Hydrops Fetalis

51
Referat Hydrops Fetalis Ker Pembimbing: dr. Wahyu Jatmika, SpOG oleh: Stephanie 11 2011 233 FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of Hydrops Fetalis

Page 1: Hydrops Fetalis

Referat

Hydrops Fetalis

Ker

Pembimbing:

dr. Wahyu Jatmika, SpOG

oleh:

Stephanie 11 2011 233

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRIK & GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

Page 2: Hydrops Fetalis

PERIODE 26 NOVEMBER 2012-2 FEBRUARI 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIKSTATUS OBSTETRI & GINEKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAHari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:

SMF ILMU KEBIDANANRUMAH SAKIT: MARDI RAHAYU

Nama : Stephanie Tanda tangan

NIM : 11 2011 233

Dokter pembimbing/penguji : dr. Wahyu Jatmika, SpOG

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. I Status Perkawinan : Kawin

Umur : 39 th 5 bl 13 hr Pekerjaan : Pengajar

Pendidikan : S1 Masuk Rumah Sakit : 10-12-2012 (08.30am)

Agama : Islam Status ObsGyn : GIIIPIIA0, H 37 minggu

Suku : Jawa HPHT : 8 April 2012

Alamat : Dalangan Lau, Dawe, Kudus HPL : 15 Januari 2013

Nama Suami : Kusdi

Umur : 45 tahun

Alamat : Dalangan Lau, Dawe, Kudus

A. A NAMNESIS :

Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 10 Desember 2012 Jam: 09.15am

Keluhan utama :

Perut kenceng-kenceng sejak tadi malam.

2

Page 3: Hydrops Fetalis

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sejak 4 jam SMRS, OS mengeluh perutnya terasa kenceng-kenceng, tidak ada cairan

ataupun darah yang keluar dari jalan lahir.

OS menceritakan perut kenceng-kenceng sebenarnya sudah sering dirasakan sejak

kehamilan berumur 6 bulan. OS juga menceritakan ia sering merasa pusing-pusing kalau

kecapaian, Pada 2 bulan pertama kehamilan, OS juga sering mengkonsumsi obat maag dari

bidan dan jamu, OS tidak tahu kalau dirinya sedang hamil. Sejak mengetahui dirinya hamil,

OS menghentikan konsumsi obat-obatan dan jamu. OS rutin kontrol kehamilannya, yaitu 3

kali di RSMR, 1 kali di RSU, dan 1 kali di bidan. OS tidak punya binatang peliharaan di

rumahnya. Riwayat infeksi disangkal oleh OS.

Riwayat Haid

Menarche : 12 tahun

Siklus haid : 28 hari

Lamanya : 5 hari

Banyaknya : Sedikit (3-4x ganti pembalut)

Haid terakhir (HPHT) : 8 April 2012

Taksiran partus (HPL) : 15 Januari 2013

Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali pada usia 24 tahun, selama 12 tahun.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

No Anak

ke

Tahun

Persalin

Jenis

Kelamin

Umur

Kehamil

Jenis

Persalin

Peno

long

Hidup

/ Mati

Riwayat

Nifas

Menetek

s/d umur

1. I 2000 ♀ 9 bulan Partus

spontan

Bidan Hidup - 1 tahun

2. II 2004 ♂ 9 bulan Partus

spontan

Bidan Hidup - 6 bulan

Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)

3

Page 4: Hydrops Fetalis

( + ) Pil KB 3 bulan* ( + ) Suntikan 3 bulan** ( + ) Suntikan 1 bulan***

( - ) IUD ( − ) Susuk KB ( − ) Lain-lain

Lamanya: 3 tahun dari kelahiran anak pertama (2000-2003)*

4 tahun dari kelahiran anak kedua (2004-2008)**

2 tahun (2008-2010)***

Penyakit Dahulu

( − ) Cacar ( − ) Malaria ( − ) Batu ginjal/saluran kemih

( − ) Cacar air ( − ) Disentri ( − ) Burut ( hernia )

( − ) Difteri ( − ) Hepatitis ( − ) Batuk rejan

( − ) Tifus abdominalis ( − ) Wasir ( − ) Campak

( − ) Diabetes ( − ) Sifilis ( − ) Alergi

( − ) Tonsilitis ( − ) Gonore ( − ) Tumor

( − ) Hipertensi ( − ) Penyakit pembuluh ( − ) Demam rematik akut

( − ) Ulkus ventrikuli ( − ) Pendarahan otak ( − ) Pneumonia

( − ) Ulkus duodeni ( − ) Psikosis ( + ) Gastritis

( − ) Neurosis ( − ) Tuberkulosis ( − ) Batu empedu

Lain-lain : ( − ) Operasi ( − ) Kecelakaan

Ada kerabat yang menderita :

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi - √

Asma - √

Tuberkulosis - √

HIV - √

Hepatitis B - √

Hepatitis C - √

Hipertensi - √

Cacat bawaan - √

Lain – lain - √

Riwayat Operasi

Tidak ada

4

Page 5: Hydrops Fetalis

B. PEMERIKSAAN JASMANI

I. Pemeriksaan umum

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan Gizi : Baik

Tinggi badan : 160cm

Berat badan : 68kg

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Nadi : 87x/menit

Suhu : 36⁰C

Pernapasan : 20x/menit

Kepala : Dalam batas normal

Mata : CA -/-, SI -/-, RC +/+, pupil isokor Φ3mm/3mm

Telinga : Dalam batas normal

Hidung : Dalam batas normal

Mulut/gigi : Dalam batas normal

Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan thyroid

Dada : Simetris

Jantung : Bunyi jantung I & II regular, murmur (-), gallop (–)

Paru-paru : Suara nafas vesikuler, rhonchi -/-, wheezing -/-

Abdomen : buncit membujur, bising usus (+)

Alat gerak : Akral hangat, edema (-)

II. Pemeriksaan Ginekologi

Pemeriksaan Luar

Inspeksi :

Wajah : chloasma gravidarum (-)

Payudara : pembesara payudara (+), puting susu menonjol, ASI (-)

Abdomen : buncit membujur, striae nigra (-), striae livide (+), striae albicans (-),

linea nigra (+), bekas operasi (-)

Palpasi : 5

Page 6: Hydrops Fetalis

Leopold I : TFU setinggi processus xyphoideus, bagian atas teraba lunak, tidak

begitu bulat

Leopold II : perut pasien sebelah kanan terdapat tahanan lebih besar, bagian kiri

teraba bagian-bagian kecil

Leopold III : bagian bawah teraba membulat, konsistensi keras, ballottement (+)

Leopold IV : bagian terendah belum masuk PAP (konvergen)

Auskultasi :

DJJ : (12-11-12) 140x/menit, teratur

Tafsiran Berat Janin : TFU (cm) -12 x 155= 31 -12 x 155= 2945 gram

Pemeriksaan Dalam

Vaginal Toucher

Φ 2cm, KK (+), Eff 50%

Bagian bawah kepala janin, ↓ Hodge I

Ubun-ubun kecil kiri depan

PPV (-)

DJJ: (12-11-12) 140x/menit, teratur

C. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (pada tanggal 11 Desember 2012)

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hb :13,2g/dl Ht : 39,1%

Leukosit : 8,82/ul Trombosit : 287.000/ul

Eosinofil : 1% Eritrosit : 4,89juta

Basofil : 0,2% RDW : 13%

Segmen :67,1% PDW : 57,4fL

Limfosit : 23,9% MPV : 8,1mikro/m3

Monosit :5,3% LED : 35/65mm/jam

MCV : 79.9fl BT : 1,30menit

MCH : 27pg CT : 5menit

MCHC : 33,8g/dl

6

Page 7: Hydrops Fetalis

D. RINGKASAN (RESUME)

Sejak 4 jam SMRS, OS mengeluh perutnya terasa kenceng-kenceng, tidak ada cairan

ataupun darah yang keluar dari jalan lahir.

