Hemoroid 2
-
Upload
asip-hussin -
Category
Documents
-
view
197 -
download
12
Embed Size (px)
description
Transcript of Hemoroid 2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya
bervariasi mulai dengan perdarahan massif hingga perdarahan samar yang tidak dirasakan.
Pendekatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan
beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau hitam)
menunjukkan perdarahan bagian saluran cerna bagian atas, proksimal dari ligamentum
Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna bagian
atas, meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat
menimbulkan melena. Hematokezia (perdarahan darah segar) lazimnya menandakan
sumber perdarahan dari kolon, meskipun perdarahan dari saluran cerna bagian atas yang
banyak juga menimbulkan hematokezia atau feses berwarna merah marun. Dalam kurun
waktu decade waktu terakhir tampaknya pasien akibat perdarahan saluran cerna meningkat
secara signifikan. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas adalah 3,5-7%,
sementara akibat perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah 3,6%.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah membahas penyakit yang berhubungan
dengan perdarahan cerna saluran bagian bawah. Tiap-tiap penyakit tersebut akan dibahas.
1

BAB II
ISI
1. Anamnesis
Beberapa pertanyaan yang harus ditanyakan ke pasien :
2

3
1. Nyeri ulu hati Campylobacter, ulkus gaster2. Nyeri setelah makan Tukak gaster3. Nyeri siang hari Tukak gaster
4. Nyeri abdomen kolitis iskemi, askariasis, ancylostoma, Yersinia, amebiasis, IBD, Sigellosis, Salmonella, Polip dan Kanker Kolon.
5. Tenesmus Ulkus gaster, kolitis radiasi, sigellosis, divertikulitis.
6. BAB Berdarah Kolitis iskemi, CA kolon, Divertikle kolon, hemoroid, fissura ani, IBD, sigellosis, Salmonella, Yersinia.
7. BAB Darah Samar Ulkusa gaster, Campylobacter.8. Penyebab bakteri Campilobacter, Ulkus gaster,
Yersinia, Sigellosis, Salmonella.9. Penyebab parasit Ankylostoma, Ascariasis10. Lendir Ulkus gaster, Kolitis Iskemik,
Amubiasis, Polip (adenomatosa) 11. Muntah Koliti iskemik, Ulkus gaster,
Campilobacter, Ascariasis, Sigellosis12. Diare Kolitis Iskemik, Campilobacter,
Ulkus gaster, Infeksi Yersinia, Amubiasis, IBD, Polip, Salmonella, Sigellosis
13. Konstipasi Ca Kolon, Amubiasis, Divertikulitis, Fissura Ani, Kolitis Iskemik
14. BAB (merah segar) Kolitis Iskemik, Polip kolon, Ca kolon, fissura ani, divertikulitis
15. BAB (merah hitam) Ulkus gaster, Campilobacter16. Darah menetes bersama
dengan fesesCa kolon
17. Darah menetes tidak bersama dengan feses.
Kolitis iskemik, fissura ani
18. Demam Kolitis Iskemik, ascariasis, campilobacter, infeksi yersinia, amebiasis, divertikulitis
19. Berat badan menurun Ulkus gaster, IBD, askariasis, ankylostoma, ca kolon
20. Dehidrasi Kolitis radiasai, sigellosis, campilobacter, amebiasis
21. Peradangan Kolitis iskemik, ulkus gaster, ankylostoma, IBD, infeksi yersinia,ambebiasis, sigellosis
22. Nafsu makan menurun Ulkus gaster, ca colon, askariasis, IBD
23. Anemia Kolitis iskemik, IBD, ankylostoma, Ca colon, sigellosis
24. Pendarahan Kolitis iskemik, divertikulitis

2. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan
seksama dinding abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya
(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan
adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan
parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran
pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi
portal).
Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,
splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau
tumor apa
Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.
Perhatikan juga gerakan pasien:
Pasien sering merubah posisi adanya obstruksi usus.
Pasien sering menghindari gerakan iritasi peritoneum generalisata.
Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/
relaksasi peritonitis
Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat
nyeri
Pankreatitis parah.
2. Auskultasi
4

o Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising
o Pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
o Mendengarkan suara peristaltic usus.
o Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke
seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan
cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
o Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).
Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic
lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic- sound).
o Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat,
bahkan sampai hilang.
o Mendengarkan suara pembuluh darah.
o Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya
pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi
portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.
3. Palpasi
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
o Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.
o Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
o Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.
o Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan
agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada
dinding abdomen.
o Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah
yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
o Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta
untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan
menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika
5

muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot
kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
o Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana
tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan
kanan di bagian depan dinding abdomen.
4. Perkusi
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,
menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa
berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya
udara bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani
(organ berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
o Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk
mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi
usus, pekak hati akan menghilang.
o Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara
perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness
dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien
dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah.
Cara pemeriksaan asites:
Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan
pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang
akan diteruskan ke sisi yang lain.
Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan kiri pada satu sisi
abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan berulang- ulang pada dinding
abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan adanya tekanan
gelombang.
Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
6

Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien
tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup
pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan
perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak
adanya peralihan suara redup
3. Diagnosis
Working diagnosis
Hemoroid
Definisi
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah usus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau di luar linea dentate pelebaran vena yang
berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna. Biasanya stuktur anatomis anal
canal masih normal pada gambar di bawah ini.1
Gambar 2.1. Hemoroid
Hemoroid adalah suatu penyakit yang terjadi pada anus di mana bibir anus mengalami
bengkak yang kadang disertai pendarahan. Penyakit ambeien ini tidak hanya memberikan rasa
sakit kepada pada penderitanya, tetapi juga memberikan rasa minder dan malu karena mengidap
penyakit ambeien.1
Pada penderita wasir umumnya sulit untuk duduk dan buang air besar karena terasa sakit
apabila bibir anus atau sphinchter anus mendapat tekanan. Pada penderita hemoroid parah
terkadang sulit diobati sehingga bisa diberi tindakan operasi pengangkatan hemoroid yang bisa
7

memberi efek samping yang terkadang tidak baik. Oleh sebab itu hemoroid perlu diwaspadai dan
ditangani dengan baik agar mudah diobati.1
Sesuai asal katanya [Yunani, haem = blood (darah), rhoos = flowing (mengalir)], maka
darah yang mengalir pada waktu defekasi maupun sesudahnya menjadi gejala yang paling sering
dikeluhkan oleh penderita hemoroid. Darah berwarna merah segar itu bisa menetes, bisa pula
menyemprot. Terlebih lagi, feses yang keras dapat menyebabkan robekan sehingga terjadi
perdarahan yang lebih hebat hingga kadar hemoglobin dapat mencapai dibawah 4 g/dl. Bila
sudah terjadi radang maka penderita juga merasakan nyeri hampir sepanjang hari.1
Awalnya, benjolan dapat keluar masuk dengan sendirinya. Namun, lama kelamaan
benjolan mandek, tidak bisa lagi masuk ke dalam sehingga perlu dibantu dengan jari tangan.
Sementara itu, risiko trombosis dapat terjadi ketika bantalan anus sudah prolaps. Trombosis yang
mengalami edema dan inflamasi lama kelamaan akan membentuk polip fibrosis atau skin tags.
Pada kasus hemoroid interna, mukosa anus dapat mengeluarkan sekret yang disertai perdarahan,
yang sering mengotori celana dalam dan menyebabkan maserasi kulit. Bila ditambah lagi dengan
higiene yang buruk serta reaksi alergi obat topikal yang dioleskan pada anus maka akan memicu
dermatitis perianal.1
Pemeriksaan
Pemeriksaan dan diagnosis2
a. Anamnesa : BAB diselimuti darah segar atau menetes darah segar sehabis BAB.
b. Fisik : Kemungkinan tidak ditemui kelainan pada pemeriksaan luar, kadang-kadang
didapatkan anemia.
c. Colok dubur : Tidak didapatkan rasa nyeri, tidak teraba tumor. Colok dubur harus dilakukan
untuk mendapatkan kelainan lain pada gambar 2.2.
d. Proktoskopi : ditentukan lokal dan gradasi hemoroid interna yang selanjutnya digunakan
untuk menentukan cara pengobatannya.
Gambar 2.2.Pemeriksaan colok dubur
8

e. Kolonoskopi
Tindakan untuk memeriksa saluran usus besar dengan menggunakan peralatan canggih
berupa lensa serat optik yang sangat lentur yang dimasukksan melalui anus sampai
menjangkau usus besar pada gambar 2.3.1
Gambar 2.3 Kolonoskopi
Diagnosis
Diagnosis hemoroid ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan klinis dari hemoroid
berdasarkan klasifikasi hemoroid (derajat 1 sampai dengan derajat 4) dan pemeriksaan
anoskopi/kolonoskopi. Karena hemoroid dapat disebabkan adanya tumor di dalam abdomen atau
usus proksimal, agar lebih teliti sebaiknya selain memastikan diagnosis hemoroid, dipastikan
juga apakah di usus halus atau kolon ada kelainan misalnya tumor atau kolitis. Untuk
memastikan kelainan di usus halus diperlukan pemeriksaan rontgen usus halus atau enteroskopi.
Sedangkan untuk memastikan kelainan di kolon diperlukan pemeriksaan rontgen barium enema
atau kolonoskopi total.1
Etiologi
Hemoroid disebabkan oleh tekanan yang terlalu banyak pada dubur, sehingga memaksa
darah untuk meregangkan pembuluh darah hingga mengalami pembengkakan. Biasanya
seseorang dimana orangtuanya mengalami hemoroid, kemungkinan juga ia dapat mengalaminya
juga.1
Mitos di masyarakat yang mengatakan, hemoroid mudah terjadi pada ibu hamil ternyata
benar. Tak pelak, kehamilan menjadi faktor pencetus hemoroid. Mengapa demikian? Pertama,
9

hormon kehamilan mengurangi fungsi penyokong dari otot dan ligamentum di sekitar bantalan.
Kedua, terjadi peningkatan vaskuler di daerah pelvis. Ketiga, seringnya terjadi konstipasi pada
masa kehamilan. Dan terakhir adalah kerusakan kanal anus saat melahirkan pervaginam.
Penyebab Hemoroid paling umum:1
Berusaha untuk buang air besar karena sembelit atau feses yang kerasa
Sering mengalami diare
Duduk yang terlalu lama
Duduk di toilet untuk waktu yang lama
Waktu persalinan/melahirkan
Tekanan dari janin pada wanita hamil
Sering angkat beban yang berat
Kecenderungan ada riwayat keluarga yang juga mengalami hemoroid
Obesitas
Patofisiologi
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemoroidalis yang
disebabkan oleh faktor-faktor risiko/ pencetus.
Faktor risiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang
air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk dijamban sambil
membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor (tumor usus, tumor
abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin dari pada abdomen dan perubahan hormonal),
usia tua, konstipaso kronik, diare kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal,
kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang
olahraga/imobilisasi.1
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum
terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh
feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena
kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi
pada daerah tersebut dan nekrosis.2
10

Hemorrhoid interna yaitu sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya
hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius. Selain itu
Sistem vena portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
Hemorroid eksterna yaitu robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit
yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri dan gatal karena ujung
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri2
Manifestasi klinis
Sebelum parah sebaiknya kita mengenal seperti apa penyakit wasir ada awal mulanya
sehingga kita bisa obati sedini mungkin. Biasanya penderita akan mengalami pendarahan dubur
dengan warna darah merah muda yang menetes atau mengalir lewat lubang dubur / anus.
Penderita juga akan merasa ada ganjalan pada anus ketika bab sehingga penderita akan ngeden /
mengejan yang bisa memperparah wasirnya. Selain itu biasanya anus akan terasa gatal akibat
virus dan bakteri yang membuat infeksi.1
Wasir bisa mengeluarkan darah, terutama setelah buang air besar, sehingga tinja
mengandung darah atau terdapat bercak darah di handuk/tisu kamar mandi.
Darahnya bisa membuat air di kakus menjadi merah. Tetapi jumlah darah biasanya sedikit dan
wasir jarang menyebabkan kehilangan darah yang berat atau anemia. Wasir yang menonjol
keluar mungkin harus dimasukkan kembali dengan tangan perlahan-lahan atau bisa juga masuk
dengan sendirinya. Wasir dapat membengkak dan menjadi nyeri bila permukaannya terkena
gesekan atau jika di dalamnya terbentuk bekuan darah. Kadang wasir bisa mengeluarkan lendir
dan menimbulkan perasaan bahwa masih ada isi rektum yang belum dikeluarkan.
Gatal pada daerah anus (pruritus ani) bukan gejala dari wasir. Rasa gatal bisa terjadi karena sulit
untuk menjaga kebersihan di daerah yang terasa nyeri ini.1
Gejala utama berupa :
o Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri
o Prolaps yang berasal dari tonjolan hemaroid sesuai gradasinya.
Gejala lain yang mengikuti :
Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus.
Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah.
11

Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi
Klasifikasi dan derajat
Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid interna dibagi
berdasarkan gambaran klinis diatas :1
1. Derajat 1 : bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus.
Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop.
2. Derajat 2 : pembesaran hemoroid yang prolaps dan manghilang atau masuk ke dalam
anus secara spontan.
3. Derajat 3 : pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari.
4. Derajat 4 : prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami
trombosis dan infark.
Secara anoskopi hemoroid yang permanen dapat dibagi atas hemoroid eksterna (diluar/ di
bawah linea dentata) dan hemoroid interna (didalam/di atas linea dentata). Untuk melihat
risiko perdarahan hemoroid dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa
bekuan darah yang masi menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid. Secara anoskopik
hemoroid interna juga dapat dibagi atas 4 derajat hemorroid.
Gambar 2.4 Gambaran Internal hemorrhoid dan external hemorroids
12

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.
Penatalaksanaan medis terdiri dari nonfarmakologis, farmakologis dan tindakan menimal
invasive.1
a. Penatalaksanaan medis nonfarmakologis : penatalaksanaan medis nonfarmakologis
bertujuan untuk mencega perburukan penyakit dengan cara memperbaiki defekasi.
b. Penatalaksanaan medis farmakologis : penatalaksanaan ini bertujuan untuk memperbaiki
defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan atau gejala.
c. Tindakan medis minimal invasiva : tindakan untuk menghentikan atau memperlambat
perburukan penyakit dengan tindakan tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif
antara lain skleroterapi hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser.
d. Tindakan bedah : tindakan ini terdiri dari dua tahap yaitu pertama yang bertujuan untuk
menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dan kedua untuk mengangkat
jaringan yang sudah lanjut.
o Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan farmakologis, non
farmakologis dan minimal invasive. Penatalaksanaan medis hemoroid ditujukan untuk
hemoroid interna derajat I sampai dengan III atau semua derajat hemoroid yang ada
kontraindikasi operasi atau pasien menolak operasi. Sedangkan penatalaksanaan bedah
ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna, atau semua derajat hemoroid yang
tidak respon terhadap pengobatan medis.1
o Penatalaksanaan medis non farmakologis.
Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaiki pola makan dan minum, perbaiki
pola/cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang selalu ada dalam
setiap bentuk dan derajat hemoroid. Perbaikan defekasi disebut bowel management program
(BMP) yang terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses dan perubahan perilaku
buang air. Untuk memperbaiki defekasi disarankan menggunakan posisi jongkok sewaktu
defekasi. Pada posisi jongkok ternyata posisi anorektal pada orang menjadi lurus ke bawah
sehingga hanya diperlukan usaha ringan untuk mendorong tinja ke bawah atau keluar
rectum. Mengedan dan konstipasi akan meningkatkan tekanan vena hemoroid, dan akan
memperparah timbulnya hemoroid, dengan posisi jongkok ini tidak diperlukan mengedan
13

lebih banyak. Bersamaan dengan prgram BMP di atas, biasanya juga dilakukan tindakan
kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari.
Dengan perendaman ini maka eksudat yang lengket atau sisa tinja yang lengket dapat
dibersihkan. Eksudat atau sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal
bila dibiarkan.1
Pasien diusahakan banyak gerak, banyak jalan dan tidak banyak duduk atau tidur. Dengan
banyak gerak maka pola defekasi menjadi membaik. Pasien diharuskan banyak minum 30-
40 ml/kgBB/hari untuk melembekkan tinja. Pasien harus banyak makan serat antara lain
buah-buahan, sayur-sayuran, cereal. Dan suplementasi serat komersial bila kurang serat
dalam makanannya.1
o Penatalaksanaan medis farmakologis
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama : perbaiki defekasi,
kedua : meredakan keluhan, ketiga : menghentikan pendarahan, dan keempat menekan atau
mencegah timbulnya keluhan atau gejala.1
Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP yaitu suplemen
serat (fiber suplement) dan pelincir atau pelicin tinja (stool softener).suplemen serat
komersial yang banyak dipakai antara lainp psyllium atau isphagula husk yang berasal
dari kulit biji plantago ovata yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Dalam
saluran cerna bubuk ini agak menyerap air dan bersifat sebagai bulk laxative, yang
bekerja membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltis. Efek samping antara
lain kentut, kembung dan konstipasi, alergi, sakit perut dan lain-lain. Untuk mencegah
konstipasi atau obstruksi saluran cerna dianjurkan minum air banyak.1
Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain natrium dioktil sulfosuksinat.
Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant,merangsang sekresi
mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300
mg/hari.1
Obat simtomatik : pengobatan simtomatik bertujuan menghilangkan atau mengurangi
rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit daerah anus. Obat pengurang keluhan biasanya
seringkali dicampur pelumas (lubricant), vasokonstriktor, dan antiseptik lemah. Untuk
menghilangkan nyeri, tersedia sediaan yang mengandung anestesi lokal.bukti yang
meyakinkan anestesi lokal tersebut belum ada. Pemberian anestesi lokal tersebut
14

dilakukan sesingkat mungkin unutk menghindarkan sensitisasi atau iritasi kulit
anus.sediaan penenang keluhan yang ada di pasar dalam bentuk oinment atau
suppositoria. Bila perlu dapat digunakan sediaan yangmengandunf kortikosteroid untuk
mengurangi radang daerah hemoroid atau anus.sediaan berbentuk suppositoria
digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan oinment/krem digunakan unutk
hemoroid eksterna.1
Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka pada dinding
anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.pemberian serat komersial
misalnya psyllium pada penelitian perez-miranda dkk (1996) setelah dua minggu
pemberian ternyata dapat mengurangi perdarahan hemoroid yang terjadi dibandingkan
plasebo.szent-gyorgy memberikan citrus bioflavanoids yang berasal dari jeruk lemon
antara lain diosmin, heperidin,rutin, naringin, tangeretin, diosmetin, neohesperidin,
quercetin. Yang digunakan unutk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmon (90%)
dan hesperidin (10%), dalam bentuk micronized. Bukti-bukti yang mendukung
penggunaan bioflavonoid untuk menghentikan pendarahan hemoroid antara lain
penelitian Ho dkk (1995)meneliti efek daflon 500 mg 3xperhari dalam mencegah
perdarahansekunder setelah hemoroidektomipada 228 pasien hemoroid denga prolaps
menetap. Pada kelompok daflon perdarahan sekunder lebih sedikit dibandingkan
kelompok plasebo.1
Obat penyembuh dan pencegah serangan hemoroid: caspite (1994) melakukan uji klinik
pada 100 pasien hemoroid akut yang membandingkan diosminthesperidin dan plasebo,
dengan rancangan tersamar ganda dan teracak. Diosminthesperidin dan plasebo
diberikan tiga kali 2 tablet selama 4 hari, lalu 2 kali 2 tablet selama 3 hari. Perbaikan
menyeluruh dan gejala terjadi pada kedua kelompok pengobatan. Tetapi perbaikan lebih
banyak pada kelompok pengobatan diosminthesperidin (p<0,001). Diosminthesperidin
memberikan perbaikan yang nyata pada gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.1
Disimpulkan pada penelitian ini bahwa pengobatan dengan ardium 500 menghasilkan
penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada hemoroid akut bila dibandingkan dengan
plasebo.
o Penatalaksanaan minimal invasive
15

