digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017...

79
KARYA AKHIR EVALUASI KADAR INTERLEUKIN-12 DAN INTERLEUKIN-4 PADA PENDERITA KUSTA TIPE MULTIBASILER 12 BULAN SETELAH TERAPI KOMBINASI RIFAMPISIN OFLOKSASIN MINOSIKLIN EVALUATION OF INTERLEUKIN-12 AND INTERLEUKIN-4 LEVEL IN MULTIBACILLARY LEPROSY PATIENTS 12 MONTHS POST RIFAMPICINE OFLOXACINE MINOCYCLINE COMBINED THERAPY EMAN ARIF RAHMAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1) PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2018

Transcript of digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017...

Page 1: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

KARYA AKHIR

EVALUASI KADAR INTERLEUKIN-12 DAN INTERLEUKIN-4PADA PENDERITA KUSTA TIPE MULTIBASILER 12 BULANSETELAH TERAPI KOMBINASI RIFAMPISIN OFLOKSASIN

MINOSIKLIN

EVALUATION OF INTERLEUKIN-12 AND INTERLEUKIN-4LEVEL IN MULTIBACILLARY LEPROSY PATIENTS 12

MONTHS POST RIFAMPICINE OFLOXACINE MINOCYCLINECOMBINED THERAPY

EMAN ARIF RAHMAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1)PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2018

Page 2: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

EVALUASI KADAR INTERLEUKIN-12 DAN INTERLEUKIN-4PADA PENDERITA KUSTA TIPE MULTIBASILER 12 BULANSETELAH TERAPI KOMBINASI RIFAMPISIN OFLOKSASIN

MINOSIKLIN

Karya Akhir

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Spesialis

Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis

Disusun dan diajukan oleh

EMAN ARIF RAHMAN

Kepada

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 (Sp.1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 3: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.
Page 4: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

ii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Eman Arif Rahman

No.Stambuk : C 111213207

Program Studi : Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian

hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis

ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut.

Makassar, 25 April 2018

Yang menyatakan

Eman Arif Rahman

Page 5: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

iii

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji

bagi Allah SWT atas seluruh berkah dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat

selesai. Saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

berperan sehingga saya dapat menempuh Pendidikan Dokter Spesialis I

sampai tersusunnya tesis ini.

Kepada Direktur Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dan Ketua Program Pendidikan

Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar,

saya mengucapkan banyak terima kasih atas izin dan kesempatan yang

diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan dokter

spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr.Siswanto Wahab,

SpKK(K), FINSDV, FAADV selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Kulit

dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, juga kepada yang

terhormat Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Dr.dr.Khairuddin

Djawad, SpKK(K), FINSDV, FAADV atas segala curahan perhatian,

bimbingan, arahan, didikan, kebaikan, nasehat serta masukan selama saya

menempuh pendidikan.

Kepada yang terhormat Dr.dr.Sri Vitayani Muchtar, SpKK, FINSDV,

FAADV selaku pembimbing I tesis saya, atas segala kebaikan, nasehat, dan

bimbingannya sehingga tersusun tesis ini. Serta kepada yang terhormat Dr. dr.

Arifin Seweng, MPH sebagai pembimbing statistik/metode penelitian saya, atas

segala ajaran, kebaikan, didikan, serta masukannya sehingga tesis ini dapat

selesai. Kepada yang terhormat penguji tesis saya Dr.dr.Farida Tabri, Sp.KK(K),

FINSDV, FAADV, dr.Rizalinda Sjahril, MSC, Ph.D dan Dr.dr.Anni Adriani,

Page 6: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

iv

Sp.KK, FINSDV, FAADV atas segala masukan, kebaikan, didikan, arahan,

inspirasi, dan umpan balik yang disampaikan selama penyusunan tesis ini.

Semoga segala kebaikan pembimbing dan penguji tesis ini dibalas dengan

kebaikan dan berlimpah keberkahan dari Allah SWT.

Kepada yang terhormat seluruh Staf pengajardan guru-guru saya di

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, terima kasih atas segala bimbingan dan kesabaran

dalam mendidik sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan

lancar, semoga ilmu yang telah diberikan dapat menjadi bekal dalam

menghadapi era globalisasi mendatang.

Terima kasih yang dalam kepada orang tuaku tercinta, ayahanda

Sultan Yusuf dan ibunda Sitti Hawang atas segala cinta, kasih sayang, doa,

dukungan- baik moril maupun materil, semangat, pengorbanan, dan nasehat

sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Kupanjatkan doa kepada

Sang Maha Kuasa agar mereka senantiasa dilimpahkan keberkahan,

kesehatan, rezeki yang baik, dan kebaikan yang tak pernah putus. Kepada

saudara-saudaraku tersayang Emir Ahmad Ramly dan Erwin Adhe Rashidy

serta keluarga besar saya yang telah mendampingi saya serta memberikan

semangat dan dukungan doa serta ketulusan, kesabaran dan kasih sayang

yang begitu berarti dalam menyelesaikan pendidikan ini. Semoga Allah SWT

menghimpun segala kebaikan dan menyimpannya di tengah keluarga yang

sakinah mawaddah warrahmah.

Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga kepada istriku

tercinta Okiana Mahardhita dan anakku tercinta Mirza Ali Shirazi, Mu’ammar

Aqeel Salman, dan Marwa Almira Salsabila atas kasih sayang, pengorbanan,

kesabaran, pengertian, kesetiaan, dukungan, material dan doanya selama

saya menjalani pendidikan ini. Doa dan cinta selalu tercurahkan untuk

kebaikan dan keberkahan dari Allah SWT.

Page 7: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

v

Kepada seluruh teman-teman Peserta Program Pendidikan Spesialis

iIlmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin terima kasih atas segala bantuan, dorongan dan pengertian

teman-teman selama bersama-sama menjalani pendidikan ini. Terkhusus

kepada sahabat-sahabat saya serta teman-teman sekalian atas segala

perhatian, dukungan, semangat, persahabatan, dan masukan sehingga

memudahkan saya menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada semua pihak yang namanya tidak tercantum tapi

telah membantu dalam proses pendidikan penulis dan telah menjadi inspirasi

dan pelajaran berharga bagi penulis. Doa terbaik terpanjatkan agar kiranya

Allah SWT member balasan berkali-kali lipat untuk setiap amalan dan input

dalam proses pendidikan ini.

Semoga Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

selalu melimpahkan berkah dan karunia-Nya bagi kita.

Makassar, 25 April 2018

Eman Arif Rahman

Page 8: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

vi

Abstrak

Pendahuluan: Kusta adalah penyakit menular kronis disebabkan Mycobacteriumleprae. Pada kusta, respon imun diperantarai sel merupakan aspek penting dariresistensi host terhadap infeksi mikobakteri dan diduga diatur oleh keseimbanganantara tipe 1 sitokin termasuk Interleukin-12 (IL-12); dengan tipe 2 sitokin sepertiInterleukin-4 (IL-4). Saat ini World Health Organization (WHO) merekomendasikan3 rejimen pengobatan kusta salah satunya adalah Rifampisin Ofloksasin Minoksiklin(ROM). Studi mengenai efek ROM terhadap kusta sampai saat ini masih terbatas,belum ada yang secara khusus menilai efek ROM terhadap sistem imun spesifik,khususnya sitokin.Metode: Penelitian dilakukan dengan metode penelitian prospektif. Sampel penelitianadalah seluruh penderita kusta tipe Multi Basiler (MB) sesuai klasifikasi WHO yangtelah memperoleh terapi ROM dan tercatat sebagai pasien di lokasi peneltian sertamemiliki data rekam medis kadar interleukin-12 dan interleukin-4 sebelumnya.Setelah 12 bulan terapi ROM, darah setiap sampel di ambil dan di lakukanperhitungan dengan menggunakan metode Enzyme linked immunosorbent assay(ELISA) menggunakan kit Quantikine® high sensitivity (HSv).Hasil: Secara statistik menunjukkan bahwa IL-4 setelah 12 bulan terapi ROM selama3 bulan menunjukkan signifikan meningkat. Sebaliknya kadar IL-12 setelah 12 bulanmenunjukkan signifikan menurun.Kesimpulan: Peningkatan kadar IL-4 dan Penurunan IL-12 dapat disebabkan olehbanyak faktor. Oleh karena itu masih di perlukan penelitian lebih lanjut denganpengawasan yang lebih ketat.

Kata Kunci : Kusta, Terapi ROM, Interleukin-12, Interleukin-4

Page 9: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

vii

Abstract

Background: Leprosy is a chronic infectious disease caused by Mycobacteriumleprae. In leprosy, cell-mediated immune responses are an important aspect of hostresistance to mycobacterial infections and allegedly governed by anequilibriumbetween type 1 cytokines including Interleukin-12 (IL-12); with type 2 cytokinessuch as Interleukin-4 (IL-4). Currently, the World Health Organization (WHO)recommends 3 leprosy treatment regimens, one of them is Rifampicin OfloxacinMinocycline (ROM). To date, studies on the effects of ROM on leprosy have beenlimited, none have specifically assessed the effects of ROM on specific immunesystems, especially cytokines.Methods: The study was conducted by prospective research method. The sample ofthis research were all multibacillary (MB) type of leprosy patients according to WHOclassification who had received ROM therapy and recorded as the patient at researchlocation and had medical record previous of IL-12 and IL-4 levels. After 12 monthsof ROM therapy, blood samples were collected and calculated using the Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) using the Quantikine® high sensitivity (HSv)kit.Results: There was a statistically significant increase in IL-4 after 12 months of a 3-months-ROM therapy. In contrast, the levels of IL-12 after 12 months showedsignificant decreases.Conclusions: Increased levels of IL-4 and deccreased IL-12 can be caused by manyfactors. Therefore, further research with a closer supervision is required.

Keywords:Leprosy, Rifampicin Ofloxacin Minocycline therapy, Interleukin-12,Interleukin-4

Page 10: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

viii

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan i

Pernyataan Keaslian Karya Akhir ii

Prakata iii

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi vii i

Daftar Tabel xi

Daftar Lampiran xii

Daftar Arti Lambang dan Singkatan xiii

Daftar Isi

BAB I : PENDAHULUAN

I.A.Latar Belakang………………………………….…………… 1

I.B.Rumusan Masalah …………………………………………. 5

I.C.Tujuan Penelitian…………..…………………………….…. 5

I.D.Hipotesis Peneliti ………………..………………….……… 6

I.E.Manfaat Penelitian …………………………………………. 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

II. A. Tinjauan Umum

A.1. Definisi ……………………………………………………………… 7

A.2. Epidemiologi ……………………………………….………………. 7

A.3. Etiologi ………………………………………………….…………. 8

A.4. Penularan ………………………………………………………….. 9

Page 11: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

ix

A.5. Diagnosis ………………………………………….………………. 10

A.6. Klasifikasi ………………………………………….………………. 11

A.7. Pengobatan ………………………………………………..……… 15

7.1 MDT ……………………………………….………………… 15

7.2 ROM ……………………………………….………………… 17

II. B. Imunologi Kusta ……………………………………………………… 21

II. C. Interleukin-12 ……………………………………………………..…. 22

II. D. Interleukin-4 ………………………………………………………….. 24

II. E. Efek Pengobatan MDT-MB Pada Sistem Imun Spesifik ………... 25

II. F. Efek Pengobatan ROM terhadap Sistim Imun Spesifik ……...…. 26

II. G. Kerangka Teori ……….…………………………………….……….. 30

II. H. Kerangka Konsep …………………………………………………... 31

BAB III : METODE PENELITIAN

III.A. Rancangan Penelitian ………………………………………..…….. 32

III.B. Tempat dan Waktu Penelitian …………….……………………….. 32

III.C. Populasi Penelitian ………………………….………………………. 32

III.D. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel ………………………….. 32

III.E. Perkiraan Besar Sampel ……………………………………………. 33

III.F.Kriteria Inklusi dan Eksklusi ………………………………………... 33

F.1. Kriteria Inklusi ……………………………………………………... 33

f.2. Kriteria Eksklusi ……………………………………………………. 33

III.G. Ijin Penelitian dan Kelayakan Etik (Ethical Clearence…………….. 33

III.H. Cara Penelitian ………………………………………………………. 34

H.1. Alokasi Subyek ………………………………………….………… 34

H.2. Kuantifikasi Sitokin (IL-12)……………………………….. ……… 35

H.3. Kuantifikasi Sitokin (IL-4) ………………………………..………. 35

III.I. Skema Alur Penelitian…………………………………..……………. 36

III.J.Identivikasi Variabel…………………………………….…………….. 37

III.K. Definsi Operasional …………………………………………………. 37

Page 12: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

x

III.L. Kriteria Obyektif……………..…………………………..……………. 38

III.J. Pengolahan dan analisis data..……………………….…………….. 39

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.A. Hasil Penelitian ……………………….………………………..…….. 40

IV.B. Pembahasan………………… …………….……………………….. 43

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

V. A. Kesimpulan……………………………………………………..…….. 54

V .B. Saran …………………………..…………….……………………….. 54

DAFTAR PUSTAKA ………………………..…………………………………. 55

LAMPIRAN................................................................................................. 61

Page 13: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Obat dan dosis rejimen MDT-MB. Hal.17

Tabel 2. Karakteristik Responden Bedasarkan Jenis Kelamin. Hal.40

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur. Hal.41

Tabel 4. Hasil pemeriksaan BTA sebelum terapi dan 12 bulan setelah 3 bulan

terapi ROM. Hal.41

Tabel 5. Perbandingan kadar IL-4 sebelum dan 12 bulan setelah 3 bulan

terapi ROM. Hal.42

Tabel. 6 Perbandingan kadar IL-12 sebelum dan 12 bulan setelah 3 bulan

terapi ROM Hal.42

Tabel 7. Distribusi perubahan Kadar IL-12 dan IL-4 12 bulan setelah 3 bulan

terapi ROM. Hal.43

Page 14: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Hasil Penelitian

Lampiran 2. Kuisioner Penelitian

Lampiran 3. Rekomendasi Persetujuan Etik

Page 15: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

xiii

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/Singkatan Arti dan keterangan

MB Multibasiler

PB Pausibasiler

MDT Multi Drug Therapy

ROM Rifampisin Ofloksasin Minoksiklin

IL Interleukin

IFN-ʏ Interferon-ʏ

Th T helper

SPSS Statistical Package for Social Science

BTA Basil Tahan Asam

TT Tuberkuloid Tuberkuloid

BT Borderline Tuberkuloid

BB Borderline Borderline

BL Borderline Lepromatous

LL Lepromatous Lepromatous

WHO World Health Organization

SPSS Statistical Package for Social Science

RNA Ribonucleic Acid

TNF Tumor Necrosis Factor

MHC Major Histocompatobility Complex

NAPC New Antigen presentif cell

Page 16: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

xiv

TLR Toll Like Receptor

CMI Cell Mediated Immunity

NECHRI Novartis Eijkman Hasanuddin Clinical Research

Initiative

RSUH Rumah Sakit Universitas Hasanuddin

NCDR New case detection rate

HSv High Sensitivity

SCs Sertoli Cells

Page 17: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kusta, juga dikenal sebagai penyakit Hansen, adalah penyakit menular

kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Meskipun tidak fatal,

kusta adalah salah satu penyebab paling sering dari neuropati perifer

nontraumatic di seluruh dunia. (Bhat RM, 2012) Sebutan Leprosy pertama kali

di kenalkan oleh dokter Norwegia Gerhard Armauer Hansen pada tahun

1873.(Lastória JC 2014)

Secara global, terdapat kecenderungan peningkatan baik dalam

prevalensi kusta maupun dalam deteksi kasus kusta baru antara tahun 2012

dengan pertengahan tahun 2013. Di Indonesia, jumlah kasus baru kusta yang

terdeteksi antara tahun 2011 dan 2012 tampak sedikit menurun, dengan

jumlah 20.023 kasus pada tahun 2011 dan 18.994 kasus tahun 2012. Dari

jumlah tersebut, terbanyak adalah kasus kusta multibasiler (MB), yakni

sebanyak 82,7% (WHO, 2013).

