BAB II bayu

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.3. Spermatozoa 2.3.1. Spermatogenesis Spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus sebagai akibat dari rangsangan hormon reproduksi. Tubulus seminferus terdiri atas sel epitel germinal yang disebut spermatogonia. Spermatogonia akan terus berproliferasi untuk memperbanyak diri, dan sebagiannya berdiferensiasi menjadi sperma. Pada tahap pertama dari spermatogenesis, spermatogonia primitive berkumpul tepat di tepi membrane basal dari epitel germinativum, disebut spermatogonia tipe A, kemudian membelah 4 kali menjadi 16 sel, yaitu spermatogonia tipe B. Setelah itu, akan menuju kearah sentral diantara sel sertoli sehingga secara tidak langsung akan terbungkus oleh prosesus sitoplasma dari sel sertoli. Dalam waktu rata-rata 24 hari, spermatogonia akan menjadi

description

sprema

Transcript of BAB II bayu

Page 1: BAB  II bayu

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Spermatozoa

2.3.1. Spermatogenesis

Spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus sebagai akibat dari

rangsangan hormon reproduksi. Tubulus seminferus terdiri atas sel epitel

germinal yang disebut spermatogonia. Spermatogonia akan terus berproliferasi

untuk memperbanyak diri, dan sebagiannya berdiferensiasi menjadi sperma.

Pada tahap pertama dari spermatogenesis, spermatogonia primitive

berkumpul tepat di tepi membrane basal dari epitel germinativum, disebut

spermatogonia tipe A, kemudian membelah 4 kali menjadi 16 sel, yaitu

spermatogonia tipe B. Setelah itu, akan menuju kearah sentral diantara sel sertoli

sehingga secara tidak langsung akan terbungkus oleh prosesus sitoplasma dari

sel sertoli. Dalam waktu rata-rata 24 hari, spermatogonia akan menjadi

spermatosit primer kemudian akan bermiosis menjadi spermatosit sekunder

yang telah mempunyai kromosom haploid. Spermatosit sekunder selanjutnya

akan menjadi spermatid. Spermatid akan dipelihara oleh pembungkus dari sel

sertoli dengan tujuan menghilangkan beberapa sitoplasmanya, mengatur

kembali bahan kromatin dari inti spermatid sehingga terbentuk inti yang padat,

dan mengumpulkan sisa sitoplasma dan membrane sel pada salah satu ujung dari

sel untuk membentuk ekor. Proses keseluruhan spermatogenesis membutuhkan

sekitar 64 hari (Guyton, 1997). Sperma membutuhkan waktu beberapa hari

untuk melewati epididimis yang panjangnya 6 meter setelah terbentuk dalam

tubulus seminiferus. Sperma yang bergerak dari tubulus seminiferus dan dari

bagian awal epididimis adalah sperma yang tidak motil dan tidak dapat

Page 2: BAB  II bayu

membuahi ovum.Akan tetapi, setelah sperma berada dalam epididimis selama

18-24 jam, sperma memiliki kemampuan normalitas. Fisiologi sperma yang

matang mempunyai kecepatan gerak kira-kira 1-4 mm/menit melalui medium

cairan karena adanya gerakan flagel. Sperma yang normal cenderung bergerak

lurus daripada gerakan berputar-putar. Sperma tergolong abnormal jika

kepalanya besar, kecil, runcing atau bengkok dan lehernya keriting atau dobel.

Pada morfologi yang normal tidak didapatkan kelainan bentuk. Namun jika

bentuk normal dijumpai kurang dari 30% maka termasuk teratozoospermia

(Hinting, 2004).

2.3.2. Bentuk spermatozoa

Sperma yang bentuknya normal adalah dengan kepala berbentuk oval dan ekor

yang langsing dan seperti cemeti. Kepala sperma yang bulat atau bentuknya

melebar dan ekor yang pendek terlipat adalah beberapa contoh kelainan yang

mudah terlihat (Temmy, 2001).