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Nadi : 87x/menit

Suhu : 36⁰C

Pernapasan : 20x/menit

Hb :13,2g/dl

Vaginal Toucher

Φ 2cm, KK (+), Eff 50%

Bagian bawah kepala janin, ↓ Hodge I

Ubun-ubun kecil kiri depan

PPV (-)

DJJ: (12-11-12) 140x/menit, teratur

E. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja dan dasar diagnosis

Diagnosis kerja:

GIIIPIIA0 umur 39 tahun, Hamil 37 minggu

Anak 1 hidup intrauterine

Presentasi kepala (belum masuk PAP), puka

Inpartu

Hydrops fetalis

Hidramion

Resiko tinggi

Dasar diagnosis:

Umur ibu 39 tahun (risiko tinggi)

Riwayat minum obat-obatan dan jamu pada kehamilan trisemester awal

Diagonisis diferensial

Infeksi TORCH

7

Page 8: Hydrops Fetalis

Pemeriksaan yang dianjurkan

TORCH

Rencana Pengelolaan:

a. Medika Mentosa:

D5% 20tetes/menit

b. Non Medica Mentosa:

Bed rest

c. Tindakan:

Evaluasi 4 jam

Pengawasan 10

Prognosis :

Power : dubia ad malam

Passage : dubia ad malam

Passanger : malam

FOLLOW UP

Senin, 10 Desember 2012, 11.10am

S: perut kenceng-kenceng

O:

TD: 130/80x/menit

N: 87x/menit

RR: 20x/menit

S: 360C

Mata: CA-/-, SI-/-, RC+/+, pupil isokor Φ 3mm/3mm

Cor: BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler, rhonchi-/-, wheezing-/-

Abdomen: buncit membujur, bising usus (+)

Ekstremitas: akral hangat, edema (-)

LI: TFU setinggi proc.xyphoideus

LII: puka

LIII: kepala

LIV: belum masuk PAP

8

Page 9: Hydrops Fetalis

DJJ: (12-11-12) 140x/menit, teratur

His: (+)

PPV: (-)

VT Φ 3cm, KK (+), Eff 50%

Bagian bawah kepala janin, ↓ Hodge I

Ubun-ubun kecil kiri depan

A:

Dx/ GIIIPIIA0, 39 tahun, H 37 minggu

Anak1 hidup intrauterine

Presentasi kepala bagian terendah belum masuk PAP, puka

Inpartu

Hydrops fetalis

Hidramion

Resiko tinggi

Sikap: memecahkan KK (11.15am)

(air ketuban ±2000cc)

Senin, 10 Desember 2010, 21.00pm

VT Φ 3cm, KK (-)

Bagian bawah kepala janin, ↓ Hodge I

Ubun-ubun kecil kiri depan

DJJ: (12-12-12) 144x/menit, teratur

His: (+)

PPV: air ketuban

Dx/ GIIIPIIA0, 39 tahun, H 37 minggu

Anak1 hidup intrauterine

Presentasi kepala bagian terendah belum masuk PAP, puka

Inpartu

Hydrops fetalis

Hidramion

Resiko tinggi

9

Page 10: Hydrops Fetalis

Selasa, 11 Desember 2012, 06.00am

VT Φ 3cm, KK (-)

Bagian bawah kepala janin, ↓ Hodge I

Ubun-ubun kecil kiri depan

DJJ: (12-12-12) 144x/menit, teratur

His: (+)

PPV: (-)

Dx/ GIIIPIIA0, 39 tahun, H 37 minggu

Anak1 hidup intrauterine

Presentasi kepala bagian terendah belum masuk PAP, puka

Inpartu

Hydrops fetalis

Hidramion

Resiko tinggi

Sikap: terminasi kehamilan (pasien minta SC)

Laporan operasi (11 Desember 2012, 07.00-08.30am)

Insisi dinding abdomen di linea mediana lapis demi lapis ±10cm

Tampak uterus dan hamil aterm

Plica vesico uterine dibuka

Insisi semilunar di segmen bawah rahim ±10cm

Kepala bayi diluksir, bayi dilahirkan

Bayi ♂, BB 3200gram, PB 45cm

Plasenta dilahirkan secara manual, kotiledon lengkap

Kontrol perdarahan, tidak ada perdarahan

Jahit uterus dengan benang chromic catgut No. 1 jelujur

Overhecting dengan benang chromic catgut No. 1 jelujur

Jahit plica vesico uterine dengan chromic catgut No. 1 jelujur

Jahit dinding abdomen sampai kutis

Operasi selesai

10

Page 11: Hydrops Fetalis

Rabu, 12 Desember 2012, 06.00am

S: flatus (-), haus mau minum, bekas operasi sakit

O:

TD: 110/70mmHg

N: 84x/menit

RR: 20x/menit

S: 370C

KU: baik

Mata: CA-/-, SI-/-, RC+/+, pupil isokor Φ 3mm/3mm

Cor: BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler, rhonchi-/-, wheezing-/-

Abdomen: supel, bising usus (+), nyeri tekan (+)

TFU: 2 jari di bawah umbilicalis

PPV: darah (±1 pembalut)

Ekstremitas: akral hangat, edema (-)

ASI: (-)

A:

Dx/ PIIIA0, 39 tahun, post operasi SC hari ke-1 atas indikasi permintaan pasien

P: Mobilisasi

Cek urine lengkap dan Hb

Pengobatan pasca operasi laparatomi:

DS/RL/NaCl 0,9% 20tetes/menit

Stabactam (Sulbactam) 2x1gram i.v

Tradyl (Tramadol) 3x1amp (50mg/ml 2ml) i.v

Pospargin (Methylergometrine) 2x1amp (0,2mg/ml 1ml) i.v

Alinamin F (Fursultiamine) 2x1amp i.v

Hemafort (Ferrous II fumarate) 1x1

Extrace (Ascorbic acid) 1x1amp (100mg/ml 2ml) i.v

Linoral (Ethinyl estradiol) 3x1tab

Pemeriksaan Urine Lengkap (12 Desember 2012, 08.18)

