BAB 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.unimar-amni.ac.id/3049/3/BAB II BAYU NOVA.pdf · 10 . 3. Tempat...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKArepository.unimar-amni.ac.id/3049/3/BAB II BAYU NOVA.pdf · 10 . 3. Tempat...
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka dan Penelitian Terdahulu
2.1.1 Definisi Pelabuhan
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai kegiatan pemerintah dan
kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik-turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan, serta sebagai tempat transportasi. Pelabuhan adalah juga
merupakan pintu suatu negara bagi keluar masuknya berbagai arus, yakni arus
barang ekspor impor dan interinsuler, arus penumpang ke/dari Iuar negeri dan
ke/dari antar pulau, dan arus kapal baik kapal bendera nasional maupun kapal
bendera asing (Herman Budi Sasono, 2012).
Sedangkan menurut UU No. 17 Tahun 2008 di jelaskan bahwa
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan
batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat
berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi.
Mencermati definisi Pelabuhan diatas dapat di pahami bahwa
Pelabuhan memiliki peran yang sangat mendasar, didalam UU No 17 tahun
2008 tentang pelayaran, di jelaskan beberapa peran Pelabuhan, yaitu:
1. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya
2. Pintu gerbang kegiatan perekonomian
10
3. Tempat kegiatan alih moda transportasi
4. Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan
5. Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang
6. Mewujudkan wawasan nusantara dan kedaulatan negara
Rencana Induk pelabuhan dalam Pasal 73 ayat (l) UU No I7 tahun 2008
tentang pelayaran dilengkapi dengan Daerah Lingkungan Kerja (DLKR) dan
Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP).
l. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, terdiri atas :
a. Wilayah daratan yang dipergunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan
fasilitas penunjang.
b. Wilayah perairan yang digunakan untuk kegiatan alur pelayaran, tempat
labuh, tempat alih muat antar kapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan
sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan
kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan.
2. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan
Merupakan perairan Pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan
yang di gunakan untuk alur- pelayaran dari dan ke Pelabuhan, keperluan
keadaan darurat, pengembangan pelabuhan jangka panjang, penempatan
kapal mati, percobaan berlayar, kegiatan pemanduan, fasilitas
pembangunan, dan pemeliharaan kapal.
2.1.2 Koperasi TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat)
Menurut buku Hukum Koperasi Indonesia oleh Hadhikusuma (2009)
secara umum koperasi berasal dari kata-kata latin yaitu Cum yang berarti
dengan, dan aperari yang berarti bekerja. Dari dua kata ini, dalam bahasa
inggris dikenal istilah Co dan Operation, dalam bahasa Belanda disebut
dengan istilah Cooperative Vereneging yang berarti bekerja-sama dengan
orang lain untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Kata Cooperative kemudian
diangkat menjadi istilah ekonomi sebagai kooperasi yang dibakukan menjadi
suatu bahasa ekonomi yang dikenal dengan koperasi, yang berarti organisasi
ekonomi dengan keanggotaan yang sifatnya sukarela. Oleh karena itu
11
koperasi dapat didefinisikan sebagai berikut, Koperasi adalah suatu kumpulan
atau organisasi ekonomi yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan
yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota menurut
peraturan yang ada. Dengan bekerja sama secara kekeluargaan menjalankan
suatu usaha, dengan tujuan mempertinggi kesejahteraan jasmaniah
anggotanya.
Sedangkan Koperasi TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) dijelaskan
dalam keputusan bersama Direktur Jenderal Perhubungan Laut No.
113/SKB/Dep-S/VIII/2002 tentang pembinaan dan Pengembangan. Koperasi
TKBM (Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat) berada dibawah pembinaan
KSOP (Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan) dimana setiap Pelabuhan
hanya terdapat satu unit Koperasi TKBM dan berfungsi sebagai wadah untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota. Dari rumusan ini dapat dilihat bahwa
TKBM diperluas bidang usahanya, dengan masalah bongkar muat sebagai
salah satu Unit Usahanya. Hal ini semakin tegas disebutkan dalam pasal 6
ayat (1) yang menyatakan bahwa: Unit usaha jasa bongkar muat merupakan
unit usaha yang didirikan oleh KTKBM (Koperasi Tenaga Kerja Bongkar
Muat) untuk memperlancar bongkar muat barang di Pelabuhan. Ketentuan
tersebut menunjukkan bahwa bidang jasa penyediaan TKBM bukan melekat
langsung pada KTKBM itu sendiri, melainkan sebagai unit usaha. Dalam
penelitian ini peneliti melakukan penelitian di TKBM Pelabuhan Tanjung
Intan Cilacap.
2.1.3 Kegiatan Kerja Bongkar Muat
Kegiatan bongkar muat di pelabuhan dari dan ke kapal pada dasarnya
merupakan salah satu mata rantai kegiatan pengangkutan melalui laut.
Banyak para ahli atau pakar yang mengeluarkan pendapatnya mengenai
definisi kegiatan bongkar muat, yakni pekerjaan membongkar barang dari
atas dek atau palka kapal dan menempatkan diatas dermaga atau kedalam
tongkang atau kebalikannya memuat dari atas dermaga atau dari dalam
tongkang dan menempatkannya ke atas dek atau ke dalam palka kapal yang
12
mempergunakan derek kapal Muryaningsih (dalam Tofan Agung EP dan
Yudi A, 2016).
Dalam peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 53 tahun 2015 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No. 60 tahun 2014
Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal.
Usaha bongkar muat barang adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam
bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di Pelabuhan yang meliputi
kegiatan stevedoring, cargoring dan receiving/delivery. Perusahaan Bongkar
Muat Barang (PBM) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan bongkar
muat barang dari dan ke kapal di Pelabuhan. Sedangkan Tenaga Kerja
Bongkar Muat (TKBM) adalah semua tenaga kerja yang terdaftar pada
Pelabuhan setempat yang melakukan pekerjaan bongkar muat di Pelabuhan.
