020-PTPN VIII

46
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA HASIL PEMERIKSAAN ATAS PENGELOLAAN PENDAPATAN, PENGENDALIAN BIAYA DAN KEGIATAN INVESTASI TAHUN BUKU 2004 DAN 2005 (S.D. SMT I) PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (PERSERO) DI BANDUNG Nomor : 12/AUDITAMA V/ATT/04/2006 Tanggal : 6 April 2006

Transcript of 020-PTPN VIII

Page 1: 020-PTPN VIII

BADAN PEMERIKSA KEUANGANREPUBLIK INDONESIA

HASIL PEMERIKSAAN

ATAS

PENGELOLAAN PENDAPATAN, PENGENDALIAN BIAYA DAN KEGIATAN INVESTASI

TAHUN BUKU 2004 DAN 2005 (S.D. SMT I)

PADA

PT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (PERSERO)

DI BANDUNG

Nomor : 12/AUDITAMA V/ATT/04/2006Tanggal : 6 April 2006

Page 2: 020-PTPN VIII

DAFTAR ISIHalaman

RESUME HASIL PEMERIKSAAN……………………………….…… 11. Pengelolaan Pendapatan.….....…….…………………………………...... 12. Pengendalian Biaya …………….……………………………………….. 23. Pengelolaan Investasi……. ..……………………………………………. 44. Tindak lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI sebelumnnya. ………...……. 4

HASIL PEMERIKSAAN ………………………………….……………. 6I. Gambaran Umum ……..….……………………………………………… 61. Dasar Pemeriksaan……………………………………………………….. 62. Tujuan Pemeriksaan ...…………..……………………………………….. 63. Sasaran Pemeriksaan ..…………………………………………………… 64. Metode Pemeriksaan …………………………………………………….. 65. Jangka Waktu Pemeriksaan……………………………………………… 66. Obyek Pemeriksaan …………………………………………………… 6

a. Sejarah Pendirian …...………………………………………………… 6b. Tujuan Perusahaan ……………….……………………………..……. 7c. Struktur Organisasi ...…………………………………………………. 7d. Perkembangan Perusahan…..…………………………………………. 8

7. Temuan Pemeriksaan ……………………………………………………. 10a. Pengelolaan Pendapatan…........... …………………………………….. 10

1) Pelaksanaan penjualan areal lahan dan tegakan pohon belum seluruhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku……………… 10

2) Realisasi penebangan pohon karet di Kebun Cikasungka oleh CV Raksa Bumi belum sesuai dengan surat perjanjian……………….. 15

3) Pembayaran penjualan rumah dinas sebesar Rp410,00 juta belum sesuai dengan perjanjian………………………..…………………. 16

b. Pengendalian Biaya……………………………………………………. 201) Kerjasama konsultasi manajemen dan keuangan dengan Andalan

Dunia Bisnis tidak memberikan hasil sesuai dengan perjanjian... 202) Terdapat kelebihan pembayaran Premi Asuransi Purna Jabatan

Direksi sebesar Rp329,57 juta dan Pajak PPh Pasal 21 atas premi belum disetorkan ke Kas Negara Sebesar Rp461,63 juta… 24

3) PT. Sarana Adyaboga Agung belum dikenakan denda sebesar Rp47,00 juta atas keterlambatan dan tidak dikirimnya pengadaan pupuk Kieserit dan TSP …………………………….. 28

4) PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) belum mengenakan denda sebesar Rp36,26 juta kepada PT Pertani (Persero) atas pembelian Pupuk Urea yang tidak dikirimkan …………………. 29

5) Harga Perhitungan Sendiri atas pekerjaan inklaring, handling dan pengangkutan Pupuk ZA dibuat kurang cermat dan pelaksanaannya belum sesuai dengan ketentuan ……………….. 32

c. Pengelolaan investasi ……....………………………………………… 36Proses Pengadaan Burner senilai Rp583,312 juta kurang cermat dan pembuatan perjanjian tidak sesuai dengan uraian pekerjaan………

36

Page 3: 020-PTPN VIII

d. Tindak lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI Sebelumnya……………… 39a. Sebagian areal HGU milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten

Subang terancam dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk Eksploitasi Galian C……………………………

b. Sistem pembukuan hutang niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik………………………………………………………

39

40

Page 4: 020-PTPN VIII

RESUME HASIL PEMERIKSAANATAS

PENGELOLAAN PENDAPATAN, PENGENDALIAN BIAYA DAN KEGIATAN INVESTASI

PADAPT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (PERSERO)

DI BANDUNG

Berdasarkan surat tugas BPK-RI No. 41/ST/VII-XV.2/05/2005 tanggal 31 Mei

2005, BPK-RI telah memeriksa pengelolaan pendapatan, pengendalian biaya dan kegiatan

investasi pada PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) yang selanjutnya PTPN VIII, tahun

buku 2004 dan 2005 (s.d. Semester I).

Pemeriksaan dilakukan untuk menilai apakah jumlah pendapatan, biaya dan

investasi yang dilaporkan telah wajar dan dilakukan sesuai dengan sistem pengendalian intern

dan ketentuan peraturan perundangan yang ditetapkan dan upaya-upaya manajemen untuk

menindaklanjuti temuan BPK-RI.

Kondisi dan perkembangan perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Laporan keuangan PTPN VIII untuk tahun 2003 dan 2004 telah diperiksa oleh KAP

dengan opini “wajar tanpa pengecualian.”

2. Aset yang dikelola PTPN VIII per 31 Desember 2003 dan 31 Desember 2004 masing-

masing sebesar Rp1.015.488,16 juta dan Rp1.063.753,06 juta.

3. Laba (rugi) sebelum pajak PTPN VIII tahun buku 2004 dan 2005 (s.d. Semester I)

masing-masing sebesar Rp49.949,02 juta dan Rp47.998,06 juta.

4. Penjualan PTPN VIII tahun buku 2004 dan 2005 (s.d. Semester I) masing-masing sebesar

Rp821.755,00 juta dan Rp515.208,71 juta.

5. Tingkat kinerja perusahaan yang dihitung berdasarkan SK Menteri Negara BUMN RI No.

KEP-100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 untuk tahun buku 2003 dan 2004 masing-

masing adalah “Sehat (A)” dengan skor sebesar 65,50 dan “Sehat (AA)” dengan skor

80,04.

Pokok-pokok hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan pendapatan.

Realisasi pendapatan tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) masing-masing sebesar

Rp995.939,19 juta dan Rp540.380,48 juta atau 116,35% dan 99,97% dari anggarannya

masing-masing sebesar Rp856.007,00 juta dan Rp540.519,75 juta. Pendapatan tersebut di

1

Page 5: 020-PTPN VIII

atas terdiri dari pendapatan penjualan komoditi dan pendapatan lain-lain diluar usaha

pokok perusahaan.

Pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan dilakukan secara uji petik tahun 2004

sebesar Rp57.761,21 juta dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp3.716,52 juta atau 5,80%

dan 0,69% dari total pendapatan.

Pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan menghasilkan 3 (tiga) temuan

pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, yaitu :

a. Pelaksanaan penjualan areal lahan dan tegakan pohon, belum seluruhnya sesuai

dengan ketentuan yang berlaku. Hal tersebut terjadi karena :

1) Manajemen PTPN VIII tidak mengindahkan ketentuan atau pedoman yang berlaku

untuk pemindah tanganan aktiva tetap BUMN terutama Surat Menteri Keuangan

No.89/KMK.013/1991 tanggal 25 Januari 1991 pasal 15 ayat (1) dan pasal 5.

2) Manajemen PTPN VIII tidak menuangkan klausul denda/sangsi dalam setiap Surat

Perjanjian Jual Beli (SPJB) apabila pembayaran tidak tepat waktu.

b. Realisasi penebangan pohon karet di Kebun Cikasungka oleh CV RB belum sesuai

dengan surat perjanjian. Hal tersebut terjadi karena :

1) Pengawasan PTPN VIII atas pelaksanaan penebangan belum optimal dan tidak

tegas untuk menghentikan penebangan yang dilakukan oleh CV RB.

2) PTPN VIII pada saat menjual tegakan pohon tidak dilakukan inventarisasi

sehingga jumlah tegakan yang dijual lebih kecil dari jumlah sebenarnya.

c. Pembayaran penjualan rumah dinas sebesar Rp410,00 juta belum sesuai dengan

perjanjian. Hal tersebut terjadi karena Manajemen PTPN VIII tidak pernah

menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada pembeli rumah atas cicilan yang

tertunggak.

2. Pengendalian Biaya.

Realisasi biaya tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) masing-masing sebesar

Rp917.072,81 juta dan Rp514.510,82 juta atau 116,22% dan 103,29% dari anggarannya

masing-masing sebesar Rp789.069,00 juta dan Rp498.128,13 juta.

Pemeriksaan atas pengendalian biaya dilakukan secara uji petik yaitu terhadap

realisasi biaya pemeliharaan tanaman dan biaya umum untuk tahun 2004 sebesar

Rp279.431,30 juta dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp158.507,73 juta atau 30,47% dan

30,81% dari total realisasi biaya.

2

Page 6: 020-PTPN VIII

Pemeriksaan atas pengendalian biaya menghasilkan 5 (lima) temuan pemeriksaan

mengenai efesiensi dan efeketivitas, yaitu :

a. Kerjasama konsultasi manajemen dan keuangan dengan Andalan Dunia Bisnis (ADB)

belum memberikan hasil sesuai dengan perjanjian. Hal tersebut terjadi karena dalam

mengambil keputusan untuk menggunakan jasa konsultan ADB, Direksi PTPN VIII

tidak membuat analisa terlebih dahulu untuk mengetahui kredibilitas dan kapabilitas

dari yang bersangkutan.

b. Terdapat kelebihan pembayaran premi asuransi purna jabatan Direksi sebesar

Rp329,55 juta dan pajak PPh Pasal 21 atas premi belum disetorkan ke Kas Negara

sebesar Rp461,63 juta. Hal tersebut terjadi karena :

1) Pembayaran premi asuransi jabatan tidak disesuaikan dengan masa jabatannya dan

tidak diperhitungkan dengan klaim yang diterima pada akhir masa jabatannya.

2) PTPN VIII belum sepenuhnya memperhatikan UU No. 17 Tahun 2000 dalam

menghitung dan menyetor pajak PPh pasal 21 atas pembayaran premi asuransi

purna jabatan bagi Dewan Komisaris, Sekretaris Komisaris dan Direksi PTPN

VIII.

c. PT. SAA belum dikenakan denda sebesar Rp47,00 juta atas pengadaan pupuk Kieserit

dan TSP. Hal tersebut terjadi karena para pelaksana lalai tidak memperhitungkan

denda atas kelambatan pengiriman pupuk dimaksud.

d. PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) belum mengenakan denda atas

kelambatan pengiriman pupuk oleh PT. Pertani sebesar Rp36,26 juta. Hal tersebut

terjadi karena Direksi PTPN VIII kurang cermat dalam menentukan keadaan force

majeure dengan tidak memperhatikan kondisi yang sebenarnya.

e. Harga perhitungan sendiri dan perjanjian atas pekerjaan inklaring, handling dan

pengangkutan pupuk ZA dibuat kurang cermat serta pelaksanaannya belum sesuai

dengan ketentuan sehingga terjadi pemborosan atas biaya pengepakan pupuk ZA

sebesar Rp106,21 juta dan belum dikenakan denda atas kelambatan pengiriman pupuk

ZA minimal sebesar Rp33,24 juta. Hal tersebut terjadi karena :

1) Kurangnya pengawasan Direksi PTPN VIII atas harga perhitungan sendiri yang di

buat oleh panitia pelelangan untuk pekerjaan kepabeanan, bongkar muat,

pengantongan dan pengangkutan pupuk ZA ke kebun-kebun.

2) PTPN VIII belum memperhitungkan denda kelambatan pengiriman pupuk ZA.

3

Page 7: 020-PTPN VIII

3. Pengelolaan Investasi.

Pemeriksaan atas pengelolaan investasi diarahkan pada kegiatan investasi non

tanaman. Realisasi total investasi non tanaman tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I)

masing-masing sebesar Rp20.479,00 juta dan Rp8.673,00 juta atau 18,57% dan 19,25%

dari anggarannya masing-masing sebesar Rp110.277,00 juta dan Rp45.043,00 juta.

Terhadap realisasi investasi non tanaman tersebut, dilakukan pemeriksaan secara

uji petik tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp17.248,00 juta dan Rp1.487,00

juta atau 84,22% dan 17,15% dari total realisasi investasi non tanaman.

Pemeriksaan atas kegiatan investasi menghasilkan temuan pemeriksaan mengenai

ketidakhematan, yaitu :

Proses pengadaan Burner senilai Rp583,312 juta kurang cermat dan pembuatan

perjanjian tidak sesuai dengan uraian pekerjaan, sehingga harga pengadaan burner

diragukan kewajarannya dan adanya kelebihan pembayaran atas biaya pemasangan

sebesar Rp5,28 juta.Hal tersebut terjadi karena panitia lelang pengadaan barang dan jasa

dalam melaksanakan proses pengadaan Burner belum mempedomani pada ketentuan yang

berlaku.

4. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI Sebelumnya

Berdasarkan resume pembahasan tindak lanjut tanggal 19 April 2004 atas hasil

pemeriksaan BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Tahun Buku 2002 diketahui terdapat

dua temuan yang dinyatakan dipantau. Lebih lanjut dilakukan pegujian atas dua temuan

yang dinyatakan dipantau diketahui sebagai berikut :

a. Sebagian areal HGU milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten Subang

terancam dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk

Eksploitasi Galian C.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan agar diambil upaya hukum

yang diperlukan agar perusahaan dapat mempertahankan hak guna usaha (HGU) atas

lahan yang telah dieksploitasi secara tidak sah oleh pihak ekstern dan mengembalikan

kepada peruntukan semula.

Perkembangan proses kepengurusan HGU kebun Jalupang hingga pemeriksaan

berakhir tangga 20 Juli 2005 adalah masih dalam proses revisi peta dan areal yang

dilakukan oleh Kantor Wilayah BPN Propinsi Jawa Barat.

Sehubungan dengan uraian tersebut, terhadap temuan “Sebagian areal HGU

milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten Subang terancam dicabut oleh Badan

4

Page 8: 020-PTPN VIII

Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk Eksploitasi Galian C” belum

ditindaklanjuti sesuai saran BPK-RI.

b. Sistem pembukuan hutang niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan agar PTPN VIII

menyempurnakan sistem akuntansi hutang niaga, sehingga dapat memenuhi

kebutuhan manajemen dalam pengelolaan keuangan perusahaan, terutama bagi hutang

niaga eks Kantor Direksi yang pembayarannya dilaksanakan oleh Kantor Direksi yang

tidak mengandalkan pencatatan manual yang dilaksanakan oleh kebun.

Sebagai tindak lanjut dari saran BPK-RI atas temuan tersebut, PTPN VIII telah

menyempurnakan sistem pencatatan hutang niaga yaitu masing-masing

rekanan/suplier diberikan nomor rekening tersendiri. Selanjutnya untuk menghindari

terjadinya perubahan nomor rekening hutang niaga di kebun-kebun, programer PTPN

VIII telah mengunci sistem akuntansi tersebut. Dalam hal terjadi penambahan

rekanan/pemasok baru, kebun-kebun/unit usaha meminta kepada programer Kantor

Direksi untuk menambah nomor rekening.