Penatalaksanaan hemoroid ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis dan
farmakologis tidak berhasil. Penetalaksanaan ini antara lain tindakan skleroterapi hemoroid,
ligasi hemoroid, pengobatan hemoroid dengan terapi laser.
Marcellus simadibrata dkk pada tahun 1993-1995 di RSCM dalam penelitian skleroterapi
pada 18 pasien hemoroid menggunakan obat aethoxysclerol 1½ %, anoskop logam dan
jarus spinal no 26 dan spuit 1 cc. Tipa hemoroid interna disuntik masinf-masing 0,5-1 ml
aethoxysclerol. Dar penelitian ini didapat bahwa dengan skleroterapi aethoxysklerol
didapatkan pengecilan derajat hemorid pada minggu 4 sampai dengan 5 setelah skleroterapi
3-5 kali, komplikasi yang didapatkan yaitu sakit pada anus waktu buang air besar dan ulkus.1
Pencegahan
Yang paling baik dalam pencegahan hemoroid yaitu mempertahankan tinja tetap lunak sehingga
mudah keluar dimana hal ini menurunkan tekanan dan pengedanan dan pengosongan usus
sesegera mungkin setelah perasaan mau ke belakang timbul. Latihan olahraga seperti berjalan,
dan peningkatan konsumsi serat diet juga membantu mengurangi konstipasi dan mengedan.
Anda dapat mencegah terjadinya wasir dengan mencegah sembelit dan berusaha untuk buang air
besar. Beberapa diet dan perubahan gaya hidup berikut dapat membantu Anda untuk melunakkan
tinja sehingga Anda tidak terlalu mengejan yang bisa menyebabkan hemoroid:1
Sertakan lebih banyak serat dalam diet Anda – buah segar, sayuran, dan roti gandum dan
sereal merupakan sumber serat yang baik.
Minumlah cukup jumlah cairan – 6 sampai 8 gelas air setiap hari.
Berolahraga secara teratur
Jangan regangan atau duduk di toilet dalam waktu yang lama. Tegang selama lebih dari 5
menit bisa berbahaya. Cobalah untuk tidak tinggal di toilet lebih lama daripada yang
diperlukan.
Gunakan lap yang lembut, seperti lap bayi, untuk meringankan rasa sakit.
Jika aktivitas pekerjaan utama Anda adalah duduk, selalu berdiri atau berjalan selama
waktu istirahat Anda.
Buatlah titik untuk berdiri dan berjalan setidaknya 5 menit setiap jam dan sering mencoba
bergeser di kursi Anda untuk menghindari tekanan dubur secara langsung.
16

Hindari mengangkat beban yang berat, karena hal ini dapat memberikan tekanan pada
pembukaan dubur.
Komplikasi
1. Perdarahan
2. Trombosis
3. Prolaps
Prognosis
Prognosis baik jika didiagnosis dengan baik dan penatalaksanaan juga baik.
Neoplasma
Neoplasma kolon dan rektum dapat bersifat jinak atau ganas. Neoplasma jinak sejati
(lipoma, tumor karsinoid, dan leioma) jarang terjadi pada kolon. Namun polip kolon sangat
sering ditemukan dan merupakan peralihan antara neoplasma jinak dan ganas.2
1. Polip kolon
Etiologi
Polip berasal dari epitel mukosa dan merupakan neoplasma jinak terbanyak di kolon dan
rektum.2 Biasanya polip didefinisikan secara patologi sebagai pertumbuhan jaringan epitel
berlebihan yang bisa hiperplastik atau neoplastik serta jinak atau ganas.3
Terdapat polip bertangkai (peduculated) dan tidak bertangkai (sessile).4
Polip adenomatosa/
Adenoma pedunkulata
Polip asli yang bertangkai dan
jarang ditemukan pada usia
dibawah 21 tahun. Insidennya
meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia.
Adenoma vilosa
(papiloma vilosa,
adenoma sesil)
Merupakan suatu tumor sesil
(tidak bertangkai.1 Terjadi pada
mukosa berupa perubahan
hiperplasia yang berpotensi ganas,
17

terutama pada usia tua. Adenoma
vilosa mungkin didapatkan agak
luas di permukaan selaput lendir
rektosigmoid sebagai rambut
halus.
Polipopsi kolon/ polipopsi
familiar
Merupakan penyakit herediter
yang jarang ditemukan.
Epidemiologi
Data morbiditas tumor yang pasti sangat sukar didapat, terutama tumor jinak, karena banyak
dari mereka tidak datang ke dokter dan kalu ke dokter banyak pula tidak dilapurokan oleh
dokter yang memeriksanya.5
Manifestasi Klinis
Biasanya kebanyakan polip asimtomatik. Bila gejala timbul, perdarahan sering terjadi, dan
bila sangat besar, maka polip dapat menyebabkan nyeri abdomen akibat obstruksi usus
sebagian.
o Adenoma vilosa (papiloma vilosa, adenoma sesil)
Dengan mata telanjang permukaannya jelas benbentuk papilar dan tampak sebagai suatu
massa nodular.2
Adenoma vilosa kadang-kadang menginduksi diare seperti air, yang menyebabkan
depresi kalium yang parah atau sekresi mukus berlebihan dan kehilangan protein dalam
jumlah cukup untuk menimbulkan hipoalbuminemia. 3
Polip ini kadang memproduksi banyak sekali lendir sehingga menimbulkan diare
berlendir yang mungkin disertai hipokalemia. 4
o Polip adematosa
Gambaran klinisnya umumnya tidak ada, kecuali perdarahan rektum dan prolaps polip
dari anus disertai anemia. Letaknya 70% di sigmoid ddan rektum. Polip ini bersifat
pramaligna sehingga harus diangkat setelah ditemukan.
o Poliposi kolon/ polipopsi familiar
18

Gejala pertamanya timbul pada usia 13-20 tahun. Frekuensi sama pria dan wanita. Polip
yang tersebar di seluruh kolon dan rektum ini umumnya tidak bergejala. Kadang timbul
rasa mulas atau diare disertai perdarahan per ani. Biasanya sekum tidak terkena. Resiko
keganasan 60% dan sering multipel.
Patofisiologi
Polip merupakan neoplasma yang berasal dari permukaan mukosa dan meluas ke arah luar.1
Neoplasma sendiri ialah penyakit pertumbuhan sel. Neoplasma teridri dari sel-sel baru yang
mempunyai bentuk, sifat dan kinetika yang berbeda dari sel normal asalnya. Pertumbuhan
liar, autonom, yang terlepas dari kendali pertumbuhan sel nomal.
Tumor jinak umumnya bermanifestasi hanya sebagai plaque atau tumor saja, sedangkan
tumor ganas dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk :
- Bentuk Plaque, adalah lesi kulit atau moka yang tinggi permukaannya sama atau hampir
sama dengan tinggi permukaan kulit mukosa normal di sekitarnya. Bentuk plaque dapat
ditemukan pada melanoma maligna, basalioma, dan karsinoma yang masih kecil.
- Bentuk nodus-tumor, terdiri dari segerombolan sel-sel kanker dan strima yang terdiri dari
jaringan ikat, pembuluh darah, pembuluh limfe, serat saraf, dsb. Tumor ini dibungkus
oleh kapsul atau pseudokapsul yang memisahkan dari jaringan normal sekitarnya. Sering
pula tumor ganas tidak mempunyai kapsul sehingga batas antara tumor dengan jaringan
normal di sekitarnya tidak jelas.
Penalataksanaan
Pengobatan polip kolon dipengaruhi oleh pertentangan mengenai kemungkinan
keganasannya.2
Polip berpedunkulasi ukuran apapun dan polip sesil kurang dari 2 cm, biasanya dapat
dibuang menggunakan jerat kauter dengan kolonoskopi.
19

Wlalupun polip sesil lebih besar dieksisi secara megmental melalui kolonoskop, namun
pendekatan ini meungkin tidak ideal karena banyak yang telah bersifat kanker dan resiko
komplikasi selama pembuangan meningkmat secara bermakna. Karena juga resiko yang
terlibat dalam laparatomi dan eksisi, maka tiap pasien harus dipertimbangkan secara
tersendiri.3
Setelah polipektomi endoskopi, pasien harus idperiksa secara periodik. Biasanya
kolonoskopi ulang dilakukan 1 tahun kemudian dan kemudian sekitar tiap 3 tahun setelah itu
untuk mencari lesi baru atau tambahan. Jika pasien menderita adenoma majemuk, maka
kolonoskopi dilakukan setiap tahun untuk beberapa tahun.3
Poliposi kolon/ polipopsi familiar, sedapat mungkin segera dilakukan kolektomi disertai
anastomosis ileorektal dengan kantong ileum atau reservoar. Pada penderita ini harus
dilakukan pemeriksaan endoskopi seumur hidup karena masih terdapat sisa mukosa rektum.4
Peran endoskopi sangat besar dalam penanganan poliposis.
Pencegahan :
Poliposi kolon/ polipopsi familiar
Sebagai pencegahan, semua anggota keluarga sebaiknya menjalani pemeriksaan genetik
untuk mencari perubahan kromosom dan menjalani pemeriksaan endoskopi atau foto enema
barium berkata untuk mengurangi resiko karsinoma kolon.
Komplikasi
Karena polip adenomatosa dapat berkembang menjadi kelainan pramaligna dan kemudian
menjadi karsinoma, setiap adenoma yang ditemukan, harus dikeluarkan. Berdasarkan
kemungkinan ini dianjurkan untuk melalukan pemeriksaan berkala seumur hidup pada
20

penderita polip adenomatosa multipel atau mereka yang pernah menderita polip
adenomatosa.
Prognosis
Prognosis polip adenoma (tumor jinak) akan jauh lebih naik bila dibandingkan dengan
adeokarsinoma. Untuk itu harus ditangani lebih dini.
Kanker Kolorektal (KKR)
Kanker kolorektal dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu polip kolon dan kanker kolon.
Polip adalah tonjolan diatas permukaan mukosa.Polip kolon dapat dibagi dalam 3 (tiga) tipe
yaitu neoplasma, epithelium, nonneoplasma dan submukosa. Makna klinis yang penting dari
polip ada dua yakni pertama kemungkinan mengalamai transformasi menjadi kanker
kolorektal dan kedua dengan tindakkan pengangkatan polip, kanker kolorektal dapat
dicegah.6
Pemeriksaan
Jika ditemukan beberapa tanda seperti: anemia mikrositik, hematokezia, nyeri perut,
beratbadan turun atau perubahan defekasi, oleh sebab itu perlu segera dilakukan
pemeriksaan endoskopi atau radiologi, kolonoskopi.
Gambaran kolonoskopi
21

Etiologi
Penyebab dari kanker usus besar masih belum diketahui, namun telah dikenali beberapa
faktor predisposisi. Hubungan antara colitis ulseratif (yaitu tipe polip kolon tertentu) dengan
kanker usus besar telah banyak dibicarakan.2
Faktor predisposisi penting lain mungkin berkaitan dengan kebiasaan makan.
Kekurangan serat dan sayur-mayur hijau serta kelebihan lemak hewani dalam diet
merupakan faktor resiko karsinoma kolorektal.Pada penduduk wilayah barat yang
mengkonsumsi lebih banyak makanan mengandung karbohidrat murni dan rendah serat,
dibandingkan pada penduduk primitive yang mengkonsumsi makanan tinggi serat.Burkitt
(1971) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan tinggi karbohidrat murni mengakibatkan
perubahan flora feses dan perubahan degradasi garam empedu atau hasil pemecahan protein
dan lemak, sebagian zat ini bersifat karsinogenik.Diet rendah serat juga menyebabkan
pemekatan zat berpotensi karsinogenik ini menjadi feses yang bervolume lebih kecil.Selain
itu, masa transit feses meningkat.Akibatnya kontak zat berpotensi karsinogenik dengan
mukosa usus bertambah lama. Penelitian awal menunjukkan bahwa diet makanan tinggi
bahan fitokimia mengandung zat gizi seperti serat, vitamin C, E, dan karoten dapat
meningkatkan fungsi kolon dan bersifat protektif dari mutagen yang menyebabkan
timbulnya kanker.2
Patofisiologi
Meskipun adenoma kolon merupakan lesi pregmaligna, namun perjalanan menjadi
adenokarsinoma belum diketahui. Literature lama dari laporan pengamatan jangka panjang
menunjukan bahwa perkembangan menjadi adenokarsinoma dari polip 1 cm 3% setelah 5
tahun, 8% setelah 10 tahun, dan 24% setelah 20 tahun diagnosis ditegakkan.
Kanker kolon dan rektum terutama ( 95 % ) adenokarsinoma ( muncul dari lapisan epitel
usus ). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal serta meluas ke dalam sturktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari
tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain ( paling sering ke hati ).2
22

Kanker kolorektal dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung
kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke system
portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain.
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat
menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase pada jaringan lain. Prognosis
relative baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseksi dilakukan, dan
jauh lebih jelek bila telah terjadi metastase ke kelenjar limfe.2Dengan menggunakan metode
Dukes, kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :
1. Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
2. Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal tanpa
keterlibatan nodus limfe.
3. Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
4. Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas &
tidak dapat dioperasi lagi.
Gambaran stadium karsinogen kolon
Stadium 0 (carcinoma in situ)
Kanker belum menembus membran basal dari mukosa kolon atau rektum.
23

Stadium I
Kanker telah menembus membran basal hingga lapisan kedua atau ketiga (submukosa/
muskularis propria) dari lapisan dinding kolon/ rektum tetapi belum menyebar keluar dari
dinding kolon/rektum (Duke A).
Stadium II
Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar keluar dari dinding usus
kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum menyebar pada kelenjar getah bening
(Duke B).
Stadium III
Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening terdekat tetapi belum pada organ tubuh
lainnya (Duke C).
Stadium IV
Kanker telah menyebar pada organ tubuh lainnya (Duke D).
Epidemiologi
Secara epidemiologi, kanker kolorektal di dunia mencapai urutan ke-4 dalam hal kejadian,
dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan
perbandingan 19,4 dan 15,3 per 100.000 penduduk.6
Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan
sebagian Eropa.Kejadiannya beragam di antara berbagai populasi etnik, rasa tau populasi
multietnik/multi rasial. Secara umum didapatkan kejadian kanker kolorektal meningkat
tajam setelah usia 50 tahun. Suatu fenomena yang dikaitkan dengan pajanan terhadap
berbagai karsinogen dan gaya hidup.6
Kanker kolorektal adalah penyebab kematian ke-2 terbanyak dari seluruh pasien kanker di
Amerika Serikat.Lebih dari 150.000 kasus baru, terdiagnosis setiap tahunnya di AS dengan
angka per tahun mendekati angka 60.000.
Di AS umumnya rata-rata pasien kanker kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari
50% kematian terjadi pada mereka yang berumur di atas 55 tahun.
Di Indonesia, insiden cukup tinggi demikian juga angka kematiannya. Insidens pada pria
sebanding dengan wanita, dan lebih banyak pada orang muda.Sekitar 75% di temukan di
24

rektosigmoid. Di Negara barat perbandingan insidens pria : perempuan= 3:1, kurang dari
50% ditemukan di rektosigmoid, dan merupakan penyakit orang usia lanjut.5
Lokasi kanker
Dua pertiga dari kanker kolorektal muncul pada kolon kiri dan sepertiga muncul pada kolon
kanan (gambar 2.9). Sebagian besar terdapat di rektum (51,6%), diikuti oleh kolon sigmoid
(18,8%), kolon descendens (8,6%), kolon transversum (8,06%), kolon ascendens (7,8%),
dan multifokal (0,28%).
Manifestasi Klinis
Keluhan yang paling sering dirasakan : perubahan pola buang air besar, pendarahan per
anus (hematokezia dan konstipasi), nyeri, anemia, anoreksia, dan penurunan berat
badan. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker dan sering
dibagi menjadi kanker yang mengenai bagian kanan dan kiri usus besar.
Gejala klinis karsinoma pada kolon kiri berbeda dengan yang kanan. Karsinoma kolon
yang kiri sering bersifat skirotik sehingga lebih banyak menimbulkan stenosis dan
obstruksi, terlebih karena feses sudah menjadi padat. Pada karsinoma kolon kanan
jarang terjadi stenosis dan feses masih cair sehingga tidak ada faktor obstruksi.5
Kanker kolorektal umumnya berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul
sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi.5
Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan
umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk.5
25

Pengobatan
1. Medika mentosa
Kemoprevensi
Obat Antiinflamasi Nonstreoid (OAIN) termasuk aspirin dianggap berhubungan
dengan penurunan mortalitas kanker kolorektal.Beberapa OAIN seperti sulidac dan
celecoxib telah terbukti secara efektif menurunkan insidens berulangnya adenoma
pada pasien dengan FAD (Familial Adenomatus polyposis). Data epidemiologi
menunjukkan adanya penurunan resiko kanker dikalangan pemakai OAIN namun
bukti yang mendukung manfaat pemberian aspirin dan OAIN lainnya untuk
mencegah kanker kolorektal sporadic masih lemah. 6
2. Non medika mentosa
Pembedahan
Pengobatan karsinoma kolon dan rektum adalah dilakukan pengangkatan tumor dan
pembuluh limfe secara pembedahan. Tindakan yang paling sering dilakukan adalah
hemikolektemi kanan, kolektomi transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi
anterior, dan reseksi abdominoperineal. Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan
pada pasien yang tidak mengalami metastasis.Pemeriksaan tindak lanjut dari
antigen karsinoma embrionik adalah penanda yang sensitive untuk rekurensi tumor
yang tidak terdeteksi. Daya tahan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%.5
Terapi
Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurens.
Kemoterapi ajuvan dimaksud untuk menurunkan tingkat rekurens kanker kolorektal
setelah operasi.
Komplikasi
Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus parsial atau lengkap.
Pertumbuhan dan ulserasi dapat juga menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yangmenyebabkan hemoragi.Perforasi dapat terjadi dan mengakibatkan pembentukan
abses.Peritonitis dan atau sepsis dapat menimbulkan syok.
26