Dalam kegiatannya, upaya bongkar/muat barang atau biasa disebut
stevedoring menggunakan alat bantu untuk mempercepat prosesnya. Menurut
Bachilius R.C.N. (2012) peralatan yang digunakan diantaranya :
1. Crane Kapal (Ship Gear)
Alat ini digunakan untuk kepraktisan, kapal cargo umumnya dilengkapi
dengan crane kapal (ship gear). Crane kapal harus dapat digunakan dalam
melakukan kegiatan stevedoring baik untuk barang berjenis container,
maupun bag cargo (dengan menggunakan jala-jala).
2. Wheel Loader
Alat ini sangat lincah dan dapat manuver dengan cepat di dalam palka
kapal,bahkan di tempat-tempat sempit sekalipun, alat ini diadakan guna
memberikan dukungan kinerja bongkar muat barang curah kering seperti
kedelai, jagung, gandum, bungkil, raw sugar, garam, dan sebagainya.
3. Excavator
Alat ini berguna untuk menunjang kegiatan bongkar muat di Pelabuhan.
Alat ini bisa dipakai untuk membongkar batu bara dan muatan lainnya.
4. Forklift
Kendaraan yang difungsikan untuk bongkar muat atau pemindahan barang
dari satu area ke area yang lain bahkan dapat digunakan untuk
13
mempermudah penataan pada rak-rak tinggi. Memiliki kapasitas hingga 2
ton dengan tinggi angkat hingga 2 meter.
5. Hopper
Alat yang berbentuk seperti corong yang ada di Pelabuhan yang digunakan
untuk mempercepat proses bongkar muat curah.
6. Grabe
Alat yang berupa singkup baja yang digerakkan dengan katrol untuk
mengeruk dan menggenggam batu bara yang akan dipindahkan dari
tongkang penumukan ke atas kapal. Grabe juga digunakan untuk
penanganan bongkar muat curah kering/basah.
7. Bucket
Sebuah bak dengan kapasitas tertentu yang digunakan untuk memuat
barang atau bag.
8. Sling
Jerat untuk muatan yang dibuat dari tali, termasuk tali kawat atau baja,
gunanya untuk mengangkat atau menurunkan muatan dari/ke kapal.
2.1.4 Ruang Lingkup Bongkar Muat
Sebagaimana definisi dari bongkar muat yang telah di jelaskan di atas,
usaha bongkar muat barang adalah kegiatan usaha yang bergerak dalam
bidang bongkar muat barang dari dan ke kapal di pelabuhan. Menurut
(Herman Budi Sasono, 2012) Ruang Lingkup Bongkar Muat meliputi:
1. Stevedoring
Stevedoring adalah jasa bongkar/muat dari/ke kapal, dari/ke dermaga,
tongkang, gudang, truk atau lapangan dengan menggunakan derek kapal
atau alat bantu pemuatan yang lain. Orang yang bertugas mengurus
bongkar muat kapal disebut stevedore. Stevedore yang bertugas di atas
kapal disebut stevedore kapal, sedangkan yang bertugas di darat disebut
quay supervisor. Dalam melaksanakan tugasnya stevedore harus bekerja
sama dengan berbagai pihak seperti PT. Pelabuhan Indonesia, EMKL,
forwarder, TKBM, dan yang lain. Seorang stevedore umumnya adalah
14
orang yang bertugas di atas kapal dan berdinas sebagai perwira atau orang
yang bisa menangani buruh karena stevedore akan mengkoordinir
pekerjaan dan buruh TKBM melalui mandor atau kepala regu kerja
(KRK). Koordinasi kegiatan stevedoring di atas kapal dengan di darat
dilakukan oleh seorang chief stevedore atau operator terminal.
2. Cargodoring
Cargodoring adalah pekerjaan melepaskan barang dari tali/jala-jala
(ex-tackle) di dermaga dan mengangkut barang dari dermaga ke
gudang/lapangan penumpukan barang, selanjutnya menyusun di
gudang/lapangan penumpukan barang atau sebaliknya.
3. Receiving
Receiving adalah pekerjaan memindahkan barang dari timbunan/tempat
penumpukan di gudang/lapangan penumpukan dan menyerahkan sampai
barang tersusun diatas kendaraan di pintu gudang/lapangan penumpukan
barang.
4. Delivery
Delivery merupakan proses pengiriman barang-barang muatan kapal
yang sudah ada di gudang penyimpanan pelabuhan untuk selanjutnya
dikirim menuju keluar lingkungan pelabuhan untuk disimpan.
Kegiatan bongkar muat barang dibedakan menjadi 2 kondisi bongkar
muat barang dari/ke kapal:
a. Fiost
Merupakan kondisi dimana si importir menanggung seluruh biaya
pengangkutan yang terdiri dari stevedoring, cargodoring, dan
deliverydoring.
Kondisi fiost: untuk barang-barang besar dan berat sehingga
membutuhkan alat-alat mekanis untuk mengangkut barang dari dek
kapal.
b. Linier
Merupakan kondisi dimana si importir hanya menanggung biaya
pengangkutan yang terdiri dari cargodoring dan delivery.
15
Kondisi Linier: untuk barang-barang ringan sehingga tidak
membutuhkan alat-alat mekanis maka barang-barang ini tidak
dikenakan biaya stevedoring.
2.1.5 Keselamatan Kerja Bongkar Muat
Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko
kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang
kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan dan kondisi pekerja
Simanjutak (dalam Taufik, 2014). Kesehatan dan keselamatan kerja adalah
suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi
pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan
sekitarnya atau tempat kerja tersebut Ridley (dalam Taufik 2014). Tetapi
realitanya dalam melaksanakan proses bongkar muat tidak sesuai yang
diharapkan, dikarenakan sering terjadi TKBM yang tidak mengikuti prosedur
kesehatan dan keselamatan kerja dengan tidak memakai standar prosedur alat
pelindung diri. Sehingga dapat menyebabkan resiko kecelakaan kerja yang
tinggi terhadap TKBM, kejadian tersebut dikarenakan kurang kedisiplinan
dari masing-masing TKBM dan pengawasan kurang secara optimal.