Albumin : (-) Epitel ren (sedimen) : 0

Reduksi : (-) Epitel Sel : 6-8

11

Page 12: Hydrops Fetalis

Bilirubin : (-) Eritrosit : 70-80

Reaksi /pH : 5,5 Leukosit : 10-15

Urobilirogen : Normal Silinder : 0

Benda Keton : (-) Parasit : (-)

Nitrit : (-) Bakteri : (-)

Berat Jenis : 1,025 Jamur : (-)

Darah Samar : (+)1 Kristal : (-)

Leukosit : (+)1 Vitamin C : (+)1

Pemeriksaan Laboratorium (11 Desember 2012, 13.22pm)

Hemoglobin: 10,70g/dl

Kamis, 13 Desember 2012, 06.30am

S: bekas operasi sakit, pusing (-), mual (-), muntah (-)

O:

TD: 110/80mmHg

N: 80x/menit

RR: 20x/menit

S: 36,50C

KU: baik

Mata: CA-/-, SI-/-, RC+/+, pupil isokor Φ 3mm/3mm

Cor: BJ I&II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler, rhonchi-/-, wheezing-/-

Abdomen: supel, bising usus (+), nyeri tekan (+)

TFU: 2 jari di bawah umbilicalis

PPV: darah (±1 pembalut)

Ekstremitas: akral hangat, edema (-)

ASI: (-)

A:

Dx/ PIIIA0, 39 tahun, post operasi SC hari ke-2 atas indikasi permintaan pasien

P: Tx/ lanjut

12

Page 13: Hydrops Fetalis

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Hidrops fetalis adalah bahasa latin dari suatu edema janin. Istilah ini diperkenalkan

pertama kali oleh Ballantyne tahun 1892, meskipun sesungguhnya kondisi  ini telah diketahui

sejak dua abad yang lalu.   Gambaran klinis dari penyakit ini adalah abnormalitas akumulasi

cairan dalam rongga tubuh (pleural, percardial dan peritoneal) dan jaringan lunak tubuh

dengan ketebalan dinding lebih dari 5 mm. Hidrop fetalis sering berhubungan dengan

hidramnion dan penebalan plasenta (>6 mm) pada 30–75% kasus. Sejumlah kasus ditemukan

pula hepatosplenomegali. Masalah dasar pada hidrop fetalis adalah gangguan keseimbangan

cairan homeostasis dimana terjadi banyak amumulasi cairan dibandingkan dengan yang di

absorbsi.

Pada beberapa pasien, juga dapat berhubungan dengan polihidramnion dan edema

plasenta. Hidrops biasanya pertama kali dideteksi dari pemeriksaan USG selama trimester

pertama atau kedua kehamilan. Kumpulani cairan dapat mudah terdeteksi, namun akumulasi

cairan yang sedikit dan ringan dan kadang sulit dikenali dalam deteksi USG rutin.

Ada dua jenis hidrops fetalis: imun dan non-imun. Hidrops fetalis imun merupakan

komplikasi inkompatibilitas Rh yang parah. Inkompatibilitas Rh ini menyebabkan kerusakan

besar sel-sel darah merah, yang mengarah ke beberapa masalah, termasuk pembengkakan

tubuh total. Pembengkakan parah dapat mengganggu kerja organ-organ tubuh. Hidrops fetalis

non-imun terjadi ketika kondisi penyakit mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatur

cairan. Ada tiga penyebab utama untuk jenis ini: masalah jantung atau paru-paru, anemia

berat (thalasemia), dan cacat genetik.

13

Page 14: Hydrops Fetalis

PEMBAHASAN

Definisi

Hidrops fetalis adalah kondisi janin serius dengan menifestasi akumulasi abnormal

cairan dalam dua atau lebih kompartemen janin, termasuk ascites, efusi pleura, efusi

perikardial, dan edema kulit.1

Fisiologi Cairan Amnion

Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran

tersendiri pada setiap usia kehamilan. Cairan amnion merupakan komponen penting bagi

pertumbuhan dan perkembangan janin selama kehamilan. Telah diketahui bahwa cairan

amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang memberikan ruang bagi

janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma

mekanik dan trauma termal.

Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara umum

volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke 8 usia kehamilan dan meningkat

menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian akan menurun

secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume

cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada

pertengahan gestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Terdapat 3 cara yang sering dipakai

untuk mengetahui jumlah cairan amnion, dengan tehnik single pocket , dengan memakai

Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara subjektif pemeriksa.

Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Urin janin lebih banyak terdiri dari

urea, kreatinin dan asam urat dibandingkan plasma., juga terdiri dari deskuamasi sel-sel janin,

vernix, lanuga dan bermacam sekresi. Ginjal janin mulai memproduksi urin sebelum akhir

trimester pertama, dan terus berproduksi sampai kehamilan aterm. Cairan paru janin memiliki

peran yang penting dalam pembentukan cairan amnion. Pada penelitian dengan menggunakan

14

Page 15: Hydrops Fetalis

domba, didapatkan bahwa paru-paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari,

dimana 50% dari produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut.

Untuk mencapai keseimbangan dalam regulasi cairan amnion, janin menelan cairan amnion,

dan juga mengabsorbsinya. Sembilan puluh delapan persen cairan amnion adalah air dan

sisanya adalah elektrolit, protein, peptide, karbohidrat, lipid, dan hormon. Faktor

pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan faktor pertumbuhan mirip EGF,

misalnya transforming growth factor-α, terdapat di cairan amnion.

Hidramnion dijumpai pada sekitar 1 persen dari semua kehamilan. Sebagian besar

penelitian klinis mendefinisikan hidramnion sebagai cairan amnion yang lebih besar dari 25

cm. Hidramnion terjadi oleh karena berbagai sebab. Dari faktor janin sendiri misalnya karena

anomali kongenital, obstruksi gastrointestinal, hidrops non imun, aneuploidi.

Gejala klinis utama pada hidramnion adalah pembesaran uterus disertai kesulitan

dalam meraba bagian-bagian kecil janin dan mendengar denyut jantung janin. Pada kasus

berat, dinding uterus sangat tegang. Membedakan antara hidramnion, asites, atau kista

ovarium yang besar biasanya mudah dilakukan dengan evaluasi ultrasonografi. Cairan

amnion dalam jumlah besar hampir selalu mudah diketahui sebagai ruang bebas-echo yang

sangat besar di antara janin dan dinding uterus atau plasenta. Kadang mungkin ditemui

kelainan janin misalnya anensefalus atau defek tabung syaraf lain, atau anomali saluran

cerna.

Indometasin mengganggu produksi cairan paru atau meningkatkan penyerapannya,

mengurangi produksi urin janin, dan meningkatkan perpindahan cairan melalui selaput janin.

Dosis yang digunakan oleh sebagian besar peneliti berkisar dari 1,5–3 mg/kg/hari.

Cairan amnion sering digunakan untuk keperluan diagnosis, misalnya untuk

mengetahui kematangan paru janin, mendeteksi gawat nafas pada janin dan mendiagnosis

ketuban pecah sebelum waktunya.2

Epidemiologi

Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus tidak

terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus mungkin berakhir

secara spontan di dalam rahim.

