Artikel Kur 2013k.doc

21

Click here to load reader

Transcript of Artikel Kur 2013k.doc

Pendekatan Saintifik/Ilmiah dalam ProsesPembelajaran

Posted on 18 Juli 2013 by AKHMAD SUDRAJAT 11 Comments

Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Upaya penerapan Pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran ini sering disebut-sebut sebagai ciri khas dan menjadi kekuatan tersendiri dari keberadaan Kurikulum 2013, yang tentunya menarik untuk dipelajari dan dielaborasi lebih lanjut.

Melalui tulisan ini, saya akan sedikit bercerita tentang pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran sebagaimana yang telah saya pahami selama ini. Menurut hemat saya, upaya penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam proses pembelajaran bukan hal yang aneh dan mengada-ada tetapi memang itulah yang seharusnya terjadi dalam proses pembelajaran, karena sesungguhnya pembelajaran itu sendiri adalah sebuah proses ilmiah (keilmuan).

Banyak para ahli yang meyakini bahwa melalui pendekatan saintifik/ilmiah, selain dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan guna menemukan fakta-fakta dari suatu fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini apalagi fitnah dalam melihat suatu fenomena. Mereka dilatih untuk mampu berfikir logis, runut dan sistematis, dengan menggunakan kapasistas berfikir tingkat tinggi (High Order Thingking/HOT). Combie White (1997) dalam bukunya yang berjudul Curriculum Innovation; A Celebration of Classroom Practice telah mengingatkan kita tentang pentingnya membelajarkan para siswa tentang fakta-fakta. Tidak ada yang lebih penting, selain fakta, demikian ungkapnya.

Penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk pembelajaran tersendiri yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Beberapa metode pembelajaran yang dipandang sejalan dengan prinsip-prinsip pendekatan saintifik/ilmiah, antara lain metode: (1) Problem Based Learning; (2) Project Based Learning; (3) Inkuiri/Inkuiri Sosial; dan (4) Group Investigation. Metode-metode ini berusaha membelajarkan siswa untuk mengenal masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau menguji jawaban sementara atas suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan (menemukan fakta-fakta melalui penginderaan), pada akhirnya dapat menarik kesimpulan dan menyajikannya secara lisan maupun tulisan.

Apakah pendekatan saintifik/ilmiah dengan langkah-langkah seperti dikemukakan di atas bisa diterapkan di semua jenjang pendidikan? Jawabannya tentu akan menjadi perdebatan keilmuan, tetapi saya memegang satu teori yang sudah kita kenal yaitu Teori Perkembangan Kognitif dari Piaget yang mengatakan bahwa mulai usia 11 tahun hingga dewasa (tahap formal-operasional), seorang individu telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu: (1) Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons; dan (2) Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak; kemampuan untuk mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak secara luas dan mendalam.

Dengan demikian, tampaknya pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran sangat mungkin untuk diberikan mulai pada usia tahapan ini. Tentu saja, harus dilakukan secara bertahap, dimulai dari penggunaan hipotesis dan berfikir abstrak yang sederhana, kemudian seiring dengan perkembangan kemampuan berfikirnya dapat ditingkatkan dengan menggunakan hipotesis dan berfikir abstrak yang lebih kompleks.

Sementara itu, Kemendikbud (2013) memberikan konsepsi tersendiri bahwa pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran didalamnya mencakup komponen: mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta. Komponen-komponen tersebut seyogyanya dapat dimunculkan dalam setiap praktik pembelajaran, tetapi bukanlah sebuah siklus pembelajaran. Untuk lebih jelasnya tentang pendekatan ilmiah versi Kemendikbud ini Anda bisa melihatnya melalui file yang bisa Anda unduh di bawah ini:

Pendekatan Saintifik/Ilmiah dalam PembelajaranFile ini saya peroleh dari kegiatan Pelatihan Kurikulum 2013 bagi Pengawas SMA Provinsi Jawa Barat yang diselenggarakan oleh P4TK-MIPA, bertempat di Hotel Lembang Asri, Bandung Barat, 8 14 Juli 2013.

Pendekatan dan Metode Pembelajaran dalam Kurikulum2013

Posted on 20 Januari 2013 by AKHMAD SUDRAJAT 88 Comments

Dalam draft Pengembangan Kurikulum 20013 diisyaratkan bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Disebutkan pula, bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered active learning) dengan sifat pembelajaran yang kontekstual. (Sumber:Pengembangan Kurikulum 20013, Bahan Uji Publik, Kemendikbud).

