28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

30
I. PENDAHULUAN Eritroblastosis fetalis adalah suatu sindroma yang ditandai oleh anemia berat pada janin dikarenakan ibu menghasilkan antibodi yang menyerang sel darah janin. Sindroma ini merupakan hasil dari inkompabilitas kelompok darah ibu dan janin terutama pada sistem rhesus. 1 Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dan masih banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya. Pada tahun 1932, Diamond, Blackfan dan Baty melaporkan bahwa fetal anemia yang ditunjukkan dengan jumlah eritroblas yang ada dalam sirkulasi darah menggambarkan sindroma ini. 2,3 Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada sistem ABO dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu paparan apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila

Transcript of 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

Page 1: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

I. PENDAHULUAN

Eritroblastosis fetalis adalah suatu sindroma yang ditandai oleh anemia berat pada

janin dikarenakan ibu menghasilkan antibodi yang menyerang sel darah janin.

Sindroma ini merupakan hasil dari inkompabilitas kelompok darah ibu dan janin

terutama pada sistem rhesus.1 Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat

kompleks dan masih banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur

maupun interaksi antigeniknya. Pada tahun 1932, Diamond, Blackfan dan Baty

melaporkan bahwa fetal anemia yang ditunjukkan dengan jumlah eritroblas yang ada

dalam sirkulasi darah menggambarkan sindroma ini.2,3

Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada

eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak

mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan

antigen-D dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak

seperti pada sistem ABO dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan

mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus

pembentukan antibodi hampir selalu oleh suatu paparan apakah itu dari transfusi atau

kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila

dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Pemberian darah Rhesus

positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu yang

mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-) sudah dapat menimbulkan anti

Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABOnya sama.1,3

Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000,

daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan

selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun

antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin,

sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis.1,2

Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik

akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi (anti-D atau inkomplit IgG antibodi

Page 2: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

2

golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi

maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin dan timbul sebagai reaksi

terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonatus adalah

pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin. 1,2,3,4,5,14

Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk

mengakkan diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang

anemia janin yang ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan

hidrops fetalis. Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang

berperan dalam patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk

(1941) menegaskan bahwa eritroblas disebabkan oleh isoimunisasi maternal dengan

faktor janin yang diwariskan secara paternal. Find (1961) dan freda ( 1963) meneliti

tentang tindakan profilaksis maternal yang efektif. 1,2,3,8

II. INSIDEN DAN KLASIFIKASI

Secara garis besar, terdapat dua tipe penyakit inkompabilitas yaitu: inkompabilitas

Rhesus dan inkompabilitas ABO. Keduanya mempunyai gejala yang sama, tetapi

penyakit Rh lebih berat karena antibodi anti Rh yang melewati plasenta lebih

menetap bila dibandingkan dengan antibodi anti-A atau anti-B. Insidens pasien yang

mengalami inkompatibilitas Rhesus (yaitu rhesus negatif) adalah 15% pada ras

berkulit putih dan 5% berkulit hitam dan jarang pada bangsa asia. Rhesus negatif

pada orang indonesia jarang terjadi, kecuali adanya perkawinan dengan orang asing

yang bergolongan rhesus negatif. Selama 20 tahun, dari tahun 1972-1993, Hudono

(1993) menemukan di Jakarta hal-hal sebagai berikut: 8 kasus antagonismus Rhesus

dengan istri Rh negatif, semuanya bukan orang Asia; hanya pada 2 orang ibu (25%)

