Post on 03-Jul-2015
Referat
DIALISIS PERITONEAL
Oleh
Ina Anggeraini Meinita,S.KedI1A003015
Pembimbing
dr. Selli Muljanto, Sp.A
SMF/Bagian Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran
Universitas Lambung MangkuratBanjarmasinApril, 2010
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. iii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………... iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA….…….............................................. 3
2.1 Definisi…………………………………………………… 3
2.2 Keuntungan Dialisis Peritoneal.…………………………… 3
2.3 Cara Kerja Dialisis Peritoneal.…………………………… 4
2.4 Tipe Dialisis Peritoneal..…………………………………. 5
2.5 Pengaturan Tipe Dialisis Peritoneal …………………….. 8
2.6 Pencegahan Masalah…………………………………….
9
2.7 Komplikasi……………………………………………. 11
2.8 Dialisis Peritoneal pada Neonatus……………………….. 12
2.9 Perkembangan CAPD di Indonesia………………………. 18
BAB III PENUTUP....................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
2
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Dialisis peritoneal….......................................................................... 4
Gambar 2.2 Selama pertukaran pasien dapat membaca, menonton TV atau tidur 6
Gambar 2.3 Langkah-langkah CAPD…………………………………………… 6
Gambar 2.4 Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD)…………….... 7
Gambar 2.5 CCPD yang menggunakan cycler/pemutar………………………… 7
Gambar 2.6 Continuous cycler-assisted peritoneal dialysis (CCPD)…………… 8
Gambar 2.7 Bagian-bagian transfer set…………………………………………. 10
3
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penyebab gagal ginjal akut.................................................................... 13
Tabel 2.2 Keuntungan dan kerugian masing-masing dialisis…………………… 14
Tabel 2.3 Kateter untuk dialisis peritoneal……………………………………… 14
4
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap tahun sekitar 1-3 orang anak per 1 juta populasi penduduk berakhir
pada gagal ginjal terminal. Pengobatan/terapi yang dikembangkan pada anak dengan
gagal ginjal terminal adalah dengan menyokong kehidupan tetapi akan berlarut-larut
dan invasif. Transplantasi ginjal biasanya dipertimbangkan sebagai terapi pilihan
pada anak dengan gagal ginjal terminal, namun tetap saja beberapa bentuk dialisis
masih diperlukan untuk menjaga kehidupan sampai donor ginjal yang cocok
ditemukan.1
Diperkirakan ¾ dari anak-anak dengan gagal ginjal terminal ini
mendapatkan terapi/pengobatan di pusat-pusat hemodialisa sementara mereka
menunggu untuk transplantasi ginjal, karena itu terapi dialisis telah berkembang
menjadi terapi standar untuk anak-anak dengan gagal ginjal terminal.
Bagaimanapun, dengan berkembangnya kateter peritoneal yang permanen/menetap,
dialisis peritoneal kronik dari suatu bentuk/kondisi atau yang lain sekarang menjadi
alternatif yang menarik sebagai bentuk terapi bagi anak-anak dengan gagal ginjal
terminal tersebut.1
Dialisis peritoneal kronik (chronic peritoneal dialysis/CPD) telah
digabungkan sebagai dialysis anjuran bagi pasien anak-anak didasarkan pada
5
kemampuannya yang fleksibel dan kecocokannya dengan gaya hidup/kebiasaan
anak-anak. Di Amerika Utara, program dialisis pada anak-anak mengkombinasikan
penggunaan dialisis peritoneal (peritoneal dialysis/PD) 2:1 dengan penggunaan
hemodialisis (HD).2
Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) umumnya untuk dialisis
bagi anak-anak dengan gagal ginjal terminal. Dan beberapa waktu terakhir ini,
terjadi pertumbuhan yang meningkat untuk dialisis peritoneal otomatis (automated
peritoneal dialysis/APD) dimana mesin berputar digunakan sebagai infus dan
