BAB 1 II LANDASAN TEORI - digilib.polban.ac.id
Transcript of BAB 1 II LANDASAN TEORI - digilib.polban.ac.id
7
BAB 1
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Informasi
Sistem adalah merupakan kumpulan atau himpunan dari unsur, komponen,
atau variabel yang saling terintegrasi satu sama lain (Sutabri, 2005:2). Sedangkan
menurut Sugiama (2013: 226) sistem informasi merupakan sekumpulan komponen
atau sub sistem yang bersatu dan berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu. Dari
dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem adalah kumpulan dari sub
sistem yang saling tergantung satu sama lain dan berfungsi untuk mencapai tujuan.
Sedangkan definisi informasi menurut Sutabri (2005: 23) adalah “data yang telah
diklasifikasi atau diolah atau diinterpretasi untuk digunakan dalam proses
pengambilan keputusan”.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem informasi adalah suatu sistem di
dalam organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi,
mendukung operasional, bersifat manajerial, dan kegiatan strategi yang
menghasilkan informasi bagi pengambil keputusan atau untuk mengendalikan
organisasi. sistem informasi terdiri dari komponen-komponen yang disebut dengan
istilah blok bangunan (building block) meliputi blok masukkan (input block), blok
model (model block), blok keluaran (output block), blok teknologi (technology
block), blok basis data (database block) dan blok Kendali (control block). Blok
masukkan (input block) merupakan input mewakili data yang masuk ke dalam
informasi. Input termasuk metode-metode dan media yang digunakan untuk
menangkap data yang akan dimasukkan, yang dapat berupa dokumen dasar. Blok
model (model block) terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan metode matematik
yang akan memanipulasi data input dan data yang tersimpan di basis data dengan
cara tertentu untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan. Blok Keluaran (output
block) merupakan produk dari sistem informasi berupa keluaran yang merupakan
informasi yang berkualitas dan dokumentasi yang berguna untuk semua tingkatan
manajemen serta semua pemakai sistem. Blok Teknologi (technology block)
II
8
merupakan alat untuk menerima input, menjalankan model, menyimpan dan
mengakses data, menghasilkan dan mengirimkan keluaran serta membantu
pengendalian diri secara keseluruhan. Adapun teknologi terdiri dari teknisi,
perangkat lunak dan perangkat keras. Blok basis data (database block) merupakan
kumpulan dari data yang saling berhubungan satu sama lain, tersimpan diperangkat
keras komputer dan menggunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya. Blok
Kendali (control block) merupankan pengendalian yang dirancang dan diterapkan
untuk meyakinkan bahwa hal-hal yang dapat merusak sistem dapat dicegah ataupun
bila terlanjur terjadi dapat langsung cepat diatasi.
Sutanta (2003) menjelaskan bahwa komponen fisik sistem informasi terdiri
dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), berkas (file), prosedur
(procedure) dan manusia (brainware).
2.2.1 Pengembangan Sistem Informasi
Pengembangan sistem (system development) dapat berarti penyusunan suatu
sistem baru untuk menggantikan sistem lama secara keseluruhan atau memperbaiki
sistem yang ada (Jogiyanto, 2005: 35). Jogiyanto (2005: 37) menjelaskan bahwa
adanya permasalahan, kesempatan, maka sistem baru perlu dikembangkan untuk
pemecahan permasalahan yang timbul, meraih kesempatan yang ada atau
memenuhi intruksi yang diberikan. Adapun menurut Kristanto (2008: 39)
pengembangan sistem informasi yang direalisasikan dengan bantuan komputer
(computer information system) melalui suatu tahapan yang disebut dengan sistem
analis dan desain. Sistem analis dan desain adalah peningkatan kinerja suatu
organisasi dengan tujuan perbaikan prosedur-prosedur dan metode yang lebih baik.
Sementara itu, Whittenet al. dalam Jogiyanto (2005: 38) mengungkapkan manfaat
dari pengembangan sistem bahwa dengan dikembangkannya sistem yang baru,
maka diharapkan akan terjadi peningkatan-peningkatan di sistem yang baru.
Peningkatan-peningkatan tersebut diantaranya:
1. Performance (kinerja), peningkatan kinerja sistem yang baru sehingga sistem
menjadi lebih efektif. Kinerja dapat diukur dari response time dan juga
troughput. Troughput adalah jumlah beban pekerjaan yang dilakukan suatu
9
saat tertentu. Response time merupakan rata-rata waktu tertunda diantara dua
pekerjaan ditambah dengan waktu response untuk menanggapi pekerjaan
tersebut.
2. Information (informasi), peningkatan kualitas informasi yang ada di dalam
sistem sebelumnya.
3. Economy (ekonomis), peningkatan untuk manfaat-manfaat atau penurunan-
penurunan biaya yang ada.
4. Control (pengendalian), peningkatan terhadap pengendalian untuk
menemukan dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi
5. Efficiency (efisiensi), peningkatan untuk efisiensi operasi. Terdapat
perbedaan antara Efisiensi dengan ekonomis. Ekonomis berhubungan dengan
tingkat sumber daya yang digunakan dengan tingkat pemborosan yang
minimum. Efisiensi dapat diukur dari output dengan inputnya.
6. Services (pelayanan), peningkatan untuk pelayanan yang diberikan oleh
sistem.
2.2.2 Siklus Hidup Pengembangan Sistem Informasi
Siklus hidup dari pengembangan sistem merupakan interpretasi yang
digunakan untuk mempresentasikan langkah-langkah tahapan kerja yang dilakukan
dalam mengembangkan sistem. Jogiyanto (2005: 41-52) berpendapat bahwa proses
pengembangan sistem terdiri dari tahapan mulai dari sistem itu direncanakan
sampai dengan sistem diterapkan, dioperasikan dan dipelihara. Apabila operasi
sistem yang sudah dilakukan pengembangan timbul permasalahan-permasalahan
yang kritis dan tidak dapat diatasi didalam tahap pemeliharaan sistem, maka
diperlukan pengembangan kembali pada tahap pertama, yaitu tahapan perencanaan
sistem.
Menurut Jogiyanto (2005: 41-52) tahapan siklus hidup pengembangan sistem
terdiri dari tahapan perencanaan sistem, analisis sistem, desain sistem, seleksi
sistem, implementasi siste dan perawatan sistem. Tahapan siklus hidup
pengembangan sistem terdiri dari tiga fase atau bagian. Bagian pertama yaitu awal
proyek sistem meliputi tahapan kerja kebijakan serta perencanaan sistem. Bagian
10
kedua adalah bagian pengembangan sistem tahapan kerja analisis sistem,
perancangan sistem secara umum, perancangan sistem secara terinci, seleksi sistem
dan implementasi sistem. Penjelasan lebih lanjut tentang siklus hidup
pengembangan sistem dapat dilihat dalam Gambar 2.1 berikut.