15

Page 16: Hydrops Fetalis

Perkiraan secara umum hidrops fetalis di Amerika Serikat adalah sekitar 1 dalam 600

banding 1 dalam 4000 kehamilan. Insiden hidrops kekebalan tubuh menurun secara

signifikan dengan penggunaan macam imunisasi pasif menggunakan imunoglobulin

Rh untuk Rh-negatif ibu pada usia kehamilan 28 minggu (setelah dicurigai perdarahan

fetomaternal) dan postpartum (setelah bayi Rh-positif). Efektivitas program ini telah

ditunjukkan oleh penurunan kejadian penyakit hemolitik Rh dari janin atau bayi baru

lahir, dari 65 dalam 10.000 kelahiran di Amerika Serikat pada 1960-10,6 di 10.000

kelahiran pada tahun 1990.

Hidrops fetalis jauh lebih umum di Asia Tenggara. Di Thailand, frekuensi  hidrops,

dari homozigot alfa-thalassemia atau hidrops Bart sendiri, adalah 1 dalam 500

banding 1 dalam 1500 kehamilan, Sedangkan angka Akurat dari wilayah Mediterania

tidak pernah dilaporkan

Pengaruh jenis kelamin pada hidrops fetalis sebagian besar berkaitan dengan

penyebab kondisi tertentu. Bagian penting dari hidrops berhubungan dengan kelainan

kromosom. Resiko pria yang lebih besar adalah peningkatan hampir 13 kali lipat 

pada hidrops janin laki-laki dengan penyakit hemolitik Rh D.

Insidens pasien yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus (yaitu rhesus negatif) adalah

15% pada ras berkulit putih dan 5% berkulit hitam, jarang pada bangsa Asia. Rhesus

negatif pada orang Indonesia jarang terjadi, kecuali adanya perkawinan dengan orang

asing yang bergolongan rhesus negatif. 1,3,4

Hidrops Fetalis Imun

Sistem Golongan Darah ABO

Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada

eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-

antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D, dan

merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Tidak seperti pada ABO sistem

dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang

berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu

oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus

merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya.

Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara

16

Page 17: Hydrops Fetalis

parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat

menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darah ABO nya sama.

Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul 160.000, daya endap

(sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum

juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat

melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita

penyakit hemolisis.

Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut yang

diakibatkan oleh alloimun antibodi (anti-D atau inkomplit IgG antibodi golongan darah

ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat

spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin.

Penyebab hemolisis tersering pada neonatus adalah pasase transplasental antibodi maternal

yang merusak eritrosit janin.

Pada tahun 1892, Ballantyne membuat kriteria patologi klinik untuk mengakkan

diagnosis hidrops fetalis. Diamond dkk. (1932) melaporkan tentang anemia janin yang

ditandai oleh sejumlah eritroblas dalam darah berkaitan dengan hidrops fetalis.

Pada tahun 1940, Lansstainer menemukan faktor Rhesus yang berperan dalam

patogenesis kelainan hemolisis pada janin dan bayi. Levin dkk (1941) menegaskan bahwa

eritroblas disebabkan oleh Isoimunisasi maternal dengan faktor janin yang diwariskan secara

paternal. Find (1961) dan Freda (1963) meneliti tentang tindakan profilaksis maternal yang

efektif.1

Rhesus CDE

Ada tiga subtipe antigen spesifik C,D,E dengan pasangannya c, e, tapi tidak ada d.

Hanya gen D dipakai sebagai acuan faktor rhesus. Istilah yang sekarang digunakan adalah

Rhesus (D), bukan hanya Rhesus. Sel rhesus (D) positif mengandung substansi (antigen D)

yang dapat merangsang darah rhesus (D) negatif memproduksi antibodi. Gen c, e, dan E

kurang berperan disini. Hal ini dapat menjelaskan mengapa antibodi yang dihasilkan oleh

wanita Rhesus negatif disebut anti-D (anti-rhesus D).

17

Page 18: Hydrops Fetalis

Seorang wanita Rhesus (D) positif tak akan memproduksi antibodi, karena darah yang

positif tak akan memproduksi anti-d, tak ada anti Rhesus d. Seseorang mempunyai Rhesus

(D) negatif, jika diwariskan gen d dari tiap orang tua. Mungkin saja anak Rhesus (D) negatif,

jika ibu Rhesus (D) negatif dan bapak Rhesus (D) positif. Bapak dapat mempunyai gen D

atau d, sehingga bayi dapat mewarisi gen d dari bapaknya. Sebaliknya, wanita Rhesus (D)

negatif dengan pasangan Rhesus (D) negatif, dan tak akan timbul inkompatibilitas Rhesus,

walaupun ibu telah membawa anatibodi Rhesus (D) dari kehamilan sebelumnya.1

Gejala Klinis

Hidrops fetalis adalah bayi yang menunjukan edema yang menyeluruh, asites dan

efusi pleura pada saat lahir. Perubahan patologi klinik yangg terjadi bervariasi, tergantung

intensitas proses. Pada kasus parah, terjadi edema subkutan dan efusi kedalam kavum serosa

(hidrops fetalis). Hemolisis yang berlebihan dan berlangsung lama akan menyebabkan

hiperplasia eritroid pada sumsum tulang, hematopoesis ekstrameduler didalam lien dan hepar.

Juga terjadi pembesaran jantung dan perdarahan pulmoner. Asites dan hepatosplenomegali

yang terjadi dapat menimbulkan distosia akibat abdomen janin yang sangat membesar.

Hidrothoraks yang terjadi dapat mengganggu respirasi janin.

Janin dengan hidrops dapat meninggal dalam rahim akibat anemia berat dan

kegagalan sirkulasi. Bayi hidrops yang bertahan hidup tampak pucat, edematus dan lemas

pada saat dilahirkan. Lien dan hepar membesar, ekimosis dan petikie dan menyebar, sesak

nafas dan kolaps sirkulasi. Kematian dapat terjadi dalam waktu beberapa jam meskipun

transfusi sudah diberikan.

Hiperbilirubin dapat menimbulkan gangguan sistem syaraf pusat, khususnya ganglia

basal atau menimbulkan kernikterus. Gejala yandg muncul berupa letargia, kekakuan

ekstremitas, retraksi kepala, strabismus, tangisan melengking, tidak mau menetek dan kejang-

kejang. Kematian terjadi dalam usia beberapa minggu.

Pada bayi yang bertahan hidup, secara fisik tak berdaya, tak mampu menyanggah

kepala dan tak mampu duduk. Kemampuan berjalan mengalami keterlambatan atau tak

pernah dicapai. Pada kasus yang ringan akan terjadi inkoordinasi motorik dan tuli konduktif.

Anemia yanag terjadi akibat gangguan eritropoesis dapat bertahan selama berminggu–

minggu hingga berbulan- bulan.1,3,5

18

Page 19: Hydrops Fetalis

Patofisiologi

Pada saat ibu hamil eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam

sirkulasi darah ibu, yang dinamakan Feto maternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki

antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk

membentuk imun antibodi. Imun antibodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan

kemudian masuk kedalam peredaran darah janin, sehingga sel-sel eritrosit janin akan

diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis.