terjadi imunisasi.3 Selanjutnya dalam waktu yang sama dijumpai 2 kasus

eritroblastosis fetalis karena inkompabilitas ABO dan 2 kasus lainnya yang tidak

diketahui dengan pasti sebabnya, satu diantaranya mungkin karena inkompabilitas

ABO. 2,3,7,8,10

Page 3: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

3

1. Inkompatibilitas Rhesus (Rh)

Inkompatibiltas Rh dapat disebabkan oleh isoimmunisasi maternal ke antigen Rh

oleh transfusi darah Rh positif atau isoimmunisasi maternal dari paparan ke

antigen Rh janin pada kehamilan pertama atau kehamilan yang sekarang. Pada

inkompatibilitas Rh, anak pertama lahir sehat karena ibu belum banyak memiliki

benda-banda penangkis terhadap antigen Rh, asalkan sebelumnya ibu tidak

menderita abortus atau mendapat transfusi darah dari Rh positif. Pasangan suami

istri hanya mempunyai 1 atau 2 anak, sedang anak-anak berikutnya semua

meninggal. Pada wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus

positif, risiko terbentuknya antibodi sebesar 8%, sedangkan insidens timbulnya

antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai akibat sensitisitas pada kehamilan

pertama sebesar 16%. Tertundanya pembentukan antibodi pada kehamilan

berikutnya disebabkan oleh proses sensitisasi, diperkirakan berhubungan dengan

respons imun sekunder yang timbul akibat produksi antibodi pada kadar yang

memadai. Kurang lebih 1% dari wanita akan tersensitasi selama kehamilan

terutama trimester ketiga.7,10 Kemungkinan terjadinya imunisasi Rh diperkirakan

1-2% dari semua kehamilan namun di Asia frekuensi ini lebih rendah. Untuk

inkompabilitas Rh, predominan seks adalah perempuan.5

Mayoritas inkompatibilitas Rh terjadi pada janin dengan Rh-positif dari ibu

yang mempunyai Rh- negatif.5,19 Faktor Rh adalah protein, suatu antigen dalam

sel darah merah. Hadirnya faktor Rh membuat sel darah tidak cocok terhadap sel-

sel darah yang tidak mempunyai antigen. Jika seseorang dengan Rh-positif,

berarti dia mempunyai faktor Rh di dalam darahnya. Jika seseorang dengan Rh-

negatif, berarti dia tidak mempunyai faktor Rh di dalam darahnya. Sekitar 85%

orang-orang mempunyai Rh-positif dan sekitar 15% dengan Rh-negatif. Faktor

Rh bermasalah ketika darah dengan Rh-negatif mengalami kontak dengan darah

Rh-positif. Sistem immun dari orang dengan Rh-negatif mengidentifikasi darah

Rh-positif sebagai penyerang yang berbahaya, suatu antigen, dan dapat

Page 4: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

4

memproduksi antibodi untuk melawan darah tersebut. Antibodi adalah substansi

protein yang dihasilkan oleh tubuh dalam merespon suatu antigen. Antibodi ini

yang mennyebabkan masalah kehamilan.19

Gambar 1. Alur terjadinya Eritroblastosis fetalis

Page 5: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

5

2. Inkompabilitas ABO17,18,24

Dua puluh sampai 25% kehamilan terjadi inkompabilitas ABO, yang berarti

bahwa serum ibu mengandung anti-A atau anti-B sedangkan eritrosit janin

mengandung antigen respective. Inkompabilitas ABO nantinya akan

menyebabkan penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir dimana terdapat lebih

dari 60% dari seluruh kasus. Penyakit ini sering tidak parah jika dibandingkan

dengan akibat Rh, ditandai anemia neonatus sedang dan hiperbilirubinemia

neonatus ringan sampai sedang serta kurang dari 1% kasus yang membutuhkan

transfusi tukar. Inkompabilitas ABO tidak pernah benar-benar menunjukkan suatu

penyebab hemolisis dan secara umum dapat menjadi panduan bagi ilmu pediatrik

dibanding masalah kebidanan.

Mayoritas inkompatibilitas ABO diderita oleh anak pertama (40% menurut

Mollison), dan anak-anak berikutnya makin lama makin baik keadaannya.