Sumber: Jogiyanto (2005, hal. 52)
Gambar 1.1 Siklus Pengembangan Sistem
1. Awal Proyek Sistem
Kebijakan dan perencanan sistemadalah langkah pertama dalam proses
pengembangan sistem. Sebelum dilakukan tahapan perencanaan sistem,
manajemen harus membuatterlebih dahulu kebijakan untuk pengembangan sistem
yang dibutuhkan oleh perusahaan. Hal ini sangat penting, karena kebijakan tersebut
merupakan aturan yang menjadi dasar dari proses pelaksanaan pengembangan
sistem yang akan mempermudah dalam pelaksanaan tahapan-tahapan berikutnya.
Selanjutnya melakukan perencanaan sistem yang merupakan satu dari tahapan
pengembangan sistem pertama, tahap ini menentukan rangkaian atau kerangka
kerja menyeluruh. Perencanaan sistem (system planning) menyangkut estimasi dari
11
kebutuhan-kebutuhan atas fisik, tenaga kerja, dan pendanaan yang dibutuhkan
dalam mendukung pengembangan sistem serta untuk mendukung operasi setelah
diterapkan. Bagian ini para senior manajer yang profesional guna menemukan
strategi untuk mendukung rencana yang telah ditetapkan oleh suatu perusahaan atau
organisasi.
2. Pengembangan Sistem
Pengembangan sistem terdiri beberapa tahapan sebagai berikut:
a. Analisis Sistem
Tahapan ini merupakan tahapan sistem yang dianalisis untuk membuat
keputusan jika sistem yang ada mempunyai masalah atau tidak berfungsi
baik dan hasil dari analsisnya digunakan untuk dasar perbaikan sistem,
mengetahui ruang lingkup pekerjaan yang ditangani, memahami sistem
yang ada atau sedang berjalan dan mengidentifikasi masalah yang
berujung pada pencarian solusi.
b. Perancangan sistem
Tahap ini bertujuan untuk mendesain sistem yang baru
yang kemudian dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada dan
dipilih sesuai pemilihan alternatif sistem yang terbaik.
c. Seleksi Sistem
Merupakan perangkat lunak pada sistem informasi. Karena banyak
alternatif teknologi dan banyaknya alternatif penyedia teknologi, maka
diperlukann penyeleksian sistem.
d. Implementasi dan Penerapan
Merupakan tahap peletakan sistem agar siap dioperasikan. Tahapan ini
memiliki beberpa tujuan, yaitu:
1) Melakukan spesifikasi konsep yang ada untuk penerapan sistem
informasi yang dikembangkan.
2) Menerapkan sistem yang baru.
3) Menjamin bahwa sistem baru berjalan secara optimal.
12
3. Manajemen Sistem
Merupakan tahap akhir didalam daur hidup sistem informasi. Pada
tahapan ini, sistem informasi dioperasikan dan dikelola. Namun jika terjadi
permasalahan-permasalahan kritis mungkin tidak dapat diatasi
dalam tahap pemeliharaan sistem, maka perlu dilakukan redesign
sistem informasi yang baru untuk mengatasinya dan proses manajemen sistem
kembali lagi ke tahapan awal.
Menurut Sutabri (2005: 14) daur hidup sistem adalah “proses evolusioner
yang diikuti untuk sistem atau subsistem informasi berbasis komputer”. Daur hidup
sistem terdiri dari rangkaian tugas yang erat mengikuti langkah-langkah dalam
pendekatan sistem karena tugas-tugas tersebut mengikuti pola yang teratur dan
dilakukan secara top – down. Daur hidup sistem juga sering disebut pendekatan air
terjun (waterfall approach) bagi pengembangan sistem.
Gambar 1.2 Daur Hidup Sistem
13
Pembangunan sistem hanya salah satu rangkaian daur hidup dari suatu sistem.
Meskipun demikan, proses ini merupakan proses yang fundamental didalam sistem.
proses- proses ini terdiri dari:
1. Mengenali adanya Kebutuhan
Kebutuhan dapat terjadi karena hasil perkembangan dari organisasi dan jumlah
yang meningkat lebih dari kapasistas sistem yang ada.
2. Pembangunan Sistem
Prosedur atau proses yang harus dilakukan untuk menganalisis kebutuhan
yang muncul dalam membangun suatu sistem untuk dapat memenuhi
kebutuhan sistem tersebut.
3. Pemasangan Sistem
Tahapan selanjutnya yaitu pemasangan sistem. Pemasangan sistem adalah
tahap yang penting dalam daur hidup sistem. Peralihan dari tahap
pembangunan kepada tahap operasional terjadi pemasangan sistem yang
seungguhnya, yang merupakan tahap akhir dari suatu pembangunan.
4. Pengoperasian Sistem
Prosedur-prosedur dan program-program komputer pengioperasian berarti
kesesuaian dengan sistem yang telah ada
5. Sistem Menjadi Usang
Perubahan yang terjadi tidak dapat diatasi haya dengan melakukan perbaikan-
perbaikan pada sistem yang sedang dan telah berjalan. Terdapat saatnya secara
ekonomis dan teknis sistem sudah tidak layak lagi untuk digunakan dan sistem
yang baru perlu dibangun untuk pengoperasiannya. Setelah itu sistem infomasi
sistem akan melanjutkan siklus hidupnya dan akan beradaptasi terhadap
perubahan-perubahan yang dinamis. Model proses waterfall merupakan satu
dari model pengembangan perangkat lunak. Model proses ini merupakan
model yang sudah lama digunakan untuk pengembangan sistem (aplikasi)
perangkat lunak (Prahasta, 2014: 471). Model ini juga memerlukan
pendekatan sistemastis di dalam pengembangan sistem perangkat lunaknya.
14
Tahapan pengembangan dimulai dari tingkat sistem, analisis, perancangan,
impelementasi, pengujian, pengoperasian, sampai pada pemeliharaan.
Gambar 1.3 Contoh Model Tampilan Proses Waterfall
1. Rekayasa Sistem
Karena perangkat lunak bisa saja merupakan bagian dari sistem yang lebih
besar, maka dalam hal pengembangannya dimulai dari pengumpulan
kebutuhan, hal ini cukup penting karena perangkat lunak akan berintegrasi
dengan perangkat keras, data, manusia dan dengan perangkat lunak lainnya.
Tahapan ini menekankan pada pengumpulan kebutuhan (requirement) di
tingkat sistem (system requirements) dengan pendefinisian konsep sistem
beserta intarfaces yang menghubungkan dengan lingkungannya. Hasil akhir
dari tahap ini yaitu spsesifikasi sistem .
2. Analisis.
Pada tahapan ini dilakukan pengumpulan kebutuhan di tingkat perangkat
lunak (software requirements). Dalam analisis ini, pengembang akan
menentukan domain data, fungsi, proses yang diperlukan beserta kinerja dan
15
interfaces yang diperlukan. Hasil akhir tahap ini adalah spesifkasi
kebutuhan perangkat lunak (software specification).