Hemolisis terjadi dalam kandungan dan akibatnya adalah pembentukan eritrosit oleh tubuh

secara berlebihan, sehingga akan didapatkan eritrosit berinti banyak, yaitu eritroblas.

Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya

sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam

tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi

tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin.

Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya,

misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah

Rhesus positif, atau pada kehamilan kedua dan berikutnya.1,5

Bagan 1. Patofisiologi Hidrops Fetalis Nonimum

19

Page 20: Hydrops Fetalis

Parvovirus B19

Parvovirus B19 manusia adalah DNA beruntai tunggal virus yang biasanya

menginfeksi dengan cepat membagi baris sel, seperti sel-sel progenitor erythroid. Parvovirus

B19 telah terbukti menyebabkan sindrom infeksi kongenital, diwujudkan dengan ruam,

anemia, hepatomegali, dan kardiomegali. Parvovirus B19 infeksi dapat menyebabkan hidrops

fetalis keguguran atau nonimmune. Karena sebagian besar ibu hamil yang terinfeksi virus ini

tidak menunjukkan gejala, menentukan risiko infeksi janin dan nonimmune hidrops fetalis

sulit.

Hasil baik yang mengejutkan, resolusi spontan terjadi pada sekitar sepertiga dari

insiden tersebut, dan sekitar 85% dari mereka yang menerima transfusi janin dapat bertahan

hidup. Virus ini tidak bersifat teratogenik dan, meskipun laporan dari kegigihan virus pada

jaringan miokard dan otak, hasil perkembangan saraf pada penderita tampaknya normal.

Diagnosis awal dan akurat dengan menggunakan serologis ibu dan/atau molekul biologis

teknik PCR sangat penting. Hasil positif biasanya dikonfirmasi dengan PCR janin secara

langsung, studi tentang hemoglobin, hematokrit, dan trombosit untuk merencanakan rencana

perawatan yang tepat.

Infeksi Parvovirus B19 pada wanita hamil dapat mengakibatkan hidrops fetalis,

terutama bila infeksi terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu. Di Amerika Serikat, etiologi

yang paling umum dari hidrops fetalis adalah parvovirus B19 infeksi. Infeksi Parvovirus pada

wanita hamil dikaitkan dengan hidrops fetalis karena anemia janin yang berat, kadang-kadang

menyebabkan keguguran atau kelahiran mati. Risiko kematian janin sekitar 10% jika infeksi

terjadi sebelum 20 minggu kehamilan khususnya antara minggu 14 dan 20, tapi minimal

setelah itu. Skrining rutin dari sampel antenatal akan memungkinkan ibu hamil untuk

menentukan risiko infeksi. Resiko bagi janin akan berkurang dengan benar diagnosis anemia

dengan USG dan pengobatan oleh transfusi darah. Ada beberapa bukti klinis yang

menunjukkan bahwa infeksi Parvovirus B19 intrauterin menyebabkan kelainan

perkembangan pada anak di masa depan. Mikrograf menunjukkan perubahan virus pada janin

sel darah merah dalam kasus infeksi parvovirus.4

20

Page 21: Hydrops Fetalis

Faktor Resiko

Faktor maternal:

Golongan daran Rh negatif (d, d)

Antibodi golongan darah isoimmune

Risiko penggunaan narkoba

Penyakit kolagen-vaskular

Penyakit tiroid atau diabetes

Organ transplantasi (hati, ginjal)

Trauma tumpul abdomen

Koagulopati

Penggunaan indometasin, natrium diklofenak, atau obat-obatan yang berpotensi

teratogenik selama kehamilan

Usia muda (<16 tahun) atau lebih tua (> 35 tahun)

Faktor risiko untuk penyakit menular seksual

Hemoglobinopati (terutama dengan etnis Asia atau Mediterania)

Paparan perkerjaan (okupasional)

Binatang peliharaan

Epidemi penyakit virus yang terjadi di lingkungan sekitar

Riwayat keluarga:

Ikterus pada anggota keluarga lain atau pada anak sebelumnya

Riwayat keluarga kembar (khusus, monozigot)

Riwayat keluarga kelainan genetik, kelainan kromosom, atau penyakit metabolik

Kongenital malformasi pada anak sebelumnya

Kematian janin sebelumnya

Hidramnion pada kehamilan sebelumnya

RIwayat hidrops fetalis

Transfusi fetomaternal

Penyakit jantung bawaan pada anak sebelumnya

Apabila terdapat salah satu temuan berikut dari fisik ibu atau janin harus segera

21

Page 22: Hydrops Fetalis

evaluasi diagnostik lebih lanjut:

Twinning

Hidramnion

Exanthem atau bukti lain dari penyakit kambuhan virus

Lesi herpes atau chancre

Penurunan gerakan janin1,3,5

Etiologi

Isoimmun:

Rh (paling sering D, juga C, c, E, e)

ABO

Kidd (Jka, Jkb)

Duffy1,5 

Tabel 1. Etiologi Hidrops Fetalis Nonimun

22

Page 23: Hydrops Fetalis

Pemeriksaan Laboratorium

23

Page 24: Hydrops Fetalis

Coombs test

Diagnosis isoimunisasi berdasarkan deteksi antibodi pada serum ibu. Metode paling

sering digunakan untuk menapis antibodi ibu adalah tes Coombs tak langsung.

(penapisan antibodi atau antiglobulin secara tak langsung). Tes ini bergantung kepada

pada kemampuan anti IgG (Coombs) serum untuk mengaglutinasi eritrosit yang

dilapisi dengan IgG.

Untuk melakukan tes, serum darah pasien dicampur dengan eritrosit yang diketahui

mengandung mengandung antigen eritrosit tertentu, diinkubasi, lalu eritrosit dicuci.

Suatu substansi lalu ditambahkan untuk menurunkan potensi listrik dari membran

eritrosit, yang penting untuk membantu terjadinya aglutinasi eritrosit. Serum Coombs

ditambahkan, dan jika imunoglobulin ibu ada dalam eritrosit, maka aglutinasi akan

terjadi. Jika test positf, diperlukan evaluasi lebih lanjut untuk menentukan antigen

spesifik.

Gambar 1. Coombs Test

24

Page 25: Hydrops Fetalis

PCR

Perkiraan kualitatif dan kuantitatif dari proporsi sel darah merah mengandung

hemoglobin janin dalam sirkulasi ibu memiliki nilai tertentu.

Teknik Betke-Kleihauer tergantung pada kerentanan yang berbeda dari sel yang

mengandung hemoglobin janin dari orang-orang dengan hemoglobin dewasa ketika

mengalami asam-kromatografi.

Sebuah metode baru menggunakan flow cytometry juga berguna sebagai pemeriksaan.

