ADAPTASI SOSIAL PENGGUNA NARKOBA PASCA REHABILITASI...
Transcript of ADAPTASI SOSIAL PENGGUNA NARKOBA PASCA REHABILITASI...
ADAPTASI SOSIAL PENGGUNA NARKOBA PASCA REHABILITASI DI
KABUPATEN PINRANG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana
Pada Departemen Antropologi FakultasIlmuSosial Dan IlmuPolitik
UniversitasHasanuddin
Oleh:
MUHAMMAD HIBATUL RAHMAN
E511 13305
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
i
HALAMAN JUDUL
ADAPTASI PENGGUNA NARKOBA PASCA REHBAILITASI
DI KABUPATEN PINRANG
Oleh :
MUHAMMAD HIBATUL RAHMAN
NIM : E 511 13 305
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pada
Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
ii
HALAMAN PENGESAHAN
JUDUL : ”ADAPTASI SOSIAL PENGGUNA NARKOBA PASCA
REHABILITASI DI KABUPATEN PINRANG”
Nama : MUHAMMAD HIBATUL RAHMAN
Nim : E51113305
Departemen : Antropologi
Program Studi : Antropologi Sosial
Telah diperikasa dan disetujui oleh pembimbing I Pembimbing II untuk
diajukan pada Tim Evaluasi Skripsi Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing I
Dra. Hj. Nurhadelia F. L., M.Si Muhammad Neil, S.Sos., M.Si NIP. 19600913 198702 2 001 NIP. 19720605 200501 1 001
Mengetahui
Ketua departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin
Dr. Yahya. MA. NIP.19621231 200212 1 001
iii
HALAMAN PENERIMAAN
Telah diterima oleh panitia ujian skripsi Departemen Antropologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Makassar, pada
tanggal 18 April 2019, dan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar
sarjana (S1).
Makassar,18 April 2019
Panitia Ujian
Ketua : Muhammad Neil, S.Sos., M.Si. ( ............................. )
Sekretaris : Icha Musywirah Hamka, S.Sos., M.Si. ( ............................. )
Anggota :
1. Prof. Dr. H. Hamka Naping, MA ( ............................. )
2. Prof. Nurul Ilmi Idrus, Ph.D ( ............................. )
3. Dra. Hj. Nurhadelia F. L., M.Si ( ............................. )
iv
HALAMAN PERNYATAAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini:
NAMA : MUHAMMAD HIBATUL RAHMAN
NIM : E511 13 305
JUDUL : ADAPTASI PENGGUNA NARKOBA PASCA
REHABILITASI DI KABUPATEN PINRANG
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah asli dan
belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana) baik
di Universitas Hasanuddin maupun pada perguruan tinggi lainnya. Dalam
skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah ini dengan disebutkan nama dan
dicantumkan dalam daftar pustaka. Pernyataan ini saya buat dengan
sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan
ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik sesuai dengan aturan yang berlaku.
Makassar, 18 April 2019
Yang menyatakan,
Muh Hibatul Rahman
v
ABSTRAK
Muhammad Hibatul Rahman E 511 33 305, “Adaptasi Pengguna Narkoba
Pasca Rehbailitasi Di Kabupaten Pinrang” dibawah bimbingan Dra. Hj.
Nurhadelia F. L. M.si selaku pembimbing I dan Muhammad Neil, S.Sos
M,Si selaku pembimbing II, di Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Tulisan ini (skripsi) bertujuan
untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk penyesuaian diri pengguna narkoba
pasca rehabilitasi di lingkungan masyarakat Kab Pinrang.
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah
kualitatif-deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan
situasi tertentu berdasarkan permasalahan yang ada dengan
menggunakan teknik pengumpulan data seperti; pengamatan (observasi),
wawancara mendalam (indepth Interview), dan studi literatur serta
pengamatan disetiap gejalah yang berkenaan dengan pokok
permasalahan dalam tulisan ini.
Sementara hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa tahap
yang dilewati residen ketika mengikuti program rehabilitasi, Fase
detoxtifikasi, Entery Unit, Primery Program dan Pasca Rehabilitasi BNNP
Sul-Sel. Satu sampai Enam bulan merupakan waktu yang dilalui oleh
residen yang ikut dalam program rehabilitasi. Setelah kembali ke
lingkungan nya masing masing, residen membutuhkan sebuah dukungan
sosial dari lingkungnya, mantan pengguna narkoba akan sulit melakukan
penyesuain diri ketika kembali ke lingkungan nya masing-masing di
sebabkan stigma yang ada pada masyarakat khususnya di kabupaten
pinrang sangat besar terhadap pengguna narkoba, meskipun pengguna
narkoba sudah tidak mengkomsumsi barang tersebut
Kata Kunci: Pengguna narkoba pasca rehabilitasi Kab Pinrang.
vi
ABSTRAK
Muhammad Hibatul Rahman E 511 33 305, "Adaptation of Drug Users
After Recycling in Pinrang District" under the guidance of Dra. Hj.
Nurhadelia F. L. M.si as mentor I and Muhammad Neil, S. Sos M, Si as
mentor II, in the Anthropology Department of the Faculty of Social and
Political Sciences, Hasanuddin University. This paper (thesis) aims to
describe the forms of self-adjustment of post-rehabilitation drug users in
the community of Pinrang Regency.
The research method used in this study is qualitative-descriptive, namely
research that describes or describes a particular situation based on
existing problems using data collection techniques such as; observation
(observation), in-depth interviews (indepth Interview), and literature
studies and observations in each gejalah relating to the subject matter in
this paper.
While the results of this study indicate that several stages were passed by
residents when attending a rehabilitation program, Detoxification phase,
Entery Unit, Primery Program and Post Rehabilitation of BNNP Sul-Sel.
One to six months is the time spent by residents participating in the
rehabilitation program. After returning to their respective neighborhoods,
the resident needs a social support from the environment, former drug
users will find it difficult to make adjustments when returning to their
respective environments caused by the stigma that exists in the
community especially in the very large Pinrang district of drug users, even
though drug users have not consumed the item.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
kasih karuniaNya penulis boleh menyelesaikan penulisan Skripsi dengan
judul “Adapatsi Pengguna Narkoba Pasca Rehabilitasi Di Kabupaten
Pinrang”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
dan meraih gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin.
Dengan segala kerendahan hati dan segala kekurangan, penulis
menyadari bahwa kemampuan menuangkan ide dan konsep pemikiran
sangat terbatas, maka tidak menutup kemungkinan dalam karya ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan tetap mengharapkan saran yang sifatnya membangun.
Semoga skripsi ini dapat memberi sumbangsih yang positif bagi kita
semua.
Makassar, 18 April 2019
Penulis
viii
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, atas segala rahmat, berkat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Salam dan Shalawat semoga tetap
tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi ini
merupakan tugas akhir untuk mencapai gelar sarjana (S.Sos) pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin
Ucapan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-
besarnya penulis berikan kepada kedua orang tua penulis, ayahanda
tercinta Rahman Hasan. dan ibunda tercinta Husnah Thamrin. yang
telah membesarkan penulis dengan penuh ketulusan, kesabaran dan
kasih sayang. Pencapaian penulis tidak dapat lepas dari keberadaan
orang tua penulis yang senantiasa memberikan doa dan dukungan
dalam segala situasi dan kondisi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada keluarga besar Moh Thamrin dan Hasan Paballe
yang senantiasa memberikan semangat, motivasi dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini
menemui banyak kendala dan hambatan, untuk itu ucapan terima
kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dra.
Nurhadelia M.Si selaku Pembimbing I dan Muhammad Neil S.Sos.,
ix
M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan
arahan selama proses penulisan skripsi ini
Seluruh kegiatan penyusunan skripsi ini tentunya tidak akan
berjalan lancar tanpa adanya bantuan dan kerja sama dari berbagai
pihak, baik bantuan materiil maupun non-materiil. Sehingga pada
kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. Selaku Rektor
Universitas Hasanuddin beserta para Wakil Rektor, staf dan
jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis
dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin
2. Prof. Dr. Armin Arsyad M.Si. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, beserta seluruh
para staf.
3. Dr. Yahya., MA. yang terhormat. selaku Ketua
Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin.
4. Muhammad Neil, S.Sos., M.Si. selaku Sekretaris Depertamen
Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin sekaligus sebagai Pembimbing II penulis banyak
ucapkan terima kasih untuk melungkan waktunya bagi penulis
selama proses penulisan hingga selesainya skripsi ini.
x
5. Ibu Dra. Nurhadelia FL, M.Si., selaku Pembimbing I penulis
banyak ucapkan terima kasih atas bimbingan nya selama
proses penulisan skripsi ini.
6. Prof. Dr. Hamka Naping, MA,. selaku dewan penguji terima
kasih atas ilmu dan masukan yang diberikan kepada penulis
dalam melengkapi dan memperbaiki skripsi ini
7. Prof.Nurul Ilmi Idrus, Ph.D., selaku dewan penguji terima
kasih atas ilmu dan masukan yang diberikan kepada penulis
dalam melengkapi dan memperbaiki skripsi ini
8. Icha Musywirah Hamka, S.Sos,. M.Si. selaku dewan penguji
terima kasih atas ilmu dan masukan yang diberikan kepada
penulis dalam melengkapi dan memperbaiki skripsi ini
9. Dosen staf pengajar Departemen Antropologi Fakultas Ilmu
Sosial Ilmu Politik yang telah berbagi ilmu selama penulis
belajar di kampus Universitas Hasanuddin
10. Seluruh staf akademik dan perpustakaan Departemen
Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pak Idris,
Pak Yunus, bu ammi yang senantian membantu dalam proses
kelengkapan berkas ujian.
11. Teman Angkatan 2013 Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Hasanuddin, Frisca Olivia Sonde, Theresya
Fricilia, Sitti Herdianti, Riska Tahir, Elisa Hafdal, Elvira Syaiful,
Rianti Asmilasari, Nur Fitrih Indriyani, Saida Pasande’, Daniati,
Anugrah Nur Putri, Ismawati, Jumriati, Andhika Zulfikar,
xi
Fitrawan Ariansyah, Fredhyanto, Bayu Andika, Rahmad
Hidayat, Gilby Pawa, Alfiansyah, Rustam, Juliansyah,
Amiluddin, Nur Wahyudin, Ridwan, Fuad Hidayat, Andi
Achmad, Andi Kalam, Nataniel Sambira. Kenangan bersama
kalian akan tetap berada pada dalam ingat penulis. Thanks for
your time.!!
Penulis menyadari sepenuhnya karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman penulis, penulisan skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk membantu dalam penyempurnaan
penulisan skripsi ini. Apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam
skripsi ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Akhir kata
penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membacanya dan kepada rekan-rekan yang turut
memberikan sumbangsinya dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Wassalam
Makassar 18 April 2019
Muh Hibatul Rahman
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................................... i
Pengesahan Skripsi ............................................................................................. ii
Persertujuan Menempuh Ujian Skripsi .................................................................. iii
Halaman pernyataan ............................................................................................. iv
Abstrak ................................................................................................................. v
Kata Pengantar ..................................................................................................... vi
Ucapan Terima Kasih ........................................................................................... vii
Daftar Isi .............................................................................................................. xii
Daftar Tabel ......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................................................................................ 1
B. Fokus penelitian ............................................................................................ 8
C. Tujuan penelitian ............................................................................................ 8
D. Manfaat penelitian ......................................................................................... 8
E. Sistematik penulisan ....................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Peredaran Narkoba di Indonesia .................................................................. 11
B. Jalur Masuk Peredaran Narkoba di Sulawesi Selatan ................................... 16
C. Narkoba dan Rehabilitasi Narkoba ............................................................... 17
1. Pengertian Narkoba .......................................................................... 17
2. Jenis-Jenis Narkoba .......................................................................... 18
3. Rehabilitasi Narkoba .......................................................................... 26
xiii
D. Adaptasi dan Dukungan Sosial .................................................................... 28
1. Konsep Adaptasi ................................................................................. 28
2. Dukungan Sosial .................................................................................. 32
3. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial ......................................................... 32
4. Sumber Dukungan Sosial .................................................................... 33
E. Penelitian Sebelumnya .................................................................................. 34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Tipe Penelitian ............................................................................. 39
B. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 39
C. Penentuan Informan dan Etika Penelitian .................................................... 40
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 42
E. Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 45
F. Teknik Analisis Data ..................................................................................... 45
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI
A. Letak Geografis, Administrasi dan Keadaan Alam ....................................... 47
B. Aspek Demografi .......................................................................................... 49
1. Komposisi Penduduk ........................................................................... 49
C. Kasus Penyalahgunaan Narkoba di Kab Pinrang ......................................... 53
D. Prosedur Rehabilitasi dan Pasca Rehabilitasi .............................................. 55
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kronologi Mengkomsumsi Narkoba .............................................................. 63
B. Pengambilan Keputusan Rehabilitasi ........................................................... 66
1. Residen Rehabilitasi Sukarela ............................................................. 68
2. Residen Rehabilitasi Proses Hukum (Tangkapan) ............................... 72
C. Fase-Fase Rehabilitasi Narkoba .................................................................. 73
xiv
1. Tahap Detoxtifikasi ............................................................................ 77
2. Tahap Entry Unit ................................................................................ 82
3. Tahap Primery Program ..................................................................... 83
D. BentukPenyesuaian diri Eks-Pengguna Narkoba di Lingkungan
Masyarakat ................................................................................................ 92
E. Penutup
1. Kesimpulan ....................................................................................... 108
2. Saran ................................................................................................. 111
xv
DAFTAR TABEL
1. Table 1.1 Data Kasus Narkoba Kabupaten Pinrang .................................. 4
2. Tabel1.2 Data Kasus Narkoba Berdasarkan Jenis Narkotika..................... 4
3. Tabel 3.1 Daftar Nama Informan Penulis ................................................. 42
4. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kab Pinrang Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan Sensu Penduduk Tahun 2017 ............................................... 51
5. Tabel 4.2 Penduduk Kabupaten Pinrang Menurut Kelompok
Umur dan Jenis Kelamin Berdasarkan Sensus Penduduk
Tahun 2017 ................................................................................................ 52
6. Tabel 4.3 Data Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Polres
Pinrang Menurut Jenis Kelamni Tahun 2015-2018 Feb ............................. 54
7. Tabel 4.4 Data Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Polres Pinrang
Menurut Pendidikan Terakhir Tahun 2015-2018 Feb ................................. 54
8. Tabel 4.5 Data Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Polres Pinrang
Menurut Usia Tahun 2015-2018 Feb ......................................................... 54
9. Tabel 4.6 Distribusi Sarana Rehabilitasi Instirusi Pemerintah Yang
Bekerja Sama dengan BNN wilayah Sulawesi Selatan Tahun 2017 ......... 60
10. Tabel 4.7 Distribusi Sarana Rehabilitasi Komponen Masyarakat
yang Bermitra dengan BNN Prov. Sulawesi Selatan Tahun 2017 .............. 61
Universitas Hasanuddin 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
merupakan permasalahan yang masih dihadapi oleh negara-negara
di dunia. Antara 153-300 juta jiwa atau sebesar 3,4%- 6,6%
penyalahguna narkoba dunia usia 15-64 tahun pernah
mengomsumsi narkoba sekali dalam setahun, dimana hampir 12%
(15,5 juta jiwa sampai dengan 38,6 juta jiwa) dari pengguna adalah
pecandu berat.1
Pada awalnya, narkotika dikembangkan untuk keperluan
medis (pengobatan), seiring berkembangnya jalinan internasional
yang menyangkut dunia politik, narkoba menjadi sasaran politik
orang yang ingin memperoleh keuntungan dengan menambah zat-
zat adiktif yang berbahaya. Penambahan zat adiktif berbahaya dapat
memicu sesorang berhalusinasi dan kecanduan yang dapat merusak
jaringan syaraf dan organ tubuh sehingga selanjutnya berimbas pada
kematian. Bahayanya penyalahgunaan narkoba menjadikan
beberapa Negara melakukan kebijakan perlindungan dan pelarangan
peredaran narkoba. Pelarangan inilah yang kemudian menjadi awal
1UNODC. World drug report 2012. Vienna : United Nation Publication, 2012:
1-10.
Universitas Hasanuddin 2
perdagangan gelap seiring perkembangan pasar global di seluruh
dunia, termasuk Indonesia.
Indonesia seolah-olah telah menjadi pasar besar bagi para
penyelundup narkoba, baik di tingkat lokal maupun internasional.
Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah
penduduk yang besar, menjadi incaran bandar narkoba sebagai
pangsa pasar narkoba khususnya di Asia Tenggara. Indonesia
bahkan telah menjadi produsen narkoba jenis shabu dan ekstasi.
Menurut Nurul Ilmi Idrus (dalam Probosiwi& Bahransyaf, 2014)
penggunaan narkoba di Indonesia awalnya didominasi oleh cannabis
atau daun ganja, kemudian pada pertengahan tahun 1990-an
penggunaan heroin atau putaw yang mulai meningkat, meskipun
jenis narkoba tersebut merupakan amphetamine jenis stimulan, kini
obat resep menjadi tren di kalangan pengguna narkoba.
Sulawesi Selatan juga tidak terlepas dari pasar pengedaran
narkoba di Indonesia. Di Sulawesi Selatan data kasus bandar yang
tertangkap oleh kepolisian dan BNN berjumlah 543 kasus dan
pengguna berjumlah 1.253 kasus yang terjadi (P4GN-BNN 2014.)2
Sedangkan berdasarkan data Badan Narkotika Nasional Provinsi
Sulawesi Selatan tahun 2015 terkait penyalahguna narkoba, jenis
shabu yang paling tinggi, yaitu sebesar 55,44%, ecstasy 18,51%,
benzo 7,12%, ganja 4,88%, somadryl 3,56%, tramadol 3,46%, dan
zat lainnya rata-rata 0% (nol persen). Jika dilihat dari golongan umur,
2 P4GN-BNN 2014
Universitas Hasanuddin 3
pada umumnya yang banyak yaitu pada golongan umur produktif 17-
41 tahun terdapat (86,19%), yang terlibat penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan kelompok umur remaja dan dewasa 12-16 tahun
(5,72%), 17-21 tahun (23,26%), 22-26 tahun (24,00%), 27-31 tahun
(21,39%), 32-36 tahun (11,82%), 37-41 tahun (5,72%), 42-46 tahun
(2,49%), 47-51 tahun (1,99%), 52-57 tahun (1,49%). Berdasarkan
jenis pekerjaan yang terbanyak yaitu wiraswasta (21,47%),
pengangguran (19,93%), swasta (10,39%), karyawan (8,69%),
mahasiswa (6,81%), pelajar (6,30%), ladies (3,75%), buruh (2,21%),
IRT (2,21%), sopir (2,04%), PNS (1,19%), TNI (1,19%), petani
(1,19%), dan yang lainnya rata-rata 0% (nol persen).3 Penyalahguna
narkoba di Sulawesi Selatan berdasarkan jenis kelamin pada tahun
2015 sebanyak 125.643, laki-laki (69,2%) dan perempuan (37,02%),
sehingga penyalahguna akan diperkirakan mencapai 137.400 pada
tahun 2015, sedangkan tingkat penyalahguna di Sulawesi Selatan
pada tahun 2015 yang teratur pakai sebesar (56,86%), coba pakai
(36,06%), pecandu non suntik (14,28%) dan pecandu suntik
(1,29%).4 Ini yang menunjukan bahwa Sulawesi Selatan juga
menjadi wilayah pengedaran narkoba yang cukup singnifikan.
Salah satu wilayah pengedaran yang cukup signifikan menjadi
target pengedaran adalah Kabupaten Pinrang. Pada tahun 2015
hingga 2018 Februari, terdapat kasus narkoba di Kabupaten Pinrang
3Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan, 2015.Jumlah pecandu narkoba dan
pasca rehabilitasi, Makassar: BNN Prov. sul-sel. 4Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2014.Survei nasional perkembangan
penyalahgunaan narkoba, BNN RI.
Universitas Hasanuddin 4
berjumlah 115 kasus.Dilihat dari jumlah kasus tersebut, pengguna
maupun pengedar di Kabupaten Pinrang mengalami peningkatan
setiap tahun nya. Berikut adalah tabel rekapitulasi kasus narkoba
kabupaten pinrang tahun 2015-2017.
Tabel 1.1
DATA KASUS NARKOBA POLRES PINRANG
Sumber Data: Polres Kab. Pinrang
Tabel 1.2
DATA KASUS NARKOBA BERDASARKAN JENIS
NARKOTIKAPOLRES PINRANG
No Tahun Barang Bukti Nilai Jual
1 2015 Shabu 905,38 gram Ganja 9,30
gram Ekstasi 2 Butir
Rp.1.182.959.000
2 2016 Shabu 3.564,34 gram Rp4.633.642.000
3 2017 Shabu 328.17 gram Rp4.662.100.000
4 2018
Feb
Shabu 4,9 gram Rp 3.419.000
Jumlah Rp.8.246.641.000
Sumber Data Polres Kab. Pinrang
Berdasarakan data rekapitulasi kasus narkoba diatas dapat
disimpulkan bahwa narkoba merupakan sesuatu yang bersifat urgent
dan kompleks, dalam waktu kurung 4 tahun terkahir permasalahan
NO Tahun Tersangka
1 2015 31 orang
2 2016 20 orang
3 2017 49 orang
4 2018 - Feb 15 orang
Jumlah 115 orang
Universitas Hasanuddin 5
ini menjadi marak, terbukti dengan data kepolisian terdapat 115
kasus di Kabupaten Pinrang. Seiring meningkatnya pengungkapan
kasus tindak kejahatan narkoba yang semakin beragam polanya dan
masif pula jaringan sendirikatnya, masyarakat Kabupaten Pinrang
saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang mengkhawatirkan
akibat maraknya pemakaian bermacam-macam jenis narkoba yang
illegal.Data diatas Narkoba jenis shabu merupakan banyak yang di
komsumsi oleh masyarakat Kabupaten Pinrang, sedangkan ganja
dan eskstasi sedikit yang di komsumsi.
Rehabilitasi narkoba adalah suatu proses kegiatan pemulihan
secara terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas
pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan masyarakat. Dalam menjalani proses rehabilitasi, mereka
mendapatkan bimbingan agar dapat berhenti dari ketergantungan.
Menurut Tarmansyah (dalam Probosiwi dan Bahransyaf) rehabilitasi
terhadap pecandu narkotika adalah suatu proses pengobatan untuk
membebaskan pecandu dariketergantungan, rehabilitasi terhadap
pecandu narkotika juga merupakan suatu bentuk perlindungan sosial
yang mengintegrasikan pecandu narkotika ke dalam tertib sosial
agar dia tidak lagi melakukan penyalahgunaan narkotika.
Pengguna narkoba dapat menjalani proses terapi atau
rehabilitasi yang telah di sediakan oleh pemerintah. Di pusat terapi
atau rehabilitasi inilah pengguna narkoba akan melalui fase, seperti
fase pengobatan, dan terapi, tujuannya adalah untuk memudahkan
Universitas Hasanuddin 6
yang telah sembuh nantinya untuk memasuki masyarakat kembali
dengan suatu bentuk penyesuaian diri yang baik. Penyesuaian diri
yang dimaksud adalah proses ketika individu secara sadar atau tidak
mengubah tingkah laku dan sikap mental dari beberapa aspek
kepribadiannya untuk beradaptasi kembali kedalam lingkungannya.
Dalam proses rehabilitasi mereka dapat pengobatan untuk
membebaskan diri dari pecandu dan ketergantungan narkoba.