Prognosis
Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastasis jauh, yaitu klasifikasi penyebaran
tumor dan tingkat keganasan sel tumor. Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus
tanpa penyebaran, angka kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus
dinding tanpa penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32%, dan dengan metastasis
jauh satu persen. Bila disertai diferensial sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.3
Kolitis Iskemi
Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:1,4
Colonoscopy. Kolonoskopi dianggap uji definitif untuk mendiagnosa kolitis iskemik.
Dalam prosedur ini, tabung berlampu fleksibel dimasukkan ke dalam rektum dan
didorong ke dalam kolon. Sebuah kamera kecil di ujung lingkup mengirimkan gambar
usus ke layar video. Kita dapat melihat lapisan interior kolon dan mendeteksi adanya
jaringan inflamasi dan abses.
Biopsi. Kadang-kadang, sebagai bagian dari kolonoskopi, kita dapat mengambil sebuah
sampel jaringan kecil (biopsi) dari kolon untuk analisis laboratorium. Pada kolitis
iskemik, pembengkakan dan perdarahan dapat hadir di bawah lapisan usus (lapisan
mukosa), dan dapat dideteksi di laboratorium. Kolonoskopi dapat mengesampingkan
penyebab lain dari peradangan di usus, termasuk infeksi tertentu, penyakit inflamasi
usus, radang dinding usus (diverticulitis) dan kanker usus besar. Jika peradangan berat,
kita mungkin tidak dapat melihat seluruh usus besar dengan baik atau mendapatkan
biopsi memadai. Jika hal ini terjadi, mungkin harus colonoscopy perlu diulangi sekali
lagi setelah peradangan telah mereda. Hal ini memungkinkan kita untuk memastikan
bahwa tidak ada peradangan persisten, jaringan parut atau kanker kolon.
X-ray abdomen dan pelvis. Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi barium enema.
Dalam proses ini, bahan kontras (barium cair) dimasukkan ke dalam kolon melalui anus.
Setelah kolon dilapisi dengan barium, radiolog mengambil gambar X-ray dari kolon.
Gambar-gambar ini, yang dapat dilihat pada monitor video, dapat mendeteksi kelainan-
kelainan dalam usus besar dan membantu membedakan kolitis iskemik dari kondisi
27

peradangan lainnya. Gambar yang menunjukkan kolitis iskemik bisa menunjukkan
penebalan (thumbprinting) dari dinding kolon.
Tes darah. Orang dengan kolitis iskemik mungkin memiliki jumlah sel darah tinggi
putih (WBC) yang terjadi bila ada peradangan atau tubuh memerangi infeksi.
Etilologi
Kolitis iskemik merupakan gangguan dalam mengembangkan aliran darah ke suatu bagian ke
usus besar (kolon). Hal ini dapat menyebabkan peradangan usus besar akibat gangguan
pasokan darah. Penyakit iskemia kolon dapat terjadi sekunder akibat berbagai penyebab,
termasuk cedera arteri iatrogenic, aliran darah yang lambat, peningkatan tekanan intralumen
atau thrombosis spontan dan arteri atau vena utama yang mensuplai kolon.4 Kolitis iskemik
sering dikaitkan dengan keadaan infusiensi vaskuler mesenterika di mana aliran darah ke
organ gastrointestinal berkurang untuk mempertahankan nutrisinya. Keadaan ini biasanya
akibat sumbatan stidaknya 2 dari 3 pembuluh darah splanknik, yaitu arteri celiac, mesenterica
superior, dan mesenterica inferior yang dapat dikarenakan gangguan sirkulasi dari aorta
akibat operasi atau pada penderita sakit jantung.
Penyebab yang paling umum adalah gangguan iatrogenic dari AMI (Arteri mesenterika
Inferior) pada waktu operasi aorta. Penyakit ini dapat terjadi spontan dari berbagai penyebab
lain seperti penyakit aterosklerosis dan aliran darah rendah. Secara patologis, kolon
menunjukkan penebalan, ulkus mukosa dan stenosis.4
Dengan kata lain, kolitis iskemik merupakan akibat dari penyumbatan sementara aliran darah
melalui arteri yang memasok usus besar. Penyakit ini lebih berkaitan dengan berkurangnya
aliran darah dan lebih umum di antara orang yang sakit jantung dan orang yang telah
menjalani operasi aorta.
Umumnya, penyakit ini menyerang orang yang berusia lebih dari lima puluh tahun.
Kebanyakan dari penderita memiliki riwayat penyakit peripheral vasculer. Faktor risiko lain
meliputi:
- Diabetes
- Riwayat stroke
- Tekanan darah rendah
28

Kolitis iskemik dapat mempengaruhi setiap bagain dari usus besar tetapi kebanyakan orang
akan merasa sakit di sisi kiri perut. Mendesak buang air besar dan diare berdarah juga umum
untuk kolitis iskemik.
Epidemiologi
Kolitis iskemik biasanya diderita pada usia pertengahan atau usia lanjut (50 tahun). Sering
dijumpai adanya riwayat penyakit jantung iskemia atau infusiensi arteri perifer. Pasien dengan
kelainan jaringan ikat, diabetes mellitus atau penyakit kolon sebelumnya memiliki risiko
terhadap penyakit ini. Kasus spontan dari colitis iskemia cenderung terjadi pada penyakit yang
parah dan pada pasien yang imunitasnya menurun, sering menderita penyakit sistemik yang
menyebabkan aliran darah menjadi lambat. Sering kali terdapat riwayat nyeri perut bagian bawah
sebelumnya yang sembuh secara spontan.
Patofisiologi
Secara garis besar, penyakit kolitis iskemik dikarenakan gangguan atau terhambatnya suplai
darah ke dalam usus besar yang dikarenakan terganggunya atau terhentinya aliran masuk arteri.
Keadaan ini biasanya menunjukan iskemia jaringan pembuluh darah mesenterika akibat
tersumbatnya pembuluh darah splanknik utama, seperti arteri Celiaka, arteri mesenterika superior
dan inferior. Aliran darah tersebut tidak cukup untuk mempertahankan kebutuhan metabolic
yang ada sehingga mengganggu system kerja usus tersebut.
Tingkatan dari cedera yang terjadi dari lapisan yang paling superficial dari dinding usus sampai
lapisan yang terdalam. Iskemia yang lama akan mengakibatkan edema subepitel serta dapat
berakhir dengan nekrosis mukosa secara keseluruhan, diikuti oleh kerusakan lapisan submukosa,
dan akhirnya muscularis propria.4
Dengan adanya hambatan pada aliran darah menuju kolon, maka akan terjadi kekurangan
oksigen pada lapisan tersebut sehingga timbul lesi atau luka pada bagian tersebut. Dengan
adanya luka dan lesi, maka jaringan akan mengalami nekrosis yang rentan terhadap pendarahan.
Terjadinya pendarahan setelah BAB dikarenakan gesekan feses yang ada terhadap jaringan yang
nekrosis tersebut sehingga rentan terhadap luka sehingga mengakibatkan pendarahan.
29

Manifestasi klinis
Ada tiga dasar pola gejala klinik, yang paling umum yaitu pasien mengalami kram dan atau nyeri
perut bagian bawah pada daerah fosa iliaka sinistra. Pola kedua yang juga sering terjadi adalah
mual, muntah, diare, dan keluarnya darah atau mucus melalui rectum. Dapat terjadi suatu
abdomen akut dengan tanda-tanda peritonitis sebagai tanda yang muncul pertama. Pada sebagian
kecil pasien menunjukkan penyakit yang subklinis dengan adanya suatu striktura pada usus.
Pasien mengalami demam ringan dan takikardia. Sebagian besar pasien tidak tampak sakit berat.
Adanya nyeri tekan yang sering pada daerah fosa iliaka sinistra dan sering terlihat darah pada
pemeriksaan rectum.
Penatalaksanaan
Sebagian besar, kasus colitis iskemia memerlukan pengobatan suportif saja. Memperbaiki
kondisi kardiovaskuler, hindari vasokonstriktor spalnknik, dekompresi nasogastrik dan
antibiotika sistemik yang mencangkup flora normal di usus merupakan pengobatan dasar.
Pengamatan yang seksama dan pemeriksaan abdomen ulang adalah penting.
Pemeriksaan kolonoskopi ulang dapat dilihat untuk melihat efek pengobatan. Indikasi untuk
operasi bila ada peritonitis, sepsis, perdarahan dari ulkus yang dalam dan obstruksi. Tindakan
operasi yang optimal adalah dengan melakukan reaksi segmen yang jelas mengalami iskemi
dan mengangkat ujung usus yang tersisa. Upaya revaskularisasi ataupun anastomosis primer
tidak menunjukkan hasil yang baik terhadap penyakit colitis iskemia.
Pencegahan
Karena penyebab kolitis iskemik tidak selalu jelas, tidak ada cara yang pasti untuk mencegah
gangguan tersebut. Tetapi mayoritas dari mereka yang memilikinya pulih dengan cepat dan
tidak pernah memiliki episode lain. Menghindari obat yang mungkin telah menyebabkan
kolitis iskemik di masa lalu. Dan jika memiliki faktor risiko colitis iskemik termasuk
penyakit jantung dan tekanan darah tinggi hendaknya : 1
• Berhenti merokok
• Minum obat penurun kolesterol
• Kontrol penyakit kronis, seperti diabetes
• Olah raga teratur
30

Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan yaitu :
- Gangren; merupakan kematian jaringan di usus akibat kekurangan oksigen. Dapat
mengakibatkan kematian apabila tidak mendapatkan pengobatan.
- Perforasi dan pendarahan; yaitu timbulnya lubang di usus yang dapat menimbulkan luka
serta berakibat pendarahan.
- Nyeri dan obstruksi; terdapat jaringan parut dan penyempitan usus yang mengakibatkan
rasa nyeri.
Prognosis
Beberapa kasus ini dapat sembuh dengan spontan, tetapi pada sejumlah kecil pasien terus
mengalami pembentukan striktura setelah terjadinya iskemia. Pada kasus ini diperlukan suatu
pengamatan yang seksama dari perjalanan penyakit sambil dipersiapkan suatu tindakan
operasi selektif.
Divertikulosis
Divertikulosis merupakan suatu keadaan pada kolon yang dicirikan dengan adanya herniasi
mukosa melalui tunika muskularis yang membentuk kantong bebentuk seperti botol. Bila satu
kantong atau lebih mengalami peradangan, keadaan ini disebut sebagai divertikulitis.2
Divertikulitis adalah radang akut dalam diventrikel tanpa atau dengan perforasi. Biasanya radang
disebabkan oleh retensi feses di dalamnya.4
Pemeriksaan penunjang
Sebagian besar penderita divertikosis tidak memperlihatkan gejala dan tetap tidak
diketahui kecuali bila dilakukan pemeriksaan enema barium untuk menyelidiki keadaan
lain. Bila ditemukan divertikula, dokter perlu menyingkirkan kemungkinan karsinoma.
Diferensiasi ini dilakukan dengan pemeriksaan radiografi, pemeriksaan kolonoskopi, dan
biopsi. 2
Pemeriksaan enema barium berbahaya bila dilakukan ada serangan akut divertikulitis
karena bahaya perforasi.4
31

- Gambaran enema barium pada divertikulosis:
Enema barium adalah pemeriksaan diagnostik yang penting, tetapi biasanya ditunda
selama stadium akut. Setelah serangan akut mereda, maka dilakukan persiapan usus
dengan enema, pembersihan yang lebih lembut daripada laksatif.
32

Barium diluar divertikulum menunjukan bahwa ada perforasi dan pembentukan anses
kecil di sekeliling perforasi yang menghasilkan masa eksentrik, mengindektifikasi lumen
kolon, dan merupakan manifestasi radiologi yang lazim. 3
Pemeriksaan CT scan juga dapat dilakukan untuk mengevaluasi adanya inflamasi dan
massa pada pasien dengan komplikasi divertikula. 2
Endoskopi baru dapat dibuat setelah proses akut mereda.
Etiologi :
Walaupun etilogi divetikulosis tidak diketahui, namun telah dilakukan banyak penelitian
mengenai motilitas dan tekanan untuk menunjang kemungkinan bahwa penyakit
divertikula disebabkan oleh gangguan gerakan kolon. Pada bagian kolon yang mengalami
divertikula cenderung timbul kontraksi otot sirkular yang mneimbulkan tekanan
intralumen yang sangat tinggi. Tampaknya tekanan yang tinggi ini menyebabkan
timbulnya herniasi mukosa melalui lapisan otot yang menimbulkan divertikula. 2
Faktor yang lebih penting pada etiologi penyakit divertikula adalah faktor yang berkaitan
dengan jumlah serat dalam makanan. 2
Epidemiologi :
Insidensi divertikulosis secara keseluruhan tinggi; penyakit ini menyerang sekiatar 10%
penduduk menurut sebagian besar pemeriksaan mayat. Divertikulosis jarang terjadi pada
usia di bawah 35 tahun, tetapi meningkat seiring bertambahnya usia sehingga pada usia
85 tahun, da pertiga penduduk mengalami penyakit ini. Lokasi terjadinya divertikula
yang paling sering adalah kolon sigmoid, yaitu sekitar 90% kasus.2
Divertikulosis jarang terjadi pada orang dengan diet tinggi serat, tetapi sangat sering
terjadi pada orang Eropa dan Amerika Utara (semua ras) yang dietnya rendah serat.4
Patofisiologi :
Divertikel saluran cerna paling sering ditemukan di kolon, khususnya di sigmoid.
Divertikel ini disebuat divertikel pulsi (pukulan) karena disebabkan oleh tekanan tinggi di
usus bagian distal ini. Berkisar beberapa milimeter sampai dua sentimeter; leher
33

divertikel atau pintunya biasanya sempit, tetapi mungkin lebar. Kadang terbentuk fekolit
(faecolith = batu tinja; faeces = tinja, lithos = batu).4
Tekanan atau tegangan pada dinding organ berongga erat terkait dengan tekanan dalam
organ dan diameter organ. Bila sebuah saluran seperti kolon sering dibiarkan menyempit
(akibat diet rendah serat), maka timbulnya tekanan akan menyebabkan beban yang lebih
besar pada dinding daripada bila kolon itu terisi feses.2
Pada divetikulitis (radang akut dalam divertikel) biasanya disebabkan oleh retensi feses
di dalamnya.
Tekanan tinggi dalam sigmoid yang berperan pada terjadinya divertikel juga
berperan pada terjadinya retensi isi usus di dalam divertikel.
Perforasi akibat divertikulitis menyebabkan perivertikulitis terbatas, abses,
atau peritonitis umum.
- Abses mungkin direabsorbi atau meluas menjadi besar. Kadang abses
menembus rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis umum dalam
lumen usus atau lumen kandung kemih. Mungkin juga abses menembus ke
dalam lumen , menyebabkan fistel intena ke usus atau kandung kemih.
- Obstruksi kronik dapat timbul karena fibrosis. 4
Manifestasi Klinis :
Pada banyak pasien, gejala bersifat ringan dan terdri atas flatulen, diare atau konstipasi
intermiten, serta rasa tidak enak pada kuadran kiri bawah abdomen.
Pada divetrikulus akut, terdapat demam, leukosis, nyeri, dan nyeri tekan pada kuadran kiri
bawah abdomen. Selama serangan akut, dapat terjadi perdarahan jaringan granulasi vaskular
34

namun biasanya ringan. Kadang-kadang perdarahan terjadi masif karena erosi menembus
pembuluh darah besar di dekat divertikula. Perdarahan biasanya diobati secara konservatif
tetapi kadang perlu dilakukan reseksi usus.
Kadang kala divertikula yang meradang akut mengalami ruptur. Bila perforasi yang terjadi
kecil, dapat mengakibatkan pembentukan abses dekat divertikulum yang mengalami
perforasi. Bila perforasi besar, feses dapat masuk kedalam peritoneum dan menyebabkan
bentuk peritonitis yang paling berbahaya dengan mortalitas tinggi. Gejala perforasi mirip
dengan gejala tungkak yang mengalami perforasi kecuali dalam hal nyeri, rigiditas, dan nyeri
tekan yang paling jelas pada kuadran kiri bawah.2
Jadi gejala klinis perionitis lokal pada divertikulitis sebagai berikut : 4
1. Menyerupai apendisitis akut tetapi tempatnya berbeda (serangan akut berupa nyeri
lokal kiri bawah atau suprapubik).
2. Sering terdapat konstipasi atau diare.
3. Selain itu ditemukan demam redang
4. Distensi perut sedang
5. Massa di daerah pelvis atau kiri bawah
Divertikulitis kronis menyebabkan usus mudah mengalami serangan peradangan berulang.
Akibatnya dapat berupa fibrosis dan perlekatan stuktur sekitarnya. Bila peradangan kronis
menyebabkan penyempitan lumen, dapat terjadi obstruksi parsial kronis yang menimbulkan
gejala konstipasi, feses seperti pita, diare intermiten, dan peregadangan abdomen. Gambaran
akhir obstuksi dapat dipercepat oleh serangan akut, menyebabkan abses perikolon yang
menyempitkan lumen yang sudah menyempit. Fistula dapat juga terbentuk sebagai penyulit
abses perikolon. Jenis yang paling sering terjadi adalah fistula vesikosigmoid. Aliran
biasanya dari kolon ke kandung kemih, dan keluhannya adalah prematuria atau keluar
gelembung udara (gas) dalam urine. Fistula juga menuju ke susu halus atau ke peritoneum.2
Penatalaksanaan :
Apabila divertikula ditemukan secara kebetulan dan penderita asimtomatik, pada umumnya
tidak diobati. Namun demikian, 90% penderita divertikulitis diobati secara medis.2
MEDIKA MENTOSA :
35

Pada serangan akut, dilakukan tindakan konservatif berupa puasa, pemasangan pipa isap
lambung, infus, pemberian antibiotik sistemik, dan analgetik.4
Kasus ringan tanpa tanda perforasi diobati dengan diet cair atau pemberian cairan intravena
(IV), pelunak feses, tirah baring, dan antibotik berspektrum luas, diberikan secara sistemik
(biasanya mencakup ampisilin, gentamisin)3 Antibiotik yang bermanfaat melawan bakteri
gram – negatif aerob dapat diberikan pada penderita yang diduga mengalami perforasi atau
abses. Insisi dan drainase abses mungkin diperlukan. Setelah fase akut, diindikasikan
pemberian diet residu tinggi.2
NON MEDIKA MENTOSA :
Diet tinggi serat.
Pembedahan hanya diperlukan pada penyakit yang berat, luas atau pada komplikasi.
Pembedahan yang diperlukan adalah reseksi (pengangkatan sebagian atau seluruh organ
atau struktur lain) kolon yang sakit disertai anamtomosis untuk memulihkan kontinuitas.
Bila tidak terdapat komplikasi, dapat dilakukan pembedahan stadium 1. Pada kasus lain,
dapat dilakukan kolostomi sementara (mengalihkan kolon ke ke permukaan abdomen).
Anastomosis dan penutupan dilakukan di kemudian hari.2
Pencegahan :
Diet-diet tinggi serat meningkatkan limbak feces dan mencegah sembelit, dan secara teori
mungkin membantu mencegah lebih jauh pembentukan diverticular atau perburukan dari
kondisi diverticular. Beberapa dokter-dokter merekomendasi pencegahan kacang-kacangan,
jagung, dan biji-bijian yang dapat menyumbat (mengisi) bukaan-bukaan dari diverticular dan
menyebabkan diverticulitis. Apakah penghindaran dari makanan macam itu bermanfaat
adalah tidak jelas.
Komplikasi :
Penyulit dapat berupa :4
Perforasi
Perforasi terbuka divertikel karena divertikulitis akut nekrotikans atau gangrenosa.4
36