Kusta merupakan penyakit kronik menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium leprae, yang merupakan bakteri obligat intraseluler.

Penyakit ini ditandai oleh perkembangan yang lambat, infektifitas yang tinggi

dan patogenisitas yang rendah. Tanda dan gejala dermatoneurologis

merupakan manifestasi utama, berada dalam spektrum antara dua kutub

yang stabil (tuberkuloid dan lepromatosa). Klasifikasi operasional kusta untuk

tujuan pengobatan, membagi pasien ke dalam 2 kelompok, yaitu pausibasiler

dan multibasiler (Correa, et.al.2012). Transmisi antar manusia diduga

merupakan cara utama penularan, dimana saluran napas bagian atas dari

Page 18: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

2

penderita multibasiler (lepromatosa dan borderline) merupakan jalan keluar

utama dari bakteri, dan masuk ke saluran napas atas, khususnya mukosa

hidung melalui droplet yang terkontaminasi (Correa, et.al. 2012, Nordeen,

1994). Sumber penularan utama diduga adalah pasien multibasiler. (Martins,

et.al. 2012).

Pentingnya peranan sistem imun pada kusta ditunjukkan oleh

manifestasi klinisnya yang ditentukan oleh sistem imun pejamu. Setelah M.

leprae masuk ke dalam tubuh pejamu, imunitas humoral maupun seluler

terhadap M.leprae diproduksi dan kedua respon imun ini bervariasi secara

berlawanan sepanjang spektrum kusta dan berhubungan dengan jumlah basil

(Parkash O, 2009). Manifestasi penyakit pada kusta tergantung pada derajat

apakah imunitas seluler berkembang atau tertekan. (Bryceson and Pfaltzgraff,

1990).

Imunitas seluler merupakan senjata respon imun adaptif yang berperan

dalam melawan infeksi mikroba intraseluler. Imunitas ini dimediasi oleh

limfosit T. Sebagai respon terhadap antigen dan stimulator lain, limfosit T

khususnya sel T CD4+ berdiferensiasi menjadi subset sel efektor yaitu sel Th1

dan sel Th2 yang memproduksi sejumlah sitokin dengan fungsi yang

berbeda-beda. Perkembangan sel Th1 dan Th2 bukan merupakan proses

acak tetapi diatur oleh stimulus yang diterima oleh sel T CD4+ naif saat

bertemu dengan antigen mikroba. Makrofag dan sel dendritik berespon

terhadap banyak bakteri dan virus dengan menghasilkan IL-12, yang akan

mengarahkan diferensiasi sel T ke arah subset Th1. Sitokin yang paling

penting yang diproduksi oleh sel Th1 adalah interferon-γ (IFN-γ) yang

merupakan aktivator kuat dari makrofag, menstimulasi ingesti dan

Page 19: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

3

pembunuhan mikroba intraseluler yang dimediasi oleh makrofag, sehingga

Th1 merupakan komponen utama pada imunitas seluler. Sel Th2

memproduksi IL-4, IL-10 dan IL-13 yang menghambat aktivasi makrofag dan

menekan imunitas seluler Th1. (Abbas and Lichtman, 2004).

Kusta lepromatosa (multibasiler) ditandai oleh imunitas seluler yang

rendah dengan respon humoral Th2 (Walker SL and Lockwood DNJ, 2006),

yang ditunjukkan dengan produksi TGF-β, IL-4, IL-5, dan IL-10 dan produksi

antibodi yang tinggi. Sebaliknya pasien kusta pausibasiler menunjukkan

imunitas seluler yang tinggi, ditandai oleh respon imun Th1 dengan adanya

produksi IFN-γ, IL-2,IL-7,IL-12,IL-15 dan IL-18 (Jarduli L, et.al. 2013). Pada

kusta multibasiler, terjadi penghambatan sinyal IL-12 dan stimulasi respon IL-

4 (Kim J et al, 2001), sehingga pasien ini tidak dapat membatasi pertumbuhan

mikroba M.leprae (Modlin RL, 1994).

Pada tahun 1982, WHO merekomendasikan rifampisin, dapson dan

klofazimin sebagai multi-drug therapy (MDT) selama 2 tahun untuk kusta

multibasiler (MB) (WHO, 1982, Grosset, 2001). Pada tahun 1997, dengan

banyaknya bukti bahwa terapi kurang dari 24 bulan efektif, durasi yang

dianjurkan menjadi 1 tahun (Penna et.al, 2012). Sampai saat ini, deteksi dini

dan terapi dengan MDT masih menjadi strategi utama dalam menurunkan

beban penyakit yang disebabkan oleh kusta. MDT juga berhasil

mempersingkat durasi infektivitas sehingga mengurangi resiko transmisi

selanjutnya ke orang yang sehat dalam masyarakat. (WHO, 2013).

Terapi MDT terbukti sangat bermanfaat dalam pengobatan dan kontrol

penyakit kusta. Masalah kurangnya kepatuhan, resistensi obat dan relaps

yang dilaporkan, menyebabkan dilakukannya usaha untuk menemukan

Page 20: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

4

rejimen pengobatan baru yang dapat memperpendek durasi terapi dan

meningkatkan kepatuhan pasien sambil mempertahankan atau meningkatkan

keuntungan terapi dari rejimen sebelumnya (Setia, et.al., 2011).

Salah satu rejimen terapi alternatif yang dianjurkan oleh WHO sejak

tahun 1998 adalah pemberian Rifampisin (600 mg), Ofloksasin (400 mg), dan

Minosiklin (100 mg) dosis tunggal bagi pasien kusta tipe PB dengan lesi

tunggal (Worobec., 2012, Setia dkk., 2011). Pada penelitian Villahermosa dkk

tahun 2004, yang membandingkan terapi kombinasi Rifampisin 600 mg,

Ofloksasin 400 mg dan Minosiklin 100 mg (ROM) setiap bulan selama 24

bulan dengan MDT MB pada pasien kusta MB, mendapatkan hasil bahwa

terapi ROM aman dan efektif, tidak menyebabkan pigmentasi kulit, dan terjadi

perbaikan secara klinis, bakteriologis, dan histopatologis tanpa terjadinya

peningkatan reaksi kusta (Villahermosa dkk., 2004). Suatu studi di Brazil juga

mendapatkan bahwa pasien yang diterapi dengan MDT MB dibandingkan

dengan ROM selama 24 bulan memperlihatkan hasil yang sama dalam hal

penurunan BI, dan perbaikan dari segi klinis dan histopatologis (Lockwood

DNJ, Cunha MG, 2012). Pada studi lain oleh Setia, dkk, yang

membandingkan ROM dosis multipel dengan MDT pada pasien kusta MB

tidak memberikan data yang cukup untuk menyimpulkan efikasi terapi ROM

pada kusta MB dan dibutuhkan studi tambahan mengenai terapi ROM pada

terapi MB (Setia dkk., 2011).

Dari beberapa penelitian yang ada, tampak bahwa dari segi klinis,

bakteriologis dan histopatologis, MDT MB dan ROM mempunyai efektifitas

yang sama. Sejauh ini penelitian terbaru tentang efikasi ROM adalah analisis

kadar interleukin-12 dan interleukin-4 pada penderita kusta tipe multibasiler

Page 21: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

5

pre- dan pasca terapi kombinasi rifampisin ofloksasin minosiklin hasil

penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang bermakna,

baik kadar il-12 maupun kadar il-4 pada pasien kusta tipe mb sebelum dan

setelah terapi ROM selama tiga bulan (Suci Budiani 2016). Oleh karena itu,

kami mengevaluasi kadar IL-12 dan IL-4 yang masing-masing mewakili

respon imunitas Th1 dan Th2 secara berturut-turut pada penderita kusta tipe

MB yang diberikan terapi dengan ROM selama 3 bulan, 12 bulan sesudah

terapi 3 bulan rejimen ROM untuk melihat apakah ada perubahan bermakna

pada respon imunitas. Dimana Penelitian yang dilakukan oleh Dogra dkk

terhadap 730 pasien kusta MB di India utara yang diterapi dengan MDT

selama 12 bulan memperlihatkan perbaikan secara klinis, bakteriologis dan

histopatologis pada hampir semua pasien (Dogra S,et.al, 2013) dimana juga

terdapat penurunan level serum sitokin IL-4 (Trao et al.1998) . IL-4 telah

terbukti menurunkan aktivitas TLR2 pada monosit dan IL-10 akan menekan

produksi IL-12. (Walker SL, Lockwood DJ, 2006).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana hasil analisis kadar IL-12

dan IL-4 pada penderita kusta tipe MB 12 bulan setelah terapi ROM.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menganalisis kadar IL-12 dan IL-4 pada penderita kusta tipe MB, 12 bulan

setelah terapi ROM.

Page 22: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

6

2. Tujuan Khusus

a. Menentukan kadar IL-12 menggunakan teknik ELISA pada penderita

kusta tipe MB, 12 bulan setelah terapi ROM

b. Menganalisa kadar IL-12, 12 bulan setelah terapi ROM

c. Menentukan kadar IL-4 menggunakan teknik ELISA pada penderita

kusta Tipe MB, 12 bulan setelah terapi ROM

d. Menganalisa kadar IL-4, 12 bulan setelah terapi ROM

D. Hipotesis Penelitian

1. Terdapat peningkatan titer IL-12 pada penderita kusta tipe MB 12 bulan

setelah terapi ROM

2. Terdapat penurunan titer IL-4 pada penderita kusta tipe MB 12 bulan

setelah terapi ROM

E. Manfaat Penelitian

1. Menambah wawasan dibidang ilmu kesehatan kulit dan kelamin

khususnya penyakit kusta terutama dalam efektivitas pengobatan dengan

ROM untuk kepentingan alternatif pengobatan yang lebih baik serta

menjadi bahan acuan dan bacaan demi kepentingan program

pemberantasan kusta.

2. Memberikan informasi ilmiah mengenai kadar IL-12 dan IL-4 pada

penderita kusta tipe MB 12 bulan setelah terapi ROM.

3. Sebagai bahan perbandingan penelitian di masa yang akan datang.

Page 23: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum penyakit kusta

A.1. Definisi

Penyakit Hansen, atau kusta, adalah infeksi bakteri granulomatosa

kronis (K. Eichelmann,2013) yang terutama mempengaruhi kulit dan saraf

perifer, tetapi jg mengenai kulit dan kadang-kadang beberapa jaringan

Tertentu lainnya, khususnya mata, mukosa saluran nafas bagian, Otot, tulang

Dan testis. (Bryceson and Pfaltzgraff, 1990).

A.2. Epidemiologi

Kusta yang merupakan penyakit yang dikenal sejak zaman dulu, masih

terus menjadi masalah kesehatan masyarakat di banyak negara di seluruh

dunia. WHO (2010) memperkirakan terdapat sekitar 244.000 kasus kusta

yang dilaporkan secara global pada tahun 2009. Sebagian besar kasus ini

terjadi di Asia, Afrika dan negara-negara di Amerika Selatan. WHO telah

memulai program eliminasi kusta dengan tujuan untuk mengurangi prevalensi

kusta sampai kurang dari 1 kasus per 10.000 populasi agar tidak lagi menjadi

masalah kesehatan masyarakat di dunia (World Health Assembly, 1991).

Kusta dapat menyerang segala usia, yang terbanyak dijumpai antara 10 – 20

tahun dan 30 – 60 tahun dengan jumlah penderita laki-laki lebih banyak

dibandingkan perempuan (2 – 3 kali lebih besar) (Noordeen, 1994).

Prevalensi kusta di Indonesia sekitar 23.169 kasus. Pada tahun 2011,

Jumlah kasus baru yang terdeteksi adalah 20.023 orang dengan 3.924 orang

Page 24: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

8

penderita kusta tipe Pausibasiler (PB) dan 16.099 orang penderita kusta tipe

Multibasiler (MB) yang diantaranya terdapat 2.452 orang kasus anak (Dinkes,

2011).

Berdasarkan data profil kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2012 di

laporkan jumlah kasus yang tercatat PB sebesar 150 kasus dan MB sebesar

754 kasus, jumlah penderita baru PB sebesar 171 penderita, MB sebesar 944

penderita,jumlah kasus baru kusta 0-14 tahun PB sebesar 19 penderita dan

MB sebesar 48 penderita, adapun Angka Penemuan Kasus Baru NCDR (New

Case Detection Rate) sebesar 13,61 Per 100.000 penduduk, cacat tingkat 2

sebesar 10,58%, angka prevalensi penyakit kusta sebesar 1,106% per

100.000 penduduk (Dinkes Sulawesi Selatan,2012)

A.3. Etiologi

Kuman penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae atau

kuman Hansen, yang ditemukan pertama kali oleh seorang dokter dari

Norwegia, Gerhard Henrik Armauer Hansen pada pada abad ke 19 atau pada

tahun 1873. (K. Eichelmann,2013). M. leprae merupakan patogen intraseluler

obligat, dan upaya untuk menumbuhkan kuman ini dalam medium axenic

telah gagal sejak pertama kali ditemukan. Kuman ini dapat diperoleh setelah

pertumbuhan yang lama pada telapak kaki tikus dan pada hewan nine-

banded armadillo, yang merupakan reservoir alami organisme ini (Walker and

Lockwood, 2006).

M.leprae berbentuk batang lurus dengan panjang 1-8 µm dan diameter

0,3 µm. Pada jaringan yang terinfeksi, batang-batang kuman ini dapat

bertumpuk atau bergumpal-gumpal dalam globi dan ada yang tersebar

Page 25: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

9

(Bryceson and Pfaltzgraff, 1990). Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen termasuk

golongan basil tahan asam (BTA). Organisme ini membelah setiap 20-30 hari.

Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 27 - 30°C, yang menjelaskan

predileksi penyakit kusta terutama pada daerah tubuh yang lebih dingin. M.

leprae merupakan mikobakterium yang menginvasi dan tumbuh dalam saraf-

saraf perifer (Amiruddin, 2012, Rees dan Young., 1994).

A.4. Penularan

Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi sebagian besar ahli

berpendapat bahwa kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan bagian

atas dan kontak kulit yang tidak utuh. Secara teoritis penularan dapat terjadi

dengan cara kontak yang lama, erat dan berulang dengan penderita

.(Amiruddin, 2012). Sumber penularan penyakit ini diduga adalah penderita

kusta terutama tipe lepromatosa yang belum mendapat pengobatan oleh

karena tingginya bacterial load dan kemampuannya untuk melepaskan

sejumlah besar bakteri dari hidung mereka (Noordeen, 1994; Martins et.al,

2012), namun tidak menutup kemungkinan oleh tipe tuberkuloid. Resiko

penularan anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita kusta

sekitar 4 – 10 kali lebih besar dibandingkan mereka yang tidak tinggal

serumah dan resiko penularan dari orang tua yang berpenyakit kusta kepada

anak-anaknya lebih besar dibandingkan risiko terhadap pasangan hidupnya

(Noordeen, 1994).