Sehubungan dengan uraian tersebut, temuan atas “Sistem pembukuan hutang

niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik” telah ditindaklanjuti sesuai

dengan saran BPK-RI.

Untuk lebih jelasnya temuan dan saran BPK-RI dapat dibaca dalam hasil pemeriksaan.

Badan Pemeriksa Keuangan RIPenanggung Jawab Pemeriksaan

Drs. I Made Mertha, MMNIP. 240000801

5

Page 9: 020-PTPN VIII

HASIL PEMERIKSAANATAS

PENGELOLAAN PENDAPATAN, PENGENDALIAN BIAYA DAN KEGIATAN INVESTASI

PADAPT PERKEBUNAN NUSANTARA VIII (PERSERO)

DI BANDUNG

I. Gambaran Umum

1. Dasar Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan berdasarkan surat tugas Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia No. 41/ST/VII-XV.2/05/2005 tanggal 31 Mei 2005.

2. Tujuan Pemeriksaan

Tujuan dilakukan pemeriksaan adalah untuk menilai apakah jumlah pendapatan, biaya dan

investasi yang dilaporkan telah wajar dan dilakukan sesuai dengan sistem pengendalian

intern dan ketentuan peraturan perundangan yang ditetapkan dan upaya-upaya manajemen

untuk menindaklanjuti temuan BPK-RI.

3. Sasaran Pemeriksaan

a.Pengelolaan Pendapatan;

b.Biaya;

c.Kegiatan Investasi;

d.Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI sebelumnya .

4. Metode Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan dengan pengujian terhadap sistem pengendalian intern dan

pengujian secukupnya terhadap bukti-bukti, pengujian fisik, konfirmasi serta prosedur

pemeriksaan lain yang diperlukan, dengan penentuan materialitas berdasarkan pemahaman

terhadap struktur pengendalian intern.

5. Jangka Waktu Pemeriksaan

Pemeriksaan dilakukan selama 35 hari, yaitu sejak tanggal 14 Juni 2005 sampai dengan

20 Juli 2005.

6. Objek Pemeriksaan

a. Sejarah Pendirian

PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) didirikan berdasarkan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 13 Tahun 1996 tentang peleburan Perusahaan

Perseroan (Persero) PT Perkebunan XI, Perusahaan Perseroan (Persero) PT

6

Page 10: 020-PTPN VIII

Perkebunan XII, dan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan XIII, menjadi PT

Perkebunan Nusantara VIII.

Pendirian PTPN VIII ditetapkan dengan akta notaris Harun Kamil, SH. No. 41

tanggal 11 Maret 1996. Akta pendirian Perusahaan telah disahkan oleh Menteri

Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. C2-8336-HT.01.01.

TH.96 tanggal 8 Agustus 1996.

PTPN VIII berkantor pusat di Bandung dan memiliki dua Unit Bisnis, yaitu

Unit Bisnis I dengan komoditi utama yang dikelola adalah kelapa sawit dan Unit

Bisnis II dengan komoditi utama yang dikelola adalah teh yang tersebar di Wilayah

Jawa Barat dan Banten.

Modal dasar PTPN VIII yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri

Keuangan No. 194/KMK.016/1988 tanggal 1 Januari 1998 sebesar

Rp600.000.000.000,00 yang terbagi dalam 600.000 lembar saham dengan nilai

Rp1.000.000,00. Dari modal dasar tersebut sebesar Rp270.000.000.000,00 atau

270.000 lembar saham dengan nominal Rp1.000.000,00 telah ditempatkan dan disetor

penuh, yang terdiri dari 150.000 lembar saham prioritas senilai Rp150.000.000.000,00

dan 120.000 lembar saham biasa senilai Rp120.000.000.000,00. Modal yang telah

ditempatkan dan disetor penuh sebesar Rp270.000.000.000,00 seluruhnya merupakan

penyertaan modal Negara Republik Indonesia

b. Tujuan Perusahaan

Maksud dan tujuan PTPN VIII adalah turut melaksanakan dan menunjang

kebijaksanaan dan Program Pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional

pada umumnya, khususnya di Sub Sektor Perkebunan dalam arti seluas-luasnya

dengan tujuan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang

sehat.

c. Struktur Organisasi

Struktur organisasi dan uraian tugas jabatan PTPN VIII ditetapkan berdasarkan

Surat Keputusan Direksi No. SK/E.1/2816/VII/1998 tanggal 1 Juli 1998 tentang

struktur organisasi dan uraian tugas jabatan. Dalam pengelolaan kegiatan perusahaan

sehari-hari, Direksi dibantu oleh 4 Inspektur Wilayah, 12 Kepala Bagian di Kantor

Direksi, 43 Administratur Kebun, 2 Kepala Rumah Sakit, dan 1 Kepala Unit Usaha

Pengepakan Teh. Dalam pelaksanaannya Administratur diawasi oleh Inspektur

Wilayah yang bertanggung jawab kepada Direksi. Sesuai arahan pemegang saham

pada RUPS tahun 2002 yang ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Direksi No.

7

Page 11: 020-PTPN VIII

SK/D.I/816/IX/2003 tanggal 9 September 2003, terhitung 1 September 2003

dibentuk 2 Unit Bisnis, yaitu Unit Bisnis I dengan komoditi utama yang dikelola

adalah kelapa sawit dan Unit Bisnis II dengan komoditi utama yang dikelola adalah

teh.

Susunan Direksi dan Dewan Komisaris PTPN VIII dilihat pada lampiran 1.

d. Perkembangan Perusahaan.

1) Perkembangan perusahaan selama tiga tahun terakhir

Perkembangan usaha PTPN VIII dari tahun 2003 sampai dengan 2005 (Semester I)

serta pendapat akuntan menunjukkan keadaan sebagai berikut: Tahun Buku Nama Auditor Pendapat

AkuntanTotal Asset Laba (Rugi)

sebelum pajak2003 Ilya Avianti & Rekan WTP 1.015.488.160.008,00 10.494.189.630,002004 Ilya Avianti & Rekan WTP 1.063.753.055.822,00 49.949.020.375,00

2005 (s.d Smt I) Belum Belum 1.132.565.076.000,00 47.988.063.000,00WTP : Wajar Tanpa Pengecualian

Total asset dan laba meningkat terutama karena harga jual komoditi sawit dan karet yang terus membaik. Pendapat akuntan atas laporan keuangan tahun buku 2003 dan 2004 adalah Wajar dalam semua hal yang material, sedangkan Laporan Keuangan Tahun Buku 2005 (s.d Semester I) belum dilakukan pemeriksaan karena tahun buku belum berakhir.

2) Perkembangan aktiva dan pasiva perusahaan Perkembangan aktiva dan pasiva PTPN VIII per 31 Desember 2003, 2004 dan 2005 (s.d Semester I) adalah sebagai berikut :

Perkembangan (naik/turun)

Uraian Asset 2003 2004 2005 (s.d SM I) 2004 2005 (sd SM I)

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) % (Rp) %1 2 3 4 5 = 3 – 2 6 = 5/2 7 = 4 – 3 8 = 7/3

Aktiva a. Aktiva Lancar 278.342.118.487 290.436.620.070 327.209.802.108 12.094.501.583 4,35 36.773.182.038 12,66 b. Penyertaan 8.907.005.957 9.486.829.187 9.486.829.187 579.823.230 6,51 0 0,00 c. Aktiva Tetap Netto 390.566.732.399 447.653.445.867 506.202.210.854 57.086.713.468 14,62 58.548.764.987 13,08 d. Aktiva Pajak Tangguhan 1.163.198.446 439.954.101 439.954.101 (723.244.345) (62,18) 0 0,00 e. Aktiva dlm Penyelesaian 6.864.527.840 199.996.100 914.489.187 (6.664.531.740) (97,09) 714.493.087 357,25 f. TBM 308.229.098.454 293.562.638.676 264.417.091.708 (14.666.459.778) (4,76) (29.145.546.968) (9,93)g. Aktiva Lain-lain 21.404.244.751 16.024.118.754 22.021.254.667 (5.380.125.997) (25,14) 5.997.135.913 37,43 h. Aktiva Tidak Produktif 11.233.674 5.949.453.067 1.873.444.021 5.938.219.393 52.860,88 (4.076.009.046) (68,51) Jumlah Aktiva 1.015.488.160.008 1.063.753.055.822 1.132.565.075.833 48.264.895.814 4,75 68.812.020.011 6,47 Pasiva a. Hutang Lancar 328.172.301.774 275.886.310.261 304.427.077.288 (52.285.991.513) (15,93) 28.540.767.027 10,35 b. Hutang Jk Panjang 50.843.138.415 121.185.359.951 137.896.233.944 70.342.221.536 138,35 16.710.873.993 13,79

Total hutang 379.015.440.189 397.071.670.212 442.323.311.232 18.056.230.023 4,76 45.251.641.020 11,40

c.Modal Saham (disetor) 270.000.000.000 270.000.000.000 270.000.000.000 0

0,00 0 0,00 d. Cadangan umum 361.272.266.232 363.285.919.819 387.330.385.807 2.013.653.587 0,56 24.044.465.988 6,62 e. L/R thn berjln 5.200.453.587 33.395.465.791 32.911.378.794 28.195.012.204 542,16 (484.086.997) (1,45)

Total ekuitas 636.472.719.819 666.681.385.610 690.241.764.601 30.208.665.791 4,75 23.560.378.991 3,41 Jumlah Pasiva 1.015.488.160.008 1.063.753.055.822 1.132.565.075.833 48.264.895.814 4,75 68.812.020.011 6,47

8

Page 12: 020-PTPN VIII

Dari data pada tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Total aktiva PTPN VIII per 31 Desember 2004 naik bila dibanding dengan

posisi per 31 Desember 2003, terutama pada pos aktiva tetap yaitu untuk

bangunan perusahaan, mesin dan instalasi serta Hak Guna Usaha.

b) Total hutang per 31 Desember 2004 naik dari posisi 31 Desember 2003,

terutama pada pos hutang jangka panjang, sedangkan hutang lancar turun.

c) Total ekuitas perusahaan per 31 Desember 2004 naik dari posisi per 31

Desember 2003 dan tahun 2005 (s.d Semester I) meningkat dibanding tahun

tahun 2004, hal tersebut terjadi karena kenaikan saldo laba.

3) Perbandingan anggaran dan realisasi hasil usaha tahun 2004 dan 2005 (s.d

Semester I) serta perkembangannya

Perbandingan anggaran dan realisasi hasil usaha PTPN VIII tahun 2004 dan 2005

(s.d Semester I) serta perkembangannya adalah sebagai berikut :

(dalam juta Rupiah)Uraian Laba (Rugi) Tahun 2004 Tahun 2005 (S.d Smt I)

Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % 1 2 3 5 = 3/2 6 7 8 = 7/6

Pendpt/penj. netto 821.755,00 938.177,98 114,17 522.493,66 515.208,71 98,61 HPP 592.938,00 711.622,36 120,02 379.190,15 357.049,95 94,16 Laba (Rugi) kotor 228.817,00 226.555,62 99,01 143.303,51 158.158,76 110,37 Biaya Usaha 1 B. Adm. Umum 40.256,00 39.505,68 98,14 21.385,88 18.724,99 87,56 2 B. Pemasaran 25.492,00 29.929,91 117,41 15.664,07 15.553,20 99,29 Jumlah biaya usaha 65.748,00 69.435,59 105,61 37.049,95 34.278,19 92,52 Laba (rugi) usaha 163.069,00 157.120,03 96,35 106.253,56 123.880,57 116,59 Pendapatan lain-lain 34.252,00 57.761,21 168,64 18.026,09 25.171,77 139,64 Biaya Lain-lain (174.760,00) (164.932,22) 94,38 (82.346,99) (101.064,28) 122,73 Laba Sebelum pajak 22.561,00 49.949,02 221,40 41.932,66 47.988,06 114,44

Dari data pada tabel di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

a) Realisasi pendapatan/penjualan netto tahun 2004 di atas anggarannya, hal ini

karena harga dan volume penjualan komoditi di atas RKAP kecuali komoditi

kakao. Realisasi pendapatan/penjualan netto tahun 2005 (s.d Semester I) di

bawah anggarannya, hal ini karena volume penjualan komoditi tidak mencapai

RKAP.

b) Realisasi beban pokok penjualan tahun 2004 di atas anggarannya, hal ini

disebabkan kenaikan harga barang bahan, tarif listrik, BBM dan kenaikan upah.

Untuk tahun 2005 (s.d Semester I) secara keseluruhan harga pokok produksi per

kilogram di atas dari anggarannya, namun volume hasil penjualan terutama teh,

CPO dan kakao tidak mencapai RKAP sehingga realisasi beban pokok produksi

di bawah anggaran.

9

Page 13: 020-PTPN VIII

c) Realisasi biaya usaha tahun 2004 di atas anggarannya, hal ini disebabkan oleh

kenaikan tarif angkutan dan volume penjualan meningkat. Untuk tahun 2005 (s.d

Semester I) di bawah anggarannya, hal ini disebabkan volume penjualan di

bawah RKAP.

d) Realisasi pendapatan lain-lain tahyn 2004 dan 2005 (s.d. smt I) di atas

anggarannya, hal ini disebabkan adanya pendapatan ganti rugi tanaman,

pelepasan asset dan pendapatan penjualan tebangan pohon.

e) Realisasi biaya lain-lain tahun 2004 di bawah anggarannya hal ini terutama

disebabkan adanya penurunan beban iuran Dapenbun. Untuk tahun 2005 (s.d.

smt I) di atas anggaran, hal ini desebabkan meningkatnya biaya bonus dan

amortisasi aktiva tidak produktif.

7. Temuan Pemeriksaan

BPK-RI telah memeriksa pengelolaan pendapatan, biaya dan investasi tahun buku

2004 dan 2005 (s.d Semester I). Hasil pemeriksaan menunjukkan keadaan sebagai

berikut :

a. Pengelolaan Pendapatan

Realisasi pendapatan tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) masing-masing

sebesar Rp995.939,19 juta dan Rp540.380,48 juta atau 116,35% dan 99,97% dari

anggarannya masing-masing sebesar Rp856.007,00 juta dan Rp540.519,75 juta.

Pendapatan tersebut di atas terdiri dari pendapatan penjualan komoditi dan pendapatan

lain-lain diluar usaha pokok perusahaan.

Pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan dilakukan secara uji petik tahun

2004 sebesar Rp57.761,21 juta dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp3.716,52 juta

atau 5,80% dan 0,69% dari total pendapatan.