Apakah ini sesuatu yang baru dalam pendidikan kita? Saya meyakini, secara konseptual proses pembelajaran yang ditawarkan dalam Kurikulum 2013 ini bukanlah hal baru. Jika kita cermati kurikulum 2004 (KBK) dan Kurikulum 2006 (KTSP), pada dasarnya menghendaki proses pembelajaran yang sama seperti apa yang tersurat dalam Kurikulum 2013 di atas. Pada periode KBK dan KTSP, kita telah diperkenalkan atau bahkan kebanjiran dengan aneka konsep pembelajaran mutakhir, sebut saja: Pembelajaran Konstruktivisme, PAKEM, Pembelajaran Kontekstual, Quantum Learning, Pembelajaran Aktif, Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Pembelajaran Inkuiri, Pembelajaran Kooperatif dengan aneka tipenya, dan sebagainya.

Jika dipersandingkan dengan Kurikulum 2013, konsep-konsep pembelajaran tersebut pada intinya tidak jauh berbeda. Permasalahan muncul ketika ditanya, seberapa jauh konsep-konsep pembelajaran mutakhir tersebut telah terimplementasikan di lapangan?Berikut ini sedikit cerita saya tentang contoh kasus implementasi pembelajaran mutakhir selama periode KBK dan KTSP, yang tentunya tidak bisa digeneralisasikan. Dalam berbagai kesempatan saya sering berdiskusi dengan beberapa teman guru, dengan mengajukan pertanyaankira-kira seperti ini:

Anggap saja dalam satu semester terjadi 16 kali pertemuan tatap muka, berapa kali Anda melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan konsep pembelajaran mutakhir?Jawabannya beragam, tetapi sebagian besar tampaknya cenderung menjawab bahwa pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan pembelajaran konvensional dengan kekuatan intinya pada penggunaan metode ceramah (Chalk and Talk Approach).

Berkaitan dengan permasalahan implementasi pendekatan dan metode pembelajaran mutakhir dalam KBK dan KTSP, setidaknya saya melihat ada 2 (dua) sisi permasalahan yang berbeda, tetapi tidak bisa dipisahkan:

1. Masalah keterbatasan keterampilan (kemampuan).Untuk masalah yang pertama ini dapat dibagi ke dalam dua kategori: (a) kategori berat, yaitu mereka yang menunjukkan ketidakberdayaan. Jangankan untuk mempraktikan jenis-jenis pembelajaran mutakhir, mengenal judulnya pun tidak. Yang ada dibenaknya, ketika mengajar dia berdiri di depan kelas atau bahkan hanya duduk di kursi guru- sambil berbicara menyampaikan materi pelajaran mulai dari awal sampai akhir pelajaran, sekali-kali diselingi dengan tanya jawab. Itulah yang dilakukannya secara terus menerus sepanjang tahun; dan (b) kategori sedang. Relatif lebih baik dari yang pertama, mereka sudah mengetahui jenis-jenis pembelajaran mutakhir tetapi mereka masih mengalami kebingungan dan kesulitan untuk menerapkannya di kelas, mereka bisa mempraktikan satu atau dua metode pembelajaran mutakhir tetapi dengan berbagai kekurangan di sana-sini.

2. Masalah keterbatasan motivasi (kemauan).Untuk masalah yang kedua ini, pada umumnya dari sisi kemampuan tidak ada keraguan. Mereka sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang pembelajaran mutakhir yang lumayan, tetapi sayangnya mereka kerap dihinggapi penyakit keengganan untuk mempraktikannya. Mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari berbagai pelatihan dan workshop yang diikutinya. Sepulangnya dari kegiatan pelatihan, semangat mereka berkobar-kobar, nge-full bak batere HP yang baru di-charge, tetapi lambat laun semangatnya memudar dan akhirnya padam, kembali menggunakan cara-cara lama. Hasil pelatihan pun akhirnya menjadi sia-sia.