Menilai periode inkubasi yang akurat pada kusta sangat sulit,

disebabkan oleh onset yang lambat, tanda klinis awal yang tidak jelas, dan

kesulitan melakukan transmisi eksperimental pada manusia. Meskipun

periode 3 bulan sampai 40 tahun telah dilaporkan, namun masa inkubasi 2-4

Page 26: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

10

tahun dianggap yang umum terjadi (Bryceson and Pfaltzgraff, 1990). Masa

inkubasi yang lama dan belum adanya pemeriksaan yang dapat dengan

spesifik mengukur paparan terhadap M. leprae disebabkan oleh besarnya

jumlah populasi yang terinfeksi M. leprae lebih besar daripada jumlah orang

yang menderita manifestasi klinis kusta, menjadi dua penyebab utama

kesulitan dalam memahami penularan kusta (Martins et.al, 2012).

A. 5. Diagnosis

Diagnosis penyakit kusta berdasarkan pada 3 tanda kardinal penyakit

tersebut, yaitu: (Noto S, et.al., 2011)

1. Bercak kulit yang disertai hilangnya sensasi

Hilangnya sensasi pada makula atau plak merupakan tanda diagnostik

kusta. Hilangnya sensasi kulit seringkali bersifat parsial, terhadap rasa

sentuhan ringan (anestesi), terhadap nyeri (analgesia) atau terhadap

perbedaan temperatur ( panas dan dingin).

2. Pembesaran saraf perifer

Pada daerah endemik kusta, penemuan pembesaran saraf perifer

merupakan bagian penting untuk penegakan diagnosis. Semua saraf

perifer dapat membesar pada kusta. Dua saraf yang paling sering terkena,

saraf ulnaris dan saraf poplitea lateral (juga disebut saraf peroneus).

Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan

fungsi saraf yang terkena, yaitu :

- Gangguan fungsi sensoris : mati rasa

- Gangguan fungsi motoris : paresis atau paralisis

- Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan

rambut yang terganggu.

Page 27: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

11

3. Hapusan kulit positif

Pemeriksaan bakteriologi merupakan prosedur skrining penting untuk

semua pasien yang dicurigai menderita kusta setelah pemeriksaan klinis.

Pemeriksaan bakteriologis dapat membantu dalam: diagnosis kusta,

klasifikasi kusta, pengawasan respon pengobatan pada pasien dengan

hasil hapusan kulit positif, dan untuk mengeksklusi diagnosis kusta.

Hapusan kulit diambil dari lesi yang dicurigai, khususnya dari tepi lesi yang

paling aktif dan pada kusta lepromatosa diambil dari tempat dengan

kemungkinan BTA paling banyak, yaitu lobus telinga, dahi, dagu,

ekstensor lengan, dorsal jari, bokong dan ekstensor lutut.

Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit ditemukan

satu tanda kardinal Jika diagnosis tidak dapat ditegakkan selama

pemeriksaan awal, pasien dapat diminta kembali 3 bulan atau lebih awal.

Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat

mengatakan tersangka kusta dan penderita perlu diamati dan diperiksa

ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat ditegakkan atau

disingkirkan.(Bryceson and Pfaltzgraff,1990; Worobec, 2009)

A. 6. Klasifikasi

Sistem klasifikasi kusta yang paling luas digunakan adalah yang

dilaporkan oleh Ridley & Jopling (1966). Berdasarkan sistem ini, kusta

dikelompokkan atas dasar parameter imunologi, histopatologi, dan

mikrobiologi menjadi 5 tipe yaitu: tipe TT (polar tuberkuloid, tuberkuloid

tuberkuloid), tipe BT ( borderline tuberkuloid), tipe BB (mid borderline,

borderline borderline), tipe BL (borderline lepromatosa), tipe LL (polar

Page 28: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

12

lepromatosa, lepromatosa lepromatosa) (Parkash O, 2009). Gambaran klinis

klasifikasi Ridley dan Jopling berbeda-beda tergantung dari respon imun

seluler penderita terhadap M.leprae (Lockwood DJ, et.al, 2007). Pada tipe TT

respon imunitas seluler berkembang dengan baik, sehingga secara klinis

penyakit terlokalisir hanya pada satu atau sebagian kecil daerah kulit dan

saraf perifer besar, lesi kulit soliter dan berbatas tegas, dan cenderung

sembuh spontan, dengan hapusan kulit yang jarang memperlihatkan basil.

Pada tipe LL, respon imun seluler gagal berkembang, sehingga gambaran

klinis mencerminkan pertumbuhan bakteri yang sangat banyak, dimana lesi

kulit tidak terlokalisir dan tersebar dengan cepat ke bagian kulit lain, saraf,

mukosa saluran napas atas, dan ke semua organ tubuh, khususnya mata,

testis, limfonodus, tulang, otot, hati dan limpa (Bryceson A and Pfaltzgraff R,

1990).

Pada tahun 1982, WHO menganjurkan klasifikasi tambahan untuk

tujuan operasional, yakni kusta tipe pausibasiler (PB) dan multibasiler (MB)

(Parkash O, 2009). Tipe PB terdiri atas tipe Intermediate (I), TT, dan sebagian

besar BT dengan BTA negatif menurut kriteria Ridley dan Jopling. Tipe MB

terdiri atas sebagian tipe BT, BB, BL, dan LL menurut kriteria Ridley dan

Jopling dan semua tipe kusta dengan BTA positif (Sjamsoe-Daili,ES, 2003).

Berdasarkan kriteria Ridley dan Jopling, gambaran klinis kusta MB

adalah:

Tipe Midborderline (BB)

Gambaran klinis tipe ini memperlihatkan campuran karakteristik dua

kutub, seringkali aneh dan membingungkan (Bryceson A, Pfaltzgraff R,

1990). Tipe ini sangat tidak stabil, dan kondisi pasien dapat dengan cepat

Page 29: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

13

meningkat atau menurun ke kondisi granulomatosa yang lebih stabil

dengan atau tanpa adanya reaksi klinis. Tanda khas lesi kulit yakni lesi

anuler dengan batas dalam dan batas luar yang jelas, plak besar dengan

bagian tengah tampak normal sehingga tampak seperti penampilan

“Swiss Cheese”, atau lesi dimorfik klasik (Lee, DJ, et.al., Fitzpatrick 2012).

Terdapat banyak lesi kulit, namun tidak sebanyak pada tipe LL. Lesi

cenderung simetris, makula memiliki ukuran dan bentuk bervariasi,

beberapa berbatas tegas, sementara yang lain tidak. Lesi yang meninggi

memiliki tepi luar yang mengkilat dan berlekuk seperti pada lesi

lepromatosa, tetapi cekung pada bagian tengah, yaitu suatu bagian yang

tampak “punch-out” atau jelas menyembuh seperti pada lesi tuberkuloid.

Lesi kulit hipoestesi (Bryceson A & Pfaltzgraff R, 1990).

Pemeriksaan BTA hapusan kulit biasanya positif sedang tes lepromin

biasanya negatif (Bryceson A & Pfaltzgraff R, 1990).

Tipe Borderline Lepromatosa (BL)

Gambaran klinis tipe ini merupakan campuran yang disebabkan oleh

invasi bakteri dan oleh ketidakstabilan pada bagian tengah spektrum. Lesi

kulit menyerupai pada kusta lepromatosa, tetapi ada beberapa

perbedaan, dimana lesi tidak terdistribusi secara tepat simetris, terdapat

daerah kulit yang normal antara lesi, dan lesi kulit memiliki ukuran dan

bentuk yang berbeda-beda. Papul dan nodul tampak jelas menonjol

keluar di atas kulit, daripada bergabung membentuk infiltrasi (Bryceson A

& Pfaltzgraff R, 1990). Papul dan nodul berbatas tidak tegas seperti pada

kusta lepromatosa dapat berjumlah banyak, tetapi biasanya juga terdapat

lesi yang berbatas tegas (Lee DJ, et.al., Fitzpatrick 2012).

Page 30: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

14

Anestesi seperti yang ditemukan pada lesi lepromatosa, namun tidak

benar-benar simetris. Pemeriksaan BTA hapusan kulit positif, dan tes

lepromin biasanya negatif (Bryceson A & Pfaltzgraff R, 1990).

Tipe Lepromatosa (LL)

Pada tipe LL, imunitas seluler yang rendah menyebabkan replikasi

bakteri yang tidak terbatas dan tersebar luas ke organ tubuh yang lain

(Fitzpatrick, 2012). Tipe ini menyebabkan pasien rentan menderita

komplikasi dari reaksi antigen-antibodi dan penyakit kompleks imun

(Bryceson A & Pfaltzgraff R, 1990).

Lesi awal tipe LL berupa makula yang tersebar luas, simetris bilateral

dan sangat banyak. Tepi tidak jelas, dengan permukaan mengkilat dan

eritematosa (Bryceson A & Pfaltzgraff R, 1990). Lesi yang paling umum

adalah nodul yang berbatas tidak tegas, dengan diameter sampai 2 cm

dan terdistribusi simetris. Terjadi kerontokan rambut, yang paling sering

pada alis mata, kemudian pada bulu mata dan ekstremitas (Fitzpatrick,

2012).

Hilangnya kelenjar ekrin akibat kerusakan saraf simpatis menyebabkan

telapak tangan dan kaki kering. Lesi kulit dapat atau tidak hipoestesia.

Kelumpuhan saraf dapat terjadi, tetapi tidak sesering seperti pada tipe BL.

Gangguan sensoris dengan pola stocking glove sering terjadi dan jika

semakin berat menyebabkan kelumpuhan pada tangan dan kaki

(Fitzpatrick, 2012). Pada tahap akhir, dapat terjadi gambaran klinis yang

berat berupa face leonina, kerusakan tulang hidung serta gangguan pada

berbagai organ dalam yang lain (Bryceson A & Pfaltzgraff R, 1990).

Page 31: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

15

Pemeriksaan BTA hapusan kulit positif kuat, dan tes lepromin negatif

(Bryceson A & Pfaltzgraff R, 1990).

A.7. Pengobatan

Terobosan utama dalam pengobatan kusta terjadi saat WHO

memperkenalkan multidrug therapy (MDT) pada tahun 1982 untuk mengatasi

masalah efek samping monoterapi dapson. Semua pasien MB diobati dengan

rejimen multibasiler MB sampai hasil hapusan kulit negatif atau minimal

selama 24 bulan, akan tetapi pada tahun 1994 durasi MDT ditetapkan sampai

24 bulan tanpa melihat derajat positif BI. Pada tahun 1997, pada pertemuan

komite Ahli Kusta WHO ke-7, direkomendasikan pengurangan durasi

pengobatan MDT menjadi 12 bulan untuk kusta tipe MB (Dogra S, et.al.,

2013).

Saat ini WHO telah merekomendasikan 3 rejimen pengobatan kusta

yaitu : MDT PB untuk kusta tipe PB, MDT MB untuk kusta tipe MB dan ROM

dosis tunggal untuk PB lesi tunggal (Worobec, 2012).

A.7.1. MDT-MB

Obat dalam rejimen MDT- MB WHO (WHO 1982) :

1. Dapson (DDS, 4,4diamino-difenil-sulfon). Obat ini bersifat bakteriostatik

dengan menghambat enzim dehidrofolat sintetase. Resistensi terhadap

dapson timbul akibat kandungan enzim sintetase yang terlalu tinggi pada

kuman kusta. Dapson biasanya diberikan sebagai dosis tunggal, yaitu 50-

100 mg/hari untuk dewasa, atau 2 mg/kg berat badan untuk anak-anak.

Page 32: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

16

Indeks morfologis kuman penderita LL yang diobati dengan dapson

biasanya menjadi nol setelah 5-9 bulan. Obat ini sangat murah, efektif

dan relatif aman. Efek samping yang mungkin muncul antara lain : erupsi

obat, anemia hemolitik, lekopenia, insomnia, neuropatia, nekrolisis

epidermal toksik, hepatitis damn methemoglobinemia. Namun efek

samping tersbut jarang dijumpai pada dosis lazim (Bryceson A and

Pfaltzgraff R, 1990).

2. Rifampisin. Rifampisin merupakan obat yang paling ampuh saat ini untuk

kusta, dan bersifat bakterisidal pada dosis lazim. Rifampisin bekerja

menghambat enzim polymerase RNA yang berkaitan secara ireversibel.

Dosis tunggal 600 mg/hari (atau 5,15 mg/kg berat badan) mampu

membunuh kuman kira-kira 99,9% dalam waktu beberapa hari.

Pemberian seminggu sekali dengan dosis tinggi (900-1200 mg) dapat

menimbulkan gejala yang di sebut flu like syndrome. Pemberian 600 mg

atau 1200 mg sebulan sekali ditoleransi dengan baik. Efek samping yang

harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala

gastrointestinal, dan erupsi kulit. Obat ini harganya mahal, dan saat ini

telah dilaporkan adanya resistensi (Bryceson A and Pfaltzgraff R, 1990,

Jacobson R. R., 1994).

3. Klofazimin (lamprene). Obat ini merupakan turunan zat warna

iminofenazin dan mempunyai efek bakteriostatik setara dengan dapson.

Bekerjanya diduga melalui gangguan metabolisme radikal. Di samping ini

obat ini juga mempunyai efek antiinflamasi sehingga berguna untuk

pengobatan reaksi kusta, khususnya eritema nodosum leprosum. Dosis

untuk kusta adalah 50 mg/hari atau 100 mg tiga kali seminggu dan untuk

Page 33: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

17

anak-anak 1mg/kg berat badan/hari. Selain itu dosis bulanan 300 mg juga

diberikan setiap bulan untuk mengurangi reaksi tipe 1 dan tipe 2.

Kekurangan obat ini adalah harganya mahal, di samping itu

menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah pada

ketaatan berobat penderita. Efek sampingnya hanya terjadi pada dosis

tinggi, berupa gangguan gastrointestinal (nyeri abdomen, diare,

anoreksia, dan vomitus) (Jacobson R.R.1994, Bryceson A and Pfaltzgraff

R, 1990).

Skema Rejimen MDT-MB WHO menjadi sebagai berikut (Sjamsoe-Daili, ES,

2003) :

Tabel 1. Obat dan dosis rejimen MDT-MB

Dosis Dapson Rifampisin Klofazimin

Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan,

diawasi

50 mg/hari dan 300

mg/bulan, diawasi

Anak-anak 10-14

tahun*

50 mg/hari 450

mg/bulan,diawasi

50 mg/ selang

sehari dan 150

mg/bulan, diawasi

* Sesuaikan dosis bagi anak-anak yang lebih kecil dari 10 tahun.Misalnya, dapson 25

mg/hari dan rifampisin 300 mg/bulan (diawasi), klofazimin 50 mg 2 kali seminggu,

dan klofazimin 100 mg/bulan (diawasi).

A.7.2. ROM

Penggunaan terapi ROM untuk kusta tipe lain telah banyak diteliti

dengan hasil perbaikan klinis, bakteriologi, dan histologi yang nyata, aman

Page 34: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

18

dan efektif, tanpa terjadi pigmentasi kulit dan penurunan terjadinya reaksi

kusta.(Setia dkk., 2011, Villahermosa dkk., 2004) Oleh karena itu rejimen

kombinasi dari rifampisin, ofloksasin dan minosiklin dapat digunakan sebagai

rejimen alternatif pengobatan kusta, karena terbukti cukup efektif, aman,

mempunyai efek bakterisidal yang kuat, dan dapat ditoleransi dengan baik

(Setia dkk., 2011, Worobec., 2012).