Pengguna narkoba tidak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk
mengontrol dirinya, hal itu terjadi karena pengguna narkoba terikat
dengan penyalahgunaan untuk menanggulangi sensasi yang tidak
menyenangkan atau untuk mengurangi emosi negative. Tempat
rehabilitasi merupakan solusi bagi individu yang terlibat
penyalahgunaan dan ketergantungan narkoba, dalam proses
rehabilitasi tentunya beragam dengan tujuan yang sama yaitu untuk
mengubah perilaku pada pengguna narkoba agar tidak mengalami
kekambuhan dan dapat kembali ke lingkungannya.
Pada umumnya pengguna narkoba mengalami kesulitan
untuk menyesuaikan diri dengan baik dan kembali ke lingkungannya,
karena pengguna narkoba dituntut untuk memenuhi nilai, norma dan
tuntutan sosial yang ada pada lingkungannya. Pengguna narkoba
akan mengalami stress terhadap lingkungan karena harus memulai
menyesuaikan diri kembali dalam kehidupuan sosial, diantaranya
mulai menjalin komunikasi dan berinteraksi dengan keluarga, teman
serta lingkungan yang baik, sehingga diharapkan setelah keluar dari
Universitas Hasanuddin 7
jerat ketergantungan narkoba mereka dapat menyesuaikan diri
dengan baik. Akan tetapi masih ada sebagian dalam masyarakat
mempunyai stigma negative terhadap pengguna narkoba yang
mengakibatkan munculnya sikap pesimis. Sehingga pengguna
narkoba itu dikatakan dapat memberikan stigma negative (cap buruk)
yang akan terbawa terus walaupun yang bersangkutan tidak lagi
mengkomsumsi narkoba atau sudah menjalani proses pemulihan
(rehabilitasi).
Stigma negative yang ada pada pengguna narkoba bisa
memunculkan sikap pesimis dan memunculkan kecanggungan
pengguna narkoba untuk menjani kehidupan di lingkungan
masyarakat.Kesulitan yang dialami oleh pengguna narkoba untuk
diterima dalam masyarkat adalah kepercayaan, sulitnya membangun
kembali kepercayaan pada keluarga, teman serta masyarakat
sekitaran lingkungannya sehingga dapat juga menyebabkan kendala
dalam berinteraksi di lingkungan sekitar.
Beberapa hal yang tergambarkan inilah membuat saya untuk
mengangkat judul pengguna narkoba pasca rehabilitasi, karena
beberapa pengguna narkoba menyembunyikan status mereka
disebabkan banyak stigma negative (cap buruk) yang mereka terima
walaupun sudah menjalani proses rehabilitasi.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan pada bagaimana para eks
pengguna narkotika yang telah mengikuti rehabilitasi kembali ke
Universitas Hasanuddin 8
tengah-tengah masyarakat. Berdasarkan focus penelitian tersebut,
maka penelitian ini dibatasi pada dua hal pokok yaitu:
1. Bagaimana bentuk dan cara penyesuaian diri eks-pengguna
narkotika setelah rehabilitasi?
2. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat keberhasilan
penyesuaian tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian sebagai berikut.
a. Mendeskripsikan bentuk dan cara penyesuaian diri eks-pengguna
narkotika setelah rehabilitasi.
b. Menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mendukung dan
menghambat keberhasilan penyesuaian tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat penelitian sebagai berikut.
a. Secara akademik penelitian ini di harapkan mampu memberikan
konstribusi terhadap perkembangan dan kemajuan ilmu
pengatahuan khususnya ilmu `antropologi dan menjadi bahan
referensi penelitian-penelitian selanjutnya yang tertarik untuk
melakukan penelitian yang sama dengan topik penenlitian.
b. Secara praktis peneltiian ini ialah memenuhi salah satu syarat untuk
memperole gelar sarjana Antropolog pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.
c. Manfaat bagi peneliti sendiri merupakan hal yang sangat bermanfaat
dalam menambah dan memperluas pengetahuan tentang realitas
Universitas Hasanuddin 9
dan fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat, dan juga
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Jurusan
Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan skipsi ini, penulis membagi
pembahasan dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut :
� BAB I :Pada BAB I berisikan tentang pendahuluan yang meliputi
tentang latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode dansistematika penulisan.
� BAB II : Pada BAB II yang berisikan Tinjauan Pustaka yang
berisikan tinjauan tentang pengedaran narkoba di Indonesia dan
Sulawesi Selatan, rehabilitasi narkoba, dukungan sosial pengguna
narkoba dan penelitian sebelumnya.
� BAB II : Pada BAB III yang berisikan Metode penelitian yang meliputi
tentang jenis dan tipe penelitian, waktu dan lokasi penelitian,
informan dan etika penelitian, teknik pengumpulan data, jenis dan
sumber data, dan analisis data.
� BAB IV :Pada BAB IV yang berisikan Gambaran umum lokasi
penelitian yang meliputi, gambaran umum Kabupaten Pinrang,
gambaran penyalahguna narkoba di Kabupaten Pinrang, dan
Prosedur rehabilitasi dan pasca rehabilitasi.
� BAB V : Pada BAB V akan menguraikan Hasil penelitian dan
pembahasan mulai dari menjadi terpidana narkoba ( Kronologi
Universitas Hasanuddin 10
Residen ), pengambilan keputusan rehabilitasi, proses rehabilitasi
narkoba yang dijalankan oleh informan sampai pada pasca
rehabiltasi serta bagaimana penyesuaian diri informan setelah
kembali ke lingkungan masyarakat khususnya Kabupaten Pinrang,
serta Kesimpulan dan Saran dari penelitian yang telah dilakukan
Universitas Hasanuddin 11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Peredaran Narkoba di Indonesia
Pada era globalisasi saat ini, secara faktual batas antar
negara semakin kabur meskipun secara yurisdiksi tetap tidak
berubah. Namun para pelaku kejahatan tidak mengenal batas
wilayah maupun batas yurisdiksi, mereka beroperasi dari satu
wilayah negara kewilayah negara lain dengan bebas. Bila era
globalisasi baru muncul atau berkembang beberapa tahun terakhir,
para pelaku kejahatan telah sejak lama menggunakan konsep
globalisasi tanpa dihadapkan pada rambu-rambu hukum, bahkan
yang terjadi di berbagai negara di dunia saat ini, hukum dengan
segala keterbatasannya menjadi pelindung bagi para pelaku
kejahatan tersebut.
Globalisasi merupakan proses untuk meletakkan dunia
dibawah 1 unit yang sama tanpa dibatasi oleh garis dan kedudukan
geografi suatu negara, dimana melalui proses ini dunia akhirnya
tidak lagi terbatasi dan negara terbuka luas untuk dimasuki oleh
berbagai pernyataan yang disalurkan via telekomunikasi contohnya
internet, media cetak dan elektronik. Yang akhirnya perkembangan
ini memungkinkan interaksi antara satu negara dengan negara
lainnya juga membuat interaksi sesama manusia dapat dilakukan
dalam tempo yang singkat.
Universitas Hasanuddin 12
Peredaran narkoba di Indonesia berada pada titik yang
mengkhwatirkan, maraknya peredaran ini sudah merambah ke
remaja-remaja yang menjadi generasi penerus bangsa.Bukan hanya
target sasaran yang meluas, tetapi status Indonesia pun kini sudah
menjadi sasaran peredaraan narkoba internasioan.Indonesia
menjadi target sasaran internasional dikarenakn Indonesia
mempunyai pasar yang banyak dengan harga jual yang mahal.Hal ini
dapat dibuktikan dengan masih maraknya kasus penyeludupan-
penyeludupan yang dilakukan oleh Warga Negara Asing melalui jalur
penerbangan ataupun jalur pelayaran. Menurut WHO yang dimaksud
dengan obat (drug) adalah setiap bahan (zat/substansi) yang jika
masuk dalam organisme hidup akan memberikan perubahan pada
satu atau lebih fungsi organisme tersebut. Zat seperti opioda (mortif,
heroin), kokaian, ganja, sedetiva/hiprotika dan alcohol merupakan
zat yang mempunyai efek seperti itu, khususnya dalam fungsi
berpikir, perasaan dan perilaku orang yang
memakainya.Penyalahgunaan zat dan substansi (drugs abuse)
adalah penggunaan zat yang bersangkutan tidak digunakan untuk
keperluan pengobatan melainkan untuk menikmati efek yang
ditimbulkan baik dalam dosis kecil maupun besar, penyalahgunaan
tersebut dapat menyebabkan ketergantungan5
Narkoba telah menjadi masalah bagi bangsa ini. Barang
haram ini tanpa pandang bulu menggeroti siapa saja tanpa
5 Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, (Jakarta: NCB Indonesia, 1996),
(hlm.132.)
Universitas Hasanuddin 13
mengenal status sosial..Dari sisi usia, narkoba juga tak pernah
memilih korbannya, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, bahkan
samapai dengan lanjut usia.
Melihat peredaran narkoba yang semakin meluas hampir ke
seluruh kalangan masyarakat pemerintah membuat peraturan baru
yang terdapat pada Undang Undang No.35 Tahun 2009 tentang
narkotika.
Perubahan signifikan dari Undang-Undang yang lama dengan
Undang-Undang yang baru (Undang-UndangNo.35 Tahun 2009)
ialah dibentuknya Badan Narkotika Nasional. Badan Narkotika
Nasional (BNN) yang dibentuk menggantikan Badan Koordinasi
Narkotika Nasional yang dibentuk tahun 1999 dengan pertimbangan
bahwa lembaga itu sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan
perkembangankeadaan. Selanjutnya untuk memaksimalkan undang
– undang No 35 Tahun 2009 dalam usaha mencegah dan
memberantas peredaran narkoba di Indonesia dibuatlah Inpres RI
No. 12 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Peredaran
Gelap narkoba tahi 2011-2015.6
BNN didasarkan pada peraturan presiden nomor 83 tahun
2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi,
dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota, BNN mempunyai tugas
membantu presiden dalam : (a) Mengkoordinasikan instansi
6Tampubolon, 2015 .Peran BNN Dalam Penanggulanan Narkotika di Kota Samarinda,
eJournal Ilmu Pemerintahan, Volume 3 , Nomor 1, 2015 : 139-152, hal 141
Universitas Hasanuddin 14
pemerintah terkait dalam penyusunan dan kebijakan dan
pelaksanaan di bidang ketersediaan, pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika; dan
(b) Melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dengan membentuk satuan yang
terdiri dari unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan fungsi
dan kewenangannya masing-masing.
Peredaran gelap narkotika di Indonesia melalui beberapa
jalur, yakni darat, udara, dan laut.Jumlah penyalahgunaan Narkoba
di Indonesia semakin meningkat,hampir seluruh propinsi di Indonesia
mempunyai kasus penyalahgunaan narkoba. Data yang dihimpun
oleh BNN dan Polri menunjukkan hingga tahun 2012 ada 31 propinsi
yang memiliki kasus narkoba dan termasuk di Sulawesi Selatan
mencapai 2.3637 di tahun 2010, 7.749 di tahun 2011 dan 7448 di
tahun 2012.
Narkotika masuk ke Indonesia diketahui pada tahun 1969 di
Jakarta.Pada waktu itu dari sejumlah pasien yang berobat ke
Senatorium Kesehatan Jiwa Dharmawangsa oleh psikiater
mendapati seorang pasien pengguna narkotika dan sejak itulah
disadari bahwa narkotika telah masuk ke Indonesia.Pola peredaran
narkotika di Indonesia melalui udara terutama di pelabuhan udara
yang banyak menerima wisatawan mancanegara.Meskipun diketahui
Indonesia telah masuk narkotika tahun 1969 dalam tingkat peredaran
Indonesia diketahui sebagai negara transit. Pada tahun 1999 status
Universitas Hasanuddin 15
tersebut telah berubah menjadi negara tujuan
pemasaran/pengguna.7
Perubahan terjadi setelah jumlah korban terus bertambah dan
tertangkapnya jenis narkotika oleh petugas Bea Cukai di Bandara
Internasional dalam jumlah yang banyak.Di samping itu pula aparat
kepolisian berhasil menangkap/membongkar jaringan sindikat
pengedar tingkat internasional di Hotel berbintang dan tempat-
tempat pemukiman penduduk.8
Sejak diketemukan sampai tahun 1972 jumlah pasien
penyalahgunaan narkotika terus meningkat dan Senatorium
kewalahan menanganinya. Pada tahun 1972 didirikanlah Rumah
Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Fatmawati. Oleh karena
pengawasan, peredaran narkotika yang semakin ketat, sejak tahun
1999 narkotika masuk ke Indonesia tidak hanya lewat udara tetapi
melalui jalur laut dan darat dan dimungkinkan telah beredar ke kota-
kota besar dan kecil di Indonesia.
Perkembangannya transaksi narkotika di Jakarta tahun 2000
setiap harinya diperkirakan 1,3 milyar rupiah yang diimpor secara
gelap dari manca negara.9Diperkirakan masuknya narkotika dari
mancanegara tidak dapat dituntaskan mengingat adanya negara di
Kawasan Asia yang mengandalkan ekspornya dari jenis-jenis
7Zulkarnain Nasution, dkk, Modul Penyuluhan Klasikal, Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba, GAN Indonesia, 2004, hlm 46
8Singgih D. Gunarsa, Psikologi Remaja, Gunung Mulia, Jakarta, 1991, halaman 28.
9 Ibid, Hal.46
Universitas Hasanuddin 16
narkotika.Di samping itu wilayah Indonesia bertetangga dengan
negara Australia yang menjadi negara tujuan pemasaran setelah
transit lebih dahulu di bandara internasional di Indonesia, setidaknya
waktu transit dimungkinkan pengedar mengupayakan narkotika yang
tertinggal. Berbagai kajian yang dilakukan pemerhati masalah
narkotika disimpulkan bahwa pola peredaran narkotika sangat
bervariasi yakni:
1. Lewat paket pos yang dikirim dari mancanegara kepada seseorang
di negara tujuan dengan menggunakan nama alibi/alias, guna
menghindari tertangkapnya si pemesan. Jika barang tersebut lolos
dari sensor atau pengawasan aparat, Narkotika yang dalam paket
sampai ke tangan pengedar/bandar.
2. Lewat orang yang diberi gaji/upah dengan membawa secara
langsung yang tersimpan dalam kas/koper yang telah dikemas
sampai tidak terdeteksi alat sensor di pelabuhan udara.
3. Memperalat wanita Indonesia sebagai isteri dengan tujuan
memudahkan keluar masuk Indonesia (orang Nigeria banyak
memperisteri wanita Indonesia dan tempat tinggal di permukiman
penduduk dan bersifat social kepada masyarakat sekitarnya).
B. Jalur Masuk Peredaran Narkoba di Sulawesi Selatan
Sulawesi Selatan menjadi provinsi yang juga tidak lepas dari
peredaran narkoba, banyak jalur atau pintu masuk dimana bandar
atau kurir narkoba bisa leluasa menyebarkan narkoba.Terkhusus di
Universitas Hasanuddin 17
Sulawesi Selatan pintu atau jalur peredarannya melalui jalur darat,
laut, dan udara.
Jalur peredaran melalui udara misalnya, terjadi di beberapa
titik bandara yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan diantaranya
bandara yang ada di Kota Makassar yaitu Bandara Sultan
Hasanuddin, dan pintu masuk selanjutnya adalah di Bandar udara
Tanmpa Padang Mamuju, selanjutnya pada Bandar udara Aroeppala
Selayar ini juga sering menjadi pintu masuk bagi kurir atau pengedar
narkoba, dan selanjutnya adalah Bandar udara Lagaligo Luwu yang
tidak bisa dipungkiri sering menjadi pintu masuk barang haram ini,
Bandar udara yang selanjutnya adalah Bandar udara Pongtiku
Toraja, yang terakhir adalah Bandar udara Sumarorong Mamasa.
Beberapa bandara ini menjadi pintu masuk peredaran narkoba yang
ada di Provinsi Sulawesi Selatan.
C. Narkoba dan Rehabilitasi narkoba
Dalam asumsi masyarakat luas narkoba merupakan singkatan
dari narkotika dan obat-obat berbahaya.Kedua kata ini merupakan
bagian yang tidak terpisahkan, sebab semua obat-obat berbahaya
cenderung dipahami sebagai obat yang mengandung narkotika.
Berdasarkan surat edaran Badan Narkotika Nasional No.
03/IV/2002/BNN, bahwa istilah baku yang dipergunakan adalah
narkoba, sebagai akronim dari narkotika, psikotropika, dan bahan-
bahan adiktif lainnya.
1. Pengertian Narkoba
Universitas Hasanuddin 18
Narkoba merupakan bahan/zat yang jika dimasukkan kedalam
tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun
disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan,
dan perilaku seseorang.Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan
(adiksi) fisik dan psikologis.
2. Jenis-Jenis Narkoba
A. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa
nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No.
35 tahun 2009).
Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan sebagaimana
tertuang dalam lampiran 1 undang-undang tersebut. Yang termasuk
jenis narkotika adalah:
1) Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan
dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
2) Narkotika golongan II adalah narkotika berkhasiat pengobatan
digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Universitas Hasanuddin 19
3) Narkotika golongan III adalah narkotika berkhasiat pengobatan dan
banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk bertujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.
Sementara jenis-jenis narkotika lain nya adalah :1 0
a) Candu. Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan
penyedap (menggores) buah yang hendak masak. Getah yang
keluar berwarna putih dan dinamai “Lates”. Getah ini dibiarkan
mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat
kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang
menyerupai aspal lunak;
b) Morfin. Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin
merupakan alkaloida utama dari opium (C17H19NO3).Morfin
rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam
bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan
disuntikkan
c) Heroin (putaw). Heroin mempunyai kekuataan yang dua kali lebih
kuat dari morfin dan merupakan jenis opiate yang paling sering
disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir-akhir ini. Heroin, yang
secara famakologis mirip dengan morfin menyebabkan ornag
menjadi mengantuk dan perubahan mood yant tidak menentu.
1 0Maradani, Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Pidana
Nasiona l(Jakarta,2008),Hlm.81-86.
Universitas Hasanuddin 20
d) Codein. Codein termasuk garam/turunan dari opium/candu. Efek
codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk
menimbulkan ketergantungan rendah.Biasanya dijual dalam bentuk
pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan
e) Demerol. Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannnya
dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil
dan cairan tidak berwarna
f) Kokai. Kokain adalah zat adiktif yang sering disalahgunakan dan
merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid
yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon coca, yang
berasal dari Amerika Selatan.
B. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan
pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No. 5/1997).
Terdapat empat golongan psikotropika menurut
undangundang tersebut, namun setelah diundangkannya UU No. 35
tahun 2009 tentang narkotika, maka psikotropika golongan I dan II
dimasukkan ke dalam golongan narkotika. Dengan demikian saat ini
apabila bicara masalah psikotropika hanya menyangkut psikotropika
golongan III dan IV sesuai Undang-Undang No. 5/1997, Antara lain
:1 1
1 1Penjelasan UU RI No.5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Universitas Hasanuddin 21
1. Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat
digunakan untuk ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam
terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan
2. Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkasiat
pengobatan dan banyak digunakna dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
menakibatkan sindroma ketergantungan
3. Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindroma ketergantungan
4. Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkasiat
pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk
tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan sindroma ketergantungan
Berikut ini jenis-jenis dari psikotropika :1 2
a. Ecstasy. Estasi adalah 3-4 Methylene-Dioxy-MethilAmphetamine
(MDMA). Senyawa ini ditemukan dan mulai dibuat di penghujung
akhir abad lalu.Pada kurun waktu tahun 1950-an, industry militer
Amerika Serikat mengalami kegagalan di dalam percobaan
penggunaan MDMA sebagai sserum kebenaran.Setelah periode itu,
MDMA dipakai oleh para dokter ahli jiwa.XTC mulai bereaksi setelah
1 2Mardani Op.cit. Hlm. 86-88.
Universitas Hasanuddin 22
20 sampai 60 menit diminum.Efeknya berlangsung maksimum 1 jam.
Seluruh tubuh akan terasa melayang.
b. Shabu-Shabu. Shabu-shabu berbentuk kristal, biasanya berwarna
putih, dan dikomsumsi dengan cara membakarnya di atas aluminium
foil sehingga mengalir dari ujung satu kearah ujung yang lain.
Kemudian asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah bong
(sejenis pipa yang didalamnya berisi air). Air Bong tersebut berfungsi
sebagai filter kerena asapbersaring pada waktu melewati air
tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih membakar sabu
denga pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang mungkin
ditimbulkan aluminium foil yang terhirup.
c. Zat Adiktif Lainnya. Zat adiktif lainnya Adalah zat, bahan kimia dan
biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat
membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara langsung
atau tidak langsung yang mempunyai sifat, karsinogetik, teratogenik,
mutagenic, korosif dan iritasi
Bahan berbahaya yang bukan narkotika dan Psikotropika
atau zat-zat baru hasil olahan manusia yang menyebabkan
kecanduan antara lain :
a. Minuman Keras. Minuman keras adalah semua minuman yang
mengandung Alkohol tetapi bukan obat. Minuman keras terbagi dala
3 golongan yaitu:
1. Golongan A berkadar Alkohol 01%-05%
2. Golongan B berkadar Alkohol 05%-20%
Universitas Hasanuddin 23
3. Golongan C berkadar Alokohol 20%-50%
Beberapa jenis minuman beralkohol dan kadar yang mengandum
didalam nya :
1. Bir, Green Sand 1%-5%
2. Martini, Wine (Anggur) 5%-20%
3. Whisky, Brandy 20%-55%
b. Nikotin. Nikotin adalah obat yang bersifat adiktif, sama seperti Kokain
dan Heroin. Bentuk nikotin yang paling umum adalah tembakau,
yang dihisap dalam bentuk rokok, cerutu, dan pipa. Tembakau juga
dapat digunakan sebagai tembakau sedotan dan dikunyah
(tembakau tanpa asap). Walupun kampanye tentang bahaya
merokok sudah menyebutkan betapa berbahayanya merokok bagi
kesehatan tetapi pada kenyataannya sampai saat ini masih banyak
orang yang terus merokok.Hal ini membuktikan bahwa sifat adiktif
dari nikotin adalah sangat kuat.
c. Volatile Solvent. Volatile Solvent adalah zat adiktif dalam bentuk
cair. Zat ini mudah menguap. Penyalahgunaannya adalah dengan
cara dihirup melalui hidung. Cara penggunaan seperti ini disebut
inhalasi. Zat adiktif ini antara lain: Lem UHU, Campur Pencampur Tip
Ex (Thinner), Aceton untuk pembersih warna kuku, Cat tembok, Aica
Aibon, Castol, dll.
d. Inhalansia. Zat inhalan tersedia secara legal, tidak mahal dan mudah
didapatkan. Oleh sebab itu banyak ditemukan digunakan oleh
kalangan social ekonomi rendah. Contoh spesifik dari inhalan adalah
Universitas Hasanuddin 24
bensin, vernis, cairan pemantik api, lem, semen karet, cairan
pembersih, cat semprot, semir sepatu, cairan koreksi mesin tik (tip-
ex), perekat kayu, bahan pembakaran aerosol, pengencer cat.
Inhalan biasanya dilepaskan kedalam paru-paru dengan
menggunakan suatu tabung.1 3
Apabila dilihat dari efeknya, narkoba bisa dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
1) Depresan, yaitu menekan system syaraf pusat dan mengurangi
aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan
bias membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Bila kelebihan
dosis bias mengakibatkan kematian. Jenis narkoba depresan antara
lain opioda, dan berbagi turunannya seperti morphin dan heroin.