Hasil yang keluar, baik menggunakan metode Betke-Kleihauer dan flow cytometry

harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena sensitivitas dan spesifisitas dari tes

diagnostik ini kurang akurat, telah dibuktikan dalam beberapa studi.

Skrining Sifilis menggunakan VDRL

Infeksi CMV, herpes simpleks (TORCH), dan spesifik enzim-linked immunosorbent

assay (ELISA) lebih sensitive untuk studiinfeksi agen individu.

Hemoglobin elektroforesis untuk alfa-thalassemia heterozigositas telah berguna dalam

etnis populasi beresiko.

Tes skrining serum maternal (multipel-marker, triple-screen, triple-marker), biasanya

digunakan jika anomali janin diduga, memiliki nilai pasti dengan hidrops fetalis.

Dalam satu studi, tes skrining positif (salah satu dari 3 digunakan) dengan

sensitivitas hanya 60% dalam 19 kasus sindrom Turner dibedakan beberapa janin

dengan hygroma kistik dan/atau hidrops dari mereka yang tidak. Masing-masing

komponen dari tes ini diperiksa secara terpisah dalam beberapa studi lain.

Peningkatan kadar AFP telah dilaporkan dalam hidrops berhubungan dengan

perdarahan fetomaternal, hemangioma tali pusat, polikistik ginjal, CMV, dan

parvovirus, namun, tingkat AFP serupa pada bayi dengan sindrom Turner dengan

atau tanpa hidrops. Nilai diagnostik yang tepat dari skrining AFP tidak pasti

karena studi definitif tidak tersedia.

Rendahnya tingkat estriol unconjugated (uE3) telah ditemukan pada bayi hidropik

dengan Sindrom Smith-Lemli-Opitz, tetapi tes tidak dapat menunjukkan nilai

25

Page 26: Hydrops Fetalis

yang membedakan antara bayi dengan atau tanpa hidrops, dan nilai normal telah

diamati pada kematian beberapa bayi hidropik.

Nilai Human chorionic gonadotropin telah dilaporkan secara signifikan

meningkat pada hidrops dengan teratoma sacrococcygeal, koriokarsinoma,

Parvovirus, sindrom Turner, dan sindrom Down, namun, nilai ini juga telah

normal dalam beberapa kematian janin hidropik terkait dengan Parvovirus.

Dalam sebuah studi tunggal, level inhibin-A meningkat nyata pada 12 janin

dengan sindrom Turner dengan hidrops dan berkurang secara signifikan pada

mereka tanpa hidrops janin.

Nilai alkali fosfatase serum maternal IgG plasenta meningkat dengan hidrops

fetalis.

Studi sampel direk invasif AF janin (cairan ketuban) atau jaringan plasenta atau cairan

telah menunjukkan nilai diagnosis definitif, pemantauan efektivitas pengobatan, dan

prognosis yang akurat di sejumlah kondisi yang berhubungan dengan hidrops.

Karyotyping selalu diindikasikan jika ada faktor herediter atau hasil USG

mengungkapkan kelainan kromosom atau factor herediter.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat mengenai status janin, janin sampel

langsung diambil dengan kordosentesis (atau sampling periumbilikalis).

Sampel janin oleh kordosentesis diikuti dengan bradikardia signifikan.

Elevasi AF alkali fosfatase telah diamati dalam hubungan dengan hidrops janin akibat

sindrom Turner, walaupun mungkin penemuan yang spesifik, studi lebih lanjut

diperlukan.1,3,5

Pemeriksaan Radiologi

1. Ultrasonography

2. 4D Ultrasound

3. Doppler Ultrasound

26

Page 27: Hydrops Fetalis

4. Biophysical Profile1,5

Gambar 2. Gambaran USG Hidrops Fetalis

Gambar 3. 4D Ultrasound

Gambar 4. Doppler Ultrasound

27

Page 28: Hydrops Fetalis

Tabel 2. Biophysical Profile

Penatalaksanaan

Diagnosis dan pengelolaan hidrops fetalis menjadi tantangan tersendiri bagi perinatologis

dan neonatologis. Tingkat kematian yang tinggi, dan pilihan pengobatan yang terbatas.

Faktor yang paling penting untuk memastikan pengobatan yang tepat dari janin dengan

28

Page 29: Hydrops Fetalis

hidrops adalah diagnosis yang tepat dan rinci. Sampai patofisiologi yang mendasari,

dipahami dan luasnya kelainan memimpin pengembangan hidrops benar-benar

didefinisikan, segala upaya pengobatan adalah sia-sia dan berpotensi membahayakan.

Jika didiagnosis sebelum lahir, ibu harus dirujuk ke pusat berisiko tinggi untuk

pengelolaan lebih lanjut dan konseling multidisiplin karena tingginya resiko kematian

janin.

Steroid prenatal harus diberikan jika terjadi pada kelahiran prematur.

Setelah masalah yang mendasari benar-benar dipahami, menjawab pertanyaan tentang

apakah kelainan ini kompatibel dengan kehidupan, apakah kelangsungan hidup janin akan

berada di biaya dengan kualitas yang dapat diterima hidup yang buruk, dan apa

konsekuensi mungkin untuk generasi mendatang. Saat ini, keterlibatan orang tua dan

bimbingan persyaratan mendasar dan memerlukan pengetahuan penuh oleh orang tua dari

semua konsekuensi potensial mungkin.

Jika keputusan dibuat untuk melanjutkan kehamilan, langkah selanjutnya adalah untuk

memutuskan apakah akan melakukan intervensi dengan pengobatan janin invasif dan

menentukan pada titik kelahiran prematur merupakan resiko yang kecil bagi janin dari

usia kehamilan lanjutan. Karena ketidakpastian besar tentang pertanyaan-pertanyaan ini

tidak dapat dihindari, terlepas dari penyebab yang mendasari, keterlibatan orang tua

penuh sangat penting.

Intervensi janin mungkin termasuk transfusi janin untuk anemia janin, obat antiaritmia

ibu (misalnya digoksin) untuk aritmia janin, dan dalam operasi rahim (misalnya,

thoracocentesis janin / paracentesis, reseksi bedah).

Keputusan tentang pengobatan janin sering tidak menentu karena bukti yang diperlukan

untuk diagnosis tidak tersedia. Meskipun banyak pendekatan ditemukan dalam literatur,

tidak ada uji klinis yang dirancang dengan baik berbasis bukti.

Skema pengobatan hanya didasarkan pada bukti empiris dan pengalaman masing ahli.

Dalam keadaan demikian, keputusan pengobatan yang sulit, terutama untuk dokter yang

membutuhkan bukti untuk menyeimbangkan risiko terhadap manfaat dari pengobatan

khusus.

29

Page 30: Hydrops Fetalis

Lebih memperumit masalah ini, remisi spontan dari proses hidropik telah dilaporkan

dalam ratusan kasus. Penyebab dalam kasus ini termasuk aritmia jantung, twin-to-twin

transfusion syndrome, penyerapan paru, malformasi adenomatoid fibrosis paru-paru,

penyakit penyimpanan lisosomal, hygroma fibrosis dengan atau tanpa sindrom Noonan,

baik parvovirus dan infeksi CMV, chorangioma plasenta, dan idiopatik asites atau efusi

pleura. Dokter dan orang tua benar-benar harus memahami bahwa keputusan pada saat ini

pada dasarnya tidak pasti dan sewenang-wenang.