Gambaran klinis penyakit hemolitik pada bayi baru lahir berasal dari

inkompabilitas ABO sering ditemukan pada keadaan dimana ibu mempunyai tipe

darah O, karena tipe darah grup masing-masing menghasilkan anti A dan anti B

yang termasuk kelas IgG yang dapat melewati plasenta untuk berikatan dengan

eritrosit janin. Pada beberapa kasus, penyakit hemolitik ABO tampak

hiperbilirubinemia ringan sampai sedang selama 24-48 jam pertama

kehidupannya. Hal ini jarang muncul dengan anemia yang signifikan. Tingginya

jumlah bilirubin dapat menyebabkan kernikterus terutama pada neonatus preterm.

Fototerapi pada pengobatan awal dilakukan meskipun transfusi tukar yang

mungkin diindikasikan untuk hiperbilirubinemia. Seks predominan eritroblastosis

fetalis akibat inkompatibilitas ABO adalah sama antara laki-laki dan perempuan.4

III. GENETIK

Ada tiga subtipe antigen spesifik C,D,E dengan pasangannya c, e, tapi tidak ada d.

Hanya gen D dipakai sebagai acuan faktor rhesus. Istilah yang sekarang digunakan

Page 6: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

6

adalah Rhesus (D), bukan hanya Rhesus. Sel rhesus (D) positif mengandung

substansi (antigen D) yang dapat merangsang darah rhesus (D) negatif memproduksi

antibodi. Gen C dan E kurang berperan disini. Hal ini dapat menjelaskan mengapa

antibodi yantg dihasilkan oleh wanita Rhesus negatif disebut anti-D (anti-rhesus D).

Gambar 2. Keadaan janin dan plasenta pada Eritroblastosis fetalis berat.

IV. PATOFISIOLOGI

Penyakit inkompabilitas Rh dan ABO terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan

antibodi yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu

hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah

ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen

Page 7: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

7

seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk

membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta

dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin

akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan

hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe

II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan

melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan

eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.1,8,9,11,12,13

Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan

limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa.

Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet

dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor

pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat

memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit,

tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik.

Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika

terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri

pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin. 4,9,11,12,14

Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal

sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan,

amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif atau pada kehamilan kedua dan

berikutnya.2,3,7,9 Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan pigmen darah

merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan bilirubin. Bilirubin

secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh dapat

mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu.

Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat

menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi.

Bayi dapat berkembang menjadi kernikterus.

Page 8: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

8

Gejala lain yang mungkin hadir adalah peningkatan kadar insulin dan

penurunan kadar gula darah, dimana keadaan ini disebut sebagai hydrops fetalis.

Hydrops fetalis ditujukkan oleh adanya penumpukan cairan pada tubuh, yang

memberikan gambaran membengkak (swollen). Penumpukan cairan ini menghambat

pernafasan normal, karena paru tidak dapat mengembang maksimal dan mungkin

mengandung cairan. Jika keadaan ini berlanjut untuk jangka waktu tertentu akan

mengganggu pertumbuhan paru. Hydrops fetalis dan anemia dapat menimbulkan

masalah jantung.

Gambar 3. Interaksi antibodi dan antigen pada eritrosit.3

Page 9: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

9

Gambar 4. Reaksi hipersensitivitas

V. GEJALA KLINIS

Terdapat dua gejala klinis utama pada eritroblastosis fetalis, yaitu:

A. Hidrops fetalis

Hidrops fetalis adalah suatu sindroma ditandai edema menyeluruh pada bayi,

asites dan pleural efusi pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yang terjadi

bervariasi, tergantung intensitas proses. Pada kasus parah, terjadi edema

subkutan dan efusi ke dalam kavum serosa (hidrops fetalis). Hemolisis yang

berlebihan dan berlangsung lama akan menyebabkan hiperplasia eritroid pada

sumsum tulang, hematopoesis ekstrameduler di dalam lien dan hepar,

pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan hepatosplenomegali

Page 10: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

10

yang terjadi dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang sangat

membesar. Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu respirasi janin. 1,3,6,7,9

Gambar 5. Bayi hidrops fetalis

Patofisologi hidrops fetalis tak jelas. Teori-teori penyebabnya mencakup

keadaan: 4,10,14

1. gagal jantung akibat anemia.