Sperma yang sehat adalah yang memiliki bentuk sempurna, lincah dan

memiliki gerakan cepat. Dan yang anda butuhkan paling tidak 20 juta sperma per

milliliter semen (air mani). Sperma yang gerakannya pelan dan tidak sempurna

atau berenang menuju arah yang salah akan membuat kesulitan atau kegagalan

dalam pembuahan (Detikhealty, 2009).

2.3.3. Bagian-bagian Spermatozoa

Spermatozoa terdiri dari 4 bagian :

2.3.3.1. Kepala

Pada bagian kepala tersimpan inti dari spermatozoa. Di dalam inti

terdapat materi genetik yang tersusun dalam kromosom yang juga

menentukan jenis kelamin anak. Materi genetic tersebut membawa sifat

dari ayah yang menghasilkan spermatozoa.

Page 3: BAB  II bayu

2.3.3.2. Leher

Merupakan bagian yang menghubungkan bagian kepala dan bagian

tengah.

2.3.3.3. Bagian tengah

Pada bagian tengah tersimpan metokondria yang merupakan struktur

dari sebuah sel yang berfungsi menghasilkan energy (ATP) untuk

kelangsungan hidup dan gerak spermatozoa.

2.3.3.4. Bagian ekor

Merupakan alat gerak spermatozoa untuk menuju ovum.

Gambar 2. 1 : proses pembelahan dalam spermatogenesis (Djuwantono

dkk, 2008).

Page 4: BAB  II bayu

Gambar 2.2 : Bagian-bagian dari spermatozoa (Djuwantono dkk, 2008)

Dari keempat bagian tersebut, bagian kepala merupakan bagian yang paling

penting karena tersimpan materi genetik yang nantinya akan bersatu dengan

materi genetic yang terdapat dalam ovum dan menghasilkan individu baru. Akan

tetapi tanpa bagian-bagian yang lain, spermatozoa tidak dapat membuahi ovum

yang terletak pada saluran reproduksi wanita bagian dalam. Sehinggga

kesempurnaan spermatozoa merupakan kunci utama keberhailan proses

pembuahan (Djuwantono dkk., 2008).

2.3.4. Analisa sperma

Analisa sperma adalah test yang dilakukan untuk mengukur kualitas dan

kuantitas sperma. Sperma diambil dengan cara onani setelah berpuasa senggama

2-3 hari. Pengukuran tersebut meliputi:

Page 5: BAB  II bayu

2.3.4.1. Makroskopis

2.3.4.1.1. Warna

Warna normal semen adalah putih keruh. Bila terdapat infeksi

bisa menjadi kekuningan dan apabila ada darah akan menjadi merah.

2.3.4.1.2. Bau

Bau khas normal semen sperma seperti bunga akasia. Bila

mengandung pus bau semen akan menjadi busuk.

2.3.4.1.3. Liquefaction (pencairan semen)

Dalam keadaan normal, semen akan mencair sekitar 1 jam pada

suhu kamar. Abnormalitas liquefaction ditemukan pada gangguan

fungsi kelenjar prostat.

2.3.4.1.4. Volume

Volume semen diukur dengan gelas ukur atau dengan cara

menghisap seluruh semen ke dalam suatu semprit atau pipet ukur. Nilai

normal per ejakulat adalah 2-5 ml. Jika volume semen terlalu sedikit

maka tidaklah cukup untuk menetralkan keasaman suasana rahim.

2.3.4.1.5. PH semen

Ph normal semen berada pada kisaran 7,2-7,8. Jika lebih dari

7,8 perlu dicurigai adanya infeksi dan bila kurang dari 7,2

kemungkinan terjadi gangguan pada epididimis, vas deferen, dan

vesika seminalis.

2.3.4.2. Mikroskopis

2.3.4.2.1. Morfologi

Nilai normal untuk morfologi sperma adalah lebih dari 30%.

Apabila kurang disebut teratozoospermia.

Page 6: BAB  II bayu

2.3.4.2.2. Motilitas

Menurut WHO kategori yang dipakai untuk motilitas sperma

adalah

(a) jika sperma bergerak cepat dan lurus ke muka

(b) jika geraknya lambat atau sulit maju lurus atau tidak lurus.

(c) jika tidak bergerak maju.