3. Perancangan (arsitektur).
Sistem dalam perangkat lunak mempunyai 4 atribut yaitu struktur data,
detail procedures, arsitektur dan karakteristik interfaces. Pada tahap
perancangan, spesifikasi perangkat ditransformasikan ke dalam bentuk
arsitektur perangkat sistem yang memiliki karakteristik mudah dimengerti
dan tidak sulit dalam hal implemantasinya. Proses perancangan ini biasanya
dilakukan dalam dua tahap yaitu preliminary design serta detailed design.
Tahap pertama menghasilkan rancangan yang bersifat umum, sedangkan
tahap kedua akan menghasilkan rancangan secara detil hingga semua
modul, tipe data, fungsi dan prosedurnya.
4. Pemograman.
Tahapan ini disebut juga implementasi perangkat lunak atau coding. Pada
tahapan ini dilakukan implementasi dari hasil rancangan ke dalam baris-
baris kode pemrograman.
5. Pengujian. Setelah dilakukan pengimplementasian perangkat lunak,
pengujian dapat dimulai. Pengujian dilakukan lebih dulu pada setiap fungsi
atau prosedur yang ada dalam modul. Jika setiap fungsi atau prosedur
selesai diuji dan tidak bermasalah, maka modul-modulnya bisa segera
diintegerasikan sehingga membentuk perangkat lunak utuh. Kemudian
dilakukan pengujian pada tingkat perangkat lunak dan difokuskan pada
pemeriksaan hasil. Dengan asumsi bahwa apakah sudah sesuai dengan
requirements. Teknik pengujian perangkat lunak salah satunya adalah
teknik pengujian dengan menggunakan Black Box. Menurut Rouf (2013,
hal. 3) teknik pengujian black box merupakan teknik pengujian sistem
untuk mengetahui apakah fungsi dari perangkat lunak telah berjalan sesuai
dengan kebutuhan fungsional yang didefinsikan sebelumnya.
6. Pengopersian dan pemeliharaan.
Tahap ini diketahui oleh penyerahan (delivery) perangkat lunak kepada
penggunanya yang kemudian dioperasikan. Pada tahap operasional awal,
16
perangkat lunak mungkin mengalami kegagalan untuk menjalankan
beberapa fungsi sistemnya. Jika hal ini terjadi, maka pada fase inilah
pengembang memberikan perbaikan hingga sistem dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
2.2.3 Model Pengembangan Sistem Prototyping
Model pengembangan sistem lainnya yaitu model pengembangan protoyping.
Pengguna ataupun pengembang lebih menyukai prototyping karena alasan
pengembangan sistem (McLeod, 2012:203) yaitu:
1. Baiknya komunikasi antara pengembang dan pengguna
2. Pengembang dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam
menentukan ebutuhan pengguna.
3. Pengguana memainkan peran yang lebih efektif dalam pengembangan
sistem.
4. Implementasi cenderung mudah karena pengguna tahu apa yang
diharapkan dari sistem informasi.
Pada proses pengembangan sistem, sering dijumpai kondisi dimana pengguna
sebenarnya telah mendefinisikan (secara umum) sejumlah sasaran bagi perangkat
lunaknya walaupun belum mendefinisikan masukan, proses, dan bentuk
keluarannya. Sementara itu di sisi lain, pihak pengembang sistem pun tidak jarang
menghadapi keraguan mengenai efektivitas, kualitas algoritma dan efisiensi yang
sedang dikembangkannya, kemampuan adaptasi sistem dan user interfaces yang
dirancangnya (Prahasta, 2014: 474). Dengan demikian, dalam hal ini, pengguna dan
pengembang belum memiliki requirements yang definitif; walaupun pengguna
ingin segera melihat versi demo-nya. Pada kondisi ini, pengembang dan pengguna
perlu berkomunikasi sampai terjadi kesepakatan yang menyebabkan requirements-
nya menjadi definitif. Karena itulah pendekatan model proses prototyping dapat
dikatakan lebih menguntungkan dan juga bersifat fleksibel. Prototyping merupakan
model pengembangan sistem perangkat lunak yang juga melibatkan proses
pembentukan model versi perangkat lunak secara interaktif.
17
Model ini memiliki tiga bentuk yaitu:
1. Prototype di atas kertas atau berbasis sistem komputer yang menggambarkan
diagram interaksi yang mungkin terjadi
2. Working type yang menerapkan sebagian fungsi yang ditawarkan oleh
perangkat lunak.
3. Program jadi yang mampu melakukan fungsi yang ditawarkan meskipun
masih terdapat beberapa fitur yang membutuhkan pengembangan lebih lanjut.
Gambar 2.4 berikut ini menggambarkan tahapan pengembangan sistem
model prototyping.
Gambar 1.4 Contoh Model Proses Prototyping
1. Pengumpulan cepat untuk kebutuhan sistem dilakukan pengguna dan
pengembang. Aktivitas ini sejajar dengan tahap rekayasa sistem dan tahap
analisis yang terdapat dalam model proses waterfall.
2. Perancangan cepat prototipe untuk aplikasi perangkat lunak (quick design
yang dilakukan oleh pengembang). Aktivitas ini ekivalen dengan fase
perancangan dalam model proses waterfall.
3. Pembentukan prototipe untuk aplikasi perangkat lunak (dilakukan oleh
pengembang). Aktivitas ini ekivalen dengan tahap implementasi dalam
model proses waterfall.
18
4. Evaluasi prototipe untuk perangkat lunak (dilakukan oleh pengguna ataupun
pengembang). Aktivitas ini ekivalen dengan tahap implementasi dalam
model proses waterfall.
5. Perbaikan prototipe untuk perangkat lunak (dilakukan oleh pengembang).
Aktivitas ini merupakan pengulangan (repetasi perbaikan) kepada proses
berikutnya untuk produk yang sesuai dengan kebutuhan pengguna sistem.
2.2 Sistem Informasi Manajemen (SIM)
Pada umumnya sebuah sistem terdiri atas input, process, dan output. Pada
Sistem Informasi Manajemen input atau masukan berupa data-data perusahaan
diolah untuk menghasilkan output (keluaran) menghasilkan informasi yang dapat
dipakai oleh para manajer dalam mengambil keputusan untuk memecahkan
persoalan dalam perusahaan dan untuk mencapai target dan tujuan perusahaan
(Nugroho, 2008). Menurut Kristanto (2008: 29) sistem informasi manajemen atau
SIM merupakan “suatu sistem yang biasanya diterapkan dalam suatu organisasi
untuk mendukung pengambilan keputusan dan informasi yang dihasilkan
dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen atau dengan kata lain teknik
pengelolaan informasi dalam suatu organisasi”. Sedangkan menurut Sugiama
(2013: 184) Sistem Informasi Manajemen adalah “sistem yang terintegrasi untuk
menyajikan informasi sebagai pendukung operasi, manajemen dan pengambilan
keputusan”.