2. kebocoran kapiler akibat hipoksia pada kondisi anemia baerat

3. hipertensi vena portal dan umbilikus akibat kerusakan parenkim hati oleh

proses hematopoesis ekstrameduler.

4. menurunnya tekanan onkotik koloid akibat hipoproteinemia yang disebabkan

oleh disfungsi hepar

Page 11: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

11

Gambar 6. Gambaran USG hidrops fetalis

Janin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat dan

kegagalan sirkulasi. Bayi hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus

dan lemas pada saat dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan petikie

menyebar, sesak nafas dan kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadi dalam waktu

beberapa jam meskipun transfusi sudah diberikan.

B. Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat, khususnya

ganglia basal atau menimbulkan kernikterus. Gejala yang muncul berupa letargia,

kekakuan ekstremitas, retraksi kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak

mau menetek dan kejang-kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa minggu.

Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu

menyanggah kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami

Page 12: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

12

keterlambatan atau tak pernah dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi

inkoordinasi motorik dan tuli konduktif. Anemia yanag terjadi akibat gangguan

eritropoesis dapat bertahan selama berminggu–minggu hingga berbulan-bulan.1,3,7

VI. DIAGNOSIS

Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu. Metode paling

sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs tak langsung.

(penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak langsung). Tes ini bergantung

kepada pada kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit

yang dilapisi dengan IgG.

Untuk melakukan tes ini, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang

diketahui mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu

eritrosit dicuci. Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik

dari membran eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit.

Serum Coombs ditambahkan dan jika imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka

aglutinasi akan terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk

menentukan antigen spesifik.

Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat bayi

yang dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan,

kadar hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat >

5 mg%, hepatosplenomegali dan kelainan pada pemeriksaan darah tepi. 11

VII. PENATALAKSANAAN 1,3,5,7,11

Bentuk ringan tidak memerlukan pengobatan spesifik, kecuali bila terjadi kenaikan

bilirubin yang tidak wajar. Bentuk sedang memerlukan tranfusi tukar, umumnya

dilakukan dengan darah yang sesuai dengan darah ibu (Rhesus dan ABO). Jika tak

ada donor Rhesus negatif, transfusi tukar dapat dilakukan dengan darah Rhesus

positif sesering mungkin sampai semua eritrosit yang diliputi antibodi dikeluarkan

Page 13: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

13

dari tubuh bayi. Bentuk berat tampak sebagai hidrops atau lahir mati yang

disebabkan oleh anemia berat yang diikuti oleh gagal jantung. Pengobatan ditujukan

terhadap pencegahan terjadinya anemia berat dan kematian janin.

A. Transfusi tukar :

Tujuan transfusi tukar yang dapat dicapai :

1. memperbaiki keadaan anemia, tetapi tidak menambah volume darah

2. menggantikan eritrosit yang telah diselimuti oleh antibodi (coated cells)

dengan eritrosit normal (menghentikan proses hemolisis)

3. mengurangi kadar serum bilirubin

4. menghilangkan imun antibodi yang berasal dari ibu

Yang perlu diperhatikan dalam transfusi tukar :

a. berikan darah donor yang masa simpannya ≤ 3 hari untuk menghindari

kelebihan kalium

b. pilih darah yang sama golongan ABO nya dengan darah bayi dan Rhesus

negatif (D-)

c. dapat diberikan darah golongan O Rh negatif dalam bentuk Packed red cells

d. bila keadaan sangat mendesak, sedangkan persediaan darah Rh.negatif tidak

tersedia maka untuk sementara dapat diberikan darah yang inkompatibel (Rh

positif) untuk transfusi tukar pertama, kemudian transfusi tukar diulangi

kembali dengan memberikan darah donor Rh negatif yang kompatibel.