Perforasi kolon yang disertai abses jarang terjari, tetapi kadang-kadang bisa menyertai,
dan dapat diterapi dengan kortikosteroid. Tanda septis dan syok bisa ditutup sementara
waktu oleh steroid. Eksisi segera dengan kolonostomi pengalihan proksimal merupakan
terapi terpilih.3
Abses terbuka
Akibat divertikulitis akut dan perforasi.4
1. Fistel
Dapat terjadi di ureter, uretra, vagina, sekum, usus, dan keluar ke kulit dinding perut
atau perineum.4
Fistula bisa berkembang di antara visera berongga, terutama vesika urinaria, vagina
dan usus halus. Fistula interna paling sering timbul di antara kolon sigmoideum dan
vesika urinaria. Enema barium bisa bermanfaat dalam mendignosis fistula, tetapi
anamnesis dan gembaran fisik paling bermanfaat (diuria, frekuensi berkemih yang
disebabkan masa peradangan mengenai vesika urinaria atau perkembangan fistula ke
dalam vesika urinaria) 3
2. Obstruksi parsial
Disebabkan parut, fibrosis pascaradang, pengerutan, dan penyempitan.4
3. Perdarahan
Biasanya perdarahan baru nyata setelah keluar ketika defekasi; mungkin terjadi
anemia. Kadang, terutama pada penderita usia lanjut, dapat terjadi perdarahan masif
yang mungkin menyebabkan syok; keadaan ini dapat ditangani dengan tranfusi
darah.4
37

Perdarahan dari divertikulum timbul sebagai perdarahan rektum mendadak, berwarna
merah tua atau merah terang. Biasanya tanpa nyeri atau bisa disertai dengan keram
ringan. Karena perdarahan demikian jarang samar, maka darah di dalam tinja harus
dihubungkan dengan divertikulum, hanya bisa semua yang munfkin menjadi
penyebab lainnya, terutama karsinoma sekum, telah disingkirkan secara pasti.
Perdarahan divertikulum jarang timbul bersamaan dengan divertikulitis akuta.
Fissura Ani
Fissura ani merupakan retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh peregangan
akibat lewatnya feses yang keras.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
Anoskopi dengan anestesi lokal untuk mengkonfirmasi diagnosis.3
Etiologi
Adapun etiologi yang menyebabkan fissure ani antara lain:
Buang air besar (BAB) keras
Iskemia
Iritasi akibat diare
Iatrogenic (merupakan sebutan untuk setiap keadaan buruk pada seorang
penderita yang timbul sebagai akibat pengobatan oleh seorang dokter atau ahli
bedah).4
Epidemiologi
Fissure ani biasanya tunggal dan sekitar 90% terletak di garis tengah posterior, sedangkan
10% di anterior. Persentase pria : wanita yang menderita fissure ani 1:1.
Patofisiologi
Fissura ani terjadi akibat gesekan antara mucocutan yang masih tipis dengan feses yang
keras, yang mengakibatkan peregangan sphinchter ani internus, sehingga lama-kelamaan
38

dapat menimbulkan lecet, fissura dapat pula diakibatkan karena iritasi diare, sehingga
terjadi lesi. Perdarahan akibat fissura ani hanya sedikit, berupa strip- strip darah segar
pada permukaan feses, paling banyak hanya satu atau dua tetes saja. Darah yang keluar
berwarna merah segar, hanya kadang saja merah gelap. Sifat perdarahannya adalah sakit
waktu defekasi, karena adanya lecetan tersebut, karena pada selaput lendir dekat
perbatasan dengan kulit banyak terdapat saraf sensorik, sehingga bila ada luka kecil saja
akan menyebabkan rasa sakit. otot polos semakin menegang dan pasien menjadi semakin
takut untuk buang air besar sehingga menahan untuk BAB, akibatnya terjadi tumpukan
feses yang makin mengeras dan banyak, hal ini semakin menyulitkan defekasi dan makin
sakit bila defekasi.
Manifestasi klinik
Sangat nyeri pada setiap defekasi
Darah segar di permukaan feses
Darah berupa tetesan
Trias fisura anus:
Ulkus
Hipertropik papil (Edema papila pada anal kanal)
Skin tag (Edema pada fisura kulit)4
Gambar Trias Fissura anal
Pengobatan
Farmakologis
39

Obat pelunak feses (psilium), yang bisa mengurangi cedera karena buang air besar yang
keras dan sulit.
Anestetik topical, contohnya salep lidocain yang dapat melenturkan dan melunakkan
anus.
Non-farmakologis
Agar defekasi lancar dengan feses lunak, penderita dianjurkan mengkonsumsi makanan
yang mengandung serat dan minum air yang cukup banyak.4
Duduk berendam dalam air hangat selama 10-15 menit setelah buang air besar dengan
tujuan untuk melemaskan otot sfingter anus, mengurangi rasa tidak nyaman dan membantu
meningkatkan aliran darah, sehingga membantu proses penyembuhan.
Tindakan Pembedahan
Tindakan pembedahan dilakukan, jika pentalaksanaan secara farmakologis dan non-
farmakologis tidak menunjukkan perbaikan dan sudah kronis. Pada prinsipnya, operasi
dilakukan untuk mengurangi ketegangan otot sphincter dengan melakukan pembelahan
sedikit pada otot dubur yang tegang.
1. Dilatasi anus
Cara ini menyebabkan terputusnya sphincter interna secara tidak terkontrol & menyebabkan
cedera pada sphincter yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi berupa inkontinensia.3
2. Lateral Spincterotomy, yaitu pembelahan sphinter dubur yang dilakukan dari samping.4
Proses penyembuhan setelah dilakukannya prosedur Lateral Sphinkterotomi biasanya
memerlukan waktu beberapa minggu, namun rasa sakit pada umumnya akan hilang dalam
beberapa hari. Tingkat keberhasilan operasi ini adalah 90 %.
Pencegahan
40

Tingkatkan konsumsi makanan berserat
Tingkatkan asupan cairan ke dalam tubuh minimal 8 gelas sehari (2 gelas saat bangun
pagi, 4 gelas sepanjang hari, 2 gelas saat akan tidur). Konsumsi makanan yang kaya akan
serat harus diimbangi dengan minum cairan dalam jumlah banyak. Peningkatan asupan
cairan ke dalam tubuh tanpa diikuti oleh peningkatan asupan serat tidak akan memberikan
pengaruh yang bermakna mencegah dan mengatasi konstipasi yang dapat memicu
kekambuhan fisura ani.
Menghindari kebiasaan menunda buang air besar
Prognosis
Prognosis dubia at bonam. Prognosis umumnya baik jika dapat terdiagnosis dengan baik dan
penanganan secara cepat dan tepat.
Inflammatory Bowel Diseasse (IBD)
Epidemiologi
Inflammatory bowel disease merupakan penyakit dengan kekerapan tinggi di Negara-negara
Eropah dan Amerika. Penyakit IBD cenderung mempunyai puncak usia yang terkena pada usia
muda (umur 25-30 tahun) dan tidak terdapat perbedaan bermakna antara laki-laki dan
perempuan. Selain adanya perbedaan geografis, tampaknya orang kulit putih legih banyak
terkena dibandingkaan kulit hitam (untuk populasi penduduk di Negara Barat). IBD cenderung
terjadi pada kelompok sosial ekonomi tinggi, bukan perokok, pemakaian kontrasepsi oral dan
diet serat rendah.
Etiopatogenesis
Sampai saat ini masih belum diketahui etiologi IBD yang pasti maupun penjelasannya
yang memadai mengenai pada distribusinya. Secara konsep dasar dapat diilustrasikan seperti di
bawah:
41

Tidak dapat disangkal bahwa factor genetic memainkan peranan penting dengan adanya
kekerapan yang tinggi pada anak kembar dan adanya keterlibatan familial.Teori adanya
peningkatan permeabilitas epitel usus, terdapatnya anti neutrophil sitoplasmivc autoantibodi,
peran nitric oksida, dan riwayat infeksi (terutama mikobacterium paratuberkulosis) banyak
dikemukakan.Namun, masih tidak dapat diketahui apakah sebab yang mencetuskan keadaan
tersebut.Defek imunologisnya kompleks, antara interaksi antigen eksogen, kemudahan masuk
antigen (termasuk permeabilitas usus) dan kemungkinan disregulasi mekanisme imun pasien.
Secara umum diperkirakan bahwa proses pathogenesis IBD diawali oleh adanya infeksi, toksin,
produk bakteri atau diet intralumen kolon yang terjadi pada individu yang rentan dan
dipengaruhi oleh factor genetic , defek imun, lingkungan, sehingga terjadi kaskade proses
inflamasi pada dinding usus.
Manifestasi Klinis
Diare kronik yang disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan manifestasi klinik IBD
yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti atritis, uveitis, pioderma
gangrenosum, eritema nodosum dan kolangitis.Di samping itu tentunya disertai dengan
gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai dampak keadaan patalogis yang ada seperti
gangguan nutrisi.Gambaran klinis Kolitis Ulseratif relative lebih seragam dibandingkan
gambaran klinis pada penyakit Crohn.Hal ini disebabkan distribusi anatomic saluran cerna yang
terlibat pada KU adalah kolon, sedangkan pada PC lebih bervariasi yaitu dapat melibatkan atau
terjadi pada semua segmen saluran cerna, mulai dari mulut sampai anorektal.
Gambaran Klinik IBD
Kolitis Ulseratif (KU) Penyakit Crohn (PC)
Diare kronik ++ ++
Hematokezia ++ +
Nyeri perut + ++
Massa abdomen 0 ++
Fistulasi +/- ++
Stenosis/striktur + ++
Ketelibatan usus halus +/- ++
42

Ketelibatan rectum 95% 50%
Ekstra intestinal + +
Megatoksik kolon + +/-
Keterangan: ++ sering, + kadang, +/- jarang, 0 tidak ada
Gambaran Patologi IBD
Kolitis Ulseratif (KU) Penyakit Crohn (PC)
Lesi bersifat segmental 0 ++
Bersifat transmural +/- ++
Granuloma 0 50%
Fibrosis + ++
Fistulasi +/- ++
Keterangan: ++ sering, + kadang, +/- jarang, 0 tidak ada
Perjalanan penyakit IBD ditandai dengan fase aktif dan remisi.Fase remisi dapat
disebabkan oleh pengobatan tetapi tidak jarang dapat terjadi spontan.Dengan sifat perjalanan
klinik IBD yang kronik-ekserbasi-remisi, diusahakan suatu kriteria klinik sebagai gambaran
aktivitas penyakit untuk keperluan pedoman keberhasilan pengobatan maupun menetapkan fase
remisi.Secara umum Disease Activity Index (DAI) yang didasarkan pada frekuensi diare, ada
tidaknya perdarahan peer-anum, penilaian kondisi mukosa kolon pada pemeriksaa endoskopi,
dan penilaian keadaan umum dapat dpakai untuk maksud tersebut.
Derajat klinik KU dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan berdasarkan frekuensi
diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap darah
(klasifikasi Truelove). Perjalanan penyakit KU dapat dimulai dengan serangan pertama yang
berat ataupun yang dimulai ringan bertambah berat secara gradual setiap minggu.Berat ringannya
serangan pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat.Lesi mukosa bersifat difus dan
terutama hanya melibatkan lapisan mukosa.
Pada PC selain gejala umum di atas, adanya fistula merupakan hal yang karakteristik
(termasuk perianal).Nyeri perut relative lebih mencolok.Hal inin disebabkan oleh sifat lesi yang
transmural sehingga dapat menimbulkan fistula dan obstruksi serta berdampak pada timbulnya
bacterial overgrowth.Secara endoskopi penilaian aktivitas penyakit KU relative mudah dengan
menilai gradasi ringan beratnya lesi mukosa dan luasya bagian usus yang terlibat. Tetapi pada
43

PC hal tersebut lebih sulit, terutama bila ada keterlibatan usus halus (yang tidak terjangkau oleh
teknik pemeriksaan kolonoskopik) sehingga dipakai kriteria yang lebih spesifik (Crohn’s Disease
Activity Index) yang didasari oleh adanya demam, data laboratorium, manifestasi ekstra
intestinal, frekuensi diare, nyeri abdomen, fistulasi, penurunan berat badan, terabanya massa
intraabdomen dan rasa sehat pasien.
Gambaran Laboratorium
Adanya abnormalitas parameter laboratorium dalam hal kadar haemoglobin, lekosit, LED,
trombosit. C-reactive protein, kadar besi serum dapat terjadi pada kasus IBD, tetapi gambaran
demikian juga ada pada kasus infeksi. Tidak ada parameter laboratorium yang spesifik untuk
IBD. Sebagian besar hanya merupakan parameter proses inflamasi secara umum atau dampak
sistemik akibat proses inflamasi gastrointestinal yang mempengaruhi proses digesti/absorpsi.
Juga tidak terdapat perbedaan yang spesifik antara gambaran laboratorium PC dan
KU.Data laboratorium lebih banyak berperan untuk menilai derajat aktivitas penyakit dan
dampaknya pada status nutrisi pasien. Penurunan kadar Hb, Ht dan besi serum dapat
menggambarkan derajat kehilangan darah lewat saluran cerna. Tingginya laju endap darah dan C
reactive protein yang positif menggambarkan aktivitas inflamasi, serta rendahnya kadar albumin
mencerminkan status nutrisi yang rendah.
Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi mempunyai peran yang penting dalam diagnosis dan penatalaksanaan
kasus IBD. Akurasi diagnostic kolonoskopi pada IBD adalah 89% dengan 4% kesalahan dan 7%
hasil meragukan. Adapun gambaran KU dan PC yang karakteristik dapat dilihat pada Tabel .
KU PC
Lesi inflamasi (hyperemia, ulserasi) +++ +
Adanya skip area ( mukosa normal antara
lesi)
0 +++
Keterlibatan rectum +++ +
44

Lesi mudah berdarah +++ +
Cobblestone appearance/pseudopolip + +++
Sifat Ulkus
Terdapat pada mukosa yang inflamasi +++ +
Keterlibatan ileum 0 ++++
Lesi ulkus bersifat diskrit + +++
Bentuk ulkus
Diameter > 1cm + +++
Dalam + +++
Bentuk linier (longitudinal) + +++
Apthoid 0 ++++
Keterangan : 0 = tidak ada -> ++++ sangat diagnostic (karakteristik)
Pada dasarnya KU merupakan penyakit yang melibatkan mukosa kolon secara difus dan
kontinu, dimulai dari rectum dan menyebar/progresif ke proksimal. Data dari beberapa Rumah
Sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi KU adalah 80% pada rectum dan rektosigmoid,
12% kolon sebelah kiri (left side colitis) dan 8% melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis).
Endoskopi pada penyakit Crohn.
Sedangkan PC bersifat transmural, segmental dan dapat terjadi pada saluran cerna bagian atas,
usus halus atau kolon. Dari data yang ada, dilaporkan 11% kasus PC terbatas pada ilio-caecal,
33% ilio-colon dan 56% hanya pada kolon. Darah ilio-caecal merupakan tempat predileksi untuk
beberapa penyakit yaitu TBC, PC dan amoebiasis.1
45

Penyakit Crohn dengan fistula.
Radiologi
Teknik pemeriksaan radiologi kontras ganda merupakan pemeriksaan diagnostic pada IBD yang
saling melengkapi dengan endoskopi. Barium kontras ganda dapat memperlihatkan lesi striktur,
fistulasi, mukosa yang irregular, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan distensibilitas
lumen kolon berupa penebalan dinding usus dan hilangnya haustrae.interprestasi radiologic tidak
berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Pemerikasaan radiologi merupakan kontraindikasi pada
KU berat karena dapat mencetuskan megakolon toksik.Foto polos abdomen secara sederhana
dapat mendeteksi adanya dilatasi toksik yaitu tampak lumen usus yang melebar tanpa material
feses di dalamnya.Untuk menilai adanya keterlibatan usus halus dapat dipakai metode
enteroclysis yaitu pemasangan kanul naso-gastrik sampai melewati ligamentum Treitz sehingga
barium dapat dialirkan secara kontinu tanpa terganggu oleh kontraksi pylorus.Peran CT scan dan
ultrasonografi lebih banyak ditujukan kepada PC dalam mendeteksi adanya abses ataupun fistula.
Hasil radiologi pada pasien dengan penyakit Crohn.
46

Alur Diagnosis
Secara praktis diagnosis IBD didasarkan kepada:
1. Anamnesis yang akurat mengenai adanya perjalanan penyakit yang akut disertai eksaserbasi
kronik-remisi diare, kadang berdarah, nyeri perut serta ada riwayat keluarga.
2. Gambaran klinis yang sesuai.
3. Data laboratorium yang menyingkirkan penyebab inflamasi lain. Eksklusi penyakit
Tuberkulosis sangat penting mengingat gambaran klinisnya yang mirip PC. Tidak ada
parameter yang spesifik untuk IBD.
4. Temuan endoskopik yang karakteristik dan didukung konfirmasi hostopatologik.
5. Temuan gambaran radiologi yang khas.
6. Pemantauan perjalanan klinis pasien yang bersifat akut-remisi-kronik-eksaserbasi.
Pengobatan
Mengingat bahwa etiologi dan pathogenesis IBD belum jelas, maka pengobatannya lebih
ditekankan pada penghambatan kaskade proses inflamasi (kalau tidak dapat dihilangkan sama
sekali)
47
ANAMNESIS : anamnestic terdapat riwayat perjalan penyakit yang episodikal
PEMERIKSAAN FISIK : keadaan umum, status nutrisi, nyeri tekan abdomen, gejala/tanda ekstraintestinal, fistulasi.
LABORATORIUM : DPL, LED, CRP, feses, dll
ENDOSKOPI, RADIOLOGI : sesuai gambaran IBD
PEMANTAUAN PERJALANAN KLINIK

Pengobatan Umum
Dengan dugaan adanya faktor/agen proinflamasi dalam bentuk bakteri intralumen usus dan
komponen diet sehari-hari yang dapat mencetuskan proses inflamasi kronik pada kelompok
orang yang rentan, maka diusahakan untuk mengeliminasi hal tersebut dengan cara pemberiaan
antibiotik, lavase usus, mengikat prosuksi bakteri, mengistirahatkan kerja usus dan perubahan
pola diet. 1
Metronidazole cukup banyak diteliti dan cukup bermanfaat pada PC dalam menurunkan
derajat aktivitas penyakitnya pada keadaan aktif.Sedangkan pada KU jarang digunakan antibiotik
sebagai terapi terhadap agen proinflamasinya.Disamping beberapa konstituen diet yang harus
dihindari karena dapat mencetuskan serangan seperti (wheat, cereal, yeast dan produk
peternakan), terdapat pula konstituen yang bersifat anti-oksidan yang dalam penelitian
dilaporkan bermanfaat pada kasus IBD yaitu glutamin dan asam lemak rantai pendek.
Mengingat penyakit ini bersifat eksaserbasi kronik, maka edukasi pada pasien dan
keluarganya sangat diperlukan.1
Medika
1. Obat Golongan Kortikosteroid
Sampai saat ini obat golongan glukokortikoid merupakan obat pilihan untuk PC (untuk
semua derajat) dan KU (derajat sedang dan berat).Pada umumnya pilihan jatuh pada
Prednison, Metilprednison (bentuk preparat per-oral) atau steroid enema.Pada keadaan
berat diberikan kortikosteroid parenteral. Untuk memperoleh tujuan konsentrasi steroid
yang tinggi pada dinding usus dengan efek sistemik
2. Obat Golongan Asam Amino Salisilat
3. Obat Golongan Imunosupresif
Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit ini, dapat terjadi komplikasi:
1. Perforasi usus yang terlibat.
2. Terjadi stenosis usus akibat proses fibrosis.
3. Megakolon toksik (terutama pada KU).
48