Beberapa penelitian tentang terapi ROM pada penderita kusta MB

antara lain : penelitian oleh Ji dkk membuktikan bahwa kombinasi ROM pada

kusta tipe lepromatosa memberikan hasil yang baik dengan efek bakterisidal

lebih kuat dibandingkan dengan kombinasi ofloksasin dan minosiklin saja (Ji

dkk.,1997). Villahermosa dkk mendapatkan hasil perbaikan secara klinis,

bakteriologis dan histologis yang dikontrol selama 5 tahun dengan pemberian

rejimen MDT ROM sebulan sekali selama 24 bulan yang dibandingkan

dengan MDT WHO pada kusta tipe MB (Villahermosa, 2004). Penelitian oleh

Mukhtar melaporkan adanya perbedaan yang bermakna pada pemeriksaan

klinis, bakteriologi dan histopatologi pada penderita kusta MB setelah

pengobatan quadriple therapy yang terdiri dari kombinasi ROM 3 kali/minggu

+ klofazimin 300 mg/2 minggu + klofazimin 100 mg/hari yang diberikan

selama 3 bulan (Mukhtar, 2003).

Obat-obat dalam rejimen terapi ROM antara lain :

1. Ofloksasin

Ofloksasin adalah antimikroba dengan spektrum luas dan merupakan

turunan fluorokuinolon yang paling efektif terhadap M. leprae dibandingkan

dengan siprofloksasin dan pefloksasin. Obat ini mempunyai efek bakterisidal

terhadap M. leprae pertama kali didemonstrasikan pada tahun 1986 pada

Page 35: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

19

metode dengan telapak kaki tikus (MFP) dan secara uji klinis. Ofloksasin

adalah a fluorinated carboxyquinolone-9-floro-2,3-dihydro-3 methyl-10-(4-

methyl-1-piperazinyl)-7-oxo-7H-pyridol[1,2,3-de]-1,4-benzoxazine-6carboxylic

acid. Struktur kimianya C18H20FN3O4 dengan berat molekul 361,4. Dosis

untuk dewasa adalah 400 mg sedangkan dosis untuk anak-anak 5-14 tahun

adalah 200 mg.(Amiruddin, 2012, Chambers., 2001)

Mekanisme kerjanya dengan menghambat sub unit alfa dari enzim

girase DNA suatu tipe II topoisomerase, yang dapat mengganggu replikasi

DNA basil. Adanya perubahan struktur ini secara dramatis dapat

meningkatkan daya antibakterinya, memperlebar spektrum antibakteri,

memperbaiki penyerapannya dari saluran cerna dan memperpanjang masa

kerja obat. Obat ini diserap dengan cepat melalui saluran cerna, didistribusi

secara luas ke dalam jaringan dan hanya bekerja secara aktif dengan waktu

paruh antara 5-8 jam. Ofloksasin dimetabolisme di hati dan diekskresikan

melalui ginjal, dengan konsentrasi maksimal serum 1-2 jam setelah

penggunaan secara oral 400 mg. Efek samping yang dilaporkan bersifat

sedang dan jarang, seperti diare, nausea, gangguan saluran cerna, berbagai

gangguan sistem saraf pusat seperti nyeri kepala, insomnia, halusinasi dan

kecemasan. Obat ini dikontraindikasikan pada anak dibawah usia 5 tahun,

wanita hamil dan menyusui, serta alergi terhadap komponen obat dan

derivatnya.(Amiruddin., 2012, Chambers., 2001, Hameed A, 2002)

2. Minosiklin

Minosiklin hydrochloride adalah derivat semi sintetik dari tetrasiklin,

mempunyai struktur kimia C23H27N3O7HCl dengan berat molekul 493,94.

Page 36: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

20

Diantara turunan tetrasiklin, minosiklin merupakan satu-satunya obat yang

aktif terhadap M. leprae karena mungkin disebabkan oleh sifat lipofiliknya

sehingga menyebabkan mampu menembus dinding sel M. leprae

dibandingkan dengan turunan yang lain. Minosiklin sendiri dapat diindikasikan

untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh gram positif maupun gram

negatif (Amiruddin., 2012, Mesa et.al.2013).

Dosis minosiklin untuk dewasa yaitu 100 mg dan pada anak-anak 5-14

tahun dosis 50 mg, dapat dikonsumsi dua kali sehari (setiap 12 jam). Tidak

direkomendasikan untuk wanita hamil dan anak-anak kurang dari 5 tahun.

Mekanisme kerjanya dengan menghambat sintesis protein. Uji klinis

minosiklin pada penderita kusta lepromatosa menunjukkan bahwa dengan

pemberian minosiklin 100 mg/hari terjadi perbaikan klinis nyata setelah

pemberian selama 3 bulan. Obat ini dimetabolisme di hati, dengan waktu

paruh 11-22 jam, dan diekskresikan melalui feses dan ginjal. Uji klinis pada

telapak kaki tikus menunjukkan bahwa konsentrasi hambat minimum

minosiklin 0,2 g/ml. Selain itu minosiklin dapat menembus kulit dan jaringan

saraf yang banyak mengandung M. leprae. Efek samping pemberian

minosiklin jarang dilaporkan seperti adanya gatal pada daerah rektum atau

vagina, sakit perut, diare, pusing atau fotofobia dan lidah menjadi kehitaman.

(Amiruddin, 2012, Chambers., 2001, Fajardo T,1994)

Page 37: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

21

B.Imunologi Kusta

Infeksi mikobakteri seperti kusta dan TBC telah menjadi ancaman utama

kesehatan global. Pemahaman yang belum lengkap dari sifat respon imun protektif

menghambat penemuan patogenesis yang tepat. aktivasi yang adequate dari

makrofag diperkirakan menjadi kunci untuk pemberantasan mikobakteri

intraselular. Respon imun diperantarai sel merupakan aspek penting dari resistensi

host terhadap infeksi mikobakteri dan diduga diatur secara ketat oleh

keseimbangan antara tipe 1 sitokin termasuk interleukin (IL) -2, interferon-c (IFN-c),

tumor necrosis faktor-a (TNF-a), dan IL-12 dengan tipe 2 seperti IL-4, IL-6 dan IL-

10. (tae jin kang, chung eun yeum,2004)

Respon imunologi terhadap M.leprae selain menentukan perjalanan

penyakit, juga menentukan tipe kusta yang akan bermanifestasi (Lockwood, 2004).

Spektrum klinis kusta dijelaskan berdasarkan perbedaan respon imun

masing-masing individu. Perbedaan akumulasi sel T subset pada lesi kusta

menunjukkan gambaran bentuk proteksi dari M.Leprae. Pada kasus infeksi

M.Leprae, tipe klinis penyakit tergantung dari perbedaan imunitas Th1 individu.

Salah satu sitokin yang diproduksi oleh Th1 adalah IFN-γ yang berperan dalam

aktivasi makrofag sebagai respon imun seluler pada bakteri. IL-12 yang diproduksi

oleh APC berperan dalam menginduksi produksi IFN-γ dari Th1. Pada pasien

kusta, produksi IL-12 mempengaruhi respon imun seluler pasien kusta tipe

tuberkuloid dan lepromatous.( Ohyama et al, 2004)

Pada awal stadium kusta lepromatosa terbentuk sel lepra (Virchowcyte)

yang merupakan modifikasi makrofag yang hanya dapat melisiskan sebagian

bakteri sehingga fosfolipid bakteri masih tersisa. Bentukan ini merupakan

Page 38: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

22

informasi antigen baru yang lengkap dan dapat berperan sebagai New Antigen

Presenting Cell (NAPC). Dengan bantuan MHC kelas II akan dikeluarkan IL-4

yang dapat memicu imunitas humoral melalui stimulasinya terhadap limfosit Th2.

Limfosit B selanjutnya diaktifkan, yang akan merangsang pertumbuhan sel

plasma yang akan menghasilkan serum antibodi anti M.Leprae. (Abulafia and

Vignale, 1999).

C.Interleukin-12

Interleukin-12 (IL-12) ditemukan oleh Trinchieri dkk (tahun 1989) dan oleh

Gately dkk (tahun 1990) sebagai faktor stimulan natural killer dan faktor maturasi

limfosit sitotoksik. IL-12 merupakan sitokin heterodimer yang terdiri atas subunit

p35 dan p40 yang berikatan kovalen dan dikenal sebagai regulator utama

imunitas seluler (DelVecchio M, 2007).

IL-12 diproduksi oleh APC seperti makrofag, sel dendritik, dan monosit

setelah aktivasi Toll-like reseptor (TLR) pada sel-sel ini oleh liposakarida atau

produk mikroorganisme patogen (Ottenhoff THM, et.al., 2002). Produksi IL-12

tergantung pada mekanisme regulasi ekspresi gen yang mengkode IL-12, pola

ekspresi TLR, ekspresi dan regulasi silang antara subset sel dendrit yang berbeda

, yang melibatkan sitokin seperti IL-10 dan IFN. Gangguan IL-12 mengakibatkan

tidak ada respon Th1 yang persisten, sementara itu produksi IL-12 oleh monosit

dapat ditekan oleh sitokin lain termasuk IL-4,IL-10 yang merupakan produk sel

Th-2.(Presky DH et al,1996)

Salah satu karakteristik utama IL-12 adalah sifatnya sebagai aktivator

faktor pertumbuhan sel T yang sangat kuat. Kami menemukan bahwa proliferasi

sel T akibat rangsangan M.leprae tergantung pada produksi endogen IL-12. IL-12

Page 39: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

23

telah ditunjukkan mengarahkan respon sel T primer ke arah pola sitokin tipe Th1.

Salah satu penemuan yang luar biasa dari analisis kami pada respon sel T dalam

penyakit kusta adalah bahwa IL-12 menginduksi proliferasi klon sel Th1 CD4+

dari lesi tuberkuloid dan bukan klon sel Th2 CD8+ dari lesi lepromatosa. Oleh

karena itu, mekanisme bagaimana IL-12 berkontribusi terhadap imunitas seluler

adalah melalui ekpansi diferensiasi sel T yang lebih mengarah ke pola sitokin

Th1. (Modlin R, 1994)

IL-12 adalah pengatur respon Th1 dan sangat penting dalam meningkatkan

aktifitas cell mediated immunity (CMI) terhadap patogen mikroba. Pada penelitian

menunjukkan bahwa ekspresi lokal IL-12 sangat tinggi pada kelompok pasien

yang memiliki respon sitokin Th1, dan kadar IL-12 p40 secara bermakna lebih

tinggi pada lesi tuberkuloid daripada lesi lepromatosa. (Modlin R, 1994; Presky

DH et al,1996)

Hasil studi Libraty dkk menyimpulkan bahwa kuatnya ekspresi IL-12 dan

lemahnya ekspresi IL-10 pada lesi-lesi TT terjadi akibat lepasnya IFN-γ lokal.

Sekresi IL-12 oleh monosit pada lesi kemudian akan memperkuat jalur sitokin

Th1, sesuai dengan hasil studi sebelumnya. Satu penemuan pasti pada studi

tersebut adalah kemampuan IFN-γ untuk meningkatkan produksi IL-12 lebih

rendah pada penderita-penderita kusta tipe LL dibandingkan penderita-penderita

tipe TT dan kontrol normal (Libraty DH et al.,2002, Williams IR et al.,2012,).

Page 40: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

24

D.Interleukin-4

Interleukin-4 (IL-4) adalah glikoprotein dengan struktur peptide 18-20 kD

(Brocker C, et.al, 2010) yang merupakan sitokin imunoregulator yang diproduksi

utamanya oleh sel T helper 2 (Th2). Aktivitas IL-4 dibutuhkan untuk

perkembangan optimal sel Th2, dan menghambat perkembangan sel Th1 serta

IFN gamma (Sharma DP, et.al., 1996).

Sekresi awal dari IL-4 mengakibatkan polarisasi dari diferensiasi sel Th ke

arah sel Th2. Sel tipe Th2 mensekresikan IL-4nya sendiri, dan diikuti produksi

autokrin dari IL-4 yang mendukung proliferasi sel. Sel Th2 yang mensekresi IL-4

dan IL-10 mengakibatkan supresi dari respon Th1 oleh penurunan regulasi

produksi dari IL-12 yang diturunkan dari makrofag dan menghambat diferensiasi

dari sel tipe Th-1 (Brocker C et al,2010). IL-4 bersifat antagonis terhadap IL-12,

yang merupakan faktor penting untuk respon tipe 1, stimulasi produksi IFN

gamma oleh sel T dan sel NK, dan diferensiasi prekursor sel T sitotoksik spesifik

menjadi efektor yang matang (Sharma DP, et.al.,1996).

Respon imun seluler merupakan aspek yang penting untuk resistensi

pejamu terhadap infeksi mikrobakterial (Kang et al,2004). Spektrum respon imun

terhadap M.Leprae berhubungan dengan manifestasi klinis yang terjadi. Pada

satu sisi, disebut tuberkuloid atau pausibasiller, kusta ditandai dengan level CMI

yang tinggi serta efektif menghambat replikasi bakteri dan kerusakan yang terjadi

hanya sebatas pada saraf. Pada sisi lainnya, disebut lepromatous atau

multibasiler, kusta ditandai dengan imunitas seluler yang tidak berespon terhadap

M.Leprae, menyebabkan perluasan ke kulit dan multiplikasi bakteri yang tidak

terkontrol. ( Bhat R et al, 2012)

Page 41: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

25

E.Efek Pengobatan MDT-MB Pada Sistem Imun Spesifik

Terdapat dua tipe imunitas spesifik, yakni imunitas humoral yang

menyediakan pertahanan terhadap mikroba ekstraseluler, dan imunitas seluler

yang memberikan pertahanan terhadap mikroba intraseluler (Abbas AK, Lichtman

AH, 2004).

Hipotesis mengatakan bahwa spektrum klinis kusta menunjukkan

keseimbangan antara Th1 dan Th2 ( Sampaio dan Sarno, 1998.). Kusta tipe

tuberkuloid terjadi akibat imunitas seluler yang tinggi dengan respon imun yang

sebagian besar berupa Th1. Kusta tipe lepromatosa ditandai oleh imunitas seluler

yang rendah dengan respon humoral Th2 (Walker SL, Lockwood DJ, 2006).

Pada kusta tuberkuloid, IFN gamma dan limfotoksin alfa disekresikan

didalam lesi dan menghasilkan aktivitas fagosit yang kuat. Makrofag dibawah

pengaruh sitokin, khususnya TNF dan limfosit membentuk granuloma. Sel CD4+

ditemukan didalam granuloma dan CD8+ didaerah mantel yang mengelilingi

granuloma. Sel T pada granuloma tuberkuloid menghasilkan protein antimikroba,

granulisin (Walker SL, Lockwood DJ, 2006).

Kusta lepromatosa ditandai oleh pembentukan granuloma yang sedikit.

Produksi mRNA yang utama adalah untuk sitokin IL-4, IL-5 dan IL-10. IL-4 telah

terbukti menurunkan aktivitas TLR2 pada monosit dan IL-10 akan menekan

produksi IL-12. Hal ini berkaian dengan banyaknya jumlah sel limfosit CD8+ pada

lesi lepromatosa (Walker SL, Lockwood DJ, 2006).