e. pada anemia berat sebaiknya diberikan packed red cells

f. darah yang dibutuhkan untuk transfusi tukar adalah 170 ml/kgBBbayi dengan

lama pemberian transfusi ≥ 90 menit

g. lakukan pemeriksaan reaksi silang antara darah donor dengan darah bayi, bila

tidak memungkinkan untuk transfusi tukar pertama kali dapat digunakan

darah ibunya, namun untuk transfusi tukar berikutnya harus menggunakan

darah bayi.

h. sebelum ditransfusikan, hangatkan darah tersebut pada suhu 37°C

Page 14: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

14

i. pertama-tama ambil darah bayi 50 ml, sebagai gantinya masukan darah donor

sebanyak 50 ml. Lakukan sengan cara diatas hingga semua darah donor

ditransfusikan.

Tabel 1. Calon donor transfusi tukar pada Rh inkompatibilitas. 1

GOLONGAN DARAH IBU

O A B AB

GOLONGAN

DARAH

BAYI

O O O O -

A O A O A

B O O B B

AB - A B AB

Gambar 7. Transfusi tukar pada Rh inkompatibilitas. 3

B. Transfusi intra uterin :

Pada tahun 1963, Liley memperkenalkan transfusi intrauterin. Sel eritrosit donor

ditransfusikan ke peritoneal cavity janin, yang nantinya akan diabsorbsi dan

Page 15: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

15

masuk kedalam sirkulasi darah janin (intraperitoneal transfusion). Bila paru

janin masih belum matur, transfusi intrauterin adalah pilihan yang terbaik. Darah

bayi Rhesus (D) negatif tak akan mengganggu antigen D dan karena itu tak akan

merangsang sistem imun ibu memproduksi antibodi. Tiap antibodi yang sudah

ada pada darah ibu tak dapat mengganggu darah bayi. Namun harus menjadi

perhatian bahwa risiko transfusi intrauterin sangat besar sehingga mortalitas

sangat tinggi. Untuk itu para ahli lebih memilih intravasal transfusi, yaitu dengan

melakukan cordocentesis (pungsi tali pusat perkutan). Transfusi dilakukan

beberapa kali pada kehamilan minggu ke 26–34 dengan menggunakan Packed

Red Cells golongan darah O Rh negatif sebanyak 50–100 ml. Induksi partus

dilakukan pada minggu ke 32 dan kemudian bayi dibantu dengan transfusi tukar

1x setelah partus. Induksi pada kehamilan 32 minggu dapat menurunkan angka

mortalitas sebanyak 60%.

Gambar 8. Transfusi intra uterin

Page 16: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

16

C. Transfusi albumin

Pemberian albumin sebanyak 1 mg/kg BB bayi, maka albumin akan mengikat

sebagian bilirubin indirek. Karena harga albumin cukup mahal dan resiko

terjadinya overloading sangat besar maka pemberian albumin banyak

ditinggalkan.

D. Fototerapi

Foto terapi dengan bantuan lampu blue violet dapat menurunkan kadar bilirubin.

Fototerapi sifatnya hanya membantu dan tidak dapat digunakan sebagai terapi

tunggal.

Gambar 9. Foto terapi pada bayi dengan Rh Inkompatibilitas. 3

VIII.PROGNOSIS 4,14

Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < 1:16 berarti bahwa janin mati

dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat

dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi

menunjukan kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang

Page 17: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

17

sudah mengalami sensitisasi dalam kehamilan berikutnya dapat naik meskipun

janinnya Rhesus negatif.

Jika titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer

antibodi diperlukan. Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika

titer di dibawah 1:32, maka prognosis janin diperkirakan baik.