Contoh yang popular sekarang adalah putaw
2) Stimulant, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan
serta kesadaran. Jenis stimulant: kafein, kokain, amphetamine.
Contoh yang sekarnag sering dipakai adalah shabu-shabu dan
ekstasi.
3) Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau
mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari
tanaman seperti mescaline dan kaktus dan psilocybin dari jamur-
jamuran. Selain itu ada juga yang diramu di laboratorium seperti
LSD. Yang paling bnayak dipakai adalah marijuana atau ganja.
1 3Ibid. Hlm 88-89.
Universitas Hasanuddin 25
3. Rehabilitasi Narkoba
Rehabilitasi adalah fasilitas yang sifatnya semi tertutup,
maksudnya hanya orang-orang tertentu dengan kepentingan khusus
yang dapat memasuki area ini.Rehabilitasi narkoba adalah tempat
yang memberikan pelatihan keterampilan dan pengetahuan untuk
menghindarkan diri dari narkoba (Soeparman, 2000:37). Menurut UU
RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, ada dua jenis rehabilitasi,
yaitu :
a. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara
terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan
narkotika.
b. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu
narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan masyarakat.
Menurut surat edaran Mahkamah Agung No.04 Tahun 2010
tentang penempatan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan dan
pecandu narkotika ke dalam lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial, untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi,
sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli sebagai standar
dalam proses terapi dan rehabilitasi adalah sebagai berikut :
a. Program Detoksifikasi dan Stabilisasi : lamanya 1 (satu) sampai 2
(dua) bulan
b. Program Primer : lamanya 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan
Universitas Hasanuddin 26
c. Program Re-Entry : lamanya 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan.
Pasca Rehabilitasi BNN adalah perawatan lanjut yang
diberikan kepada pecandu narkoba setelah menjalani
rehabilitasi.Pasca rehabilitasi merupakan program yang integral
dalam rangkaian perawatan ketergantungan narkoba.Beberapa
Program yang ada pada Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP),
berjalan sesuai kebutuhan lapangan dan untuk program pasca
rehabilitasi tersendiri belum ada Standar Operasional Prosedur
(SOP), karena Badan Narkotika Nasional Provinsi belum
menemukan bentuk ideal untuk program pasca rehabilitasi, jadi
program disusun berdasarkan kebutuhan lapangan. Setiap BNN
Provinsi programnya berbeda-beda karena belum ada ketentuan dari
BNN pusat untuk program pasca rehabilitasi untuk daerah, maka dari
itu program yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan lapangan saja.
Program yang dijalani oleh klien BNN Provinsi Sulawesi Selatan,
mulai dari rehabilitasi sampai pasca rehabilitasi sudah ada Standar
Operasional Prosedur (SOP). Setelah menjalani rehabilitasi, pasien
narkoba akan menjalani program pasca rehabilitasi.
a. Rawat inap : ditempatkan di rumah damping BNN Provinsi,
bermalam atau karantina selama 50 hari.
b. Rawat jalan : klien pasca rehabilitasi rawat jalan sudah bisa kembali
kerumah, hanya tetap melakukan control selama seminggu sekali,
selama 7 (tujuh) minggu.
Universitas Hasanuddin 27
Pasca rehabilitasi rawat jalan atau rawat inap seseorang ditentukan
melalui assesment oleh konselor kepada klien yang telah menjalani
tahapan rehabilitasi narkoba, assesment dilakukan untuk mengetahui
sampai mana klien bisa lepas dari narkoba. Kategori penggunaan
narkoba berat yaitu menggunakan narkoba lebih dari satu jenis, dan
rasa kecanduannya masih tinggi maka akan dilakukan karantina atau
menginap di rumah damping BNN Provinsi selama 7 (tuju) minggu,
sedangkan kategori pengguna narkoba ringan atau coba-coba akan
menjalani proses pasca rehabilitasi rawat jalan.
Pasca rehabilitasi adalah merupakan tahapan rehabilitasi terakhir
dalam rangkaian perawatan ketergantungan narkoba.Pada tahap ini,
diharapkan pecandu sudah memiliki kematangan, kesiapan dan
keterampilan minimal untuk berhadapan dengan lingkungan
masyarakat yang berisiko tinggi. Pada saat program pasca
rehabilitasi, klien tetap diberikan intervensi psikologi social dengan
cara konseling, baik secara individu maupun kelompok juga
diberikan program pencegahan kekambuhan karena, penyakit adiksi
ini penyakit kronis atau kambuhan, jadi kapanpun klien bisa kambuh
atau menggunakan kembali narkotika. Selama ini banyak mantan
pecandu narkoba ingin melepaskan diri dari ketergantungan
narkoba.Kehidupan yang mereka alami telah dikendalikan oleh
narkoba, sehingga narkoba membuat kehidupan mereka menjadi
tidak bermakna.Individu yang mengalami kecanduan narkoba sangat
membutuhkan motivasi hidup yang tinggi dalam dirinya.Keinginan
Universitas Hasanuddin 28
yang kuat untuk berhenti menggunakan narkoba dari dalam diri
sangat diperlukan agar tidak kembali terjerumus.
D. Adaptasi dan Dukungan Sosial
1. Konsep Adaptasi
Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap
lingkungan, penyesuaian ini dapat berarti mengubah diri pribadi
sesuai dengan keadaan lingkungan, juga dapat berarti mengubah
lingkungan sesuai dengan keinginan pribadi. Menurut Karta Sapoetra
adaptasi mempunyai dua arti1 4. Adaptasi yang pertama disebut
penyesuaian diri yang autoplastis (auto artinya sendiri, plastis artinya
bentuk), sedangkan pengertian yang kedua penyesuaian diri yang
alloplastis (allo artinya yang lain, plastis artinya bentuk). Jadi
adaptasi ada yang artinya “pasif” yang mana kegiatan pribadi di
tentukan oleh lingkungan. Dan ada yang artinya “aktif” yang mana
pribadi mempengaruhi lingkungan
Menurut Suparlan1 5 adaptasi itu sendiri pada hakekatnya
adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk
tetap melangsungkan kehidupan. Syaratsyarat dasar tersebut
mencakup:
1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum
untuk menjaga kesetabilan tempratur tubuhnya agar tetap berfungsi
1 4 Di kutip dari : Kamus Sosiologi Antropologi, Penerbit Indah Surabaya, 2001, hal 10).
1 5 Tim Pengemban Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, PT. Imperial
Bhakti Utama, 2007, cet 2
Universitas Hasanuddin 29
dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan tubuh
lainnya).
2. Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang
yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah).
3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat
melangsungkan keturun, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar
mengenai kebudayaannya, untuk dapat mempertahankan diri dari
serangan musuh).
Menurut Soerjono Soekanto1 6 memberikan beberapa batasan
pengertian dari adaptasi, yakni :
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan
3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang
berubah.
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan
lingkungan dan system
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi
alamiah.
Dari batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu,
kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses
perubahan ataupun suatu kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut
1 6 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, 2009, Rajawali Press
Universitas Hasanuddin 30
tentang proses penyusuaian tersebut. Aminuddin menyebutkan
bahwa penyesuaian dengan tujuan-tujuan tertentu, di antaranya:
a. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
b. Menyalurkan ketegangan sosial.
c. Mepertahankan kelanggengan kelompok atau unit sosial.
d. Bertahan hidup.
Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan. Menurut Suyono, pola adalah suatu
rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala
dan dapat dipaki sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau
mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut di atas, pola
adaptasi dalam penelitian kali ini adalah sebagai unsur-unsur yang
sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan
proses adaptasi dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi,
tingkah laku maupun dari masing-masing adat-istiadat kebudayaan
yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan
waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat, kurun
waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan.
Dalam buku Intercultural Communication in Context yang di
tulis oleh Judiht N. Martin dan Thomas K. Nakayama, disebutkan
bahwa terdapat sejumlah model yang dapat menerangkan proses
adaptasi seseorang, salah satunya yang sering digunakan adalah U-
Curve atau U-Curve Theory, teori ini berdasarkan riset penelitian
yang dilakukan oleh ahli sosiologi dari Norwegia, Sverre yang
Universitas Hasanuddin 31
menginterview pelajar/mahasiswa asal Norwegia yang belajar di A.S.
model ini telah digunakan kepada banyak kelompok migran atau
perantau yang berbeda-beda. Disebutkan bahwa terdapat 4 tahapan
dalam adaptasi budaya,
1. Honeymoon
Tahap ini adalah rasa dimana seseorang masih memiliki
semangat dan rasa penasaran yang tinggi serta mengebu-gebu
dengan suasana baru yang akan di jalani. Individu tersebut mungkin
tetap akan merasa asing, kangen rumah dan merasa sendiri namun
masih terlena dengan keramahan penduduk lokal terhadap orang
asing.
2. Frustation
Fase ini adalah tahap dimana rasa semangat dan perasaan yang
mengebu-gebu tersebut berubah menjadi rasa frustasi, jengkel dan
tidak mampu berbuat apa-apa karena realita yang sebenarnya tidak
sesuai dengan ekpektasi yang dimiliki pada awal tahapan.
3. Readjustmen
Tahap ini adalah tahap penyesuaian kembali, di mana seseorang
akan mulai untuk mengembangkan berbagai macam cara untuk bisa
beradaptasi dengan keadaan yang ada.
4. Resolution
Fase yang terakhir di mana seiring dengan waktu, seseorang
kemudian akan sampai pada 4 kemungkinan, yang pertama, Full
participation: dia akan mencapai titik nyaman dan berhasil membina
Universitas Hasanuddin 32
hubungan serta menerima kebudayaan yang baru tersebut, yang
kedua, Accomodation: bisa menerima tapi dengan beberapa catatan
dalam hal-hal tertentu tidak bisa ditolerir, yang ketiga, Fight: tidak
merasa nyaman namun berusaha menjalani sampai dia kembali ke
daerah asalnya dengan segala daya upaya, dan yang terakhir, Flight:
di mana pimigran secara fisik ataupun psikologi menghindari kontak
untuk lari dari situasi yang membuat dia frustasi
2. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah ketersediaan sumber dukungan yang
berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa stres yang dialami
oleh seseorang (Zimet dalam Louw & Viviers, 2010). Menurut Zimet
dan kolega, dukungan sosial yang dipersepsikan dapat diperoleh dari
orang lain yang signifikan atau orang terdekat yang memiliki kontak
dengan keseharian individu seperti keluarga, dan teman.
A. Bentuk-Bentuk Dukungan Sosial
Bentuk-bentuk dukungan sosial menurut (Sarafino, 2006) dibagi
kedalam 4 bentuk, yaitu :
a. Dukungan Emosional (Emotional/Esteem Support)
Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan.Dukungan emosional
merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan
perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengar keluhan
seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana
pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu
Universitas Hasanuddin 33
merasa nyaman, tentram, diperhatikan, serta dicintai saat
menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.
b. Dukungan Instrumental (Instrumental/Tangible Support)
Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa
jasa, waktu, atau uang.Misalnya pinjaman uang bagi individu atau
menghibur saat individu mengalami stres.Dukungan ini membantu
individu dalam melaksanakan aktivitasnya.
c. Dukungan Informatif (Informational Support).
Dukungan informatif mencakup pemberian nasehat, petunjuk-
petunjuk, saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini
membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas
wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi.
Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan
memecahkan masalah secara praktis.Dukungan informatif ini juga
membantu individu mengambil keputusan karena mencakup
mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasehat dan petunjuk.
d. Dukungan Persahabatan (Companionship Support)
Dukungan persahabatan mencakup kesediaan waktu orang lain
untuk waktu bersama dengan individu, dengan demikian akan
memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling
berbagi minat dan melakukan aktivitas sosial bersama.
B. Sumber Dukungan Sosial
Individu akan mendapatkan dukungan sosial dari sumber-
sumber yang telah dipercaya. Apabila individu mendapat dukungan
Universitas Hasanuddin 34
sosial dari sumber yang salah, maka dukungan sosial tersebut tidak
akan berguna. Jadi, individu harus mendapatkan sumber dukungan
dari orang-orang yang dekat dengan individu tersebut. Sumber
dukungan sosial berasal dari pasangan, keluarga, teman-teman,
sahabat, dan komunitas yang memiliki hubungan akrab dengan
individu (Tylor, 2006). Jika individu mendapatkan dukungan dari
orang yang sudah akrab, maka dukungan tersebut akan sangat
membantu dalam mencapai keinginannya
E. Penelitian Sebelumnya
Pengguna narkoba di beberapa wilayah di Indonesia telah
pernah dikaji dan diteliti sebelumnya, sehingga berikut akan
diuraikan beberapa penelitian sebelumnya yang ada di Indonesia
pada umumnya. Penulis telah mereview penelitian sebelumnya
guna, melihat perbedaan penelitian yang dilakukan sebelumnya
dengan penulis yang ingin teliti. Berikut hasil peelitian sebelumnya
yang berkaitan dengan penelitian penulis.
Penelitian yang dilakukan oleh Saragih tahun (2015) Terkait
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Pengguna
Narkoba Pada Pasien Rehabilitasi Di Balai Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional Baddoka Makassar Tahun 2015. Penelitian ini
mengemukakan bahwa penggunaan narkotika dan zak adiktif lainnya
tidak memandang umur maupun pekerjaan. Para pasien rehab rata-
rata telah menggunakan narkoba > 5 tahun yang memiliki waktu
rehab yang berbeda beda. Dari penelitiannya, ada beberapa faktor
Universitas Hasanuddin 35
yang mempengaruhi mereka menggunakan napza yaitu lingkungan
sosial serta keluarga juga mempengaruhi mereka dalam
penggunaan napza dan seperti penelitian lainnya. Penelitian ini
hanya membahas tentang beberapa faktor yang mempengaruhi
untuk mengkomsumsi narkoba, penulis tidak menemukan
pembahasan terkait dengan rehabilitasi narkoba.
Penelitian yang dilakukan oleh Asni, dkk (2013) Terdapat tiga
faktor dalam penyalagunaan narkotika yakni, pertama adalah
keluarga, teman sebaya. Kedua adalah tingkat pengertahuan tentang
agama dan Ketiga adalah minimnya pemahaman realigius seorang
remaja.Dalam penelitian tersebut menggunakan metode pendekatan
kuantitative dengan fokus pada sampel penelitian yang ada di
Sekolah Menengah Atas Kartika Wirabuana Kota Makassar.
Kekurangan dari jurnal tersebut tidak disebutkan atau dijelaskan
secara terperinci tentang rehabilitasi narkoba sampai pada
begaimana bentuk penyesuai diri residen pasca rehabilitasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Daniel Siahaan tahun (2014).
Hasil penelitian tersebut di jelaskan bahwa Remaja menggunakan
narkoba karena pengaruh lingkungan dan teman sepermainan yang
cenderung berperilaku menyimpang serta pemahaman yang sangat
minim akan bahaya dari narkoba. Keluarga para remaja pengguna
narkoba di Kelurahaan Aekkanopan Timur kurang dapat memberikan
perhatian, kasih sayang, dan kepeduliannya pada remaja sehingga
Universitas Hasanuddin 36
para remaja cenderung berperilaku sesuai keinginan mereka, tanpa
ada yang memperdulikan apa yang mereka lakukan. Bukan hanya itu
saja ada, faktor lain yang menyebabkan mereka terjerumus dalam
penyalahgunaan narkoba seperti faktor gangguan kepribadian,
religiusitas, usia, adanya narkoba itu sendiri, dan lingkungan tempat
tinggal. Kekurangan penelitian ini adalah tidak dijelaskannya tentang
pengguna narkoba pasca rehabilitasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Sartika Ramadani tahun
(2014), Penelitian tentang Perilaku Pecandu Narkoba Pasca
Rehabilitasi Pada Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi
Selatan. Tujuan penelitian untuk mendapatkan informasi mengenai
perilaku pecandu narkoba pasca rehabilitasi pada Badan Narkotika
Nasional Provinsi Sulawesi Selatan.Jenis penelitian yang dilakukan
adalah penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan
cara wawancara langsung secara mendalam terhadap informan dan
observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan pas. Dukungan sosial
sangat penting untuk menjaga proses pemulihan seperti dari
lingkungan keluarga, teman, bahkan dari lingkungan tempat pasca
rehabilitasi (instansi). Informasi yang didapatkan klien yaitu dari
teman mantan pecandu yang telah lebih dulu medapatkan perawatan
pasca rehabilitasi dan informasi dari BNNP. Keputusan pribadi untuk
melanjutkan perawatan yaitu klien yang tidak ingin menggunakan
narkoba walaupun masih sangat sulit dengan berbagai pemicu
seperti masalah keluarga, teman pecandu yang masih ada dan
Universitas Hasanuddin 37
membuat klien relaps. Penelitian ini membahas tentang pasca
rehabilitasi di Rumah Damping Makassar, kekurangan dari penelitian
tidak disebutkan bagaimana proses penyesuaian diri residen setelah
kembali ke lingkungan nya masing masing.
Nur Akifah, dkk (2014). Tentang hubungan faktor lingkungan
sosial dengan penyalahgunaan narkoba pada tahanan Polrestabes
Makassar Informan penelitian ini adalah para tahanan narkoba.
Dalam penelitiannya, ia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan
sosial sangat memberikan pengaruh terhadap penyalahgunaan
narkoba, yang mana faktor pergaulan teman sebaya, faktor keutuhan
keluarga, dan mudahnya mendapatkan narkoba dari teman
pergaulan mereka.Seperti peneltian yang lainnya, penelitian ini
hanya membahas tentang faktor lingkungan social penyalahgunaan
narkoba di polretabes Makassar, akan tetapi kekurangan dari
penelitian ini tidak membahas tentang pengguna narkoba pasca
rehabilitasi.
Hutabarat (2016). Penelitian yang dilakukan menggunakan
metode deskriptif kualitatif, dengan mengambil informan sebanyak 6
orang, hasil dari penelitian yang dilakukan yakni, penggunaan
narkoba pada anak yang berumur 10 tahun sampai pada umur 24
tahun. Dari hasil peneltiannya diperoleh bahwa kenakalan
disebabkan oleh dua faktor, pertama karena adanya masalah yang
didapatkan dalam keluarganya seperti minimnya perhatian dari orang
tua, karena kurangnya perhatian dari orang tua sehingga membuat
Universitas Hasanuddin 38
anak tidak betah berada di rumah.Kedua, karena adanya faktor
lingkungan sosial, faktor lingkungan sosial yang dimaksudkan adalah
tempat bergaul seorang anak atau remaja, yang dimana di tempat
bergaulnya terdapat salah seorang temannya yang sering
manggunakan narkoba, sehingga hal tersebut menjadi satu media
atau jalan untuk mencoba narkoba.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diatas penulis tidak
menemukan terkait dengan pengguna narkoba pasca rehablitasi,
penelitian diatas berhubungan dengan narkoba akan tetapi tidak
sama dengan focus penelitian penulis. Seperti, penelitian yang
dilakukan oleh Hutabarat pada tahun 2016 lebih focus pada faktor
penyebab penggunaan narkoba pada anak berumur 10 tahun sa,pai
24 tahun sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nur Akifah, dkk
pada tahun 2014 lebih focus tentang hubungan faktor lingkungan
social dengan penyalahgunaan narkoba di tahanan Polrestabes
Makassar. Setelah melihat hasil penelitian sebelumnya terkait
dengan narkoba.khususnya di Sulawesi Selatan, penulis tidak
menemukan dari sumber mana pun yang pernah melakukan
penelitian dengan topic penelitian yang penulis ambil, yaitu Adaptasi
Pengguna Narkoba Pasca Rehabilitasi Di Lingkungan Masyarakat
Kabupaten Pinrang.
Universitas Hasanuddin 39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Tipe Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian jenis kualitatif dengan
melakukan teknik observasi dan wawancara mendalam dengan
informan merupakan ciri khas dari penelitian ini.Penelitian Kualitatif
merupakan salah satu bentuk penelitian yang hasilnya berupa kata-
kata yang dideskripsikan dari orang-orang yang menjadi obyek
penelitian (Moleong 2002:3). Sedangkan pernyataan yang
mendukung penelitian kualitatif ini, bahwa penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang bersifat studi kasus yang bertujuan untuk
mengambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau
berbagai fenomena realitas sosial yang ada dalam masyarakat
menjadi objek penelitan yang berupa menarik realitas itu
kepermukaan sebagai sebagai suatu ciri, kerakter, sifat, model,
tanda, kondisi atau situasi suatu fenomena tertentu (Bungin
2008:68).
B. Penentuan Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pinrang sebagai
penentuan lokasi penelitian ini, akan tetapi penulis menemukan
banyak berita-berita tentang korban penyalahgunaan narkoba yang
menjalani proses rehabilitasi. Penulis tidak menemukan data dalam
angka yang menujukkan bahwa Kabupaten Pinrang memiliki tingkat
penyalahgunaan narkoba yang telah melalui proses rehabilitasi, akan
Universitas Hasanuddin 40
tetapi menurut data rekapitulasi kasus tindakan narkotika Polres
Pinrang menunjukan bahwa angka kasus korban penyalahgunaan
narkotika mulai tahun 2015 sampai 2017 sebanyak 115 kasus. oleh
karena itu, penulis merasa lokasi penelitian di kabupaten sangat
tepat untuk dijadikan lokasi penilitan khusunya pengguna
narkoba.Waktu yang dibutuhkan penulis untuk melakukan penelitian
selama 3 bulan, terhitung mulai February sampai Mei 2018 di
Kabupaten Pinrang.
C. Penentuan informan dan Etika Penelitian
Informan adalah “seorang narasumber asli yang berbicara
dengan mengulang kata-kata, frasa dan kalimat dalam bahasa atau
dialeknya sebagai modal imitasi dan sumber informasi”
(sprandley,2007:39). Informan juga merupakan orang yang banyak
mengetahui tentang pokok permasalahan yang diteliti. Dengan
adanya informan akan memudahkan penulis untuk penelitian dan
melengkapi data yang akan diteliti.
Penentuan informan dilakukan dengan cara snowball,
sebelum menentukan informan dalam penelitian ini, penulis
sebelumnya menentukan informan kunci. Informan kunci yang
dimaksud penulis adalah informan yang dekat dengan penulis selain
menurut penulis informan kunci dapat membantu dan memberikan
informasi terkait judul penelitian ini.Menurut penulis informan kunci
adalah modal awal dari penulis untuk mendapatkan informan
selanjutnya, dari informan kunci penulis mendapatkan informan
Universitas Hasanuddin 41
selanjutnya, menurut penulis peran informan kunci disini sangat
penting, informan kunci dapat membantu penulis untuk melakukan
wawancara terkait dengan topic penelitian ini. Akan tetapi penulis
tidak memasukkan hasil wawancara informan kunci, disebabkan oleh
penjanjian awal penulis dan informan kunci hanya memberikan
informasi dan menjelaskan siapa saja yang layak djadikan informan
selanjutnya untuk dilakukan wawancara.
Seperti yang dijalaskan oleh penulis diatas bahwa untuk
memperoleh sampel yang dijadikan sebagai informan subjek
penelitian maka,peneliti menggunakan teknik snowball (Bola Salju),
Artinya, pertama-tama penulis mencari tau seorang yang memenuhi
kreteria sebagai informan kemudian dari informan yang
bersangkutan ditanya lagi target informan berikutnya.