Efek MDT terhadap kusta pada level serum sitokin belum banyak

dilaporkan. Lebih banyak penelitian yang mengamati tentang efek pengobatan

steroid pada reaksi kusta. Sitokin yang diproduksi merupakan respon dari

stimulasi antigenik pada sistem imun. Jika antigen ini dihilangkan, maka terjadi

Page 42: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

26

penurunan level sitokin. MDT menurunkan bacterial load pada pasien kusta dan

penurunan stimulasi antigenik pada system imun menyebabkan reduksi level

serum sitokin. (Madan et al,2011)

Madan et al melaporkan, semua level serum sitokin menurun pada pasien

kusta PB setelah 6 bulan terapi MDT. Pada kasus kusta MB, semua level sitokin

mengalami penurunan kecuali level IFN-γ. (Madan et al,2011) . Moubasher et al

melaporkan penurunan yang signifikan level serum sitokin pada pasien kusta PB

setelah terapi 1 tahun MDT. Pada kusta tipe MB juga menunjukkan penurunan

yang signifikan dari level serum sitokin namun masih lebih tinggi daripada kontrol

orang sehat setelah terapi 1 tahun MDT. (Moubasher et al., 1998b). Trao et al

juga melaporkan penurunan level serum sitokin IL-4 pada kusta MB setelah terapi

1 tahun, namun sitokin lainnya yang diproduksi oleh makrofag seperti IL-10 dan

TGF-β atau yang diaktivasi oleh sitokin tersebut (IFN-γ ) masih dalam level yang

hampir sama setelah terapi MDT. Hal ini menunjukkan adanya aktifasi makrofag

yang masih tetap berlanjut selama pengobatan yang menyebabkan interaksi

dengan sel T. (Trao et al., 1998)

Penurunan produksi sitokin berhubungan dengan efek penghambatan

langsung dari kemoterapi yang diberikan. Selain itu, klofazimin juga memiliki efek

anti inflamasi dan menghambat stimulasi sel mononuklear dalam pembuluh

darah. Dapson juga memiliki efek anti inflamasi. Efek inilah yang juga

berpengaruh pada produksi sitokin terutama sitokin proinflamasi IL-1β dan TNF α.

(Moubasher et al., 1998b)

F.Efek Pengobatan ROM terhadap Sistem Imun Spesifik

Meskipun terapi ROM baru direkomendasikan tahun 1997, banyak penelitian

sebelumnya yang menyarankan penggunaan obat-obatan ini untuk kusta. Rees

Page 43: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

27

dkk memperlihatkan bahwa rifampisin menghambat pertumbuhan M.leprae pada

mencit; dimana inhibisi ini tampak pada basil yang sensitif dan resisten terhadap

dapson. Ji dkk awalnya melaporkan bahwa rifampisin sangat bakterisidal bahkan

pada dosis tunggal dan pada studi selanjutnya ditemukan bahwa rifampisin

sangat bakterisidal dibandingkan dengan rejimen lain, termasuk obat-obat yang

lebih baru (Setia, dkk, 2011).

Baru pada pertengahan akhir tahun 1980 yang melaporkan efek bakterisidal

ofloksasin dan minosiklin (Setia, dkk, 2011). Percobaan klinis dan pada hewan

coba terhadap pefloksasin dan ofloksasin menunjukkan ektivitas bakterisidal yang

tinggi terhadap M.leprae. Ofloksasin memperlihatkan aktivitas bakterisidal yang

menjanjikan terhadap M.leprae (pada model mencit) dan menghasilkan perbaikan

klinis dan labortaorium yang nyata pada pasien lepromatosa (M.da G.S.Cunha,

et.al, 2012).

Minosiklin, yang merupakan golongan aminotetrasiklin teralkilasi telah

ditunjukkan memiliki aktivitas bakterisidal terhadap M.leprae, dengan

menghambat aktivitas metabolik basil ini. Pada kusta, minosiklin dengan dosis

100 mg/hari selama 3 bulan memperlihatkan hasil yang memuaskan, terutama

dari segi klinis dan viabilitas bakteri. (Fajardo T,et.al, 1994; Gelber R, et.al, 1994).

Pada percobaan klinis dengan pemberian minosiklin 100 mg/hari untuk pasien

kusta lepromatosa yang belum pernah diobati sebelumnya, ditemukan bahwa

minosiklin memberikan efek perbaikan lesi kulit dan aktivitas bakterisidal yang

konsisten terhadap M.leprae dan lebih superior dibandingkan dengan dapson dan

klofazimin (Gelber R, et.al, 1994). Perbaikan lesi klinis berupa hilangnya eritema

dan berkurangnya indurasi nodul yang cepat pada pemberian minosiklin

memperlihatkan bahwa obat ini memiliki efek antiinflamasi (Fajardo T, et.al, 1994;

Page 44: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

28

Gelber R, et.al, 1994). Pada studi yang dilakukan oleh Fajardo dkk terhadap 14

pasien kusta lepromatosa di Lousiana Amerika, tidak ditemukan bakteri M.lepra

yang hidup pada akhir bulan keenam setelah monoterapi minosiklin selama 5

bulan, baik yang didemonstrasikan menggunakan inokulasi pada telapak kaki

mencit maupun melalui uji oksidasi asam palmitat (Fajardo, et.al, 1994). Oleh

karena efek ini, maka minosiklin dapat dipakai sebagai agen bakterisidal bersama

dengan rifampin yang lebih baik dibandingkan dengan obat sebelumnya, dan

memungkinkan waktu terapi yang lebih pendek (Gerber R, et.al, 1994).

Untuk kusta tipe MB, pemberian ROM setiap bulan yang diawasi

merupakan rejimen alternatif yang ideal dan efektif dibandingkan MDT dengan

pengurangan beban operasional dan resiko efek samping, dan durasi pengobatan

yang lebih pendek. Data eksperimental memperlihatkan ofloksasin dan minosiklin

lebih kuat secara bermakna dibandingkan dengan dapson dan klofazimin

terhadap M.leprae, mendukung gagasan bahwa jumlah dosis bulanan ROM dan

MDT yang sama akan memberikan efikasi jangka panjang yang sama. Studi

kemoterapi pada mencit yang dilakukan timektomi dan dipaparkan terhadap

M.leprae memperlihatkan bahwa minosiklin plus rifampin, bukan rifampin saja,

membunuh semua M.leprae yang hidup, mengesankan bahwa minosiklin mungkin

merupakan komponen yang sangat penting dalam semua rejimen berbasis

rifampin (Villahermosa, et.al, 2004).

Studi mengenai efek ROM terhadap kusta sampai saat ini masih terbatas

pada efek klinis, bakteriologis, dan histopatologis, namun belum ada yang secara

khusus menilai efek ROM terhadap sistem imun spesifik, khususnya sitokin. Studi

yang dilakukan oleh Mukhtar, 2003 memperlihatkan bahwa dari segi bakteriologis

(indeks bakteri dan indeks morfologi) pasien kusta yang diterapi dengan quadriple

Page 45: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

29

therapy dengan ROM 3 kali seminggu dan klofazimin 300 mg/ 2 minggu dan

selanjutnya 100 mg/hari selama 3 bulan terbukti menurun secara cepat dan

bermakna (Mukhtar, 2003). Efektivitas bakterisidal yang tinggi dari kombinasi

ROM ini mungkin dapat berpengaruh pada level sitokin, dimana dalam

kepustakaan dikatakan bahwa sitokin diproduksi akibat stimulasi antigen,

sehingga jika antigen dihilangkan maka terjadi penurunan produksi sitokin (Madan

et,al. 2011).

Sebuah studi oleh Corps, dkk tahun 2003 mengemukakan bahwa

fluoroquinolon dapat memodulasi ekspresi dari sitokin inflamasi, dimana beberapa

efek ini dihubungkan dengan perubahan dalam induksi faktor transkripsi (Corps,

et.al, 2003). Studi lain yang dilakukan oleh Kloppenburg dkk tahun 1996

memperlihatkan bahwa minosiklin memiliki efek yang berbeda pada regulasi

produksi sitokin oleh sel T dan monosit (Kloppenburg, et.al, 1996). Akan tetapi,

kedua penelitian ini dilakukan pada penyakit inflamasi kronis yang bukan

disebabkan oleh infeksi bakteri, sehingga efek nyata rifampisin, ofloksasi dan

minosiklin pada sitokin pada penyakit kusta belum dapat dikemukakan dengan

jelas.

Page 46: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

30

G.Kerangka Teori

M.Leprae

Kusta Tipe MB

Sel Schwan

Stimulusantigen

Makrofag( APC)

Sel Virchow

Imunitasseluler (Th1) ↓

ImunitasHumoral (Th2) ↑

IL-12 ↓ IL-4 ↑

Terapi ROM 3 bulan

Perubahan produksisitokin

Evaluasi 12 bulan setelahterapi

Page 47: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

31

H.Kerangka Konsep

Keterangan:

: Variabel bebas

: Variabel kendali

: Variabel tergantung

TerapiROM

IL-4

IL-12Evaluasi 12 bulan

setelah terapiROM

KumanM.Leprae

PenderitaKusta Tipe

MB

Page 48: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian prospektif

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, RSUP

Balai pengobatan kulit Sul-Sel, RS Thajuddin Khalid dan RS jejaring lainnya

sebagai tempat pengambilan sampel, laboratorium NECHRI RSUH sebagai

tempat pemeriksaan sitokin dengan ELISA. Penelitian dilakukan 12 bulan

setelah terapi.

C. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah merupakan penderita kusta tipe MB pada

penelitian sebelumnya yang sudah mendapat terapi ROM selama 3 bulan

yang datang kontrol 12 bulan setelah terapi ke poliklinik Kulit dan Kelamin

RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar, RSUP Balai pengobatan kulit Sul-

Sel, RS Thajuddin Khalid dan RS jejaring lainnya.

D. Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh populasi penelitian sebelumnya yang

memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive

sampling yaitu cara pengambilan sampel dimana semua penderita yang

datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin dan memenuhi kriteria penelitian,

Page 49: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

33

dimasukkan ke dalam sampel penelitian dalam kurun waktu tertentu sampai

besar sampel yang dibutuhkan terpenuhi.

E. Perkiraan Besar Sampel

Sampel penelitian adalah seluruh populasi penelitian sebelumnya

sebanyak 10 sampel. yang memenuhi kriteria inklusi, bersedia mengikuti

penelitian dengan menandatangani informed consent.

F. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria inklusi subyek penelitian

a. Penderita kusta laki-laki dan wanita usia 16-60 tahun

b. Penderita kusta tipe MB (klasifikasi WHO) yang telah memperoleh terapi

ROM dan tercatat sebagai pasien di lokasi penelitian.

c. Penderita kusta tipe MB (klasifikasi WHO) memiliki data rekam medis kadar

IL-12 dan IL-4

d. Bersedia ikut serta dalam penelitian ini sampai selesai dengan menanda

tangani formulir informed consent.

2. Kriteria eksklusi subyek penelitiana. Penderita kusta MB yang telah mendapatkan pengobatan ROM secara tidak

teratur.

G. Ijin Penelitian Dan Kelayakan Etik (Ethical Clearance)

Pemberian informasi dan permintaan ijin (informed consent) dari

penderita atau keluarganya untuk dimasukkan dalam penelitian ini, serta

persetujuan kelaikan etik penelitian dari Komisi Etik Penelitian Biomedis pada

Manusia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin dilakukan dalam

penelitian ini.

Page 50: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

34

H. Cara Penelitian

1. Alokasi Subyek

Setiap subyek yang datang berobat ke poliklinik Kesehatan Kulit dan

Kelamin dan telah memenuhi syarat penelitian (kriteria inklusi).

1. Prosedur penelitian

a) Pencatatan Data Subyek Penelitian

1) Setiap subyek yang datang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin

dan telah memenuhi syarat penelitian (kriteria inklusi) dicatat

identitas (nama, nomer register, umur, jenis kelamin dan alamat),

dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta diambil foto

subyek (setelah mohon ijin terlebih kepada subyek) untuk data

awal.

2) Subyek penelitian diberikan informasi dan penjelasan secara

terperinci mengenai apa yang akan dilakukan selama penelitian

serta permohonan ijin, bila subyek setuju, maka subyek atau

keluarganya menandatangani persetujuan secara tertulis (informed

concent)

b) Pengambilan Biospesimen

1) Spesimen darah

Pengambilan sampel darah diambil dari vena mediana kubiti

dengan menggunakan vacutainer sebanyak 3 cc dengan cara aseptik

menggunakan jarum suntik disposibel 3 cc dan dimasukkan dalam

tabung sentrifus. Darah dalam tabung diputar 10-15 menit dengan

Page 51: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

35

kecepatan 2000 rpm, serum yang berada dibagian atas dipisahkan

kemudian disimpan dalam lemari es pada suhu -200C

2) Kuantifikasi sitokin (IL-12)

a) IL-12 dihitung dengan menggunakan metode Enzyme linked

immunosorbent assay (ELISA) menggunakan kit Quantikine®

high sensitivity (HSv).

b) Pemeriksaan dilakukan dalam 36 jam setelah proses elusi.

c) Menyiapkan reagen.

d) Menambahkan konjugat IL-12 pada setiap cawan

e) Menambahkan 100µL standart, sampel, pada setiap sumur.

Inkubasi selama 2 jam pada suhu ruangan.

f) Aspirasi dan bilas

g) Tambahkan substrat (kromogen tetrametyl Bezidine) pada

setiap cawan, inkubasi selama 20 menit dalam suhu ruangan.

h) Baca pada ELISA reader dengan panjang gelombang 540 nm

selama 30 menit menggunakan microplate reader.

3) Kuantifikasi sitokin (IL-4)

a) IL-4 dihitung dengan menggunakan metode Enzyme linked

immunosorbent assay (ELISA) menggunakan kit Quantikine®

high sensitivity (HSv).

b) Pemeriksaan dilakukan dalam 36 jam setelah proses elusi.

c) Menyiapkan reagen.

d) Menambahkan konjugat IL-4 pada setiap cawan

e) Menambahkan 100µL standart, sampel, pada setiap sumur.

Inkubasi selama 2 jam pada suhu ruangan.

Page 52: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

36

f) Aspirasi dan bilas

g) Tambahkan substrat (kromogen tetrametyl Bezidine) pada

setiap cawan, inkubasi selama 20 menit dalam suhu ruangan.

h) Baca pada ELISA reader dengan panjang gelombang 450 nm

selama 30 menit menggunakan microplate reader.