Belum terbukti berisiko tinggi perawatan lebih mudah untuk menerima ketika  prosedur

ditargetkan untuk memperbaiki patofisiologi yang mendasari menyebabkan hidrops

fetalis. Skema manajemen yang paling banyak diterima adalah termasuk transfusi janin

anemia benar apapun penyebabnya, obat untuk aritmia jantung, koreksi atau pengurangan

ruang lesi yang menghalangi vena jantung atau limfatik, dan prosedur yang dirancang

untuk menghentikan hilangnya janin dari darah, apapun penyebabnya.

Ketidakmatangan janin dapat mencegah pendekatan ini, penggunaan obat secara umum

telah diterima sebagai sesuai. Namun, apakah ini dibenarkan tidak didukung oleh bukti

dari uji klinis terkontrol, dan frekuensi yang berhenti spontan dari aritmia dan remisi dari

hidrops telah dilaporkan harus mempromosikan sikap skeptis dan lebih hati-hati tentang

terapi obat janin dari umumnya telah standar .

Obat telah diberikan kepada ibu (oral, intramuskular, intravena), untuk janin

(intraperitoneal, intramuskular, intravena melalui kordosentesis), untuk memperbaiki

aritmia janin.

Obat yang digunakan diantaranya digitalis, furosemid, flecainide, verapamil, amiodaron,

propanolol, prokainamid, quinidine, adenosin, sotalol, terbutaline, kortikosteroid, dan

imunoglobulin; berbagai kombinasi obat ini juga telah digunakan.

Meskipun adenosin tampaknya sangat efektif dengan aritmia supraventricular, dan terapi

kortikosteroid tampaknya efektif untuk blok jantung janin yang lengkap terkait dengan

penyakit kolagen ibu, pilihan obat tetap empiris dan sewenang-wenang, sampai saat bukti

definitif dari uji klinis telah dilakukan.

Sebaiknya dokter memilih pendekatan yang memberikan risiko rendah untuk janin dan

ibu sampai data lebih definitif yang tersedia.

30

Page 31: Hydrops Fetalis

Keberhasilan transfusi janin intrauterin intraperitoneal dengan sel darah merah dikemas

dalam pengobatan janin anemia kehamilan isoimmunized telah menjadi kisah sukses

untuk pengobatan modern perinatal. Sayangnya, kontrol bersejarah membentuk dasar

untuk kesimpulan ini, dan bukti definitif dari uji klinis acak mungkin bwlum pernah

dikaporkan.

Transfusi janin menggunakan rute intraperitoneal tampaknya telah menjadi diterima

sebagai standar perawatan untuk janin dengan anemia berat.

(Hct <30%) merupakan indikasi untuk transfusi vena umbilikalis pada bayi dengan

ketidakmatangan paru. Transfusi janin intravaskular difasilitasi oleh sedasi ibu dan janin

dengan diazepam dan dengan kelumpuhan janin dengan pankuronium. Sel darah merah

dikemas diberikan setelah pencocokan silang dengan serum ibu. Sel-sel harus diperoleh

dari donor CMV-negatif dan iradiasi untuk membunuh limfosit/transfusi harus mencapai

tingkat posttransfusion Hct dari 45-55% dan dapat diulang setiap 3-5 minggu.

Indikasi untuk pemberian obat kematangan paru, gawat janin, komplikasi pengambilan

sampel darah tali perkutan, atau usia kehamilan 35-37 minggu.

Tingkat kelangsungan hidup untuk transfusi intrauterin adalah 89%, tingkat komplikasi

adalah 3%. Komplikasi termasuk pecahnya membran dan kelahiran prematur, infeksi,

gangguan janin membutuhkan pengiriman darurat sesar, dan kematian perinatal.

Dilaporkan rute pemberian produk darah pada janin melalui perkutan vena umbilikalis,

vena umbilikalis intrahepatik, arteri umbilikalis, dan pendekatan berbagai gabungan

ibntervensi. Transfusi intrakardiak juga telah dilaporkan. Sukses telah diklaim dengan

transfusi janin parsial dikemas-sel uang, plasmapheresis ibu, prometazin ibu atau

pengobatan kortikosteroid, janin intravena Ig-G, transfusi trombosit janin, dan

administrasi janin manusia granulosit-stimulating faktor, sekali lagi menggunakan

berbagai rute.

Penggunaan metode invasif langsung mungkin meningkatkan risiko janin.

Pendarahan berat karena kerapuhan pembuluh darah, massa tumor vaskuler, perdarahan

masif sering mengakibatkan kematian janin secara cepat. Meskipun mereka yang

bertahan hidup mungkin mendapatkan keuntungan dari transfusi janin, seperti dijelaskan

31

Page 32: Hydrops Fetalis

di atas, perdarahan lanjutan dapat membuat upaya tersebut sia-sia. Dengan demikian,

pendekatan yang lebih agresif dalam kondisi seperti itu dapat dibenarkan.

Photocoagulation dan frekuensi radio teknik ablasi termal juga menunjukkan banyak janji

dalam hal ini. Informasi ini awal, sebagian besar berasal dari studi hewan, dan tidak ada

pengalaman percobaan klinik yang luas pada janin manusia saat ini tersedia. Namun

demikian, penyakit yang mengancam jiwa dapat membenarkan mengancam nyawa

pengobatan dalam beberapa kasus, dan menggunakan teknologi tersebut dalam situasi

perdarahan janin aktif mungkin cukup menjanjikan. Gunakan teknik ini untuk

memperbaiki shunting arteriovenosa besar yang menyebabkan hidrops fetalis juga

menunjukkan janji yang nyata efektivitas.

Efusi pleura ditangani dengan  thoracenteses janin tunggal atau serial, pleurothoraco-

ketuban shunts, dan bedah janin untuk mengoreksi penyebab yang mendasari.

Efusi perikardial  dikelola dengan pericardiocenteses tunggal atau serial atau manuver

drainase berkelanjutan.

Asites dapat diobati dengan peritoneo-amniotic shunts, dan intraperitoneal albumin.

Keberhasilan dan kegagalan telah dilaporkan dengan semua metode; bukti menunjukkan

bahwa salah satu pendekatan adalah lebih baik daripada yang lain karena tepat data

percobaan komparatif tidak tersedia.

Operasi janin dengan koreksi definitif anomali yang mendasari telah dilaporkan dengan

frekuensi meningkat. Kelangsungan hidup janin ditingkatkan dengan malformasi

adenomatoid kistik dan dengan penyerapan bronkopulmonalis telah diamati dalam seri

besar beberapa di mana langkah-langkah korektif langsung telah digunakan. Meskipun

keberhasilan ini telah diukur terhadap hasil menggunakan kontrol bersejarah, tindakan

tersebut masuk akal fisiologis dan, dengan demikian, menunjukkan menjanjikan.