Selanjutnya, sampai terpilih sejumlah informan subjek dan
telah terpenuhi informan yang dibutuhkan. Setelah adanya
persetujuan informan untuk dilakukan wawancara maka, peneliti
menjaga kerahasiaan identitas informan dengan cara menggunakan
nama samaran dalam laporan penelitian.
Adapun informan dalam penelitian ini adalah :
1. KR (48 tahun), beliau adalah informan penulis yang pernah
menjalani program rehabilitasi, beliau masuk dalam program
rehabilitasi melalui jalur sukarela selama 3 bulan.
2. SF (21 tahun), beliau adalah informan penulis yang pernah menjalani
program rehabilitasi pada tahun 2014, SF masuk dalam program
Universitas Hasanuddin 42
rahbalitisi melalui jalur (suka rela). SF menjalani program rehabilitasi
selama 3 Bulan.
3. ED (30 tahun), beliau adalah informan penulis yang pernah
menjalani rehabilitasi, ED masuk dalam program rehabilitasi melalui
Proses Hukum (tangkapan) ED menjalani program rehabilitasi
selama 6 bulan.
4. AD (24 tahun), beliau adalah informan penulis yang pernah
menjalani program rehabilitasi, beliau masuk dalam program
rehabilitasi melalui jalur sukarela dan menjalani program rehabilitasi
medis di RS Sayang Rakyat selama 1 bulan.
5. HS (43 tahun), beliau adalah keluarga informan penulis
6. MS (32 tahun), beliau adalah keluarga informan penulis.
7. Ismayanti (25 tahun), beliau adalah staf bagian rehabilitasi di Badan
Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan.
Table 3.1 Nama Informan Penulis
No Nama Umur Status
1 2 3 4 5 6 7
KD SF ED AD HS MS
Ismayanti
48 Tahun 21 Tahun 30 Tahun 24 Tahun 43 Tahun 32 Tahun 25 Tahun
Residen Residen Residen Residen
Keluarga Residen Keluarga Residen Staf BNNP Sul-Sel
D. Teknik pengumpulan data
Sesuai dengan jenis penelitiannya, penelitian kualitatif,
dalam penelitian ini akan menggunakan dua metode pengumpulan
data yaitu obeservasi dan wawancara.
Universitas Hasanuddin 43
1. Observasi(Observation)
Sebelum melakukan observasi peneliti terlebih dahulu
membuat pedoman observasi agar peneliti dapat melakukan
pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian.Setelah membuat
pedoman observasi, peneliti sebelumnya melakukan observasi
terhadap aktifitas keseharian informan peneliti selain itu peneliti juga
membangun hubungan lebih dekat ke informan, agar informan
penulis dapat terbuka ketika di tanyakan terkait dengan topic
penelitian ini. Setelah itu peneliti juga melakukan observasi disalah
satu tempat Rehablitasi Narkoba di Sulawesi Selatan untuk melihat
langsung aktifitas mereka.
2. Wawancara (Interview)
Teknik pertama yang dalam pengumpulan informan di
lapangan ialah wawancara mendalam (indepth interview) atau
wawancara tak tersetruktur (unstructured interview).Wawancara
yang dimaksudkan untuk menggali informan sedalam dan seluas
mungkin melalui pokok-pokok wawancara yang telah disiapkan.
Sedangkan wawancara tidak terstruktur, dimana pertanyaan tersebut
tidak didasarkan pada urutan-urutan tertentu, tetapi peneliti secara
bebas melepaskan pertanyaan-pertanyaan dengan tetap
memperhatikan kesesuaian informan atau data yang dibutuhkan
Sebelum melakukan wawancara penulis menyiapakan pedoman
wawancara yang terkait dengan rumusan masalah penelitian.Selain
itu untuk membatasi ruanglingkup masalah penelitian yang akan
Universitas Hasanuddin 44
ditanyakan kepada informan. Setelah itu penulis menentukan
informan kunci, Informan kunci yang dimaksud penulis ialah teman
penulis yang perna menjalani proses rehabilitasi, melalui informan
kunci penulis mendapatkan informan selanjutnya. Untuk
kelengkapan data dan kemudahan dalam menganalisis data
nantinya penulis menggunakan alat bantu penelitian yaitu berupa
media.Media yang digunakan penulis adalah kamera dan recode.
Fungsi kamera dalam penelitian ini ialah untuk mengabadikan
gambar pada saat penulis melakukan observasi disalah satu panti
rehabilitasi di Sulawesi Selatan agar dapat mendukung dalam
penelitian ini.Sedangkan, Recode (alat perekam) untuk merekam
percakapan pada saat melakukan wawancara penulis dengan
informan, agar memudahkan penulis saat menganalisis data
nantinya.
Dalam hal perekrutan informan, terlebih dahulu peneliti
meminta persetujuan dari informan untuk menjelaskan mengenai
topic, tujuan, teknis pelaksanaan penelitian, dan potensi resiko yang
akan ditimbulkan. Sebelum pengambilan gambar dan perekaman
percakapan tentu saja akan dilakukan setelah mendapat persetujuan
dari informan sebagai bagian dari etika penelitian untuk menjaga
privasi kenyamanan.
Penulis melakukan wawancara langsung dan bertatapan
muka dengan informan untuk membangun kedekatan dan hubungan
emosional. Selain itu penulis juga bisa lebih leluasa menayakan
Universitas Hasanuddin 45
pertanyaan-pertanyaan baru diluar pedoman wawancara yang
mungkin akan timbul dari pertanyaan sebelumnya dan informan juga
bisa menjelaskan dan bercerita dengan lebih nyaman.Penulis
menjelaskan tujuan dalam penelitian ini dan penulis menyakinkan
agar informan dapat terbuka tentang pengalaman.
E. Jenis dan Sumber Data.
Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Data primer yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan dan
wawancara mendalam, wawancara dilakukan menggunakan alat
perekam dan pedoman wawancara dengan topik-topik pertanyaan
yang telah di sediakan oleh penulis.
b. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari penelitian
terdahulu serta data olahan dari BNN yang berkaitan dengan judul
Adaptasi pengguna narkoba pasca rehabilitasi di Kabupaten Pinrang.
Sumber data sekunder merupakan data yang memang sudah ada
didapatkan dari instansi tertentu, misalnya di Polres Pinrang, Badan
Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi Selatan dan Instansi lainnya
yang berkaitan dengan topik penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Penulis akan menggunakan teknik analisis data dari
Cresweel (2012). Teknik analisis data yang terdiri dari 5 langkah
berikut :
Universitas Hasanuddin 46
1) Mengelolah dan mempersiapakan data untuk dianalisis, langkah ini
melibatkan transkrip wawancara, mengetik data lapangan, serta
menyusun data.
2) Membaca keseluruhan data yaitu membangun general sense atau
informasi yang diperoleh dana merefleksikan maknanya secara
keseluruhan.
3) Menganalisis lebih detail dengan meng-coding data.
4) Menerapkan proses coding untuk mendeskrisikan setting, orang-
orang, kategori-kategori dan tema-tema.
5) Mendeskripsikan tema-tema yang akan disajikan kedalam mebntuk
narasi/laporan kualitatif.
Setelah proses memperoleh data-data dari hasil observasi
dan wawancara, langkah selanjutnya penulis akan lakukan adalah
mengklasifikasi data sesuai dengan permasalahan yang diteliti,
kemudian data-data tersebut disusun dan dianalisis dengan metode
analisis data. Analisis data dimulai dengan menekaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan
yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi,
dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya.Seletah dibaca,
dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya ialah menyusun data.
Universitas Hasanuddin 47
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI
A. Letak Geografis, Administratif, dan Keadaan Alam
Kabupaten Pinrang merupakan salah satu Kabupaten yang
ada di Provinsi Sulawesi Selatan dan terletak di ujung Utara wilayah
Provinsi ini. Kabupaten Pinrang mempunyai luas wilayah 1.96.77 km
persegi, memiliki daerah administratif 12 kecamatan dan terdiri 39
Kelurahan dan 69 Desa yang meliputi 98 Lingkungan dan 189
Dusun.Kabupaten Pinrang berada ± 180 Km dari Kota Makassar
terletak pada koordinat antara 4º10’30” sampai 3º19’13” Lintang
Selatan dan 119º26’30” sampai 119º47’20”Bujur Timur. Kabupaten
Pinrang berada pada perbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat,
serta menjadi jalur lintas darat dari dua jalur utama, baik antar
Provinsi dan antar Kabupaten di Selawesi Selatan, yakni dari arah
selatan: Makassar, Parepare ke wilayahProvinsi Sulawesi Barat, dan
dari arah Timur: kabupaten-kabupaten di bagiantimur, utara dan
tengah Sulawesi Selatan menuju Propinsi Sulawesi Barat.Batas-
batas wilayah yang dimaksudkan yaitu:
� Sebelah Utara : Kabupaten Toraja
� Sebelah Timur : Kabupaten Enrekang dan Sidenreng Rappang
� Sebelah Selatan : Kota Pare-Pare
� Sebelah Barat : Selat Makassar dan Provinsi Sulwesi Barat
Universitas Hasanuddin 48
Wilayah Kabupaten Pinrang berada pada ketinggian antara
0-2000 m dari permukaan laut, dengan perincian wilayah dengan
ketinggian 0-49 m seluas 434,29 Km2atau 10,10% dari luas total
wilayah kabupaten. Sedangkan wilayah dengan ketinggan lebih dari
400 m mdpl seluas 1122,69 Km2atau 57,23%.Ini menunjukkan bahwa
sebagian besar wilayah kabupaten ini terdapat di daerah dataran
tinggi.Wilayah tersebut terutama terdapat disebelah utara dan timur
yang berbatasan dengan Kabupaten Toraja dan Enrekang yang
terletak di pegunungan tengah profinsi Sulawesi Selatan.
Kondisi topografi Kabupaten Pinrang memiliki rentang yang
cukup lebar, mulai dari dataran dengan ketinggian 0 m di atas
permukaan laut hingga dataran yang memiliki ketinggian di atas
1000 m di atas permukaan laut (dpl) .Dataran yang terletak pada
ketinggian 1000 m di atas permukaan laut sebagian besar terletak di
bagian tengah hingga utara KabupatenPinrang terutama pada
daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Toraja.Klasifikasinya
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
• Ketinggian 0 – 100 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam daerah ketinggian ini sebagian
besarterletak di wilayah pesisir yang meliputi beberapa wilayah
Kecamatan yakni Kecamatan Mattiro Sompe, Lanrisang, Watang
Sawtito, Tiroang, Patampanua dan Kecamatan Cempa.
• Ketinggian 100 – 400 m dpl
Universitas Hasanuddin 49
Wilayah yang termasuk ke dalam daerah dengan ketinggian ini
meliputi beberapa wilayah Kecamatan yakni Kecamatan Suppa,
Mattiro Bulu,dan Kecamatan Paleteang.
• Ketinggian 400 – 1000 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini sebagian
kecil wilayah meliputi Kecamatan Duampanua.
• Ketinggian di atas 1000 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini terdiri dari
sebagian Kecamatan Lembang dan Batulappa.
- Sumber data : Badan Pusat Statistik Kab. Pinrang
B. Aspek Demografi
1. Komposisi Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Pinrang 350.807 jiwa pada
Tahun 2017 (Data BPS 2017), terdiri dari laki-laki sebanyak
170.095jiwa (48,47%) dan perempuan sebanyak 180.712 jiwa
(51,53%).Penduduk Kabupaten Pinrang sebagian besar dihuni oleh
Universitas Hasanuddin 50
etnis Bugis kecuali beberapa daerah kecamatan yang berbatasan
dengan Kabupaten Enrekang dan Toraja yang menggunakan bahasa
kedua etnis tersebut.Meskipun demikian, penduduk pada daerah-
daerah perbatasan kabupaten tersebut dapat berbicara dalam dua
bahasa yaitu bahasa Bugisdan bahasa Enrekang atau Toraja.
Penduduk Kabupaten Pinrang berdasarkan sensus
penduduk tahun 2017, terutama terkonsentrasi pada empat
kecamatan yaitu Watang Sawitto, Duampanua, Paleteang dan
Lembang. Konsentrasi penduduk yang tinggi di wilayah Watang
Sawitto, terutama disebabkan karena ibukota kabupaten berada di
kecamatan tersebut. Sebagai pusat pemerintahan dan bisnis, maka
wajar jika penduduk banyak terkonsentrasi di wilayah
tersebut.Sementara kecamatan Paleteang, Duampanua dan
Lembang merupakan kecamatan yang berada pada jalur poros
antara Ibukota Kabupaten Pinrang menuju Kabupaten Polman di
Propinsi Sulawesi Barat yang juga merupakan pusat bisnis utama
provinsi tersebut. Bahkan penduduk Kabupaten Polman sebagian
besar berasal dari Kab.Pinrang.Jalur tersebut merupakan jalur
perdagangan yang ramai sejak lama. Secara detail, persebaran
penduduk dapat dilihat pada table 4.1 berikut:
Universitas Hasanuddin 51
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kabupaten Pinrang, Menurut Jenis Kelamin
Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2017
Kecamatan
Penduduk
Laki-laki Perempuan Total Presentase%
Suppa 14.702 15.653 30.355 8,7
Mattiro Sompe 13.247 14.170 27.417 7,9
Lanrisang 8.119 9.018 17.137 4,9
Mattiro Bulu 12.905 13.916 26.821 7,6
Paleteang 17.951 18.697 36.648 10,4
Watang Sawitto 24.890 26.084 50.974 14,5
Tiroang 10.216 10.661 20.877 5,9
Patampanua 15.208 16.310 31.618 9
Cempa 8.364 8.849 17.213 4,9
Duampanua 21.094 22.768 43.862 12,5
Batulappa 18.590 19.642 38.232 10,8
Lembang 4.709 4.944 9.653 2,8
Jumlah 170.095 180.712 350.80
7 100%
Sumber: BPS Kabupaten Pinrang 2017
Tahun 2017, kepadatan penduduk rata-rata di Kabupaten
Pinrang adalah 189,74 jiwa per km2. Angka ini menunjukkan
bahwaterdapat sekitar 189 sampai 190 jiwa di tiap km2 luas
wilayahKabupaten Pinrang.Kecamatan dengan tingkat kepadatan
penduduk terendah adalah Kecamatan Lembang .Meskipun
merupakan kecamatan yang terluas dan memiliki potensi erkebunan,
namun secara geografis Kecamatan Lembang terdiriatas daerah
pegunungan dengan infrastruktur yang belum memadai, sehingga
banyak penduduk yang memilih menetap didaerah lain dibandingkan
Lembang.
Universitas Hasanuddin 52
Tabel 4.2
Penduduk Kabupaten Pinrang, Menurut Kelompok Umur Dan
Jenis Kelamin Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2017
Kelompok Umur
Usia
Jenis Kelamin
Laki Laki Perempuan TOTAL
(1) (2) (3) (4)
0-4 51,02 48,98 100.00
5-9 51,09 48,91 100.00
10-14 50,84 49,16 100.00
15-19 51,09 48,91 100.00
20 – 24 49,67 50,33 100.00
25 – 29 48,73 51,27 100.00
30 – 34 47,71 52,29 100.00
35 – 39 46,86 53,14 100.00
40 – 44 48,17 51,83 100.00
45 – 49 47,17 52,83 100.00
50 – 54 45,98 54,02 100.00
55 – 59 46,03 53,97 100.00
60 – 64 45,39 54,61 100.00
65 – 69 43,87 56,13 100.00
70 – 74 39,55 58,03 100.00
75+ 39,55 60,45 100.00
Jumlah 48,52 51,48 100.00
Berdasarkan table 4.2 diatas Komposisi penduduk dari segi
usia di Pinrang menunjukkan jumlah kelahiran anak laki-laki dan
anak perempuan berimbang, meskipun jumlah penduduk wanita
berdasarkan usia masih lebih banyak dari jumlah penduduk laki-laki.
Universitas Hasanuddin 53
C. Kasus Penyalahgunaan Narkoba Di Kab. Pinrang
Secara nasional, Provinsi Sulawesi Selatan menempati
urutan ke enam jumlah penyalahgunaan narkotika di Indonesia.
Sementara di Kab. Pinrang, masalah penyalahgunaan narkoba
menjadi salah satu tindak kriminal utama. Berdasarkan data
rekapitulasi kasus tindak pidana narkotika di Kab.Pinrang sejak
tahun 2015 hingga Februari 2018, dapat disimpulkan bahwa
fenomena penyalahgunaan narkotika di wilayah ini sudah sangat
memperihatikan. Kondisi memperihatinkan tersebut tidak saja
disebabkan banyaknya pelaku, tetapi juga maraknya peredaran
hingga melibatkan ibu rumah tangga dan bahkan pasangan suami
istri. Selain itu Narkotika di Kabupaten Pinrang bersifat urgen dan
kompleks. Ada berbagai macam alasan bagi seseorang untuk
memakai narkoba, diantaranya anggapan jika memakai narkoba
orang akan menilai dirinya hebat, dewasa, mengikuti mode, dan
sebagainya. Ada juga keyakinan bahwa narkoba dapat digunakan
untuk mengatasi ketegangan, cemas, depresi, dan lain-lain, yang
paling mempengaruhi seseorang memakai narkoba adalah mengikuti
gaya hidup modern dan globalisasi.
Universitas Hasanuddin 54
Tabel 4.3
Data Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Polres Pinrang Menurut
Jenis Kelamin, Tahun 2015-2018
Sumber data : Polres Kab. Pinrang
Tabel 4.4.
Data Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Polres Pinrang Menurut
Pendidikan Terakhir, Tahun 2015-2018
No. Tahun
Pendidikan
Jumlah Tdk Sekolah SD SMP SMA PT
1
2
3
4
2015
2016
2017
2018
-
-
-
-
8
5
21
-
7
4
14
3
15
5
12
12
1
1
2
-
31
20
49
15
34 28 44 4 115 Sumber data : Polres Kab. Pinrang
Tabel 4.5
Data Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Polres Pinrang Menurut Usia,
Tahun 2015-2018
Sumber data : Polres Kab. Pinrang
Berdasarkan tabel data rekapitulasi kasus narkotika polres
Pinrang diatas dapat disimpulkan bahwa kasus penyalahgunaan
narkoba sangat memperihatikan dengan jumlah 115 dalam empat
tahun terakhir. Apabila kita membandingkan jumlah data pelaku
No Tahun Jenis kelamin
Jumlah Pria Wanita
1
2
3
4
2015
2016
2017
2018 –
Feb
29
20
45
12
2
-
4
3
31
20
49
15
106 9 115
No.
Tahun
Usia
Jumlah 10-17 18-20 21-25 31 keatas
1
2
3
4
2015
2016
2017
2018
2
-
-
1
7
3
10
2
6
6
27
6
14
11
22
6
115
Universitas Hasanuddin 55
penyalahgunaan narkotika menurut jenis kelamin, dampak jelas
terbaca bahwa tingkat penggunaan narkotika di dominasi pelaku
tindakan pidana narkotika rata-rata dari kaum pria dengan rentang
umur 30 tahun ke atas yang sudah memiliki tanggungan keluarga.
Jika kita lihat dari tingkat pendidikan terakhir tersangka kasus
narkotika di Kabupaten Pinrang di ketahui bahwa pelaku
penyalahgunaan narkotika lebih banyak dilakukan dari tingkat
pendidikan Menengah Umum (SMU), kondisi yang dialami pada
tingkatan Sekolah Menengah Umum juga di alami dijenjang
pendidikan lainnya, meski sedikit dibandingkan Sekolah Menengah
Umum (SMU).
D. Prosedur Rehabilitasi dan Pasca Rehabilitasi
Penerimaan awal Rehabilitasi bagi pelaku penyalahgunaan
narkotika terbagi atas dua yaitu Sukarela dan Proses Hukum,
Residen yang ikut dalam program rehabilitasi melalui jalur sukarela
wajib melaporkan diri ke instansi yang terkait, seperti BNNP, BNNK,
Universitas Hasanuddin 56
dan BNN Baddoka Makassar. Sedangkan residen yang ikut dalam
program rehabilitasi melalui proses hukum, maka menunggu hasil
putusan pengadilan untuk menjalankan vonis hukuman. Bagi residen
yang ikut program melalui jalur sukarela maka akan di adakan
asesmen terlebih dahulu oleh tim yang meliputi asesmen medis dan
sosial untuk mengetahui residen masuk dalam kategori pemakai
ringan, pemakai sedang bahkan pecandu narkoba. Setelah
mengikuti asesmen, maka keluar hasil rekomendasi dari tim
assessment terpadu (TAT) isinya yang bersangkutan itu menurut
medis atau sosial seberapah jauh ketergantungan residen sehingga
memerlukan tindakan rehabilitasi bentuknya kalau residen yang di
kategorikan pemakai ringan maka residen bisa mengikuti program
rawat jalan sedangkan residen dengan kategori pemakaian sedang
dan berat dapat menjalani program rehabilitasi rawat inap yang telah
di tentukan oleh tim assessment terpadu.
Layanan pasca rehabilitasi adalah bagian dari rehabilitasi
sosial berupa pembinaan lanjut dalam bentuk pendampingan,
peningkatan keterampilan dan dukungan produktivitas agar mampu
menjaga kepulihan serta dapat beradaptasi dengan lingkungan
sosial dan mandiri. Beberapametode layanan pascarehabilitasi yang
dilaksanakan di Sulawesi Selatan, yaitu : Layanan intensif Rumah
Damping (RD) dan Layanan reguler BNNP. Layanan intensif yang
dimaksud ialah Rawat inap untuk program lanjutan pasca rehabilitasi
bagi mantan penyalahguna narkoba yang telah menjalani program
Universitas Hasanuddin 57
rehabilitasi medis maupun sosial. Rumah damping merupakan nama
instansi pasca rehabilitasi yang dimiliki BNNP Sul-Sel.
Rumah damping dibangun dengan tujuan untuk membawa
mereka hingga titik total abstinen (berhenti total menggunakan
Narkoba) dan menurunkan angka kekambuhan yang biasa dialami
mantan pecandu. Di rumah damping ini, Direktorat Pasca
Rehabilitasi BNN membuat program keterampilan (Vocasional) bagi
mantan pecandu yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
dan membuka peluang baru bagi mereka agar bisa kembali
produktif. Selain itu, program ini juga dapat menjadikan mereka lebih
mandiri dan siap mereka kembali ke lingkungan keluarga dan
masyarakat. Tidak hanya itu, disini mantan penyalahguna narkoba
juga diajari cara bersosialisasi langsung ke masyarakat dan belajar
bagaimana menghadapi sebuah tekanan-tekanan (pressure) secara
positif agar tidak menjadi hambatan pada saat kembali
kemasyarakat.
Setiap harinya, para mantan pecandu yang menjalankan
program di Rumah Damping melakukan Group Discussion yang
bertujuan agar para mantan penyalahguna dapat saling bertukar
fikiran satu sama lain. Group discussion ini sangat berguna untuk
mengembalikan rasa percaya diri mereka, dan menghilangkan rasa
kegelisahan yang biasa dialami oleh mereka. Selain group
discussion, para mantan penyalahguna narkoba juga diberikan ilmu
Universitas Hasanuddin 58
pengetahuan melalui kegiata-kegiatan seminar yang disajikan oleh
Pendamping.
Melalui rumah damping ini, para peserta (residen) dapat
belajar bagaimana cara bertanggung jawab terhadap lingkungan
sekitar. Di rumah damping residen belajar untuk menjaga keamanan
dan kenyamanan Rumah Damping agar selalu terlihat kondusif.