Berdasarkan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem informasi
manajemen adalah sistem (input, proces dan output) yang terintegrasi dan
diterapkan dalam suatu organisasi dalam mendukung pengoperasian, manajemen
dan juga pengambilan keputusan.
Adapun tujuan dari sistem informasi manajemen menurut Reddy et. al (2009)
yaitu:
1. Dapat memberikan basiss data sebagai sinyal bagi pengambilan keputusan
secara eksternal.
2. Dapat melakukan otomatisasi rutin sehingga dapat membantu pekerjaan
manusia
19
3. Membantu pihak manajemen dalam membuat keputusan yang rutin.
4. Membantu penyediaan informasi untuk mendkung eputusan non rutin.
5. berfungsi sebagai senjata untuk mendapatkan keuntungan yang kompetitif.
2.3 Sistem Informasi Manejemen Aset
Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA) Sugiama (2013: 185) merupakan
sekumpulan atau serangkaian sub-sistem informasi yang diintegrasikan secara
sistematis dan rasional untuk mentransformasikan data yang kemudian menjadi
informasi mengenai aset, sehingga dapat berguna sebagai pengambil keputusan
dalam pengelolaan aset dalam sebuah organisasi”.
Siregar (2004, hal. 518) menyatakan bahwa SIMA adalah hubungan
terintegrasi diantara lima tahapan kerja yaitu:
1. Inventarisasi aset meliputi dua aspek yakni inventarisasi fisik yang terdiri atas
bentuk, luas, lokasi, volume atau jumlah, jenis, alamat serta aspek legal yang
terdiri atas status penguasaan, masalah legal, batas akhir penguasaan. Proses
kerja yang dilakukan adalah pendataan, kodefikasi atau labeling,
pengelompokan dan pembukuan atau administrasi sesuai dengan tujuan dan
manajemen aset.
2. Legal audit adalah lingkup kerja manajemen aset yang berhubungan dengan
aspek yuridis di dalam siklus manajemen aset termasuk inventarisasi dan
pengoperasiannya.
3. Penilaian aset adalah satu proses kerja untuk menilai aset yang dikuasai yang
dilakukan oleh konsultan penilaian yang independen.
4. Optimalisasi aset adalah proses di dalam siklus manajemen aset meliputi
optimalisasi potensi fisik, lokasi, nilai, jumlah atau volume, legal dan
ekonomi yang dimiliki suatu aset.
Penjelasan lebih rinci tentang tahapan kerja manajemen aset dapat dilihat
pada Gambar 2.5.
20
Sumber: Siregar (2004, hal. 518)
Gambar 1.5 Alur Manajemen Aset
Lebih lanjut, Siregar (2004: 567-568) menyatakan bahwa secara teknologi,
SIMA harus dikembangkan dalam suatu desain sistem yang andal dan
berkemampuan untuk mengakomodasi perkembangan yang pesat dari teknologi
komunikasi dan ICT. Desain teknologi SIMA menurut Siregar (2004: 567-568),
setidaknya harus memenuhi kriteria-kriteria berikut ini:
1. Spatial-Based Approach
Sistem informasi manajemen aset dikembangkan dengan menggabungkan
basis data aset (tekstual dan tabular) dengan basis data spasial (geografis).
2. Lite, Subsystem of Core System
Sistem informasi manajemen aset dapat diintegrasikan sebagai bagian dari
sistem informasi keuangan daerah (SIKD) atau dengan sistem informasi
manajemen pemerintah daerah (SIMPD).
OPTIMALISASI PEMANFAATAN ASET
PENILAIAN ASET
LEGAL AUDIT
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN ASET
INVENTARISASI ASET
21
3. Multi Platform
Dapat dijalankan didalam berbagai platform sistem informasi. Ini
memberikan fleksibitas dan kemudahan dalam proses instalasi,
pengoperasian dan juga pengembangan di masa datang.
4. Scallable
Teknologi yang dikembangkan merupakan PC-Based dengan database yang
memiliki skalabilitas yang cukup tinggi untuk menangani data aset yang terus
berkembang.
5. Simple User (User’s Friendly)
Ini merupakan terminologi untuk menunjukan bahwa Sistem informasi
manajemen aset mudah untuk digunakan (dioperasikan) tanpa membutuhkan
pengetahuan juga keterampilan penggunaan dalam teknologi informasi atau
komputer yang tinggi.
6. Component (Object) Based
Dirancang dengan menggunakan model component atau object based yang
dapat memberikan kemudahan untuk dilakukan reenginering atau diperkaya
dengan fitur lain yang dibutuhkan sesuai dengan business process pengolahan
aset.
7. Real-Time Scenarios
Desain arsitektur SIMA dikembangkan dengan menggunakan skenario, yang
kemudian bisa dioperasikan off-line ataupun on-line tergantung kepada
kebutuhan masing-masing daerah.
berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Informasi
Manajemen Aset (SIMA) adalah sekumpulan sub-sistem informasi yang sistematis
untuk merubah data menjadi informasi tentang aset serta pengembangannya paling
tidak harus memenuhi kriteria yang ada.
2.3.1 Inventarisasi dalam Sistem Informasi Manajemen Aset
Sistem informasi manajemen aset berkaitan dengan siklus manajemen aset
baik berdasarkan teori maupu berdasarkan peraturan perundang – undangan. Siklus
manaejemen aset merujuk pada daur hidup di dalam proses manajemen aset.
22
Keputusan Direksi Perum Jasa Tirta II nomor 1/361/KPTS/2012 tentang Pedoman
Pelaksanaan Inventarisasi Kekayaan Milik Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta
II menyatakan bahwa inventarisasi barang adalah kegiatan yang meliputi
pencatatan, pengkodean, pemberian nomor registrasi, perhitungan, pelaporan dan
penghapusan barang. Dalam konsep inventarisasi tugas yang mencakup pencatatan
aset pada suatu waktu tertentu (periodik). Pada inventarisasi terdapat dua pekerjaan
inti yaitu inventarisasi aset secara fisik dan inventarisasi aset secara legal. Sugiama
(2013:175) menjelaskan bahwa inventarisasi aset memiliki banyak manfaat
diantaranya:
1. Dimiliki database kualitas dan kuantitas aset;
2. Dapat diketahui penggunaan dan pemanfaatan atas aset;
3. Membantu pihak terkait dalam operasi dan pemeliharaan aset;
4. Meningkatkan keamanan fisik dan yuridis atas aset yang bersangkutan.
Manfaat dapat tercapai dalam hal inventarisasi aset jika terdapat kesesuaian antara
seluruh hal yang terjadi di lapangan dengan realisasi kemampuan organisasi dalam
mendata, mencatat dan melaporkan aset. Inventarisasi dalam penerapannya di suatu
organisasi merupakan tahapan yang paling membutuhkan waktu yang cukup lama
dengan ketelitian yang tinggi. Hal ini yang menjadi alasan kenapa inventarisasi
sering dirasa sulit untuk di terapkan di dalam organisasi. Dengan dasar tersebut,
untuk mempermudah pencatatan, pendataan dan pelaporan diperlukan suatu sistem
yang diharapkan dapat membantu seluruh proses inventarisasi yang ada di
organisasi. Sistem informasi manajemen aset merupakan sistem informasi sebagai
keluaran dari perangkat lunak yang dapat membatu pengelolaan aset di dalam
organisasi. Database aset merupakan sekumpulan data dan informasi yang
berkaitan dengan aset yang ada di suatu organisasi sehingga database memiliki
kedudukan sama dengan input atas sistem informasi manajemen aset. Sistem
informasi manajemen aset pada dasarnya membatu pencatatan yang dilakukan
manual menjadi komputerisasi (computer-based information system). Beberapa
instrumen dibutuhkan dalam melaksanakan pencatatan dan pelaporan hasil
inventarisasi. Instrumen tersebut dapat ditranspormasikan menjadi instrumen-
instrumen digital yang dimasukan kedalam komputer. Dengan demikian pencatatan
23
dan pelaporan akan lebih mudah dilakukan jika disertakan sistem informasi dalam
prosesnya.
2.4 Sistem Informasi Geografis (SIG)
Menurut Aronof dalam Prahasta (2014: 100) SIG merupakan sistem berbasis
komputer untuk menyimpan dan memanipulasi data dan informasi geografis. SIG
dirancang untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyimpan objek dan
fenomena di mana lokasi geografis merupakan karakteristik kritis atau penting
untuk dilakukan dianalisis. Berdasarkan hal tersebut, SIG merupakan sistem
komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data yang berhubungan
dengan geografis yaitu masukan, manajemen data (menyimpan serta pemanggilan
data), analisis dan juga manipulasi data dan keluaran.
Pengertian lain dari SIG menurut Demers dalam Prahasta (2014: 100), SIG
merupakan sistem komputer untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan,
serta menganalisis informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi.
Berdasarkan dua definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa
SIG merupakan sebuah sistem informasi berbasiskan komputer yang dirancang
untuk menyimpan juga memanipulasi data dan informasi geografis. Informasi
Geografis dalam SIG merupakan kumpulan data atau fakta terkait dengan lokasi
keruangan di suatu permukaan bumi, disusun sedemikian rupa sehingga
menghasilkan informasi yang baru bersifat geografis dan berbeda dari sumber data
sebelumnya ketika masih dipisahkan. Dalam manajemen aset, SIG ini dapat
digunakan sebagai penentuan lokasi bisnis, penetapan tarif dasar pajak, pemantauan
sebaran aset yang dimiliki dan sebagai dasar penataan jangka panjang suatu kota
atau wilayah.
Sekarang sistem informasi geografis digunakan untuk berbagai kepentingan
atau keperluan dari berbagai disiplin ilmu seperti geodesi, pertanian, statistik, tata
kota dan tata wilayah (planologi) maupun oleh bidang manajemen. Oleh karena itu,
sistem informasi geografis memberikan esensi data spasial yang bisa dikelola
dengan tujuan tertentu dan dapat dimunculkan atau ditampilkan dalam suatu area
tertentu.
24
2.4.1 Komponen Perancangan SIG
Perancangan SIG terdiri dari dua komponen utama yaitu perancangan
perangkat lunak dan perancangan sistem SIG (Prahasta, 2014, hal. 467).
Perancangan SIG memerlukan pengetahuan teknis mengenai struktur data, model
data, dan juga bahasa pemograman. Dalam hal pembuatan, diperlukan keahlian
khusus untuk proses coding system.
Sumber: Prahasta (2014: 467)
Gambar 1.6 Komponen Perancangan SIG
SIG dalam hal perancangannya menekankan pada interaksi antara manusia
dengan sistem yang ada pada komputernya. Prahasta (2014, hal. 468)
mengungkapkan bahwa SIG tidak hanya sekadar aspek analisis juga komputerisasi
unsur spasial, tetapi juga manilai bagaimana integrasi sistem yang ada didalam
sebuah oraganisasi.
berdasarkan Gambar 2.6 di atas, perancangan sistem SIG bisa dibagi menjadi
dua bagian yaitu perancangan teknis (internal) dan perancangan institusional
(eksternal). Perancangan teknis akan berurusan dengan basis data dan dengan
fungsionalitas sistem. Selain perlu memastikan sistemnya berfungsi dengan baik,
kita juga perlu memahami akan hubungan antara operasional SIG dengan
organizational setting-nya.
25
Perancangan teknis tidak dapat terpisahkan dari aspek organisasinya. Oleh
sebab itu, sistem SIG dapat dianggap sukses di sisi perancangan teknisnya
sekalipun, kemungkinan masih dapat menemui kegagalan jika tidak mendapatkan
dukungan dari organisasi. Misalnya, sekalipun sistemnya sukses, tetapi jika
manajemen melihat bahwa pengoperasian sistem SIG-nya justru cenderung
berlebihan, maka kemungkinan pengoperasiannya bisa dibatasi atau bahkan
dihentikan sementara.
2.4.2 Model Perancangan SIG
Prahasta (2014, hal. 489) mengemukakan bahwa pada umumnya dimodelkan
perancangan SIG terdiri dari perancangan data, arsitektur dan interfaces.
1. Perancangan Data
Perancangan data merupakan langkah pertama dalam aktivitas perancangan
yang dilakukan selama proses perancangan rekayasa perangkat lunak
berlangsung. Pengaruh struktur data dengan kompleksitas fungsi berpengaruh
besar pada kualitas sistem yang ada. Tanpa memperhatikan teknik dalam
perancangan sistemnya, data yang sudah terancang dengan baik akan
membantu pembuatan sistem dengan struktur yang baik.
2. Perancangan Arsitektur Sistem
Dalam pengertian yang luas, perancangan arsitektur sistem dapat mencakup
semua elemen penting yang ada di dalamnya. Sementara itu, dalam ruang
lingkup yang terbatas, perancangan arsitektur sistem akan mencakup kelas-
kelas dan detil fungsi yang membentuk komponen perangkat lunaknya.
Proses ini kemudian akan mendukung kebutuhan infrastruktur yang sudah
ada dan memberikan rekomendasi khusus berkaitan dengan solusi perangkat
keras dan juga jaringan komputer berdasarkan kebutuhan pengguna. Oleh
karena itu, requirements aplikasi, data dan personil yang terlibat di dalam
organisasi merupakan faktor yang penting untuk mendapatkan solusi paling
optimum.
3. Perancangan Interfaces
26
Perancangan arsitektur sistem perangkat lunak sistem informasi geografis
menyediakan gambaran tentang beberapa struktur kelas program. Berkaitan
dengan hal tersebut, terkadang beberapa pengembang menyertakan informasi
tentang rancangan interfaces. Meskipun demikian, perancangan interface
lebih banyak terfokus pada interfaces antar-modul, interfaces antara sistem
dengan terminator selain manusia dan interfaces antara sistem dengan
manusia (user-interfaces).