Kembali kepada persoalan Pendekatan dan Metode Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Pemerintah saat ini telah menyiapkan strategi pelatihan bagi guru-guru untuk kepentingan implementasi Kurikulum 2013 [lihat: Keberhasilan Kurikulum 2013]. Hampir bisa dipastikan, salah satu materi yang diberikan dalam pelatihan ini yaitu berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013. Pelatihan untuk penguatan keterampilan guru tentang teknis pembelajaran memang penting. Kendati demikian saya berharap dalam rangka implementasi Kurikulum 2013 ini, tidak hanya bertumpu pada sisi keterampilan saja, tetapi seyogyanya dapat menyentuh pula aspek motivasional. Dalam arti, perlu ada upaya-upaya tertentu untuk membangun kemauan dan komitmen guru agar dapat menerapkan secara konsisten berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan tuntutan Kurikulum 2013. Bagi saya, upaya menanamkan dan melanggengkan motivasi dan komitmen ini tidak kalah penting atau bahkan mungkin lebih penting dari sekedar menanamkan kemampuan.

Jika ke depannya kita bisa secara konsisten menerapkan berbagai pendekatan dan metode pembelajaran yang sejalan dengan Kurikulum 2013, niscaya kehadiranKurikulum 2013 akan lebih dirasakan manfaatnya. Dan tampak disini pula letak perbedaan yang sesungguhnya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya. Tetapi jika tidak, lantas apa bedanya antara Kurikulum 2013 dengan Kurikulum sebelumnya?

Contoh Silabus dan RPP Kurikulum2013

Posted on 8 April 2013 by AKHMAD SUDRAJAT 94 Comments

Salah satu perbedaan yang cukup signifikan antara Kurikulum 2006 (KTSP) dengan Kurikulum 2013 yaitu berkaitan dengan perencanaan pembelajaran. Dalam Kurikulum 2006, kegiatan pengembangan silabus merupakan kewenangan satuan pendidikan, namun dalam Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan.

Meski tidak lagi direpotkan membuat silabus sendiri (diambil alih kewenangan guru?), seorang guru tetap saja dituntut untuk dapat memahami seluruh pesan dan makna yang terkandung dalam silabus, terutama untuk kepentingan operasionalisasi pembelajaran. Oleh karena itu, upaya telaah (kajian) silabus tampak menjadi penting, baik dilakukan secara mandiri maupun kelompok (khususnya melalui kegiatan bedah silabus dalam forum MGMP), sehingga diharapkan para guru dapat memperoleh perspektif yang lebih tajam, utuh dan komprehensif dalam memahami seluruh isi silabus yang telah disiapkan tersebut.

Sementara untuk penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Rencana Kegiatan Harian) tampaknya masih tetap menjadi kewenangan dari guru yang bersangkutan, yaitu dengan berusaha mengembangkan dari Buku Babon (termasuk silabus) yang telah disiapkan pemerintah.

Yang membuat penasaran dan mungkin sering menggoda fikiran kita, kira-kira seperti apakah RPP yang sejalan dengan semangat dan prinsip-prinsip pembelajaran yang dikehendaki oleh Kurikulum 2013? Saya beruntung menemukan sebuah model RPP yang bisa kita jadikan referensi. Model ini saya peroleh dari komunitas FaceBook Ikatan Guru Indonesia, hasil Seminar Kurikulum 2013 yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) di Surabaya, 17 Maret 2013.

Memperhatikan contoh silabus dan RPP yang diajukan ini, saya melihat ada nuansa yang berbeda dengan RPP yang dikembangkan selama ini, diantaranya:

Langkah-langkah pembelajaran tidak lagi mencantumkan secara eksplisit dan detil tentang sikluseksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, tetapi telah terbingkai secara utuh, dengan merujuk pada metode pembelajaran yang dipilih.

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter tidak hanya sekedar ditempelkan dalam rumusan tujuan atau langkah-langkah pembelajaran.

Dan yang paling utama, pendekatan pembelajaran yang hendak dikembangkan telah menggambarkan sebuah proses pembelajaran yang lebih mengedepankan peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya. Sementara guru lebih banyak menampilkan perannya sebagai pembimbing dan fasilitator belajar siswa (lihat langkah-langkah dalam kegiatan inti).