Resusitasi pada hidrops fetalis menimbulkan masalah yang unik untuk neonatologis.

Dokter kandungan harus bekerja sama dengan neonatologis sesegera hidrops

diidentifikasi pada janin.

Setelah hidrops telah didiagnosis antenatal, melakukan segala upaya untuk menegakkan

penyebabnya, ini sangat membantu dalam mengobati bayi saat lahir.

32

Page 33: Hydrops Fetalis

Selain peralatan yang sesuai dan perlengkapan, tim terampil profesional perawatan

kesehatan neonatologis, perawat, ahli terapi pernapasan, radiograf teknisi, teknisi

ultrasonografi yang berpengalaman  harus hadir di ruang bersalin.

Lakukan atau ulangi pemeriksaan ultrasonografi antenatal untuk menilai keberadaan dan

tingkat efusi pleura, efusi perikardial, atau ascites sebelum pengiriman karena cairan

tersebut mungkin memerlukan aspirasi di ruang bersalin untuk membentuk ventilasi yang

cukup dan sirkulasi.

Penilaian hematokrit janin, pO2 dan pH sampling pusar perkutan, meskipun berisiko,

dapat membantu dalam kasus-kasus yang dipilih untuk manajemen awal.

Setelah menetapkan jalan napas bayi dan ventilasi, kateter umbilikalis tempat arteri dan

vena untuk memonitor tekanan arteri, gas darah, dan tekanan vena.

Packed RBCs atau whole blood crossmatched dengan darah ibu harus tersedia untuk

transfusi atau transfusi tukar parsial untuk mengoreksi anemia berat.

Mengantisipasi dan segera memperbaiki kelainan metabolik seperti asidosis dan hipoglikemia.1,3,4,5

Tabel 3. Penanganan Hidrops Fetalis

Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada ibu:

33

Page 34: Hydrops Fetalis

Edema

Hipertensi

Proteinuria saat pengobatan konservatif hidrops fetalis yang disebut Mirror syndrome

(pseudotoxemia atau Ballantyne syndrome)6

Pencegahan

Tindakan terpenting untuk menurunkan insidens kelainan hemolitik akibat

isoimunisasi Rhesus, adalah imunisasi pasif pada ibu. Setiap dosis preparat imunoglobulin

yang digunakan memberikan tidak kurang dari 300 mikrogram antibodi D. 100 mikrogram

anti Rhesus (D) akan melindungi ibu dari 4 ml darah janin. Suntikan anti Rhesus (D) yang

diberikan pada saat persalinan bukan sebagai vaksin dan tak membuat wanita kebal terhadap

penyakit Rhesus. Suntikan ini untuk membentuk antibodi bebas, sehingga ibu akan bersih

dari antibodi pada kehamilan berikutnya.

Preparat globulin yang diberikan kepada ibu dengan Rhesus negatif yang mengalami

sensitisasi dalam waktu 72 jam sesudah melahirkan, ternyata sangat protektif. Ibu dengan

kemungkinan abortus, kehamilan ektopik, mola hidatidosa, atau perdarahan pervaginam

harus ditangani karena akan mengalami isoimunisasi tanpa preparat imunoglobulin. Ibu

rhesus negatif yang memperoleh darah ataupun fraksi darah berupa trombosit atau

plasmaferesis berisiko untuk mengalami sensitisasi.5

Prognosis

Hidrops fetalis tetap menjadi kondisi yang kompleks dengan mortalitas dan

morbiditas yang tinggi. Prognosis sebagian tergantung pada penyakit yang mendasarinya,

tetapi dengan perawatan postnatal agresif, tingkat kelangsungan hidup meningkat pada kasus

tertentu.

Hasil hidrops fetalis terutama tergantung pada usia, penyebab yang mendasari

kehamilan saat lahir, dan tingkat albumin serum.1

KESIMPULAN

34

Page 35: Hydrops Fetalis

Hidrops fetalis adalah kondisi janin serius dengan menifestasi akumulasi abnormal

cairan dalam dua atau lebih kompartemen janin, termasuk ascites, efusi pleura, efusi

perikardial, dan edema kulit.

Insiden tepat hidrops fetalis sulit untuk dijelaskan, karena banyak kasus tidak

terdeteksi sebelum kematian janin intrauterin dan beberapa kasus mungkin berakhir secara

spontan di dalam rahim.

Hidrops fetalis tetap menjadi kondisi yang kompleks dengan mortalitas dan

morbiditas yang tinggi. Prognosis sebagian tergantung pada penyakit yang mendasarinya,

tetapi dengan perawatan postnatal agresif, tingkat kelangsungan hidup meningkat pada kasus

tertentu.

Ada dua jenis hidrops fetalis: imun dan non-imun. Hidrops fetalis imun merupakan

komplikasi inkompatibilitas Rh yang parah. Inkompatibilitas Rh ini menyebabkan kerusakan

besar sel-sel darah merah, yang mengarah ke beberapa masalah, termasuk pembengkakan

tubuh total. Pembengkakan parah dapat mengganggu kerja organ-organ tubuh. Hidrops fetalis

non-imun terjadi ketika kondisi penyakit mengganggu kemampuan tubuh untuk mengatur

cairan. Ada tiga penyebab utama untuk jenis ini: masalah jantung atau paru-paru, anemia

berat (thalasemia), dan cacat genetik.

Diagnosis dan pengelolaan hidrops fetalis menjadi tantangan tersendiri bagi

perinatologis dan neonatologis. Tingkat kematian yang tinggi, dan pilihan pengobatan yang

terbatas. Faktor yang paling penting untuk memastikan pengobatan yang tepat dari janin

dengan hidrops adalah diagnosis yang tepat dan rinci. Sampai patofisiologi yang mendasari,

dipahami dan luasnya kelainan memimpin pengembangan hidrops benar-benar didefinisikan,

segala upaya pengobatan adalah sia-sia dan berpotensi membahayakan.

DAFTAR PUSTAKA

35

Page 36: Hydrops Fetalis

1. Cunningham FG, et al. Fetus and Newborn. In: Williams Obstetrics. 22nd ed. USA:

McGraw-Hill Companies; 2005.

2. Prawirohardjo S,Wiknjosastro H. Masalah Janin dan Bayi Baru Lahir. Dalam: Ilmu

Kebidanan. 4th ed. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.

3. Lockwood CJ, et al. A 32-Year-Old Pregnant Woman with an Abnormal Fetal

Ultrasound Study. The New England Journal of Medicine. [cited 12 December 2012]

Available from: http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcpc0809064

4. Young NS. Brown KE. Parvovirus B 19. The New England Journal of Medicine.

[cited 12 December 2012] Available from:

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra030840

5. Cabot RC, et al. A Premature Newborn Infant with Congenital Ascites. The New

England Journal of Medicine. [cited 12 December 2012] Available from:

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM199707243370408

6. Medical Advisory Board. Hydrops Fetalis. [cited 12 December 2012] Available from:

http://www.perinatology.com/conditions/Hydrops.htm

36