Setiap orang yang bekerja, oleh perusahaan dikembangkan
kemampuannya, diberikan kompensasi yang adil dan layak serta dipenuhi
keinginan karyawan dan organisasi, berarti telah diperoleh karyawan yang
cakap, mampu, dan mau melakukan kerja sama. Oleh karena itu, selayaknya
dilakukan pemeliharaan terhadap karyawan-karyawan tersebut. Pemeliharaan
berarti mempertahankan mereka agar tetap mau bersama organisasi dan
memelihara sikap kerja sama dan kemampuan kerja. Program-program
pelayanan (employee sevice) akan membantu memlihara sikap para
karyawan. Program-program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dapat
memberikan kondisi kerja yang lebih aman dan lebih sehat, serta menjadi
lebih bertanggungjawab atas kegiatan-kegiatan tersebut, terutama bagai
organisasi-organisasi yang mempunyai tingkat kecelakaan yang tinggi
sehingga menyebabkan rendahnya produktivitas kerja (Taufik, 2014).
16
Sastrohadiwiryo (dalam Taufik, 2014), Kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja adalah suatu pernyataan tertulis yang di tandatangani
pengusaha atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan
perusahaan, komitmen, dan tekad melaksanakan keselamatan dan kesehatan
kerja, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan operasional. Malthis dan Jackson
(dalam Taufik, 2014) keselamatan adalah merujuk pada perlindungan
terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cedera yang terkait dengan
pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan
stabilitas emosi secara umum. Dalam lingkungan kerja dimanapun masalah
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah penting. Karena bagaimanapun
juga manusia menginginkan dua hal itu ada dan sanggup mengorbankan apa
saja asal dapat sehat dan selamat.
Menurut Siswanto (dalam Taufik, 2014) tujuan dari keselamatan kerja
adalah menciptakan sistem keselamatan dan kesatuan kerja di tempat kerja
dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mecegah dan mengurangi kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien,
dan produktif. Veithzal (dalam Taufik, 2014) menyebutkan bahwa tujuan dan
pentingnya keselamatan kerja meliputi :
1. Manfaat lingkungan kerja yang aman dan sehat akan menghasilkan
meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang
hilang, meningkatnya efisiensi dan kualitas karyawan yang lebih
berkomitmen, menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi,
menurunnya pengajuan klaim, fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih
besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan,
serta rasio seleksi karyawan yang lebih baik karena meningkatnya citra
perusahaan.
2. Kerugian lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak sehat, sebab jumlah
biaya yang besar sering muncul karena ada kerugian-kerugian akibat
17
kematian dan kecelakaan di tempat kerja serta kerugian menderita
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan.
Menurut Willie Hammer (dalam Taufik, 2014) mengatakan, bahwa
perlunya pelaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja karena tiga
alasan pokok, yaitu :
1. Moral, alasan para manajer perusahaan menyelenggarakan upaya
pencegahan kecelakaan pertama kali adalah atas dasar kemanusiaan. Hal
ini dilakukan semata-mata untuk meringankan penderitaan karyawan dan
keluarganya yang mengalami kecelakaan.
2. Hukum, adanya berbagai undang-undang yang mengatur tentang
keselamatan kerja dan hukuman atau sanksi terhadap pihak-pihak yang
tidak melaksanakan menjadi sebab perusahaan menaruh perhatian
terhadap keselamatan kerja.
3. Ekonomi, karena biaya yang harus dipikul perusahaan cukup tinggi
meskipun kecelakaan yang terjadi kecil. Hal ini disebabkan karena adanya
biaya langsung maupun biaya tersembunyi yang timbul ketika kecelakaan
ini terjadi.
Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja,
Bab III pasal 3 disebutkan, bahwa syarat keselamatan kerja adalah untuk :
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledak
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat perlindungan pada pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluaskan suhu,
kelembaban, debu, kotoran, uap, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran.
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, naik fisik
maupun non fisik, keracunan, infeksi, dan penularan.
18
9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
11. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
12. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya.
2.1.6 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan
sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera
penglihatan (mata). Notoatmodjo (dalam Sihombing, 2018).
Menurut Notoatmodjo (dalam Sihombing, 2018) pengetahuan
seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-
beda. Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu :
1. Tahu (Know)
Artinya kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya, termasuk diantaranya mengingat kembali terhadap sesuatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima.
2. Memahami (Comprehension)
Artinya kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Artinya kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi nyata yaitu menggunakan hokum-hukum, rumus-rumus, prinsip
dan sebagainya dalam konteks dan situasi yang lain.
19
4. Analisis (Analysis)
Artinya kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitan satu sama lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Artinya kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Artinya kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian tersebut berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah
ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur subjek penelitian
atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita
ukur dapat disesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas. Notoatmodjo
(dalam Sihombing, 2018). Menurut Wawan dan Dewi (dalam Sihombing,
2018) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang
dipengaruhi oleh pendidikan, pekerjaan, dan umur. Sedangkan faktor
eksternal merupakan faktor yang dipengaruhi oleh lingkungan dan sosial
budaya.
Menurut (Sihombing, 2018) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan dengan K3 yaitu ada perbedaan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku K3 yang
dilakukannya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
dari mata dan telinga. Selain itu pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor
20
pendidikan. Dalam sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) menetapkan
tiga jalur pendidikan yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, dan
pendidikan informal. Dimana ketiga jalur pendidikan tersebut sama-sama
ingin mencapai satu tujuan yaitu mendapatkan pengetahuan (Lasse, 2014).
2.1.7 Pelatihan Kerja
Menurut Sofyandi (dalam Setiawan, 2015) pelatihan merupakan suatu
program yang diharapkan dapat memberikan rangsangan/stimulus kepada
seseorang untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan tertentu
dan memperoleh pengetahuan umum dan pemahaman terhadap keseluruhan
lingkungan kerja dan organisasi. Pelatihan tenaga kerja adalah setiap usaha
untuk memperbaiki performa pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang
sedang menjadi tanggung jawabnya atau satu pekerjaan yang ada kaitannya
dengan pekerjaan Sunyoto (dalam Setiawan, 2015). Selanjutnya menurut
Sedarmayanti (dalam Setiawan, 2015), menyatakan bahwa pelatihan adalah
bagian dari pendidikan menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku, dalam
waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan
praktek dari pada teori. Pada setiap aktivitas pasti memiliki arah yang ingin
dituju, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam pasal 1 ayat (9) Undang-Undang repuplik Indonesia Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13-2003) pelatihan kerja
adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan,
serta mengembangkan kompetensi, produktivitas, disiplin, sikap dan etos
kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang
dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan. Pada dasarnya pelatihan diperlukan
karena adanya kesenjangan antara keterampilan pekerja sekarang dengan
keterampilan yang dibutuhkan untuk menempati posisi baru atau untuk
mengantisipasi tuntutan kebutuhan. Pelatihan kepada karyawan bertujuan
untuk memperbaiki kinerja karyawan sebab pasti akan diperoleh berbagai
pengetahuan ataupun keterampilan lanjutan ketika seseorang diberikan
21
kesempatan untuk meningkatkan kualitas dirinya melalui pelatihan. Dengan
pelatihan akan memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan
kemajuan teknologi, pelatihan juga akan membantu mengurangi waktu
pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam pekerjaan, dapat
membantu memecahkan masalah operasional, mempersiapkan karyawan
untuk promosi, mengorientasikan karyawan terhadap organisasi dan mau
memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi.