4. Perdarahan
5. Degenerasi maligna. Diperkirakan resiko terjadinya kanker pada IBD kurang lebih 13%.1
Prognosis
Pada dasarnya, penyakit IBD merupakan penyakit yang bersifat remisi dan eksaserbasi.Cukup
banyak dilaporkan adanya remisi yang bersifat spontan dan dalam jangka waktu yang
lama.Prognosis dipengaruhi oleh ada tidaknya komplikasi atau tingkat respons terhadap
pengobatan konservatif.
Shigellosis
Pemeriksaan Penunjang
a. Spesimen
Feses segar, lendir, dan usapan rektum dapat digunakan untuk biakan. Ditemukan banyak
leukosit pada feses dan kadang-kadang juga ditemukan beberapa sel darah merah pada
pemeriksaan mikroskopik. Spesimen serum, apabila dibutuhkan harus diambil dengan
jarak 10 hari untuk melihat kenaikan titer antibodi aglutinasi
b. Biakan
Bahan digoreskan pada medium diferensial (misalnya agar MacConkey atau EMB) dan
pada perbenihan selektif (agar enterik Hektoen atau agar Salmonella-Shigella)yang
menekan Enterobacteriaceae lain dan organisme gram positif. Koloni yang tidak
berwarna (laktosa-negatif) diinokulasikan pada agar triple gula besi. Organisme tidak
menghasilkan H2S yang menghasilkan asam tetapi tidak menghasilkan gas pada pangkal
dan bagian miring yang basa di medium agar triple gula besi dan tidak motil sebaiknya
dilakukan pemeriksaan aglutinasi slide dengan antiserum spesifik Shigella.
c. Serologi
Orang normal sering memiliki aglutinin terhadap beberapa spesies Shigella. Namun
serangkaian penentuan titer antibodi dapat menunjukkan peningkatan antibodi yang
spesifik. Serologi tidak digunakan untuk mendiagnosa infeksi Shigella.
49

Etiologi
Shigella adalah kuman patogen usus yang telah lama dikenal sebagai agen penyebab
penyakit disentri basiler. Berada dalam tribe Escherichia karena sifat genetik yang saling
berhubungan tetapi dimasukkan dalam tersendiri yaitu genus Shigella karena gejala klinik yang
disebabkannya bersifat khas. Sampai saat ini terdapat empat spesies Shigella yaitu Shigella
dysenteriae, Shigella flexneri, Shigella boydii, dan Shigella sonnei.
1. Morfologi
Kuman berbentuk batang dengan ukuran 0,5-0,7 µm x 2-3 µm. Pada pewarnaan Gram
bersifat gram negatif dan tidak berflagel pada gambar 2.2.1
Gambar 2.2.1. kuman shigella
2. Sifat
Sifat pertumbuhan adalah aerob dan fakultatif anaerob, pH pertumbuhannya yaitu 6,7-7,8.
Suhu pertumbuhan optimum 370C kecuali Shigella sonnei yang dapat tumubuh pada suhu
450C. Sifat biokimia yang khas adalah negatif pada reaksi fermentasi adoniitol, tidak
membentuk gas pada fermentasi glukosa, tidak membentuk H2S kecuali pada Shigella
flexneri. Negatif terhadap uji sitrat, Dnase, lisin, fenilalanin, sukrosa, ureasa, Voges
Proskauer, manitol, laktosa kecuali Shigella sonnei meragi laktosa secara lambat, manitol,
xylosa, dan negatif pada tes motilitas.
Sifat koloni kuman adalah kecil, halus, tidak berwarna bila ditanam pada agar SS, EMB,
ENDO, Mac Conkey
3. Daya tahan
Shigella spesies kurang tahan terhadap agen fisik dan kimia dibandingkan Salmonella.
Tahan dalam 0,5% fenol selama 5 jam dan dalam 1% fenol dalam waktu 30 menit. Tahan
50

dalam es selama 2 bulan. Dalam laut selama 2-5 bulan. Toleran terhadap suhu rendah
dengan kelembaban cukup. Garam empedu konsentrasi tinggi menghambat strain tertentu.
Kuman akan mati pada suhu 55oC.
4. Struktur antigen
Semua Shigella mempunyai antigen O, beberapa strain tertentu memiliki antigen K. Bila
ditanam di agar tampak koloni yang halus licin. Antigen K tidak bermakna dalam
penggolongan tipe serologik.
Shigella dibagi dalam empat serogrup berdasarkan komponen-komponen utama antigen O
yaitu:
a. Grup A : Shigella dysenteriae
b. Grup B : Shigella flexneri
c. Grup C : Shigella boydii
d. Grup D : Shigella sonnei
Setiap serogrup dibagi lagi dalam serotip berdasarkan komponen minor antigen O. Sampai
saat ini sudah ditemukan 10 serotipe Shigella dysenteriae, 6 serotipe Shigella flexneri, 15
serotipe Shigella boydii, dan 1 serotipe Shigella sonnei.
Perbedaan strain Shigella dapat dilihat pada tabel 2.2.1.
Tabel 2.2.1. Strain Shigella
Shigella
dysentriae
Shigella
flexneri
Shigella
boydii
Shigella
sonnei
Grup antigen O A B C D
Fermentasi
manitol Negatif Positif Positif Positif
Jordan's tertrate Variable Negative Negative Positif
Rabinosa dengan
pengeraman
yang
diperpanjang
Negatif Variabel Negative Variabel
(disesuaikan dengan kepustakaan no.)
51

Epidemiologi
Disentri basiler adalah penyakit endemik di Indonesia. Hal ini disebabkan karena sanitasi
lingkungan yang belum memadai. Penyebaran kuman Shigella adalah dari manusia ke manusia
yang lain di mana carier merupakan reservoir kuman. Dari carier ini, Shigella disebarkan oleh
lalat, juga melalui tangan yang kotor, makanan yang terkontaminasi, tinja serta barang-barang
lain yang terkontaminasi ke orang lain yang sehat. Selain itu juga harus diperhatikan kebersihan
air minum. Untuk hal ini dilakukan pengawasan dan klorinasi sumber air minum.
Patogenesis
Masa inkubasi Shigella adalah 2-4 hari atau bisa lebih lama sampai 1 minggu. Oleh orang yang
sehat diperlukan dosis 1000 kuman Shigella untuk menyebabkan sakit. Kuman masuk dan
berada di usus halus kemudian menuju ke terminal ileum dan kolon. Shigella melekat pada
permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel kemudian berkembang biak di dalam lapisan
mukosa. Berikutnya adalah terjadianya reaksi peradangan yang hebat yang menyebabkan
terlepasnya sel-sel dan timbulnya tukak pada permukaan mukosa usus. Jarang terjadi organisme
yang menembus dinding usus dan menyebar ke bagian tubuh lain. Reaksi peradangan yang hebat
tersebut merupakan faktor penting yang membatasi penyakit ini hanya pada usus. Penyembuhan
spontan dapat terjadi dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita dewasa yang sehat
sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat muda atau tua dan juga pada penderita gizi
buruk, penyakit ini akan berlangsung lama. Pernah ditemukan terjadinya septikemia pada
penderita dengan gizi buruk dan berakhir dengan kematian.
Gejala klinis
Disentri basiler adalah infeksi usus akut yang dapat sembuh sendiri yang disebabkan oleh
Shigella. Shigellosis dapat menyebabkan tiga bentuk diare yaitu:
1. Disentri klasik dengan tinja yang konsistensi lembek disertai darah, mukus, dan pus
2. Watery diarrhea
3. Konbinasi keduanya
Disentri yang disertai gejala panas bisa terus menerus kehilangan cairan sehingga
mengalami dehidrasi sampai gagal ginjal terutama pada anak-anak dan manula.
52

Shigellosis dapat menyebabkan pedarahan saluran cerna bagian bawah sehingga terdapat
tinja berdarah . Terdapat nyeri abdomen yang sering, sering terjadi mual dan muntah, sering
terdapat bukti inflamasi pada feses, sering positif pada tinja terdapat heme, dan sering
menimbulkan tenesmus.
Penatalaksanaan Shigella
Pengobatan antibiotika mengurangi beratnya penyakit maupun angka kematian,
walaupun banyak penderita yang tidak merasa perlu untuk pergi ke dokter karena penyakit ini
dapat sembuh spontan.
Antibiotika, ampisilin (4 x 500 mg per hari), tetrasiklin(4 x 500 mg per hari selama 5
hari), dan trimethoprim-sulfametoksasol banyak digunakan dalam pengobatan disentri basiler.
Antibiotik lain yang digunakan yaitu Florokuinolon (siprofloksasin 2 x 500 mg, norfloksasin (2 x
400 mg), dan levofloksasin (1 x 500 mg)) selama 3 hari, TMP-SMX 2 x 160/180 mg selama 1-3
hari. Tetapi dengan banyaknya ditemukan strain kuman yang resisten terhadap bermacam-
macam antibiotika maka sebaiknya dilakukan terlebih dahulu tes kepekaan kuman terhadap
antibiotika sebelum memulai pengobatan.
Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar pasien disentri
dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat, disertai dehidrasi dan pasien
yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi oral harus dilakukan rehidrasi
intravena.
Pencegahan
Pencegahan penyakit disentri basiler kebersihan lingkungan, pencarian, dan pengobatan
carier serta klorinasi air minum memegang peranan penting. Carier tidak boleh bekerja sebagai
food handler.
Komplikasi
Komplikasi sghigellosis yang paling sering adalah dehidrasi dengan resiko gagal ginjal.
Pada mereka yang menderita infeksi Shigella dysenteriae serotipe I, anemia, hemolisis, dan
hemolitik uremik merupakan komplikasi yang lazim. Kejadian ini kadang-kadang dapat
53

disebabkan oleh Shigella flexneri. Sindrom ini diduga akibat shigatoksin karena Escherichia coli
(enterohemoragik Escherichia coli) juga menyebabkan sindrom hemolitik uremik.
Prognosis
Angka mortalitas adalah tinggi (20-50%) bila terjadi sepsis.
Ulkus gaster/gastritis
Lambung sebagai reservoir atau lumbung makanan berfungsi menerima makanan atau
minuman, menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan kedalam duodenum. Lambung
yang selalu berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman, serta obat-obatan akan
mengalami iritasi kronik. Lambung dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mucus/mucus
barier. Tetapi beberapa faktor iritan seperti makanan, minuman, dan obat antiinflamasi non
steroid, alcohol yang dapat menimbulkan defek pada lapisan mucus dan terjadi difusi balik ion
H+, sehingga timbul gastritis akut atau kronik dan tukak gaster. Selain itu ditemukannya kuman
helicobacter pylori merupakan penyebab utama tukak gaster disamping OAINS.
Panjang H. pylori 2 – 3 mikron dan lebarnya 0,5 mikron. Bentuknya seperti spiral
berekor diselubungi lapisan mirip rambut atau flagela.Dalam keadaan tidak aktif, makhluk ini
berubah bentuk menjadi cocoid yang berlindung dalam kapsulnya. Begitu keadaan
memungkinkan baginya untuk aktif, dengan gesitnya ia bergerak. Ia bersarang dan berkembang
biak dalam lapisan mukus perut, dalam suasana asam tinggi.
Bakteri ini memerlukan urea (hasil akhir utama dari metabolisme protein mamalia) serta
hemin (pigmen merah dalam darah) untuk berkembang biak. Ternyata hanya sel-sel jaringan
mukus dalam lambung yang dapat menyimpan nutrisi esensial ini. Tentunya, kalau tidak
dibasmi, akan tumbuh subur dan bisa bertahan hidup sampai puluhan tahun dalam lambung
manusia sambil menggegoroti daerah di sekitar “rumahnya”. Karena lambung tempat hidup
paling nyaman baginya, dia ogah bermigrasi ke organ pencernaan lain seperti usus besar,
esofagus.
54

Penyakit yang diakibatkan oleh bakteri ini tidak bedanya dengan penderita sakit maag
biasa. Yakni mual kembung dan nyeri. Hanya, bedanya berulang kali penyakitnya kambuh.
Hanya, pada kasus terparah, bias menimbulkan gejala mual dan berak darah.
Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat, ukuran > 5mm kedalam
submukosa pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/integritas mukosa lambung.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi dengan barium meal kontras ganda dapat digunakan dalam
menegakkan diagnosis tukak peptik, tetapi akhir-akhir ini berhubung para ahli radiologi sudah
lebih memantapkan diri pada radiologi intervensional dan pakar gastroenterology sudah
mengembangkan diri sedemikian maju dalam bidang diagnostic dan terapi endoskopi, maka
untuk diagnostic tukak peptic lebih dianjurkan pada pemeriksaan endoskopi. Disamping itu,
untuk memastikan diagnose keganasan tukak gaster harus dilaksanakan pemeriksaan
histopatologi, dan biopsy melalui endoskopi.
Kelebihan endoskopi dibandingkan dengan radiologi adalah :
Lesi kecil dengan diameter < dari 0.5 cm dapat dilihat, dilakukan pembuatan foto
dokumentasi adanya tukak.
Lesi yang tertutupi oleh gumpalan darah dengan penyemprotan air dapat terlihat
Radiologi tidak dapat memastikan apakah suatu tukak ganas atau tidak, tidak dapat
menentukan adanya kuman Helicobacter pylori sebagai penyebab tukak.
Sugesti seseorang menderita penyakit tukak perlu dipikirkan bila ditemukan adanya
riwayat tukak dalam keluarga, rasa sakit klasik dengan keluhan yang spesifik, faktor prediposisi
seperti pemakaian OAINS, perokok berat, dan alcohol, adanya penyakit kronik.
55

Gambar dibawah ini merupakan contoh dari pemeriksaan endoskopi.
Gambar Penyebab tukak lambung
Penyebab terjadinya ulkus gaster
56

Epidemiologi
57

Tukak gaster tersebar di seluruh dunia dengan prevalensi berbeda tergantung pada sosial
ekonomi. Dijumpai lebih banyak pada pria meningkat pada usia lanjut dan kelompok sosial
ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam. Insidensi dan kekambuhan saat ini
menurun sejak ditemukannya kuman helicobacter pylori sebagfai penyebab dan dilakukan terapi
eradikasi. Secara klinis, tukak duodeni lebih sering dijumpai daripada tukak gaster. Pada
beberapa Negara seperti jepang, dijumpai lebih banyak tukak gaster daripada tukak duodeni.
Pada autopsy, tukak gaster dan tukak duodeni dijumpai hamper sama banyak, hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor. Autopsi biasanya dilakukan pada usia lanjut, dimana pemakaian obat
OAINS meningkat, sehingga kejadian tukak gasterpun meningkat. Tukak gaster ukurannya lebih
besar dan lebih menonjol, sehingga pada pemeriksaan autopsi lebih sering atau mudah dijumpai
dibandingkan tukak duodeni.1
Patofisiologi
Berawal dari sel parietal yang mengeluarkan asam lambung atau HCl, sedangkan sel
peptic mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah menjadi pepsin, dimana HCl dan pepsin
adalah faktor agresif. (agresif terhadap mukosa lambung). Bahan iritan akan menimbulkan defek
barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. histamine terangsang untuk lebih banyak
mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permebilitas pembuluh kapiler,
kerusakan mukosa lambung, gastritis akut atau kronik dan tukak gaster.1
Membrane plasma sel epitel lambung terdiri dari lapisan-lapisan lipid bersifat pendukung
barier mukosa. Sel parietal dipengaruhi oleh faktor kinetic, yaitu seseorang dapat mempunyai
massa sel parietal yang besar/sekresi lebih banyak.1
Manifestasi klinis
Secara umum, pasien tukak gaster biasanya mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu
sindroma klinik atau kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual, muntah,
kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati, dan cepat merasa kenyang.
Pasien tukak peptic member keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai
rasa muntah. Rasa sakit tukak gaster timbul setelah makan, rasa sakit tukak gaster sebelah kiri.
Walaupun demikian, rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis. Adapun tukak akibat
58

OAINS dan tukak pada usia lanjut atau manula,biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya
diketahui melalui komplikasinya berupa pendarahan dan perforasi.1
Pengobatan
Pengobatan medikamentosa yang digunakan pada penyakit ulkus lambung adalah :
Antasida
Pada saat ini antasida sudah sangat jarang digunakan, antasida sering digunakan untuk
menghilangkan keluhan rasa sakit. Pada masa lalu sebelum kita mengenal antagonis
reseptor H2 yang dapat memblokir pengeluaran asam, antasida adalah satu-satunya
obat untuk tukak peptic. Preparat yang mengandung magnesium dapat menyebabkan
BAB. Tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena dapat menimbulkan hipermagnesia
dan kehilangan fosfat. Dosis yang digunakan adalah 3x1 tablet. Efek samping
berinteraksi dengan obat barbiturate, salisilat, dan kinidin.
Koloid bismuth
Mekanisme kerjanya belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal
bersama protein pada dasar tukak dan melindunginya terhadap pengaruh asam dan
pepsin. Obat ini mempunyai efek penyembuhan hamper sama dengan antagonis
reseptor H2, serta adanya efek bakterisidal terhadap helicobacter pylori sehingga
kemungkinan relaps berkurang. Dosis yang digunakan adalah 2x2 tablet sehari. Efek
samping yang timbul adalah tinja bewarna kehitaman sehingga menimbulkan keraguan
pada pendarahan.
Prostaglandin
Mekanisme kerjanya berupa mengurangi asam lambung, dan menambah sekresi
mucus. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat dibandingkan dengan
ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal tukak gaster bagi orang yang
menggunakan OAINS
ARH2
Contoh obat dari ARH2 adalah simetidin, ranitidine, famotidine, nizatidine.
Strukturnya homolog dengan histamine. Mekanisme kerjanya berupa memblokir efek
histamine pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung.1
59

Sedangkan pengobatan non medikamentosa yaitu :
Istirahat
Secara umum, pasien tukak dianjurkan untuk rawat jalan, bila tidak berhasil atau ternyata
ditemukan komplikasi baru dianjurkan rawat inap di rumah sakit. Penyembuhan akan
lebih cepat dengan rawat inap, walaupun mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh
bertambahnya jam istirahat dapat mengurangi stress karena stress dan kecemasan
memegang peranan dalam peningkatan asam lambung, sebaiknya pasien dapat hidup
dengan tenang dan dapat menerima stress dengan wajar.
Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring. Makanan yang mengandung susu tidak lebih baik
daripada makanan biasa, karena makanan halus dapat merangsang pengeluaran asam
lambung. Cabai dan beberapa makanan yang mengandung asam dapat menimbulkan sakit
pada beberapa pasien walaupun belum diketahui keterkaitannya. Pasien mungkin
mengalami intoleransi beberapa jenis makanan tertentu atau makanan tersebut
mempengaruhi motalitas gaster.
Obat-obatan
OAINS sebaiknya dihindari. Pemberian secara parenteral tidak terbukti lebih aman. Bila
di perlukan, makan obat OAINS dapat dikurangi dosisnya atau di kombinasikan denga
ARH2. Pemakaian aspirin dosis kecil untuk penyakit kardiovaskular belum menjamin
terjadi kerusakan mukosa lambung.1
Komplikasi
Komplikasi ulkus lambung dapat berupa :
Pendarahan
Insiden meningkat antara 15-25% pada usia lanjut akibat adanya penyakit degenerative
dan meningkatnya pemakaian OAINS. Sebagian besar pendarahan berhenti spontan,
sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi, tetapi jika gagal dapat dilanjutkan
dengan tindakan operasi.
Perforasiinsidensi 6-7% hanya 2-3% yang mengalami perforasi terbuka ke peritoneum,
10% tanpa keluhan dan 10% disertai pendarahan tukakdengan motilitas yang meningkat.
60