Pemeriksaan atas pengelolaan pendapatan menghasilkan temuan-temuan

pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, yaitu :

1) Pelaksanaan penjualan areal lahan dan tegakan pohon belum seluruhnya

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam rangka mendukung proyek pemerintah yaitu eksplorasi dan

eksploitasi panas bumi, kebutuhan lahan untuk ditanami kelapa sawit, maupun

pemanfaatan kembali lahan yang akan ditanami tanaman pokok, PTPN VIII telah

menjual/melepas asset berupa lahan dan tegakan pohon. Lahan/tegakan yang dijual

PTPN VIII sebagai berikut :

No. Lahan/Tegakan Lokasi Kebun Surat Perjanjian J.Beli Pembeli Nilai (Rp)

10

Page 14: 020-PTPN VIII

1. Lahan HGU Rancabali & Rancabolang

No. SP/D.III/812/IX/2004 tgl 7 September 2004

PT.Geo Dipa Energi

4.500.000.000,00

2. Lahan HGU Cibungur afd.Artana

No.SP/DIII.112A/II/2004 tgl 11 Februari 2004

PT.Asia Afrika Poultry

2.506.000.000,00

3. Tebangan pohon karet

Cisalak Baru No.SP/E.I/185/III/2004 tgl 15 Maret 2004

PT.Cipadang Indah

1.520.467.000,00

4. Tebangan pohon karet

Sanghyang Damar

No.SPJB/E.I/022/V/2004 tgl 14 Juni 2004

PT.Cipadang Indah

467.332.750,00

5. Tebangan pohon karet

Sukamaju No.SP/EI/1152/XII/2004 tgl 31 Desember 2004

PD.Rival Wood 246.361.500,00

6. Tebangan pohon karet

Cikasungka No.SP/E.I/019/V/2004 tgl 10 Mei 2004

UD.Bangun Sentosa

988.022.000,00

7. Tebangan pohon karet

Cikasungka No.SP/EI/1039A/XII/2004 tgl 30 Desember 2003

CV.Raksa Bumi 653.750.000,00

8. Tebangan pohon karet

Cisalak Baru No.SP/E.I/018/V/2004 tgl 14 Mei 2004 dan Addendum No.Add/E.I/439A/VI/2004 tgl 4 Juni 04

CV.Mekar Sari 829.487.500,00

9. Tebangan pohon Albazia

Cisalak Baru No.SP/EI/736/VIII/2004 tgl 13 Agustus 2004

CV.Jaya Agung 17.400.000,00

10. Tebangan pohon Albazia

Bunisari Lendra No.SP/EI/1045/XI/2004 tgl 12 Nopember 2004

CV.Jasa Rimba 309.728.590,00

11. Tebangan pohon Albazia

Batulawang No.SP/EI/734/VIII/2004 tgl 3 Agustus 2004

CV.Jaya Lestari 476.044.200,00

12. Tebangan pohon Jati

Bunisari Lendra No.SP/EI/028/VII/2004 tgl 12 Juli 2004

CV.Sinar Harapan

2.000.000.000,00

Dari pemeriksaan lebih lanjut terhadap proses dan pelaksanaan penjualan

lahan/areal dan tegakan pohon dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :

a) Penjualan tegakan pohon karet di Kebun Sukamaju kepada PD.Rival Wood

mendahului persetujuan Pemegang Saham

Penjualan tersebut dilakukan melalui penawaran terbuka dengan diikuti oleh

empat perusahaan yaitu CV. Sejahtera, CV.Trio, PD.Rival Wood, dan

PT.Majora Inkas. Penawaran harga tertinggi diajukan oleh PD Rival Wood

sebesar Rp16.500/pohon (termasuk PPN). Jual beli tersebut selanjutnya

dituangkan dalam surat perjanjian jual beli (SPJB) No.SP/E.I/1152/XII/2004

tanggal 31 Desember 2004 dengan nilai sebesar Rp246.361.500,00 untuk

tegakan pohon karet sebanyak 14.931 buah dan telah dibayar tunai sesuai

dengan bukti bank No.BKE/V/12/2004/0160 tanggal 28 Desember 2004.

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 89/KMK.013/1991

tanggal 25 Januari 1991, yang menyatakan “Pemindahtanganan aktiva tetap

selain yang ditetapkan dalam pasal 2,3, dan 4 keputusan ini hanya dapat

dilakukan oleh BUMN setelah memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari

Menteri Keuangan.” Yang dimaksud Menteri Keuangan adalah pemegang

saham, Menteri BUMN dalam hal ini adalah selaku kuasa pemegang saham.

Untuk menjual tegakan pohon karet tersebut Direksi PTPN VIII sebelumnya

11

Page 15: 020-PTPN VIII

telah meminta ijin Menteri BUMN dengan surat No.SB/AI/3376/IX/2004

tanggal 21 September 2004. Menanggapi permohonan tersebut Menteri

BUMN menyetujui untuk menebang dan menjual pohon karet. Persetujuan ini

dituangkan dalam suratnya kepada PTPN VIII No. S-188/MBU/2005 tanggal

20 Mei 2005. Hal ini berarti bahwa kontrak dan pelaksanaan penebangan serta

penjualan pohon karet di Kebun Sukamaju mendahului persetujuan dari

Menteri BUMN selaku kuasa pemegang saham.

b) Penjualan/pembayaran areal lahan dan tegakan pohon yang dilakukan tidak

sesuai dengan ketentuan.

Sesuai dengan Surat Menteri Keuangan No. 89/KMK.013/1991 tanggal 25

Januari 1991 pasal 15 ayat (1) yang menyatakan “kecuali Menteri Keuangan

menetapkan lain, pembayaran atas pemindahtanganan aktiva tetap BUMN

dilakukan secara tunai”. Namun, dalam pelaksanaannya penjualan

lahan/tegakan oleh PTPN VIII dilakukan dengan cara mencicil dalam beberapa

tahap sebagai berikut :

No. Lahan/Tegakan Pembeli Nilai (Rp)Cara

Pembayaran yg seharusnya menurut SPJB

Realisasi Pembayaran

1. Penjualan tanah HGU di kebun Rancabali & Rancabolang

PT.Geo Dipa Energi

4.500.000.000,00 12 tahap s.d September 05

10 tahap (s.d Juni 2005)

2. Tebangan pohon karet di kebun Cisalak Baru

PT.Cipadang Indah

1.520.467.000,00 2 tahap 2 tahap

3. Tebangan pohon karet di kebun Sanghyang Damar

PT.Cipadang Indah

467.332.750,00 2 tahap 2 tahap

4. Tebangan pohon karet di kebun Cikasungka

UD.Bangun Sentosa

988.022.000,00 Tunai 2 tahap

5. Tebangan pohon karet di kebun Cikasungka

CV.Raksa Bumi

653.750.000,00 Tunai 2 tahap

6. Tebangan pohon karet di kebun Cisalak baru

CV.Mekar Sari 829.487.500,00 2 tahap 3 tahap

7. Tebangan pohon Albazia di kebun Cisalak baru

CV.Jaya Agung 17.400.000,00 Tunai Tunai tetapi terlambat 17 hari

8. Tebangan pohon Albazia di kebun Bunisari Lendra

CV.Jasa Rimba 309.728.590,00 Tunai 3 tahap

9. Tebangan pohon Albazia di kebun Batulawang

CV.Jaya Lestari 476.044.200,00 Tunai Tunai tetapi terlambat 22 hari

10 Tebangan pohon Jati di kebun Bunisari Lendra

CV.Sinar Harapan

2.000.000.000,00 2 tahap 3 tahap

Daftar tersebut di atas menunjukkan bahwa beberapa pembayaran tidak sesuai

dengan SPJB yaitu pembayaran oleh UD Bangun Sentosa, CV Raksa Bumi,

CV.Mekar Sari, CV Jaya Agung, CV Jasa Rimba, CV Jaya Lestari dan CV

Sinar Harapan.

c) Realisasi penjualan/penebangan tegakan pohon tidak dibuatkan Berita Acara

Serah Terima Pekerjaan (BASTP).

12

Page 16: 020-PTPN VIII

Dalam perjanjian penjualan tegakan pohon dengan UD Bangun Sentosa, CV

Raksa Bumi, CV Mekar Wangi, PT Cipadang Indah, CV Jaya Agung, PD

Rival Wood, CV Jasa Rimba, dan CV Jaya Lestari terdapat klausul sebagai

berikut :

(1) Pasal 5 ayat (4) berbunyi “Areal harus bersih dari tegakan pohon dan dapat

diterima oleh pihak kesatu (PTPN VIII) dengan dituangkan dalam Berita

Acara Serah Terima Pekerjaan.”

(2) Pasal 6 ayat (1) berbunyi “Apabila pelaksanaan pekerjaan tebangan tidak

tepat pada waktunya seperti yang telah ditentukan pada pasal 5 ayat (4),

maka pihak kedua dikenakan denda sebesar 1/00 (satu per mil) untuk setiap

hari keterlambatan dari jumlah harga nilai penjualan.

(3) Pasal 6 ayat (2) berbunyi :”Apabila keterlambatan pekerjaan melampaui

batas waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, maka pihak kesatu dapat

membatalkan penyerahan pekerjaan yang tersisa serta seluruh pembayaran

yang tertinggal tidak dikembalikan lagi kepada pihak kedua, dan seluruh

hasil pekerjaan tebangan yang telah berada di kebun menjadi milik pihak

kesatu.”

Dalam pelaksanaan SPJB tersebut tidak dibuatkan BASTP yang ditandatangani

oleh kedua belah pihak sehingga tidak diketahui dengan pasti realisasi waktu

penyelesaian penebangan. Sampai dengan pemeriksaan berakhir tanggal 20

Juli 2005 hanya kontrak penjualan kepada CV. Raksa Bumi di kebun

Cikasungka yang dibuatkan Laporan Penebangan Pohon Karet dan kontrak

penjualan kepada CV Jaya Lestari di Kebun Batulawang yang dibuatkan BA

Penebangan Pohon Albazia. Kedua BA/laporan tersebut hanya dibuat dan

ditandatangani oleh Administratur Kebun atau bersama-sama petugas

Pengawas Intern Kebun dan bagian tanaman. Sedangkan untuk 8 (delapan)

kebun yang lain tidak ada laporan penebangan pohon.

Kondisi tersebut diatas mengakibatkan :

a) Kontrak penjualan tebangan pohon karet sebanyak 14.931 pohon kepada

PD.Rival Wood tidak mempunyai dasar hukum karena dilakukan sebelum ada

ijin Pemegang Saham.

b) PTPN VIII tidak segera dapat memanfaatkan dana dari penjualan areal lahan

dan tebangan pohon.

13

Page 17: 020-PTPN VIII

c) PTPN VIII tidak bisa mengetahui secara pasti penyelesaian pekerjaan

penebangan pohon sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan.

Hal ini disebabkan oleh :

a) Manajemen PTPN VIII tidak mengindahkan ketentuan atau pedoman yang

berlaku untuk pemindah tanganan aktiva tetap BUMN terutama Surat Menteri

Keuangan No.89/KMK.013/1991 tanggal 25 Januari 1991 pasal 15 ayat (1)

dan pasal 5.

b) Manajemen PTPN VIII tidak menuangkan klausul denda/sangsi dalam setiap

SPJB apabila pembayaran tidak tepat waktu.

Direksi PTPN VIII menjelaskan :

a) Penjualan tegakan pohon karet kepada PD. Rival Wood di Kebun Sukamaju

dilakukan sebelum ada persetujuan Pemegang Saham.

Permohonan ijin telah kami sampaikan ke Menteri Negara BUMN dengan

Surat No. SB/A.I/3376/IX/2004 tanggal 21 September 2004 dengan dasar surat

rekomendasi Dewan Komisaris No. 68/Komut/XII/2004 tanggal 27 Desember

2004. Surat ijin dari Menteri Negara BUMN telah diterbitkan dengan Surat

No. S-188/MBU/2005 tanggal 20 Mei 2005. Penjualan dilaksanakan lebih

awal karena terkait dengan rencana penanaman yang tidak mungkin

ditangguhkan, yaitu pada Triwulan IV/2004 yang bertepatan dengan musim

hujan.

b) Penjualan/pembayaran areal lahan dan tegakan pohon yang dilakukan tidak

sesuai dengan ketentuan.

Sambil menunggu proses pelepasan/penjualan tegakan pohon karet tua pada

areal lahan tersebut dan sementara mengejar waktu penanaman, PTPN VIII

telah menanam pada sela-sela di antara pohon karet yang ada. Oleh karena itu,

setelah tegakan karet tua tersebut terjual, dalam pelaksanaan penebangannya,

kepada pembeli diharuskan berhati-hati dan selalu berkoordinasi dengan pihak

perusahaan. Dengan kondisi ini, penebangan yang dilaksanakan oleh pembeli

mengalami hambatan dan tidak dapat dilaksanakan sekaligus. Sehubungan

dengan hal tersebut, perusahaan terpaksa memenuhi permintaan pihak pembeli

untuk membayar seluruh harga tegakan pohon secara termijn, disesuaikan

dengan kemajuan penebangan yang mungkin direalisasikan. Namun demikian

pembayaran termijn tersebut, seluruhnya masih dalam jangka waktu

penebangan sesuai perjanjian.

14

Page 18: 020-PTPN VIII

c) Realisasi pelaksanaan penjualan/penebangan tegakan pohon tidak dibuatkan

Berita Acara Serah Terima Pekerjaan (BASTP).

Berita Acara Serah Terima Pekerjaan dibuatkan dalam bentuk monitoring jumlah

penebangan pohon yang dibuat oleh Administratur Kebun, tetapi untuk

selanjutnya akan menjadi perhatian Direksi untuk membuat BASTP.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar

dimasa mendatang dalam menjual areal dan tegakan mempedomani ketentuan

yang berlaku serta memasukkan klausul denda dalam perjanjian jual beli yang

berkaitan dengan kemungkinan timbulnya wanprestasi.

2) Realisasi penebangan pohon karet di Kebun Cikasungka oleh CV Raksa

Bumi belum sesuai dengan surat perjanjian.

Dalam rangka melaksanakan program konversi tanaman karet menjadi

tanaman kelapa sawit, PTPN VIII telah menjual hasil tebangan pohon karet

dibeberapa kebun. Salah satunya adalah penjualan tegakan pohon karet kepada CV

Raksa Bumi (CV RB) di kebun Cikasungka. Kontrak penjualan dituangkan dalam

Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) No. SP/E.I/1039 A/XII/2003 tanggal 30

Desember 2003. Jumlah pohon yang dijual sebanyak 59.189 pohon atau senilai

Rp653.750.000,00 (termasuk PPN), dengan jangka waktu penebangan sampai

dengan 15 Mei 2004. PTPN VIII telah menerima pembayaran dalam 2 (dua) tahap,

yaitu masing-masing sebesar Rp150.000.000,00 pada tanggal 8 Desember 2003

dan sebesar Rp503.750.000,00 tanggal 28 dan 29 Januari 2004. Batas waktu

penebangan diperpanjang sampai dengan tanggal 5 Juli 2004 sesuai dengan surat

Direksi PTPN VIII No. SB/EI/2012/VI/2004 tanggal 9 Juni 2004.