saluran untuk cairan peritoneal. Keuntungan yang nyata dari penggunaan APD bagi
gaya hidup dan rehabilitasi sosial adalah untuk penggunaan dosis lebih besar
daripada CAPD dan membuat APD lebih dipilih sebagai bentuk dialisis pada anak-
anak. Data yang ada menunjukkan bahwa proporsi penggunaan APD berkisar dari
62-91%.2
Terapi hemodialisis bisa menjadi sangat menakutkan dan tidak
menyenangkan, khususnya pada pasien anak-anak, keluarga dan tentu saja bagi tim
pelaksananya. Di beberapa negara, pasien anak-anak biasanya digabungkan dengan
pasien dewasa di ruang hemodialisis. Hal ini menunjukkan bahwa pemisahan ruang
bagi anak-anak dan dewasa membutuhkan biaya lebih besar apalagi bagi negara
berkembang.3
Tim medis pada perawatan dewasa umumnya tidak terbiasa untuk
menangani pasien anak-anak, pasien anak-anak mempunyai kebutuhan psikologik,
emosional, sosial dan dukungan akademik yang juga dapat memberikan dampak
positif baik pada ketaatan terapi maupun responnya. Sangat penting untuk dapat
6
menciptakan lingkungan yang ramah bagi anak-anak pada ruangan hemodialisis
dengan interaksi aktif sesama anak-anak, keluarga dan tim medis.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dialisis peritoneal adalah suatu teknik dimana cairan dialisis dimasukkan ke
rongga peritoneal yang diikuti dengan waktu periode dialisis yang bervariasi diikuti
dengan pengeluarannya atau pengurasannya.4,5
2.2 Keuntungan dialisis peritoneal
Dengan dialisis peritoneal (DP), kita memiliki beberapa pilihan dalam
pengobatan yang lebih maju dan gagal ginjal permanen. Sejak tahun 1980an,
dimana DP menjadi praktik yang mulai dikembangkan untuk pengobatan gagal
ginjal, telah banyak dipelajari sehingga membuat DP menjadi lebih efektif dan
memiliki efek samping yang minimal. Jika pasien tidak memiliki jadwal untuk
melakukan dialisis di Rumah Sakit atau Pusat dialisis, DP memberikan banyak
keuntungan.5
Dengan DP, pasien gagal ginjal permanen dapat melakukan pengobatan
mandiri baik itu di rumah, di kantor, bahkan dalam perjalanan. Namun harus bekerja
sama dengan baik dibawah instruksi tim medis, yaitu ahli ginjal, perawat, teknisi,
ahli gizi/nutrisi, dan pekerja sosial. Namun dari keseluruhan itu yang paling penting
adalah dukungan anggota keluarga pasien sendiri.4,5
7
2.3 Cara Kerja Dialisis Peritoneal
Dalam dialisis peritoneal, tabung lunak yang disebut kateter digunakan untuk
mengisi rongga peritoneal dengan cairan pembersih yang disebut dengan cairan
dialisis (dialysis solution). Dinding dari rongga perut di lapisi oleh membran yang
disebut peritoneum, yang memungkinkan produk sisa dan kelebihan cairan lewat
darah ke cairan dialisis. Cairan tersebut berisi gula yang disebut dekstrosa yang
akan menarik sisa/kotoran dan kelebihan cairan ke dalam rongga perut. Sisa atau
kotoran dan cairan ini kemudian akan ikut terbuang bersama cairan dialisis saat
proses pengurasan. Cairan yang telah dipakai, berisi sisa atau kotoran dan kelebihan
cairan kemudian dibuang.5
8
Gambar 2.1 Dialisis peritoneal 5
Proses dari pengisian dan pembuangan cairan disebut dengan pertukaran
yang memerlukan waktu sekitar 30-40 menit. Waktu yang diperlukan cairan dialisis
berada di dalam rongga perut disebut dengan dwell time atau waktu tinggal. Jadwal
yang khusus untuk 4 pertukaran dalam sehari, masing-masing dengan dwell time 4-6
jam. Tipe DP yang berbeda memiliki jadwal pertukaran harian yang berbeda pula.5
Salah satu bentuk DP, Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD),
tidak memerlukan mesin. Sesuai dengan namanya ambulatory yang berarti dapat
berjalan, pasien dapat berjalan sementara cairan dialisis masih berada di perutnya.