Insiden perforasi meningkat pada usia lanjut karena arteroskeloris dan meningkatnya
penggunaan OAINS. Penetrasi adalah suatu bentuk perforasi yang tidak terbuka atau
tanpa adanya pengeluaran isi lambung karena tertutup oleh omentum atau organ perut di
sekitar.1
Cacing Tambang (Ancylostoma)
Pemeriksaan
Ada beberapa metoda pemeriksaan tinja yang sudah dikenal. Pemeriksaan tinja metoda
langsung merupakan metoda yang paling murah, sederhana dan cepat. Metoda ini biasa
dilakukan untuk diagnosis rutin di laboratorium klinik. Namun kelemahannya, metoda langsung
kurang sensitif mendeteksi keberadaan telur cacing sebab volume tinja yang diperiksa lebih
sedikit sehingga terhadap tinja yang mengandung sedikit telur cacing bisa memberi hasil negatif.
Metoda konsentrasi, baik sedimentasi maupun pengapungan lebih sensitif dibanding
pemeriksaan langsung sebab volume tinja yang diperiksa bisa lebih banyak. Dengan demikian,
hasil negatif dengan pemeriksaan langsung bisa menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan
metoda konsentrasi.4 Metoda pengapungan lebih baik daripada sedimentasi terhadap telur cacing
serta sediaan yang dihasilkanpun menjadi lebih bersih, namun beberapa telur cacing yang
beroperkulum, telur Schistosoma sp. dan telur Ascaris lumbricoides yang tidak dibuahi tidak
dapat dikonsentrasikan dengan baik abila harus dipilih salah satu dari kedua metoda sedimentasi
dan pengapungan untuk digunakan secara rutin, maka dianjurkan agar metoda sedimentasi yang
digunakan, dengan alasan meskipun pada sediaan metoda sedimentasi terdapat partikel-partikel
tinja, namun semua protozoa, telur dan larva yang ada akan terdeteksi dan metoda ini juga
merupakan metoda yang lebih kecil kemungkinannya menjadi subjek kesalahan teknik.7
Etiologi
Ada beberapa species cacing tambang yang penting, diantaranya:
61

- Necator americanus : manusia
- Ancylostoma duodenale : manusia
- Ancylostoma braziliense : anjing dan kucing
- Ancylostoma ceylanicum : anjing dan kucing
- Ancylostoma caninum : anjing dan kucing
1. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
Hospes parasit ini adalah manusia; cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan
ankilostomiasis.
Daur hidup cacing tambang
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam 1-1,5 hari, keluarlah larva
rabditiform. Dalm waktu kira-kira 3 hari larva ini akan bertumbuh menjadi larva
filariform yang dapat menembus kulit dan hidup selama 7-8 minggu di tanah.
Daur hidupnya adalah:
Telur → larva rabditiform → larva filariform → menembus kulit → kapiler darah →
jantung kanan → paru → bronkus → trakea → laring → usus halus.
Morfologi dan daur hidupnya adalah cacaing dewasa hidup di rongga usus halus,
dengan mulut yang melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator
americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma
duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm
sedangkan cacing jantan 0,8 cm. Bentuk badan Necator americanus biasanya menyerupai
huruf S sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C.
2. Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum
Hospes dan nama penyakitnya adalah: Ancylostomiasis
- Hospes definitive : anjing dan kucing; cacing ini dapat menyebabkan creeping eruption
pada manusia.
Ancylostoma braziliense memiliki 2 pasang gigi yang tidak sama besarnya. Cacing
jantan panjangnya antara 4,7-6,3 mm sedangkan betina memiliki panjang 6,1-8,4 mm.
Ancylostoma caninum memiliki 3 pasang gigi; cacing jantan panjangnya kira-kira 10 mm
dan cacing betina sekitar 14 mm.7
62

Epidemiologi
1. Epidemiologi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
Insidens tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan
dan perkebunan. Seringkali golongan pekerja perkebunan yang langsung berhubungan
dengan tanah, mendapat infeksi lebih dari 70%.
Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun sangan rentan
terhadap penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah
gembur (pasir, humus) dengan suhu 280-320C untuk Necator americanus dan 230-250C
untuk Ancylostoma duodenale.
2. Epidemiologi Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum
Kedua parasit ini dapat ditemukan di daerah tropic dan subtropik termasuk Indonesia.
Pemeriksaan di Jakarta ditemukan 72% Ancylostoma braziliense pada kucing sedangkan
pada sejumlah anjing terdapat 18% karena Ancylostoma braziliense dan 68%
Ancylostoma caninum.7
Patofisiologi
1. Patofisiologi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
Patologi dan gejala klinisnya adalah:
- Stadium larva : bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya gejala ringan.
- Stadium dewasa : gejala tersebut bergantung padaspesies dan jumlah cacing serta
keadaan gizi penderita. Tiap cacing Necator americanus dapat menyebabkan kehilangan
darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale sekitar 0,8-0,34
cc. Biasanya terjadi adenmia hipokrom mikrositer serta terjadinya eosinofilia.
2. Patofisiologi Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum
Patologi dan gejala klinisnya adalah:
63

- Pada manusia, larva tidak menjadi dewasa dan menyebabkan kelainan kulit yang disebut
creeping eruption, creeping disease atau cutaneous larva migrans.
Creeping eruption adalah suatu dermatitis dengan gambaran khas berupa kelainan
intrakutan serpiginosa, yang antara lain disebabkan Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum. Larva filariform menembus kulit dan terjadi papul keras, merah,
dan gatal. Dalam beberapa hari terbentuk terowongan intrakutan sempit, yang tampak
sebagai garis merah, sedikit menimbul, gatal sekali, dan bertambah panjang menurut
gerakan larva di dalam kulit. Sepanjang garis yang berkelok-kelok, terdapat vesikel kecil
yang dapat mengakibatkan infeksi sekunder karena kulit di garuk.
Manifestasi klinik
Gejala yang ditimbulkan adalah:
1. Kehilangan pada usus halus secara kronik, yang bergantung pada jumlah cacing yang
melekat pada mukosa usus serta spesies yang mendominasi.
2. Rasa gatal pada tempat yang dimsuki oleh larva cacing.
3. Batuk dan gangguan pernapasan akibat larva yang berpindah ke paru-paru (saluran napas).
4. Anemia dan kekurangan zat besi akibat perdarahan di usus.
5. Nyeri perut bagian atas.7
Penatalaksanaan
- Mebendazole. Zat ini mampu membunuh beberapa jenis cacing secara perlahan dengan
menghambat sintesis mikrotubulus dan menghalangi kemampuan cacing untuk
memanfaatkan glukosa. Selain itu ia juga bekerja dengan menghancurkan sitoplasma
yang teradapat dalam sel usus sehingga cacing tak mendapatkan makanan maka akan
mati. Penggunaan obat cacing berkomposisi mebendazole efektif untuk mengatasi cacing
cambuk, cacing gelang, cacing tambang dan cacing kremi. Nilai lebih dari zat ini adalah
ia tidak mudah diserap oleh tubuh dan hanya menyerang cacing saja sehingga tidak
mempengaruhi konisi tubuh penderita.
- Pirantel pamoat. Komposisi obat ini bekerja dengan cara menghambat neuromuskuler
yang membuat cacing menjadi tak berdaya secara tiba-tiba sehingga cacing tak mampu
lagi menempel pada dinding usus, akibatnya cacing akan otomatis keluar bersama feses
64

atau muntah. Obat cacing yang mengandung zat ini berguna untuk mengatasi jenis cacing
tambang, cacing kremi dan cacing gelang.
- Piperazine. Piperazine adalah senyawa organik yang mengandung atom nitrogen dan
bersifat larut dalam air. Zat ini bekerja dalam usus dengan melumpuhkan cacing sehingga
cacing keluar bersama kotoran. Obat cacing ini bermanfaat mengatasi cacing gelang dan
cacing kremi.
- Albendazole. Senyawa ini bekerja dengan melakukan degenartif sel usus cacing sehingga
cacing tak mampu menyerap glukosa dari manusia dan membuat cacing menguras habis
toko glikogen mereka sebagai pengganti energi. Hal ini membuat cacing lemah dan
kemudian mati. Obat ini untuk mengatasi cacing pipih, cacing cambuk dan cacing kremi.7
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan pribadi serta
lingkungan, seperti air, tanah, dan makanan. Hindari kontak langsung dengan feses binatang
serta tanah yang tercemar dan perlunya menggunakan sarung tangan juga alas kaki apabila
hendak berkebun agar terhindar dari telur cacing yang dapat menginfeksi manusia atau hewan
melalui stadium larva. Selain itu, juga perlu dilakukan mencuci tangan sebelum makan, mencuci
makanan sebelum dimasak, makanan dan minuman dimasak hingga matang, tidak membuang air
besar sembarangan.7
Komplikasi
Kompilkasi yang didapat adalah:
- Infeksi ringan : adanya kehilangan darah pada pasien tetapi tanpa gejala dan masih dapat
diatasi dengan kondisi fisik penderita yang baik.
- Infeksi sedang : adanya kehilangan darah yang tiodak dapat dikompensasi oleh tubuh
terutama oleh penderita yang kurang gizi sehingga berakibat anemia, fisik dan mental yang
menurun, serta lemah.
- Infeksi berat : menyebabkan keadaan fisik yang buruk hingga mengganggu kesehatan
jantung.7
Prognosis
65

Apabila penderita dapat memeriksakan diri dan mendapat pengobatan secara cepat dan
tepat, maka pasien akan mendapatkan kondisi yang lebih baik. Namun, apabila tidak
ditanggulangi dengan segera maka akan menghasilkan prognosis yang buruk.
Infeksi Yersinia
Yersinia adalah bakteri batang gram negatif pendek, tidak mempunyai spora, dan memiliki sifat
katalase positif, oksidase negatif, mikroaerofilik, dan fakultatif anaerob. Bakteri ini habitat
alaminya adalah hewan, tetapi bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Yang akan dibahas adalah infeksi oleh spesies Yersinia enterocolitica yang biasa menyebabkan
infeksi pada saluran cerna.
A. Yersinia enterocolitica
Bakteri ini termasuk family Enterobacteriaceae. Bakteri ini adalah bakteri batang gram
negative yang tidak meragi laktosa, yang bersifat urease positif dan oksidase negative.
Bakteri ini dapat tumbuh dan bergerak pada suhu 25o C, dan tidak pada suhu 37o C.
Yersinia enterocolitica memiliki 50 serotip, tetapi kebanyakan yang biasa menginfeksi
manusia adalah serotip O3, O8, dan O9. Bakteri ini dapat menghasilkan suatu
enterotoksin tahan panas, yang perannya dalam menyebabkan diare masih kurang jelas.8
Jadi karakteristik dari bakteri ini, antara lain:
o Batang gram negative
o Zoonosis
o Serotip O3, O8, O9 yang dapat menginfeksi manusia
Pemeriksaan
a. Bahan : bahan dapat digunakan tinja, darah, atau bahan yang diperoleh dari eksplorasi
bedah.
b. Sediaan apus : sediaan apus yang diwarnai tidak banyak membantu.
c. Biakan : jumlah yersinia dalam tinja mungkin sedikit dan dapat ditingkatkan dengan
“perkayaan dingin” : sejumlah kecil feses atau usapan rectum ditempatkan pada buffer
garam fisiologis, pH 7,6, dan disimpan pada suhu 4o C selama 2 – 4 minggu. Kebanyakan
66

organism dalam feses tidak dapat hidup, tetapi Yersinia enterocolitica akan berkembang
biak. Biakan lanjutan pada selang waktu tertentu pada agar Mc Conkey dapat menhasilkan
Yersinia.8
d. Serologi : pada pasangan serum yang diambilterpisah 2 minggu atau lebih, dapat terlihat
kenaikan antibody aglutinasi, tetapi reaksi silang antara Yersinia dan bakteri lain seperti
Vibrio, Salmonella dapat mengacaukan hasil yang diperoleh.
Epidemiologi
Yersinia enterocolitica telah dibuktikan lewat isolasi dari hewan – hewan pengerat dan
hewan piaraan seperti sapi, babi, anjing dan lain – lain, dan juga dari perairan yang
terkontaminasi dari bakteri ini.8
Penularan pada manusia mungkin terjadi lewat makanan, minuman, atau barang – barang
yang terkontaminasi.1 Yersinia dapat tumbuh pada suhu dingin.
Patofisiologi
Untuk bisa terinfeksi Yersinia enterocolitica diperlukan inokulum bakteri ini kurang lebih
sebanyak 108 - 109 yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Selama masa inkubasi yang
lamanya 5 – 10 hari, bakteri ini berkembang dalam mukosa usus, terutama di ileum, sehingga
mengakibatkan radang dan ulserasi, dan leukosit bisa muncul dalam feses. Proses ini dapat
menjalar ke kelenjar getah bening mesentrik tetapi jarang menyebabkan bakterimia.8
Gambaran klinis
Gejala – gejala yang sering timbul biasanya demam, nyeri perut, dan diare. Diare bisa
diakibatkan oleh enterotoksin dari Yersinia enterocolitica, dan bisa juga oleh invasi dari bakteri
ini ke mukosa usus. Diare yang timbul biasanya terdapat feses yang encer dan bisa sampai
berdarah. Kadang – kadang terdapat nyeri perut yang hebat pada kuadran kanan bawah, sehingga
mirip apendisitis.8
Setelah 1 – 2 minggu dari permulaan sakit, beberapa pasien mengalami atralgia, arthritis,
dan eritema nodosum, menunjukkan adanya reaksi imunologik terhadap infeksi.8
Pengobatan
67

Sebagian besar infeksi Yersinia enterocolitica dengan diare dapat sembuh sendiri, dan
pada keadaan berat dapat digunakan Gentamisin intravena atau kloramfenikol oral.
Sepsis akibat Yersinia telah terbukti memiliki angka kematian lebih dari 50% meskipun
diberi terapi, tetapi ini biasanya terjadi pada pasien dengan imun yang terganggu.
Dalam kasus dimana manifestasi klinis jelas mengarah pada radang usus buntu atau
adenitis mesenteric, eksplorasi bedah harus dilakukan kecuali kalau beberapa kasus yang
ditemukan secara serentak menunjukkan bahwa infeksi Yersinia penyebabnya.8
Pencegahan
Kontak dengan hewan pertanian dan hewan pertanian, fesesnya, atau bahan yang
terkontaminasi olehnya mungkin merupakan penyebab kebanyakan infeksi pada manusia.
Daging dan hasil – hasil susu kadang – kadang merupakan sumber infeksi, dan penjangkitan
pada kelompok – kelompok masyarakat dapat disebabkan oleh makanan atau minuman yang
tercemar.8
Tindakan pencegahan dengan sanitasi konvensional mungkin berguna. Tidak ada upaya
pencegahan khusus.
Amebiasis
Amebiasis sebagai penyakit disentri yang dapat menyebabkan kematian dikenal sejak 460 tahun
sebelum Masehi oleh Hippocrates. Parasitnya yaitu Entamoeba histolytica pertama kali
ditemukan oleh Losch (tahun 1875) dari tinja disentri seorang penderita di Leningrad, Rusia.
Pada autopsi, Losch menemukan E. histolytica stadium trofozoit dalam ulkus usus besar tetapi ia
tidak mengetahui hubungan kausal antara parasit dengan kelainan ulkus tersebut. Pada tahun 189
Quinche dan Roos menemukan E. histolytica stadium kista, sedangkan Schaudin (1903)
memberi nama spesies Entamoeba histolytica dan membedakannya dengan amoeba yang juga
hidup dalam usus besar yaitu Entamoeba coli. Sepuluh tahun kemudian, Walker dan Sellards di
Filipina membuktikan bahwa eksperimen pada sukarelawan, bahwa E. histolytica merupakan
penyebab kolitis amebik dan E. coli merupakan parasit komensal dalam usus besar.7
Pada tahun 1979, Brumpt mengatakan bahwa walaupun E. histolytica dab E. dispar tidak
dapat dibedakan secara morfologi, hanya E. histolytica yang bersifat sebagai patogen. Kedua
68

spesies ini berbeda dalam hal isoenzim, sifat antigen dan genetiknya. Sejak tahun 1993 kedua
spesies tersebut secara resmi dibedakan sebagai pathogen (E. histolytica) dan apatogen (E.
dispar). Untuk membuktikan E. histolytica sebagai penyebab diare sekarang digunakan teknik
diagnosis dengan mendeteksi antigen atau DNA/RNA parasitnya.
Pemeriksaan
Diagnosis yang akurat merupakan hal yang sangat penting karena 90% penderita asimtomatik E.
histolytica dapat menjadi sumber infeksi bagi sekitarnya.
1. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik tidak dapat membedakan E. histolytica dengan E. dispar. Selain
itu pemeriksaan berdasarkan satu kali pemeriksaan tinja sangat tidak sensitif. Sehingga
pemeriksaa mikroskopik sebaiknya dilakukan paling sedikit 3 kali dalam waktu 1 minggu
baik untuk kasus akut maupun kronik. Adanya sel darah merah dalam sitoplasma E.
histolytica stadium trofozoit merupakan indikasi terjadinya invasif amebiasis yang hanya
disebabkan oleh E. histolytica. Selain itu, motilitas stadium trofozoit akan menghilang dalam
waktu 20-30 menit. Karena itu bila tidak segera diperiksa, tinjanya disimpan dalam
pengawet (polyvinil alcohol) pva atau pada suhu 4ᵒC. Hal yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan mikroskopik adalah keterlambatan waktu pemeriksaan, jumlah tinja yang tidak
mencukupi, wadah tinja yang terkontaminasi urin atau air, penggunaan antibiotik (tetrasiklin,
sulfonamid), laksatif, antasid, preparat anti-diare (kaolin, bismuth) frekuensi pemeriksaan
dan tinja tidak diberi pengawet.7
Stadium kista pada E. histolytica.
69