I. SKEMA ALUR PENELITIAN

Subyek (Penderita yang telah di terapi ROM selama 3 bulan)

Identitas Pasien

Kriteria inklusi dan eksklusi

Informed Consent

Pengambilan biospesimen darah setelah 12bulan terapi ROM

Pemeriksaan kadar IL-4 dengan ELISAPemeriksaan kadar IL-12 dengan ELISA

Analisis Data

Pelaporan

Page 53: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

37

J. Identifikasi Variabel

Variabel Bebas : Terapi ROM

Variabel Kendali : Evaluasi 12 bulan setelah terapi

Variabel Tergantung : IL-12, IL-4

K. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Defenisi operasional

a. Penderita kusta adalah penderita yang setelah dilakukan serangkaian

pemeriksaan klinis, bakteriologis dan histopatologis memenuhi 3 tanda

utama (Cardinal sign) penyakit kusta yakni kelainan kulit yang mati

rasa (anestesi), penebalan saraf tepi, dan ditemukannya kuman BTA

dari apus sayatan kulit maupun biopsi kulit; atau jika memenuhi paling

sedikit dua dari tiga tanda utama yang disebutkan terdahulu atau yang

ketiga.

b. Penderita kusta MB adalah penderita kusta yang berdasarkan klasifikasi

WHO terdiri atas tipe borderline (BB), borderline lepromatosa (BL),

lepromatosa (LL), dengan semua kasus tipe apapun dijumpai hasil

pemeriksaan BTA positif.

c. ELISA merupakan tehnik biokimia yang digunakan untuk mendeteksi

adanya antigen atau antibodi pada sampel, dalam penelitian ini

dipergunakan untuk mengevaluasi peranan IL-12 dan IL-4 pada respon

imun pada penderita kusta tipe MB

Page 54: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

38

d. Kadar interleukin (IL-12) adalah hasil pemeriksaan IL-12 yang diperiksa

dengan menggunakan enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA)

yang dinyatakan dengan satuan pg/ml.

e. Kadar interleukin (IL-4) adalah hasil pemeriksaan IL-4 yang diperiksa

dengan menggunakan enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA)

yang dinyatakan dengan satuan pg/ml.

g. Pengobatan MDT ROM adalah pengobatan pada penderita kusta MB

dengan rejimen pengobatan yang sesuai dengan beberapa

kepustakaan yang terdiri dari rifampisin 600 mg 3x/minggu, ofloksasin

400 mg 3x/minggu dan minosiklini 100 mg 3x/mg selama 3 bulan

berturut-turut.

2. Kriteria obyektif:

a. Penderita kusta MB yang sudah mendapat terapi ROM selama 3 bulan

b. IL-12

- Normal : Bila jumlahnya sesuai dengan nilai normal pada kit yang

digunakan

- Meningkat : Bila jumlahnya > normal

- Menurun : Bila jumlahnya < normal

c. IL-4

- Normal : Bila jumlahnya sesuai dengan nilai normal pada kit yang

digunakan

- Meningkat : Bila jumlahnya > normal

- Menurun : Bila jumlahnya < normal

d. Terapi ROM

Page 55: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

39

- Pre terapi : Pasien kusta MB yang belum mendapat terapi MDT ROM

atau obat kemoterapi lainnya

- Post Terapi : Pasien kusta MB yang telah mendapat terapi MDT

ROM selama 3 bulan.

3. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan atau

grafik. Pengolahan data dianalisis dan diuji menggunakan chi square

dengan batas kemaknaan p<0.05.

Page 56: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

40

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Makassar dengan sampel adalah

penderita kusta tipe MB, dengan jumlah sebanyak 10 orang yang dilakukan

pengambilan sampel darah sebelum terapi dan setelah 3 bulan terapi

dengan ROM. Dari sampel, umur termuda adalah 18 tahun dan tertua 58

tahun. Pada semua sampel tersebut kemudian dilakukan penentuan dan

analisis titer sitokin IL-12 dan IL-4 dengan menggunakan teknik ELISA.

Data dan hasil analisis statistik kemudian disusun dalam bentuk tabel

berikut:

Tabel 2. Karakteristik Responden Bedasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 10 100

Perempuan 0 0

Total 10 100

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 10 orang (100%) total sampel

menurut jenis kelamin, semua responden berjenis kelamin laki-laki.

Page 57: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

41

Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur Jumlah Persentase (%)

18-28 3 30%

29-38 3 30%

39-48 0 0

≥ 49 4 40%

Berdasarkan distribusi penderita menurut umur, menunjukkan

mayoritas responden (40%) berumur lebih dari 49 tahun, sedangkan

responden yang berusia 19-28 tahun dan 29-38 tahun adalah sama yakni

sebesar (30%).

Tabel 4. Hasil pemeriksaan BTA sebelum terapi dan 12 bulan setelah 3

bulan terapi ROM

Tabel 4 menunjukkan dari total 10 orang sampel, sebelum terapi, sebagian

besar (5 orang) memiliki jumlah BTA +1, sebanyak 3 orang memiliki jumlah

BTA +2 dan hanya 1 orang yang memiliki jumlah BTA +3. Sedangkan setelah

12 bulan setelah terapi ROM 3 bulan, tidak terdapat sampel yang memiliki

hasil BTA +.

BTA

Jumlah sampel

Sebelum Sesudah

+1 5 0

+2 3 0

+3 1 0

Negatif - 10

Page 58: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

42

Tabel 5. Perbandingan kadar IL-4 sebelum dan 12 bulan setelah 3 bulan

terapi ROM

Uji Wilcoxon p= 0,008

Dari tabel 5 tampak bahwa terdapat perbedaan yang bermakna rerata

indeks IL-4 sebelum terapi dengan 12 bulan setelah terapi ROM 3 bulan

dengan p=0,008 sehingga p<0,05, dan terjadi signifikan peningkatan.

Tabel. 6 Perbandingan kadar IL-12 sebelum dan 12 bulan setelah 3 bulan

terapi ROM

IL-12

Sebelum Sesudah

Mean 398,68 200.98

Median 263,28 179.99

Standar deviasi 328,92 99.19

Rentangan 133,25 – 1210,8 122,18 – 442,86

Uji Wilcoxon p=0,066

Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna

antara indeks rerata IL-12 sebelum terapi dengan 12 bulan setelah terapi

IL-4

Sebelum Sesudah

Mean 29.16 163.40

Median 21.24 157.44

Standar deviasi 34.12 85.11

Rentangan 5,05 – 115,90 61,19 – 356.65

Page 59: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

43

ROM 3 bulan dengan p=0,066 sehingga p>0,05, dan terjadi signifikan

penurunan.

Tabel 7. Distribusi perubahan Kadar IL-12 dan IL-4 12 bulan setelah 3

bulan terapi ROM

Tabel 7 menunjukkan dari 10 orang total sampel, pada pemeriksaan

kadar IL-12 sebelum dan 12 bulan setelah terapi ROM 3 bulan terdapat 2

sampel yang memperlihatkan peningkatan sedangkan pada 7 sampel lainnya

mengalami penurunan. Pada kadar IL-4 sebelum dan 12 bulan setelah terapi

ROM 3 bulan, sebanyak 9 sampel memperlihatkan peningkatan. Dan terdapat

1 sampel tidak terdeteksi antibody IL 4 maupun IL12.

B. Pembahasan

Penelitian ini telah dilakukan dengan jumlah subjek 10 orang penderita

kusta tipe MB baru yang mendapat terapi ROM. Darah pasien diperiksa

sebelum mendapat terapi dan kemudian 3 bulan setelah terapi ROM.

Sampel penelitian yang digunakan berupa serum penderita, yang

didapatkan setelah darah segar yang diambil dari vena mediana kubiti

disentrifus. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kadar IL-12 dan IL-4 di

Variabel Jumlah Sampel Total

Meningkat Menurun Tidak Terdeteksi

IL-4 9 - 1 10

IL-12 2 7 1 10

Page 60: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

44

laboratorium NECHRI RS UNHAS menggunakan tehnik ELISA dan diukur

menggunakan Kit ELISA high sensitivity RandD systems.

Jumlah penderita yang masuk dalam penelitian ini adalah 10 orang

yang mendapat pengobatan ROM. Pada penelitian ini, di tabel 2 tampak

bahwa semua penderita berjenis kelamin laki-laki (100%). Hal ini sesuai

dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa prevalensi laki-laki lebih sering

menderita kusta dibandingkan perempuan terutama dengan alasan laki-laki

lebih rentan terkena kusta lepromatosa (MB) sehingga lebih banyak pula yang

datang berobat. (Correa et.al., 2012; Bryceson and Pfaltzgraff, 1990)

perbedaan pada rasio jenis kelamin, yang lebih jelas pada dewasa laki

daripada anak-anak, dimana angka lepromatousa lebih besar daripada wanita

dewasa. Dan beresiko untuk memperoleh deformitas yang lebih berat.

Kondisi ini di kaitkan dengan peningkatan eksresi urinary gonadotrphin dan

kadar plasma testosterone dan urinary 17-ketosteroid yang rendah. (Bryceson

and Pfaltzgraff, 1990) Androgen, yaitu testosteron, memiliki fungsi

imunosupresif dan telah terbukti mengurangi ekspresi TLR-4 pada makrofag

testis. Testosteron memainkan peran imunomodulator dengan mengatur

keseimbangan antara ekspresi sitokin pro-dan anti-inflamasi di Sertoli cells

(SCs), sel Leydig dan MPCs. Hormon luteinizing dapat mengontrol proliferasi

spermatozoa di testis selama pubertas dan pemeliharaan makrofag pada

testis dewasa dengan bekerja pada sel Leydig. Follicle-stimulating hormone

mengatur pematangan makrofag testis melalui SCs. Selain itu, antagonis

hormon melepaskan gonadotropin telah terbukti mengurangi persentase sel

Treg dan meningkatkan jumlah NK cells pada pria yang sehat. (Nguyen et

al.2014) dan sesuai dengan studi epidemiology lainnya. Di mana pada

Page 61: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

45

penelitian di arab Saudi jumlah pasien laki-laki lebih bnyak dengan

perbandingan 3,4 : 1 yang menunjukkan lebih tinggi dari ratio secara global.

Hal yang sama juga di tunjukkan pada study dari Kuwait and Qatar yang

melaporkan angka perbandingan 4.5-5.5:1. (Assiri A, 2014)

Pada penelitian ini, di tabel 3 memperlihatkan bahwa kelompok usia

terbanyak adalah ≥ 49 tahun (40%). Kusta dapat menyerang segala usia,

dalam suatu penelitian pada variasi umur penderita antara 11-75

tahun.terbanyak adalah pada kelompok dengan umur 20- 30 tahun di ikuti

kelompok umur 60- 70 tahun. (Noordeen, 1994, Manandhar U, 2013) Suatu

studi dari Universitas federal Paraiba memperlihatkan bahwa frekuensi kusta

tertinggi adalah pada usia tua, yakni antara 50-64 tahun (27%). Tingginya

insiden pada usia dewasa dan tua mungkin disebabkan oleh panjangnya

masa inkubasi penyakit ini, dengan rata-rata durasi 2-7 tahun. (Correa et.al.,

2012) Penjelasan lain adalah bahwa kusta yang diderita oleh populasi

dewasa yang tinggal di daerah endemik seringkali merupakan reinfeksi atau

superinfeksi dari seseorang yang sebelumnya sudah terinfeksi namun secara

subklinis yang mengalami penurunan respon imun terhadap kusta seiring

dengan bertambah usia.(Noordeen SK, 1994)

Pada penelitian ini, tampak bahwa jumlah BTA awal pasien berkisar

antara +1 sampai +3, yang menunjukkan bahwa pasien-pasien ini berada

dalam bentuk kusta boderline dalam spektrum imunologi kusta, dengan

sistem imunitas yang tidak stabil. Setelah di berikan pengobatan dengan

menggunakan ROM selama 3 bulan, di dapatkan hasil BTA setelah 12 bulan

terapi adalah negative pada seluruh sampel. Jumlah BTA pada pasien lepra

lepromatous akan mengalami penurunan setelah setahun berobat. Dan bila

Page 62: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

46

tidak di obati jumlah BTA pada cuping telinga akan menunjukkan jumlah

terbanyak. Pemeriksaan slit skin smear negative juga pada pasien tipe TT.

Namun pemeriksaan slit skin smear tidak dapat dilakukan untuk pemeriksaan

kesembuhan. (Bryceson A dan Pfaltzgraff R, 1990)

Profil sitokin pada tuberkuloid memiliki CMI yang baik, dengan di

dapatkannya IFN-γ dan interleukin-2 (IL-2). Pada pasien lepromatous, sitokin

tersebut berkurang, dan IL-4, IL-5, dan IL-10, yang menurunkan kekebalan

imunitas seluler dan meningkatkan fungsi supresor dan produksi antibodi,

tampak dominan. Sehubungan dengan profil sitokin pada pasien kusta, telah

diketahui bahwa pada dua kutub polar dari spektrum kusta, masing-masing

tampak jelas diwakili oleh respon sel T beserta produksi sitokin yang berbeda.

Pada satu kutub ekstrim (TT) pasien memperlihatkan imunitas seluler yang

kuat terhadap M.leprae yang secara efektif membatasi pertumbuhan bakteri

melalui produksi sitokin tipe Th-1lokal, yaitu antara lain IL-12 dan IFN-γ. Pada

sisi kutub ekstrim lainnya (LL), ditandai dengan penyakit multibasiler yang

meluas dan kurangnya respon terhadap M.leprae, aktivasi sel Th-2 yang

menghambat sel Th-1, yang menyebabkan defek pada imunitas seluler yang

spesifik terhadap M.leprae. (James WD. 2016, Stefani M, et.al, 2003;

Moubasher et.al. 1998)

Subyek penelitian adalah pasien yang didiagnosis sebagai kusta tipe

MB atau lepromatosa. Pada lepra tipe lepromatous, ketahanan sangat rendah

untuk menahan secara signifikan proliferasi basil, akan tetapi masih cukup

mampu untuk menginduksi kerusakan jaringan oleh inflamasi, khususnya

pada saraf. Kelompok BL memiliki variasi klinis tertinggi. Walaupun hanya

terlihat pada 1/3 pasien BL. Kusta tipe lepromatosa ditandai dengan cell-

Page 63: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

47

mediated immunity yang rendah dengan tipe respon imunitas humoral yaitu

Th-2, dan mRNA yang memproduksi terutama sitokin IL-4, IL-5 dan IL-10

yang di duga berperan dalam tidakberesponannya imunitas dan kegagalan

aktivasi makrofag pada kusta tipe lepromatosa, sehingga tidak dapat

membatasi pertumbuhan bakteri. (Prakash RM, 2012, Modlin R, 1994)

Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh menghasilkan sitokin sebagai

respon terhadap stimulasi antigenik. Sitokin yang diproduksi pada penderita

kusta disebabkan oleh stimulasi sistem imun oleh antigen M.leprae, dan saat

antigen ini menurun karena pengobatan, produksi sitokin dapat diturunkan

atau bahkan dapat mencapai kadar normal yang ditemukan pada orang sehat

jika antigen ini dihilangkan secara total. (Moubasher et.al. 1998b)

Interleukin-4 dikenal pertama kali sebagai sitokin yang berperan

penting pada perkembangan respon Th-2.(Trinchieri G, 2003) Dalam suatu

penelitian oleh Niggeman dkk, efek priming IL-4 mencapai tingkat optimal

dalam waktu 2,5 jam. (Niggeman et.al. 1997) Kemampuan IL-4 untuk

memberikan efek penghambatan pada respons sel-mediated T dan ekspresi

preferensial IL-4 mRNA pada lesi pasien LL telah terdokumentasi dengan

baik. (Sasiain, 1998) Pada penelitian ini, di tabel 5 tampak bahwa terdapat

perbedaan yang bermakna antara kadar IL-4 sebelum terapi dan 12 bulan

setelah terapi menggunakan ROM dimana terjadi peningkatan signifikan. Hal

yang sama juga didapatkan untuk kadar IL-12 yang memperlihatkan

penurunan yang signifikan antara sebelum terapi dan 12 bulan setelah terapi

menggunakan ROM, yang ditunjukkan pada tabel 6. Hasil yang sedikit

berbeda dengan penelitian yang didapatkan oleh Budiani S yang meneliti

pengaruh terapi ROM 3 bulan setelah terapi pada IL-12 dan IL-4. Dan juga

Page 64: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

48

penelitian oleh Bandjar FK, yang meneliti pengaruh terapi MDT MB setelah 3

bulan pada IL-12 dan IL-4. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, pada penelitian ini didapatkan BTA pasien berkisar antara +1

sampai +3 yang menunjukkan bahwa pasien berada pada tipe borderline

dengan sistem imunitas yang tidak stabil. (Bryceson A dan Pfaltzgraff R,

1990). Kusta merupakan penyakit dengan sistem imunitas yang tidak stabil.