Bentuk lain dari DP, Continuous Cycler-Assisted Peritoneal Dialysis (CCPD),
memerlukan mesin yang disebut cycler untuk mengisi dan menguras perut, biasanya
saat pasien tidur. CCPD disebut juga Automated Peritoneal Dialysis (APD).4,5
2.4 Tipe Dialisis Peritoneal
Pemilihan jenis DP yang akan digunakan tergantung pada jadwal pertukaran
yang pasien kehendaki untuk diikuti, disamping faktor lainnya. Pasien bisa saja
memulai dengan jenis DP yang satu dan kemudian berganti dengan jenis yang lain,
atau pasien sendiri menemukan kombinasi dari pertukaran automated dan
nonautomated yang paling cocok dengannya.5
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)
Pada tipe CAPD, akan dimasukkan sekantong cairan dialisis segar ke dalam
perut. Setelah 4-6 jam atau lebih dari dwell time, cairan yang telah bercampur
dengan produk sisa atau kotoran akan dikuras. Kemudian proses diulang dari awal
9
dengan sekantong cairan dialisis yang segar. CAPD menawarkan kontrol biokimia
yang memadai pada keadaan uremia dan dapat dilakukan di rumah. Pasien tidak
memerlukan bantuan mesin untuk tipe CAPD ini, yang diperlukan hanyalah gaya
gravitasi untuk mengisi dan mengosongkan perut pasien. Dokter yang akan
memberikan instruksi berapa jumlah kantong yang harus digunakan dalam proses
pertukaran, biasanya 3 atau 4 kantong pertukaran di siang hari dan satu kantong di
malam hari dengan waktu tinggal yang lebih lama sementara pasien tidur.1,5
Gambar 2.2 Selama pertukaran pasien dapat membaca, menonton TV atau tidur 5
Gambar 2.3 Langkah-langkah CAPD 5
10
Gambar 2.4 Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) 4
Continuous Cycler-Assisted Peritoneal Dialysis (CCPD)
CCPD menggunakan cycler (pemutar) otomatis untuk menjalankan proses
pertukaran 3 sampai 5 kali semalam saat pasien tidur. Saat pagi hari, pasien
memulai satu pertukaran dengan dwell time yang terakhir.5
Gambar 2.5 CCPD yang menggunakan cycler/pemutar 5
CCPD merupakan terapi yang saat ini mulai banyak dianjurkan dilakukan
pada anak-anak karena keuntungannya yang mengikuti pola kebiasaan anak-anak
dimana anak bisa bebas beraktifitas di siang hari dan DP dilakukan di malam hari
saat anak tertidur. Pembukaan dan penutupan kateter hanya dua kali dalam 24 jam
11
sehingga mengurangi resiko terjadinya peritonitis dan mengurangi keterlibatan
orangtua dengan anak.1
Pada pasien dewasa, dilakukan tiga kali pertukaran di malam hari dan satu
pertukaran yang panjang di siang hari, selama 24 jam. Dengan meningkatkan
pertukaran dan dwell time di malam hari, ditambah dengan waktu di siang hari akan
meningkatkan efisiensi dialisis sehingga pasien dapat menikmati satu atau dua hari
dalam seminggu tanpa terapi. Jeda terapi ini akan menurunkan kelelahan baik pada
orangtua maupun pada anak-anak.1
Gambar 2.6 Continuous Cycler-Assisted Peritoneal Dialysis (CCPD) 4
2.5 Pemilihan Tipe Dialisis Peritoneal
Jika dipilih tipe CAPD, mungkin akan ada masalah dengan dwell time yang
lama sepanjang malam. Sebagian dekstrosa dari cairan masuk ke dalam darah dan
menjadi glukosa. Absorbsi dekstrosa tidak menimbulkan masalah selama dwell time
yang singkat. Namun sepanjang malam, beberapa orang menyerap terlalu banyak
dekstrosa yang akan menarik cairan dari rongga perut kembali ke tubuh sehingga
mengurangi efisiensi pertukaran.5
Jika masalah ini timbul, maka mungkin diperlukan minicycler, suatu alat
12
versi kecil dari mesin yang secara otomatis mengisi dan menguras cairan di perut
pasien yang digunakan untuk pertukaran cairan dialisis sekali atau beberapa kali
selama pasien tertidur sepanjang malam. Dengan tambahan tersebut, pertukaran
yang lebih singkat akan meminimalkan penyerapan cairan dan memberikan jarak
tambahan dari bersihan sisa dan cairan yang berlebih.1,5
Jika dipilih CCPD, pasien mungkin memiliki masalah dalam penyerapan
cairan di waktu siang hari, yang memiliki dwell time lebih lama. Pasien mungkin
memerlukan tambahan pertukaran di antara siang dan sore hari untuk meningkatkan
jumlah produk sisa atau kotoran yang akan dibuang dan mencegah penyerapan
cairan yang berlebihan.5
2.6 Pencegahan Masalah
Infeksi adalah masalah yang paling utama dihadapi oleh pasien yang
melakukan DP. Tim medis harus mengetahui secara mendalam tentang bagaimana
menjaga kateter bebas kuman untuk mencegah terjadinya peritonitis, yang berarti
infeksi di daerah peritoneum. Perbaikan model dari kateter untuk mencegah
penyebaran kuman telah dilakukan, namun peritonitis tetap menjadi masalah utama
yang kadang-kadang membuat DP harus dihentikan. Beberapa yang harus
diperhatikan diantaranya:4,5
Simpan peralatan di tempat yang sejuk, bersih dan kering.
Periksa setiap kantong cairan untuk melihat adanya tanda-tanda
terjadinya kontaminasi sebelum digunakan
Cari tempat yang bersih, kering dan nyaman untuk memulai pertukaran
Cuci tangan setiap kali memegang kateter
13
Bersihkan jalan keluar dengan antiseptik setiap hari.