=======

Anda ingin mengunduh Model Silabus dan RPP tersebut? Silahkan klik tautan di bawah ini:

Contoh Silabus dan RPP Kurikulum 2013Catatan:Meski model RPP ini untuk kepentingan pembelajaran IPA di SMP, tetapi saya melihat esensi tentang sistematika penyusunannya (bukan substansi dan sasaran kelasnya) sangat mungkin untuk diadaptasi dalam pembelajaran lainnya. Silahkan telaah lebih lanjut dan mari kita diskusikan dalam forum komentar di bawah ini untuk menyempurnakan dan melengkapinya!Paradigma Pendidikan Indonesia AbadKe-21

Posted on 2 Juli 2013 by AKHMAD SUDRAJAT 10 Comments

Dari jaman ke jaman, pendidikan muncul dalam berbagai bentuk dan paham. Dilihat dari sejarahnya, Pendidikan Indonesia dapat dibagi secara urutan waktu kurang lebih sebagai berikut: (a) jaman pra-kolonial: masa prasejarah dan masa sejarah, (b) jaman kolonial ketika sistem pendidikan modern dari Eropa diperkenalkan, dan (c) jaman kemerdekaan RI yang berlangsung hingga sekarang. Masing-masing jaman memiliki corak dan bentuk tersendiri.

Memasuki abad ke-21 sekarang ini, Pendidikan Indonesia dihadapkan dengan sejumlah tantangan dan peluang, yang tentunya berbeda dengan jaman-jaman sebelumnya. Guna mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan dan dinamika perubahan yang sedang dan akan terus berlangsung di Abad ke-21 ini, Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP), pada tahun 2010 telah berupaya mengkonsepsikan pendidikan Indonesia untuk abad ke-21, yang dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ABAD XXI. Buku ini disusun oleh para pakar dari berbagai disiplin ilmu.

Salah satu topik yang dibahas dalam buku ini adalah tentang perubahan paradigma pembelajaran pada Abad ke-21 sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini:

1.Dari berpusat pada guru menuju berpusat pada siswaJika dahulu biasanya yang terjadi adalah guru berbicara dan siswa mendengar, menyimak, dan menulis maka saat ini guru harus lebih banyak mendengarkan siswanya saling berinteraksi, berargumen, berdebat, dan berkolaborasi. Fungsi guru dari pengajar berubah dengan sendirinya menjadi fasilitator bagi siswa-siswanya.

2.Dari satu arah menuju interaktifJika dahulu mekanisme pembelajaran yang terjadi adalah satu arah dari guru ke siswa, maka saat ini harus terdapat interaksi yang cukup antara guru dan siswa dalam berbagai bentuk komunikasinya. Guru berusaha membuat kelas semenarik mungkin melalui berbagai pendekatan interaksi yang dipersiapkan dan dikelola.

3.Dari isolasi menuju lingkungan jejaringJika dahulu siswa hanya dapat bertanya pada guru dan berguru pada buku yang ada di dalam kelas semata, maka sekarang ini yang bersangkutan dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh via internet.

4.Dari pasif menuju aktif-menyelidikiJika dahulu siswa diminta untuk pasif saja mendengarkan dan menyimak baik-baik apa yang disampaikan gurunya agar mengerti, maka sekarang disarankan agar siswa harus lebih aktif dengan cara memberikan berbagai pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya.

5.Dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyataJika dahulu contoh-contoh yang diberikan guru kepada siswanya kebanyakan bersifat artifisial, maka saat ini sang guru harus dapat memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari dan relevan dengan bahan yang diajarkan.

6.Dari pribadi menuju pembelajaran berbasis timJika dahulu proses pembelajaran lebih bersifat personal atau berbasiskan masing-masing individu, maka yang harus dikembangkan saat ini adalah model pembelajaran yang mengedepankan kerjasama antar individu.

7.Dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatanJika dahulu ilmu atau materi yang diajarkan lebih bersifat umum (semua materi yang dianggap perlu diberikan), maka saat ini harus dipilih benar-benar ilmu atau materi yang benar-benar relevan untuk ditekuni dan diperdalam secara sungguh-sungguh (hanya materi yang relevan bagi kehidupan sang siswa yang diberikan).

8.Dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuruJika dahulu siswa hanya menggunakan sebagian panca inderanya dalam menangkap materi yang diajarkan guru (mata dan telinga), maka saat ini seluruh panca indera dan komponen jasmani-rohani harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotorik).

9.Dari alat tunggal menuju alat multimediaJika dahulu ilmu guru hanya mengandalkan papan tulis untuk mengajar, maka saat ini diharapkan guru dapat menggunakan beranekaragam peralatan dan teknologi pendidikan yang tersedia baik yang bersifat konvensional maupun moderen.