Pada satu kutub ekstrim (TT) pasien memperlihatkan imunitas seluler yang

kuat terhadap M.leprae yang secara efektif membatasi pertumbuhan bakteri

melalui produksi sitokin tipe Th-1lokal, yaitu antara lain IL-12 dan IFN-γ. Pada

sisi kutub ekstrim lainnya (LL), ditandai dengan penyakit multibasiler yang

meluas dan kurangnya respon terhadap M.leprae, aktivasi sel Th-2 yang

menghambat sel Th-1, yang menyebabkan defek pada imunitas seluler yang

spesifik terhadap M.leprae. Diantara dua bentuk polar yang stabil tersebut

terdapat bentuk borderline dengan status imunologi yang tidak stabil

(Andrews James WD, 2016; Madan et.al., 2011) Faktor lainnya yaitu pada

penelitian ini subyek kemungkinan memiliki pola sitokin campuran Th0, oleh

karena tidak ada yang berada dalam tipe polar. Sebuah penelitian oleh Misra

dkk memperlihatkan bahwa pola sitokin pasien dari berbagai spektrum kusta

setengahnya memperlihatkan pola campuran, bahkan pada beberapa tipe

polar sekalipun. (Misra et.al., 1995) Pada penelitian lain oleh Hu dan salgame

yang menggunakan Klon dari Th0 menunjukkan bahwa Th0 juga

menghasilkan IFN-γ dan IL-4. Dan kadarnya semakin meningkat ketika di

paparkan bersama IL-12. (Hu and Salgame, 1999)

Sehubungan dengan distribusi kadar IL sebelum terapi dan setelah

terapi, pada tabel 7 tampak bahwa dari 10 subyek, 12 bulan setelah terapi

Page 65: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

49

menggunakan ROM kadar IL-4 tidak ditemukan nilai yang menurun pada 9

orang sedangkan pada 1 orang tidak terdeteksi. Hasil ini sedikit berbeda

dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya, yang memperlihatkan

penurunan kadar semua sitokin yang diperiksa setelah terapi yang

diakibatkan oleh penurunan jumlah bakteri sehingga terjadi penurunan

stimulasi antigenik. (Moubasher et.al.,1998b; Madan et.al.2011) Hal ini

mungkin dipengaruhi oleh perbedaan pada jenis obat yang digunakan dan

sitokin yang diperiksa dan lama terapi antara penelitian ini dengan penelitian-

penelitian terdahulu tersebut. Kemungkinan ini diperkuat oleh hasil penelitian

oleh Budhiani, yang juga meneliti kadar IL-4 dan IL-12 sebelum dan setelah

terapi 3 bulan dengan menggunakan ROM pada pasien kusta tipe MB,

dimana dari 10 orang subyek, kadar IL-4 menurun pada 5 orang dan

meningkat pada 5 orang.(Budhiani S, 2016) dan oleh hasil penelitian oleh

Bandjar FK, yang juga meneliti kadar IL-4 dan IL-12 sebelum dan setelah

terapi 3 bulan namun menggunakan MDT MB pada pasien kusta tipe MB,

dimana dari 18 orang subyek, kadar IL-4 menurun pada 9 orang dan

meningkat pada 9 orang. (Bandjar FK, 2015)

Selain memiliki peran dalam pembentukkan IgE pada beberapa

penyakit seperti scleroderma, asma bronchial, rhinitis alergi hingga infeksi

parasit. Sel mast dan basofil juga menghasilkan interleukin 4 sehingga

keadaan di atas dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kadar IL-

4 setelah pengobatan meskipun jumlah bakteri menurun. (Haas et.al.1999)

(Abbas.2004)

Manfaat anti-inflamasi dari respon imun tipe 2 yang diinduksi cacing

tidak mencakup peradangan sebagai konsekuensi patogen mikroba.

Page 66: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

50

Komplikasi yang terkait dengan infeksi bersamaan memiliki implikasi global

sebagai akibat distribusi tumpang tindih infeksi bakteri dan cacing endemik di

banyak negara berkembang. Kegagalan untuk menginduksi profil sitokin

terpolarisasi yang tepat mengurangi respons imun tipe 1 terhadap bakteri dan

dikaitkan dengan promosi fenotipe M2, yang dikaitkan dengan kerusakan

bakteri diinternalisasi, meskipun peningkatan produksi TNF-α. Hal ini dapat

mempengaruhi hasil. (Lucina et.al 2002)

Interleukin-12, sebuah sitokin heterodimerik dengan berat molekul

70.000 terdiri dari dua subunit terkait-disulfida yang ditunjuk p35 dan p40,

sangat penting dalam interaksi antara lengan bawaan dan adaptif kekebalan

dan merupakan sitokin utama dan sangat penting dalam respon terhadap

patogen intraselular melalui produksi IFN-c dan promosi imunitas yang

dimediasi sel. (Catherine,2010). Analysis of cytokine production in whole

blood cultures. Seluruh sistem kultur darah digunakan untuk menilai produksi

monokin oleh sel-sel darah mengikuti prosedur. Produksi IL-12 dalam PBMC

kira-kira 10 kali lipat lebih kecil dibandingkan pada whole blood cultures.

Dalam semua percobaan dikultur selama 20 jam. Produksi IL-12 optimal

setelah 16 jam dan tetap pada tingkat yang sama hingga 48 jam. (Meyaard et

al., 1997). Pada penelitian ini dari tabel 7 tampak bahwa dari 10 orang

subyek, kadar IL-12 menurun setelah pengobatan pada 7 orang dan

meningkat pada 2 orang dan tidak terdeteksi pada 1 orang. Hasil yang

berbeda didapatkan pada penelitian sebelumnya oleh Budhiani S pada 10

sampel, di mana kadar IL-12 setelah pengobatan terdapat peningkatan pada

4 orang dan menurun pada 6 orang. Hasil yang kurang lebih sama juga

didapatkan pada penelitian oleh Bandjar FK, dimana dari 18 subyek setelah

Page 67: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

51

terapi MDT selama 3 bulan, kadar IL-12 meningkat pada 10 orang dan

menurun pada 8 orang. Peningkatan kadar IL-12 ini mengindikasikan

peningkatan respon Th-1 yang berperan menghambat replikasi bakteri

melalui peningkatan aktivitas imunitas seluler (Presky DH et.al. 1998, Bandjar

FK, 2015, Budhiani S, 2016) yang ditunjukkan oleh korelasi negatif dengan

jumlah bakteri setelah terapi. (Abbas.2004)

Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan penurunan

IL-12 pada penelitian ini: Pertama, Kusta memiliki dua bentuk polar,

lepromatous dan tuberculoid lepra, dengan profil sitokin yang kontras.

Interferon gamma interleukin tipe-1 (IFN-g), interleukin-2 (IL-2), dan IL-12

mendominasi kutub tuberkuloid, namun profil sitokin Th2-like terjadi pada

kutub lepromatous. Antara dua bentuk kutub adalah bentuk klinis dan

imunologis yang tidak stabil, batas batas tuberkuloidoid (BT) dan kusta

lepromatosa batas (BL). (Little, 2001) pada penelitian ini didapatkan BTA

pasien berkisar antara +1 sampai +3 yang menunjukkan bahwa pasien

berada pada tipe borderline dengan sistem imunitas yang tidak stabil.

(Bryceson A dan Pfaltzgraff R, 1990). Factor lain yang mempengaruhi Efek

regulasi IFN-γ yang memodulasi produksi atau aktivitas sitokin lainnya seperti

IL-12 atau IL-10 seperti yang terlihat pada kusta dapat menyebabkan

peningkatan imunitas yang dimediasi sel. (Sasiain, 1998). penghambatan IL-

12 oleh sitokin lain, terutama oleh IL-10. Di mana bila IL-10 mengalami

peningkatan maka IL-12 akan menunjukkan penurunan. IL-10 merupakan

penghambat kuat produksi IL-12 dengan cara menghambat transkipsi dari

gen pengkode IL-12 maupun induksi sintesis suatu protein khusus. (Trinchieri

G, 2003, Hari Sai Priya, 2009) Selain oleh sel Th-2, IL-10 juga diproduksi

Page 68: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

52

oleh monosit bahkan juga oleh beberapa sel Th-1, sehingga penurunan sel

Th-2 tidak serta merta meningkatkan IL-12. (Katsikis PD et.a;., 1995)

Beberapa kondisi seperti inflamasi kronik pada usus juga dapat mendukung

produksi IL-10 oleh sel B. (Mizoguchi et.al.,2002); kondisi koinfeksi antara

mikobakterium tuberculosis dan leishmaniasis terutama pada daerah endemik

bakteri mykobakterium dapat menunjukkan tidak beresponnya IL-12.

(Trindade et.al 2013) Ketidakberesponan monosit pada pasien lepromatosa,

sehingga meskipun distimulasi oleh IFN-γ, monosit tetap tidak dapat

menghasilkan IL-12 (Libraty DH, 1997);. dan terakhir Kemungkinan

penghambatan IL-12 oleh prostaglandin E2 (PGE2). PGE2 telah ditunjukkan

memiliki kemampuan untuk menginduksi IL-10 dan menekan produksi dari

banyak sitokin proinflamasi. Pada studi in vitro, PGE2 memiliki kemampuan

secara selektif menghambat produksi sitokin Th-1 IFN-γ, menekan produksi

IL-12 oleh monosit dan sel dendritik, menekan reseptor IL-12, namun tidak

menekan sitokin Th-2 IL-4 dan IL-5. Overproduksi PGE2 ditemukan pada

banyak penyakit terkait Th-2, terutama pada dermatitis atopik dan asma.

(Kalinski P, 2011)

Keterbatasan pada penelitian ini antara lain oleh karena kurangnya

jumlah sampel yang di gunakan serta tidak dilakukan skrining lengkap secara

menyeluruh terhadap kondisi nutrisi dan penyakit seperti sistemik infestasi

parasit, rinitis alergi, asma bronkial dan dermatitis atopik, sehingga pengaruh

penyakit tersebut terhadap peningkatan maupun penurunan sitokin tidak

dapat disingkirkan.

Penelitian ini sepanjang pengetahuan peneliti merupakan penelitian

yang kedua kali melihat efek terapi ROM terhadap profil sitokin pasien kusta

Page 69: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

53

tipe MB. Hasil dari penelitian ini masih belum dapat dijadikan pegangan

mengenai efektivitas terapi ROM, oleh karena keterbatasan di atas, sehingga

diperlukan penelitian lanjutan jumlah sampel yang lebih banyak dan dengan

skrining yang lebih ketat termasuk pemeriksaan adanya koinfeksi penyakit

sistemik lainnya dari bidang kesehatan lainnya.

Page 70: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

54

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian ini dan pembahasan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Terdapat perubahan yang bermakna pada kadar IL-12 12 bulan setelah

terapi 3 bulan dengan ROM, tetapi cenderung mengalami penurunan.

2. Terdapat perubahan yang bermakna pada kadar IL-4 12 bulan setelah

terapi 3 bulan dengan ROM. Di mana terjadi signifikan meningkat.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai kadar IL-12 secara

bertahap pada penderita kusta tipe MB dengan jumlah sampel yang lebih

banyak dan dengan skrining sampel yang lebih ketat.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai kadar IL-4 secara

bertahap pada penderita kusta tipe MB dengan jumlah sampel yang lebih

banyak dan dengan skrining sampel yang lebih ketat.

Page 71: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

55

DAFTAR PUSTAKA

Abulafia, J. A.Vignale, R. 1999 Leprosy: pathogenesis updated. Int J Dermatol.38: 321-34.

Abbas AK, Lichtman AH. 2004. Basic Immunology Functions and Disorders ofthe Immune System. Saunders Elsevier. p4.

Amiruddin, MD. 2012 Penyakit kusta sebuah pendekatan klinis, Makassar,Brillian Internasional

Amiruddin, M. D., Hakim, Z. & Darwis, E. 2003 Diagnosis Penyakit Kusta. dalamSjamsoe-Daili, E. S., Menaldi, S. L., Ismiarto, S. P. & Nilasari, H. (Eds.)Kusta. 2nd ed. Jakarta, Balai Penerbit FKUI.

Assiri, A., Yezli, S., Tayeb, T., Almasri, M., Bamgboye, A. E. & Memish, Z. A.2014. Eradicating leprosy in Saudi Arabia: Outcome of a ten-year surveillance(2003-2012). Travel Medicine and Infectious Disease, 12, 771-7.

Belgaumkar, V. A., Gokhale, N. R., Mahajan, P. M., Bharadwaj, R., Pandit, D. P.,Shantanu & Deshpande 2007 Circulating cytokine profiles in leprosypatients. Lepr Rev. 78: 223-30.

Bhat, R., Prakash C. 2012.Leprosy : An overview of pathophysiology. HindawiPublishing Corporation. 1-6

Brocker, C., Thompson, D., Matsumoto, A., Nebert, DW. 2010. “Evolutionarydivergence and functions of the human interleukin (IL) genefamily.”.Human Genomics 5,1: 30–55.

Budiani, S. 2016. Analisis kadar interleukin-12 dan interleukin-4 pada penderitakusta tipe multibasiler pre dan pasca terapi kombinasi rifampisinofloksasin minosiklin. Program Pasca Sarjana Universitas HasanuddinMakassar

Bryceson, A. & E.Pfaltzgraff, R. 1990. Leprosy, London, Churchill Livingstone.

Chambers, H. F. (2001) Antimicrobial agents (Continued) Protein SynthesisInhibitors and Miscellaneous Antibacterial Agents. In: Goodman, L. S.,Gilman, A, Hardman, J.G. & Limbird, L.E.(Eds.) Goodman & Gilman's ThePharmacological Basis of Therapeutics, Tenth ed. New York, McGraw-HillMedical Publishing Division.

Correa RGCF, de Aquino DMC, Caldas AJM, Amaral DKCR, Franca F.S,Mesquita ERRBP. 2012. Epidemiological, clinical, and operational aspectsof leprosy patients assisted at a referral service iin the state of Maranhao,Brazil. Rev Soc Bras Med Trop 45 (1): 89-94.

Corps AN, Curry VA, Harrall RL, Dutt D, Hazleman BL, Riley GP. 2003.Ciprofloxacin reduces the stimulation of prostaglandin E2 output byinterleukin-1B in human tendon-derived cells. Rheumatology 42: 1306

Page 72: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

56

De Bruin W, Dijkkamp E, Post E, Van Brakel WH. 2013. Combining peer-led selfcare interventions for people affected by leprosy or diabetes in leprosy-endemic countries. What do health care professionals think? Lepr Rev 84:266-7

DelVecchio M, Bajetta E, Canova S, Lotze MT, Wesa A, et.al. 2007. Interleukin-12: Biological properties and clinical application. Clin Cancer Res 13 (16):4677-83.

Dinkes 2011 Data kusta tahunan tingkat propinsi. Sulawesi Selatan.