(d) jika sperma tidak bergerak

Dikatakan Normal apabila 50% atau lebih kategori (a) dan (b)

atau 25% atau lebih kategori (a). Jika kurang dari nilai tersebut disebut

azthenozoospermia.

2.3.4.2.3. Jumlah sperma

Jumlah sel sperma normal sekitar 40juta/ml. apabila kurang dari

normal disebut oligozoospermia.

(Hermawanto,2008)

2.3.4.2.4. Viabilitas sperma

Jumlah sel sperma yang hidup sekitar 75% atau lebih

(Djuwantono dkk, 2008).

2.3.4.2.5. Adanya sel-sel bukan sperma

Elemen bukan sperma yang dilihat adalah leukosit. Batas

normal sel leukosit adalah 1 juta/ml.

2.3.4.2.6. Aglutinasi sperma

Aglutinasi sperma berarti bahwa sperma motil saling melekat

kepala dengan kepala, bagian tengah dengan bagian ekor, atau

campuran bagian tengah dengan bagian ekor. Melekatnya sperma yang

Page 7: BAB  II bayu

tidak motil atau motil pada benang mukus atau pada sel bukan sperma

tidak boleh dicatat sebagai aglutinasi. Biasanya aglutinasi menunjukan

adanya faktor imunologi. Nilai normal aglutinasi adalah tidak

ditemukan (-).

2.3.4.3. Uji biokimiawi

Uji biokimiawi dilakukan bila ada kelainan mikroskopik dan

makroskopik. Uji biokimia menunjuk kepada fungsi kelenjar asesori, yaitu

asam sitrat, gamma glutamil transpeptidase, dan fosfatase asam untuk kelenjar

prostat. L karnitin bebas dan alfa glukosidase untuk epididimis.

2.3.4.4. Uji mikrobiologi

Uji mikrobiologi dilakukan apabila ada kecurigaan adanya infeksi

untuk mengetahui mikroorganisme penyebab infeksi. Nilai normalnya adalah

0.

2.3.4.5.Uji imunologi

Pemeriksaan uji imunologi dilakukan karena kecurigaan adanya

antibodi pelapis sperma pada semen tersebut. Antibodi-pelapis sperma

merupakan tanda khas dan patognomonik untuk infertilitas yang disebabkan

faktor imunologi. Pemeriksaan dilakukan dengan MAR (Mixed Antislobulin

Reaction). Pada pemeriksaan ini nilai normalnya tidak ditemukan aglutinasi

(Hermawanto,2008).

2.3.4. Viabilitas Spermatozoa

Proses spermatogenesis merupakan siklus yang rumit dan teratur dalam

pembentukan spermatozoa . Selama proses tersebut berlangsung, aktivitas sel

spermatogenik sangat tinggi yaitu terjadi perubahan morfologi dan biokimia untuk

membentuk spermatozoa yang fungsional. Spermatozoa ini dalam perjalanannya

Page 8: BAB  II bayu

menuju vas deferens tidak semuanya dapat mempertahankan kehidupannya sehingga

ada sebagian yang mati. Dalam mempertahankan daya hidupnya (viabilitas),

spermatozoa mempunyai faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu :

2.3.4.1. Faktor ekstrinsik

2.3.4.1.1. Suhu

Untuk memproduksi sperma sehat, suhu testis harus lebih

dingin dari suhu normal tubuh. Untuk itulah mengapa buah zakar

yang di dalamnya terdapat testis diciptakan menggantung di luar

tubuh. Untuk memaksimalkan kualitas dan kuantitas sperma,

hindari sauna/mandi uap atau berendam air panas.

2.3.4.1.2. Merokok.

Merokok dapat menambah resiko kesuburan dan disfungsi

ereksi pada pria. Sperma dari pria perokok yang menghabiskan 1

atau 2 bungkus rokok per hari dapat menyebabkan masalah

pernafasan pada bayi.

2.3.4.1.3. Hidup sehat

Istirahat cukup dan minimalkan stress. Makan dengan makanan

sehat dan pola makan teratur, istirahat cukup dan minimalkan stress

akan membantu produksi dari hormon yang mempengaruhi

perkembangan spermatozoa dan produksi testosteron di testis.

2.3.4.1.4. Alkohol dan obat bius.

Alkohol berpengaruh buruk pada kualitas dan kuantitas sperma,

mengurangi produksi testosteron dan mempunyai kontribusi pada

disfungsi ereksi. Penyalahgunaan obat bius akan mengurangi

kerapatan dan kemampuan gerakan sperma serta menambah jumlah

Page 9: BAB  II bayu

sperma yang abnormal. Selain itu menjadi penyebab disfungsi

ereksi dan hilangnya libido.

2.3.4.1.5. Materi beracun.

Hindari kontak dengan racun kimia dan hindari menghirup bau

dari zat kimia seperti pestisida, herbisida, cat, pernis kayu, lem, dan

logam berat (Detikhealty, 2009)

2.3.4.1.6. Keasaman (pH)

Kadar pH dalam semen bersifat basa yang dipengaruhi oleh

kelenjar yang menghasilkan cairan bersifat basa. Kadar pH yang

bersifat basa ini sangat dipengaruhi oleh makanan yang

dikonsumsi. Keadaan basa pada semen, sangat berpengaruh dalam

kelangsungan hidup sperma itu sendiri. Karena apabila dalam

kondisi asam, maka sperma tidak dapat bertahan hidup

(Djuwantono dkk., 2008).

2.3.4.2. Faktor intrinsik

2.3.4.2.1. Substrat (sekresi kelenjar-kelenjar)

Sekresi kelenjar-kelenjar yang berupa cairan pada system

reproduksi pria, berisi nutrisi untuk spermatozoa. Pada system

reproduksi pria, terdapat tiga kelenjar penting, yaitu kelenjar vesika

seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper. Nutrisi yang

dibutuhkan oleh spermatozoa digunakan sebagai bahan tenaga

untuk hidup dan bergerak. Selain sebagai nutrisi, kelenjar tersebut

juga menghasilkan cairan yang bersifat basa sehingga sperma

memiliki pH 7,2 sampai dengan 7,7 (Djuwantono dkk., 2008).

2.3.4.2.2. Respirasi

Page 10: BAB  II bayu

Sistem respirasi atau rantai transport electron yang terdapat di

Krista mitokondria. Dalam proses ATP synthase memerlukan

oksigen sehingga disebut “aerobic metabolism”. ATP synthase

menggunakan energy dari gradient ion hydrogen (juga disebut

proton) untuk membentuk ATP dari ADP dan fosfat. Juga

menghasilkan air dari hidrogen dan oksigen (Divinkom, 2008).

2.3.4.2.3. Hormon dan Genetik

Gangguan hormon tertentu atau genetik bisa menghalangi

produksi sperma. Gangguan hormon termasuk hyperprolactinemia,

hypothyroidusm, hypogonadism, dan gangguan pada kelenjar

adrenalin (yang menghasilkan hormon testosteron dan hormon

lain) atau kelenjar pituitari (yang mengendalikan produksi

testosteron). Gangguan genetik meliputi kelainan pada kromosom

seks, yang terjadi pada sindrom Klinefelter (Medicastore, 2009).

2.3.4.2.4. Epididimis

Adanya hambatan dalam epididimis sebagai tempat

pematangan spermatozoa dapat menurunkan viabilitas

spermatozoa. Di dalam epididimis ini disekresi zat yang penting

dalam menunjang proses pematangan spermatozoa seperti ion (Ca,

Na, K, Cl), substrat (protein, asam sialat, glikogen, asam laktat,

fosfolipid) dan enzim (LDH, fosfatase asam dan fosfatase basa)

(Rusmiati, 2007). Apabila ketiga unsur tersebut tidak tersedia

dalam jumlah cukup, maka proses pematangan spermatozoa akan

terganggu., akibatnya kualitas spermatozoa akan menurun. Secara

fungsional epididimis sangat tergantung pada hormon testosteron .

Page 11: BAB  II bayu

Sebagaimana diketahui, testosterone diperlukan untuk daya hidup

spermatozoa dalam epididimis (Rusmiati, 2007).