157257021 Referat Struma Mami
-
Upload
marlintan-sukma-ambarwati -
Category
Documents
-
view
289 -
download
4
description
Transcript of 157257021 Referat Struma Mami
1
REFERAT
STRUMA
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing : dr. Haryono, Sp.B
Diajukan Oleh :
Ricka Fitriyana Pramitasari, S.Ked
J 500080107
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis
atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid
noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma.
Lebih dari 2,2 milyar orang di dunia mengalami defisiensi yodium. Sekitar
29 % berada di Asia, Amerika latin, Afrika tengah dan beberapa bagian Eropa.
Terdapat 655 juta orang mengalami struma.
Struma nodusa non toksik adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang
berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid. Penyebab paling banyak dari struma
non toksik adalah kekurangan yodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan
struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma dikatakan sporadis
apabila prevalensinya kurang dari 10 %. Struma noduler adalah pembesaran
kelenjar tiroid yang ditandai oleh pertumbuhan berlebihan transformasi
struktural/fungsional dari satu atau beberapa daerah di dalam kelenjar tiroid
normal. Kepentingan klinik dari struma nodusa non toksik di samping
menyangkut masalah kosmetik, lebih penting lagi kemungkinan terjadinya
penekanan terhadap struktur vital di sekitarnya, kemudian berkembang menjadi
tirotoksikosis, bahkan dapat timbul proses keganasan.
Faktor risiko struma antara lain lingkungan, genetik, konstitusi dan lain
lainnya berperan dalam patogenesis struma nontoksik.
B. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui penyebab, cara mendiagnosis, memberikan terapi pada
kasus struma.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah
leher, antara fascia koli media dan fascia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama
terletak trakhea, esofagus, pembuluh
darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid
melekat pada trakhea sambil
melingkarinya dua pertiga sampai tiga
perempat lingkaran. Keempat kelenjar
paratyroid umumnya terletak pada
permukaan belakang kelenjar tyroid. Pada usia dewasa berat kelenjar
ini kira-kira 20 gram bagi pria dan 17 gram bagi wanita (dapat
mencapai 30 gram). Ukuran lobus sekitar 2,5-4cm panjang, 1,5-2 lebar
dan 1-1,5 tebal.(De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan
menutup cincin trakhea 2 dan 3. Acapkali masih teraba lobus piramidalis
yang menjorok ke atas dari istmus. Kapsul fibrosa menggantungkan
kelenjar ini pada fascia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan
selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini
digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher
berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak. Vaskularisasi kelenjar
tyroid berasal dari Aa. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis Eksterna)
dan Aa. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Terkadang masih pula
terdapat A. thyroidea anonima yang merupakan cabang langsung dari aorta
atau A.anonyma. A. thyroidea superior dan A. thyroidea inferior
beranastomose di bagian posterior dan anastomose ini menuntun kita ke
lokasi kelenjar parathyroidea (2 lobus).
4
3 pasang vena utama:
V. thyroidea superior Membawa darah menuju v. jugularis interna
V. thyroidea medialis
V. thyroidea inferior yang bermuara ke v. anonyma kiri
Umumnya vena-vena tersebut berjalan meliputi kelenjar thyroid
sebelah anterior dan juga meliputi isthmus dan trakea. Setiap folikel
lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik,
sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular
(Djokomoeljanto, 2001).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:
Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli
pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe dalam sekitar v. Jugularis. Dari
sekitar v.jugularis ini diteruskan ke limfonoduli mediastinum superior.
Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas
istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi
bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus
thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran
keganasan.(Djokomoeljanto, 2001).
Persarafan kelenjar thyroid:
Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan
inferior
Parasimpatis : N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens
(cabang N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior dapat cedera saat operasi,akibatnya pita
suara terganggu.