Dinkes 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2012

Dogra, S. Kumaran,M,S. Narang, T.Radotra,B,S. Kumar,B. 2013 Clinicalcharacteristics and outcome in multibacillary (MB) leprosy patientstreated with 12 months WHO MDT-MBR: a retrospective analysis of 730patients from a leprosy clinic at atertiary care hospital of Northern India.Lepr Rev. 84:65–75

Fajardo TT, Villahermosa LG, Cruz ECd, Abalos RM, Franzblau SG, Walsh GP.1994. Minocycline in lepromatous leprosy. Int J of Lepr 63 (1): 8-15

Gelber RH, Murray LP, Siu P, Tsang M, Rea TH. 1994. Efficacy of minocyclinein single dose and at 100 mg twice daily for lepromatous leprosy. Int J ofLepr 62 (4): 568-72

Grosset JH, 2001. Newer drugs in leprosy. Int J Lepr Other Mycobact Dis 69:s14-s18

Hameed A, Iqbal T, Nawaz M, Batool F, Baig T,et.al. 2002. Pharmacokinetics ofofloxacin in male volunteers following oral administration. Pak J Bio Sc 5(10): 1098-1100

Haas H, Falcone F.H., Holland M.J., Schramm G, Haisch K. 1999. Earlyinterleukin 4: its role in the switch towards a Th2 response and IgEmediated allergy. Int Arch Allergy Immunol. 119: 86-94

Hu, C. & Salgame, P. 1999. Inability of interleukin-12 to modulate T-helper 0effectors to T-helper 1 effectors: a possible distinct subset of T cells.Immunology, 97, 84-91.

Jacobson R.R.1994.Treatment of Leprosy.In Hastings R.V.&OpromollaD,V,A.(Eds).Leprosy.Second ed.Edinburgh,Churchill Livingstone.

James, W. D., Bereger, T. D. & Elston, D. M. 2016. Hansen's Disease. Andrews’Diseases Of The Skin: Clinical Dermatology,. Twelfth ed. Philadelphia:Elsevier.

Jarduli, L,R.,Sell ,A,M.,Reis,P,G.,Sippert,E,A.,Ayo,C,M. 2013.Role of HLA, KIR,MICA and cytokines genes in leprosy. Hindawi Publishing Corporation. 1-17

.

Page 73: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

57

Ji, B., Jamet, P., Sao, S., Perani, E,. Traore, I,. Grosset, J. 1997. High relapserate among lepromatous leprosy patients treated with rifampin plusofloxacin daily for 4 weeks. Antimicrob Agents and Chemotherapy;4:1953-6.

Eichelmann K, et al. Lepra: Puesta al día. Definición, patogénesis,clasificación, diagnóstico y tratamiento. Actas Dermosifiliogr.2013;104:554-63.

Kang, T. J., Yeum, C. E., Kim, B. C., You, E. Y. & Chae, G. T. 2004. Differentialproduction of interleukin-10 and interleukin-12 in mononuclear cells fromleprosy patients with a toll-like receptor 2 mutation. Immunology. 112:674-680.

Kim, J., Uyemura,K.,Van Dyke,M,K.,Legaspi A,J.2001. A role for IL-12 receptorexpression and signal transduction in hist defense in leprosy. JImmunology.789-95

Kloppenburg M, Brinkan BMN, Rooij-Dijk H, Miltenburg AM, Daha MR,Breedveld FC, et.al. 1996. The tetracycline derivative minocyclinedifferentially affects cytokine production by monocytes and Tlymphocytes. Antimicrob.Agents Chemother. 40(4): 934-940

Lastoria JC, Abreu MAMMd. 2014. Leprosy: review of the epidemiological,clinical, and etiopathogenic aspects – Part 1. An Bras Dermatol. 89(2):205-18

Libraty, D. H., Airan, L. E., Uyemura, K., Jullien, D., Spellberg, B. & Rea, T. H.1997 Interferon gamma differentially regulates interleukin-12 andinterleukin-10 production in leprosy. J Clin. Invest. 99: 336-41.

Lockwood DJ, Sarno E, Smith WC. 2007. Classifying leprosy patients-searching for the perfect solution? Lepr Rev 78: 317-8

Lockwood, D. N. J. 2004 Leprosy. dalam Burn, T., Breathnach, S., Cox, N. &Griffiths, C. (Eds.) Rook's Textbook of Dermatology. 8th ed. USA,Blackwell Science.

Lockwood DNJ, Cunha MDG. 2012. Developing new MDT regimens for MBpatients: time to test ROM 12 month regimens globally. Lepr Rev 83:241-4

Luzina, I. G., Keegan, A. D., Heller, N. M., Rook, G. A. W., Shea-Donohue, T. &Atamas, S. P. 2012. Regulation Of Inflammation By Interleukin-4: AReview Of “Alternatives”. J Leukoc Biol, 92, 753–764.

M.da GS Cunha, Virmond M, Schettini AP, Cruz RC, Ura S, Ghuidella C, et.al.2012. Ofloxacin multicentre trial in MB leprosy FUAM-Manaus and ILSL-Bauru, Brazil. Lepr Rev 83: 261-2

Madan,N,K. Agarwal K, Chander R. 2011 Serum cytokine profile in leprosy andits correlation with clinico-histopathological profile. Lepr Rev. 82:371-82

Page 74: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

58

Manandhar U., Adhikari, R. & Sayami, G. 2013. Clinico-histopathologicalcorrelation of skin biopsies in leprosy. Journal of Pathology of Nepal, 3,452-8.

Martins MVSB, Guimares MMS, Spencer JS, Hacker MAVB, Costa LS, CarvalhoFM, et.al. 2012. Pathogen-specific epitopes as epidemiological tools fordefining the magnitude of Mycobacterium leprae transmission in areasendemic for leprosy. PloS Negl Trop Dis 6(4): e1616

Mesa NG, Zarzuelo A, Galvez J. 2013. Minocycline: far beyond an antibiotic. BrJ Pharmacol. 169: 337-352

Meyaard, L., Hovenkamp, E., Pakker, N., Kraan, T. C. T. M. V. D. P. & Miedema,F. 1997. Interleukin-12 (IL-12) Production in Whole Blood Cultures FromHuman Immunodeficiency Virus-Infected Individuals Studied in Relationto IL-10 and Prostaglandin E2 Production. Blood, 89, 570-576.

Modlin RL. 1994. Th1-Th2 paradigm: insight from leprosy. J Invest Dermatol102: 828.

Moubasher, A. E. A., Kamel, N. A., Zedan, H. & Raheem, D. E. A. 1998aCytokines in leprosy. Int J dermatol. 37: 733-40.

Moubasher, A. E. A., Kamel, N. A., Zedan, H. & Raheem, D. E. A. 1998bCytokines in leprosy, II. Effect of treatment on serum cytokines inleprosy. Int J Dermatol. 37: 741-6.

Mukhtar, S.V. 2003. Profil Bakteriologis dan Histopatologis Sebelum danSesudah Quadriple Therapy pada Penderita Kusta Tipe Multibasiler.Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar

Nguyen, P. V., Kafka, J. K., Ferreira, V. H., Roth, K. & Kaushic, C. 2014. Innateand adaptive immune responses in male and female reproductive tractsin homeostasis and following HIV infection. Cellular and MolecularImmunology volume, 11, 410-427.

Niggemann, B., Zuberbier, C. T., Herz, U., Enssle, K., Wahn, U. & Renz, H. 1997.Interleukin-4 (IL-4) enhances and soluble interleukin-4 receptor (sIL-4R)inhibits histamine release from peripheral blood basophils and mastcells in vitro and in vivo. Mediators of Inflammation, 6, 111-8.

Noordeen, S. K. 1994 Epidemiology of leprosy. dalam Hastings, R. C. &Opromolla, D. V. A. (Eds.) Leprosy. 2nd ed. Edinburgh, ChurchillLivingstone.

Noto S, Schreuder PAM, Naafs B. 2011. The Diagnosis of Leprosy. In LeprosyMailing List. p.8-20.

Ohyama, H., Kato, N., Takeuchi, K., Soga, Y. & Uemura, Y. 2004 Monocytes ofdistinct clinical type of leprosy are differentially activated by cross-linking class II HLA molecules to secrete IL-12. APMIS. 112: 271-4.

Page 75: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

59

Ottenhoff THM, Verreck FAW, Lichtenauer-Kaligis EGR, Hoeve MA, Sanal O,van Dissel JT. 2002. Genetics, cytokines and human infectious disease:lessons from weakly pathogenic mycobacteria and salmonellae. NatureGenetics 32: 97-104

Parkash O. 2009. Classification of leprosy into multibacillary andpaucibacillary groups: an analysis. FEMS Immunol Med Microbiol 55: 1-5

Penna M.L.F, Buhrer-sekula S, Pontes M.A.D.A, Cruz R, Goncalves H.D.S,Penna G.O. 2012. Primary result of clinical trial for uniform multidrugtherapy for leprosy patients in Brazil (U-MDT/CT-BR): reactionsfrequency in multibacillary patients. Lepr Rev. 83: 308-319

Presky,D,H.,Yang,H.,Minetti,L,J.,Chua,A,O.,Nabavi,N. 1996. A functionalinterleukin 12 receptor complexi composed of two β-type cytokinereceptor subunits. Proc.Nati.Acad.Sci, 93,14002-07

Priya, V. H. S., Anuradha, B., Gaddam, S. L., Hasnain, S. E., Murthy, K. J. R. &Vallur, V. L. 2009. In Vitro Levels of Interleukin 10 (IL-10) and IL-12 inResponse to a Recombinant 32-Kilodalton Antigen of Mycobacteriumbovis BCG after Treatment for Tuberculosis. Clinical And VaccineImmunology, 16, 111–115.

Rea, T. H. & Modin, R. L. 2008. Leprosy. dalam Wolff, K., Goldsmith, L. A., Katz,S. I., Gilchrest, B. A., Paller, A. S. & Leffell, D. J. (Eds.) Fitzpatrick'sDermatology in General Medicine. 7th ed. New York, McGraw Hill.

Rees, R. J. W. & Young, D. B. 1994 The microbiology of leprosy. dalamHastings, R. C. & Opromolla, D. V. A. (Eds.) Leprosy. Edinburgh,Churchill Livingstone.

Ridley, D.S, Jopling, W.H. 1966. Classification of leprosy according toimmunity: a five group system. Int J Lepr. 34(3): 255-71

Sampaio, E. P, Sarno, E. N. 1998 Expression and cytokine secretion in thestate of immune reactivation in leprosy. . Braz J Med Biol Res. 31: 69-76.

Sasiain, M. D. C., Barrera, S. D. L., S. Fink, M. F., N, M. A., Farin˜A, M. H.,Pizzariello, G. & Valdez, R. 1998. Interferon-gamma (IFN-g) and tumournecrosis factor-alpha (TNF-a) are necessary in the early stages ofinduction of CD4 and CD8 cytotoxic T cells by Mycobacterium lepraeheat shock protein (hsp) 65kD. Clin Exp Immunol, 203, 114:196.

Setia, M.S, Shinde, S.S, Jerajani H.R, Boivin, J.S. (2011) Is There a Role forRifampicin, Ofloxacin, and Minocycline (ROM) Therapy in the Treatmentof Leprosy? Systematic Review and Meta-Analysis. Trop Med & InternHealth. 16 : 1541-51

Sharma DP, Ramsay AJ, Maguire DJ, Rolph MS, Ramshaw IA. 1996.Interleukin-4 mediates down regulation of antiviral cytokine expressionand cytotoxic T-lymphocyte responses and exacerbated vaccinia virusinfection in vivo. J of Virol 70 (10): 7103-7

Page 76: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

60

Sjamsoe-Daili, E,S.,Menaldi,A,L.,Ismiarto,S,P.,Nilasari,H,. 2003. Kusta. Balaipenerbit FK-UI.Jakarta

Steding, C. E., Wu, S.-T., Zhang, Y., Jeng, M.-H., D.Elzey, B. & Kao, C. 2011. TheRole Of Interleukin-12 On Modulating Myeloid-Derived Suppressor Cells,Increasing Overall Survival And Reducing Metastasis. Immunology, 133,221–238.

T. J. Kang et al. 2004. Differential production of interleukin-10 and interleukin-12 in mononuclear cells from leprosy patients with a Toll-like receptor 2mutation. Immunology. 112 674–680

Trindade, M. A. B., Denise Miyamoto, G. B., Sakai-Valente, N. Y., Vasconcelos,D. D. M. & Naafs, B. 2013. Case Report: Leprosy and Tuberculosis Co-Infection: Clinical and Immunological Report of Two Cases and Reviewof the Literature. Am. J. Trop. Med. Hyg., 88, 236–240.

Trao,V,T. Huong,P,L. Thuan, A,T. Anh,D,D. 1998 Changes in cellular responseto mycobacterial antigens and cytokine production patterns in leprosypatients during multiple drug therapy. Immunology. 94:197-206

Villahermosa, L.G, Fajardo, T.T, Abalos, R.M, Cellona, R.V, Balagon, M.V, Cruz,E.C.D, Tan, E.V. 2004. Parallel Assasment of 24 Monthly Doses ofRifampicin, Ofloxacin, and Minocycline Versus Two Years of World HealthOrganization Multi-Drug Therapy for Multi-Bacillary Leprosy. Am J TropMed Hyg. 75(2) : 197-200.

Walker SL, Lockwood DNJ. 2006. The clinical and immunological features ofleprosy. British Medical Bulletin 77 and 78: 103-21

World Health Assembly 1991. Elimination of Leprosy : resolution of the 44thWorld Health Assembly. World Health Assembly.

WHO 1982. Chemotherapy of leprosy for control programmes.Report of WHOStudy Group. WHO techical report series 675.World HealthOrganization,Geneva,Switzerland.

WHO Expert Committee on Leprosy, Seventh Report, 1998. World HealthOrgan Tech Rep Ser 874

WHO. 2013. Weekly epidemiological record. 88 (35): 365-380

Williams,I,R.,Rich,B,E.,& Kupper,T,S. 2012 Cytokines.In Wolf K,GoldsmithLA.Katz SI,Gilchrest BA. (Eds).Fitzpatrick's Dermatology in GeneralMedicine.New York, McGraw-Hill Medical.

Worobec, S. M. 2009 Treatment of Leprosy/Hansen's disease in the early 21stcentury. Dermatologic Therapy. 22: 518-37

Worobec, S.M. 2012. Current approaches and future directions in the treatmentof leprosy. Research and Reports in Trop Med; 3: 79-91.

Page 77: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

61

LAMPIRAN

Data Hasil Penelitian

Sampel Umur(th)

BTA IL-4 IL-12

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum SesudahPs.3 57 2+ - 21,24 166.8752 263,28 179.992Ps.4 34 3+ - 8,74 61.1882 398,47 180.0315Ps.5 18 1+ - 5,05 97.1927 133,29 185.6858Ps.6 53 1+ - 16,19 0 319,57 0Ps.7 23 2+ - 27,27 170.483 315,28 165.1724Ps.8 21 1+ - 16,15 130.3788 1210,80 122.187Ps.9 49 2+ - 8,76 213.0839 218,63 145.215

Ps.10 32 1+ - 21,29 356.6493 231,64 442.8591Ps.11 29 1+ - 38,04 117.3433 250,59 129.1026Ps.12 55 - 115,90 157.445 566,14 258.6339

Page 78: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

62

Page 79: digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital... · 2021. 1. 1. · 2017 Tanggal Versi 27 September 2017 RSUP Balai Pengobatan Kulit Sul-Sel, RS RSUP dr.

63