LANDASAN TEORI

38
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia, lipiduria, Hiperkoagulabilitas. Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin urin serta peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang mencerminkan kelainan imunitas yang diperantarai sel T. Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lesi minimal,nefropati membranosa, glomerulo-sklerosis fokal segmental, glomerulonefritis membrano-proliferatif.

Transcript of LANDASAN TEORI

Page 1: LANDASAN TEORI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sindrom nefrotik (SN) adalah sekumpulan manifestasi klinis yang

ditandai oleh proteinuria masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan

tubuh per hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 g/dl), edema, hiperlipidemia,

lipiduria, Hiperkoagulabilitas. Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi

menjadi SN primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer

glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan SN sekunder yang disebabkan

oleh penyakit tertentu.

Saat ini gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga

menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya peningkatan

konsentrasi neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin urin serta

peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang mencerminkan

kelainan imunitas yang diperantarai sel T.

Kelainan histopatologi pada SN primer meliputi nefropati lesi

minimal,nefropati membranosa, glomerulo-sklerosis fokal segmental,

glomerulonefritis membrano-proliferatif.

Penyebab SN sekunder sangat banyak, di antaranya penyakit infeksi,

keganasan, obat-obatan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi,

penyakit metabolik, penyakit herediter-familial, toksin, transplantasi ginjal,

trombosis vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas massif.

Di klinik (75%-80%) kasus SN merupakan SN primer (idiopatik). Pada

anak-anak (< 16 tahun) paling sering ditemukan nefropati lesi minimal (75%-

85%) dengan umur rata-rata 2,5 tahun, 80% < 6 tahun saat diagnosis dibuat

dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita. Pada orang dewasa paling

banyak nefropati membranosa (30%-50%), umur rata-rata 30-50 tahun dan

perbandingan laki-laki dan wanita 2 : 1.

Page 2: LANDASAN TEORI

2

Kejadian SN idiopatik 2-3 kasus/100.000 anak/tahun sedangkan pada

dewasa 3/1000.000/tahun.Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa

terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada SN primer ada pilihan

untuk memberikan terapi empiris atau melakukan biopsi ginjal untuk

mengidentifikasi lesi penyebab sebelum memulai terapi. Selain itu terdapat

perbedaan dalam regimen pengobatan SN dengan respon terapi yang

bervariasi dan sering terjadi kekambuhan setelah terapi dihentikan. Berikut

akan dibahas patogenesis/patofisiologi dan penatalaksanaan SN.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini agar kita sebagai mahasiswa

keperawatan mengetahui sindrom nefrotik , penyebab sindrom nefrotik,

dan cara penanganan pada anak dengan masalah sistem perkemihan

“sindrom nefrotik”.

2. Tujuan Khusus

1. Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian, analisa data, dan

merumuskan diagnosa keperawatan yang terjadi pada anak dengan

masalah sistem perkemihan “sindrom nefrotik”.

2. Memperoleh pengalaman nyata dalam merumuskan rencana asuhan

keperawatan pada anak dengan masalah sistem perkemihan

“sindrom nefrotik”.

3. Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan pada anak dengan masalah sistem perkemihan

“sindrom nefrotik”.

4. Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi pada

anak dengan masalah sistem perkemihan “sindrom nefrotik”.

5. Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan asuhan

keperawatan pada anak dengan masalah sistem perkemihan

“sindrom nefrotik”.

C. Manfaat

Page 3: LANDASAN TEORI

3

Adapun manfaat Asuhan Keperawatan ini adalah untuk mengetahui penyebab-

penyebab dari penyakit sindrom nefrotik, tanda dan gejala dari penyakit

sindrom nefrotik serta bagaimana cara penanganan dan pengobatan.

1. Bagi mahasiswa

Manfaatnya untuk menambah ilmu pengetahuan dan mengetahui tentang

sindrom nefrotik pada anak.

2. Bagi institusi

Manfaatnya sebagai bentuk panduan bagi para dosen atau guru untuk

memberikan ilmu pengetahuan tentang penyakit sindrom nefrotik pada

anak kepada pelajar atau mahasiswa yang belajar di institusi pendidikan

tersebut.

3. Bagi orang tua

Manfaatnya bagi orang tua agar orang tua mengetahui tentang penyakit

yang dapat menjangkiti anak pada khususnya sindrom nefrotik sehingga

dapat mengetahui bagaimana cara menghadapi masalah tersebut.

4. Bagi Masyarakat

Agar menambah pengetahuan masyarakat tentang penyakit yang ada

disekitarnya sehingga mampu membantu untuk menciptakan suasana yang

sehat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 4: LANDASAN TEORI

4

A. Anatomi Fisiologi

1. Anatomi

Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak

retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri

kanan vertebra. Pada

umumnya, ginjal kanan

lebih rendah dari ginjal kiri

oleh karena adanya hepar

dan lebih dekat ke garis

tengah tubuh. Batas atas

ginjal kiri setinggi batas

atas vertebra thorakalis XII

dan batas bawah ginjal

setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.

Gambar 1. Anatomi Ginjal

Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur,

lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa menghilang.

Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas

piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah.

Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini

ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke

dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor

yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu

menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.

Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula

hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron.

Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle,

tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap

Page 5: LANDASAN TEORI

5

ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang

1,5-2 juta glomeruli.

Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada

glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma

pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di

absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat

infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle,

konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi

makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada

ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat

menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah

pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus

pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus

pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang

diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).

2. Fisiologi ginjal

Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat

ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam

glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi

ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.

a. Faal glomerolus

Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat

yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang

lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan

koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan

tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa :

120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12

tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.

Page 6: LANDASAN TEORI

6

b. Faal Tubulus

Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi

dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.

Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang

direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1

ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).

Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :

Umur Jumlah

1. 1-2 hari

2. 3-10 hari

3. 10 hari-2 bulan

4. 2 bulan-1 tahun

5. 1-3 tahun

6. 3-5 tahun

7. 5-8 tahun

8. 8-14 tahun

1. 30-60 ml

2. 100-300 ml

3. 250-450 ml

4. 400-500 ml

5. 500-600 ml

6. 600-700 ml

7. 650-800 ml

8. 800-1400 ml

c. Faal Tubulus Proksimal

Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling

banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang

terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein,

asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula

dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion

(citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi

asam dan basa organik.

Page 7: LANDASAN TEORI

7

d. Faal loop of henle

Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb

dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan

intratubuler lebih hipotonik.

e. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes

Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan

elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K,

Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).

B. Definisi

Merupakan suatu kondisi dimana terjadi perubahan fungsi ginjal yang

bercirikan hipoproteinemia, oedema, hiperlipidemia, proteinuri, ascites dan

penurunan keluaran urine.

Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,

hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).

Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan

peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang

mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong,

2004).

Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh

injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,

hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan

Rita Yuliani, 2001).

Sindrom nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari

proteinuria masif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang

Page 8: LANDASAN TEORI

8

dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan

hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

C. Etiologi

Secara etiologi sindroma nefrotik dibedakan atas :

1. Primary renal disease ( Sebagian besar tidak diketahui penyebabnya)

2. Secondary renal disesase

Kelainan genetik : Alport syndrome, sindrom nefrotik congenital

Penyakit metabolik : DM, Amyloidosis

Penyakit autoimmun : SLE, purpura Henoch-Schonlein

Penyakit keganasan : Multiple myeloma, leukemia, lymphoma

Penyakit infeksi : Endokarditis, HIV, Hepatitis

Penyebab lain : Obat-obatan, Kehamilan, dan kegagalan transplantasi.

Peristiwa awal pada kebanyakan kasus merupakan reaksi antigen-antibodi pada

glomerulus yang menyebabkan peningkatan permeabilitas membrana basalis

glomerulus, proeinuria masif dan hipoalbuminemia. Pada sindroma nefrotik

sebagian besar eksresi protein adalah albumin. Hipoalbuminemia terjadi melalui

penurunan tekanan koloid osmotik, cenderung menimbulkan transudasi cairan

dari ruang vaskuler ke dalam intertisium. Hal ini merupakan penyebab langsung

terjadinya edema. Selain itu, hipovolemia akibat penurunan aliran plasma ginjal

dan GFR (Glomerulus Filtrating Rate) mengaktifkan mekanisme renin-

angiotensin. Akibatnya terjadi peningkatan kadar aldoateron serta peningkatan

produksi ADH (Anti Diuretik Hormon). Garam dan air diretensi oleh ginjal,

sehingga memperberat edema. Hiperlipidemia terjadi oleh karena beberapa

mekanisme yang belum jelas, tetapi diduga peningkatan produksi lipoprotein oleh

hati memegang peranan utama, walaupun penurunan katabolisme lipis mungkin

ikut berperan. Hati meningkatkan sintesis LDL, VLDL dan lipoprotein (a) oleh

adanya hipoalbuminemia.

Page 9: LANDASAN TEORI

9

D. Klasifikasi

Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering

dianggap sebagi suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi

antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi 4 kelompok :

1. Sindroma nefrotik bawaan

2. Sindroma nefrotik sekunder

3. Sindroma nefrotik idiopati

4. Glumerulosklerosis fokal segmental

E. Patofisiologi

Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan

proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan

onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler

ke intestisial.

Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus

berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah

merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid,

lipoprotein dan trigliserida.

1. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat

pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.

Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan

menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan

intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut

menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan

jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.

2. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi

dengan merangsang produksi renin - angiotensin dan peningkatan sekresi

Page 10: LANDASAN TEORI

10

anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi

retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan

edema.

3. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari

peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma

albumin dan penurunan onkotik plasma

4. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi

lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya

protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)

5. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan

disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi

seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)

Page 11: LANDASAN TEORI

11

Pathway

Infeksi, toksik, keganasan, kelainan genetic, idiopatik

↑ permeabilitas glomerulus

Proteinuria massif

Hipopoteinemia

↓ tekanan onkotik plasma

Pergeseran cairan intravaskuler

↓ volume plasma

↓ curah jantung

↓ kecepatan filtrasi glomerulus

Retensi Na+

Lipoprotein, peningkatan sinteza lipid, trigliserida.

Komplikasi

pnemonia diare celulitis sepsis

↓ albumin plasma

Gangguan

integritas kulit

Edema anasarka

↓ volume urine

intestisial

Page 12: LANDASAN TEORI

12

pnrnan nfs makan mudah lelah iritabilitas ↑ kebutuhan cairan

Gg keseimbangan nutrisi Gg ADL Gg keb hidup Gg kes. cairan

3. Manifestasi Klinis

1. Berat badan meningkat

2. Pembengkakan pada wajah, terutama disekitar mata

3. Edema anasarka

4. Pembengkakan pada labia / skotum

5. Asites

6. Diare, nafsu makan menurun, absorbsi usus menurun edema pada

mukosa usus

7. Volume urine menurun, kadang – kadang berwarna pekat dan berbusa

8. Kulit pucat

9. Anak menjadi iritabel, mudah lelah / letargi

10. Celulitis, pneumonia, peritonitis atau adanya sepsis

11. Azotemia

12. TD biasanya normal / naik sedikit

4. Pemeriksaan Penunjang

1.Laboratorium

Urine

Biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna

urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah,

hemoglobin, mioglobin, porfirin.

Darah

Page 13: LANDASAN TEORI

13

Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit

menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium

meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan

seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah

merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin.

2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.

5. Komplikasi

1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat

hipoalbuminemia.

2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml)

yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.

3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga

terjadi peninggian fibrinogen plasma.

4. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.

(Rauf, .2002 : .27-28).

5. Penatalaksanaan

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai

kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam

secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3

gram/kgBB/hari.

2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan

diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya

edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan

hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu

dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan

cairan intravaskuler berat.

3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study

of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :

Page 14: LANDASAN TEORI

14

a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari

luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.

b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari

dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan

dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan,

maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.

4. Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi.

5. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital

(Arif Mansjoer,2000)

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN

SISTEM PERKEMIHAN “SINDROM NEFRON”

A. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Nursalam, 2001)

1. Pengumpulan data

Merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi tentang

pasien. Data yang dibutuhkan tersebut mencakup data tentang

biopsikososial dan spiritual atau data yang berhubungan dengan masalah

pasien serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi masalah pasien

(Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006)

a. Identitas Klien : Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6)

kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada  usia kurang dari 14

tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik

malaria banyak mengalami komplikasi sindrom nefrotik.

b. Identitas penanggung jawab : nama, umur jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, hubungan dengan klien.

Page 15: LANDASAN TEORI

15

2. Riwayat Keperawatan

a. Keluhan Utama

Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun.

b. Riwayat penyakit dahulu.

Edema masa neonatus, malaria, terpapar bahan kimia.

c. Riwayat penyakit sekarang.

Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,

konstipasi, diare, urine menurun.

d. Riwayat kesehatan keluarga.

Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat

ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun

pertama atau dua tahun setelah kelahiran.

e. Riwayat kesehatan lingkungan.

Endemik malaria sering terjadi kasus NS.

f. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.

Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8

Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.

Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik

dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa

daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin

beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan

Page 16: LANDASAN TEORI

16

ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan

ayah.

Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school

(inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar

mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak

akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai

mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,

menggunakan alat-alat sederhana.

Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar

orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga,

menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes

bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan

kecil, meniru aktivitas orang dewasa.

Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur,

kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi,

perasaan berpisah dari orang tua, teman.

g. Riwayat nutrisi.

Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam

keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur

dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk),

< 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).

h. Riwayat Persistem

1. Sistem pernapasan.

Page 17: LANDASAN TEORI

17

Frekuensi pernapasan 15 - 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi

pleura karena distensi abdomen

2. Sistem kardiovaskuler.

Nadi 70 - 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 - 100/60 mmHg,

hipertensi ringan bisa dijumpai.

3. Sistem perkemihan.

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

4. Sistem pencernaan.

Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri

daerah perut, malnutrisi berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

5. Sistem integumen.

Edema periorbital, ascites.

6. Persepsi orang tua

Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status

metabolik.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi

sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen.

4. gangguan pola tidur berhubungan dengan urgency berkemih.

Page 18: LANDASAN TEORI

18

5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan resiko

penurunan, peningkatan, perpindahan secara cepat cairan intravaskuler,

interstisial dan intraselular satu ke yang lain.

C. Intervensi Keperawatan

1. Resiko kerusakan integritas kulit berhuungan dengan perubahan status

metabolik

Tujuan :

Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan

kondisi spesifik

Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan

penyembuhan

INTERVENSI RASIONAL

a. Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati penyembuhan luka.

b. Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.

c. Ubah posisi klien secara teratur.

d. Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak tanpa rekomendasi dokter.

a. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi awal terhadap perubahan integritas kulit.

b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.

c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.

d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif

Page 19: LANDASAN TEORI

19

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi

sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.

Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi, ditandai dengan

Kriteria Hasil:

a. Berat badan klien bertahan/bertambah dari keadaan sebelumya

b. Klien menyatakan keinginan mengikuti diet.

c. Klien menunjukkan toleransi terhadap diet yang dinajurkan

d. Nilai laboratoorium (misalnya: transferin, albumin, dan elektrolit)

dalam rentang normal.

e. Klien nampak segar dan tidak lemas.

Intervensi:

a. Kaji status nutrisi

R/ Mengetahui kodnsisi pasti status nutrisi

b. Kaji/catat pola dan pemasukan diet

R/ Kebiasaan makan klien sangat perlu untuk diketahui dalam rangka

penyesuaian dalam pemberian diet.

c. Motvasi klien untuk mengubah kebiasaan makan

R/ Dengan motivasi, diharapkan klie terpacu untuk meningkatkan

asupan makannya.

d. Berikan makanan sedikit tapi sering

R/ Sebagai antisipasi mual muntah yang dialami klien.

e. Berikan makanan dalam kondisi hangat

R/ Makanan yang hangat meningkatkan nadsu makan melalui

rangsangat indra penciuman dan pengecapan.

f. Berikan makanan sesuai kesukaan, kecuali jika kontra indikasi.

R/ Membantu meningkatka asupan makanan.

g. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut.

R/ Kebersihan mulut akan meningkatkan kenyamanan dan

mengguggah naffsu makan.

Page 20: LANDASAN TEORI

20

h. Timbang berat berat badan klien setiap hari.

R/ Sebagai monitor perkembangan status nutrisi dan efek terapi yang

telah diberikan.

i. Kolaborasi pemberian jenis diet dengan team gizi

R/ Masing-masing kondisi penyakit mempunnyai jenis kebutuhan

akan nutrisi yang berbeda-beda.

j. Kolaborasi pemberian terapi tambahan nutrici dan cairan

R/ Meningkatkan asupan kebutuhan cairan.

k. Kolaborasi pemantauan hasil biokimia status gizi dengan team

laboratoorium

R/ Mengetahui perkembangan kebutuha gizi dari segi biokimia.

l. Kolaborasi pemberikan obat sesuai indikasi : sediaan besi; Kalsium;

Vitamin D dan B kompleks; Antiemetik

R/ Penanganan penyebab gangguan nutrisi bermanfaat untuk

mengatasi/membatasi masalah yang muncul akibat kekurangan asupan

nutrisi.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen.

Tujuan:

mentoleransi AKSI yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya

tahan, penghematan energi, dan perawatan diri AKSI, ditandai dengan

Kriteria Hasil:

a. Penghematan energi

b. Perawatan diri AKSI

c. Menyeimbangkan aktivitas dengan istirahat

d. Klien berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang ringan( AKS) walau

dengan beberapa bantuan.

Intervensi:

a. Kaji tingkat kelelahan, tidur, istirahat

Page 21: LANDASAN TEORI

21

R/ Pada klien dengan gangguan tidur, biasanya akan muncul berbagai

gejala, antara lain kelemahan.

b. Kaji kemampuan toleransi aktivitas

R/ Dengan mengetahui tingkat toleransi aktivitas klien, dapat

memudah kan dalam penentuan aktivitas yang dapat dianjurkan dan

yang tidak dapat dilakukan oleh klien.

c. Identifikasi factor yang menimbulkan keletihan

R/ Dengan mengetahui penyebab lain adanya keletihan, dapat

meminimalkan pengeluaran energi tersebut.

d. Rencanakan periode istirahat adekuat

R/ Istirahat yang adekuat, selain dapat mempercepat kesembuhan,

juga dapat memulihkan keletihan.

e. Berikan bantuan ADL dan ambulasi

R/ Dibutuhkan untuk aktivitas yang tidak dapat ditolerir dan

meminimlakan penggunaan energi.

f. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, anjurkan aktifitas alternative

sambil istirahat

R/ Meningkatkan harga diri klien, sehingga tidak menambah beban

yang memicu muncullnya stressor baru. Karena tekanan secara

kejiwaan akan banyak menguras energi klien.

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan urgency berkemih.

Tujuan: Klien dapat mencapai kebutuhan tidurnya baik secara kualitas

dan kuantitasnya, ditandai dengan:

Kriteria hasil:

a. Jam tidur 8-9 jam/ hari (sesuaikan dengan kebiasann jumlah jam

tidur klien sebelumnya).

b. Klien melaporkan perasaan segar setelah bangun tidur.

c. Klien melaporkan waktu terjaga dengan waktu yang sesuai (seperti

biasa).

d. Klien tidak mengalami gangguan psikologis (peningkatan emosi,

perubahan mood ).

Page 22: LANDASAN TEORI

22

e. Klien mampu berkonsentrasi.

f. Tidak terdapat gambaran hitam pada kelopak mata bagian bawah.

Intervensi:

a. Kaji kebiasaan sebelum, selama dan setelah klien bangun dari

tidur.

b. Bantu klien untuk mengidentifikasi hal-hal yang mungkin

menyebabka kurang tidur, seperti ketakutan, masalah yang tidak

terselesaikan, atau konflik.

c. Fasilitasi siklus tidur/bangun yang teratur.

d. Ciptakan suasana yang nyaman dan tenang.

e. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan suasana yang nyaman

dan tenang.

f. Yakinkan klien bahwa irritabilitas dan perubahan mood adalah

konsekwensi umum yang menyebabkan deprivasi tisur.

g. Ajarkan klien untuk menghindari makan dan minum pada waktu

jam tidur.

h. Berikan pijatan yang nyaman, pengaturan posisi, dan sentuhan

afektif.

i. Njurkan klien untuk mengurangi tidur di siang hari an aktivitas 2

jam sebelum tidur.

j. Anjurkan klien untuk minum susu sebelum tidur.

k. Ajarka klien dan keluarga tentang faktor-faktor (misalnya

fisiologis, psikologis, gaya hidup, perubahan sihft kerja, perubahan

zona awaktu, kerja berlebih, dll) dapat berpengaruh pada gangguan

pola tidur.

l. Kolaborasikan pemberian obat dengan dokter.

5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan resiko

penurunan, peningkatan, perpindahan secara cepat cairan intravaskuler,

interstisial dan intraselular satu ke yang lain.

Tujuan: Defisit volume cairan akan dicegah, ditandai dengan

Page 23: LANDASAN TEORI

23

Kriteria Hasil:

a. Status nutrisi adekuat:asupan makanan dan cairan antara intake

dan output

b. Keseimbangan elektrolit dan asam-basa

c. Nadi perifer teraba

d. TTV dalam batas normal

Intervensi:

a. Observasi TTV

R/ sebagai gambaran keadaan umum klien

b. Ukur intake dan output cairan, hitung IWL yang akurat

R/ Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat menyebabkan

hipovolemia.

c. Berikan cairan sesuai indikasi

R/ Kelebihan atau kekurang cairan, serta kesalahan pemilihan

jenis cairan akan memperberat kondidi klien.

d. Awasi tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perhatikan

tanda-tanda dehidrasi

R/ Tanda-tanda hipovolemia segera diketahui dengan adanya

takikardi, hipotensi dan suhu tubuh yang meningkat berhubungan

dengan dehidrasi.

e. Control asupan makanan tinggi natrium & suhu lingkungan

R/ Peningkatan suhu lingkungan akan meningkatkan kehilangan

cairan, sehingga akan memperparah kekurangan cairan yang

terjadi. Peningkatan jumlah Na+ akan meningkatkan retensi

cairan sehingga memperparah terjadinya edema.

f. Monitor hasil lab.

R/ Mengetahui perubahan yang terjadi dan efek terapi.

Page 24: LANDASAN TEORI

24

g. Kolaborasi pemberian terapi cairan penggati jika diperlukan

R/ Memenuhi kebutuhan cairan yang kurang.

D. Evaluasi

Hal-hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan

berfokus pada kriteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan

pedoman pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak

terselesaikan atau teratasi sebagian.

Page 25: LANDASAN TEORI

25

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,

hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).

Sindrom Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan

peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang

mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong,

2004).

Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering

dianggap sebagi suatu bentuk penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi

antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi 4 kelompok :

1. Sindroma nefrotik bawaan

2. Sindroma nefrotik sekunder

3. Sindroma nefrotik idiopati

4. Glumerulosklerosis fokal segmental

B. Saran

Page 26: LANDASAN TEORI

26

Dalam melakukan tulisan dan menjelaskannya kepada orang lain harus

mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda dari

seharusnya. Begitu juga dalam penulisan Asuhan keperawatan harus dapat

dimengerti dan menjelaskan secara lengkap apalagi menyangkut penyakit

yang berbahaya.

Tulisan yang baik harus didasari atas kemampuan intelektual dan jiwa

seni dalam menulis sehingga pembaca dapat mengerti dari maksud dan tujuan.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Masjoer, arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid II. Media

Aesculapius : Jakarta.

Wilkinson, judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi

NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta

Santosa, Budi. 2005. Panduan Dignosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima

Medika : Jakarta.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak Buku 2.

Salemba Medika : Jakarta.

Suhanyanto, Toto. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan

Sistem Perkemihan. Trans Info Media : Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner

& Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.