Pelatihan kerja mempunyai andil besar dalam menentukan efektivitas
dan efisiensi organisasi Mangkunegara (dalam Setiawan, 2015). Beberapa
tujuan dan manfaat diadakan pelatihan yaitu :
1. Meningkatakan penghayatan jiwa dan ideology
2. Meningkatkan produktivitas kerja
3. Meningkatkan kualitas kerja
4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia
5. Meningkatkan moral semangat kerja
6. Meningkatkan rangsangan agar karyawan mampu berprestasi secara
maksimal
7. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja
8. Menghindari keusangan
9. Meningkatkan perkembangan pribadi karyawan
Pelatihan ditempat kerja atau pelatihan langsung kerja berarti meminta
seseorang untuk mempelajari pekerjaan itu langsung mengerjakannya.
Metode pelatihan ini banyak kali dilakukan oleh banyak perusahaan dimana
setiap karyawan hingga direktur melakukan metode ini saat mereka
bergabung dengan perusahaan. Pada metode penempatan trainee kedalam
situasi pekerjaan nyata. Pelatihan ini biasanya dilakukan oleh para manajer
atau karyawan lainnya atau keduanya. Adapun bentuk on the job training
yaitu :
1. Metode coaching (membimbing) atau under study (sambil belajar)
Seorang pekerja yang telah berpengalaman yang dilatih ditugaskan untuk
melatih karyawan. Pada level bawah, orang yang dilatih dapat memperoleh
22
keterampilan dengan mengamati coach. Misalnya calon seorang CEO
dapat bekerja selama setahun sebagai asisten dari CEO sekarang.
2. Rotasi pekerjaan
Seorang calon karyawan pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
3. Tugas khusus
Memberi tugas khusus kepada karyawan sebagai pengalaman langsung
berkaitan dengan pekerjaan itu.
Merencanakan instruksi dirasa juga penting untuk memutuskan,
menyusun dan menghasilkan isi program pelatihan termasuk buku kerja,
latihan dan aktifitas. Adapun langkah-langkah dalam pelatihan intruksi kerja
yaitu :
1. Menyiapkan peserta pelatihan
a. Membuat peserta merasa nyaman;
b. Menemukan apa yang mereka ketahui;
c. Membuat mereka tertarik.
2. Menyampaikan informasi
a. Menyampaikan, menunjukkan, menanyakan;
b. Menyampaikan secara satu persatu;
c. Memeriksa, menanyakan, mengulangi;
d. Memastikan mereka mengetahuinya.
3. Praktik peserta
a. Meminta mereka melakukan tugasnya;
b. Mengajukan pertanyaan;
c. Mengamati dan mengoreksi;
d. Memastikan mereka mengetahuinya.
4. Melakukan tindak lanjut pelatihan
a. Membuat mereka mandiri;
b. Memeriksa secara rutin;
c. Mengurangi tindak lanjut yang ketat saat kinerja meningkat.
Agar efektif, evaluasi program pelatihan harus merupakan suatu solusi
yang tepat bagi permasalahan organisasi, yakni bahwa pelatihan tersebut
23
dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan pengetahuan, sikap dan
keterampilan. Untuk mengetahui apakah ada perubahan setelah pelatihan dan
pengembangan maka diperlukan evaluasi. Evaluai pelatihan dan
pengembangan dengan tujuan yang diharapkan oleh manajer, pelatihan serta
peserta. Evaluasi program pelatihan dapat dilakukan dengan cara :
1. Analisis biaya/keuntungan
Memeriksa biaya-biaya yang dihubungkan dengan pelatihan dan
pengembangan serta keuntungan-keuntungan yang diterima melalui
analisis biaya/keuntungan.
2. Benchmarking
Melakukan perbandingan dengan organisasi lain yang melakukan
pelatihan dan pengembangan.
3. Tingkat Penilaian
Mengevaluasi sebelum pelatihan menurut Donald Kirkpatrik (dalam
Setiawan, 2015) dimulai dengan cara :
a. Reaksi
Organisasi mengevaluasi tingkat dari reaksi para peserta dengan
mengadakan wawancara atau dengan memberikan kuesioner.
b. Belajar
Di evaluasi dengan mengukur seberapa baik peserta telah mempelajari
fakta-fakta, ide-ide, konsep, teori serta sikap yang dapat dilakukan
dengan tes.
c. Perilaku
Mengevaluasi pelatihan dalam tingkatan perilaku melibatkan
pengukuran dari efek pelatihan kepada kinerja melalui wawancara
kepada peserta dan rekan kerja mereka juga mengobservasi kinerja
mereka. Contoh evaluasi perilaku terhadap para manajer yang
berpartisipasi dalam lokakarya mengenai wawancara, dapat dilakukan
dengan mengobservasi mereka mengerjakan wawancara terhadap para
pelamar. Jika para manajer menanyakan pertanyaan-pertanyaan
sebagaimana yang dilatihkan dan mereka menggunakan pertanyaan
24
tindak lanjut yang tepat, maka indikasi perilaku dari pelatihan
wawancara tadi dapat diperoleh.
d. Hasil
Mengukur efek pelatihan pada pencapaian tujuan organisasi, misalnya
produktifitas, tingkat keluar masuk karyawan, dan kualitas dapat
dilakuakan dengan membandingkan catatan sebelumnya dan sesudah
pelatihan.