B. Fisiologi Hormon Tiroid
5
Fungsi utama kelenjar tiroid : 3S (Synthesa, Store : menyediakan
hormon tiroid cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh jaringan tubuh,
Secretion : Sekresinya langsung ke aliran darah (tidak ada ductus))
terhadap hormon T4 dan T3. Untuk ini dibutuhkan masukan yodium yang
cukup untuk minimal memproduksi 85ug T4. Proses ini dijamin kalau TPO
dan Tg baik. Dalam kelenjar tiroid manusia ada 2 jenis sel endokrin yaitu:
Follicular cells ( untuk T3 dan T4 )
Parafollicular cells ( untuk hormon calcitonin )
Kelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin
(T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian
besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil
langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari
saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik
mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi
bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin sebagai
monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang
terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam
koloid kelenjar tyroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi,
sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami
diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi,
hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-
binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-
binding pre-albumine, TPBA) Konsentrasi FT3 & FT4 akan bertanggung
jawab terhadap aktivitas fisiologis dari hormon tersebut. Dalam kondisi
normal, hypothalamus mensekresi TRH yang akan merangsang pituitary
anterior (hipofisis anterior) untuk mengeluarkan TSH. Sekresi T3 dan T4
oleh kelenjar tiroid akan diatur oleh mekanisme feed back terhadap
kelenjar hipothalamus dan pituitary (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
6
Hipothalamus
TRH
Hipofisis
TSH
Kelenjar Tiroid
T4 dan T3
Peningkatan FT3 dan FT4 menghambat produksi TSH oleh pituitary
dan sebaliknya.
Fungsi hormon thyroid yaitu merangsang langsung metabolisme
jaringan dengan berfungsi sebagai katalisator terhadap berbagai reaksi
oksidasi.
Contohnya:
Merangsang pertumbuhan tubuh dan organ
Berperan langsung terhadap metabolisme KH
Berpengaruh terhadap ekskresi Ca dan tulang
Berperan langsung terhadap aliran kencing
Berperan langsung terhadap pengaturan & distribusi cairan tubuh
Akibat dari rangsangan TSH dari kelenjar pituitari anterior akan
menyebabkan hiperplasi dan hiperfungsi intraglanduler kelenjar tiroid.
Bila rangsangan itu terus berlangsung dalam waktu yang cukup lama akan
menyebabkan perubahan-perubahan struktur yang akan menjadi lebih jelas
dan menetap. Kekurangan yodium dalam bahan makanan untuk waktu
lama merupakan faktor penting timbulnya endemic goiter. Pada orang
yang banyak mengkonsumsi ikan laut kemungkinan terjadi endemic goiter
7
lebih kecil. Beberapa bahan makanan seperti sayuran tertentu (kubis,
kacang kedelai) bisa endemic goiter. Obat-obatan seperti thiouracyl,
sulfanamida mempunyai efek menghambat sekresi hormon thyroid
Perubahan-perubahan mikroskopis yang penting yang nampak
pada kelenjar tiroid akibat rangsang terus menerus yaitu: terdapatnya
daerah-daerah epitel yang mengalami degenerasi dan regenerasi sehingga
terbentuk nodule.
a. Metabolisme T3 dan T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam.
Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses
monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas
mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan
hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3,
3,3’,5’ triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur
metabolisme pada tingkat seluler (Djokomoeljanto, 2001).
b. Pengaturan faal tiroid :
Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :
(Djokomoeljanto, 2001)
1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone). Tripeptida yang disentesis
oleh hipothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid
stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid terangsang
menjadi hiperplasi dan hiperfungsi
2. TSH (thyroid stimulating hormone). Glikoprotein yang terbentuk oleh
dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan
reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi
efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat.
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback). Kedua hormon (T3
dan T4) ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya
hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat
hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis
terhadap rangsangan TSH.
8
4. Otoregulasi.Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi
hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid
c. Efek fisiologik hormon tiroid:
1. Pertumbuhan fetus. Hormon tiroid danTSH bekerja setelah usia 11
minggu.
2. Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas.
Dirangsang oleh T3 di semua jaringan,kecuali otak, testis dan limpa.
Hormon tiroid menurunkan kadar superoksid desmustase hingga
radikal bebas anion superoksid meningkat.
3. Efek kardiovaskuler. Secara klinis terlihat sebagai naiknya cardiac
output dan takikardi.
4. Efek simpatik. Pada hipertiroid sensitivitas terhadap katekolamin amat
tinggi dan sebaliknya pada hipotiroidisme.
5. Efek hematopoetik. Eritropoesis dan produksi eritropoetin meningkat
pada hipertiroid. Volum darah tetap namun red cell turn over
meningkat.
6. Efek GIT. Pada hipotiroidisme motilitas usus meningkat,obstipasi,
transit lambung melambat klinisnya bertambahnya kurus seseorang.
7. Efek pada skelet. Hipertiroidisme memberi osteopenia dalam keadaan
berat mampu meningkatkan hiperkalsemia,hiperkalsuria, dan penanda
hidroksiprolin.
8. Efek neomuskular. Kontraksi serta relaksasi otot meningkat
hiperrefleksia
9. Efek endokrin. Meningkatkan metabolic turn over. Hipertiroidisme
dapat menutupi masking dan unmasking kelainan adrenal.
d. Efek metabolisme Hormon Tyroid :
(Djokomoeljanto, 2001)
1. Kalorigenik
2. Termoregulasi
3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat
anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik
9
4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi
intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula
glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi
insulin meningkat.
5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses
degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih
cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah.
Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan
fosfolipid meningkat.
6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati
memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat
dijumpai karotenemia.
7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan
miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik
sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan
hipotiroidisme.
C. Struma
1. Definisi
Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti
tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti
penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid
umumnya disebut struma (De Jong & Syamsuhidayat, 1998).
2. Klasifikasi
Secara umum struma di klasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu struma
toksik (bila pembesaran disertai dengan peningkatan hormon tiroid =
hipertiroid) dan struma non tosik (bila tidak disertai dengan peningkatan
hormon tiroid = eutiroid atau hipotiroid), untuk non toksik memiliki 2
jenis morfologi yaitu difus dan nodular (Lee and Pittas, 2006)
10
Berdasarkan konsistensiya dibagi menjadi :
1. Nodul lunak
2. Nodul kistik
3. Nodul keras
4.Nodul sangat keras
3. Etiologi
a. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi
sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi
berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan
hypothyroidism dan cretinism.
b. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada
preexisting penyakit tiroid autoimun
c. Goitrogen :
- Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,
aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium
- Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan
resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.
- Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak
cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan
goitrin dalam rumput liar.
d. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon
kelejar tiroid
e. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa
kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna (Lee,
2004)
4. Patofisiologi
Histopatologi struma berhubungan dengan etiologi dan lama
struma. Pada awalya terjadi hiperplasia epitel folikuler uniform (goiter
difus) disertai dengan penambahan masa tiroid. Apabila kelianan ini
11
menetap, tiroid akan kehilangan struktr aslinya dan berkembang area
involusi dan fibrosisi yang tersebar dengan area hiperplasia lokal. Proses
ini menghasilkan nodul multiple (muntinodular goiter).
Pembesaran kelenjar tiroid yang bersifat difus tersusun dari soft
nodul multiple sehingga seringkalai tidak teraba saat palpasi. Akumulasi
kolid mungkin berperan juga padanodul struma. Hemoragi ataupun
degenerasi kistik dari nodul hiperplastik dapat terjadi akibat peningkatan
ukuran struma lokal yang tiba-tiba. Pada titik tumbuh, dapat terjadi
regresi, hemoragi, dan klasifikasi irreguler. Evolusi tahap multinodular ini
ditunukan dengan “hot” (hiperfungsi) dan “cold” (non-fungsi) dan “cold”
(non-fungsi)nodul dengan thyroid nuclear scan.