Serta tetap menjalin hubungan kekeluargaan yang erat dan harmonis
dalam rangka meningkatkan rasa memiliki (sense of bellonging)
untuk tetap menjadi bagian sebagai peserta program.Karena bagi
para mantan penyalahguna narkoba, rumah damping merupakan
rumah kedua yang bisa menerima mereka ketika rumah pertama
merekakeluarga) tidak mau atau belum siap menerima mereka
kembali karena adanya stigma negative. Beberapa kegiatan yang
dilakukan Residen selama menjalani program pasca rehabilitasi
seperti : Pelatihan Vocasional, Barista Coffee, Pelatihan Pembuatan
Lampion, Sketsa Wajah, Pelatihan Sablon, Pembuatan Tanaman
Hidroponik, Pelatihan Lukisan Abstrak, Pembuatan Telur Asin,
Wirausaha dan Kompute, Pencegahan Kekambuhan, Layanan Pola
Hidup Sehat, Managemen Kasus dan Konseling Dan Psikoterapi.
Seperti yang dijelaskan oleh Ismayanti 25 Tahun sebagai
salah satu staf Rehabilitasi BNNP Sul-Sel tentang prosedur dalam
program rehabilitasi medis dan sosial.
“Etahap rehabilitasi terbagi atas dua yaitu satu program rehabilitasi dan program pasca rehabilitasi, program rehabilitasi yaitu di awali dengan klien datang ke klinik yang telah
Universitas Hasanuddin 59
disediakan oleh bnnp di sangka karena keluarga, keinginan sendiri atau tangkapan polisi yang hasil tes urinnya pengguna positif.Esetelah klien datang ke tempat rehabilitasi maka di adakan yang namanya assessment, di assessment itu klien di didetinfikasi oleh tim assessment, apakah klien termasuk penyalahguna ringan, sedang atau penyalahguna berat. bagi klien yang pengguna ringan atau sedang bisa masuk program rawat jalan, rehabilitasi rawat jalan hanya ada di klinik bnnp saja, bagi mereka yang menjalani rawat jalan maka mereka datang seminggu sekali selama delapan kali, kemudian untuk yang digolongkan dalam pengguna berat mereka ini diarahkan untuk mengikuti program rehabilitadi rawat inap, program rehabilitasi rawat inap ini pun ada dua, ada program rehabilitasi jangka pendek dan program rehabilitasi jangka panjang, program rehabilitasi jangka pendek waktunya hanya tiga bula sedangkan program rehabilitasi rawat inap jangka panjang waktunya enam sampai sembilan bulan.setelah mereka mengikuti program rawat jalan maupun rawat inap jangka pendek maupun jangka panjang mereka masuk ke yang namanya program pasca rehabilitasi, program pasca rehabilitasi itu ada 3 tiga, program pasca rehabilitasi rawat jalan atau regular, program rehabilitasi intensip atau rumah damping dan program rehablitasi bina lanjut. program rehabilitasi regular atau rawat jalan ini diperuntuhlan bagi klien yang mengikuti program rehabilitasi jangka pendek dan mempunyai aktifitas rutin seperti, pns tni/polisi dan lain lain, sedangkan mereka yang mengikuti rehabilitasi jangka panjang dan tidak mempunyai kesibukan atau aktifitas maka diarahkan ke program pasca rehabilitasi intensif atau rumah damping. kegiatan yang dilakukan klien saat mengikuti program pasca rehabilitasi rawat inap seperti pelatihan vocasional, pelatihan barista coffe, pelatihan pembuatan lampion pelatihan sablon, pembuatan tanaman hidroponik, pembuatan sketsa wajah, wirausahaan dan computer serta pembuatan telur asin, adapun programnya itu tergantut pendamping atau fasilitator nya masing masing yang mana mau dijalankan dulu. kegiatan atau program yang biasa di lakukan teman-teman klien yang ada disini tergantung dari mereka sendiri,
Commented [AE1]: ?????
Universitas Hasanuddin 60
fasilitator hanya mendampingi mereka saja, akan tetapi kegiatan paling banyak di sukai klien disini seperti pembuatan sketsa wajah, dan pelatihan sablon, jika saya lihat dari mereka ada juga yang tidak terlalu berminat dalam kegiatan seperti pembuatan telur asin, mungkin karena ribet pembuatan nya sehingga mereka tidak terlalu minat dengan program ini” (Ismayanti 25 Thn wawancara 24 April 2018)
Provinsi Sulawesi Selatan memiliki 77rumah sakit TNI/Polri
serta 23 rumah sakit khusus,serta 423 puskesmas yang melayani
para pelaku penyalahgunaan narkotika. Sampai dengan tahun 2017,
sebanyak 25 RSUD, 4 puskesmas dan 18 lembaga komponen
masyarakat yang telah bermitra dengan Badan Narkotika Nasional
Provinsi (BNNP) Sulawesi Selatan untuk melaksanakan layanan
rehabilitasi penyalahgunaan narkotika.
Dalam hal Rehabilitasi Narkoba Badan Narkotika Nasional
Provinsi Sulawesi Selatan bekerja sama dengan Instansi Pemerintah
maupun komponen masyarakat dalam hal rehabilitasi narkoba.
Adapun sarana rehabilitasi institusi pemerintah yang bekerja sama
dengan BNN wilayah Sulawesi Selatan, antara lain:
Tabel 4.6
Distribusi Sarana Rehabilitasi Instirusi Pemerintah Yang Bekerja Sama
dengan BNN wilayah Sulawesi Selatan Tahun 2017
No Nama Sarana Tempat
1 RSUD SELAYAR Kab. Selayar
2 RSUD Sultan Dg Rajda Kab. Bulukumba
3 RSUD Prof. Makkatutu Kab. Bantaeng
4 RSUD Lanto Dg Pasewang Kab. Jeneponto
5 RSUD Pajonga Kab. Takalar
6 RSUD Syekh Yusuf Kab. Gowa
7 RSUD Tenriawaru Kab. Bone
8 RSUD Ajapange Kab. Soppeng
9 RSUD Lamaddukelleng Kab. Wajo
Universitas Hasanuddin 61
10 RSUD Siwa Kab. Wajo
11 RSUD Pangkep Kab. Pangkep
12 RSUD Barru Kab. Barru
13 RSUD Andi Makkasau Kab. Parepare
14 RSUD Nenemallomo Kab. Sidrap
15 RSUD Arifin Nu’mang Kab. Sidrap
16 RSUD Lasinrang Kab. Pinrang
17 RSUD Lakipadada Kab. Tator
18 RSUD Sawerigading Kab. Palopo
19 RSUD Masenrengpulu Kab. Enrekang
20 RSUD Batara Guru Kab. Luwu Timur
21 RSUD Lagaligo Kab. Luwu Timur
22 RSUD Andi Jemma Kab. Luwu Utara
23 RSUD Salewangeng Kab. Maros
24 RSUD Daya Kota Makassar
25 RSU Haji Prov Sulsel
26 RSU Labuang Baji Prov Sulsel
27 Sayang Rakyat Prov Sulsel
28 RS Khusus Daerah Prov Sulsel
29 Puskesmas Tamalatea Kota Makassar
30 Puskesma Makkasau Kota Makassar
31 Puskesmas Andalas Kota Makassar
32 Puskesmas Maccini Sawah Kota Makassar
33 Klinik Adi Prada Kota Makassar
34 Klinik BNNK Palopo BNNK Palopo
35 Klinik BNNK Tator BNNK Tator Sumber Data BNNP Sulawesi Selatan Tahun 2017
Rehabilitasi sosial yang bekerja sama dengan lembaga
masyarakat untuk penyalahgunaan narkotika sebanyak 18 lembaga,
akan tetapi yang bermitra dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi
Sulawesi Selatan sebanyak 14 lembaga rehabilitasi di antara lain :
Tabel.4.7
Distribusi Sarana Rehabilitasi Komponen Masyarakat
yang Bermitra dengan BNN Prov. Sulawesi Selatan
Tahun 2017
No Nama Sarana Tempat
1 Lembaga Peduli Anak Indonesisa Cerdan
(LPAIC) BTP Makassar
2 Lembaga Abulo Sibatang Makassar
(LASM) Jl Manunggal 22 Mks
Universitas Hasanuddin 62
3 Yayasan Mitra Husada (YMH) Komp Bumi Pertamana
Sudiang Blok E 1/12 Mks
4 Lembaga Religius Sprit Insan (LERSI) Jl. Parumpa No.13 Komp
Pasar Grosir Daya Mks
5 Yayasan Khusnul Khatimah BTN MIsasa Upa Blok H 07
6 Klinik Transit Jl. Poros Maros KM 21 Kab.
Maros
7 Lembaga Daar Ulil Albaab (LDUA) Jl. Poros Malino Kab Gowa
Sulsel
8 RS Hafsa JL. Urip Sumiharjo Bone
9 Forum Pendamping Anak Indonesia Jl, Mesjid 88 Bone
10 RS Mujaisyah Jl. Ratulangi Palopo
11 Rumah Rehab Hati Palopo Jl. A. Jemma Palopo
12 Yayasan Pemulihan Betesda Dusun Tumonga Tator
13 Rumah Pemulihan Baatulelang Batan Padang Tator
14 Yayasan Tanggap Cerah Mirasantika Jl. Bambu Runcing Lr 3 Kab.
Maros Sumber Data BNNP Sulawesi Selatan Tahun 2017
Universitas Hasanuddin 63
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dijelaskan bagaimana eks pengguna
narkoba kembali ke lingkungannya setelah menyelesaikan tahap
rehabilitasi. Namun sebelum masuk pada penjelasan tersebut,
terlebih dahulu akan dijelaskan latar keterlibatan mereka pada kasus
penyalahgunaan narkotika. Tidak semua informan direhabilitasi
setelah tertangkap melalui operasi kepolisian.Di antara mereka ada
yang memiliki alasan yang sama mengapa sampai menggunakan
narkoba. Karena itu pada bagian awal akan digambarkan apa motif
sehingga para pelaku ini terlibat dalam mengkonsumsi narkoba.
A. Kronologi Mengkonsumsi Narkoba
Terdapat tiga faktor yang diungkapkan oleh informan dalam
penelitian ini yang mendorong mereka untuk menggunakan narkoba
yaitu ajakan teman, rasa penasaran dan masalah dalam keluarga.
Dua faktor berasal dari gaya hidup dalam pergaulan dan satu factor
berasal dari kondisi rumah tangga. Meskipun demikian,
sebagaimana yang tergambar dari penjelasan beberapa informan,
seseorang dapat saja mengkonsumsi narkoba karena fariasi dari dua
ataupun ketiga factor tersebut.
Disamping faktor pendorong, juga terdapat tiga factor
pendukung sehingga seseorang dapat terus menggunakan jenis
narkoba tertentu, sambil meningkatkan dosis atau mencoba jenis
lainnya. Factor pendukung pertama adalah jaringan peredaran
Universitas Hasanuddin 64
narkotika di Pinrang juga sekaligus merupakan jaringan pertemanan
sehingga mudah bagi pemakai untuk mendapatkannya. Factor kedua
adalah system pembelian narkoba yang dapat dilakukan dengan
cara mengutang memudahkan bagi pengguna untuk mengkonsumsi
kapan saja. Sedangkan factor ketiga yaitu banyaknya jumlah
pengedar, sehingga para pengguna tidak harus menyimpan atau
menimbun narkotika, dan dapat lengsung mengkonsumsi jika
membutuhkan.
Penggunaan narkoba yang disebabkan ajakan teman
ditemukan pada kasus SF 21 thn seperti yang diceritakannya berikut:
“&.pertama itu saya coba obat-obat, tidak gaul ki bede kalau tidak di coba ki itu barang. Dari coba obat pindah ke ampetamin (sahbu), dari situma mulai ketergantungan dengan itu barang, penasaranka juga dengan itu barang toh. Karena berawal dari teman ji saya kenal itu barang, rasa ingin coba nya itu yang bikin sulit untuk lepas dari itu barang, saya taumi juga tempat nya ambil, jadi biasaka main sendiri saya sendiri pergi ambil ki barang. (wawancara 14 april 2018)
Dorongan teman dan keinginan untuk memenuhi standart
yang berlaku dalam pergaulan masa kini merupakan pendorong
dalam kasus ini.Standart pergaulan yang dimaksudkan adalah
kebutuhan untuk mencoba segala hal, meskipun hal tersebut
berakibat buruk, untuk memperoleh kedudukan social yang setara
dengan yang lebih tinggi posisinya.Dapat dikatakan bahwa
seseorang dipandang memenuhi strandart bila mengkonsumsi
narkoba, dan semakin berani seseorang mencoba berbagai jenis
Universitas Hasanuddin 65
narkoba, maka semakin tinggi kedudukannya dalam pertemanan
tersebut.
Dari kasus SF (21 thn) di atas tampak bahwa pengaruh
pergaulan, jaringan yang melibatkan kerabat dan kemudahan
memperoleh “barang” menjadi factor pendukung baginya untuk
menggunakan narkoba.Sementara rasa penasaran dengan “rasa
barang” tersebut menjadi factor pendorong.Keberanian
menggunakan juga didukung oleh pengalaman mengamati teman-
temannya yang menggunakan dan cerita mereka.Tetapi kondisi
ketergantungan baru dirasakan setelah mengkonsumsi narkotika
jenis shabu. Narkoba jenis shabu, atau yang juga dikenal sebagai
methamphetamine atau crystal meth, adalah narkotika yang sangat
adiktif, bentuknya putih, tidak berbau, berasa pahit, dan berbentuk
kristal. Hasil rekapitulasi kasus narkoba Polres Kabupaten Pinrang
tahun 2015 hingga 2017 memperlihatkan bahwa shabu sebagai
narkoba peringkat ke 1 yang paling sering dikomsumsi oleh
pengguna narkoba di Kabupaten Pinrang.
Gambar 5.1 Narkotika jenis Shabu.
Demikian pula dengan ED (30 thn) yang mulai menggunakan
narkoba pada tahun 2004. ED menuturkan bahwa:
Universitas Hasanuddin 66
“&.pertama make 2004, itupun masih murah shabu disitu. kalau ada uang 50 rb sudah bisa meki dapat barang, apalagi waktu itu saya ingat masih banyak yang menjual lalu mudah didapat barang nya, 2008 disitu mi puncak aktif make karena teman bandarki, biasa juga kalau tidak ada uang barang ji disimpan dulu nanti 3 hari baru di tebuski. (wawancara 17 april 2018)
Informasi tersebut menunjukkan bahwa penggunaan narkotika jenis
shabu di Kab.Pinrang sudah dilakukan cukup lama, bahkan sebelum
BNN mulai melaksanakan pencegahan serius.BNN sendiri baru
terbentuk pada tahun 2002, namun baru tahun 2007 lembaga ini
mendapatkan biaya operasionalnya sendiri untuk dapat melakukan
operasi penegakan hukum. Karena itu, pada tahun 2004 hingga
2008 yang dikatakan informan sebagai tahun-tahun “emas”
khususnya bagi pengguna shabu. Narkotika jenis shabu begitu
mudah diperoleh serta banyak nya pengedar kecil yang dapat
memperoleh keuntungan yang cukup, banyak nya pengedar
merupakan suatu hal yang wajar khusunya di Kabupaten Pinrang.
Ketika itu BNN belum dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
B. Pengambilan Keputusan Rehabilitasi
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 35
tahun 2009 tentang Narkotika pasal 54,pecandu narkotika wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Lama proses
rehabilitasi bergantung pada seberapa parah kondisi seseorang yang
diakibatkan karena penggunaan narkoba. Rehabilitasi medis dan
rehabilitasi social berlangsung beriringan. Rehabilitasi medis
Universitas Hasanuddin 67
dilakukan terlebih dahulu, dan pada tahap tertentu rehabilitasi sosial
mulai dilakukan hingga keduanya berakhir secara bersamaan.
Rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial dilaksanakan dan
diselenggarakan oleh pemerintah,pusat, pemerintah daerah serta
lembaga masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 pasal 55
tentang Narkotika, diatur mengenai sanksi pidana berupa pidana
kurungan atau pidana denda bagi orang tua atau wali dari pecandu
yang belum cukup umur yang sengaja tidak melapor, pecandu
narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak
melaporkan diri, dan juga bagi keluarga pecandu narkotika yang
dengan sengaja tidak melaporkan pecandu narkotika yang sudah
cukup Telah ditegaskan dalam ketentuan perundang-undangan
bahwa pecandu narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial. Bertitik tolak dari ketentuan ini maka orang tua
atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib
melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, atau
lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Disamping itu bagi pecandu narkotika yang sudah cukup umur
juga wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada
pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi social yang ditunjuk oleh
Universitas Hasanuddin 68
pemerintah untuk mendapatkan pengobatan atau perawatan melalui
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor selanjutnya
diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25
Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu
Narkotika.Pecandu narkotika wajib melaporkan diri secara sukarela
kepada Institusi Penerima Wajib Lapor selanjutnya disebut dengan
IPWL agar mendapatkan perawatan.IPWL adalah pusat kesehatan
masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh pemerintah.
Bagi pecandu narkotika yang sedang menjalani proses
peradilan dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis atau
rehabilitasi sosial yang merupakan kewenangan penyidik, penuntut
umum, atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah
mendapatkan rekomendasi dari tim dokter. Kewajiban menjalani
rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial berlaku juga bagi
pecandu narkotika yang diperintahkan berdasarkan putusan
pengadilan jika pecandu narkotika terbukti bersalah melakukan
tindak pidana narkotika; atau penetapan pengadilan jika pecandu
narkotika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.
1) Residen1 7 Rehabilitasi Suka Rela (Voluentry)
Seperti yang diungkapkan di atas, proses rehabilitasi secara
sukarela terjadi ketika pelaku baik secara personal ataupun
1 7 Istilah yang di gunakan pada seseorang yang mengikuti program rehabilitasi medis
maupun social
Universitas Hasanuddin 69
dorongan dari keluarga secara sadar mengikuti proses rehabilitasi.
Munculnya kesadaran pelaku dari dalam dirinya sendiri untuk
direhabilitasi tentunya dipandang sebagai proses yang ideal atau
lebih diharapkan, baik dari pandangan keluarga maupun dari
kepolisian. Namun hal yang menarik bahwa motivasi dari para
pelaku yang secara personal sadar untuk ikut dalam proses
rehabilitasi ternyata berbeda-beda. Demikian pula dengan
keterlibatan keluarga dalam mendorong anggota keluarganya yang
menjadi pelaku untuk mengikuti proses rehabilitasi juga berfariasi.
Keterlibatan keluarga dalam mendorong para pelaku untuk
bersedia di rehabilitasi tampaknya bergantung pada usia yang
sekaligus merepresentasikan posisi mereka dalam keluarga.
Informan yang masih berusia 20-an tahun, rata-rata belum
berkeluarga sehingga masih tinggal bersama keluarga intinya.
Karena itu, keputusan untuk mengikuti rehabilitasi masih dapat
dipaksakan oleh orang tua, karena statusnya masih dalam
tanggungan orang tua.Sementara yang lainnya didirong oleh
anggota keluarga yang masih cukup dekat yaitu paman.Sedangkan
yang telah berkeluarga, motifasi muncul dari kesadaran sendiri.
Kasus keterlibatan keluarga inti dapat dilihat pada kasus SF (21
Thn) yang direhabilitasi secara paksa oleh keluarga. Anggota
keluarga SF yaitu HS (47 Thn) menjelaskan:
“&SF saya bawa ketempat rehabilitasi karena sudah aneh mi saya liat perilakunya.Saya curiga sama SF. Kalau saya perhatikan ki kaya aneh, sering begadang, teman nya juga aneh saya liat
Universitas Hasanuddin 70
kalau kerumahki. Dari lalu saya cerita mi sama keluarga, kebetulan ada keluarga yang tau caranya kalau mau direhab. Saya bujuk SF dulu naik Makassar jalan-jalan, karena tidak dia tauji kalau mau dibawah ke tempat rehab.Sampai di depanPolda, saya telpon mi keluarga untuk temani masuk Balai Baddoka.Setelah tiga hari saya bawa SF ke balai saya di hubungi dari petugas balai.Saya dilihatkan hasil tes urin dan assesment SF, setelah itu saya di tanya meka bilang, SF termaksud penyalahguna sedang dan wajib ikut program rawat inap selama 3 bulan.Saya tanda tangan mi persyaratannya rehabilitasi“ (HS 47 Thn)
Sementara dalam pandangan SF terhadap peristiwa yang
sama, dijelaskannya sebagai berikut:
“ &saya waktu itu diajaka pergi jalan-jalan ke makassar sama pace maceku. Mauka diajak pergi mall di Makassar.Pas depannya Polda singgahka minum es kelapa.Tidak lama dari situ beloki masuk Baddoka.Saya juga heran, karena tidak saya tau bilang mauka dibawa ke tempat rehab.Pas ku sampai di tempat rehab langusung meka na ambil securitynya disana.Setalah itu mamaku pergi urus berkasnya,saya menunggu meka di dalam“SF (21 thn)
Kasus diatas menunjukkan bahwa pelaku tidak memiliki
keinginan untuk mengkuti rehabilitasi.Kesadaran justru muncul pada
keluarga, terutama orang tua yang tentunya khawatir pada keadaan
anaknya yang tidak normal dalam pandangan mereka.SF dapat
dipaksa untuk mengikuti rehabilitasi karena dia masih berstatus anak
yang masih dalam tanggungan dan tinggal bersama keluarganya.
Kasus keterlibatan keluarga lainnya dapat dilihat pada kasus
yang dialami oleh AD (26 thn) yang dijelaskannya berikut:
Universitas Hasanuddin 71
“&saya disuruh omku untuk rehab karena sudah
tidak bisa ma kontrol diriku.mulai ma pusing saya rasa kalau tidak ada uang untuk belanja, utangku juga banyak sekali mi. saya di rehab di rs sayang rakyat, program detoxji saya jalani karena itu hari full ki di baddoka. (wawancara 20 april 2018)
Kasus yang berbeda namun dengan motifasi hampir sama
dengan AD ditemukan pada informan KD (45 thn) yang memilih jalur
sukarela seperti yang diungkapkan berikut:
“ ...saya dulu ikut rehabilitasi karena sudah tidak bisa meka imbangi pemakaian ku, belum pi lagi banyak sekali penagih datang kerumah,tidak sanggupma juga ditagih-tagih, mauma memang berenti pakai karena kupikir tidak adaji juga gunanya.hanya kenikmatan sesaat, kebetulan ada temanku yang pernah ikut rehabilitasi.disitu meka cerita sama dia, di tanya meka jalannya bagaimana.saya cobami daftar.saya sebanarnya dulu rehab itu karena cari aman jeka dek’, tapi alhamudillah sudah ada perubahan walapun niatnya pertama rehab itu untuk cari amanja.saya masuk rehabilitasi tahun 2012 di swasta, kujalani selama 3 bulan” KD (45 thn) (wawancara 18 april 2018)
Dua kasus rehabilitasi di atas sama dalam hal motifasi yaitu
karena terdesak belitan utang akibat terus meningkatnya kebutuhan
akan jenis narkoba tertentu yang dikonsumsi.Bahkan pada kasus
KD, rehabilitasi digunakan sebagai strategi untuk menghindari
tagihan untuk sementara waktu oleh bandar. Meskipun kemudian KD
merasakan manfaat dari hasil proses yang dijalaninya.