Stadium trofozoit pada E. histolytica.
2. Pemeriksaan serologi untuk memeriksa antibodi
Sebagian besar orang yang tinggal di daerah endemis E. histolytica akan terpapar parasit
beberapa kali. Kelompok tersebut sebagian besar akan asimtomatik dan pemeriksaan antibodi
sulit membedakan antara current atau previous infections. Pemeriksaan antibodi akan sangat
membantu menegakkan diagnosis pada kelompok yang tidak tinggal di daerah endemis.
Sebanyan 75-80% penderita dengan gejala yang disebabkan E. histolytica memperlihatkan
hasil yang positif pada uji serologi antibodi terhadap E. histolytica. Hal ini dapat dilakukan
dengan bermacam uji serologi seperti IHA, lateks agglutinasi,
counterimmunoelectrophoresis, gel diffusion test, uji komplemen dan ELISA. Biasanya yang
merupakan uji standar adalah IHA, manakal ELISA merupakan alternatif karena lebih cepat,
sederhana dan lebih sensitif. Antibodi IgG terhadap antigen lektin dapat dideteksi dalam
seminggu setelah timbul gejala klinis baik pada penderita kolitis maupun abses hati ameba.
Bila hasilnya meragukan, uji serologi tersebut dapat diulang. Walaupun demikian, hasil
pemeriksaan tidak dapat membedakan current atau previos infections. IgM anti-lektin
terutama dapat dideteksi pada minggu pertama sampai minggu ketiga pada seorang penderita
kolitis ameba. Titer antibodi tidak berhubungan dengan beratnya penyakit dan respons.
Terhadap pengobatan, sehingga walaupun pengobatan yang diberikan berhasil, titer antibodi
tetap tidak berubah. 7
3. Deteksi antigen
Antigen ameba yaitu Gal/Gal/Nac lectin dapat dideteksi dalam tinja, serum, cairan abses dan
air liur penderita. Hal ini dapat dilakukan terutama menggunakan teknik ELISA sedangkan
dengan teknik CIEP ternyata sensitivitasnya lebih rendah. Deteksi antigen pada tinja
70

merupakan teknik yang praktis, sensitif dan spesifik dalam mendiagnosis amebiasis
intestinalis. Walaupun demikian, tinja yang tidak segar atau diberi pengawet akan
menyebabkan denaturasi antigen sehingga berikan hasil yang false negative. Oleh karena itu
syarat melakukan ELISA pada tinja seseorang yang menderita amebiasis intestinalis adalah
tinja segar atau disimpan dalam lemari pendingin. Dengan menggunakan E. histolytica test II
dapat diberikan infeksi yang disebabkan E. histolytica atau E. dispar.7
4. Polymerase chain reaction (PCR)
Metode PCR mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sebanding dengan deteksi antigen
pada tinja penderita amebiasis intestinalis. Kekurangannya adalah waktu yang diperlukan
lebih lama, tekniknya lebih sulit dan mahal. Untuk penelitian polimorfisme E. histolytica
sangat dianjurkan untuk menggunakan metode PCR. Walaupun demikian, hasilnya sangat
dipengaruhi oleh berbagai kontaminan pada tinja.7
Sampai saat ini diagnosis amebiasis yang invasif biasanya ditetapkan dengan kombinasi
pemeriksaan mikroskopik tinja dan uji serologi. Bila ada indikasi, dapat dilakukan kolonoskopi
dan biopsi pada lesi intestinal atau pada cairan abses. Parasit biasanya ditemukan pada dasar
dinding abses. Berbagai penelitian memperlihatkan rendahnya sensitivitas pemeriksaan
mikroskopik dalam mendiagnosis amebiasis intestinalis atau abses hati ameba. Metode deteksi
antigen atau PCR pada tinja merupakan pilihan yang lebih tepat untuk menegakkan diagnosis.
Namun pemeriksaan mikroskopik tetap diperlukan untuk menyingkirkan infeksi campuran
dengan mikroorganisme lain baik parasit atau non-parasit.7
Etologi
a. Hospes dan Nama Penyakit
Manusia merupakan satu-satunya hospes parasite ini. Penyakit yang disebabkannya
adalah amebiasis. Walaupun beberapa binatang seperti anjing, kucing, tikus dan monyet dapay
diinfeksi secara percobaan dengan E. histolytica, hubungannya dengan penularan zoonosis masih
belum jelas.
71

b. Daur Hidup
Dalam daur hidupnya, E. histolytica mempunyai 2 stadium yaitu trofozoit dan kista. Bila kista
matang tertelan, kista tersebut tiba di lambung masih dalam keadaan utuh karena dinding kista
tahan terhadap asam lambung. Di rongga terminal usus halus, dinding kista dicernakan, terjadi
ekskistasi dan keluarlah stadium trofozoit yang masuk ke rongga usus besar. Dari satu kista yang
mengandung 4 buah inti, akan terbentuk 8 buah trofozoit. Stadium trofozoit berukuran 10-60
mikron (sel darah merah 7 mikron); mempunyai entameba yang terdapat di endoplasma.
Ekstoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel, dapat dilihat dengan nyata.
Pseudopodium yang dibentuk dari ekstoplasma, lebar dan besar seperti daun, dibentuk dengan
mendadak, pergerakannya cepat dan menuju suatu arah (linier). Endoplasma berbutir halus,
biasanya mengandung bakteri atau sisa makanan. Bila ditemukan sel darah merah disebut
erythrophagocytosis yang merupakan tanda patognomonik infeksi E. histolytica.
Stadium trofozoit dapat bersifat pathogen dan menginvasi jaringan usus besar. Dengan
aliran darah, menyebar ke jaringan hati, paru, otak, kuliy dan vagina. Hal tersebut disebabkan
sifatnya yang dapat merusak jaringan sesuai dengan nama spesiesnya E. histolytica
(histo=jaringan, lysis=hancur). Stadium trofozoit berkembang biak secara belah pasang. Secara
morfologi stadium trofozoit E. histolytica tidak dapat dibedakan dengan E. dispar kecuali
ditemukan sel darah merah dalam endoplasma. Walaupun pada entameba yang apatogen
ektoplasma tidak nyata dan hanya tampak bila membentuk pseudopodium. Pada tinja segar,
pseudopodium terlihat dibentuk perlahan-lahan sehingga pergerakannya lambat.
Stadium kista dibentuk dari stadium trofozoit yang berada di rongga usus besar. Di dalam
rongga usus besar, stadium trofozoit dapat berubah menjadi stadium precyst yang berinti satu
(enkistasi), kemudian membelah menjadi berinti dua, dan akhirnya berinti 4 yang dikeluarkan
bersama tinja. Ukuran kista 10-20 mikron, berbentuk bulat atau lonjong, mempunyai dinding
kista dan terdapat inti entameba. Dalam tinja stadium ini biasanya berinti 1 atau 4, kadang-
kadang ada yang berinti 2. Di endoplasma terdapat benda kromatoid yang besar, menyerupai
lisong dan terdapat vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen dianggap sebagai
makanan cadangan karena itu terdapat pada kista muda.
Pada kista matang, benda kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi.
Stadium kista tidak pathogen, tetapi merupakan stadium yang infektif. Dengan adanya dinding
72

kista, stadium kista dapat bertahan terhadap pengaruh buruk di luar badan manusia. Infeksi
terjadi dengan menelan kista matang.7
Daur hidup E. histolytica.
Infeksi yang disebabkan oleh E. histolytica dan E. dispar dapat ditetapkan dengan
menemukan stadium kista dan/atau trofozoit dalam tinja. E. histolytica tidak selalu menyebabkan
gejala (asimtomatik). Stadium trofozoit dpaat ditemukan pada tinja yang konsistensinya lembik
atau cair, sedangkan stadium kista biasanya ditemukan pada tinja padat.7
Epidemiologi
Amebiasis terdapat di seluruh dunia. Prevalensi tertinggi terutama di daerah tropik dan subtropik,
khususnya di negara yang keadaan sanitasi lingkungan dan keadaan sosio-ekonominya buruk. Di
beberapa negara tropis, prevalensi E. histolytica mencapai 50%. Di Indonesia, amebiasis kolon
banyak ditemukan dalam keadaan endemi. Prevalensi E. histolytica di berbagai daerah di
Indonesia sekitar 10-18%. Di Mesir, India dan Belanda berkisar 10.1-11.5%; di Eropa Utara 5-
10%; di Eropa Selatan 20-51% dan di Amerka Serikat 4-21%. Di negara industri amebiasis
terutama ditemukan pada kelompok homoseksual, imigran, turis yang berpergian ke daerah
endemis, orang yang tinggal di asrama dan penderita HIV positif. 7
73

Patofisiologi
Patofisiologi E. histolytica.
Masa inkubasi bervariasi, dari beberapa hari sampai beberapa bulan atau tahun, tetapi secara
umum berkisar antara 1 hingga 4 minggu. Sebanyak 90% individu yang terinfeksi E. histolytica
tidak memperlihatkan gejala klinis dan hospes dapat mengeliminasi parasit tanpa adanya tanda
penyakit. Walaupun demikian, sebanyak 10% individu yang asimtomatik dapat berkembang
menjadi simtomatik dalam waktu lebih 1 tahun, sehingga kelompok ini harus diobati karena akan
menjadi sumber penularan bagi lingkungannya.
Diare didahului dengan kontak antara stadium trofozoit E. histolytica dengan sel epitel
kolon, melalui antigen Gal/Gal Nac-lectin yang terdapat pada permukaan stadium trofozoit.
Antigen terdiri atas dua kompleks disulfida dengan berat molekul masing-masing 179 kDadan
35/31 kDa. Kedua rantai tersebut dihubungkan dengan protein 150 kDa. Sel epitel usus yang
berikatan dengan stadium trofozoit E. histolytica akan menjadi immobile dalam waktu beberapa
menit, kemudian granula dan struktur sitoplasma menghilang yang diikuti dengan hancurnya inti
sel. Proses ini diakibatkan oleh amoebapores, yang terdapat pada sitoplasma trofozoit E.
histolytica. Amoebopores terdiri atas 3 rangkaian peptida rantai pendek dan dapat membuat pori-
pori pada kedua lapisan lemak (lipid bilayer). Selanjutnya invasi ameba ke dalam jaringan ekstra
sel terjadi melalui sistein proteinase yang dikeluarkan oleh stadium trofozoit parasit. Sistein
proteinase E. histolytica terdiri atas amebapain dan histolisin akan melisiskan matriks protein
eksta sel, sehingga mempermudah invasi trofozoit ke jaringan submukosa. Stadium trofozoit
74

memasuki submukosa dengan menembus lapisan muskularis mukosa, bersarang di submukosa
dan membuat kerusakan yang lebih luas daripada di mukosa usus. Akibatnya terjadi luka yang
disebut ulkus ameoba. Lesi biasanya merupakan ulkus kecil yang letaknya tersebar di mukosa
usus. Bentuk rongga ulkus seperti botol dengan lubang sempit dan dasar yang lebar, dengan tepi
yang tidak teratur agak meninggi dan menggaung. Proses yang terjadi terutama nekrosis dengan
lisis sel jaringan (histolisis). Bila terdapat infeksi sekunder maka terjadilah peradangan. Proses
ini dapat meluas di submukosa dan melebar ke lateral sepanjang sumbu usus, maka kerusakan
dapat menjadi luas sekali sehingga ulkusa saling berhubungan dan terbentuk sinus-sinus di
bawah mukosa. Stadium trofozoit E. histolytica ditemukan dalam jumlah besar di dasar dan
dinding ulkus. Dengan peristaltik usus, trofozit dikeluarkan bersama isi usus ke rongga usus
kemudian menyerang lagi mukosa usus yang sehat atau dikeluarkan bersama tinja. Tinja itu
disebut tinja disentri yaitu bercampur lendir dan darah. Tempat yang sering dihinggapi
(predileksi) adalah sekum, rektum dan sigmoid. Seluruh kolon dan rektum dapat dihinggapi bila
infeksi berat.7
Manifestasi Klinis
Bentuk klinis yang dikenal adalah:
1. Amebiasis Intestinal
a. Amebiasis kolon akut
Gejala klinis yang biasa ditemukan adalah nyeri perut dan diare yang dapat berupa tinja
cair, berlendir atau berdarah. Frekuensi diare dapat mencapai 10 kali perhari. Demam
dapat ditemukan pada sepertiga penderita. Pasien kadang tidak mampu makan sehingga
berat badannya dapat menurun. Pada stadium akut ditinja dapat ditemukannya darah,
dengan sedikit leukosit serta stadium trofozoit E. histolytica.
Diare yang disebabkan E. histolytica secara klinik sukar dibedakan dengan diare
yang disebabkan bakteria (Shigella, Salmonella, Escherichia coli, Compylobacter) yang
sering ditemukan di daerah tropik. Selain itu juga harus dibedakan dengan non infectious
diare seperti ischemic colitis, inflammatory bowel disease dan diverticulitis karena pada
amebiasis intestinalis penderita biasanya tidak demam.
75

b. Amebiasis kolon menahun
Amebiasis kolon menahun mempunyai gejala yang tidak begitu jelas. Biasanya terdapat
gejala usus yang ringan, antara lain rasa tidak enak di perut, diare yang diselangi
konstipasi. Gejala tersebut dapat diikut oleh reaktivasi gejala akut secara periodik. Dasar
penyakit adalah radang usus besar dengan ulkus menggaung, disebut juga kolitis ulserosa
amebik.
Pada pemeriksaan tinja segar, stadium trofozoit E. histolytica sulit ditemukan
karena sebagian besar parasit sudah masuk ke jaringan usus. Karena itu dilakukan uji
serologi untuk menemukan zat anti ameba atau antigen E. histolytica. Sensitivitas uji
serologi zat anti mencapai 75% sedangkan deteksi antigen mencapai 90% untuk
mendiagnosis amebiasis menahun. Pemeriksaan biopsi kolon hasilnya sangat bervariasi,
dapat ditemukan penebalan mukosa yang non-spesifik dengan atau tanpa ulkus, ulserasi
fokal dengan atau tanpa E. histolytica, ulkus klasik yang berbentuk seperti botol (flask
shaped appearance), nekrosis dan perforasi dinding usus. Predileksi terutama di daerah
appendiks atau sekum, jarang sekali ditemuka di sigmoid.7
2. Amebiasis Ekstra-intestinal
Abese hati merupakan manifestasi ekstra-intestinal yang paling sering ditemukan. Sebagian
besar penderita memperlihatkan gejala dalam waktu yang relatif singkat (2-4 minggu).
Penderita memperlihatkan gejala demam, batuk dan nyeri perut kwadran kanan atas. Bila
permukaan diafragma hati terinfeksi, maka penderita dapat terjadi nyeri pleura kanan atau
nyeri yang menjalar sampai bahu kanan. Pada 10-35% penderita dapat ditemukan gangguan
gastrointestinal berupa mual, muntah, kejang otot perut, perut kembung, diare dan konstipasi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hepatomegali. Pada fase sub-akut dapat ditemukan
penurunan berat badan, demam dan nyeri abdomen yang difus. Abses hati lebih banyak
ditemukan pada orang dewasa dibandingkan anak-anak. Kebanyakan abses terbentuk di
lobus kanan hati, biasanya soliter. Abses berisi nanah yang berwarna coklat.
Pada pemeriksaan tinja, E. histolytica hanya dapat ditemukan pada sebagian kecil
penderita abses hati. Dapat ditemukan leukositosis dan peningkatan serum alkali fosfotase
pada pemeriksaan darah. Komplikasi abses hati dapat berupa penjalaran secara langsung ke
pleura dan/atau perikardium, abses otak dan amebiasis urogenitalis.7
76

Pengobatan
Pengobatan yang diberikan pada penderita amoebiasis yang invasif berbeda dengan non-invasif.
Pada penderita amoebiasis non-invasif dapat diberikan poromomisin. Manakala pada penderita
amoebiasis invasif pula terutama diberikan golongan nitroimidazol yaitu metronidazol. Obat lain
yang dapat diberikan adalah tinidazol, seknidazol dan ornidazol. Lebih kurang penderita dengan
amoebiasis koli ringan-sedang sembuh dengan pemberian metronidazol. Pada penderita dengan
fulminant collitis dapat ditambahkan pemberian antibiotik spektrum luas untuk membunuh
bakteri. Setelah pemberian nitroimidazol, biasanya sebanyak 40-60% penderita masih
mengandung parasit karena itu sebaiknya diikuti dengan pemberian paromomisin atau diloksanid
furoat untuk mengeliminasi infeksi dalam lumen usus. Pemberian metronidazol sebaiknya tidak
bersamaan dengan poromomisin sebab dapat menyebabkan diare sebagai efek samping obat.
Paromomisin
Merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang tidak diabsorpsi dalam lumen usus.
Obat tersebut hanya membunuh stadium yang berada di dalam lumen usus. Digunakan untuk
mengeliminasi kista setelah pengobatan dengan metronidazol atau tinidazol. Pemberiannya
harus berhati-hati pada penderita dengan kelainan ginjal. Dosisnya adalah
25-35mg/kgbb/hari, terbagi dalam 8 jam, selama 7 hari. Tidak dianjurkan penggunaan dalam
jangka panjang karena toksik.
Diloksanid furoat (furamid, entamizol)
Merupakan obat pilihan untuk E. histolytica yang berada dalam lumen. Efek samping yang
sering ditemukan adalah kembung. Mual, muntah dan diare kadang-kadang dilaporkan.
Dosisnya 3 kali 500mg perhari selama 10 hari.
Iodoquinol (Iodoksin)
Termasuk golongan hidroksikuinolin. Tidak boleh diberikan pada penderita dengan kelainan
fungsi ginjal. Dosisnya 3 kali 650mg perhari selama 20 hari. Merupakan amebisid luminal
yang bekerja di lumen. Dapat digunakan untuk stadium kista setelah pemberian nitromidazol.
Emetin hidroklorida
Obat ini berguna untuk stadium trofozoit E. histolytica. Pemberian emetin ini efektif bila
diberikan secara parenteral, karena pada pemberian oral absorpsinya tidak sempurna. Dapat
77

diberikan melalui suntikan intramaskular atau subkutis setiap hari selama 10 hari. Pemberian
secara intravena toksisitasnya relatif tinggi, terutama terhadap otot jantung. Doksis
maksimum untuk orang dewasa adalah 65mg sehari, sedangkan untuk anak di bawak 8 tahun,
10mg sehari. Lama pengobatan 4 sampai 6 hari. Pada orang tua dan sakit berat, dosis harus
dikurangi. Pemberian emetin tidak dianjurkan pada wanita hamil, penderita dengan gangguan
jantung dan ginjal.
Dihidroemetin relatif kurang toksik dibandingkan dengan emetin dan dapat diberikan
secara oral. Dosis maksimum adalah 0.1g sehari dan diberikan selama 4 sampai 6 hari.
Metronidazol
Metronidazol merupakan obat pilihan untuk amebiasis koli atau abses hati ameba, karena
efektif terhadap stadium trofozoit dalam dinding usus dan jaringan. Obat ini tidap dapat
membunuh stadium kista. Efek sampingnya antara lain adalah mual, muntah dan pusing.
Pada infeksi E. histolytica di lumen usus, hanya 50% parasit mati dengan obat ini. Karena itu
dianjurkan pemberian kombinasi obat dengan diloksanif furoat ditambah poromomisin atau
tetrasiklin. Sampai saat ini E. histolytica masih tidak resisten terhadap metronidazol. Dosis
metronidzol untuk orang dewasa adalah 3x 750mg/hari bagi 7 hingga 10 hari. Pada ibu hamil
hindari pemakaiannya padda trimester pertama.
Klorokuin
Merupakan amebisid jaringan yang efektif terhadap amebiasis hati. Efek samping dan
toksisitasnya ringan, antara lain mual, muntah, diare dan sakit kepala. Dosis untuk orang
dewasa adalah 1 gram sehari selama 2 hari, kemudian 500 mg sehari selama 2 hingga 3
minggu.
Pencegahan
Pencegahan amebiasis terutama ditujukan pada kebersihan perorangan (personal hygiene) dan
lingkungan (environmental sanitation). Kebersihan perorangan antara lain mencuci tangan
dengan bersih sesudah membuang air besar dan sebelum makan. Kebersihan lingkungan
meliputi: masak air minum sampai mendidih sebelum diminum, mencuci sayuran sampai bersih
atau memasaknya sebelum makan, buang air besar di jamban, tidak menggunakan tinja manusia
sebagai pupuk, menutup makanan dengan baik untuk menghindari kontiminasi oleh lipas atau
lalat dan membuang sampah di tempat tertutup.7
78