4. Perancangan perangkat keras
Dalam konteks rekayasa perangkat lunak, perancangan perangkat keras (pada
hardware level atau configuration item) jarang diadakan pembahasan secara
khusus dalam konteks perancangan SIG, tetapi tentu saja spesifikasi
mengenai komponen perangkat keras perlu disediakan terlepas dari apakah
akan presentasikan sebagai bagian dari produk model perancangan atau
produk model analisis. Penentuan spesifikasi perangkat keras dapat dilakukan
secara terpisah dari permodelan analisis dengan pendeskripsian komponen
perangkat keras beserta spesifikasinya.
2.4.3 Basis Data
Sistem Informasi dalam SIG tidak terlepas dari basis data, karena SIG
tentunya memerlukan basis data. Selain itu, semua sistem informasi geografis
secara inherent dilengkapi kemampuan dalam pengelolaan basisdata (Prahasta,
2014). Connlolly dan Begg (2005: 15) menjelaskan basisdata sebagai sekumpulan
data yang saling terintegrasi secara logika yang dirancang untuk memenuhi
kebutuhan informasi didalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Jogiyanto
(1999: 265) basis data adalah sekumpulan data yang saling berhubungan satusama
lain, tersimpan di dalam perangkat keras komputer dan menggunakan perangkat
lunak untuk memanipulasinya.
Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa basis data
adalah sekumpulan data yang saling terintegrasi, bersifat non-redundant dan dapat
dimanipulasi oleh suatu perangkat lunak untuk dapat membentuk suatu konstuk
informasi.
27
Prahasta (2014: 272) mengungkapkan beberapa keuntungan yang akan
didapatkan untuk penggunaan basisdata, yaitu:
1. Mereduksi duplikasi yang pada akhirnya akan mencegah datangnya
masalah inkonsistensi serta isolasi data.
2. Mudah dikembangkan secara lebih lanjut baik untuk struktur maupun
dimensinya.
3. Memperoleh kecepatan, kemudahan dan efisiensi akses data.
4. Mendapatkan fasilitas penjagaan untuk integritas data.
5. Menyebabkan data untuk menjadi self-documented dan sefl-descriptive.
6. Mereduksi biaya pengembangan untuk perangkat lunak aplikasinya.
7. Meningkatkan keamanan data.
2.4.4 Database Management System (DMBS)
Jogiyanto (1999: 290) berpendapat bahwa Data Base Management System
(DBMS) merupakan angket perangkat lunak yang digunakan untuk memanipulasi
basis data. Sedangkan Data Base Management System menurut Connolly dan Begg
(2002: 16) merupakan sistem perangkat lunak yang dapat memungkinkan user
untuk mendefinisikan, membuat, memelihara, dan menyediakan kontrol data dalam
aksesibilitas basis data”.
Menurut Connolly dan Begg (2005: 16-17) umumnya DBMS menyediakan
beberapa fasilitas sebagai berikut:
1. Data Definition Language (DDL)
DDL merupakan suatu bahasa dalam basis data yang memperbolehkan user
untuk mendeskripsikan dan juga memberi nama atas suatu entitas, atribut dan
relasi data yang diminta oleh aplikasi, juga batasan keamanan dan integritas
datanya.
2. Data Manipulation Language (DML)
DML adalah bahasa yang menyediakan suatu operasi untuk mendukung
pengoperasian manipulasi data dasar yang ada pada basis data. Pengoperasian
data yang dimanipulasi pada umumnya meliputi :
28
a. Penambahan data baru dalam basis data.
b. Modifikasi data yang telah disimpan dalam basis data.
c. Pengembalian data yang ada dalam basis data.
d. Penghapusan data dari basis data.
3. Pengendalian akses ke basis data sistem:
a. keamanan.
b. pengaturan (concurrency)
c. integritas.
d. pengendali pemulihan.
e. User accessible catalogue.
2.4.5 Alat Bantu Perancangan Sistem
Analisis terstruktur adalah suatu metode analisis dengan menggunakan alat
atau sarana yang digunakan untuk membuat sistem yang terstruktur. Alat sistem
yang akan dijelaskan sebagai model sistem yang akan dilakukan perancangan
adalah sebagai berikut (Sutabri, 2004, hal. 135):
A. Data Flow Diagram (DFD)
Data flow diagram mempresentasikan sistem yang seakan-akan
mencermikan penekanan pada data, tetapi sebenarnya DFD lebih menekankan pada
prespektif proses. Pengertian umum dari data flow diagram adalah suatu jaringan
yang menggambarkan sistem automatis atau komputerisasi, manualisasi ataupun
gabungan dari keduanya, yang dalam penggambarannya disusun dalam bentuk
kumpulan komponen sistem yang saling terintegrasi sesuai dengan aturan mainnya.
Data flow diagram terdiri dua bentuk, yaitu physical data flow diagram dan juga
logical data flow diagram (Jogiyanto, 2005). Physical data flow diagram lebih
berfokus pada proses manual sistem. Logical data flow diagram menekankan
logika dari kebutuhan sistem, yaitu proses logika yang dibutuhkan oleh sistem.
kelebihan dari DFD adalah kemungkinan untuk penggambaran sistem dari level
yang tinggi kemudian menguraikannya menjadi level-level yang lebih rendah
(dekomposisi), sedangkan kekurangannya adalah tidak menunjukkan proses
29
keputusan, proses pengulangan (looping) dan proses perhitungan. Berikut adalah
beberapa keuntungan lainnya dari DFD yaitu:
a. DFD untuk memperbaiki dan mendeteksi terjadinya kesalahan logika di
dalam tahap awal perancangan sistem informasi. Dimana perbaikan yang ada
pada tahap awal ini akan mengurangi biaya perbaikan dibandingkan jika
kesalahan telah dideteksi pada tahap akhir (programming, implementation
dan testing).
b. Pemahaman yang lebih jauh mengenai hubungan antara sistem dan sub
sistem.
c. Memudahkan pemahaman user terhadap sistem dengan adanya diagram
secara visual.
d. Memudahkan analisis sistem secara utuh, termasuk aliran data dan proses
yang dilakukan oleh sistem.