Ungkapan informan tersebut juga menunjukkan bahwa proses
transaksi narkoba dapat dilakukan dalam bentuk kredit atau tidak
tunai. Ini membuat pengguna dapat terus memperoleh barang illegal
Universitas Hasanuddin 72
ini secara terus menerus meskipun berimplikasi pada semakin
membesarnya jumlah utang.Salah satu upaya para pengguna untuk
mengatasinya adalah dengan membelinya secara patungan.
Tetapi yang paling penting dari hasil temuan lapangan bahwa
tidak ada informan yang betul-betul mengikuti rehabilitasi karena
kesadaran diri yang timbul akibat gangguan fisik yang
dirasakan.Padahal seluruh jenis narkoba memiliki implikasi paling
berbahaya pada tubuh manusia.
2) Residen Narkoba Malalui Jalur Hukum (Tangkapan)
Para pelaku yang tertangkap dalam operasi kepolisian juga
mengikuti proses rehabilitas yang sama, tetapi keputusan untuk
menjalani rehabilitasi merupakan putusan pengadilan. Proses
rehabilitasi dilakukan sembari mereka menjalani putusan hukum
berupa hukuman badan yang bervariasi sesuai putusan hakim. Jika
mereka hanya pengguna biasanya hukuman yang diterima lebih
ringan dibandingkan mereka yang berstatus sebagai bandar
sekaligus pengguna.
ED (30 thn) salah satu informan yang direhabilitasi
berdasarkan putusan pengadilan menjelaskan:
“&saya masuk rehabilitasi melalui proses hukum diambilka bertiga dengan teman ku berduaka di rehab yang satunya di lembaga (sel), karena dia bandarki memang.saya diambil tahun 2014.sebelum ka di rehabilitasi saya di dalam sel (penjara) kira-kira 7 hari menunggu putusan hakim untuk persidangankeluargaku yang uruski itu waktu.saya ini termasuk beruntung direhabdisitu ma juga mulai sadartahun 2000 saya mulai pakai, 2014 di ambilka.” (wawancara 17 april 2018).
Universitas Hasanuddin 73
Setelah 10 tahun mengkomsumsi narkoba ED akhirnya
tertangkap melalui operasi kepolisian.Sebelum mengikuti program
rehabilitasi ED terlebih dahulu ditahan di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) selama tujuh hari hingga putusan
pengadilan dikeluarkan yang mewajibkannya untuk ikut dalam
program rehabilitasi. ED kemudian menjalani program rehabilitasi di
BNN Baddoka-Makassar selama enam bulan.
Pecandu narkotika yang sedang menjalani proses peradilan
dapat ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis atau rehabilitasi
sosial. Penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis atau
rehabilitasi sosial merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum,
atau hakim sesuai dengan tingkat pemeriksaan setelah
mendapatkan rekomendasi dari tim dokter.
Mereka yang menjalani proses ini tentunya terpaksa
menjalaninya untuk mendapatkan kondisi yang lebih baik
dibandingkan jika mereka hanya ditahan di Lapas. Tentunya mereka
akan terhindar untuk sementara waktu untuk dapat menjalani kontak
dengan sesama pengguna.
C. Fase Rehabilitasi Narkoba
Program rehabilitasi narkoba merupakan upaya pemulihan
korban narkotika sehingga kembali dapat melaksanakan fungsi
sosialnya secara normal.Program rehabilitasi terdiri atas serangkaian
upaya yang terkoordinasi dan terpadu, terdiri atas upaya-upaya
Universitas Hasanuddin 74
medis, bimbingan mental, psikososial, keagamaan dan pendidikan
untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri, serta mencapai
kemampuan fungsional sesuai potensi yang dimiliki baik fisik, mental,
sosial, dan ekonomi.Ketergantungan terhadap narkotika adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan narkotika
secara terus-menerus dengan takaran yang semakin meningkat agar
menghasilkan efek lebih.Tingkat kecanduan seorang pecandu
narkotika dapat diketahui melalui Assesmen.
Proses asesmen merupakan tahap pertama sebelum
pecandu narkotika mengikuti program rehabilitasi.Proses ini
dilakukan untuk mengetahui tingkat ketergantungan pemakaiannya,
selain itu proses ini kemudian dijadikan tolak ukur terhadap pecandu
narkotika yang ingin mengikuti rehabilitasi. Hasil assemen ini menjadi
bahan pertimbangan Tim Assesmen terpadu dalam mengambil
keputusan apakah seseorang harus menjalani program rehabilitasi
rawat jalan atau rawat inap selama 3 bulan atau hingga 6 bulan.
Proses assesmen dilakukan oleh dua tim yang terdiri dari tim
dokter dan tim hukum yang ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja
setempat berdasarkan surat keputusan BNN, Badan Narkotika
Nasional Provinsi (BNNP), dan Badan Narkotika Nasional Kabupaten
(BNNK). Tim asesmen dokter terdiri atas dokter spesialis dan
psikoligi.Sedangkan Tim hukum terdiri dari anggota Polri, Badan
Narkotika Nasional, Kejaksaan dan Kemenkuham. Kedua tim inilah
yang bekerja sama dalam hal proses asesmen terdapan residen.
Universitas Hasanuddin 75
Proses awal sebelum mengikuti assessmen dijelaskan oleh
SF (21 thn) dan AD (26 thn) berikut:
“&&tidak lamaka menunggu di dalam ruangan. disuruh meka menginap 5 orang ja di dalam sana. sepertinya orang baru semua mau ikut program rehabilitasi.pas ki paginya habis sholat subuh, ikut ma senam pagi dulu.setelah ikutka senam di suruhka kembali tempatku nginap yang kemarin.setelah itu dipanggil meka satu-satu sama team assement.sebelum ku ditanya-tanya, diperiksa urin ku dulu, setelah itu ditanya tanya meka, kenapa bisa make, sama siapa biasa make, banyak sekali pertanyaan nya. banyak juga team assesmant-nya, baru susahki bohong, karena ada team assesman pintar sekali kalau na tau ki bohong“ (sf, 21 thn. wawancara 14 april 2018)
“&&waktunya di bnnp ka di suruhkan tes urin dulu, sudah itu ditanya tanya meka seputaran pemakaian ku. ada juga dokter disitu yang periksa ka sebelumnya direhabilitasi.setelah di tanya-tanyaka menungguka ka dulu sekitaran 1 jam baru ditentukan ma di sayang rakyat direhab medis selama satu bulan. (ad, 24 thn, wawancara 18 april 2018)
Berbeda dengan SF yang direhabilitasi di Balai Narkotika
Nasional Baddoka selama tiga bulan, sedangkan AD menjalani
program rehabilitasi medis di RS Sayang Rakyat Makassar, selama
sebulan. Keduanya menjalani rehabilitasi secara sukarela, tetapi
karena tingkat penggunaan yang lebih parah pada SF membuatnya
menjalani proses rehabilitasi lebih lama.
Proses assessmen terdiri atas pemeriksaan medis dan
wawancara. Pemeriksaan media tentunya dilakukan untuk
menentukan tingkat penggunaan narkotika, sementara wawancara
Universitas Hasanuddin 76
dilakukan untuk mengetahui aspek kejiwaan, jenis narkotika yang
mereka gunakan, berapa lama waktu penggunaan, dll. Para petugas
sudah terlatih untuk dapat menggali informasi dari para residen,
sementara residen yang tentunya tidak memiliki pegalaman akan
merasa terpojok dengan banyaknya pertanyaan tersebut.
Berbeda halnya dengan residen yang mengikuti rehabilitasi
melalui proses hukum seperti yang dialami ED (30 thn) yang
dituturkannya berikut:
“&.sebelum keluar putusan hakim di assessment ki dulu sama penyedik. waktunya keluar putusan hakim bilang direhab di bnn baddokabahagia saya rasa di banding jalani di lapas.setelah keluar putusannya dibawah ma kekantor bnn baddoka.di sana lagi diassesmen ka.pasku di asesmen, ditanya tanyaka seputar pemakaianku, seperti kapan terakhir make, apa kau pakai, itu penyidik yang tanyaka.setelah itu dibawahka ke ruang medis untuk diperiksa disana.tidak bisa ki bohong kalau natanyaki karena diatauki pasti. jujurka juga pasku ditanya tanya apalagi ada hasilnya dari dokter waktuku diperiksa lebih ketat lagi asesmentnya baddoka dibanding penyedik....” (Ed, 30 thn, wawancara 17 april 2018).
Residen yang menjalani proses rehabilitasi karena putusan
pengadilan mengikuti dua kali assessmen. Assessmen pertama
ketika mereka baru saja ditangkap yang dilakukan oleh Dok Pol
untuk menentukan apakah mereka positif menggunakan narkotika,
dan assessmen kedua dilakukan setelah pengadilan memutuskan
agar terpidana menjalani rehabilitasi. Assessmen kedua dirasakan
berat oleh residen karena assessmen kedua bertujuan melakukan
penilaian dasar terhadap residen untuk menentukan proses
Universitas Hasanuddin 77
rehabulitasi yang harus dijalani. Hasil assessmen kedua
memutuskan bahwa ED (30 thn) wajib mengikuti rehabilitasi selama
6 bulan di Balai Narkotika Nasional Baddoka Makassar.
Terkait masalah rehabilitasi yang diterapkan dalam pasal 57
Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,ada
beberapa tahapan yang harus dilewati seorang residen ketika
mengikuti program rehabilitasi yaitu: Asesment, Detoktifikasi, Entry
Unit, Primery,dan Re Entry
1. Detoktifikasi
Tahap detoksifikasi merupakan tahapawal yang dijalani
seorang residenyang bertujuan untuk menghilangkan racun (efek
narkoba) dalam tubuh akibat penggunaan narkotika.Dalam tahap ini
terapi medis lebih dominan dilakukan. Bagaimana perasaan residen
ketika menjalani proses ini dijelaskan oleh SF (21 thn)dan ED (30
thn):
“&&di detox ki dulu selama 4 minggu.seperti penjara itu kalau di detox ki.makan tidur mandi, itu ji dikerja tiap hari.15 orang satu ruangan itu kalau didalam ki.detox itu seperti pemutusan zat.rokok saja dibatasi 3 kali sehari, baru rokok-nya yang marlboro cepat habis.kaya sudah juga di kasi obat itu rokok.kalau sudah meki merokok pasti mau semua mi tidur klien itu. di detox mi biasa banyak orang sakaw juga, tapi saya tidak terlalu ja.paling penyakitku yang timbul itu seperti keram ki semua badan ku, sakit gigi ku, karena itu semua efeknya toh.tidak seperti yang pemakai putau, ngeri itu kalau kambuhki penyakitnya, sampai-sampai dibawah keruangan medis.(sf, 21 thn, wawancara 14 april 2018).
“&..detox mi itu paling tersiksa.kaya mentong ki di penjara didalam.rokok ta di batasi, tidak ada
Universitas Hasanuddin 78
kegiatan kalau di detox ki, makan, tidur, pergi di periksa.tapi enak nya toh kalau diperiksaki biasa dapat dokter muda baru cewek.pura-pura mi sakit perut, kepala kah atau gigi, kurang lebih 4 minggu bahkan ada yang sampai 2 bulan.harus mentong ki bersih dulu baru di pindahkan.nama nya juga detox (pemutusan zat)dihilangkan semua efeknya itu, karena jangan sampai dipindahkan kicepat, takutnya timbulki penyakitnya kalaudi program selanjutnya.pemakai putau sama obat paling sering kambuh penyakitnya.temanku waktu di dalam yang pakai putau, kalau kambuhki itu penyakitnya, seperti kaya orang mau mati.busa busaki mulutnya.parah mentong itu kalau putau karena langsung toh ke syaraf baru di suntik ki. (ed, 30 thn, wawancara 17 april 2018)
Fase detoksifikasi merupakan tahap paling tidak nyaman
yang dirasakan oleh residen. Semua aktifitas mereka dibatasi dan
semua proses adalah pengobatan. Karena merupakan fase untuk
menghilangkan efek narkotika, maka proses tersebut dilakukan
secara medis dengan memasukkan cairan tertantu pada tubuh untuk
menghilangkan zat dari narkoba yang pernah mereka konsumsi.
Mungkin fase ini dapat disamakan dengan fase cemotheraphy pada
pasien kanker setelah mereka mengalami operasi pengakatan
penyakitnya.Karena itu efek yang dialami oleh residen berupa sakit
pada tubuh terutama keram pada tubuh residen.Lama proses
detoksifikasi yang dijalani residen berfariasi, bergantung pada
seberapa parah pengaruh narkotika yang mereka gunakan terhadap
tubuh.
Berbeda dengan penjelasan SF dan ED yang mengikuti
program rehabilitasi di BNN Baddoka Makassar, AD mengisahkan
pengalamannya ketika mengikuti program yang sama di RS Sayang
Universitas Hasanuddin 79
Rakyat Makassar.
“&.kalau di detox ki itu tidak ada di bikin di dalam, tidak ada satu pun kegiatannya. baru tidak ada rokok dikasihki 5 orangka itu hari didalam. waktunya di sayang rakyat teraturki makanan, lalu setiap hari sabtu itu turun meki dibawah untuk diperiksa sama dokter. (ad, 21 thn wawancara april 2018)
Penuturan ketiga informan tersebut menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan cara memperlakukan residen pada setiap tempat
rehabilitasi. Di Baddoka misalnya, residen dibolehkan merokok tapi
dibatasi jumlah dan jenisnya.Rokok mereka peroleh dari petugas
yang membagikannya kepada residen yang menurut residen
merupakan bagian dari pengobatan.Seperti yang diungkapkan SF di
atas yang merasa mengantuk setelah mengisap rokok pembagian
tersebut.Rokok yang dibagikan juga rokok yang sangat cepat habis.
Rokok Marlboro adalah rokok non kretek, artinya hanya terdiri atas
tembakau tanpa campuran cengkeh dan formulasi tertentu seperti
yang umum diproduksi di Indonesia. Rokok ini dibuat dengan
tembakau yang tidak padat sehingga sangat cepat habis. Bahkan
angin dapat menghabiskan rokok ini karena rokok tidak akan mati
meskipun tidak dihisap. Tetapi bagi mereka yang direhabilitasi di RS
Sayang Rakyat Makassar, tahapan rehabilitasi sangat ketat dan
bahkan rokok tidak diperbolehkan.Selain ketat residen yang
menjalani program di Rs Sayang Rakyat tidak pernah dapat
kunjungan dari keluargnya, di sebabkan oleh aturan yang ada pada
tempat rehabilitasi tersebut. Seperti AD, tidak pernah dapat kunjugan
Universitas Hasanuddin 80
dari keluarga nya, akan tetapi residen diberikan kebijakan untuk
berkomunikasi dengan keluarga melalu via telpon dengan syarat
persetujuan oleh konselor residen. Seperti yang di tuturkan oleh AD
bahwa :
“&tidak pernahka dikunjungi sama keluarga karena aturan nya seperti itu memang.tapi boleh ji komunikasi melalui telpon itupun dibatasi bicara.kalau tidak terlalu penting tidak dikasihki juga sama konselor untuk bicara. (wawancara 20 april 2018)
Selama menjalani program rehabilitasi AD tidak pernah dapat
kunjungan dari keluarganya, karena disebabkan oleh aturan yang
ada di tempat rehabilitasi RS sayang rakyat.Akan tetapi adanya
kebijakan untuk berkomunukasi dengan keluarga melalui telpon
dengan syarat yang telah ditentukan oleh konselor AD, selain itu
batasan untuk berkomunikasi melalui telpon dibatasi oleh konselor
klien.
Setiap residen yang menjalani program rehabilitasi
mempunyai penanggung jawab, Paman AD sebagai penanggung
jawab keluarga selama AD menjalani program rehabilitasi di RS
sayang rakyat. Berdasarkan hasil wawancara penulis bahwa
keluarga residen yang manjalani program di RS sayang rakyat tidak
dapat menjenguk disebabkan oleh prosedur rehabilitasi yang telah
ditentukan di RS sayang rakyat Makassar. Akan tetapi residen di
izinkan untuk berkomunikasi dengan keluarganya melalui telpon
dengan syarat izin konselor masing-masing residen. Walaupun
residen tidak pernah mendapatkan kunjungan oleh keluarga, akan
Universitas Hasanuddin 81
tetapi keluarga residen mengatahui perkembangannya melalui
konselor. Keluarga residen dengan konselor yang ada di RS sayang
rakyat sering berkomunikasi untuk mengetahui perkembangan
residen selama menjalani program rehabilitasi medis. Adanya rasa
kasihan yang di rasakan oleh keluarga AD ketika pertama kali
melihat AD dalam ruangan rehabilitasi, akan tetapi semangat yang
besar yang diraskan oleh AD untuk berubah membuat pamannya
sebagai penanggung jawab keluarga merasa senang terhadap itu.
Seperti yang diungkapkan keluarga AD saat dilakukan
wawancara bahwa :
“&.selama di rehabki saya penaggung jawabnya ad, karena itu hari dia minta untuk direhab, jadi saya bawa mi keteman yang kerja di bnn.selama di rehabki tidak pernahka jenguk ki ad karena memang aturannya di sayang rakyat itu hari dibacakan ki untuk keluarga sebelum masuk ki rehab ad. di telpon jeka itu hari bicara sama dia, itupun tidak terlalu lama, tapi seringka komunikasi dengan konselornya ad. saya tanyakan ki bagaimana perkembangan nya selama di rehabki. kasihan ka juga saya rasa waktu dibawaki ke rs sayang rakyat.kayak penjara saya liat tempatnya itu.baru lima orang ji itu hari didalam saya liat.tidak ada tv nya itu ruangan.tapi mau di apa supaya sembuhki juga, karena dia ji sendiri mau rehab dirinya. (ms, 32 Thn, wawancara21 april 2018).
Jadi pada fase detoxtifikasi terapi medis lebih dominan yang
diberikan oleh residen.BNN Baddoka dan RS rakyat adalah tempat
informan penulis menjalani program rehabilitasi, ada beberapa
perbedaan yang penulis temukan saat dilakukan wawancara,
diantaranya lamanya residen menjalani program detox.RS sayang
Universitas Hasanuddin 82
rakyat hanya mempunyai program rehabilitasi medis saja, berbeda
dengan BNN Baddoka Makassar yang mempunyai tahap lanjutan
setelah residen menjalani tahap detoxtifikasi.Fase Entry Unit
merupakan tahap lanjut dari detoxtifikasi yang dilaksanakan di BNN
Baddoka Makassar. Pada tahan detoxtifikasi rehabilitasi di RS
sayang rakyat residen tidak pernah mendapatkan kunjungan (visit)
oleh keluarga, berbeda halnya BNN Baddoka Makassar, Keluarga
residen dapat diperbolehkan untuk mengunjungi (visit) residen, akan
tetapi itu dilakukan setelah residen berada pada tahap primery.
2. Entry Unit
Fase Entry Unit yang merupakan tahap lanjut dari fase
detoksifikasi yang dilaksana di BNN Baddoka Makassar, dimana
pada fase ini merupakan fase istirahat bagi residen untuk
mempersiapkan fisik dan mentalnya guna mengikuti program
selanjutnya.Pada umumnya fase Entry Unit berlangsung satu sampai
dua minggu, kegiatan residen di entry unit lebih kepada pembekalan
materi untuk kesiapan residen ke fase primery.
Seperti yang diungkapkan oleh informan peneliti SF (21 thn)
bahwa :
“&..sudah di detox pindah meki di Entry Unit, agak enakmi perasaan kalau disini.Bebas meki sedikit merokok.Kalau hari sabtu minggu dapat 5 batang rokok dibandingkan kalau di detox.Adami juga kegiatan kalau di entry unit.Kegiatan nya itu seperti, olahraga setiap hari jumat, seminar untuk pengenalan program.Lebih banyak semirnaji kalau dientry unit.. (sf, 21 Thn, wawancara 14 april 2018)
Universitas Hasanuddin 83
Penjelasan informan SF (21 thn) diatas terkait dengan
program entry unit yang kebanyakan sudah mulai disibukkan dengan
aktifitas seperti program olahraga setiap jumat dan diikutkan dalam
setiap seminar terkait pengenalan program rehabilitasi.
Sama hal nya yang dikatakan ED (30 thn) pada saat
bercerita tentang pengalaman saat dibalai rehabilitasi bahwa :
“Entry unit agak enak dirasa.mulaimi pengenalan program disana untuk persiapan ke primery atau program.dikasih ki materi yang berhubungan dengan narkoba. Rokok disini masih dibatasi, 3 batang sehari.Selain itu diajarki juga untuk siap ikuti program selanjutnya, karena di primery itu pembentukan mental. (wawancara ED 30 thn, 14 April 2018).
Berdasakan penjelasan ED (30 thn) dan SF(21 thn) diatas
bahwa pada fase Entry unit residen dipersiapakan untuk melanjutkan
ke fase selanjutnya.Residen di fase Entry Unit ini dibekali beberapa
materi dan pengenalan program selain itu persiapan mental bagi
residen untuk menjalani program selanjutnya. Pada tahan entry unit
terkait dengan rokok masih dibatasi dengan mengkomsumsi rokok 3
batang dalam sehari.Kegiatan pada fase dektosifikasi dan entry unit
sangat berbeda berdasarkan yang dirasakan informan peneliti saat di
diwawancarai.
3. Primery Program
Fase ketiga ialah Primary Program. Primary programa Ialah
tahap dalam program Rehabilitasi Balai Baddoka Makassar
menggunakan pendekatan Therapeutic Community (TC). TC
awalnya di terapkan untuk pasien psikiatri dan dikembangkan perang
Universitas Hasanuddin 84
dunia kedua. Awal mulanya TC ialah dari munculnya kelompok kecil
yang saling membantu dan mendukung proses pemulihan yang
awalnya sangat dipengaruhi oleh gerakan alcoholic anonymous.
Metode TC diadopsi dari konsep Timur, namun dikembangkan di
New York, AS.Konsep ini kemudian diterapkan oleh Negara
Philipina, Thaliand, Malaysia, Singapura dan Indonesia.Badan
Narkotika Nasional telah menyediakan fasilitas rehabiltasi untuk
memulihkan para pecandu narkoba dan ada berbagai macam
metode rehabilitasi yang diterapkan di berbagai panti rehab, ada
yang bentuknya TC, religi, akupuntur dan lain sebagainya.Badan
Narkotika Nasional Baddoka Makassar menggunkan metode
rehabilitasi Therapeutic Community (TC). Dalam model rehabilitasi
TC, residen akan menjalani beberapa tahapan, antara lain :
A. Primary Stage, yaitu tahapan program rehabilitasi social, di mana
residen ditempa untuk memiliki stabilitas fisik, dan emosi. Residen
juga dipacu motivasinya untuk melanjutkan tahap terapi selanjutnya.
B. Re-Entry Stage, adalah tahapan program rehabilitasi, di mana
residen mulai memantapkan kondisi psikologis dalam dirinya,
mendayagunakan nalarnya dan mampu mengembangkan
keterampilan social dalam kehidupan bermasyarakat.
C. Aftercare,adalah suatu program yang terdiri dari berbagai macam
intervensi, pelayanan dan asistensi yang disediakan untuk recovery,
yang merupakan kelanjutan dari program primer atau primary
treatment, yaitu Primary Stage, re-entry program.