2.1.8 Penggunaan Alat Pelindung Diri
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomer PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri
dinyatakan bahwa alat pelindung diri yang selanjutnya disingkat APD
merupakan suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi
seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya di tempat kerja. Sesuai dengan peraturan ini, maka pengusaha
wajib menyediakan APD bagi pekrja atau buruh di tempat kerja. APD
tersebut harus sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau standar
yang berlaku serta wajib diberikan oleh pengusaha secara cuma-cuma. Selain
itu, pengusaha atau pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan
memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat
kerja (Tofan AEP dan Yudi A, 2016).
Yang menjadi dasar hukum dari alat pelindung diri ini adalah Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1970 Bab IX Pasal 13 tentang Kewajiban Bila
Memasuki Tempat Kerja yang berbunyi: “Barang siapa akan memasuki
sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja
dan memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan”. Alat pelindung diri
adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai kebutuhan
untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.
Jenis-jenis alat pelindung diri berdasarkan fungsinya terdiri dari
beberapa macam. Alat pelindung diri yang digunakan tenaga kerja sesuai
dengan bagian tubuh yang dilindungi, antara lain :
25
1. Alat Pelindung Kepala
Digunakan untuk melindungi rambut terjerat oleh mesin yang berputar dan
untuk melindungi kepala dari terbentur benda tajam atau keras, bahaya
kejatuhan benda atau terpukul benda yang melayang, percikan bahan
kimia korosif, panas-panas sinar matahari. Jenis alat pelindung kepala
antara lain :
a. Topi Pelindung (Safety Helmets)
Berfungsi untuk melindungi kepala dari benda-benda keras yang
terjatuh dan terkena arus listrik. Topi pelindung harus tahan terhadap
pukulan, tidak mudah terbakar, tahan terhadap perubahan iklim dan
tidak menghantarkan arus listrik. Penggunaan safety helmets dengan
benar serta tepat bisa memberikan perlindungan yang maksimal
terhadap kepala. Topi pelindung dapat terbuat dari plastik serta gelas
(fiber glass) maupun metal. Topi pelindung dari bahan karet (bakelite)
enak di pakai karena ringan tahan terhadap benturan dan benda keras
serta tidak menyalurkan arus listrik. Sedangkan topi pelindung biasanya
dilengkapi dengan anyaman penyangga yang berfungsi untuk menyerap
keringat dan mengatur perturukaran udara.
b. Tutup Kepala
Tutup kepala berfungsi sebagai alat untuk melindungi kepala dari
kebakaran, korosi, suhu panas atau dingin. Tutup kepala ini biasanya
terbuat dari bahan asbestos, kain tahan api, dan kain tahan air. Pada saat
melakukan aktifitas kerja, tutup kepala ini mampu untuk membuat rasa
nyaman dari pengaruh luar yang bisa membahayakan pekerja. Hal ini
sangat di harapkan pada semua pihak yang terkait dengan pekerjaan
yang di lakukan.
c. Topi (Hats/Cap)
Topi ini berfungsi untuk melindungi kepala atau rambut dari
kotoran/debu atau mesin yang berputar. Topi ini biasanya terbuat dari
kain katun. Topi ini biasanya dipergunakan pada pekerjaan indoor yang
26
membutuhkan tingkat kebersihan yang tinggi untuk menjamin
kehigienisan dan kualitas produk.
2. Alat Pelindung Mata Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi mata dari percikan
bahan kimia korosif, debu dan partikel-partikel kecil yang melayang di
udara, gas atau uap yang dapat menyebabkan iritasi mata, radiasi
gelombang elektronik, panas radiasi sinar matahari, pukulan atau benturan
benda keras. Di bawah ini adalah berbagai macam jenis alat pelindung
mata :
a. Kacamata (Spectacles)
Berfungsi untuk melindungi partikel kecil, debu dan radiasi gelombang
elektromagnetik. Dari uraian di atas kaca mata merupakan alat
pelindung diri yang sangat penting untuk aktifitas kerja baik di dalam
maupun di luar ruangan, sehingga dengan adanya alat ini pekerja atau
tenaga kerja dapat terbantu dalam kegiatannya.
b. Goggle Berfungsi untuk melindungi mata dari gas, debu, uap dan percikan
larutan bahan kimia. Goggle biasanya terbuat dari plastik transparan
dengan lensa berlapis kobalt untuk bahaya radiasi gelombang
elektromagneti mengion.
3. Alat Pelindung Diri Alat pelindung jenis ini digunakan untuk mengurangi intensitas suara yang
masuk kedalam telinga. Di bawah ini adalah berbagai macam jenis alat
pelindung telinga :
a. Sumbat Telinga (Ear Plug) Sumbat Telinga atau ear plug adalah suatu alat yang berfungsi untuk
menutupi lubang telinga pada saat kondisi pemakai di tempat yang
bising. Fungsi dari menggunakan alat ini ialah agar tidak merusak
gendang telinga.Alat ini terbuat dari bahan kapas, plastik, karet alami
dan bahan sintetis. Ear Plug yang terbuat dari kapas, spon malam (wax)
hanya dapat digunakan untuk sekali pakai (disposieble). Sedangkan
27
yang terbuat dari bahan dan plastik yang dicetak dapat digunakan
berulang kali. Kelebihan dari ear plug adalah :
1) Untuk memakainya tidak memakan waktu yang lama;
2) Satu ukuran cocok untuk semua; dan
3) Praktis serta harga yang ekonomis
b. Tutup Telinga (Ear Muff)
Alat pelindung diri jenis ini terdiri dari 2 (dua) buah tutup telinga dan
sebuah ikat kepala (headband). Isi dari tutup telinga ini berupa cairan
atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada
pemakaian untuk waktu yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat
menurun karena bantalannya menjadi mengeras dan mengerut sebagai
akibat reaksi dari bantalan dengan minyak dan keringat pada
permukaan kulit. Alat ini dapat mengurangi intensitas suara 30 dB (A)
dan juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras
atau percikan bahan api. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
alat pelindung telinga adalah :
1) Kebocoran udara 2) Peralatan gelombang suara melalui bahan alat pelindung 3) Vibration (getaran) alat itu sendiri 4) Konduksi suara melalui tulang dan jaringan.
4. Alat Pelindung Pernafasan Alat pelindung jenis ini digunakan untuk melindungi pernafasan dan
resiko paparan gas, uap, debu, atau udara terkontaminasi atau beracun,
korosi atau yang bersifat rangsangan. Sebelum melakukan pemilihan
terhadap suatu alat pelindung pernafasan yang tepat, maka perlu
mengetahui informasi tentang potensi bahaya atau kadar kontaminan yang
ada dilingkungan kerja.
a. Hal-hal yang perlu diketahui antara lain :
1) Bentuk kontaminan (pencemar) di udara, apakah gas, uap, kabut,
furne, debu atau kombinasi dari berbagai kontaminan tersebut.
28
2) Kadar kontaminan (pencemar) di udara lingkungan kerja.
3) Nilai Ambung Batas (NAB) yang diperkenankan untuk masing-
masing kontaminan (pencemar).
4) Reaksi fisilogis terhadap pekerja, seperti dapat menyebabkan iritasi
mata dan kulit.
5) Kadar oksigen di udara tempat kerja.
b. Secara umum, jenis alat pelindung pernafasan yang banyak di gunakan
di perusahaan-perusahaan antara lain :
1) Masker
Digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikel-partikel
yang lebih besar masuk ke dalam saluran pernafasan. Masker sangat
penting bagi tenaga kerja lapangan karena diarea tersebut banyak
debu dan partikel lain yang akan mengganggu pernafasan tenaga
kerja, masker juga berfungsi untuk menyerap debu tersebut karena
terbuat dari bahan yang berlapis untuk menyerap partikel-partikel
yang tidak bisa dilihat oleh kasat mata manusia.
2) Respirator
Digunakan untuk melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut,
uap logam, asap dan gas-gas berbahaya. Dengan adanya alat ini
sangat penting untuk melindungi pekerja diarea berbahaya.
5. Alat Pelindung Tangan Digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari benda tajam
atau goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin, kontak dengan arus
listrik. Sarung tangan terbuat dari karet untuk melindungi kontaminasi
terhadap bahan kimia dan arus listrik, sarung tangan dari kainfkatun untuk
melindungi kontak dengan panas dan dingin.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan sarung tangan
sebagai berikut :
a. Potensi bahaya yang ada di tempat kerja, apakah berupa bahan kimia
korosif, benda panas, dingin, tajam atau benda keras.
29
b. Daya tahan bahan terhadap bahan kimia, seperti sarung tangan karet
alami tidak tepat pada paparan pelarut organik, karena karet alami larut
dalam pelarut organik.
c. Kepekaan objek yang digunakan, seperti pekerjaan yang halus dengan
memberikan benda-benda halus lebih tepat menggunakan sarung
tangan yang tipis.
d. Bagian tangan yang dilindungi, apakah hanya bagian jari saja, tangan,
atau sampai bagian lengan.
6. Alat Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dan bagian lainnya dari benda-benda
keras, benda tajam, logamkaca, larutan kimia, benda panas, kontak dengan
arus listrik. Menurut jenis pekerjaan yang dilakukan sepatu keselamatan
dibedakan menjadi :
a. Sepatu pengamanan pada pengecoran baja
Sepatu ini terbuat dari bahan kulit yang dilapisi krom atau asbes dan
tingginya sekitar 35 cm. Pada pemakaian sepatu ini, celana dimasukan
ke dalam sepatu lalu dikencangkan dengan tali pengikat.
b. Sepatu pengaman pada pekerjaan yang mengandung bahaya peledakan
Sepatu ini digunakan pada pekerjaan yang beresiko tinggi. Sepatu ini
tidak boleh memakai paku-paku yang dapat menimbulkan percikan
bunga api.
c. Sepatu pengaman untuk pekerjaan yang berhubungan dengan listrik
Sepatu ini terbuat dari karet anti elektronik. Tahan terhadap tegangan
listrik sebesar 10.000 volt selama 3 menit. Sepatu ini didesain untuk
pekerja yang membutuhkan pengamanan pada kaki dengan ekstra.
d. Sepatu pengaman pada pekerjaan bangunan konsentrasi
Sepatu ini terbuat dari bahan kulit yang dilengkapi dengan baja pada
ujung depannya.
7. Pakaian Pelindung (Wearpack)
Pakaian pelindung digunakan untuk melindungi seluruh atau bagian tubuh
dari percikan api, suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia. Pakaian
30
pelindung dapat berbentuk apron yang menutupi sebagian tubuh
pemakainya yaitu mulai daerah dada sampai lutut atau overall yaitu
menutupi seluruh bagian tubuh. Apron dapat terbuat dari kain dril, kulit,
plastic PVC/polyethylene, karet, asbes atau kain yang dilapisi alumunium.
Apron tidak boleh digunakan di tempat-tempat kerja dimana terdapat
mesin-mesin yang berputar.
8. Rompi Safety
Rompi safety digunakan untuk melindungi badan. Selain itu, untuk
membedakan antara pekerja bongkar muat dengan pekerja lain. Garis yang
ada di rompi (schotlite) juga merupakan tanda supaya pekerja terlihat di
malam hari.
9. Sabuk Pengaman (Safety Belt)
Sabuk pengaman adalah sebuah alat yang dirancang untuk menahan
seorang pekerja agar tetap di tempat apabila terjadi kecelakaan kerja.
Sabuk ini digunakan untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh
dari ketinggian, seperti pekerjaan mendaki, memanjat, dan pada pekerjaan
kontruksi bangunan.
Kepatuhan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) memiliki pengaruh
terhadap keselamatan pekerja. Perwitasari dan Anwar (dalam Prasetya dan
Yudi, 2016) menyebutkan bahwa ketidakpatuhan pekerja dalam penggunaan
APD mempengaruhi resiko kecelakaan yang diderita pekerja. APD telah
disediakan oleh perusahaan untuk pekerja, hanya saja terdapat beberapa
pekerja yang tidak mengikuti kebijakan perusahaan sehingga meningkatkan
resiko kecelakaan kerja.
Adapun prinsip pemeliharaan alat pelindung diri dapat dilakukan dengan
cara:
1. Penjemuran di panas matahari untuk menghilangkan bau dan mencegah
timbulnya jamur dan bakteri.
2. Pencucian dengan air sabun untuk alat pelindung diri seperti safety helm,
kacamata, ear plug yang terbuat dari karet, rompi safety, dan sarung tangan
kain/kulit/karet.
31
3. Peralatan setelah dipakai disimpan kembali pada almari khusus.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai pedoman dasar pertimbangan
maupun perbandingan bagi peneliti dalam upaya memperoleh arah dan
kerangka berfikir. Berikut adalah penelitian terdahulu yang dapat dijadikan
bahan acuan bagi penelitian ini :
1. Rujukan Jurnal Penelitian Yohanes Kurniawan, dkk (2018)
Pada tabel 2.1 dijelaskan secara ringkas yang berkaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus pada variabel kecelakaan
kerja, pengetahuan, kelelahan, beban kerja fisik, postur tubuh pekerja, dan
sikap penggunaan APD.
TABEL 2.1
Rujukan Penelitian Untuk Variabel
Pengetahuan dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
Judul Penelitian Hubungan Pengetahuan, Kelelahan, Beban Kerja Fisik, Postur
Tubuh saat Bekerja, dan Sikap Penggunaan APD dengan Kejadian
Kecelakaan Kerja (Studi pada Aktivitas Pengangkutan Manual di
Unit Pengantongan Pupuk Pelabuhan Tanjung Emas Semarang)
Penulis Yohanes Kurniawan, Bima Kurniawan, Ekawati (2018)
Variabel Yang
Diteliti
Variabel Independen:
X.1 : Pengetahuan X.4 : Postur Tubuh Saat Bekerja
X.2 : Kelelahan X.5 : Sikap Penggunaan APD
X.3 : Beban Kerja Fisik
Variabel Dependen:
Y : Kecelakaan Kerja
Teknis Analisis Analisis Observasi dengan menggunakan metode Cross Sectional
Hasil Penelitian Berdasarkan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian maka
dapat disimpulkan: Semua variabel independen pada penelitian ini
32
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kejadian kecelakaan
kerja pada aktivitas pengangkutan manual di unit pengantongan
pupuk Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Hubungan
Dengan
Penelitian
Variabel Pengetahuan dan Sikap Penggunaan APD dalam jurnal
penelitian terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk variabel
Pengetahuan dan Penggunaan Alat pelindung Diri dalam penelitian
ini.
Sumber: Penelitian Yohanes Kurniawan, dkk (2018), e-Journal, Vol 6 No. 4 - Agustus 2018.
2. Rujukan Jurnal Penelitian Galih Satriyo dan Suwarso (2017)
Pada tabel 2.2. dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus
pada variabel pengawasan, keselamatan kerja, bongkar muat, sarana
prasarana, sumber daya manusia.
TABEL 2.2
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Keselamatan Kerja
Judul Penelitian Pengaruh Pengaruh Pengawasan dan Keselamatan Kerja Terhadap
Kegiatan Bongkar Muat Pada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan Kelas III Tanjung Wangi
Penulis Galih Satriyo dan Suwarso (2017)
Variabel Yang
Diteliti
Variabel Independen:
X.1 : Pengawasan
X.2 : Keselamatan Kerja
Variabel Dependen:
Y.1 : Sarana Prasarana
Y.2 : Sumber Daya Manusia
Teknis Analisis Analisis Data Kuantitatif
Hasil Penelitian Berdasarkan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian maka
dapat disimpulkan: Semua variabel independen pada penelitian ini
33
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kegiatan bongkar muat (
sarana prasarana dan sumber daya manusia).
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Keselamatan Kerja dalam jurnal penelitian terdahulu
digunakan sebagai rujukan untuk variable Keselamatan Kerja dalam
penelitian ini.
Sumber: Penelitian Galih Satriyo dan Suwarsono (2017), Discovery, Vol. 2 No.1 – Maret 2017.
3. Rujukan Jurnal Penelitian Sovian Piri, dkk (2015)
Pada tabel 2.3 dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus
pada variabel keselamatan kerja, kecelakaan, kesehatan, pelatihan, alat
pelindung diri, dan pekerja.
TABEL 2.3
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Pelatihan Kerja Dan Penggunaan Alat
Pelindung Diri
Judul Penelitian Pengaruh Kesehatan, Pelatihan dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
Terhadap Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Kontruksi Di Kota
Tomohon
Penulis Sovian Piri, Bonny F. Sompie, James A. Timboeleng (2015)
Variabel Yang
Diteliti
Variabel Independen:
X.1 : Kesehatan
X.2 : Pelatihan
X.3 : Alat Pelindung Diri
Variabel Dependen:
Y : Kecelakaan Kerja
Teknis Analisis Analisis Data Kuantitatif, dengan menggunakan alat bantu program
IBM SPSS 17
Hasil Penelitian Berdasarkan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian maka
dapat disimpulkan: Secara bersama-sama faktor Kesehatan,
34
Pelatihan, dan Penggunaan Alat Pelindung Diri mempengaruhi faktor
Kecelakaan Kerja, dimana semakin meningkatnya nilai ketiga faktor
tersebut maka nilai faktor kecelakaan kerja akan semakin menurun.
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Pelatihan dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam jurnal
penelitian terdahulu digunakan sebagai rujukan untuk variable
Pelatihan Kerja Dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dalam
penelitian ini.
Sumber: Penelitian Sovian Piri, dkk (2015) Jurnal Ilmiah MEDIA ENGINEERING, Vol. 2 No. 4 - November 2015 ISSN 2087-9334 (219-231).
4. Rujukan Jurnal Penelitian Tofan Agung E.P dan Yudi A. (2016)
Pada tabel 2.4 dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus
pada variabel alat pelindung diri dan bongkar muat.
TABEL 2.4
Rujukan Penelitian Untuk Variabel Penggunaan Alat Pelindung Diri
Judul Penelitian Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri Pekerja Bongkar Muat
Petikemas PT. X Surabaya
Penulis Tofan Agung Eka Prasetya dan Yudi A. (2016)
Variabel Yang
Diteliti
Variabel Independen:
X.1 : Alat Pelindung Diri
Variabel Dependen:
Y : Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Teknis Analisis Analisis Data Kualitatif, dengan menggunakan teknik triangulasi
Hasil Penelitian Berdasarkan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian maka
dapat disimpulkan: Alat Pelindung Diri merupakan alat keselamatan
yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, namun
mayoritas pekerja menggunakan pelindung kaki berupa safety shoes.
Masker merupakan jenis alat pelindung diri yang paling sedikit
digunakan oleh pekerja. Hasil tersebut juga didukung oleh hasil
wawancara kepada salah satu pekerja yang menyatakan bahwa safety
35
shoes mulai dibiasakan agar tidak terjadi kejadian kecelakaan seperti
sebelumnya, dan masker jarang digunakan karena pekerja merasa
kurang nyaman ketika menggunakan masker. Resiko terjadi
kecelakaan kerja pada TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat) sebesar
9,103.
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Alat Pelindung Diri dalam penelitian terdahulu digunakan
sebagai rujukan untuk variabel Penggunaan Alat Pelindung Diri
dalam penelitian ini.
Sumber: Penelitian Tofan Agung Eka Prasetya dan Yudi A. (2016), Journal of Industrial Hygiene and Occupational Health, Vol. 1 No. 1 - Oktober 2016 ISSN 2541-5727.
5. Rujukan Jurnal Penelitian Julia Purnama Sari (2015)
Pada tabel 2.5 dijelaskan secara ringkas jurnal penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini berfokus
pada variabel keselamatan, keamanan, ketertiban, dan pengawasan.
TABEL 2.5
Rujukan Penelitian Untuk Keselamatan Kerja
Judul Penelitian Pengawasan Syahbandar Dalam Upaya Mewujudkan Keselamatan,
Keamanan, Dan Ketertiban Penumpang Di Pelabuhan Tembilahan
Penulis Julia Purnama Sari (2015)
Variabel Yang
Diteliti
Variabel Independen:
X.1 : Keselamatan
X.2 : Keamanan
X.3 : Ketertiban
Variabel Dependen:
Y : Pengawasan
Teknis Analisis Analisis Data Deskriptif
Hasil Penelitian Berdasarkan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian maka
dapat disimpulkan :
36
1. Kantor Pelabuhan Syahbandar Tembilahan, dalam
mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan dan keamanan,
ketertiban penumpang, belum maksimal karena masih adanya
penumpang yang masih mengeluh dalam keselamatan,
keamanan, dan ketertiban penumpang.
2. Syahbandar belum maksimal dalam melaksanakan tuagsnya,
dapat dikatakan maksimal sesuai S.O.P.
Hubungan
Dengan
Penelitian ini
Variabel Keselamatan dalam jurnal penelitian terdahulu digunakan
sebagai rujukan untuk variabel Keselamatan Kerja dalam penelitian
ini.
Sumber: Julia Purnama Sari (2015), Jom FISIP, Vol 1 No. 2 – Oktober 2015.
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2011) mengemukakan bahwa hipotesis sebagai
suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Dalam penelitian ini, hipotesis
dikemukakan dengan tujuan untuk mengarahkan serta memberi pedoman
bagi penelitian yang akan dilakukan. Apabila hipotesis tidak terbukti dan
berarti salah, maka masalah dapat dipecahkan dengan kebenaran yang
ditentukan dari keputusan yang berhasil di jalankan selama ini. Adapun
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Diduga pengetahuan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan kerja bongkar muat pada Pelabuhan Tanjung Intan
Cilacap.
H2 : Diduga pelatihan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan kerja bongkar muat pada Pelabuhan Tanjung Intan
Cilacap.
H3 : Diduga penggunaan alat pelindung diri berpengaruh positif dan
signifikan terhadap keselamatan kerja bongkar muat pada Pelabuhan
Tanjung Intan Cilacap.
37
H4 : Diduga pengetahuan, pelatihan kerja, penggunaan alat pelindung diri
secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keselamatan kerja bongkar muat pada Pelabuhan Tanjung Intan
Cilacap.
2.4 Kerangka Pemikir
H1
H2
H3
H4
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
= Variabel = Pengaruh
= Indikator = Pengukur
H = Hipotesis
Sumber : Jurnal Penelitian Terdahulu yang di publikasikan
(X1) Pengetahuan
(X2) Pelatihan
Kerja
(X3) Penggunaan
APD
X1.1
(Y) Keselamatan Kerja B/M
X1.2
X1.3
X2.1
X2.2
X2.3
X3.1
X3.2
X3.3
Y1.1
Y1.2
Y1.3
38
Variabel dalam penelitian ini meliputi :
1. Indikator variabel dependen (Y) Keselamatan Kerja Bongkar Muat :
Y 1.1 = Tingkat kecelakaan menurun
Y 1.2 = Tidak cacat pada anggota tubuh Tenaga Kerja Bongkar Muat
Y 1.3 = Kondisi selamat dari kerugian di tempat kerja
2. Indikator variabel independen (X1) Pengetahuan :
X 1.1 = Umur
X 1.2 = Pendidikan
X 1.3 = Masa Kerja
3. Indikator variabel independen (X2) Pelatihan Kerja :
X 2.1 = Sosialisasi di awal kerja
X 2.2 = Instruksi kerja
X 2.3 = Evaluasi kerja
4. Indikator variabel independen (X3) Penggunaan Alat Pelindung Diri :
X 3.1 = Menggunakan pelindung kepala saat bekerja
X 3.2 = Menggunakan sarung tangan saat bekerja
X 3.3 = Menggunakan sepatu safety saat bekerja
39
2.5 Diagram Alur Penelitian
Gambar 2.19
Diagram Alur Penelitian
rs
Analisis Data
Gambar 2.1
Latar Belakang Masalah
Pengumpulan Data
Metodologi Penelitian
Tinjauan Pustaka
Penggunaan Alat Pelindung Diri
( X 3 )
Pengetahuan
X ( 1 )
Keselamatan Kerja Bongkar Muat
) ( Y
Pelatihan Kerja ( X 2 )
Pengolahan Data
Implikasi Manajerial
Kesimpulan dan Saran