Dari laporan Administratur kebun Cikasungka diketahui bahwa

penebangan yang belum diselesaikan sampai dengan awal Juli 2004 adalah pada

afdeling IV Blok 1 dan 2 sebanyak ± 4.500 pohon. Selain itu, diketahui pula

bahwa sampai dengan tanggal 15 Agustus 2004 masih terjadi penebangan terhadap

sisa tegakan di Blok 1 dan 2 afdeling IV/Simpangan. Atas dasar laporan-laporan

Administratur Kebun Cikasungka tersebut di atas, Direksi PTPN VIII

menindaklanjuti dengan :

a) Memberitahukan kepada CV RB tanggal 30 Juli 2004 bahwa telah terjadi

kelambatan waktu penebangan sehingga CV RB dikenakan denda untuk 25

hari kelambatan sebesar Rp16.343.750,00 (1/000 per hari x 25 hari x

15

Page 19: 020-PTPN VIII

Rp653.750.000,00). Selanjutnya terhadap sisa pohon yang belum ditebang

oleh CV RB sebanyak 4.500 pohon di afdeling IV blok 1 dan 2 menjadi hak

PTPN VIII.

b) Memberitahukan Administratur Kebun Cikasungka bahwa pelaksanaan

penebangan oleh CV RB dihentikan dan surat tersebut ditembuskan kepada

CV RB. Namun demikian, sebelumnya Administratur Kebun Cikasungka

telah mengirimkan surat kepada Direktur CV RB dengan surat NO.

SN/Tjks/296/VIII/2004 tanggal 31 Agustus 2004 yang isinya mulai tanggal 1

September 2004 penebangan pohon oleh CV RB dihentikan.

Hasil penyelesaian tebangan oleh CV RB telah dilaporkan oleh

Administratur Kebun Cikasungka kepada Kepala Bagian Umum PTPN VIII

dengan memo No. M/Tjks/338/X/2004 tanggal 26 Oktober 2004 dengan hasil

sebagai berikut :

Satuan Pohon

Afdeling BlokRencana

Sesuai SPJBRealisasi Tebangan Selisih Keterangan

III 1 & 2 5.100 5.100 - -IV 1, 2, 3 36.822 35.854 (968) Habis tempo tebang

V4,5 12.574 18.731 6.157 Masih dalam tempo tebang9, 10, 11 4.693 3.056 (1.637) Habis tempo tebangJumlah 59.189 62.741 3.552

Dari daftar di atas, dapat dijelaskan bahwa di Afdeling IV terdapat sisa pohon

yang belum sempat ditebang sebanyak 968 tegakan karena pelaksanaan

penebangan diberhentikan. Selanjutnya diketahui pada saat penebangan berakhir

masih terdapat sisa 4.500 tegakan pohon yang belum ditebang dan sesuai SPJB

merupakan hak PTPN VIII. Dengan demikian jumlah tegakan milik/hak PTPN

VIII yang di ambil oleh CV RB sebanyak 3.532 tegakan (4.500 – 968) dengan

nilai Rp39.010.940,00 (3.532 tegakan x Rp11.045,00/tegakan) tidak ditagih oleh

PTPN VIII kepada CV RB. Selain itu, di afdeling V blok 4 dan 5 jumlah tegakan

yang ada dan akan ditebang sebanyak 12.574 pohon. Pada kenyataannya yang

ditebang sebanyak 18.731 pohon. Terhadap kelebihan ini PTPN VIII tidak dapat

menagih karena Pasal 1 dalam SPJB menyatakan apabila kemudian ternyata dari

hasil pelaksanaan penebangan terdapat selisih lebih/kurang (jumlah pohon atau

kondisi/kualitas pohon tidak sesuai dengan harapan pihak kedua), maka masing-

masing pihak sepakat tidak mengajukan tuntutan kepada pihak lainnya atas

perbedaan tersebut.” Dengan demikian jumlah tegakan pohon yang ditebang oleh

16

Page 20: 020-PTPN VIII

CV RB lebih banyak dari yang diperkirakan dan dicantumkan dalam kontrak

perjanjian, sehingga hal tersebut menjadi keuntungan bagi CV RB.

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan PTPN VIII mengalami kehilangan

pendapatan berupa :

a) Denda kelambatan penebangan sebesar Rp37.263.750,00 (1/1000 per hari x 57

hari x Rp653.750.000,00).

b) Jumlah tegakan yang berlebih pada afdeling V blok 4 dan 5 sebanyak 4.520

tegakan (6.157 tegakan – 1.637 tegakan) sebesar Rp49.923.400,00 (4.520

tegakan @ Rp11.045,00/tegakan} dan pada afdeling IV blok 1 dan 2 sebesar

Rp39.010.940,00 (3.532 tegakan @ Rp11.045,00/tegakan).

Hal tersebut di atas disebabkan oleh :

a) Kurangnya pengawasan PTPN VIII terhadap pelaksanaan penebangan oleh CV

RB dan tidak segera bertindak tegas untuk menghentikan penebangan oleh CV

RB.

b) PTPN VIII tidak menginventarisasi tegakan sebelum menjual tegakan pohon,

sehingga jumlah tegakan yang dijual lebih kecil dari jumlah sebenarnya.

Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa CV. Raksa Bumi sudah

melaksanakan kewajibannya membayar seluruh harga pohon karet sesuai yang

tertuang dalam Surat Perjanjian Jual Beli. Namun dalam pelaksanaan penebangan,

yang bersangkutan mengalami keterlambatan. Untuk itu kami telah berupaya

menyampaikan teguran/sangsi secara lisan maupun tulisan. Atas keterlambatan ini

kami telah memperhitungkan klaim sebagaimana mestinya. Terakhir, telah kami

kirimkan Surat No. SB/E.I/2732/VII/2004 tanggal 30 Juli 2004 yang berisi teguran

dan perintah penghentian penebangan. Setelah itu, kami berkali-kali mencoba

menghubungi penanggung jawab CV. Raksa Bumi, untuk meminta pertanggung

jawaban atas keterlambatan/penyimpangan yang dilakukannya, namun sampai

dengan saat ini belum berhasil karena yang bersangkutan sudah pindah alamatnya.

Hingga saat ini kami terus berupaya mencari/menghubungi yang bersangkutan

untuk menindak-lanjutinya.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar:

a) Terus menagih CV. Raksa Bumi denda kelambatan sebesar Rp37.263.750,00.

b) Menegur dan meminta pertanggungjawaban unit terkait yang tidak sepenuhnya

mengawasi pelaksanaan perjanjian penebangan pohon karet oleh CV Reksa

Bumi.

17

Page 21: 020-PTPN VIII

3) Pembayaran penjualan rumah dinas sebesar Rp410,00 juta belum sesuai

dengan perjanjian.

Pada akhir tahun 2003, PTPN VIII telah menjual rumah dinas di

Jl.Perkutut No.12 A Cidodol Kebayoran Lama Jakarta Selatan berikut fasilitasnya

kepada Sdr Andung A.Nitimiharja (Sdr AAN) yang telah menempati rumah

tersebut sejak tahun 1992 (eks Komisaris PTP XII). Proses penjualan tersebut

didahului dengan permohonan pembelian yang diajukan oleh Sdr. AAN kepada

Direksi PTPN VIII dengan tembusan kepada Komisaris Utama PTPN VIII dengan

surat tanggal 19 Nopember 2002. Selanjutnya Komisaris Utama PTPN VIII

menyetujui penjualan rumah dinas tersebut dengan surat No.113/Komut/XII/2002

tanggal 2 Desember 2002. Dengan adanya persetujuan Komisaris Utama maka

Direksi mengajukan surat permohonan ijin penjualan rumah kepada Menteri

BUMN selaku kuasa pemegang saham dengan surat No.SB/D.III/4554/XII/2002

tanggal 4 Desember 2002, dan disetujui oleh Menteri BUMN dengan surat No.S-

863/M-MB/2003 tanggal 30 Januari 2003.

Berdasarkan surat persetujuan dari Menteri BUMN dan setelah

mempertimbangkan taksiran harga dari Panitia Penaksir Harga, Direksi PTPNVIII

menetapkan harga jual rumah tersebut dengan surat No.SB/D.III/310/VIII/2003

tanggal 12 Agustus 2003 sebesar Rp410.000.000,00. Nilai tersebut setelah

mendapat keringanan harga jual secara regressive proposional sesuai instruksi

Menteri BUMN No.02/M-MBU/2002 tanggal 4 September 2002 yaitu sebesar

Rp90.000.000,00.

Penjualan rumah dinas tersebut dituangkan dalam Surat Perjanjian Jual

Beli (SPJB) No.SP/D.III/1042.A/XII/2003 tanggal 30 Desember 2003. Sesuai

pasal 3 ayat (1) dan (2) SPJB disebutkan bahwa pembayaran atas harga jual

rumah dinas tersebut dicicil dalam 61 (enam puluh satu) cicilan, yakni cicilan

pertama sebesar Rp8.800.000,00 pada tanggal 1 Januari 2004, dan cicilan kedua

sampai dengan cicilan ke 60 yaitu bulan Februari 2004 sampai dengan 1 Januari

2008 masing-masing sebesar Rp6.800.000,00.

Pembayaran cicilan pertama sebesar Rp8.800.000,00 telah diterima pada

tanggal 12 Januari 2004, sedangkan cicilan kedua dan cicilan berikutnya (sampai

dengan cicilan ke 14) baru diterima pembayarannya pada tanggal 1 Maret 2005

sebesar Rp106.569.600,00. Jumlah tersebut merupakan pembayaran atas pokok

berikut dendanya sampai dengan periode Pebuari 2005. Hal tersebut tidak sesuai

18

Page 22: 020-PTPN VIII

dengan SPJB di atas pada Pasal 3 ayat (3), dinyatakan bahwa “Pembayaran

dilaksanakan dengan cara menyetor ke PT.Bank Mandiri Cabang,…dst, dan

pembayaran angsuran setiap bulan dilaksanakan paling lambat tanggal 5 pada

setiap bulan pembayaran.”

Dalam SPJB pada Pasal 3 ayat (4), berbunyi “Untuk setiap hari

keterlambatan atas angsuran dikenakan denda per hari sebesar 1/00 (satu per mil)

dari pembayaran cicilan bulan yang bersangkutan.” Dengan demikian sisa

tunggakan cicilan beserta dendanya yang sudah sudah jatuh tempo sampai dengan

pemeriksaan berakhir tanggal 20 Juli 2005 sebesar Rp37.183.107,00 (perhitungan

dalam lampiran 2).

Terhadap keterlambatan dan belum diterimanya hasil penjualan rumah

dinas dari Sdr AAN selama 5 bulan (Maret s.d Juli 2005) mengakibatkan

perusahaan tidak segera dapat memanfaatkan dana tersebut sebesar

Rp37.183.107,00, terdiri dari :

- Cicilan pokok = Rp34.197.200,00- Denda = Rp 2.985.907,00

Hal tersebut disebabkan manajemen PTPN VIII tidak pernah secara tertulis

memberitahukan kepada Sdr. AAN cicilan dan pembayaran yang tidak tepat

waktu.

Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa sehubungan dengan pelepasan

Rumah Dinas di Jalan Perkutut, Cidodol Kebayoran Lama, Jakarta Selatan sesuai

Perjanjian No. SP/D.III/1042.A/XII/2003 tanggal 30 Desember 2003, sampai

dengan bulan Maret 2005 Pihak Pembeli telah membayar cicilan sebesar Rp.

115.395.600,00. Dari bulan April sampai dengan Juli 2005 seharusnya yang

bersangkutan sudah membayar angsuran sebesar Rp37.183.107,00. Berkaitan

dengan keterlambatan pembayaran angsuran tersebut, kami telah berupaya

menagih dengan surat kami Nomor : SP/D.III/ 2349/VII/2005 tanggal 19 Juli

2005, dan selanjutnya akan kami lakukan penagihan ulang.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar

terus menagih cicilan pembayaran penjualan rumah yang belum dibayar sesuai

dengan perjanjian.

b. Pengendalian Biaya

Realisasi biaya tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) masing-masing sebesar

Rp917.072,81 juta dan Rp514.510,82 juta atau 116,22% dan 103,29% dari

19

Page 23: 020-PTPN VIII

anggarannya masing-masing sebesar Rp789.069,00 juta dan Rp498.128,13 juta.

Jumlah biaya tersebut di atas terdiri dari biaya produksi, biaya usaha dan biaya lain-

lain.

Pemeriksaan atas pengendalian biaya dilakukan secara uji petik yaitu terhadap

realisasi biaya pemeliharaan tanaman dan biaya umum untuk tahun 2004 sebesar

Rp279.431,30 juta dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp158.507,73 juta atau 30,47%

dan 30,810% dari total realisasi biaya.

Pemeriksaan atas pengendalian biaya menghasilkan temuan-temuan

pemeriksaan mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, yaitu :

1) Kerjasama konsultasi manajemen dan keuangan dengan Andalan Dunia

Bisnis idak memberikan hasil sesuai dengan perjanjian.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas, produktivitas dan efisiensi

perusahaan, PTPN VIII telah mengikat suatu kerjasama Konsultan Manajemen dan

Finansial dengan DR Muchtar Tumin, SK,MSc (MT). Kerjasama tersebut tertuang

dalam Surat perjanjian kerjasama No. SP/D.III/545/VI/2004 tanggal 8 Juli 2004

yang di dalamnya mencakup klausul-klausul sebagai berikut :

a) Besarnya jasa adalah Rp275.000.000,00 (termasuk PPN 10%).

b) Pemberian Jasa Konsultan Manajemen dan Financial guna meningkatkan

efektivitas, produktifitas dan efisiensi perusahaan ke depan dalam segala nama

dan bentuknya, dan Pihak Kedua menyatakan sanggup dan bersedia

memberikan Jasa Konsultan kepada Pihak Pertama yang meliputi upaya

peningkatan kemampuan Managemen dan Finansial perusahaan ke depan.

Bilamana dalam masalah manajemen dan finansial terdapat masalah Pihak

Pertama yang berkaitan dengan kewajiban kepada Negara maka Perjanjian Jasa

Konsultan berlaku juga sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Jasa

Konsultan manajemen dan finansial dimaksud, pada pelaksanaannya dengan

Surat Kuasa Khusus dari Pihak Pertama kepada Pihak Kedua.

c) Pihak Kedua (Pemberi Jasa Konsultan) berkewajiban untuk memberikan

laporan secara tertulis 1 ( satu ) bulan 2 (dua ) kali atau sewaktu-waktu apabila

diperlukan oleh Pihak Pertama (PTPN VIII).

d) Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan berlaku sejak penandatanganan

perjanjian yaitu tanggal 8 Juli 2004 sampai dengan tanggal 31 Desember 2004.

e) Jangka waktu Perjanjian dapat diperpanjang apabila kewajiban pihak Kedua

dengan kuasa khususnya belum selesai.

20

Page 24: 020-PTPN VIII

f) Succes fee (biaya sukses) sebesar 5% dari jumlah penghematan pengeluaran

keuangan perusahaan Pihak Pertama akibat dari jasa/prestasi yang dikerjakan

oleh Pihak Kedua.

Perjanjian kerjasama pemberian Jasa konsultan ini diawali dengan adanya

penawaran jasa Konsultasi Manajemen, Finansial dan Perpajakan oleh Andalan

Dunia Bisnis (ADB) dan DR. MT sebagai Chief Executive Officer (CEO). Dalam

surat penawaran telah dinyatakan bahwa ADB mempunyai tenaga-tenaga professional

yang handal dan ADB sebagai konsultan dari perusahaan-perusahaan dalam dan luar

negeri. Namun dalam surat penawaran tersebut tidak menguraikan tentang riwayat

hidup masing-masing tenaga professional tersebut dan jasa konsultasi apa saja yang

telah diberikan oleh ADB kepada perusahaan-perusahaan yang berada di dalam dan di

luar negeri. Hal ini diperlukan agar PTPN VIII dapat mengevaluasi krediblilitas ADB.

Memenuhi perjanjian tersebut, dalam tahun 2004 PTPN VIII telah membayar

sebesar Rp275.000.000,00 (termasuk PPN) yaitu sebesar Rp110.000.000, pada tanggal

8 Juli 2004, sebesar Rp82.500.000,00 pada tanggal 15 September 2004 dan sebesar

Rp82.500.000,00 pada tanggal 10 Nopember 2004.

Dari pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa selama pelaksanaan perjanjian

tersebut, ADB tidak pernah memberikan laporan secara tertulis kepada PTPN VIII

tentang tentang kondisi perusahaan dan saran-saran perbaikan untuk peningkatan

kemampuan manajemen dan financial perusahaan di masa mendatang. Dengan

demikian PTPN VIII tidak dapat memperoleh jasa konsultasi yang diharapkan yaitu

untuk meningkatkan efektifitas produksi dan efisiensi perusahaan ke depan sesuai

dengan lingkup pekerjaan ADB.

Selain tugas yang telah ditetapkan dalam perjanjian, ADB juga mendapat

penugasan khusus dari PTPN VIII yaitu penugasan untuk menyelesaikan pengurusan

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Penugasan ini sesuai dengan

Surat Kuasa Direksi kepada DR MT No. SKU/D.III/425/IV/2004 tanggal 30 April

2004.

Terhadap penugasan khusus tersebut, ADB telah memberikan laporan tentang

perkembangan penyelesaian masalah BPHTB dan PBB sebanyak dua kali yaitu :

a) Laporan No. 110/ADB-MT/VIII/2004 yang isinya antara lain :

(1) Draft SK BPHTB yang akan dikeluarkan oleh Menteri Keuangan yang masih

memuat pengurangan sebesar 50%.

21

Page 25: 020-PTPN VIII

(2) ADB sudah mengimbau agar BPHTB PTPN VIII dapat diturunkan sampai

dengan 75% dengan alasan :

- PTPN VIII tidak mempunyai kemampuan ekonomis untuk membayar

BPHTB.

- Pembayaran BPHTB ke kas Negara oleh PTPN VIII merupakan

pengalihan uang Negara dari satu sisi ke sisi lainnya ( dari Negara untuk

Negara)

(3) ADB menyarankan agar PTPN VIII menyetorkan sebagian kecil dari BPHTB,

misalnya 5% atau sesuai kemampuan likuiditas, dan BPN akan memproses

sertifikat HGU berdasarkan pembayaran tersebut. Dengan demikian akan

terjadi kurang bayar sehingga Dirjen Pajak dalam hal ini Kantor Pelayanan

PBB akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

BPHTB. Selanjutnya PTPN VIII mengajukan permohonan keberatan dan

meminta pengurangan BPHTB kepada Direktorat Jenderal Pajak..

Terhadap hasil kerja ADB seperti yang tercantum dalam laporan tersebut,

Direksi merasa kurang puas. Hal ini terlihat dalam lembar disposisi yang

menyatakan bahwa pengurangan BPHTB sebesar 50% memang sesuai SK

Menkeu yang sudah berjalan, yang dikehendaki oleh Direksi adalah

pengurangan 50% dari SK Menkeu tersebut.

b) Laporan No.002/ADB-MT/I/2005 tanggal 26 Januari 2005 yang isinya bahwa

ADB sedang mempelajari kemungkinan pengurangan BPHTB sebesar 75%, dan

usaha-usaha pendekatan dengan pejabat terkait di Departemen Keuangan.

Berdasarkan Surat Direksi No. SB/D.III/1458/V/2005 tanggal 9 Mei 2005

pihak PTPN VIII telah memutuskan perjanjian kerjasama tersebut dengan alasan

kerjasama sudah berakhir tanggal 31 Desember 2004 dan tidak akan memperpanjang

lagi.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :

a) Dalam memperkenalkan dan penawaran jasa tersebut, ADB tidak melampirkan

secara rinci daftar riwayat hidup dari tenaga profasional yang dimilikinya dan

tidak melampirkan jasa-jasa konsultasi yang telah diberikan kepada perusahaan-

perusahaan baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini sangat penting untuk

dapat dilakukan penilaian tingkat keberhasilan pemberian jasa konsultasi yang

akan diberikan oleh ADB.

22

Page 26: 020-PTPN VIII

b) Dalam kegiatannya ADB memfokuskan kepada penugasan khusus yaitu masalah

BPHTB, sehingga jasa konsultasi yang akan diberikan oleh ADB sesuai dengan

lingkup pekerjaan dalam perjanjian tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya. Dengan

demikian terhadap biaya sebesar Rp275.000.000,00 yang sudah dikeluarkan pihak

Manajemen PTPN VIII tidak memperoleh hasil atau saran untuk peningkatan

kemampuan dalam bidang manajemen dan keuangan untuk meningkatkan

efektifitas produktivitas, efisiensi perusahaan sesuai dengan perjanjian.

c) Tidak ada laporan tertulis dari pihak ADB sebagai kewajibannya dalam

melaksanakan perjanjian kejasama jasa, konsultasi yang seharusnya memuat saran-

saran bagi manajemen PTPN VIII untuk masa mendatang sebagai kewajiban ADB

selama kurun waktu melaksanakan perjanjian kerjasama jasa konsultasi

manajemen dan keuangan.

Terhadap permasalahan tersebut di atas mengakibatkan pengeluaran sebesar

Rp275.000.000,00 untuk jasa konsultan tidak memberikan kontribusi berupa

peningkatan kemampuan manajemen dan keuangan untuk meningkatkan efektifitas

produktivitas dan efisiensi perusahaan.

Hal tersebut disebabkan dalam mengambil keputusan untuk menggunakan jasa

konsultan ADB, Direksi PTPN VIII tidak menganalisa terlebih dahulu untuk

mengetahui kredibilitas dan kapabilitas dari ADB.

Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa dalam surat penawaran yang

disampaikan Andalan Dunia Bisnis (ADB) di dalamnya sudah termasuk Company

Profile beserta daftar tenaga-tenaga ahli yang dimilikinya, meskipun belum dilengkapi

dengan Curiculum Vitae dan jenis-jenis jasa konsultasi yang pernah diberikan kepada

perusahaan lain. Untuk yang akan datang akan menjadi perhatian kami dan kami akan

lebih teliti. Selain jasa konsultasi manajemen dan finansial, kami juga memanfaatkan

yang bersangkutan untuk membantu upaya efisiensi dalam pengurusan BPHTB,

karena yang bersangkutan mempunyai keahlian dibidang tersebut. Dalam kaitan

dengan Perjanjian Pemberian Jasa Konsultasi tersebut, yang bersangkutan sudah

menyampaikan beberapa laporan dan saran tertulis. Laporan-laporan tersebut berupa,

baik yang menyangkut kepada Jasa Konsultan Manajemen dan Finansial maupun

BPHTB. Untuk selanjutnya kontrak kerja tidak kami perpanjang karena kami merasa

sudah cukup.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar

meminta pertanggungjawaban unit kerja terkait dan konsultan atas kerjasama tersebut

23

Page 27: 020-PTPN VIII

dan untuk masa mendatang dalam kerjasama dengan konsultan , PTPN VIII terlebih

dahulu menganalisa mengetahui kredibilitasnya.

2) Terdapat kelebihan pembayaran premi Asuransi Purna Jabatan Direksi

sebesar Rp329,57 juta dan Pajak PPh Pasal 21 atas premi belum disetorkan ke

Kas Negara sebesar Rp461,63 juta.

Risalah RUPS PTPN VIII tentang RKAP tahun 2003 tanggal 2 Januari 2003

memutuskan Direksi, Komisaris dan Sekretaris Komisaris diberikan Santunan Purna

Jabatan dalam bentuk program Asuransi atau tabungan pensiun. Premi atau iuran

tahunan yang dapat ditanggung perusahaan tidak lebih dari 25% dari gaji/honorarium

per tahun sebagaimana yang diputuskan dalam RUPS laporan pertanggungjawaban

tahunan Direksi dan Komisaris. Premi diatas hanya berlaku saat yang bersangkutan

menduduki jabatan Direksi, Komisaris dan Sekretaris Komisaris.

Sebagai tindak lanjut dari ketentuan tersebut, pada tahun 2003 PTPN VIII

mengasuransikan seluruh jabatan Direksi menjadi peserta Asuransi Dwiguna Prima

Eksekutif Kumpulan pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan polis induk No.

PK/DGE-3117/TI yang dikeluarkan tanggal 17 Januari 2003, sedangkan jabatan

Dewan Komisaris tidak diasuransikan. Berdasarkan polis asuransi jabatan dari

masing-masing Direksi diketahui bahwa masa pertanggungan asuransi sejak 1 Januari

2003 hingga 1 Mei 2006 (3 tahun 4 bulan) yang preminya dibayarkan secara sekaligus

sesuai bukti pengeluaran bank No. BKE/01/2003/00135 tanggal 24 Januari 2003

sebesar Rp1.139.880.000,00. dengan rincian sebagai berikut :

No. Nama Direksi No. Sertifikat Premi 3 tahun4 bulan

1 Drs. H. Sobana Suwarna, Ak, SH (SS) 000001 247.800.000 2 Ir. H. Abdul Halik,MM (AH) 000002 223.020.000 3 RHS. Slamet Bangsadikusumah, SG, MBA (SB) 000003 223.020.000 4 Drs.H. Dudung Suryana, Ak, MBA (DS) 000004 223.020.000 5 Drs.H. Yaman Abddullah, Ak, MBA (YA) 000005 223.020.000 Jumlah 1.139.880.000

24

Page 28: 020-PTPN VIII

Dalam tahun 2003 telah terjadi penggantian Direksi PTPN VIII sesuai pada SK

Menteri BUMN No.KEP-250/MBU/2003 tanggal 19 Juni 2003, sebagai berikut :

a) Memberhentikan dengan hormat Drs. SS, Ak, SH, sebagai Direktur Utama ; Ir. H.

AH, MM sebagai Direkstur Produksi; DR. DS. SE,AK,MBA sebagai Direktur

Keuangan ; Drs.H. YA. Ak, MBA sebagai Direktur Pemasaran.

b) Mengangkat Ir. H. AH, MM sebagai Direktur Utama ; Ir. Iyan Heriyanto (IH)

sebagai Direktur Produksi; Drs.H. YA. Ak,MBA sebagai Direktur Keuangan; Ir.

H. Indra B.Djenie (IBD) sebagai Direktur Pemasaran.

c) Untuk Direktur SDM dan Umum tetap masih dijabat oleh RHS. SS, SH.MBA.

Berdasarkan SK Menteri BUMN No.KEP-250/MBU/2003 tanggal 19 Juni

2003 tersebut di atas diketahui bahwa Drs. SS, Ak, SH sebagai Direktur Utama dan

DR. DS. SE,Ak, MBA sebagai Direktur Keuangan tidak diangkat kembali menjadi

direksi di PTPN VIII. Selanjutnya berdasarkan surat Direksi PTPN VIII tanggal 18

Juli 2003 kepada PT. Asuransi Jiwasraya (Persero) yang isinya agar pembayaran

klaim asuransi purna jabatan Direksi a/n Drs. H. SS, Ak, SH dan DR. DS. SE., Ak

dapat segera diselesaikan dan disetorkan ke rekening PTPN VIII di Bank Mandiri

Cabang Bandung Asia Afrika Selatan AC. Nomor 130.0183000085. Dari klaim

asuransi yang diajukan di atas telah disetujui oleh PT Asuransi Jiwasraya sebesar

Rp520.523.941,00, dan telah diterima perusahaan tanggal 30 Juli 2003. Klaim

Asuransi tersebut oleh PTPN VIII telah dibayarkan kepada Drs. H. SS. SH, Ak

sebesar Rp273.966.146,00 dan kepada DR.H. DS. SE., Ak, MBA sebesar

Rp246.557.795.

Selanjutnya Direksi PTPN VIII yang baru dan Komisaris diberikan juga fasilitas

asuransi purna jabatan dan jumlah premi yang dibayar untuk periode tahun 2004 ( Juli

s.d. Desember 2004) sebesar Rp517.000.000,00 dan telah dibayarkan tanggal 21 Juli

2004. Untuk tahun 2005 (Januari s.d. Desember 2005) jumlah pembayaran premi

asuransi jabatan untuk Direksi dan Komisaris telah dibayarkan tanggal 15 Pebruari

2005 sebesar Rp308.796.000,00.

Dari pemeriksaan lebih lanjut atas pemberian fasilitas kepada Dewan

Komisaris, Sekretaris Dekom dan Direksi PTPN VIII berupa asuransi purna jabatan,

diketahui hal-hal sebagai berikut :

a) Pembayaran premi asuransi tidak sesuai dengan masa jabatan aktif direksi.

Berdasarkan polis asuransi jabatan dari masing-masing Direksi diketahui bahwa

masa pertanggungan asuransi sejak 1 Januari 2003 hingga 1 Mei 2006 (3 tahun 4

25

Page 29: 020-PTPN VIII

bulan) dengan besarnya premi asuransi jabatan sebesar Rp1.139.880.000,00

dibayar secara sekaligus. Hal ini tidak sesuai dengan Risalah RUPS RKAP tahun

2003 tanggal 2 Januari 2003 yang menyatakan bahwa Direksi, Komisaris dan

Sekretaris Komisaris diberikan santunan purna jabatan dalam bentuk asuransi

dengan premi atau iuran tahunan yang dapat ditanggung perusahaan tidak lebih

dari 25% dari gaji per tahun dan premi hanya berlaku saat yang bersangkutan

menduduki jabatan Direksi, Komisaris dan Sekretaris Komisaris. Dengan

demikian pembayaran premi asuransi jabatan untuk Direksi adalah premi tahunan

dan yang bersangkutan hanya menerima premi sampai dengan tahun yang

bersangkutan berhenti menjabat. Terhadap Direksi yang telah diberhentikan

tersebut telah menerima klaim asuransi untuk Drs.H. SS. SH, Ak sebesar

Rp273.966.146,00 dan DR.H. DS. SE., Ak, MBA sebesar Rp246.557.795,00.

Klaim tersebut diterima atas premi yang telah dibayarkan untuk masa 3 tahun 4

bulan. Seharusnya terhadap direksi yang diberhentikan tersebut hanya diberikan

premi untuk tahun 2003 yaitu sebesar Rp74.340.000,00 untuk Drs H SS. SH. Ak

dan sebesar Rp66.906.000,00 untuk DR.H. DS. SE.Ak,MBA, sehingga terdapat

kelebihan sebesar Rp329.574.000,00 dengan rincian sebagai berikut :

Dalam rupiah

NamaGaji per

bulan25%

Premi tahun

2003Premi yang

dibayar Selisih

lebih bayar 1 2 3 4 5 = 4 – 3

Drs.H. SS. , SH. Ak 24.780.000 6.195.000 74.340.000 247.800.000 173.460.000 DR.H. DS. SE, Ak, MBA 22.302.000 5.575.500 66.906.000 223.020.000 156.114.000

Jumlah 47.082.000 11.770.50

0 141.246.000 470.820.000 329.574.000

b) Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pemberian premi asuransi purna jabatan

kepada Direksi dan Dewan komisaris belum diperhitungkan dan disetorkan

ke Kas Negara.

Pasal 4 (1) UU No. 17 Tahun 2000 menyatakan bahwa yang menjadi objek pajak

adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar dari

Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk

(huruf n) premi asuransi. Premi asuransi purna jabatan yang diberikan oleh PTPN

VIII kepada direksi dan dewan komisaris adalah objek pajak penghasilan yang

pajaknya ditanggung oleh perusahaan. Namun dari hasil pemeriksaan lebih lanjut

26

Page 30: 020-PTPN VIII

terhadap SPT tahunan PPh pasal 21 untuk Direksi dan Komisaris tahun 2003 dan

2004 diketahui bahwa premi asuransi purna jabatan tersebut belum masuk sebagai

unsur penghasilan. Dengan demikian pajak penghasilan atas premi tersebut belum

ditanggung oleh perusahaan dan belum disetorkan ke Kas Negara. Besarnya pajak

penghasilan atas premi tersebut adalah sebesar Rp461.634.997,00 yaitu

untuk`tahun 2003 sebesar Rp283.607.100,00 dan tahun 2004 sebesar

Rp178.027.897,00 (perhitungan dalam lampiran 3).

Kondisi tersebut mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

a) Perusahaan menanggung beban atas kelebihan pembayaran premi sebesar

Rp329.574.400,00.

b) Pendapatan negara dari sektor pajak kurang diterima sebesar Rp461.634.997,00.

Hal tersebut di atas disebabkan :

a) Pelaksanaan RUPS RKAP tahun 2003 tanggal 2 Januari 2003 oleh direksi dalam

pemberian premi asuransi jabatan tidak disesuaikan dengan masa jabatannya

dengan tidak memotong klaim yang diterima.

b) PTPN VIII belum sepenuhnya memperhatikan UU No. 17 Tahun 2000 dalam

menghitung dan menyetorkan pajak PPh pasal 21 atas pembayaran premi asuransi

purna jabatan bagi Dewan Komisaris, Sekretaris Komisaris dan Direksi PTPN

VIII.

Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa terdapat salah penafsiran pada saat

penutupan asuransi tanggal 6 Januari 2003 yakni premi Asuransi Purna Jabatan

tersebut harus dibayar sekaligus selama sisa masa jabatan, yaitu 40 bulan terhitung

mulai 1 Januari 2003 s/d 30 April 2006. Perhitungan sisa masa jabatan s/d 30 April

2006 mengacu kepada Anggaran Dasar PT. Perkebunan Nusantara VIII pasal 10 ayat

5a yang menyatakan bahwa “Satu periode masa jabatan Direksi adalah 5 (lima) tahun

dengan keanggotaan yang diangkat paling lama untuk masa jabatan tersebut sesuai

dengan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham, tanpa mengurangi hak Rapat

Umum Pemegang Saham untuk memberhentikan para anggota Direksi yang

bersangkutan sewaktu-waktu”. Hal tersebut dikarenakan Risalah RUPS RKAP tahun

2003 pada tanggal 2 Januari 2003 dan surat Menteri BUMN No.S-46/MBU/2003

tanggal 7 Februari 2003 yang menguraikan/ mengatur lebih rinci mengenai pemberian

Santunan Asuransi Purna Jabatan bagi Direksi, Komisaris dan Sekretaris Komisaris

diterima setelah penutupan premi asuransi sekaligus.

27

Page 31: 020-PTPN VIII

Pajak Penghasilan atas Premi Asuransi Jabatan Komisaris, Sekretaris Komisaris, dan

Direksi yang belum disetor ke Kas Negara untuk tahun 2003 sebesar

Rp.283.607.100,00 dan tahun 2004 sebesar Rp. 178.027.897,00 akan ditindaklanjuti

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar :

a) Menagih kelebihan pembayaran premi asuransi jabatan sebesar Rp329.574.400,00.

b) Segera menyetorkan kekurangan pembayaran PPh pasal 21 atas premi asuransi

jabatan sebesar Rp461.634.997,00.

3) PT. Sarana Adyaboga Agung belum dikenakan denda sebesar Rp47,00 juta

atas keterlambatan dan tidak dikirimnya pengadaan pupuk Kieserit dan TSP.

Untuk pemenuhan kebutuhan pupuk Kieserit tahun 2004 dan TSP tahun 2005,

PTPN VIII telah membuat kontrak/perjanjian pembelian pupuk dengan pemasok PT.

Sarana Adyaboga Agung (SAA). Sesuai perjanjian No. SP/E.II/775/VIII/2004 tanggal

19 Agustus 2004 pengadaan pupuk Kieserit sebanyak 4.000.000,00 kg senilai

Rp5.780.000.000,00 yang harus selesai diterima di kebun-kebun paling lambat tanggal

19 Oktober 2004. Untuk pengadaan pupuk TSP dilakukan dengan 2 (dua) surat

perjanjian, yaitu No. SP/EII/299/III/2005 tanggal 28 Maret 2005 untuk pupuk TSP

sebanyak 1.500.000 kg senilai Rp4.364.250.000,00 dan No. SP/EII/408/III/2005

tanggal 14 April 2005 untuk pupuk TSP sebanyak 810.000 kg senilai

Rp2.356.695.000,00. Dalam kedua perjanjian tersebut menyatakan bahwa pupuk TSP

tersebut harus selesai diterima di kebun-kebun paling lambat tanggal 16 Juni 2005.

Dari realisasi pelaksanaan pengiriman dan penerimaan pupuk Kieserit

diketahui bahwa dari jumlah pembelian pupuk yang diperjanjikan sebanyak

4.000.000,00 kg telah diterima sebanyak 3.995.000,00 kg, sisanya sebanyak 5.000,00

kg tidak dikirim. Dari pupuk yang diterima sebanyak 3.995.000,00 kg diantaranya

sebanyak 3.990.700,00 kg terlambat diterima. Atas kelambatan tersebut, PTPN VIII

telah mengklaim sebesar Rp122.839.971,00 untuk penerimaan pupuk sebanyak

3.875.000,00 kg, sedangkan sisanya sebanyak 115.700,00 kg PTPN VIII tidak

mengajukan klaim kelambatan.

Selanjutnya dari realisasi penerimaan pupuk TSP diketahui bahwa PT SAA tidak

mampu mengirimkan seluruh pupuk tepat waktu yaitu paling lambat tanggal 16 Juni

2005, karena realisasi penerimaan pupuk TSP di kebun-kebun sampai dengan tanggal

16 Juni 2005 baru sebanyak 1.276.850,00 kg, sedangkan sisanya sebanyak

28

Page 32: 020-PTPN VIII

1.010.900,00 kg terlambat dikirim dan sebanyak 22.250,00 kg tidak dilakukan

pengiriman lagi.

Surat perjanjian No. SP/E.II/775/VIII/2005 tanggal 19 Agustus 2004 pasal 4

menyatakan :

a) Ayat (8) ; Apabila penyerahan barang melampaui batas waktu penyerahan terakhir,

maka PTPN VIII akan mengenakan klaim kelambatan sebesar 0,5% setiap 7 hari

kelambatan dari harga barang yang terlambat dikirim.

b) Ayat (9) ; Apabila sampai 1 (satu) bulan setelah batas waktu penyerahan terakhir

Pihak Kedua masih belum menyelesaikan pengiriman barang ini (baik seluruhnya

maupun sebagian), termasuk akibat susut/selisih timbang, pihak Kesatu berhak

untuk membatalkan pesanan ini dan Pihak Kedua akan dikenakan klaim ganti rugi

sebesar 10% dari nilai barang yang tidak di kirim.

Terhadap pupuk Kieserit yang terlambat dikirim sebanyak 115.700 kg dan

yang tidak dikirim sebanyak 5.000,00 kg harus dikenakan denda sebesar

Rp13.478.857,00. Selanjutnya terhadap pupuk TSP yang terlambat dikirim sebanyak

1.010.900 kg dan tidak dikirim sebanyak 22.250 kg harus dikenakan denda sebesar

Rp33.518.290,00.

Hal tersebut mengakibatkan pendapatan perusahaan berupa denda belum

diterima minimal sebesar Rp46.997.147,00 (Rp13.478.857,00 + Rp33.518.290,00).

Hal tersebut disebabkan bagian pengadaan lalai memperhitungkan denda

kelambatan pengiriman dan tidak diterimanya pupuk dari PT. SAA.

Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa klaim kelambatan mengirim dan tidak

mengirim pupuk akan diperhitungkan dengan pembayaran sisa tagihan.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan agar Direksi PTPN VIII

memperhitungkan denda kelambatan sebesar Rp46.997.147,00 atas tagihan yang

diajukan oleh PT. SAA.

4) PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) belum mengenakan denda sebesar

Rp36,26 juta kepada PT Pertani (Persero) atas pembelian Pupuk Urea yang

tidak dikirimkan.

PTPN VIII mengadakan Pupuk Urea dari PT Pertani dengan surat perjanjian

jual beli No. SP/EII/68/I/2004 tanggal 29 Januari 2004 sebanyak 3.258.200 kg senilai

Rp4.497.945.100,00 (termasuk PPN). Sesuai dengan surat perjanjian tersebut

diketahui bahwa pengiriman pupuk ke kebun-kebun dibagi dalam dua tahap, yaitu

29

Page 33: 020-PTPN VIII

tahap ke I sebanyak 2.293.900 kg yang keseluruhannya sudah harus diterima di kebun-

kebun paling lambat tanggal 30 April 2004 dan tahap ke II sebanyak 964.300 kg yang

keseluruhannya sudah harus diterima di kebun-kebun paling lambat tanggal 15 Juli

2004.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan atas dokumen pengadaan Pupuk

Urea tersebut diketahui bahwa proses pengadaan Pupuk Urea dilakukan dengan

penunjukan langsung kepada PT Pertani sebagai distributor yang ditunjuk oleh PT

Pupuk Kujang. Harga Pupuk Urea yang ditawarkan oleh PT. Pertani sesuai Surat

Permintaan Penawaran Harga yang diajukan PT Pertani tanggal 15 Januari 2004

sebesar Rp1.410,20 per kg (termasuk PPN). PT Pertani menyatakan bahwa

mempunyai persediaan Pupuk Urea sebanyak 3.300.000 kg. Penawaran harga tersebut

ditawar sehingga diperoleh kesepakatan harga sebesar Rp1.380,50 per kg (termasuk

PPN).

Dari hasil pemeriksaaan atas realisasi penerimaan Pupuk Urea di kebun-kebun

sampai dengan tanggal 15 Juli 2004, diketahui bahwa PT Pertani hanya mampu

menyelesaikan pengiriman Pupuk Urea ke kebun-kebun sebanyak 2.499.800 kg

dengan rincian sebagai berikut :

Dalam KgUraian Penerimaan Kontrak Selisih

Tahap I 2.004.950 2.293.900 288.950 Tahap II 494.850 964.300 469.450

Jumlah 2.499.800 3.258.20

0 758.400

Terhadap sisa Pupuk Urea yang belum diterima di kebun-kebun, PT Pertani

dengan suratnya No. 508/sap/01.10 tanggal 9 Juli 2004 mengajukan permohonan

perpanjangan batas waktu penyerahan pupuk, dengan alasan penyaluran Pupuk Urea

diprioritaskan kepada petani dan adanya overhoul pabrik PT Pupuk Kujang, sehingga

pasokan kepada PT Pertani tidak dapat dipenuhi sampai batas waktu yang tidak bisa

ditentukan.

Selanjutnya PT Pertani mengajukan permohonan kedua dengan suratnya No.

512/Sap/01.10 tanggal 13 Juli 2004. Surat tersebut menyatakan agar kekurangan

pengiriman Pupuk Urea tidak dikenakan klaim. Hal-hal yang melatar belakangi

pemohonan tersebut adalah kondisi luar biasa, yaitu adanya kebijakan pemerintah

tentang prioritas penyaluran pupuk kepada petani pada tanggal 27 Mei dan adanya

overhaul pabrik PT Pupuk Kujang tanggal 7 Agustus 2004. Menanggapi surat PT

30

Page 34: 020-PTPN VIII

Pertani tersebut, Direksi PTPN VIII dengan suratnya kepada PT Pertani No.

SB/E.II/2605/VII/2004 menyatakan setuju untuk tidak mengenakan klaim atas tidak

dikirimnya Pupuk Urea tersebut

Sesuai perjanjian diketahui bahwa, penerimaan Pupuk Urea tahap pertama

sebanyak 2.293.900 kg harus diterima di kebun-kebun paling lambat tanggal 30 April

2004, namun demikian sampai dengan tanggal 15 Juli 2005 PT. Pertani baru dapat

mengirimkan pupuk urea sebanyak 2.004.950 kg atau masih kurang dikirimkan

sebanyak 288.950 kg. Untuk tahap kedua dari alokasi sesuai kontrak sebanyak

694.300 kg, sudah dikirim sebanyak 494.850 kg atau masih kurang dikirimkan

sebanyak 469.450 kg. Dari pemeriksaan terhadap dokumen penerimaan di kebun-

kebun diketahui bahwa pada saat pengiriman pupuk tahap pertama belum selesai

seluruhnya, PT Pertani juga telah mengirim pupuk untuk tahap kedua. PTPN VIII

tidak mengenakan denda atas tidak dikirimnya Pupuk Urea ke kebun-kebun untuk

tahap pertama dengan alasan kondisi force majeur, yaitu adanya kebijakan pemerintah

tentang prioritas penyaluran pupuk kepada petani pada tanggal 27 Mei 2004 dan

overhoul pabrik PT Pupuk Kujang bulan Agustus 2004.

Terhadap kekurangan pengiriman pupuk tahap pertama yang tidak dikenakan denda

tidak dapat dikatakan sebagai kondisi force majeur, karena kondisi force majeur yang

dimaksud terjadi dalam bulan Mei 2004 dan bulan Agustus 2004, padahal batas akhir

pengiriman pupuk tahap pertama adalah tanggal 30 April 2004. Surat Perjanjian jual

beli No. SP/EII/68/I/2004 tanggal 28 Januari 2004 menyatakan :

a) Pasal 4.9. Apabila sampai satu bulan setelah batas waktu penyerahan terakhir

pihak PT Pertani masih belum menyelesaikan pengiriman barang (baik

keseluruhan maupun sebagian), termasuk akibat susut, PTPN VIII berhak untuk

membatalkan pesanan ini dan PT Pertani akan dikenakan klaim ganti rugi sebesar

10% dari dari nilai barang yang tidak dikirim.

b) Pasal 7.2. Apabila timbul masalah atau peristiwa yang disebabkan oleh keadaan

Force Majeure seperti antara lain bencana alam dan kejadian lain diluar kekuasaan

manusia, maka kerugian akibat peristiwa tersebut tidak dapat dibebankan kepada

masing-masing pihak dan akan ditetapkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Terhadap Pupuk Urea yang tidak dikirim untuk tahap pertama sebanyak

288.950,00 kg tersebut, seharusnya PTPN VIII mengenakan denda kepada PT Pertani

sebesar Rp36.263.225,00 (10% x 288.950 kg x Rp1.255,00/kg).

31

Page 35: 020-PTPN VIII

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan PTPN VIII kehilangan kesempatan

memperoleh pendapatan sebesar Rp36.263.225,00 dari denda kelambatan pengiriman

pupuk Urea tahap pertama.

Hal tersebut di atas disebabkan Direksi PTPN VIII kurang cermat dalam

menentukan keadaan force majeure dengan tidak memperhatikan kondisi yang

sebenarnya.

Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa sehubungan dengan klaim sejumlah

tersebut, kami telah membicarakan dengan pihak PT. Pertani dan yang bersangkutan

telah menyatakan akan berupaya menyelesaikannya. Selanjutnya akan segera kami

susul dengan penagihan secara tertulis.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII

mempertanggungjawabkan hal tersebut dengan menagih denda keterlambatan sebesar

Rp36.263.225,00 kepada PT. Pertani.

5) Harga Perhitungan Sendiri atas pekerjaan inklaring, handling dan

pengangkutan Pupuk ZA dibuat kurang cermat dan pelaksanaannya belum

sesuai dengan ketentuan.

Untuk memenuhi kebutuhan pupuk ZA, dalam tahun 2004 PTPN VIII

mengimpor pupuk ZA secara curah dari Kolon Internasional Corp. Korea dengan

syarat pembelian franco pelabuhan Tanjung Priok Jakarta sebanyak 20.310,00 ton.

Realisasi yang diterima di Pelabuhan Tanjung Priok sebanyak 20.663,25 ton. Biaya-

biaya yang diperlukan agar pupuk ZA tersebut dapat diterima dikebun-kebun yaitu

biaya kepabeanan, bongkar muat, pengantongan dan biaya pengiriman ke kebun-

kebun.

Proses pengadaan jasa untuk pekerjaan kepabeanan, bongkar muat,

pengantongan dan pengangkutan dilakukan melalui pelelangan terbatas dengan

mengundang 5 (lima) rekanan yang dianggap mampu, yaitu PT Galata Lestarindo, PT

Angga Putra Caringin Asri, PT Sarana Adyaboga Agung, PT Multijaya Serasi dan PT

Gitamas Lestarindo. Harga penawaran terendah adalah PT Gitamas Lestarindo sebesar

Rp574,805 per kg atau sebesar Rp11.674.289.550,00 (termasuk PPN) yang

selanjutnya setelah ditawar harganya menjadi sebesar Rp561,00 per kg. Setelah itu

dibuat surat perjanjian No. SP/E.II/871/X/2004 tanggal 1 Oktober 2004 sebesar

Rp11.393.910.000,00 (termasuk PPN) dengan volume pupuk ZA sebanyak 20.310,00

ton. Karena realisasi penerimaan pupuk di pelabuhan Tanjung Priok sebanyak

32

Page 36: 020-PTPN VIII

20.663,25 ton, maka perjanjian tersebut diaddendum menjadi perjanjian No.

ADD.EII/1182/ XII/2004 tanggal 31 Desember 2004, dengan nilai kontrak menjadi

sebesar Rp11.592.071.250,00 (termasuk PPN). Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan

selama 70 hari kalender terhitung sejak diterbitkan Pemberitahuan Impor Barang

(PIB) tanggal 6 Desember 2004 dan harus telah selesai didistribusikan seluruhnya ke

kebun-kebun pada tanggal 14 Pebruari 2005.

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan atas dokumen pengadaan jasa

kepabeanan, bongkar muat, pengepakan dan pengangkutan pupuk ZA diketahui hal-

hal sebagai berikut :

a) Salah satu komponen biaya dalam jasa tersebut adalah upah tenaga kerja untuk

pengepakan sebesar Rp13,71 per kg pupuk ZA. Pupuk ZA curah tersebut dikemas

untuk setiap karung bagor beserta iner bag berisi 50,00 kg. Dengan demikian

untuk penerimaan pupuk ZA sebanyak 20.663.250,00 kg diperlukan karung bagor

dan iner bag sebanyak 413.265 zak (20.663.250,00 kg : 50,00 kg per zak). Upah

tenaga kerja pengepakan yang diperhitungkan dalam HPS sama dengan harga

negosiasi yaitu sebesar Rp13,71 per kg dengan rincian sebagai berikut :

Upah pengepakan per hari Rp24.000,00Kapasitas produksi per hari per tenaga kerja 35 zak @ 50 kg = 1.750 kgUpah tenaga kerja per kg Rp13,71

Namun sesuai dengan upah tenaga kerja pengepakan dalam HPS pengadaan pupuk

lainnya tanggal 11 Agustus 2004 adalah sebesar Rp8,57 per kg dengan rincian

sebagai berikut :

Upah pengepakan per hari Rp24.000,00Kapasitas produksi per hari per tenaga kerja 56 zak @ 50 kg = 2.800 kgUpah tenaga kerja per kg Rp8,57

Dari rincian upah tenaga kerja pengepakan diketahui adanya perbedaan standar-

standar perhitungan. Upah yang diperhitungkan dalam HPS dan harga negosiasi

adalah sebesar Rp24.000,00 per hari untuk biaya pengemasan pupuk ZA

sebanyak 1.750 kg atau setara dengan 35 zak, sedangkan untuk HPS tanggal 11

Agustus 2004 upah yang diperhitungkan adalah sebesar Rp24.000,00 per hari

untuk biaya pengepakan pupuk lainnya sebanyak 2.800,00 kg atau setara 56 zak.

Sehubungan dengan hal tersebut terjadi selisih upah pengepakan sebesar

Rp106.209.105,00 dengan perhitungan sebagai berikut :

Harga Negosiasi Rp 685,50 x 413.265 zak = Rp283.293.157,50 HPS bulan Agustus Rp 428,50 x 413.265 zak = Rp177.084.052,50

33

Page 37: 020-PTPN VIII

Selisih Rp 257,00 x 413.265 zak = Rp106.209.105,00

Dengan demikian perhitungan biaya pengepakan pada HPS untuk upah jasa

pengepakan pupuk ZA lebih tinggi dari HPS pengadaan sebelumnya, sehingga

harga negosiasi terhadap upah tenaga kerja lebih tinggi sebesar

Rp106.209.105,00.

b) Sesuai dengan surat perjanjian No. SP/E.II/871/X/2004 tanggal 1 Oktober 2004

dan addendum surat perjanjian No. ADD.EII/1182/ XII/2004 tanggal 31

Desember 2004 diketahui bahwa penerimaan pupuk di kebun-kebun paling

lambat tanggal 14 Pebruari 2005. Jumlah pupuk yang sudah diterima di kebun-

kebun per 20 Juli 2005 sebanyak 20.425.750,00 kg, sedangkan sisanya sebanyak

237.500,00 kg belum diterima. Dari jumlah pupuk yang telah diterima sebanyak

20.425.750,00 kg diantaranya sebanyak 1.437.650,00 kg diterima setelah tanggal

14 Pebruari 2005. Terhadap kelambatan pengiriman pupuk tersebut, PT Gitamas

Lestarindo telah memberitahukan kepada PTPN VIII dengan surat No.

041/GITA/J/VI/05 tanggal 1 Juni 2005 yang isinya bahwa penyebab

keterlambatan kondisi jalan yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan yang

bermuatan lebih dari 10 ton. Menindaklanjuti surat tersebut, Direksi PTPN VIII

dengan suratnya No. SB/E.II/942/VI/2005 tanggal 17 Juni 2005 menyatakan

agar kekurangan pengiriman pupuk segera diselesaikan karena pupuk ZA akan

segera digunakan. Hal-hal yang berhubungan dengan batas waktu penyelesaikan

pengiriman pupuk tidak ada perubahan yaitu harus selesai tanggal 14 Pebruari

2005 atau dengan kata lain tidak ada addendum perpanjangan waktu dalam

penyelesaian pekerjaan tersebut.

Terhadap kelambatan pengiriman pupuk sebanyak 1.437.650,00 kg, PTPN VIII

telah mengenakan denda penerimaan pupuk sebanyak 786.750,00 kg dengan

cara memotong pembayaran sebesar Rp437.525,00, sedangkan sisanya sebanyak

650.900,00 kg belum dikenakan denda senilai Rp19.913.618,00, dengan alasan

PT Gitamas Lestarindo belum menagih. Selain itu untuk pupuk ZA yang belum

dikirimkan sebanyak 237.500 kg akan dikenakan denda kelambatan minimal

sebesar Rp13.323.750,00.

c) Impor pupuk ZA dari Kolon International Corp sebanyak 20.663.250 kg adalah

dalam bentuk curah dan pada saat pupuk tersebut tiba di pelabuhan Tanjung

Priok telah diteliti unsur kandungannya oleh PT Sucofindo dengan hasil telah

sesuai dengan kandungan yang disyaratkan. Selanjutnya pupuk ZA yang

34

Page 38: 020-PTPN VIII

diterima tersebut dikantongkan dalam kemasan karung bagor berisikan 50 kg per

karung. Pekerjaan pengemasan pupuk ZA tersebut dilakukan oleh PT Gitamas

Lestarindo untuk kemudian dikirimkan ke kebun-kebun. Terhadap pupuk yang

diterima di kebun-kebun PTPN VIII belum pernah menguji secara sampling atas

unsur kandungannya.

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :

a) Terjadi pemborosan atas biaya pengepakan pupuk ZA untuk upah tenaga kerja

sebesar Rp106.209.105,00.

b) Pendapatan denda atas kelambatan pengiriman pupuk ZA menjadi terlambat

diterima PTPN VIII minimal sebesar Rp33.237.368,00 (Rp19.913.618,00 +

Rp13.323.750,00).

c) Pupuk ZA yang diterima di kebun diragukan kandungan unsurnya sesuai yang

disyaratkan.

Hal tersebut disebabkan oleh :

a) Direksi PTPN VIII tidak cermat dalam membuat harga perhitungan sendiri untuk

pekerjaan kepabeanan, bongkar muat, pengantongan dan pengangkutan pupuk

ZA ke kebun-kebun, sehingga dalam bernegosiasi tidak maksimal.

b) PTPN VIII belum memperhitungkan denda atas kelambatan pengiriman pupuk

ZA.

c) PTPN VIII lalai menguji kandungan unsur pupuk ZA yang diterima dikebun atas

kandungan unsurnya.

Direksi PTPN VIII menjelaskan :

a) Dalam penyusunan HPS, khususnya mengenai kapasitas tenaga kerja perhari

untuk pengepakan pupuk ZA diadakan penyesuaian, karena setelah dikaji

kembali, penetapan kapasitas tenaga kerja sebelumnya sebanyak 2.800

kg/orang/hari, dipandang terlalu tinggi dan diubah menjadi 35 karung 1.750

kg/orang/hari, sehingga HPS menjadi lebih tinggi.

b) Dari penerimaan pupuk sebanyak 1.437.650 kg, diantaranya sebanyak 786.750

kg yang diterima terlambat dan kami telah mengenakan klaim sebesar

Rp437.525,00. Demikian pula atas penerimaan pupuk selanjutnya, kami akan

mengenakan klaim keterlambatan dan akan diperhitungkan dengan pembayaran

sisa tagihan yang bersangkutan.

c) Terhadap Pupuk ZA impor yang diterima di pelabuhan, telah dilakukan

pengujian sample oleh PT. Sucofindo, dan juga oleh PTP Nusantara VIII melalui

35

Page 39: 020-PTPN VIII

Balai Besar Bahan dan Barang Teknik Departemen Perindustrian RI, Jalan

Sangkuriang No. 14 Bandung, dengan hasil pengujian memenuhi syarat.

Selanjutnya sesudah pupuk ZA diterima dikebun, telah dilakukan pula pengujian

secara sampling pada tanggal 15 Juli 2005 melalui Balai Besar Bahan dan

Barang Teknik Departemen Perindustrian RI Jalan Sangkuriang No. 14

Bandung, hasil pengujian diterima pada tanggal 21 Juli 2005 dengan hasil

memenuhi syarat.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII

agar :

a) Memberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada panitia pengadaan

barang dan jasa atas pemborosan yang terjadi dalam pembuatan HPS.

b) Dalam mengimpor pupuk PTPN VIII harus menguji kandungan pupuk yang

diterima.

c) Memotong tagihan PT Gitamas Lestarindo atas keterlambatan mengirimkan

pupuk.

c. Pengelolaan Investasi

Pemeriksaan atas pengelolaan investasi diarahkan pada kegiatan investasi non

tanaman. Realisasi total investasi non tanaman tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I)

masing-masing sebesar Rp20.479,00 juta dan Rp8.673,00 juta atau 18,57% dan 19,25%

dari anggarannya masing-masing sebesar Rp110.277,00 juta dan Rp45.043,00 juta.

Terhadap realisasi investasi non tanaman tersebut, dilakukan pemeriksaan secara

uji petik tahun 2004 dan 2005 (s.d Semester I) sebesar Rp17.248,00 juta dan Rp1.487,00

juta atau 84,22% dan 17,15% dari total realisasi investasi non tanaman.

Pemeriksaan terhadap kegiatan investasi menghasilkan temuan pemeriksaan

mengenai ketidaktaatan pada peraturan yang berlaku, yaitu sebagai berikut :

Proses Pengadaan Burner Senilai Rp583,312 juta Kurang Cermat dan

Pembuatan Perjanjian Tidak Sesuai Dengan Uraian Pekerjaan.

Untuk mendukung tersedianya suku cadang bagi peralatan mesin pabrik teh di

lingkungan PT. Perkebunan Nusantara VIII (Persero), Bagian Teknik telah mengajukan

permintaan pengadaan barang (AU 31) No. AU/BIII/140.22/X/2004 tanggal 29 Oktober

2004 kepada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk dapat mengadakan Burner

sebanyak 13 unit sesuai anggaran yang tersedia sebesar Rp588.000.000,00.

36

Page 40: 020-PTPN VIII

Terhadap kebutuhan Buner tersebut telah dibuatkan Harga Perhitungan Sendiri (HPS)

yang ditandatangani oleh Direktur Pemasaran tanggal 26 Nopember 2004 dengan rincian

sebagai berikut :

Rp/unitUraian Burner L 1 Z Burner L 3 Z Burner L 5 Z

Burner dan kelengkapannya 31.400.000,00 43.100.000,00 52.900.000,00Transport, Pemasangan dan Uji coba 314.000,00 431.000,00 529.000,00

Jumlah 31.714.000,00 43.531.000,00 53.429.000,00PPN 10% 3.171.400,00 4.353.100,00 5.342.900,00

Jumlah 34.885.400,00 47.884.100,00 58.771.900,00Pembulatan 34.885.000,00 47.884.000,00 58.772.000,00

Untuk merealisasikan pengadaan tersebut PTPN VIII meminta penawaran harga

hanya kepada PT. Arianto Darmawan (PT. AD), karena PT. AD sebagai agen tunggal

Max Weishaupt GmbH Jerman produsen Burner. Namun surat tanda sebagai agen tunggal

yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan telah kadaluarsa

karena masa berlakunya hanya sampai dengan tanggal 13 Maret 1989. Selanjutnya PT.

AD memasukkan penawaran harga sebagai berikut :

No Jenis Barang Rp/unit1 Burner L 1 Z 33.100.000,002 Burner L 3 Z 45.000.000,003 Burner L 5 Z 55.800.000,00

Dalam surat penawaran PT. AD tersebut diketahui bahwa harga yang ditawarkan

belum termasuk biaya pemasangan dan PPN sebesar 10%.

Terhadap penawaran tersebut, Panitia Lelang pengadaan Barang dan Jasa menawar

harga, sesuai dengan Berita Acara Negosiasi No. BA/E.II/220.101/XI/2004 tangal 29

Nopember 2004. Harga yang disepakati oleh Panitia Lelang Pengadaan Barang dan Jasa

dengan PT. AD adalah harga per unit sebelum PPN dengan rincian sebagai berikut :

Dalam rupiahNo Jenis Barang Harga Semula Hrg Negosiasi1 Burner L 1 Z 33.100.000,00 31.500.000,002 Burner L 3 Z 45.000.000,00 43.300.000,003 Burner L 5 Z 55.800.000,00 53.300.000,00

Dalam negosiasi terebut telah disepakati bahwa nilai hasil negosiasi sudah

termasuk pemasangan, yang kemudian dijadikan dasar dalam Surat Perjanjian Jual Beli

No. SB/E.II/4216/XII/2004 tanggal 1 Desember 2004 dengan nilai sebesar

37

Page 41: 020-PTPN VIII

Rp583.318.000,00 (termasuk PPN 10%). Walaupun harga yang disepakati termasuk biaya

pemasangan dan uji coba namun dalam perjanjian tidak menyebutkan klausul mengenai

kegiatan tersebut. Pemeriksaan selanjutnya terhadap berita acara penerimaan barang dan

AU 53 (pencatatan barang masuk gudang) diketahui bahwa 13 unit Burner telah diterima

dan PT AD tidak memasang burner tersebut, hal ini bisa diketahui dari tidak

ditemukannya berita acara selesai pemasangan dan uji coba.

Burner yang telah diterima masing-masing kebun telah dibayar sesuai dengan bukti bank

BKE/V/02/2005/00110 tanggal 17 Pebuari 2005. Dengan demikian biaya yang telah

dibayarkan kepada PT. AD adalah untuk biaya pengadaan Burner dan pemasangannya.

Namun dokumen yang ada membuktikan bahwa tidak ada kegiatan pemasangan, sehingga

terdapat kelebihan sebesar Rp5.274.000,00.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

1) Surat tanda keagenan tunggal Burner yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian

dan Perdagangan telah habis masa berlakunya yaitu tanggal 13 Maret 1989, sehingga

seharusnya yang bersangkutan tidak dapat mengajukan penawaran harga.

2) Dalam HPS dan hasil negosiasi memasukkan unsur biaya pemasangan dan uji coba

sedangkan dalam perjanjian maupun berita acara tidak ditemukan adanya pekerjaan

dimaksud.

Dengan mengacu kepada HPS maka jumlah biaya pemasangan burner seluruhnya

sebesar Rp5.274.000,00 dengan rincian sebagai berikut :

Dalam rupiahNo Jenis Barang Unit Biaya Pem/unit Nilai1 Burner L 1 Z 7 314.000,00 2.198.000,002 Burner L 3 Z 1 431.000,00 431.000,003 Burner L 5 Z 5 529.000,00 2.645.000,00

Jumlah 5.274.000,00

Kondisi tersebut diatas tidak sesuai dengan Surat Edaran Umum Direksi No. SE/A1/395/V/2003 tanggal 13 Mei 2003 dalam :1) BAB II butir 1.2.2.c menyatakan ; Dalam hal rekanan yang ditunjuk merupakan agen

tunggal dari pabrikan di luar negeri, harus ada ijin dari Deperindag.2) Bab IV menyatakan bahwa surat perjanjian/kontrak sekurang-kurangnya memuat

antara lain pokok pekerjaan yang dijanjikan dengan uraian yang jelas mengenai jenis dan jumlahnya.

Keadaan tersebut di atas mengakibatkan harga pengadaan burner diragukan kewajarannya dan pembayaran kepada PT. AD kelebihan sebesar Rp5.274.000,00 yaitu berupa biaya pemasangan.

38

Page 42: 020-PTPN VIII

Hal tersebut di atas disebabkan Panitia Lelang Pengadaan Barang dan Jasa dalam melaksanakan proses pengadaan burner tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa dan pembuatan kontrak/perjanjiannya kurang cermat.

Direksi PTPN VIII menjelaskan bahwa PT.Arianto Darmawan merupakan agen penjualan Burner dari Max Weishaupt GmbH Jerman dan sudah terdaftar sebagai rekanan PTP Nusantara VIII sejak lama, sehingga untuk pengadaan burner tersebut kami langsung menunjuk yang bersangkutan, karena menganggap persyaratan yang dimilikinya sudah lengkap. Namun belakangan, diketahui bahwa pengesahan keagenannya dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan sudah kadaluwarsa. Sehubungan hal tersebut, kami telah meminta PT. Arianto Darmawan untuk mengurus perpanjangan keagenannya dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan.Terkait dengan kelebihan biaya pemasangan burner sebesar Rp5.274.000,00, kami telah mengadakan pembicaraan dengan PT.Arianto Darmawan dan yang bersangkutan bersedia untuk mengembalikan biaya pemasangan tersebut. Surat tagihan kelebihan bayar akan segera kami terbitkan.

Atas permasalahan tersebut BPK-RI menyarankan Direksi PTPN VIII agar menagih kepada PT. Arianto Darmawan sebesar Rp5.274.000,00 dan kepada panitia pengadaan barang yang telah lalai melaksanakan tugas diberi sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

d. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK-RI SebelumnyaBerdasarkan resume pembahasan tindak lanjut tanggal 19 April 2004 atas hasil

pemeriksaan BPK-RI terhadap Laporan Keuangan Tahun Buku 2002 diketahui terdapat dua temuan yang dinyatakan dipantau. Lebih lanjut dilakukan pegujian atas dua temuan yang dinyatakan dipantau diketahui sebagai berikut :1) Sebagian areal HGU milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten Subang

terancam dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk Eksploitasi Galian C

Terhadap masalah tersebut BPK-RI menyarankan agar PTPN VIII mengambil upaya hukum agar perusahaan dapat tetap mempertahankan hak guna usaha (HGU) lahan yang telah dieksploitasi secara tidak sah oleh pihak ekstern dan mengembalikan kepada peruntukan semula.

Sebagai tindak lanjut saran BPK-RI atas temuan tersebut, PTPN VIII telah menghentikan kegiatan penambangan galian C di lokasi PTPN VIII kebun Jalupang. Di atas bekas galian C tersebut, PTPN VIII menanam pohon karet dan tanaman kelestarian lingkungan, sedangkan lokasi yang telah menjadi danau dimanfaatkan sebagai sumber air bagi kepentingan kebun dan masyarakat sekitar.

39

Page 43: 020-PTPN VIII

Selain hal tersebut di atas usaha-usaha yang telah dilakukan untuk mempertahankan areal HGU bekas penambangan galian C di Kebun Jalupang sebagai berikut :a) Direksi PTPN VIII dengan suratnya No. SB/D.III/1404/IV/2003 tanggal 16 April

2003 kepada Badan Pertanahan Nasional Propinsi Jawa Barat menyatakan tetap mempertahankan HGU atas areal seluas 75 ha bekas galian C di kebun Jalupang. Selanjutnya dinyatakan bahwa setiap pelepasan hak terhadap areal HGU PTPN VIII harus mendapat persetujuan Pemegang Saham dalam hal ini Menteri BUMN.

b) Manajemen PTPN VIII secara intensif melakukan pendekatan kepada BPN agar perpanjangan sertifikat HGU kebun Jalupang segera terbit dengan tetap menyertakan areal bekas galian C seluas 75 ha.

Perkembangan proses kepengurusan HGU kebun Jalupang hingga pemeriksaan berakhir tangga 20 Juli 2005 masih dalam proses revisi peta dan areal yang dilakukan oleh Kantor Wilayah BPN Propinsi Jawa Barat.

Sehubungan dengan uraian tersebut, terhadap temuan “Sebagian areal HGU milik PTPN VIII di Kebun Jalupang Kabupaten Subang terancam dicabut oleh Badan Pertanahan Nasional karena dimanfaatkan untuk Eksploitasi Galian C” belum ditindaklanjuti sesuai saran BPK-RI.

2) Sistem pembukuan hutang niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik.Terhadap masalah tersebut BPK-RI menyarankan PTPN VIII agar

menyempurnakan sistem akuntansi hutang niaga terutama eks Kantor Direksi yang dilimpahkan ke kebun, sehingga dapat memenuhi kebutuhan manajemen dalam pengelolaan keuangan perusahaan dengan tidak mengandalkan pencatatan manual yang dilaksanakan oleh kebun.

Sebagai tindak lanjut saran BPK-RI atas temuan tersebut, PTPN VIII telah menyempurnakan sistem pencatatan hutang niaga yaitu masing-masing rekanan/suplier diberikan nomor rekening tersendiri. Selanjutnya untuk menghindari terjadinya perubahan nomor rekening hutang niaga di kebun-kebun, programer PTPN VIII telah mengunci sistem akuntansi tersebut. Dalam hal terjadi penambahan rekanan/pemasok baru, kebun-kebun/unit usaha meminta kepada programer Kantor Direksi untuk melakukan penambahan nomor rekening.

Sehubungan dengan uraian tersebut, temuan atas “Sistem pembukuan hutang niaga tidak menunjang pengendalian intern yang baik” telah ditindaklanjuti sesuai dengan saran BPK-RI.

BADAN PEMERIKSA KEUANGANLampiran 1

40

Page 44: 020-PTPN VIII

Susunan Direksi PTPN VIII sesuai SK Menteri BUMN No. KEP-250/M-MBU/2003 tanggal 19 Juni 2003 ditetapkan sebagai berikut :

• Direktur Utama : Ir. H. Abdul Halik, MM

• Direktur Produksi : Ir. H. Iyan Heryanto S

• Direktur Keuangan : Drs. H. Yaman Abdullah, Ak., MBA

• Direktur SDM dan Umum : Rd. H. S. Slamet Bangsadikusumah, SH., MBA

• Direktur Pemasaran : Drs. H. Indra B. Djenie

Susunan Dewan Komisaris PTPN VIII sesuai SK Menteri BUMN No. KEP-218/M-MBU/2003 tanggal 5 Juni 2003 ditetapkan sebagai berikut :

• Komisaris Utama : Ir. Cahyana Ahmad Jayadi

• Anggota Komisaris : Ir. Harry Susetyo Nugroho, MBA

• Anggota Komisaris : Prof. DR. Ir. H. A. Anshori Mattjik

• Anggota Komisaris : Prof. DR. HM. Djumhana P.

• Anggota Komisaris : Amir Mu’in BME, MSc

41

Page 45: 020-PTPN VIII

Lampiran 2

Bulan Cicilan per Bulan % Denda Jml HariJml hr

terlambatJml Denda Jml Angsuran &

Denda1 2 3 4 5 6 = 2 x 3 x 5 7 = 2 + 6

Tahun 2004 FEB 6.800.000 0,001 28 389 2.645.200 9.445.200

MAR 6.800.000 0,001 31 361 2.454.800 9.254.800 APRIL 6.800.000 0,001 30 330 2.244.000 9.044.000

MEI 6.800.000 0,001 31 300 2.040.000 8.840.000 JUNI 6.800.000 0,001 30 269 1.829.200 8.629.200 JULI 6.800.000 0,001 31 239 1.625.200 8.425.200

AGUSTUS 6.800.000 0,001 31 208 1.414.400 8.214.400 SEPT 6.800.000 0,001 30 177 1.203.600 8.003.600 OKT 6.800.000 0,001 31 147 999.600 7.799.600 NOP 6.800.000 0,001 30 116 788.800 7.588.800 DES 6.800.000 0,001 31 86 584.800 7.384.800

Tahun 2005 JAN 6.800.000 0,001 31 55 374.000 7.174.000 FEB 6.800.000 0,001 28 24 163.200 6.963.200

MAR 1 88.400.000 394 2.701 18.366.800 106.766.800

Jumlah yang sudah dibayar tgl 1 Maret 2005 106.569.600 Sisa bln Februari 2005 197.200 Jumlah pokok dan denda yang belum dilunasi sampai dengan Juli 2005 Peb 197.200 0,001 28 176 34.707 231.907 Maret 6.800.000 0,001 31 148 1.006.400 7.806.400 APRI 6.800.000 0,001 30 117 795.600 7.595.600 MEI 6.800.000 0,001 31 87 591.600 7.391.600 JUNI 6.800.000 0,001 30 56 380.800 7.180.800 JULI 6.800.000 0,001 31 26 176.800 6.976.800

34.197.200 181 2.985.907 37.183.107

42

Page 46: 020-PTPN VIII

Lampiran 3

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Premi Asuransi Purna Jabatan

Nama PKP Premi yang sudah dibayarkan

Premi yang harus

dikembalikan

Premi yang dikenakan

pajak

Tarif Pajak

PPh pasal 21 yang belum

dibayarTahun 2003 1 2 3 4 = 2 - 3 5 6 = 4 x 5Direksi

Drs. H.Sobana Suwarna, SH.Ak 488.996.923 247.800.000 173.460.0

00 74.340.000 35% 26.019.000

Ir. H.Abdul Halik, MM 699.273.846 223.020.000

- 223.020.000 35% 78.057.000

Drs. H. Dudung Suryana,Ak. MBA 438.725.305 223.020.000 156.114.0

00 66.906.000 35% 23.417.100

Drs.H.Yaman Abdullah, Ak.MBA 667.511.569 223.020.000

- 223.020.000 35% 78.057.000 R.H.S Slamet Bangsadikusumah,

SH.MBA. 669.726.954 223.020.000

- 223.020.000 35% 78.057.000 Jumlah tahun 2003 1.139.880.000 810.306.000 283.607.100

Tahun 2004

DIREKSI

Ir. H.Abdul Halik, MM 833.040.900 16.000.000

- 16.000.000 35% 5.600.000

Ir. H.Iyan Heryanto Sandiyana 719.231.469 118.000.000

- 118.000.000 35% 41.300.000

Ir. H. Indra B. Djeni 597.939.162 118.000.000

- 118.000.000 35% 41.300.000 DEKOM/SEK. DEKOM

Ir. Cahyana Ahmadjayadi 293.183.877 53.000.000

- 53.000.000 35% 18.550.000

Ir.Harry Susetyo Nugroho, MBA 258.420.425 48.000.000

- 48.000.000 35% 16.800.000

Prof. Dr.H.M. Djumhana P 245.382.250 48.000.000

- 48.000.000 35% 16.800.000

Prof.Dr.Ir.H.A. Anshori M 245.382.250 48.000.000

- 48.000.000 35% 16.800.000

Ir. Amir Muin,Msc 245.382.250 48.000.000

- 48.000.000 35% 16.800.000

Ir. Wahyu Kuncoro 90.778.974 20.000.000

- 9.221.026 15% 1.383.154 517.000.000 10.778.974 25% 2.694.744

Jumlah Tahun 2004 178.027.897

Jumlah Tahun 2003 dan 2004 461.634.997

43