Universitas Hasanuddin 85
Seperti yang dikatakan SF (21 thn) saat menceritakan
pengalamannya saat menjadi residen :
“&.pertama masuk di program primery saya disuruh perkenalkan diri sebelumnya setelah di kasih buku untuk baca aturan yang ada di dalam program ini.agak asing ka juga waktu pertama join di program ini.saya jalani program primery selama 4 bulan.fase pertama yang dijalani di primeri itu fase induction selama 2 minggu.saya belum bisa ketemu keluarga, belum bisaka menelpon, dimana-mana pakaian harus rapi.di induction juga belum dapatka konselor.di fase ini ada yang ajariki yang fasenya lebih tinggi (senior) selama fase ini. (sf, 21 Thn, wawancara 14 april 2018)
Sama hal nya yang dikatakan ED (30 thn) bahwa:
“&.dalam program primery itu ada fase yang dilewati.fase pertama itu fase induction.di sini saya jalani 4 bulan.pengenalan diri yang dilakukan fase ini.disini belum terlalu bebaski.rokok masih dibatasi, 5 batang sehari, belum bisa di jenguk sama keluarga, haruski taati aturannya.seperti junior sekali kalau di fase induction.disini juga belumdapatki konselor untuk ditemani konsul. (ed, 30 Thn. wawancara 17 april 2018)
Berdasarkan penjelasan informan SF (21 thn) dan ED (30
thn) diatas bahwa pada program primery adalah sebuah tahap bagi
residen untuk menjalani sebuah program rehabilitasi. Tahapan awal
di fase primery residen terlebih dahulu memperkenalkan diri ke
residen yang lain. Setelah itu residen di berikan buku yang
didalamnya terdapat aturan-aturan yang akan dijalankan oleh
residen. Di primery program residen menjalani program selama 4
bulan bagi yang mengikuti program 6 bulan dan 2 bulan bagi yang
mengikuti program selama 3 bulan.
Universitas Hasanuddin 86
Ada beberapa tahap yang akan dijalani oleh residen pada
fase Primery Program seperti, Fase Young Member, Middle Peer
dan Fase Older Member.
FaseYoung Member adalah Pada tahap ini, residen mengikuti
program dengan proaktif. Residen wajib mengikuti aturan-aturan
yang ada, dan jika melanggar maka akan mendapatkan sangsi. Pada
tahapan ini, residen boleh dikunjungi oleh orang tua atau keluarga
selama satu kali dalam 2 minggu. Pertemuan residen dan keluarga
ini juga didampingi oleh relawan sosial, dan senior di program TC.
Selain itu, residen boleh menerima telepon namun didampingi oleh
residen senior atau relawan.
Di fase younger member residen menceritakan perubahan
tentang apa yang dirasakan dari program pemulihan yang dijalani
ketika memasuki fase younger member.
“&. kalau di fase younger, sudah mulai ada kegiatan yang dilakukan.disini younger sudah ada mi konselor didapat.kalau ada masalah di konselor meki konstultasi.disini juga sudah bisa meki hubungi keluarga untuk dikunjungi.masih juniorki juga kalau di younger.mental memang dibentuk kalau diprimery program.apalagi kalau tahap younger seperti ki junior sekali.sedikit-sedikit kalau ada pelanggaran dihukum meki sama residen senior.setiap residen yang di younger itu ada pendampingnya.itumi biasa pendamping perhatikan teruski.biasa juga pendamping dia catatki kalau ada pelanggaranta’ seperti telatki bangun shalat.nanti kalau night meeting dibacakan meki semua pelanggar yang dilakukan selama sehari.night meting itu dilakukan setiap hari untuk evaluasi diri.selain evaluasi diri dibahaski juga untuk kegiatan apa besok dilakukan, seperti kalau senamki siapa yang pimpin, apa dimakan besok, kalau ada didapat
Universitas Hasanuddin 87
pelanggaranta’ dikasih meki hukuman, baru hukumannya tidak ada kontak fisik.paling itu di suruhki mengaji ataukah nakasih kotorki dulu kamar baru nasuruh meki bersihkan.pokoknya banyak sekaliki, baru nda bisaki melawan.kalau melawanki tambah parahki itu. (sf 21 tahun, wawancara 14 april 2018).
Berdasarkan yang dikatakan informan, di fase younger
member ini residen sudah mendapatkan konselor sebagai
penanggung jawab residen selama proses rehabilitasi. Difase ini juga
residen sudah dapat berkomunikasi dengan keluarga, Ada jadwal
yang telah ditetapkan untuk residen yang ingin berkomunikasi
dengan keluarga, selain itu jadwal berkunjung keluarga dilakukan
pada hari sabtu dan minggu dengan izin konselor.
Sesuai dengan nama fasenya younger member, pada
tahapan ini bagi residen yang pertama kali melakukan tahap ini
dianggap sebagai junior bagi residen-residen yang sudah lama di
fase younger member dan dianggap sebagai seniornya. Tidak dapat
dipungkiri bahkan pada lingkungan rehabilitiasi juga ditemukan
sistem senioritas walaupun tidak memiliki hubungan yang begitu
mengikat seperti hubungan senioritas pada umumnya namun tetap
saja junior tetap harus tunduk atas senior residen mereka, karena
alasan takut dan kuantitas dari senior yang jauh lebih banyak.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para residen
kebanyakan adalah aktivitas fisik yang bermanfaat untuk kesehatan
tubuh seperti senam dan berolahraga, selain itu juga aktivitas
keagamaan seperti mengaji, menjadi cara yang dilakukan agar
Universitas Hasanuddin 88
residen bisa kembali menstabilkan kondisi tubuh dan fikiran yang
selama ini mengalami ketergantungan terhadap narkoba. Salah satu
kegiatan yang mendidik pada fase younger member ini ialah ketika
misalnya residen melakukan pelanggaran maka hukuman yang akan
diberikan bukanlah kontak fisik seperti pukulan melainkan dihukum
untuk membersihkan kamar atau ruangan lainnya dan juga kegiatan
keagamaan seperti mengaji.
Salah satu kebijakan pada fase younger member ialah
berkomunikasi dengan keluarga namun tidaklah diberikan
kewenangan sepenuhnya bagi residen untuk bisa dengan bebas
berkomunikasi dengan keluarganya tentunya ada ketentuan yang
telah ditetapkan, seperti yang dikemukan oleh salah satu informan:
“&.waktunya adami konselor ku sudah bisama hubungi keluarga di kampung untuk di kunjungi. itupun ditanya-tanyaki dulu sama konselor bilang apa mau ditanyakan keluarga.baru batasnya untuk bicara paling lama 10 menit,karena banyak residen yang lain menunggu, jadi manfaatkan memang ki bede dia bilang konselorku untuk bicara sama keluarga. (wawancara 14 april 2018)
Lanjut SF saat dilakukan wawancara mengatakan bahwa :
“&.kalau sudah ada izin dari konselor untuk jenguka, baru saya tanya keluarga di kampong. setiap hari sabtu minggu ji bisa dijeguk residen di balai.lalu 2kali ji dalam sebulan di jenguk. saya kasih cerita mi juga konselorku keluarga lewat telpon, karena konselor juga bisa tentu kan waktunya untuk datang keluarga” (sf, 21 Thn, wawancara 14 april 2018)
Keluarga residen sudah dapat mengunjungi dengan
persetujuan konselor masing-masing.Keluarga residen hanya dapat
Universitas Hasanuddin 89
diberikan kesempatan dua kali dalam sebulan untuk datang
menjenguk residen dibalai dengan jadwal yang sudah ditentukan
sebelumnya oleh konselor residen masing-masing.
Lanjut SF 21 Tahun saat dilakukan wawancara bahwa :
“&.senang sekali dirasa kalau ada keluarga datang jenguk ki kodong. motivasi ki juga kalau datangki keluarga. bayangkan selama kurang lebih 1 bulan baruki bisa di jenguk sama kelaurga. kalau di detox sama entry unit belum pi bisa toh. kalau di kunjungi ki sama keluarga dibatasi ki paling banyak 5 orang yang bisa masuk dibalai, karena memang sudah aturan nya. baru di awasiki sama konselor ta kalau ada mi keluarga yang jenguk.(wawancara 14 april 2018)
Sama halnya yang dikatakan ED 30 Tahun saat dilakukan
wawancara bahwa :
“ &.ibu sama kakak selalu datang jenguk ka waktu di balai. hari tertentu dijeguk ki, sabtu minggu itupun dua kali sebulan. bicarami dulu konselor ku sama keluarga sebelum menjenguk itupun dibatasi keluarga yang datang menjenguk. enak sekali saya rasa waktu dijeguk ka, pertama kali.antara sedih dan senang dirasa, karena di sesali semua apa dilakukan waktu masih aktif pakai toh. (ed, 30 Thn, wawancara 17 april 2018)
Perasaan haru dan bahagia menyelimuti diri para residen
ketika dikunjungi oleh sanak saudaranya karena untuk pertama
kalinya setelah rehabilitasi mereka dapat bertemu langsung dengan
keluarganya, namun disisi lain juga muncul perasaan menyesal dan
rasa bersalah karena pernah mengonsumsi narkoba. Jumlah
anggota keluarga yang dapat menjenguk residen hanya sekitar lima
orang sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan oleh BNN.
Setelah melalui fase young member maka residen
Universitas Hasanuddin 90
melanjutkan ke Fase Middle Peer.Pada tahap ini, residen sudah
harus bertanggung jawab pada sebagian pelaksanaan operasional
panti atau lembaga, membimbing younger member,dan residen
yang masih dalam proses orientasi, menerima telepon tanpa
pendamping.
Older member adalah salah satu bagian dari program
primery yang menjadi tahap akhir bagi residen yang menjalani
program primery.Pada tahap ini, tanggung jawab residen semakin
besar, karena ia harus memikirkan staf dan memikirkan seluruh
operasional panti, dan memiliki tanggung jawab pada residen yunior.
Jika residen ini melakukan kesalahan, maka sanksi yang dikenakan
padanya tanpa toleransi.
Berdasakan hasil wawancara yang dilakukan dengan SF 21
Tahun bahwasa nya :
“&.kalau di old member diberikan kita fasilitas yang berbeda, seperti tidur sudah tidak diatur, rokok sudah bisa meki tambahki,sudah dapat meki juga status. 3 minggu sampai satu bulan yang dijalani disini untuk program 3 bulan.Kalau di old meki enak mi dirasa karenasudah maumi tinggalkan program primery.(sf,21 thn,wawancara 14 April 2018)
Fase old member adalah fase terakhir yang akan dilewati
oleh residen yang mengikuti program primery, pada fase ini residen
sudah merasa senang karena ingin pindah ke fase selanjutnya,
selain itu residen sudah mendapatkan status untuk menjadi panutan
bagi residen yang lain. Ketika sudah berada di fase Old member
maka residen merasakan senang karena sudah ingin meninggalkan
Universitas Hasanuddin 91
fase primery.
Re Entry adalah tahap akhir dari program rehabilitasi di balai
besar rehabilitasi Baddoka Makassar, pada tahap re enty residen
lebih mempersiapkan diri untuk kembali ke lingkungan nya masing
masing, berbagai kegiatan seminar yang dibawakan oleh setiap
resdien yang berada di entry melatih residen untuk dapat berbicara
di depanumum. Ruangan yang berbeda dan suasana yang berbeda
membuat sedikit residen merasa sepih selama pada tahap re
entry.Fase re entry dijalani oleh para residen selama kurang lebih
dua minggu, aturan yang tidak begitu mengikat membuat residen
merasa lebih senang. Begitupun yang dikatakan oleh informan saat
dilakukan wawanacara bahwa :
“&re-entry itu lebih ke seminar dilakukan, tidak terlalu ketat mi aturannya kalau di re-entry mi.Dipersiapkan memang mi dirita untuk kembali ke rumah kalau disini ki.Diajarki bagaimana caramelawan sugesti untuk itu barang.Pokoknya banyak yang saya dapat selama rehabilitasi ka di Baddoka. (sf, 21 thn wawancara 14 April 2018)
Sama hal nya yang dikatakan ED 30 Tahun ketika dilakukan
wawancara bahwa :
“&enak mi dirasa kalau di re-entry meki.Tidak terlalu ketat mi aturannya di dalam, kegiatannyaitu paling banyak seminar. (wawancara 17 april 2018)
Fase re entry merupakan fase yang lebih banyak dilewati
oleh para residen dengan berbagai kegiatan seminar-seminar yang
dilakukan oleh residen itu sendiri guna melatih mental mereka dalam
Universitas Hasanuddin 92
menghadapi lingkungan masyarakat dengan status yang tentunya
telah berbeda, melatih mereka untuk terbiasa berbicara didepan
umum, serta melatih mental para residen untuk bisa mensugesti diri
untuk menjauhi narkoba. Berbeda dengan fase yang lainnya yang
dimana masih menjadi fase proses penyembuhan, pada fase re entry
ini sendiri para residen dibuat untuk bisa lebih siap dalam
menghadapi lingkungan luarnya ketika selesai menjalani proses
rehabilitasi dan setelah itu residen di sarankan untuk ikut dalam
program pasca rehabilitasi.
Pasca Rehabilitasi adalah tahap lanjut yang akan dilakukan
oleh residen yang telah mengikuti program rehabilitasi. Pasca
rehabilitasi yang dibentuk oleh BNNP Badan Narkotika Nasional
Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2014.Layanan pasca
rehabilitasi terbagi atas 2 yaitu layanan pasca regular (rawat jalan)
dan layanan pasca intensif (rawat inap).Layanan pasca rehabilitasi
dijalankan selama 50 hari oleh residen.
Berdasarkan yang dikatakan SF 20 tahun saat dilakukan
wawancara bahwa :
“&..awalnya sudah niat ikut di rd karena kemauan sendiri, makanya seteleh keluarka dari baddoka langsungka di kasih masuk di rd (rumah damping).50 hari saya jalani disitu, di rd toh enak sekali mi dirasa.banyak kegiatan yang dilakukan. (sf, 21thn, wawancara 14 april 2018)
Rumah damping merupakan suatu program kelanjutan dari
Direktorat Pasca rehabilitasi untuk mantan penyalahguna yang
Universitas Hasanuddin 93
sudah menjalani rehabilitasi.Rumah damping memiliki beberapa
program untuk pemulihan mantan penyalahguna narkoba agar tidak
kambuh kembali, serta pulih dan produktif.Berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh residen saat berada di program pasca rehabilitasi,
seperti melakukan Grop Discussion yang bertujuan agar mantan
penyalahguna dapat saling bertukar fikiran satu sama lain. Group
discussion ini sangat berguna untuk mengembalikan rasa percaya
diri mereka.Selain Group discussion residen juga diberikan ilmu
pengatahuan melalui kegiatan-kegiatan seminar yang disajikan oleh
pendamping.Residen juga diajarkan lebih aktif dan menghilangkan
rasa kegelisahan dengan memberikan kegiatan seperti pembuatan
sketsa wajah, brista coffe, pembuatan gantungan kunci, servis
computer. DLL
Seperti yang dikatakan oleh AD 26 tahun bahwa :
“&waktunya selesaika di rs sayang rakyat di sarankan ki untuk lanjut di pasca rehab.waktu itu om ku sepakati kalau lanjutka program rehab di rumah damping.selama 50 hari dijalankan program, kalau di rd banyak kegiatan yang dilakukan disana seperti sablon baju, diajarki servis computer, setiap pagi morning meeting ki.morning minting itu seperti di ungkapkan perasaan ta ini hari.kalau malam biasanya ada kegiatan seminar. banyak yang saya dapatkan selama ikutprogram pasca rehab dibandingka waktu di rs sayang rakyat ka. (wawancara 20 april 2018)
Berdasarkan yang dikatakan oleh AD (26 thn) bahwa AD
setelah mengikuti program rehabilitasi medis di RS Sayang Rakyat
AD disarankan untuk ikut dalam program pasca rehabilitasi (rumah
Universitas Hasanuddin 94
damping).Adanya niat dan kemauan untuk berubah sehingga AD (26
thn) mengikuti program pasca rehabilitasi selama 50 hari.Beberapa
kegiatan yang dilakukan residen saat berada dalam program pasca
rehabilitasi agar residen dapat lebih produktif ketika keluar dari
program pasca rehabilitasi. Kegiatan morning meeting yang
dilakukan setiap harinya oleh residen, dalam morning meeting
residen mengungkapkan perasaan sebelum melakukan kegiatan.
Sablon baju meruapakan salah satu kegiatan yang pernah di
dapatkan oleh AD (26 thn) saat mengikuti program pasca rehabilitasi.
AD (26 thn) merasakan sangat berbede dengan apa yang rasakan
saat berada di RS sayang rakyat.
Selama menjalani program pasca rehabilitasi selama 50 hari
informan merasakan ada kebosanan yang dirasakan, akan tetapi itu
bukan sebuah masalah untuk berhenti atau sembuh dari pengguna
narkoba. Residen yang ikut program pasca rehabilitasi sudah dapat
dikunjungi dari keluarga, kujungan dari keluarga merupakan sebuah
dukungan dan motivasi tersendiri oleh informan.
Seperti yang dikatakan oleh AD 26 tahun :
“&masalah bosan alhamdulilah tidak perna ji juga, tidak sama waktu di rs sayang rakyat, di rd sudah ada kegiatan yang dilakukan,banyak juga di dapat ilmu tentang narkoba di rumah damping, seperti kalau seminar adiksi, pencegahan kekambuhan, dijamin juga makanan kalau disana ki, sudah bebaski juga merokok dan bisa dikunjungi sama keluarga atau teman. om ku biasa pergi jenguka ka waktu di rd, biasa dikasih ingat dengan masa lalu, dan tidak lupa dengan sang pencipta juga, dibawakan makanan.dari situ merasa senang ka, karena masih ada dukungan dan kepercayaan
Universitas Hasanuddin 95
dari keluarga, dari situ peka meka dengan diriku sendiri karena keluarga sudah mendukung untuk sembuh. (wawancara 20 april 2018)
Berbeda hal nya yang diungkapkan SF21 tahun bahwa :
“&iya pernah tonji merasa bosan kalau kegiatan seminar adiksi terus dibawakan, karena waktu di baddoka perna juga dapat seminar begituan, tapi lama kelamaan tidak terlalu mi, karena memang kemauan dari awal untuk berubah. (wawancara14 april 2018)
Dari hasil temuan diatas terhadap program pasca rehabilitasi
dapat disimpulkan bahwa program rehabilitasi dijalankan selama 50
hari, dalam program pasca rehabilitasi informan diatas mempunyai
niat dan kemauan untuk ikut dalam program tersebut. Berbagai
kegiatan yang dilakukan dalam program pasca rehabilitasi diantara
nya seminar adiksi dan pencegahan kekambuhan, hal tersebut
membuat infoman yang ikut dalam program rehabilitasi di BNN
baddoka merasakan bosan jika seminar di Rumah Damping
dilakukan dan adapula informan merasakan senang dan
mendapatkan pengatahuan lebih selama menjalani program pasca
rehabilitasi di Rumah Damping, klien yang mengikuti program pasca
rehabilitasi sudah dapat di kunjungi oleh keluarga. Kunjungan dari
keluarga merupakan motivasi tersendiri bagi informan untuk dapat
sembuh dari barang haram tersebut selain itu informan merasa
senang dengan adanya kunjungan oleh keluarga karena mereka
masih diberikan kepercayaan dan dukungan untuk menjalani
program pasca rehabilitasi.
Universitas Hasanuddin 96
Gambar diatas salah satu kegiatan morning meeting yang
dilakukan oleh residen pasca rehabilitasi. Morning meeting
merupakan kegiatan yang setiap hari dilakukan residen selama ikut
dalam program pasca rehabilitasi. Dalam morning meeting semua
residen dan staf dikumpulkan dalam satu tempat, biasanya di meja
makan setelah residen sarapan, dan ,masing-masing residen
menyampaikan rencana kegiatan yang akan dilakukan dalam sehari,
untuk meyampaikan kepada semua residen dan staf, seorang
residen harus mengawali dengan pembukaan “good morning family”.
Kemudian semua residen harus respect atau menjawab dengan
pembukaan yang sama “good morning”. Morning meeting biasanya
dilakukan pada pukul 08.30 pagi sampai semua selesai
menyampaikan kegiatannya masing-masing.
D. Bentuk Penyesuain diri Eks-Pengguna Narkoba di Lingkungan
Masyarakat
Setelah selesai mengikuti program rehabilitasi dan pasca
rehabilitasi, pengguna narkoba akan kembali menjalani kehidupan di
lingkungannya masing-masing. Status menjadi seorang pengguna
narkoba merupakan hal yang sulit di rasakan karena menjadi sebuah
Universitas Hasanuddin 97
stigma yang buruk bagi sebagian masyarakat khususnya di
Kabupaten Pinrang. Mereka yang diketahui telah berhubungan
dengan narkoba akan menjadi bahan gosipan bagi masyarakat di
Kabupaten Pinrang. 4 informan penulis yang telah menjalani
program rehabilitasi saling berbagi pengalaman setelah mereka
kembali ke lingkungannya.Pengguna narkoba setalah kembali ke
lingkungan nya memiliki aspek social dalam penyesuaian diri di
kehidupan nya, aspek social yang dimaksud meliputi interaksi sosial
dan aktivitas sosial.Interaksi sosial yang dimaksud oleh penulis ialah
sikap sosial dan komunikasi dengan keluarga, tentangga, teman dan
masyarakat setelah mengikuti program rehabilitasi dan kembali
kelingkungan nya. Seperti yang dikatakan oleh SF 21 tahun saat
dilakukan wawancara bahwa :
“...merasa bersalahka memang saya rasa. Waktu pertama keluar kaya orang asing ka.Saya juga merasa asingka memang.pandangannya keluarga dari bapak yang agak malu saya rasa kalau ada acara keluarga.kalau sama keluarganya mama tidak terlaluji, karena tidak terlalu akrabka.paling itu agak anehji tanggapannya di saya kalau kumpulki keluarga. (sf, 21 Thn,wawancara 14 april 2018)
SF (21 thn) mengakui dan menyesali segala perbuatan yang
dilakukan di masa lalu nya, SF (21 thn) merasakan malu dengan
tentangganya ketika pertama kali kembali lingkungan rumahnya, SF
juga marasakan dirinya terasingkan ketika berada dilingkungan
keluarga dari bapaknya.Akan tetapi SF merasakan biasa saja ketika
berada pada lingkungan dari keluarga dari ibunya karena SF tidak
Universitas Hasanuddin 98
merasakan terlalu akrab dengan keluarga tersebut.
Sama halnya yang dikatakan oleh KD 45 tahun bahwa :
“&1 minggu setelah kembali baruka keluar dari rumah.sama keluarga saya malu, karena di tau bagaimana kalau pemake.apalagi ditau keluarga bilang sudah direhab.tapi kalau sama teman biasa ji, kalau teman yang sama-sama make pasti agak takut ki juga untuk mendekat dengan saya karena dia kira banpol (kd, 45 Thn wawancara
Setelah kembali kelingkungan nya KD (45 thn)
membutuhkan waktu satu minggu untuk kembali berinteraksi dengan
tentangga nya, selain itu KD 45 tahun merasakan dirinya malu
dengan keluarganya, Keluarga KD mengetahui bahwa KD perna ikut
program rehabilitasi. Ketika KD berada pada lingkungan temannya,
KD merasakan biasa saja, sebagian dari teman KD yang masih aktif
menggunakan narkoba menjauhi KD secara tidak langsung, Karena
KD dianggap sebagai bantuan polisi.
Kasus yang sama dialami oleh KD dan SF ketika kembali ke
lingkungan rumahnya, mereka merasakan diri nya terasing kan oleh
lingkungan sekitaran rumah seperti, tetangga, keluarga. Informan
diatas membutuhkan waktu untuk kembali memulai aktifitas di luar
lingkungan nya, disebab kan oleh adanya rasa malu dan mereka
juga mengakui segala perbuatan yang dilakukan. Bahkan ada
sebagaian teman informan yang menggangap bahwa KD adalah
salah satu (bantuan polisi) dan teman informan yang masih aktif
memakai narkoba merasa takut untuk berinteraksi dengan KD.