5. Manifestasi Klinis
Biasanya pada pasien struma tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipertiroid ataupun hipotiroid. Sebagian besar struma tidak
mengganggu pernafasan karena penonolannya kedepan. Struma dapat
menyebabkan penyempitan trakhea apabila pembesarannya bilateral (pada
rongten terdapat gambaran trakhea pedang). Penyemitan ini dapat
menimbulkan gangguan pernafasan sehingga terjadi dipsneu atau stridor
inspiratoar.
6. Penegakan Diagnosis
A. Anamnesis
Anamnesis penderita yang dating dengan benjolan dileher harus
di tanyakan hal-hal berikut :
1. Sejak kapan benjolan itu timbul
2. Progresifitas pembesaran benjolan dan ada tidaknya rasa nyeri
pada benjolan untuk memperkirakan ganas atau jinaknya
benjolan tersebut
3. Gejala obstruktif :
- Kompresi tracheal umumya asimptomatik kecuali terjadi
penyempitan pada trachea
12
- Terjadi dispneu dan stridor, khususnya dengan eksresi. Pada
pasien struma intratoraksik, dispneu dan stridor mungkin
nocturnal atau posisional (misalnya saat lengan pasien
terangkat) ketika thoracic outlet menyempit.
- Bila pembesaran kelenjar meluas ke posterior (esophagus)
dapat menyebabkan solid food dan pill disphagia
- Kompresi nervous laryngeal rekurens dan disfungsi pita
suara mungkin dapat menyebabkan hoarseness.
- Kompresi venous outflow melalui thoracic inlet akibat
struma mediastinal menyebabkan facial plethora dan
dilatasi leher dan vena thoracic superior
- Dievaluasi gejala disfungsi tiroid : hipertiroid (intoleransi
panas, nafsu makan meningkat, berat badan menurun, diare,
menoraghia, takikardi sewaktu tidur, tremor, eksoftalmus,
insomnia) atau hipotiroid (intoleransi dingin, hipersomnia,
penambahan berat badan tanpa peningkatan nafsu makan,
konstipasi)
4. Intake iodine : makanan serta konsumsi obat-obatan yang dapat
mempengaruhi kadar iodin atau mempengaruhi kelenjar tiroid.
5. Riwayat paparan radiasi sebelumnya (pada kepala dan leher)
6. Riwayat penyakit keluarga terutama pada pasien usia tua :
dishmonogenesis, carcinoma tiroid papiler, dan carcinoma tiroid
noduler.
7. BMR (Basal Metabolic Rate)
BMR adalah kebutuhan kalori minimal yang dibutuhkan
seseorang untuk mempertahankan hidup dengan asumsi bahwa
orang tersebut dalam keadaan istirahat total, tidak melakukan
aktifitas sedikitpun, dalam keadaan tenang tidak dalam
gangguan emosional atau psikologis.
13
B. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
- Benjolan
- Lokasinya
- Warnaya
- Permukaannya
- Pergerakan sewaktu menelan
2. Palpasi
- Nilai konsistensi benjolan
- Identifikasi daerah leher untuk menilai ada atau tidaknya
limphadenopathy lain.
- Pada gerakan menelan, seluruh trakhea bergerak naik turun.
Satu-satunya struktur lain yang turut bergerak adalah
kelenjartiroid atau suatuyang berasal dari kelenjar tiroid.
3. Auskultasi
Perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang merupakan
tanda hipertiroid
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium: T4 atau T3, dan TSHs.
2. Biosi aspirasi jarum halus ( BAJAH ) nodul tiroid
- Bila hasil laboratorium; non –toksik
- Bila hasil lab (awal) toksik,tetapi hasil scan : cold nodule –
syarat sudah menjadi eutiroid.
- Bila klinis ganas,tetapi hasil sitologi dengan BAJAH ( 2 X )
jinak.