Komplikasi
Komplikasi amebiasis intestinal dapat berupa acute necrotizing colitis, toxic megacolon,
ameboma, amebiasis kutis dan ulkus perianal yang dapat membentuk fistula.
Penderita dengan acute necrotizing colitis sangat jarang ditemuka tetapi angka kematian
mencapai 50%. Penderita terlihat sakit berat,demam, diare dengan lendir dan darah, nyeri perut
dengan tanda iritasi peritoneum. Bila terjadi perforasi usus atau pemberian anti ameba tidak
memperlihatkan hasil, dilakukan tindakan bedah. Toxic megacolon juga sangat jarang, biasanya
berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid. Penderita memerlukan tindakan bedah karena
biasanya pemberian anti ameba sahaja tidak memperlihatkan perbaikan. Ameboma berasal dari
pembentukan jaringan granulasi kolon yang berbentuk seperti cincin (annuler), dapat tunggal
atau multiple. Biasanya ditemukan di sekum atau kolon ascenden. Gambaran histologis
menunjukkan jaringan kolagen dan fibroblas dengan tanda peradangan menahun disertai
granulasi. Ameboma ini menyerupai karsinoma kolon yang bila tidak diobati akan menjalar
keluar dari usus dan menyebabkan amebiasis ekstra-intestinalis. Hal ini dapat terjadi secara
hematogen atau perkontinuitatum.7
Prognosis
Baik dengan pengobatan yang efisien dan tanpa komplikasi berat.
Askariasis
Askariasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing Ascariasis lumbricoides. Kurang
lebih satu perempat daripada penduduk dunia terinfeksi dengan kada 45% di Amerika Latin dan
95% di Afrika. Askariasis lebih banyak di bagian tropikal dan kawasan yang higienenya rendah.
Pasien dapat tetap tanpa gejala untuk waktu yang lama. Selama larva berada di dalam badan,
mereka akan menyebabkan kerusakan viseral, peritonitis dan inflamasi, pembesaran hati atau
limpa, toksisitas dan pneumonia. Infestasi cacing yang berat dapat menyebabkan kekurangan
gizi, komplikasi lain dan kadang-kadang fatal, termasuk obstruksi usus oleh sekelompok cacing
terutama pada anak-anak, penyumbatan saluran empedu dan pankreas. Cacing dapat
79

menyebabkan gangren di ileum dan dapat merupakan penyebab kepada kematian. Askaris
mengabsorbsi sebagian besar nutrisi dari makanan yang dicerna oleh host.7
Morfologi cacing
Ascaris lumbricoides berbentuk bulat panjang. Cacing dewasa jantan berukuran lebih kecil dari
cacing dewasa betina. Panjang cacing jantan kurang lebih 15-30cm dengan lebar 0.2-0.4cm.
Cacing jantan mempunyai ekor melingkar dan mempunyai spikulum. Cacing dewasa betina
berukuran lebih besar yaitu panjang 20-35cm dengan lebar 0.3-0.6cm. ekor cacing betina lurus
dan runcing. 1/3 bagian anteriornya mempunyai cincin kopulasi.
Cacing Ascaris lumbricoides jantan dan betina
Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya 60-90%. Kurangnya
pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman
rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Di Negara-
negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai popok.7
Tanah liat, kelembapan tinggi dan suhu 25-300C merupakan kondisi yang sangat baik untuk
berkembangnya telur A. lumbricoides menjadi bentuk infektif.
80

Daur hidup
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam
waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila tertelan oleh manusia, menetas di
usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe,
lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus
dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea
melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea, larva menuju faring, sehingga menimbulkan
rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke
dalam esophagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus, larva berubah menjadi cacing
dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang
lebih 2-3 bulan.
Gambar 1: Daur hidup Ascaris lumbricoides.
Komplikasi akut yang paling umum dari Ascaris lumbricoides adalah obstruksi usus. Tingkat
kematian obstruksi usus adalah 5.7% di bawah usia 10 tahun. Obstruksi usus dapat sembuh
spontan dengan pengobatan konservatif termasuk istirahat usus, cairan intravena dan dekompresi
nasogastrik. Sekumpulan cacing di dalam usus menyebabkan obstruksi mekanik dan
menyebabkan intusseption dan volvulus. Intusseption merupakan sebagian dari usus
terinvaginasi ke bagian usus yang lain. Volvulus pula ialah sebagian daripada usus memutar
81

dengan dirinya sendiri sehingga terjadinya obstruksi. Volvulus, intusseption atau meningkatnya
tekanan pada dinding usus menyebabkan nekrosis.
Patologi dan gejala klinis
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan
karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi perdarahan
kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai batuk, demam dan
eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrate yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan
tersebut disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan.
Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan
berkurang, diare atau konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memperberat keadaan
malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak sekolah dasar. Efek yang serius terjadi bila
cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu
cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan
keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif.
Manifestasi klinis
Kebiasaannya tidak bergejala. Tetapi apabila menimbulkan gejala, termasuk:
- Sputum berdarah
- Batuk
- Demam
- Nafas yang pendek dan wheezing
- Kegatalan kulit
- Nyeri perut
- Muntah mengeluarkan cacing
82

- Cacing keluar bersama tinja
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang selalu dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis Ascaris termasuk
memeriksa feses pasien. Pemeriksaan ini dikenali sebagai Stool ova and parasite exam. Dengan
melihat feses segar pasien di bawah mikroskop, terdapat telur atau ovum di dalam feses. X-ray
juga dapat digunakan untuk mendiagnosis Ascariasis dengan melihat komplikasi dalaman akibat
dari infeksi Ascaris. Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui
pasien mengalami anemia atau tidak. Positif anemia merupakan salah satu tanda pasien
mengalami Askariasis. 7
Gambar menunjukkan Ascaris lumbricoides berada di dalam esophagus.
Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya
telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat bila cacing
dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung karena muntah maupun melalui tinja.7
Pengobatan
Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal. Untuk perorangan
dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel pemoat 10mg/kg berat
badan, dosis tunggal mebendazol 500 mg atau albendazol 400 mg.
83

Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran A.
lumbricoides dan T. trichiura. Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu:
- Obat mudah diterima masyarakat
- Aturan pemakaian sederhana
- Mempunyai efek sampingan yang minim
- Bersifat polivalen, sehingga berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing
- Harganya murah
Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar dengan pemberian
albendazol 400 mg 2 kali setahun.7
Pencegahan
Tidak terdapat vaksin untuk mencegah Ascariasis. Walaubagaimanapun, infeksi Ascaris dapat
dicegah dengan mencegah tanah yang terkontaminasi dengan tinja manusia, membuang popok
yang telah digunakan di tempat yang sesuai, membasuh tangan menggunakan sabun dan air
sebelum memgang makanan dan memasak sehingga matang semua makanan sebelum makan.
Untuk mencegah infeksi ulang Ascariasis, kuku hendaklah sentiasa pendek dan terjaga, mencuci
pakaian dan tempat tidur yang terkontaminasi dengan steril.7
Komplikasi
- Muntah cacing karena obstruksi saluran nafas oleh cacing dewasa
- Ileus obstruksi oleh cacing dewasa
- Appendicitis karena cacing masuk ke apendiks
- Perforasi di dinding usus karena cacing menembusi dinding usus.
Prognosis
84

Pada umunya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, penyakit dapat sembuh
sendiri dalam waktu 1.5 tahun. Dengan pengobatan, angka kesembuhan 70-90%.7
Hernia Hiatal
Gambar Lambung Normal dan Hernia Hiatal
Diafragma adalah lembaran otot yang digunakan untuk bernafas, yang merupakan pembatas
antara thorax dan abdomen.
Hernia Hiatal adalah penonjolan dari suatu bagian gaster melalui diafragma dari posisinya yang
normal di dalam abdomen.
Hernia hiatal ada 2, yaitu:
A. Sliding hernia hiatal:
85

Pada sliding hiatal hernia, perbatasan antara oesofagus dan gaster, juga sebagian dari gaster,
yang secara normal berada di bawah diafragma, menonjol ke atas diagragma.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan esofagogastrografi yang memperlihatkan
mukosa gaster (kardia) yang berada di atas hiatus.
Esofagoskopi dilakukan pada sliding hernia hiatus dengan tanda esofagitis. Bila
dengan pemeriksaan radiologi dan endoskopi sudah jelas ada sliding hernia hiatus, maka
manometri esophagus distal tidak diperlukan lagi.4
Gambar radiologis Sliding hernia hiatal:
Etiologi
Penyebab hernia hiatal biasanya tidak diketahui, tetapi bisa terjadi karena adanya
kelamahan pada jaringan penyokong.
86

Epidemiologi
Faktor resiko terjadinya sliding hernia hiatal pada dewasa adalah:
- pertambahan usia
- kegemukan
- merokok
Pada anak-anak, sliding hernia hiatal biasanya merupakan suatu cacat bawaan. Sliding
hernia hiatal pada bayi biasanya disertai dengan refluks gastroesofageal.
Gambaran klinis
Makin lanjut usia, makin tinggi resiko mengalami sliding hernia hiatal. Gejala
utama sliding hernia hiatal biasanya merupakan gejala esofagitis refluks, yaitu regurgitasi
asam lambung dan rasa terbakar atau nyeri dada. Mual dan muntah disertai nyeri
epigastrium merupakan gejala yang juga sering dikeluhkan. Rasa kembung dan nyeri
timbul terutama setelah makan banyak atau setelah muntah. Disfagia merupakan gejala
yang sangat mengganggu sehingga pasien biasanya takut makan. Disfagia dirasa lebih
ringan bila penderita makan makanan cair.4
Nyeri dada di malam hari pada waktu tidur terlentang disertai singultus (cegukan)
sering juga ditemukan.
Dalam keadaan lanjut dapat terjadi tanda perdarahan, yaitu muntah darah atau
melena akibat perdarahan dari tukak karena esofagitis berat.
Tanda obstruksi esophagus terjadi bila sudah ada striktur esophagus distal karena
esofagitis kronik.4
Penatalaksanaan
Jika tidak ada gejala dan diagnosis ditemukan secara kebetulan, sliding hernia
hiatal dibiarkan tanpa diberi obat karena jarang progresif. Bila ada tanda komplikasi,
87

pengobatan umumnya hanya diberikan untuk menghilangkan gejalanya. Umumnya
pengobatan ditujukan pada esofagitis refluks untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Kalau terjadi komplikasi dan pengobatan konservatif gagal, harus dipikirkan untuk
melakukan tindakan pembedahan.4
Tindakan pembedahan ditujukan untuk mengembalikan kompetensi daerah
esophagus untuk mencegah esofagitis refluks.
Fundoplikasi baik melalui laparotomi ataupun torakotomi kiri merupakan cara
yang banyak digunakan sampai sekarang karena memberikan hasil baik lebih
kurang 85 % dan angka kekambuhan refluks kecil yaitu kurang dari 10 %.
Pembedahan ini terdiri atas mobilitas esophagus untuk menempatkannya kembali
di dalam abdomen, memfiksasi dinding lambung sekitar esophagus distal
(duplikasi), dan menyempitkan hiatus esophagus.
B. Hernia hiatal paraesofageal
Gambar Hernia hiatal paraesofageal
Pada hernia hiatal paraesofageal sebagian dinding kurvatura mayor lambung tergelincir
masuk ke dalam rongga thoraks, sedangkan letak batas lambung esophagus dalam posisi
normal.
Gambaran klinis
88

Hernia hiatal paraesofageal umumnya tidak menyebabkan gejala. Tetapi bagian yang
menonjol ini bisa terperangkap atau terjepit di diafragma dan mengalami kekurangan
darah (iskemia).4
Bila keadaannya serius dan timbul nyeri, disebut penjeratan (strangulasi) yang
membutuhkan pembedahan darurat.
Namun pada beberapa kasus bisa juga terdapat gejala seperti rasa kembung dan
penuh yang makin lama makin menganggu dan makin berat. Rasa nyeri dan berat di
epigastrik dan retrosternal setelah makan makanan cair dari pada setelah makan makanan
padat dan kadang disertai mual dan muntah. Disfagia timbul bila terjadi perputaran batas
esophagus – lambung akibat volvulus lambung mengalami hernia.4
Dan pada beberapa kasus lain esofagitis refluks sering merupakan manifestasi
klinis dari hernia hiatal paraesofageal.
Manifestasi klinis sering timbul akibat komplikasi berupa volvulus lambung,
obstruksi esophagus, tukak lambung, strangulasi, dan perdarahan.4
Penatalaksanaan
Jika hernia hiatal paraesofageal tidak menimbulkan gejala, pengobatan tidak perlu
diberikan. Jika ada gejala atau tanda komplikasi, dilakukan koreksi pembedahan yang
terdiri atas mengembalikan hernia ke dalam rongga abdomen, kemudian difiksasi
dibawah diafragma dan dilakukan plastic hiatus untuk memperkecil hiatus.4
\
Salmonella
Adanya kaitan antara Demam Tifoid dengan Perforasi usus yang menyebabkan perdarahan
saluran cerna bagian bawah.
Pemeriksaan Penunjang
89

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yakni foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan
udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang
cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid.9
Gambar radiologis perforasi usus
Etiologi
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi. Merupakan batang gram negative, umumnya gerak
positif, pathogen pada manusia dan hewan, dapat hidup dalam tinja. Salmonella mudah tumbuh
pada medium sederhana, tetapi hampir tidak pernah memfermentasikan laktosa atau sukrosa.8
Epidemiologi
Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan.
Adapun feses yang berasal dari orang yang tidak dicurigai mengidap penyakit sibklinis atau
carrier merupakan sumber kontaminasi yan penting daripada kasus klinis yang jelas yang segera
diisolasi; misalnya bila carrier yang berkerja sebagai pengelola makanan akan mengeluarkan
organisme itu.8
Sumber infeksi adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh salmonella. Berikut ini
adalah sumber-sumber infeksi yang penting:
1. Air- kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yang luas
2. Susu dan produk susu lainnya (es krim, pudding, keju)- kontaminasi dengan feses dan
pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan yang salah.
3. Kerang-dari air yang terkontaminasi
90

4. Daging dan produk daging- dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau kontaminasi
oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia.8
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan komplikasi demam tifoid terhadap perforasi usus,
antara lain umur (biasanya 20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit
dan mobilitas penderita.9 Typhoid perforasi dapat terjadi pada hari ke2-100, waktu residitif dan
waktu reconvalesent.
Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia
melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Masa inkubasi 10-14 hari. Sebagian kuman
dimusnahkan dalam lambung, sebagian lagi lolos ke dalam usus dan selanjutnya berkembang
biak. Bila respons imunitas humoral mukosa usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-
sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria, kuman berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak
di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang
asimptomatik) dan menyebar ke hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman berkembang dan
selanjutnya masuk ke sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke
empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam
lumen usus. Sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk
tukak/luka yang berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus, Bila luka menembus
lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak
menembus dinding usus, maka perforasi dapat terjadi.9
Gambar Patofisiologi Demam Tifoid yang menyebabkan komplikasi perforasi usus
91

Manifestasi klinik
Gejala klinik penderita tifoid yang disertai perforasi usus:
Mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di kuadran kanan bawah yang kemudian
menyebar ke seluruh perut.
Tanda-tanda ileus.
Bising usus melemah pada 50% penderita.9
Pengobatan
Farmakologis
92

Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengatasi kuman S. typhi tetapi
juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan anaerobic pada flora usus.
Antibiotik spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol (4 x 500mg per hari selama 7
hari) dan ampisilin (kemampuan obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan
dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan antara 50-150mg/kg BB) intravena.
Untuk kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin / metronidazol.
Cairan harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan
dipasang nasogastric tube (NGT).9
Non-farmakologis
Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi lebih lanjut dan
mempercepat penyembuhan.
Diet dan terapi penunjang. Misalnya pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan
lauk-pauk yang rendah selulosa untuk menghindari komplikasi.9
Tindakan Pembedahan
ileostomi reseksi
Pencegahan
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan khusus/imunisasi.
Cara umum antara lain adalah peningkatan higienitas dan sanitasi karena perbaikan
higienitas dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi demam tifoid. (Penyediaan air
bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah). Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga
apa yang masuk mulut (diminum atau dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi.
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin yang
diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara parenteral berupa ViCPS (Typhim
Vi/Pasteur Merieu), vaksin kapsul polisakarida. Yang kedua adalah vaksin yang
93

dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral Ty21a diberikan 3 kali secara
bermakna menurunkan 66% selama 5 tahun, laporan lain sebesar 33% selama 3 tahun.
Indikasi vaksinasi:
Populasi: anak usia sekolah di daerah endemic, personil militer, petugas rumah
sakit, laboratorium kesehatan, industry makanan/minuman.
Individual: pengunjung/wisatawan ke daerah endemic, orang yang kontak erat
dengan pengidap tifoid (karier).
Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S. typhi akut maupun karier.
Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik, maupun di rumah dan lingkungan sekitar
orang yang telah diketahui pengidap kuman S. typhi.9
Prognosis
Dubia ad malam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah sebagai berikut:
Dari studi kasus dapat disimpulkan bahwa pasien menderita Hemorroid, yang didukung
dengan gejala keluarnya darah merah segar pada feses setelah BAB.
Daftar Pustaka
1. Simadibrata, Marcellus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. edisi V. Jakarta: interna
Publishing; 2010, hal 513-21, 587-90, 610-1.
94

2. Price, S. A., Wilson, L.M., Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, volume 1, edisi 6.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006, hal. 459-61, 464-5, 467-8.
3. Sabiston, David C. Buku ajar ilmu bedah, bagian 2. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2010, hal 32-3, 47-8, 59.
4. De Jong, Sjamsuhidrajat. Buku ajar ilmu bedah, edisi 3. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2011, hal 510-1, 767-9, 773-4, 792-3.
5. Sukardja, I Dewa. Onkologi Klinik, edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press; 2000,
hal 85, 105.
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S. Ilmu penyakit dalam, edisi
V jilid 1. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2009: 567-
75.
7. Buku ajar parasitologi kedokteran, edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran UI; 2009.
8. Geo F. Brooks, Janet S. Butel, A.Morse. Mikrobiologi kedokteran Jawetz, Melnick, &
Adelberg, Ed 23. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008, hal 267-7.
9. Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam, jilid III, edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal 2797-805.
95