10.Dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatifJika dahulu siswa harus selalu setuju dengan pendapat guru dan tidak boleh sama sekali menentangnya, maka saat ini harus ada dialog antar guru dan siswa untuk mencapai kesepakatan bersama.

11.Dari produksi massa menuju kebutuhan pelangganJika dahulu seluruh siswa tanpa kecuali memperoleh bahan atau konten materi yang sama, maka sekarang ini setiap siswa berhak untuk mendapatkan konten sesuai dengan ketertarikan atau keunikan potensi yang dimilikinya.

12.Dari usaha sadar tunggal menuju jamakJika dahulu siswa harus secara seragam mengikuti sebuah cara dalam berproses maka yang harus ditonjolkan saat ini justru adanya keberagaman inisiatif yang timbul dari masing-masing individu.

13.Dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamakJika dahulu siswa hanya mempelajari sebuah materi atau fenomena dari satu sisi pandang ilmu, maka saat ini konteks pemahaman akan jauh lebih baik dimengerti melalui pendekatan pengetahuan multi disiplin.

14.Dari kontrol terpusat menuju otonomi dan kepercayaanJika dahulu seluruh kontrol dan kendali kelas ada pada sang guru, maka sekarang ini siswa diberi kepercayaan untuk bertanggung jawab atas pekerjaan dan aktivitasnyamasing-masing.

15.Dari pemikiran faktual menuju kritisJika dahulu hal-hal yang dibahas di dalam kelas lebih bersifat faktual, maka sekarang ini harus dikembangkan pembahasan terhadap berbagai hal yang membutuhkan pemikiran kreatif dan kritis untuk menyelesaikannya.

16.Dari penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuanJika dahulu yang terjadi di dalam kelas adalah pemindahan ilmu dari guru ke siswa, maka dalam abad moderen ini yang terjadi di kelas adalah pertukaran pengetahuan antara guru dan siswa maupun antara siswa dengan sesamanya.

Buku ini tampaknya menjadi referensi wajib bagi setiap insan Indonesia yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan dengan dunia pendidikan kita. Bagi Anda yang belum memiliki buku tersebut silahkan download melalui tautan di bawah ini:

PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ABAD XXIRefleksi:

Menurut Anda, perubahan apa yang paling penting dan mendasar dalam pendidikan kita guna menghadapi abad ke-21?Download Permendikbud tentang Kurikulum2013

Posted on 21 Juni 2013 by AKHMAD SUDRAJAT 44 Comments

Dalam rangka menindaklanjuti dan menjabarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah melalui Kemendikbud telah menerbitkan sejumlah peraturan baru yang berkaitan dengan kebijakan Kurikulum 2013, diantaranya tentang: (1) Standar Kompetensi Lulusan (SKL); (2) Standar Proses; (3) Standar Penilaian; (4) Struktur Kurikulum SD-MI, SMP-MTs, SMA-MA, dan SMK-MAK; dan (5) Buku Teks Pelajaran.

Peraturan-peraturan tersebut selengkapnya dapat diunduh melalui tautan berikut ini:

Standar Kompetensi Lulusan Permendikbud No.54/2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Lampiran Permendikbud No.54/2013 Standar Proses Permendikbud No.65/2013 tentang Standar Proses Lampiran Permendikbud No.65/2013 Standar Penilaian Permendikbud No. 66/2013 tentang Standar Penilaian Lampiran Permendikbud No.66/2013 Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SD-MI Permendikbud No. 67/2013 tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SD-MI Lampiran Permendikbud No. 67/2013 Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SMP-MTs Permendikbud No.68/2013 tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SMP-MTs Lampiran Permendikbud No. 68/2013 Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SMA-MA Permendikbud No. 69/2013 tentang Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SMA-MA Lampiran Permendikbud No.69/2013 Kompetensi Dasar dan Struktur Kurikulum SMK-MAK Permendikbud No 70/2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK-MAK+Lampiran Buku Teks Pelajaran Permendikbud No. 71/2013 tentang Buku Teks PelajaranSumber: Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)

Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan ModelPembelajaran

Posted on 12 September 2008 by AKHMAD SUDRAJAT 280 Comments

oleh: Akhmad SudrajatDalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran, (4) teknik pembelajaran, (5) taktik pembelajaran, dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan pengertian istilah istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.

Pendekatan PembelajaranPendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Strategi pembelajaran.

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam Strategi Pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:

1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.

2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.

4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.

2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.

Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan a plan of operation achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something (Wina Senjaya (2008).

Metode pembelajaran Jadi, metode pembelajaran di sini dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

Teknik PembelajaranSelanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan taktik pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Taktik Pembelajaran.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Model PembelajaranApabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

==========Sumber:Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja.

Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung.

Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Beda Strategi, Model, Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran (http://smacepiring.wordpress.com/)

Konselor Qolbu dan KonselorGenius

Posted on 1 Juli 2013 by AKHMAD SUDRAJAT 7 Comments

Revitalisasi Konselor dalam Implementasi Kurikulum 2013 untuk Membangun Karakter. Itulah tema materi yang disampaikan Prof. Dr. H. Moh. Surya, pada kegiatan seminar yang diselenggarakan oleh MGBK SMA dan MGBK SMP Kabupaten Kuningan, bertempat di SMA Negeri 1 Cibingbin Kabupaten Kuningan. Menurut Moh. Surya, sosok konselor yang ideal untuk menunjang implementasi Kurikulum 2013 adalah sosok konselor profesional yang berbasis qolbu atau disebut Konselor Qolbu.

Selanjutnya dikemukakan pula bahwa, konselor dapat di ke dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

1. Konselor Aktual. Konselor yang secara nyata melaksanakan tugasnya semata-mata karena tuntutan formal, namun belum disertai dengan jiwa, semangat, dan nilai sebagai konselor.

2. Konselor Harmonis. Konselor yang tampil dengan kemampuan memanipulasikan kondisi dirinya untuk tampil sebagai konselor yang baik. Ia tampak harmonis sebagai konselor meskipun tidak seluruhnya bersumber dari kondisi pribadinya. Kadang-kadang ada konflik antara kondisi pribadi dengan tuntutan sebagai konselor tetapi dapat dimanipulasi sedemikian rupa sehingga tampak harmonis.

3. Konselor Karakter. Konselor yang mewujud berbasis karakter yang melekat dalam dirinya sebagai bagian dari keseluruhan kepribadiannya, yang telah terbentuk sejak masa kecil tetapi bukan terbentuk karena pelatihan atau pendidikan yang terkait dengan profesi konseling. Penampilan kinerja konselor pada kategori ini sudah sesuai, selaras, dan seimbang dengan karakter yang melekat dalam dirinya. Penampilan sebagai konselor sekaligus juga merupakan penampilan kualitas karaternya.

4. Konselor Qolbu. Konselor Qolbu merupakan kategori konselor dengan derajat tertinggi yang berbasis Qalbu. Konselor Qolbu adalah konselor yang melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dengan penuh keikhlasan dan ketulusan hati yang bersumber dari kebajikan qalbunya yang paling dalam.

Konselor Qolbu memiliki 7 (tujuh) karakteristik, yaitu: (1) faith (keyakinan); (2) truth (kebenaran); (3) compassion (keharuan rasa); (4) humility (rendah hati); (5) love (cinta kasih); (6) gratitude (bersyukur) dan (7) integration (keutuhan).

Sementara itu, pada sesi kedua,Rudiana dari Leader of SMILEs Indonesia Intitute dan Trainer in Smash Training menyampaikan materi tentang: Konselor Genius: Solusi Alternatif Pendekatan Bimbingan dan Konseling yang Menyenangkan Berbasis Ramah. Istilah Konselor Genius diambil dari Konsep Genius yang digagas oleh Thomas Amstrong.

Inti kajian tentang Konselor Genius adalah:

1. Konselor Genius adalah konselor yang selalu mengembangkan dirinya agar layanan bimbingan dan konseling tidak kehilangan daya pikatnya .

2. Konselor Genius merindukan dan berusaha menciptakan strategi dan suasana bimbingan yang menggairahkan, menyenangkan, dan mengesankan dengan pola relasi I am OK-You are OK,sehingga konseli dapat termotivasi dan terlibat secara aktif dalam setiap kegiatan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan.

3. Konselor Genius adalah konselor yang menyadari betul bahwa kejeniusan adalah potensi yang dimiliki siswa, yang perlu dikembangkan melalui bantuan dari sosok konselor dengan karakter yang tepat.

Sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)