- Hasil sitologi dengan BAJAH : curiga ganas.
3.Pencitraan
- USG dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah dan
ukuran nodul tiroid tetapi tidak dapat digunakan untuk
memperkirakan volume struma.
14
- CT Scan dan MRI sangat mahal namun baik digunakan
untuk memperkirakan kompresi trachea da perluasan
struma intratorakal.
- Pemeriksaan dengan menelan barium (kontras) dapat
digunakan untuk mendeteksi obstruksi esophagus dengan
gejala klinis disphagia.
- Pemeriksaan sitologi tiroid dengan aspirasi jarum halus
(FNAB) berguna untuk menetapkan diagnosis Ca tiroid,
tiroiditis, atau limfoma.
- Nodul dengan equivocal yang ditemukan dengan
pemeriksaan thinneedle aspiration dapat dievaluasi lebih
lanjut menggunakan tyroid scintigrafi.
D. Pemeriksaan lain
Tes fungsi paru dapat dilakukan bila ada gejala klinis
kompresi trachea. Perubahan karakteristik kompresi trachea
ekternal asimptomatik dapat dideteksi dengan flow-volume loop
tracings. Laringoscop direct dapat juga digunakan untuk
mengetahui kompresi trachea.
Peniaian Indeks Wayne
Gejala Subyektif Angka Gejala Obyektif Ada Tidak Dispnneu +1 Tiroid teraba +3 -3 Palpitasi +2 Bruit di atas sistol +2 -2 Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 - Senang panas -5 Lid Retraksi +2 - Senang dingin +5 Lid Lag +1 - Keringat berlebih +3 Hiperkenesis +4 -2 Nervous +2 Tangan Panas +2 -2 Tangan basah +1 Nadi Tangan panas -1 80 x/menit - Nafsu makan naik +3 81-90 x/menit - Nafsu makanturun -3 > 90 x/menit +3 Berat badan naik -3 <11 eutiroid
11-18 normal
>19 hipertiroid Berat badan turun +3 Fibrilasi Atrium +4 Jumlah
15
Indeks Diagnostik New Castle
Eutiroid : -11 - +23
Doubful : +24 - +39
Toksik : +40 - +80
7. Penilain Risiko Keganasan
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarahkan diagnostik
penyakit tiroid jinak , tetapi tak sepenuhnya menyingkirkan
kemungkinan kanker tiroid :
- Riwayat keluarga dengan struma nodosa atau difusi jinak.
- Riwayat keluarga dengan tiroiditis hashimoto atau penyakit tiroid
autoimun,
- Gejala hipo atau hipertiroidisme
Item Grade Score Age of onset 15-24
25-34
35-44
45-55
55
0
4
8
12
16 Psychological precipitant Ada
Tidak
-5
0 Frequent checking Ada
Tidak
-3
0 Severe anticipator anxiety Ada
Tidak
-3
0 Increase appetite Ada
Tidak
5
0 Goiter Ada
Tidak
3
0
Item Grade Score Hiperkinesis Ada
Tidak
4
0 Fine finger tremor Ada
Tidak
7
0 Pulse rate > 90/mnt
80-90
<80
16
8
0 Tiroid bruit Ada
Tidak
18
0 Eksoftalmus Ada
Tidak
9
0 Lid retraction Ada
Tidak
2
0
16
- Nyeri berhubungan dengan nodul
- Nodul lunak, mudah degerakan
- Multinodul tanpa nodul yang dominant ,dan konsistensi sama.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang meningkatkan kecurigaan
kearah keganasan tiroid:
- Umur < 20 tahun atau > 70 tahun
- Gender laki- laki
- Nodul disertai disfagi ,serak atau obstruksi jalan napas
- Pertumbuhan nodul cepat ( beberapa minggu – bulan )
- Riwayat radiasi daerah leher waktu usia anak – anak atau dewasa
- Riwayat keluarga kanker tiroid meduler
- Nodul yang tunggal ,berbatas tegas , keras, irregular dan sulit
digerakan
- Paralysis pita suara
- Temuan limpadenofati servikal
- Metastasis jauh ( paru-paru ),DLL
8. Penatalaksanaan
Sesuai hasil Biopsi Asspirasi Jarum Halus (BAJAH) ,maka terapi :
A : Ganas operasi tirodektomi near total
B : Curiga operasi dengan lebih dulu melakukan potong beku (VC)
- Bila hasil ganas operasi tiroidektomi near total
- Bila hasil jinak operasi lobektomi, atau tiroidektomi near
total.