DFD disusun atas dasar simbol-simbol tertentu. Simbol yang digunakan
dalam membuat ada empat buah simbol data flow diagram yang dapat dilihat pada
gambar 2.7
Sumber: Sutabri (2004, hal. 136)
Gambar 1.7 Simbol Data Flow Diagram
30
Berikut merupakan teknik pemembuatan Data Flow Diagram (DFD) yang
umum digunakan (Sutabri, 2004, hal. 137-139):
a. Mulai dari tingkatan yang lebih tinggi atau yang umum, kemudian diuraikan
sampai lebih detail atau tingkatan lebih rendah, yang dikenal dengan istilah
“Top Down Anaysis”.
b. Jabarkan proses yang terjadi di dalam DFD serinci mungkin hingga tidak
dapat diuraikan lagi.
c. Pelihara konsistensi proses yang ada di dalam DFD, mulai dari diagram
dengan tingkat yang lebih tinggi sampai dengan diagram dengan tingkat yang
lebih rendah lebih rendah.
d. Berikan label dengan definisi yang jelas seperti:
1) Nama yang jelas dalam EXTERNAL ENTITY;
2) Nama yang jelas dalam PROSES;
3) Nama yang jelas dalam DATA FLOW;
4) Nama yang jelas dalam DATA STORE.
Langkah-langkah di dalam membuat DFD dibagi menjadi tiga tahap untuk
tingkat konstruksi data flow diagram, yaitu sebagai berikut:
1) Diagram Konteks
Diagram ini dibuat dalam rangka menggambarkan sumber dan tujuan data yang
akan diproses atau diagram tersebut digunakan untuk menggambarkan sistem
secara umum atau global.
2) Diagram Nol
Diagram ini dibuat untuk mempresentasikan tahapan proses yang ada di dalam
diagram konteks dengan penjabarannya yang lebih terperinci.
3) Diagram Detail
Diagram yang dibuat untuk menggambarkan arus data yang lebih mendetail
lagi dari tahap proses dalam diagram nol.
B. Diagram Entity Relationship (ER)
Diagram entity-relationship (ER) diperkenalkan Charles Bachman pada
1969-an. Kemudian, diagram ini juga dipopulerkan oleh Pin-Shan Peter Chen tahun
31
1967. Saat ini, diagram ER bisa digambarkan secara lebih baik dan sistematis
(Prahasta, 2014, hal. 145). Simbol dan notasi pada diagram ER menurut Korth
dalam Prahasta (2014, hal. 145) adalah:
1) Persegi panjang (garis tunggal) menggambarkan entity-set (biasa, normal,
kuat), sementara weak entity-set (entitas lemah) menggunakan garis ganda.
2) Ellips menggambarkan atribut milik entity-set.
3) Belah ketupat menggambarkan relationship-set antara dua entity-set,
sementara garis ganda mewakili relasi yang terjalin antara entity-set biasa
dengan weak entity-set.
2.5 Real Estate dan Real Property
Secara umum properti terdiri dari dua, yaitu real property dan private
property. Real estate adalah tanah dan segala perbaikan atau pengembangannya dan
pada dasarnya bersifat tangible (berwujud). Real property adalah konsep hukum
yang mencakup hak atas tanah, kepentingan dan manfaat yang berkaitan dengan
real estate serta bersifat tidak berwujud (intangible). Di dalam Standar Penilaian
Indonesia (SPI 300) butir 3.7 menyatakan bahwa Real estate adalah tanah dan
segala benda yang merupakan bagian alamiah dari tanah, misalnya pohon dan
mineral serta benda lainnya yang dibuat oleh manusia, misalnya bangunan dan
pengembangan lahan lainnya. Sedangkan dalam butir 2.1 dinyatakan bahwa real
properti merupakan kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real
estate. Tanah dalam bahasa undang-undang sering diartikan permukaan bumi (UU
No. 5/1960). Tanah dalam beberapa terminologi lain diartikan, sebagai permukaan
bumi, material yang ada dibawah, di atas udara dan seluruh benda yang terikat ke
tanah (Peter Date dan John McLaughlin, 1999). R. O. Rost dan H. G. Collins dalam
bukunya Land and Compensation in Australia, 1990, menyebutkan tanah pada
umumnya didasarkan sebagai sesuatu wujud kesatuan bagian dari permukaan bumi,
isinya, tanah (soil) atau suatu bidang yang luas dari suatu Negara. Sedangkan
Dictionary of Real Estate Terms, Sixth Edition, 2004 menyebutkan tanah adalah
permukaan bumi, bagian dari permukaan bumi. Dari beberapa referensi tersebut,
dapat disimpulkan tanah selaku berhubungan dengan permukaan bumi.
32
Bila tanah dilihat dari unsur penguasaannya secara luas, tanah dapat menjadi
seluruh apa yang terkait kepada permukaan bumi termasuk penguasaan apa yang
ada di atasnya dan penguasaan apa yang ada di bawahnya. Undang-undang No. 5
tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dan peraturan-
peraturan pelaksanaannya mengatur tidak hanya hak-hak atas tanah, tetapi hak-hak
ats tanah dan segala sesuatu yang menjadi satu kesatuan dengan tanah tersebut.
Merujuk pada ketentuan undang-undang dan pengertian tanah tersebut maka,
konsep pengertian properti sebagai konsep hukum sangat relevan terhadap konsep
pemahaman tanah. Properti adalah konsep hukum yang mencakup kepentingan, hak
dan keuntungan yang berkaitan dengan suatu kepemilikan. Properti terdiri atas hak
kepemilikan, yang memberikan hak kepada pemilik untuk suatu kepentingan
tertentu (specific interest) atau sejumlah kepentingan atas apa yang dimilikinya
(KPUP-SPI 2007). Properti pada bagian ini, dapat diartikan sama dengan
pengertian real properti. Real property dalam hubungannya kepada real estate
memiliki fungsi yang fundamental pada penilaian (Appraisal of Real Estate, 13th
edition). Real estate dirumuskan sebagai tanah secara fisik dan benda yang
dibangun oleh manusia yang menjadi satu kesatuan dengan tanahnya. Real estate
adalah benda fisik terwujud yang dapat dilihat dan disentuh, bersama-sama dengan
segala sesuatu yang didirikan pada tanah yang bersangkutan, di atas atau di bawah
tanah.
Real property merupakan penguasaan yuridis atas tanah yang mencakup
semua hak atas tanah (hubungan hukum dengan bidang tanah tertentu), semua
kepentingan (interest) dan manfaat (benefit) yang berkaitan dengan kepemilikan
real estate, real property biasanya dibuktikan dengan bukti kepemilikan (sertifikat
atau surat-surat lain) yang terpisah dari fisik real estate. Oleh karena itu, real
property adalah suatu konsep nonfisik (atau konsep hukum). Kebutuhan akan nilai
tanah yang dapat dihubungkan dengan fungsi ekonomi tanah sebagai aset keuangan
sangat relevan dengan faktor produksi yang digagas dalam teori ilmu ekonomi
klasik. Sehingga, tanah sangat dipengaruhi kepada hak kepemilikan atau hak
menguasai yang bila hak-hak tersebut dapat dipindah tangankan, maka hal itu
menjadi unsur dalam penciptaan nilai.
33
Sumber: The Apraisal of Real Estate, 2014
Gambar 1.8 Bundle of Right
Sisi lain, bila tanah dilihari dari kepentingan penilaian berdasarkan hak yang
melekat padanya, dapat terdiri dari:
a. Hak untuk menjual
b. Hak untuk menyewakan
c. Hak untuk menempati
d. Hak untuk menjaminkan
e. Hak untuk memberikan
Hak-hak ini dalam pemahaman hukum termasuk dalam konsep ikatan hak
atau bundle of rights (Appraisal of Real Estate13 th Edition). Hak penguasaan
tunggal dari ke semua hak yang ada tentu saja dimiliki oleh negara berdasarkan
undang-undang. Namun, kepemilikan pemilikan dapat berupa sertifikat untuk
masing-masing individu atau badan sesuai dari jenis hak yang dimiliki.
Tidak semua hak dapat diperoleh secara bersamaan. Hak menguasai sebidang
tanah, tidak berarti menguasai seluruh apa yang ada di dalam kandungan tanah.
Pada beberapa negara termasuk Indonesia hak untuk memanfaatkan satu sama
lainnya diatur secara terpisah. Tapi idealnya keterpisahannya itu tetap tidak dapat
melepaskannya dari bidang tanah. Penilaian tentu saja membutuhkan kepastian
34
untuk hal-hal yang seperti ini agar nilai tanah dapat dimengerti berdasarkan tujuan
dan penggunaannya.
2.6 Landasan Normatif
Dalam melaksanakan penelitian ini terdapat landasan normatif yang yang
menjadi dasar hukum dalam menyelesaian masalah yang dibahas pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah.
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 59/PMK.06/2005 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah.
3. Keputusan Direksi Perum Jasa Tirta II mengenai Penetapan Jenis Dan
Penanganan Arsip Vital Berupa Surat Berharga Dan Dokumen Penting Di
Lingkungan Perusahaan Umum (Perum ) Jasa Tirta II.
4. Keputusan Direksi Perum Jasa Tirta II Nomor 1/361/2012 mengenai
Pedoman Pelaksanaan Inventarisasi Barang Kekayaan Milik Perum Jasa Tirta
II.
35
2.8 Kerangka Berpikir
Berikut ini rangkaian langkah-langkah dalam kerangka berpikir Rancangan
Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan dan Bangunan Berbasis Geografis di
Perum Jasa Tirta II. Model pengembangan prototyping (Prahasta, 2014) merupakan
model pengembangan dengan penekanan pada aspek pencapaian produk akhir yang
terdiri dari pengumpulan kebutuhan, perancangan prototype dan evaluasi prototype.
1. Pengumpulan kebutuhan
Pengumpulan kebutuhan merupakan pengumpulan informasi dan
kebutuhan dari pengguna untuk sistem informasi yang akan
dikembangkan. Terdiri dari requirement fungsional, non-fungsional,
kinerja sistem dan data. Hasil dari pengumpulan kebutuhan maka akan
menghasilkan inventarisasi requirement data, Diagram Konteks dan DFD
lev.0.
2. Perancangan prototype
Perancangan prototype merupakan quick design yang dihasilkan
berdasarkan pengumpulan kebutuhan (requirement). Perancangan sistem
terdiri dari beberapa tahapan diantaranya perancangan data yang
menghasilkan Entity Relationship (ER) dengan Conceptual Data
Diagram, Physical Data Diagram dan Model Level Data Item yang akan
dijadikan sebagai dasar input pada sistem data. Setelah perancangan dara
maka dilakukan perancangan arsitektur, perancangan interface dan
perancangan perangkat keras.
3. Pembentukan Prototype
Pembentukan prototype merupakan tahapan coding berdasarkan hasil
rancangan sistem.
4. Evaluasi prototype
Tahapan ini merupakan pengujian atas sistem yang telah dirancang dan
diimplementasikan. Jika setelah dilakukan pengujian sistem terjadi
kegagalan maka dapat diulangi kepada tahapan pengumpulan kebutuhan
maupun perancangan sistem disesuaikan dengan pada tahapan mana yang
terjadi kegagalan atas sistem informasi.
36
Sumber: Olah Data Penulis, 2016
Gambar 1.9 Kerangka Berpikir
Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan dan Bangunan Berbasis Geografis di Perum Jasa Tirta II
Model Pengembangan Prototyping (Prahasta,2014)
Model dengan penekanan pada aspek pencapaian produk
akhir
Pengumpulan Kebutuhan
Pembentukan prototype
Perancangan Prototype
Requirement: 1. Fungsional 2. Non-Fungsional 3. Kinerja Sistem 4. Data
Inventarisasi Req.Data Diagram Konteks DFD lev.0
Perancangan data
Entity Relationship
Conceptual Data Diagram Physical Data Diagram Model Level Data Item
Perancangan Arsitektur
Perancangan Interface
Perancangan Perangakat Keras
Pengembangan Sistem Informasi
Evaluasi prototype
37
Tabel 1.1 Pemetaan Proyek Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset Lahan dan Bangunan Berbasis Geografis di
Perum Jasa Tirta II No Tahapan Informasi/data Teknik pengumpulan
data Sumber Alat
1. Pengumpulan Kebutuhan
(requirement)
a. Requirement Fungsional b. Requirement Non-Fungsional c. Requirement Kinerja Sistem d. Requirement Data
Observasi Wawancara
Studi dokumentasi
Manajer di Divisi Inventarisasi dan Pengendalian Aset Perum Jasa Tirta II
Requirement Tabel
2. Perancangan data a. Aliran data b. Entitas yang terlibat didalam sistem
Observasi Wawancara
Studi dokumentasi
Manajer di Divisi Inventarisasi dan Pengendalian Aset Perum Jasa Tirta II
Data requirement tabel,
Software power designer
3 Perancangan arsitektur sistem
a. Komponen perangkat lunak pendukung sistem
b. Komponen perangkat keras pendukung sistem
Observasi Wawancara
Studi dokumentasi
Divisi IT Perum Jasa Tirta II
Corel draw
4 Perancangan Interfaces
c. Data field sebagai prototype d. Design perancangan lain sebagai
perbandingan
Observasi Studi dokumentasi
Website GIS instansi lain
Mozilla Firefox / Google Chrome, ms.
Office 5 Perancangan
perangkat keras a. Spesifikasi perangkat keras yang ada di
Perum Jasa Tirta II b. Spesifikasi perangkat keras ideal untuk
sistem informasi manajemen aset lahan dan bangunan berbasis geografis
Observasi Wawancara
Studi dokumentasi
Divisi IT Perum Jasa Tirta II
Tabel perangkat keras
6
Pembuatan Program Aplikasi
Seluruh hasil dari perancangan sistem meliputi perancangan data, perancangan arsitektur sistem, perancangan interfaces, dan perancangan perangkat keras
Studi dokumentasi - XAMPP, HTML CSS Javascript, PHP,
MySQL, Apace, Power Designer,
7. Pengujian/ Testing Hasil pembuatan aplikasi Studi dokumentasi - Tabel pengujian Sumber: identifikasi penulis, 2017
38