Begitu pun yang di katakan oleh ED 30 tahun saat dilakukan
Universitas Hasanuddin 99
wawancara bahwa :
“&saya waktu keluarka dari pasca rehab dirumah jeka terus .ada mungkin 2 minggu baruka keluar dari rumah, karena takutka kurasa kalau slip kembali. kalau keluar rumah ke mesjid jeka. (wawancara 18 April 2018)
Lanjut ED 30 Tahun saat dilakukan wawancara
“&.bingungka kurasa juga waktu kembali di kerumah.malu sekalika sama tetanggaku karena di tauki semua tetangga bilang ditangkapka gara gara narkoba.saya hindari dulu teman sampai ganti nomorka biar tidak na hubungi lagi teman yang dulu.takut ka kembali make. (wawancara 18 April 2018)
Berdasarkan yang dikatakan oleh informan diatas bahwa ED
30 saat pertama keluar dari program rehabiltasi membutukan waktu
untuk kembali berinteraksi dan memulai aktivitas, disebabkan oleh
ketakutan yang besar untuk kembali menggunakan narkoba.ED
merasakan bingung ketika kembali ke rumahnya, rasa malu yang dia
rasakan dengan kerabat, tentangga, serta keluarga karena ED ikut
dalam program rehabilitasi melalui proses hukum. Setelah kembali
ke rumahnya berbagai cara yang dilakukan ED untuk menghindari
barang haram tersebut, seperti ED mengganti nomor ponselnya agar
tidak dapat berkomunikasi dengan teman-temanya yang masih aktif
mengkomsumsi narkoba. ED betul-betul merasakan takut untuk
berhubungan dengan narkoba dapat dilihat dari mimik wajah yang
sedih dan intonasi suara yang rendah ketika penulis melakukan
wawancara.
Berbeda halnya dengan AD 26 Tahun saat dilakukan
Universitas Hasanuddin 100
wawancara bahwa :
“&waktu pertama keluar biasa ja saya rasa, karena ada juga teman teman tidak tau bilang direhabka.begitu pun di keluarga, sebagian yang tauka bilang sudahkan di rehab,tapi saya batasi juga diriku bergaul, tidak seperti yang dulu.orang tua juga biasa kasih ingat kalau agak terlalu lamaka baru pulang dirumah, ditaumi toh kalau orang tua.pasti takutki lagi kalau kembalika make.masih raguka juga kalau langsung bergaul dengan teman nanti jatuh ka lagi.cukup ini pengalaman buruhku. (wawancara 20 april 2018)
AD 26 tahun merasakan biasa saja ketika kembali
kelingkungan rumahnya, hanya beberapa dari teman-teman, kerabat,
bahkan sebagian keluarganya tidak mengetahui ketika AD pernah
menjalani program rehabilitasi di RS sayang rakyat.Adanya
ketakutan orang tua sehingga AD selalu diberikan perhatian dan
mengigatkan ketika AD larut malam kembali kerumah.
Setelah selesai mengikuti program rehabilitasi, pengguna
narkoba memiliki perubahan terhadap dirinya. Informan penulis
merasakan adanya perubahan terhadap dirinya seperti yang
dikatakan oleh ED 30 tahun :
“&kalau ada mi itu yang bertanya-tanya tentang narkoba biasa saya jelaskan apa yang saya dapat selama ka direhab.biasa juga saya kasih ingat teman-teman bilang berhenti meko itu make nda ada gunanya.paling sering itu cerita-cerita pengalamanku kalau di masjid atau ada acara-acara di dekat rumah.pasti bertanya ki orang tentang rehabilitasi di saya.(ed, 30 thn,wawancara 17 april 2018)
Setelah ED 30 tahun keluar dan kembali berinteraksi dengan
masyarakat ED merasakan ada perubahan pada dirinya seperti
Universitas Hasanuddin 101
bertambahnya pengatahuan tentang narkoba, sehingga ED saat itu
menceritakan pengalaman dirinya selama menjalani program
rehabilitasi dengan masyarakat sekitaran lingkungan rumahnya.ED
juga mengingatkan tentang bahanyanya narkoba ke teman-teman
nya yangmasih aktif menggunakan narkoba.
hal yangsama dikatakan oleh SF 21 tahun bahwa:
“&..banyak sekali temanku tanya-tanya bilang apa dibikinkah kalau direhabki.dia kira seperti dipenjara orang kalau direhab, saya ceritakan mi pengalaman waktu dibaddoka. (wawancara 14 april 2018)
Bertambahnya pengatahuan tentang narkoba selama SF (21
thn) mengikuti program rehabilitasi di balai narkotika baddoka
Makassar sehingga pengatuhan yang dia dapat dibagikan ketika
ditanyakan tentang seputaran program rehabilitasi narkoba.SF
berbagai cerita dengan teman-teman kerabat ketika SF di tanyakan
terkait dengan program rehabilitasi narkoba.
Selain bertambahnya pengatahuan terkait rehabilitasi
narkoba, informan peneliti juga mendapatkan ilmu tentang agama
ketika mendapatkan program kerohaniaan selama mereka menjalani
program rehabilitasi. Informan peneliti merasakan ada perubahan
terhadap dirinya yang dulunya informan peneliti jarang bahkan tidak
pernah ikut gabung dengan masyarakat sekitar untuk melaksanakan
ibadah bersama sekarang informan peneliti rajin ikut ibadah.
“&waktu pertama pergi masjid kaya begaimana sekali penglihatannya tetangga disini.dikira pencitraan padahal baik kodong niatku untuk berubah.pasti ki berubah penglihatanya tetangga
Universitas Hasanuddin 102
karena kalau saya ceritakan masa lalu ku seperti bagaimana sekali.alhamdulillah ini kayak dapatka hidayah selama sudah di rehab. kalau pergi meka itu shalat magrib biasa sampai isya ka menunggu baru balik pulang kerumah.disitu ma juga biasa tahan mentalku, dan saya tau diri kalau memang salah yang saya buat dulu (wawancara ed 30 thn, 17 april 2018)
ED 30 tahun waktu pertama kali ke masjid untuk menjalani
ibadah bersama warga sekitar ED merasakan dirinya menjadi bahan
perhatian warga sekitar.Kegiatan yang sering dilakukan selama
program rehabilitasi diterapkan di lingkungannya.ED dikatakan
sebuah pencitraan bagi dirinya agar dapat diterima kembali dalam
masyarakat sekitar.ED 30 tahun mengaharapkan dirinya tidak
menjadi bahan gosipan tentangga ketika keluar untuk berinteraksi
dengan masyarakat sekitar rumah ED.ED 30 tahun mengakui dirinya
salah dan berdosa atas perbuat yang dia lakukan dahulu.ED biasa
menyempatkan waktu untuk memulai berinteraksi dengan warga
setelah melaksanakan shalat magrib, ED menunggu dimesjid setelah
shalat magrib sambil menunggu shalat isya selesai.
lanjut ED 30 tahun saat dilakukan wawancara :
“&kalau dimesjid ma itu biasaka bertanya dengan warga yang perna ikut di jamaah tablik.kupikir toh kalau ikutka disana tidak bakalan kembali ke teman-teman yang dulu.Alhamdulillah setelah cerita-cerita dengan warga disana di ajak ke Masjid Iqra untuk ikut dengar-dengar ceramah kalau setiap hari Jumat malam.Mulai dari situ saya dapat banyak teman yang ikut tablik.(wawancara 17 April 2018)
Ketika ED 30 tahunmemulai berinteraksi di masjid ED
menanyakan ke warga yang mengatahui tentang sebuah komunitas
Universitas Hasanuddin 103
keagaaman seperti jamaah tablik.Saat itu ED mendapatkan warga
yang perna ikut dalam komunitas tersebut. Masuk dalam komunitas
keagamaan merupakan cara ED untuk menjauhi narkoba, saat itu
ED mendapatkan warga yang perna ikut dalam komunitas tablik dan
ED pun diajak untuk ikut mendengarkan ceramah di salah satu
masjid yang menjadi tempat komunitas tersebut. Setiap hari jumat
setelah shalat magrib ED ikut dalam kegiatan komunitas keagaam di
masjid iqra, dari situlah ED banyak mengenal teman yang ikut dalam
komunitas keagmaan (jamaah tablik). ED menganggap bahwa
mengikuti jamaah tablik adalah salah satu cara untuk tidak relapnce
atau kambuh kembali dalam menggunakan narkoba. Memperkuat
imam adalah cara terbaik untuk menghidari barang haram tersebut.
Seperti yang dikatakan KD 45 tahun saat dilakukan
wawancara bahwa :
“&masa lalu dijadikan pelajaran mi, saya rasa betul ini perubahan diriku, waktu keluarkan dari rehab ada mungkin 1 minggu baru keluar rumah.paling kalau keluar ke masjid atau ada pi penting baru keluar rumah.Heran sebagian tetangga disini, waktunya di lihatka rajin ke masjid.Tidak terlalu saya respon ki, intinya niatku mau berubah. (kd, 45 Thn, wawancara 18 april 2018)
KD (45 thn) merasakan perubahan terhadap diri nya, KD (45
thn) butuh waktu untuk kembali membangun interaksi dengan warga
sekitar. Ketika pertama kaluar rumah KD (45 thn) hanya ke masjid
untuk melaksanakan ibadah bersama warga sekitar. KD mengatakan
bahwa sebagian dari tetangganya merasakan ada perubahan ketika
Universitas Hasanuddin 104
KD rajin ikut ibadah bersama dengan warga.KD 45 thn tidak terlalu
merespon dengan hal tersebut karena niat dari KD sendiri besar
untuk berubah dan menjauhi narkoba.
Dukungan sosial dari lingkungan membuat mantan
pengguna narkoba untuk tidak lagi mengkomsumsi narkoba
tersebut. Adanya kepercayaan kembali mantan pengguna narkoba
kepada keluarga membuat motivasi tersendiri untuk tidak slip
bahkan replance menggunakan narkoba. Seperti yang dikatakan
oleh keluarga ED saat dilakukan wawancara bahwa :
“..waktu pertama keluarki ed dari tempat rehab syukur saya rasa karena sudah berubahmi saya liat.saya juga selalu ingatkan ki untuk bilang jangan bergaul dengan teman mu yang perna kasih jatuh ko. ingat ki masa lalumu.saya batasi juga untuk bergaul dengan temannya yang dulu.ada 2 minggu kaya nya baru keluar rumahki ed. paling kalau keluarki ke masjid saja.itupun kalau keluarki baru agak malamki balik rumah biasa saya telpon suruh pulang rumah. (wawancara keluarga, en, 45 thn, 17 april 2018)
Keluarga ED sangat bersyukur ketika ED telah kelaur dari
program rehabilitasi narkoba, Keluarga ED merasakan ada
perubahan terhadap ED pasca mengikuti rehabilitasi. Keluarga
selalu memberikan motivasi terhadap ED selain itu keluarga selalu
mengingatkan bahkan membatasi ED untuk bergaul dengan teman
lama nya yang membuat ED terjerumus dengan narkoba.Peran
keluarga memang sangat penting untuk memberikan motivasi,
support dan kepercayaan kepada mantan pengguna narkoba.Begitu
pun yang dirasakan oleh mantan pengguna narkoba setelah kembali
Universitas Hasanuddin 105
dalam lingkungannya. Seperti yang dikatakan ED 30 Tahun
“&susah untuk bangun kepercayaan kembali. untungnya keluarga setelah keluar dari rehab agak baikji.lebih di peratikan saya rasa diriku. bahkan kalau ada acara di dekat rumah disuruhka itu pergi kesana untuk gabung dengan warga.biar di biasakan ka mungkin bergaul dengan warga disini (wawancara 17 april 2018)
Berdasarkan yang dikatakan oleh ED bahwa peran keluarga
sangat penting untuk membangkitkan kembali semangat ED untuk
menjalani kehidupannya. Keluarga ED selalu mengingatkan bahwa
masa lalu nya adalah masa lalu yang suram, selain itu ED di berikan
kepercayaan untuk ikut dalam kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat sekitar, agar ED tidak akan canggung ketika berada
pada lingkungan masyarakat.
Lanjut ED 30 tahun ketika bercerita tentang pengalaman
dirinya :
“&harus ki memang akui diri’ta bilang saya ini mantan pengguna narkoba.bagaimana pun respon-nya orang lain, saya cuekin ji. memang salahka tapi itu masa laluku.kalau ada yang tanyaka bilang mantan pecandu, saya jawabki iya.karena memang toh. apalagi saya ini di tau tetanggaku bilang di rehabka karena di tangkap.(wawancara 17 april 2018)
Pengakuan diri untuk mantan pengguna narkoba memang
harus ada, ED mengakui dirinya bahwa dia adalah seorang mantan
pecandu narkoba, perbuatan masa lalunya membuat ED menyesal
dengan hal itu.ED tidak dapat menyembunyikan statusnya sebagai
mantan pengguna narkoba di lingkungan masyarakat disebabka
karena ED di ketahui mengikuti program rehabilitasi melalui proses
Universitas Hasanuddin 106
hukum (tangkapan).
sama hal nya denga SF 21 Tahun saat dilakukan wawancara
bahwa :
“&biasa ada temanku yang tanya-tanya ka tentang rehabilitasi. saya ceritakan pengalamanku toh. Saya kasih ingatki juga teman teman yang masih aktif make, demi kebaikan nya jadi saya kasih begitu ki.(wawancara 14 april 2018)
Berdasarkan yang dikatakan oleh SF 21 Tahun diatas bahwa
pengakuan diri terhadap barang haram tersebut harus ada, seorang
mantan pengguna narkoba harus siap menerima dirinya ketika
menjadi bahan gosipan oleh lingkungannya.Ketika SF kembali ke
lingkungan rumah nya dia sering berbagai pengalaman nya terkait
dengan program rehabilitasi ketika ditanyakan dengan teman-
temannya. Menceritakan masa lalu yang suram merupakan modal
untuk membangun sebuah relasi dalam interaksi social.
Hal ini yang tidak bisa menurut penulis hilangkan oleh
seorang mantan pengguna narkoba, bahwa pengakuan diri terhadap
masa lalu dengan masyarakat membuat mantan pengguna narkoba
mudah untuk melakukan interaksi. Mantan pengguna narkoba
membutuhkan sebuah dukungan social dari lingkungan, keluarga,
kerabat sehingga dapat memudahkan proses pemulihan. Perasaan
pemisis ketika mantan pengguna narkoba mendapatkan sebuah
deskriminasi terhadap dirinya, seperti gosipan, di kucilakan dalam
lingkungan, serta tidak diberikan kepercayaan, membuat eks mantan
pengguna narkoba dapat menghambat proses pemulihan bahkan
Universitas Hasanuddin 107
sampai replance kembali untuk mengkomsumsi narkoba.
Mendaptkan pengatahuan tentang narkoba ketika mengikuti
program rehabilitasi, eks mantan pengguna narkoba memanfaatkan
pengatahuan tersebut dengan mengigatkan ke teman-teman yang
masih aktif mengkomsumsi narkoba tentang dampak dan bahaya
narkoba, serta memberikan sebuah contoh kepada orang lain bahwa
dirinya ini adalah sebuah pengguna narkoba yang sangat sulit untuk
keluar dari lingkarang narkoba ketika sudah berada didalamnya.
Narkoba memang sangat berbahaya bagi yang sudah terjerumus
didalamnya, bahaya narkoba bukan saja pada fisik pengguna akan
tetapi berdampak pada ekonomi, keluarga serta lingkungan social
pengguna narkoba.
Universitas Hasanuddin 108
BAB V
PENUTUP A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang adaptasi pengguna narkoba
pasca rehabilitasi di Kabupaten Pinrang yang telah dipaparkan,
dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Keterlibatan para pelaku dalam penggunaan narkotika disebabkan
karena pergaulan, perasaan ingin mencoba, dan ingin mencoba life
style baru. Faktor pergaulan yang paling berpengaruh adalah jika
diikat oleh hubungan kekerabatan. Ditemukan bahwa antara pelaku,
teman bergaulnya dan para pengedar masih memiliki hubungan
kekerabatan. Hubungan kekerabatan tersebut menjamin bahwa
pasokan tetap ada, kerahasiaan terjamin dan pembelian dapat
dilakukan dengan system kredit.
2. Peningkatan penggunaan narkotika oleh seseorang banyak didorong
oleh persaingan diantara pemakai. Semakin banyak yang dapat
dikonsumsi, maka semakin tinggi posisi seseorang di antara teman
bergaulnya sesame pemakai. Jenis putau dianggap yang paling
bergengsi diantara pemakai, namun jenis paling banyak digunakan di
Pinrang adalah jenis sabu.
3. Keputusan untuk ikut atau tidak ikut dalam program rehabilitasi lebih
banyak ditentukan oleh keluarga setelah melihat gejala dari perilaku
aneh yang ditunjukkan pelaku. Tetapi kesadaran individual untuk
sembuh atau lepas dari ketergantungan juga memiliki pengaruh yang
Universitas Hasanuddin 109
cukup besar terutama dalam hal tahan tidaknya seseorang menjalani
prosedur medis.
4. Sebagian besar eks-pemakai narkoba yang telah menjalani
rehabilitasi menjalani kehidupan mereka dengan lebih religious.
Beberapa di antara mereka kemudian masuk ke organisasi Jamaah
Tabligh untuk menghindari kembali terjerumus dalam penggunaan
narkotika. Jalur religious juga memudahkan mereka diterima kembali
oleh masyarakat karena pertobatan seseorang pada masyarakat
ditentukan pula oleh kedekatan seseorang kepada Tuhan.
5. Para eks-pengguna juga berusaha berdakwah kepada sesame
pemakai atau mereka yang belum terlibat agar menjauhi penggunaan
narkotika. Pengalaman mereka selama mengikuti rehabilitasi yang
sangat menyakitkan secara fisik, terutama pada fase detoksifikasi
digunakan untuk meyakinkan pengguna lainnya untuk berhenti.
Universitas Hasanuddin 110
B. SARAN
Saran dalam penelitian ini tidak hanya ditujukan pada para
pengguna narkotika tetapi juga pada mahasiswa atau mereka yang akan
melakukan penelitian yang sama. Beberapa saran yang dapat di
rekomendasikan sebagai berikut:
1. Memperhatikan hubungan kekerabatan sebagai salah satu faktor yang
perlu dalam menggali informasi, baik dalam hal pengambilan
keputusan, maupun dalam upaya mengerti mengapa seseorang dapat
terlibat dalam penyalahgunaan narkotika.
2. Bagi masyarakat di Kab Pinrang terutama pada tingkatan keluarga
agar memperhatikan dengan baik keluarga mereka karena jalur
peredaran narkotika banyak melibatkan hubungan kekerabatan.
Tentunya hal tersebut sangat berhubungtan erat dengan reputasi
sebuah keluarga dan keberlanjutan keluarga.
3. Mantan pengguna narkoba membutuhkan sebuah dukungan dari
kerabat, keluarga serta lingkungannya, sehingga mereka dapat
menyesuaikan diri lebih cepat dan tidak pesimis dalam penyesuaian
diri demi proses pemulihannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amriel, R. I. 2008. Psikologi kaum muda pengguna narkoba. Jakarta:
Salemba Humanika.
Asni M, Rahma, Mukhsen Saraka. 2013. Faktor yang berhubungan
dengan penyalahgunaan narkotika dan zak adiktif pada remaja SMA
Kartika Wirabuana XX-1. Makassar: Jurnal. Universitas Hasanuddin.
Ayu, Dyah. 2016. Proses Regulasi Diri Pada Mantan Pecandu Narkotika
Yang Bekerja Sebagai Konselor Adiksi. Yogyakarta: Skripsi.
Universitas Sanata Dharama Yogyakarta.
Balai Pustaka. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
BNN, P4GN. 2015. Data Terkait Narkotika Tahun 2014. Jurnal Data
Deputi Bidang Pemberantasan BNN Edisi Maret 2015
Gunarsa, Singgih D. 2008. Psikologi Anak: Psikologi Perkembangan Anak
dan Remaja.Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.
Haviland, William A.1988 “Anthropologi jilid 4th edition. Terjemahan: R.G.
Soekadijo. Jakarta:Erlangga.
Hutabarat, Rio. 2014. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja (Studi
Kasus Pengguna Narkoba Di Desa Perumnas Simalingkar
Kecamatan Pancur Batu). Sumatra Utara: Skripsi Universitas
Sumatera Utara.
Junaiedi. (2008). Makna Hidup Mantan Pengguna NAPZA. Denpasar:
Jurnal Psikologi. Universitas Dhyana Pura
Maradani, 2008. Penyalahgunaan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam
dan Hukum Pidana Nasional. Jakarta, Jurnal Hlm.81-86.
Martono, L., & Joewana, S. 2008. Peran Orang Tua dalam Mencegah
Dan Menanggulangi Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Balai
Pustaka.
Moleong, Lexy. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Nur Akifah, Noer Nasry Noer, Jumriani. 2014. Hubungan Faktor
Lingkungan Sosial dengan Penyalahgunaan Narkoba pada Tahanan
Polrestabes Kota Makassar. Makassar: Jurnal. Universitas
Hasanuddin.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan.
Rineka Cipta. Jakarta.
Noviza. (2008). Hubungan Antara Efikasi Diri dengan Craving Pada
Pecandu Narkoba, Yogyakarta. Skripsi: Universitas Islam Indonesia.
Partodiharjo S. 2010.Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaanya.
Jakarta: Erlannga
Pudja, Ariyanto. 1989. Adaptasi Masyarakat Makian di Tempat Yang Baru.
Depdikbud: Jakarta.
Purba, Rani. P.S. (2011). Dinamika Faktor-Faktor Resiliensi pada Mantan
Pecandu Narkoba. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara
Ramadhani, Sartika. 2017. Perilaku Pecandu Narkoba Pasca Rehabilitasi
Pada Badan Narkotika Nasional Provinsi Sulawesi-Selatan.
Makassar: Skripsi. Universitas Hasanuddin
Sardjono, 1996. Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian, Jakarta:
NCB Indonesia hlm. 132
Superlan, Parsudi.2004. Hubungan Antar Sukubangsa. Jakarta: YPKIK.
Soekanto, Soerjono, H. Liklikuwata, M.W. Kusumah, 1981. Kriminologi
Suatu Pengantar. Ghalia Indonesia, Jakarta
Spradley, James P, 2007, “Metode Etnografi”. Yogyakarta. Tirta Wacana.
Tampubolon, 2015.Peran BNN Dalam Penanggulanan Narkotika di Kota
Samarinda, eJournal Ilmu Pemerintahan, Volume 3 , Nomor 1, 2015 :
139-152, hal 141
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika
Umar H. Saleng. 2017. Penanganan Penyalahguna Narkotika Yang
Tertangkap Tangan (studi kasus di polres maros). Skripsi.Makassar:
Universitas Hasanuddin
Sumber internet
http://arifrohmansocialworker.blogspot.co.id/2008/06/manusia-
kebudayaan-dan lingkungannya.html. Diakses pada tanggal 19
november 2017
http://portalindonesianews.com/posts/view/1626/tahun_2015_jumlah_pen
gguna_narkoba_di_indonesia_capai_5_juta_orang.html. Diakses
pada tanggal 18 november 2017