alternatif : sidik tiroid,bila hasil cold nodule operasi
C : Tak cukup / sediaan tak representatif
- Jika nodul solid ( saat BAJAH ) : ulang BAJAH.
Bila klinis curiga ganas tinggi operasi lobektomi
Bila klinis curiga ganas rendah observasi
- Jika nodul kistik (saat BAJAH ) : aspirasi
Bila kista regresi observasi
Bila kista rekurens,klinis curiga ganas rendah
17
observasi
Bila kista rekurens,klinis curiga ganas tinggi
operasi lobektomi
D : jinak terapi dengan levo-tiroksin ( LT 4) dosis subtoksis .
- Dosis dititrasi mulai 2 x 25 ug ( 3 hari Dilanjutkan 3 x 25 ug ( 3
– 4 hari )
- Bila tidak ada efek samping atau tanda toksis:dosis - menjadi 2
x 100 ug sampai 4-6 minggu , kemudian evaluasi TSH ( target
0,1 - 0,3 ulU /L)
- Supresi TSH dipertahankan selama 6 bulan
- Evaluasi dengan USG : apakah nodul berhasil mengecil atau
tidak ( berhasil bila mengecil > 50 % dari volume awal )
- Bila nodul mengecil atau tetap L – tiroksin dihentikan dan
diobservasi
- Bila setelah itu struma membesar lagi L-tiroksin dimulsi
lagi(target TSH 0,1-0,3 ul U/L)
- Bila setelah 1- tiroksin dihentikan ,struma tidak berubah
diobservasi.
- Bila nodul membesar dalam 6 bulan atau saat terapi supresi
obat dihentikan dan operasi tiroidektomi dan dilakukan
pemeriksaan histopatologi
Hasil PA
Jinak : terapi dengan L_tiroksin ; target TSH 0,5 – 3,0 uI U/L
Ganas : terapi L-tiroksin
• Individu dengan risiko ganas tinggi :target TSH < 0,01 – 0,05 uI U/L
• Individu dengan risiko ganas rendah : target TSH 0,05 – 0,1 uI U /L
9. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dikarenakan pertumbuhan dan kompresi
struktur leher, autonom, fungsional dan tirotoksikosis (krisis tiroid)
10. Prognosis
Prognosis pada kasus struma umumnya adalah ad bonam.
18
BAB III
KESIMPULAN
Struma nodosa non toksik merupakan pembesaran dari kelenjar tiroid
yang teraba sebagai nodul tanpa disertai tanda-tanda hipertiroid. Faktor
lingkungan, gnetik, konstitusi berperan dalam pathogenesis struma non toksik.
Struma nodosa non toksik di klasifikasikan berdasarkan jumlah noduliodine
radioaktif dan konsistensinya.
Diagnosis didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, BMR, indeks Wayne,
Indeks Diagnostic New Castle dan pemeriksaan penunjang.
Terapi toriodektomi near total, operasi potong beku, operasi lobektomi,
dengan terapi levo-tiroksin (LT-4) dosis subtoksis, supresi TSH.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/med/topic917.htm
Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular.,
eMedicine.,http://www.emedicine.com/med/topic920.htm Davis, Anu
De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
Revisi., EGC., Jakarta
Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan
Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.,FKUI., Jakarta
Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/med/topic919.htm
Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita
Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta
Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm