besar : mengganti closet jongkok menjadi

closet duduk. Jika terlalu banyak jongkok otot panggul dapat

tertekan kebawah sehingga dapat menghimpit pembuluh darah.

- Penderita hemoroid dianjurkan untuk menjaga kebersihan lokal

daerah anus dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15

menit tiga kali sehari. Selain itu penderita disarankan untuk tidak

terlalu banyak duduk atau tidur, lebih baik banyak berjalan.

3). Tindakan minimal invasif

Dilakukan jika pengobatan farmakologi dan non farmakologi tidak

berhasil, tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah :

- Skleroskopi hemoroid, dilakukan dengan cara menyuntikkan obat

langsung kepada benjolan / prolaps hemoroidnya.

- Ligasi pita karet, dilakukan dengan cara mengikat hemoroid.

Prolaps akan menjadi layu dan putus tanpa rasa sakit.

- Penyinaran sinar laser.

- Disinari sinar infra red.

- Dialiri arus listrik (elektrokoagulasi)

Page 22: BAB II Hemoroid

- Hemoroideolysis (www.fkuii.org, 2006)

B. Pembedahan

Terapi bedah dilakukan pada hemoroid derajat III dan IV dengan penyulit

prolaps, trombosis, atau hemoroid yang besar dengan perdarahan berulang.

Pilihan pembedahan adalah hemoroidektomi secara terbuka, secara tertutup, atau

secara submukosa. Bila terjadi komplikasi perdarahan, dapat diberikan obat

hemostatik seperti asam traneksamat yang terbukti secara bermakna efektif

menghentikan perdarahan dan mencegah perdarahan ulang.

(www.suaramerdeka.com, 2005)

Terapi medikal hanya digunakan untuk kasus ringan, hemoroid tanpa

komplikasi dengan manifestasi ringan. Pengobatan meliputi :

1) Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan

hygiene personal yang baik.

2) Menghindari mengejan yang berlebihan selama defekasi.

3) Diet tinggi serat.

4) Pemberian laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati

anus.

5) Rendam duduk dengan salep dan supositoria yang mengandung

anastesi.

6) Tirah baring.

7) Tindakan non operatif seperti : fotokoagulasi infra merah, diatermi

bipolar dan terapi laser.

8) Injeksi larutan sklerosan untuk hemoroid berukuran kecil dan

berdarah.

9) Tindakan bedah konservasif hemoroid internal adalah prosedur ligasi

pita-karet.

10) Hemoroidektomi kriosirurgi adalah metode untuk mengangkat

hemoroid dengan cara membekukan jaringan hemoroid selama waktu

tertentu sampai timbul nekrosis.

Page 23: BAB II Hemoroid

11) Laser Nd:YAG digunakan terutama pada hemoroid eksternal.

(Smeltzer, 2002 ; 1138)

2.2.11 PENCEGAHAN

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain:

1) Jalankan pola hidup sehat.

2) Olah raga secara teratur (ex.: berjalan)

3) Makan makanan berserat

4) Hindari terlalu banyak duduk

5) Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.

6) Hindari hubunga seks yang tidak wajar

7) Minum air yang cukup

8) Jangan menahan kencing dan BAB

9) Jangan menggaruk dubur secara berlebihan

10) Jangan mengejan berlebihan

11) Duduk berendam pada air hangat

12) Minum obat sesuai anjuran dokter

Page 24: BAB II Hemoroid

2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HEMORROID

2.3.1 PENGKAJIAN

A. Riwayat kesehatan

Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya rasa gatal, rasa

terbakar, dan nyeri beserta karakteristiknya. Apakah terjadi selama

defekasi ?, Berapa lama nyeri tersebut ? adakah nyeri abdomen yang

berhubungan dengan hal itu ?, Apakah terdapat perdarahan dari rectum ?,

Seberapa banyak ?, Seberapa sering ?, Apakah warnanya ?, Adakah cairan

lain seperti mucus atau pus ?, Pertanyaan lain berhubung dengan pola

eliminasi dan penggunaan laksatif, riwayat diet, masukan serat, jumlah

latihan, tingkat aktifitas, dan pekerjaan.

B. Pengkajian Objektif

Pengkajian objektif mencakup menginspeksi feses akan adanya darah atau

mucus, dan area perineal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.

2.3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan yang utama adalah sebagai

berikut :

1. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi

akibat nyeri selama defekasi.

2. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan.

3. Nyeri berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitifitas pada area

rectal/anal sekunder akibat penyakit hemoroid dan spasme sfingter pada

pasca operatif.

4. Perubahan eliminasi urinarius berhubungan dengan rasa takut nyeri pada

pasca operatif.

5. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.

Page 25: BAB II Hemoroid

Masalah kolaboratif yang mungkin muncul adalah Potensial Komplikasi

(PK) hemoragi.

2.2.3 PERENCANAAN

1. Tujuan

Tujuan utama adalah sebagai berikut :

1. Menghilangkan konstipasi

2. Menurunkan ansietas

3. Menghilangan nyeri

4. Meningkatkan eliminasi urinarius

5. Klien patuh dengan program terapeutik

6. Mencegah terjadinya komplikasi

2. Intervensi Keperawatan

A. Menghilangkan Konstipasi

1. Masukan cairan sedikitnya 2 liter sehari untuk memberikan

hidrasi yang adekuat.

2. Anjurkan makan tinggi serat untuk melancarkan defekasi.

3. Berikan laksatif sesuai resep.

4. Pasien dianjurkan untuk miring guna merangsang usus dan

merangsang keinginan defekasi sebisa mungkin.

5. Menganjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum

defekasi akan membantu merilekskan otot-otot perineal

abdomenyang kemungkinan berkonstriksi atau mengalami

spasme abdomen.

B. Menurunkan Ansietas

1. Identifikasi kebutuhan psikologis khusus dan rencana

asuhan yang bersifat individu.

2. Berikan privasi dengan membatasi pengunjung bila pasien

menginginkannya.

3. Pertahankan privasi klien saat memberikan tindakan

keperawatan.

Page 26: BAB II Hemoroid

4. Berikan pengharum ruangan bila balutan berbau

menyengat.

C. Menghilangkan Nyeri

1. Dorong klien untuk memilih posisi nyaman.

2. Berikan bantalan flotasi dibawah bokong pada saat duduk

dapat membantu menurunkan nyeri.

3. Berikan salep analgesik sesuai resep untuk menurunkan nyeri.

4. Berikan kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi dan

meringankan jaringan yang teriritasi.

5. Berikan rendaman duduk tiga atau empat kali sehari untuk

menghilangkan rasa sakit dan nyeri dengan merelakskan

spasme sfingter.

6. Berikan agen anaestetik topical sesuai resep untuk

menghilangkan iritasi local dan rasa sakit.

7. Anjurkan klien melakukan posisi telungkup dengan interval

tertentu untuk meningkatkan drainase dependen cairan edema.

D. Meningkatkan Eliminasi Urinarius

1. Tingkatkan masukan cairan

2. Bantu klien untuk mendengarkan aliran air

3. Bantu klien meneteskan air diatas meatus urinarius

4. Lakukan pemasangan kateter

5. Pantau haluaran urin dengan cermat setelah pembedahan.

E. Pemantauan dan Pelaksanaan Komplikasi

1. Periksa dengan sering daerah operasi terhadap munculnya

perdarahan rectal.

2. Kaji indicator sistemik perdarahan berlebihan (takikardia,

hipotensi, gelisah, haus).

3. Hindari pemberian panas basah karena dapat menyebabkan

dilatasi dan perdarahan.

F. Pendidikan pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah.

Page 27: BAB II Hemoroid

1. Instruksikan klien untuk mempertahankan kebersihan area

perianal.

2. Dorong pasien untuk berespon dengan cepat ketika

dorongan defekasi muncul, untuk mencegah konstipasi.

3. Instruksikan klien untuk diet tinggi cairan dan serat.

4. Pasien diinformasikan untuk diet yang ditentukan, laksatif

yang dapat digunakan dengan aman, dan pentingnya latihan.

5. Dorong klien untuk ambulasi sesgera mungkin, anjurkan

latihan tingkat sedang.

6. Ajarkan cara melakukan rendam duduk pada klien setiap

setelah defgekasi selama 1 sampai 2 minggu setelah

pembedahan.

B. EVALUASI

Hasil yang diharapkan adalah sebagai berikut :

1. Mendapatkan pola eliminasi normal.

Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan

atau setelah tidur.

Berespon terhadap dorongan untuk defekasi dan menyediakan waktu

untuk duduk ditoilet dan mencoba untuk defekasi.

Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan.

Menambah makanan tinggi serat pada diet.

Meningkatkan masukan cairan sampai 2 L/24 jam.

Melaporkan penurunan ketidaknyamanan pada abdomen.

2. Mengalami sedikit ansietas.

3. Mengalami nyeri sedikit.

Mengubah posisi tubuh dan aktifitas untuk meminimalkan nyeri dan

ketidaknyamanan. Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah

makan atau pada waktu tidur.

Page 28: BAB II Hemoroid

Menepapkan kompres hangat/dingin pada area rectal / anal.

Melakukan rendam duduk 3 atau 4 kali sehari.

4. Mentaati program terapeutik.

Mempertahankan area perianal kering.

Mengalami feses lunak dan berbentuk secara teratur.

5. Bebas dari masalah perdarahan

Insisi bersih

Menunjukkan tanda vital normal

Menunjukkan tidak ada tanda hemoragi.

Page 29: BAB II Hemoroid

BAB III

PENUTUP

Asuhan keperawatan klien dengan hemoroid dilakukan dengan pendekatan

proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Proses keperawatan tersebut dilakukan secara siklik ( kembali ke tahap awal

selama masalah klien belum teratasi).

Prinsip penatalaksanaan keperawatan klien dengan hemoroid adalah:

Menghilangkan konstipasi; menurunkan ansietas; menghilangan nyeri;

meningkatkan eliminasi urinarius; klien patuh dengan program terapeutik;

mencegah terjadinya komplikasi.

Page 30: BAB II Hemoroid

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G.; ( 2001 ); Buku Ajar Keperawatan

Medikal Bedah Brunner & Suddarth; edisi 8; alih bahasa; Monica

Ester, et al; Jakarta; EGC.

Price Sylvia A., Wilson Lorraine M.;( 1994 );Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit; jilid 1; edisi 8; alih bahasa; Peter Anugerah,

Jakarta, EGC.

Carpenito Lynda Juall; ( 1997 ); Diagnosa Keperawatan Buku Saku; edisi 6;

alih bahasa; Yasmin Asih; Jakarta; EGC.

Robbins, Stanley L;(1995); Buku Ajar Patologi II (Basic Pathology); alih

bahasa, staf pengajar laboratorium patologi anatomi FK UNAIR; Jakarta;

EGC

Underwood, J.C.E; (1999) Patologi Umum dan Sistematik; vol.2; ed.2; editor

edisi bahasa Indonesia, Sarjadi dkk; Jakarta; EGC

Page 31: BAB II Hemoroid