A. Mortalitas

Angka mortalitas dapat diturunkan jika :

1. Ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat dideteksi

secara dini

2. Hemolisis pada janin dari ibu Rhesus negatif dapat diketahui melalui kadar

bilirubin yang tinggi didalam cairan amnion atau melalui sampling pembuluh

darah umbilikus yang diarahkan secara USG

3. Pada kasus yang berat, janin dapat dilahirkan secara prematur sebelum

meninggal di dalam rahim atau/dan dapat diatasi dengan transfusi

intraperitoneal atau intravaskuler langsung sel darah merah Rhesus negatif.

Pemberian Ig-D kepada ibu Rhesus negatif selama atau segera setelah

persalinan dapat menghilangkan sebagian besar proses isoimunisasi D.

B. Perkembangan anak selanjutnya.

Menurut Bowman (1978), kebanyakan anak yang berhasil hidup setelah

mengalami tranfusi janin akan berkembang secara normal. Dari 89 anak yang

diperiksa ketika berusia 18 bulan atau lebih, 74 anak berkembangan secara

normal, 4 anak abnormal dan 11 anak mengalami gangguan tumbuh kembang. 1

IX. PENCEGAHAN 1,3,4,7,14

Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat

isoimunisasi Rhesus adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat

imunoglobulin yang digunakan memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram

Page 18: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

18

antibodi D. 100 mikrogram anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah

janin. 1,2,4,6,14

Suntikan anti Rhesus (D) yang diberikan pada saat persalinan bukan sebagai

vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk

membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih dari antibodi pada kehamilan

berikutnya.

Tabel 2. Kategori obat sebagai pencegahan Inkompatibilitas Rhesus. 7

Drug Name Human anti-D immune globulin (RhoGAM) -- Suppresses

immune response of nonsensitized Rh O (D) negative mothers

exposed to Rh O (D) positive blood from the fetus as a result

of a fetomaternal hemorrhage, abdominal trauma,

amniocentesis, abortion, full-term delivery, or transfusion

accident. Should be administered if the patient is Rh-negative,

unless the father also is Rh-negative.

Adult Dose <13 wk gestation: 50 mcg IM >13 wk gestation: 300 mcg IM

Pediatric Dose Administer as in adults

Contraindications Documented hypersensitivity; patients who have received

Rho(D)-positive blood within the last 3 mo

Interactions None reported

Pregnancy C - Safety for use during pregnancy has not been established.

Precautions Caution in thrombocytopenia, bleeding disorders, or IGA

deficiency; when administered close to delivery, may

interfere with Rh typing of the newborn

Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang

mengalami sensitisasi dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan ternyata sangat

protektif. Ibu dengan kemungkinan abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa,

atau perdarahan pervaginam harus ditangani karena akan mengalami isoimunisasi

Page 19: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

19

tanpa preparat imunoglobulin. Ibu rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun

fraksi darah berupa trombosit atau plasmaferesis berisiko untuk mengalami

sensitisasi. 1,4,6

Kalau terdapat keraguan untuk memberikan preparat Ig anti G maka preparat

tersebut harus diberikan, termasuk kepada ibu yang tampaknya belum mengalami

sensitisasi dalam waktu 72 jam setelah melahirkan. Kebijaksanaan ini dapat

menurunkan resiko isoimunisasi. Antibodi dengan dosis 300 mikrogram diberikan

kepada ibu rhesus negatif yang belum mengalami sensitisasi pada kehamilan 28

minggu dan kehamilan 34 minggu atau pada saat dilakukan amniosintesis atau pada

saat terjadi perdarahan uterus. Dosis ketiga diberikan kepada ibu sesudah

melahirkan. 1,4

Kegagalan pemberian anti D terjadi bila : 1

1. tidak diberikan suntikan RhIg pada ibu Rh negatif (D-) yang telah melahirkan bayi

Rh positif

2. tidak diberikan suntikan Immunoglobulin anti-D setelah abortus atau setelah

pemeriksaan amniocentesis

3. pemberian dosis RhIg tidak mencukupi (karena feto maternal macrotransfusion

jarang terjadi)

4. sudah terlanjur terjadi sensitisasi oleh sel darah merah janin

XI. KESIMPULAN

Page 20: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

20

XII.RUJUKAN

1. Sindu, E. Hemolytic disease of the newborn. Jakarta: Direktorat Laboratorium Kesehatan Dirjen. Pelayanan Medik Depkes dan Kessos RI; 2005.

2. James DK, Steer PJ, et al. Fetal hemolytic disease: High Risk Pregnancy. 2nd ed. USA: WB. Saunders; 1999.

3. Salem L. Rh incompatibility. http:// www. Neonatology.org. 2001. Downloaded on November, 30 th, 2009.

4. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant FN, Leveno JK, et al. Obstetri Williams. Edisi 18. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.

5. Markum AH, Ismail S, Alatas H. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Bagian IKA FKUI; 1991.

6. Tudehope DI, Thearle MJ. A primer of neonatal medicine. Queensland: William Brooks Queensland; 1985.

7. Wagle S. Hemolytic disease of the newborn. http:// www. Neonatology.org. 2002. Downloaded on November, 30 th, 2009

8. Giroux AG, Moore TR. Erythroblastosis fetalis. In: Fanaroff AA, Martin RJ. Neonatal perinatal medicine diseases of the fetus and infant. 6 th ed. St. Louis: Mosby Year Book; 1997. p.300-311.

9. Hasan R, Alatas H. Buku kuliah ilmu kesehatan anak 3. Edisi 4. Jakarta: Bagian IKA FKUI; 1996.

10. Berman S. Ph. Isoimmunization. In: Berman. Obgyn secrets. 2nd ed. Colorado; Book Promotion & Service Co; 1999. p.241-245.

11. Shaver DC. Isoimmunization. In: Shaver DC. St. Louis: Mosby Year Book; 1997. p.300-311. 12. Moninja HE. Penyakit-penyakit dalam Masa Neonatal. Dalam: Winkjosastro H, Saifuddin

AB, Rachimhadi T. Ilmu kebidanan. Ed.II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1986. h.426-444.

13. Mochtar R. Sinopsis obstetri 1. Jakarta: EGC; 1995. 14. Fanaroff AA, Martin RJ Eds. Neonatal-perinatal medicine disease of the fetus and infant. 5 th

ed. St. Louis: Mosby-Year Book; 1995.15. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant FN, Leveno JK, et al. Williams Obstetrics. 20th ed.

Philadelphia: Prentice Hall international; 1997. p.706-721. 16. Abnormalities Of Pregnancy. USA: The Merc Manual, Section 18, Gynecology And

Obstetrics, Chapter 252; 1995-2004.

17. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant FN, Leveno JK, et al. Williams Obstetrics. 21th Ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2001.

18. Wiknjosastro H. Penyakit Darah. Dalam: Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Ilmu kebidanan., Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 1999. h.468-485

19. Medical Diagnosis. Erythroblastosis Fetalis. USA: MedFamily; 2001-2004.

20. Crosby WM, Block MF, Morgan MA. Rh (and other) isoimmunization. In: Dilts PV, Sciarra JJ, eds. Gynecology and Obstetrics. Philadelphia: JB Lippincott Co; 1994. p.434-444.

21. Perkins JT. Hemolytic Disease of the newborn. In: Gleicher N. Principles and Practice of Medical Therapy in Pregnancy. 2nd Ed. USA: Appleton & Lange; 1992. p.320-327.

Page 21: 28428473-eritroblastosis-fetalis (1)

21

22. Socol ML. Management of Blood Group Isoimmunization. In: Gleicher N. Principles and Practice of Medical Therapy in Pregnancy. 2nd Ed. USA: Appleton & Lange; 1992. p.563-576.