Gunakan masker saat pertukaran berlangsung
Tetap waspada untuk gejala dari infeksi dan segera lakukan sehingga
pengobatan sesegera mungkin. Beberapa gejala yang patut diwaspadai adalah:5
Demam
Mual atau muntah
Kemerahan atau nyeri di daerah sekitar kateter
Warna yang tidak biasanya atau berkabut pada cairan dialisis yang
digunakan.
Penutup kateter telah terdorong keluar
Gambar 2.7 Bagian-bagian transfer set 5
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menggunakan CCPD
14
diantaranya adalah tersumbatnya saluran untuk DP yang kemudian dapat berlanjut
menjadi sepsis dari saluran yang terinfeksi tersebut. Jadwal dialisis yang tertunda
atau tidak selesai karena pasien tidak menginginkan menyelesaikan dialisis sesuai
jadwal. Konsultasi dengan psikiatri juga mungkin diperlukan bagi sebagian anak-
anak untuk dapat melanjutkan dialisis. Peritonitis merupakan masalah utama, selain
dari kesalahan fungsi kateter sehingga memerlukan pemasangan kembali, kerusakan
fungsi membran peritoneal. Pada grup CCPD, peritonitis muncul setidaknya satu
dari sekitar 80,5% pasien yang berobat setiap bulan.1,2,7
Pasien yang diterapi dengan DP memiliki komplikasi yang berhubungan
dengan fungsi ginjal itu sendiri secara tidak langsung selain fungsinya dalam
membersihkan darah. Diantaranya adalah anemia sehingga pasien memerlukan
transfusi darah. Hal ini terjadi karena ginjal memproduksi eritropoeitin yang
merangsang sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah yang mana
berfungsi sebagai pengangkut oksigen.5
Penyakit tulang yang berhubungan dengan ginjal mempengaruhi sekitar 90%
pasien dialisis. Penyakit ini disebut dengan renal osteodystrophy. Tulang menjadi
tipis dan lunak atau lemah hingga dapat mengalami perubahan bentuk. Hal ini dapat
terjadi pada pasien anak-anak ataupun dewasa. Gejala dapat dilihat pada pasien
anak-anak dalam masa pertumbuhan yang memiliki penyakit ginjal.5
Rasa gatal merupakan komplikasi yang sering dikeluhkan oleh pasien
dialysis. Meskipun gatal merupakan hal yang wajar bahkan pada orang tanpa
gangguan fungsi ginjal, hal ini dapat diperparah oleh toksin uremia yang berada di
kulit tidak sepenuhnya dapat dibuang melalui dialisis. 5
15
Gangguan tidur banyak terjadi pada pasien dialisis. Hal ini terjadi karena
rasa tidak nyaman, mudah terkejut, gelisah dan kelemahan pada kaki. Pasien akan
mendapat rangsangan untuk menendang ataupun melempar kakinya di malam hari
sehingga dapat mengganggu pasangan tidurnya. Selain itu pasien dialisis juga sering
mengeluh akan sleep apneu syndrome (mengorok) saat tidur.4,5
Pada pasien yang telah melewati dialisis selama 5 tahun, kemungkinan akan
terjadi dialysis related amyloidosis (DRA). DRA berkembang saat protein yang
berada di dalam darah tersimpan di persendian dan otot, menyebabkan nyeri,
kekakuan dan cairan di persendian, seperti pada kasus artritis. Ginjal berfungsi
menyaring protein ini, namun dialisis tidak seefektif itu.5
2.8 Peritoneal Dialisis pada Neonatus
Gagal ginjal akut terjadi pada 23% dari neonatus yang dirawat di bagian
perawatan intensif. Banyak literatur tentang penyebab, patofisiologi dan manajemen
medis dari gagal ginjal akut pada neonatus. Keputusan untuk melakukan dialisis
secara khusus diindikasikan pada gangguan keseimbangan elektrolit, uremia berat,
kelebihan cairan, ketidakseimbangan asam basa yang menetap, atau perlunya
tambahan cairan yang masuk untuk mencapai nutrisi yang dibutuhkan pasien
dengan anuria atau oligouria.6,7
16
Tabel 2.1 Penyebab Gagal Ginjal Akut6
Pada neonatus dengan gagal ginjal akut dan secara khusus memerlukan
durasi dialisis yang singkat, keputusan untuk melakukan dialisis dipengaruhi oleh
berat badan dari neonatus tersebut. Meskipun keberhasilan dan keefektifan dialisis
telah dilaporkan pada neonatus dengan berat kurang dari 1 kg, kasus seperti ini sulit.
Faktor lain yang ikut berpengaruh adalah keuntungan dan kerugian masing-masing
dialisis serta jenis dan ukuran kateter yang dapat digunakan untuk DP bagi pasien
neonatus dan bayi.6
17
Tabel 2.2 Keuntungan dan Kerugian Masing-masing dialisis6
Tabel 2.3 Kateter untuk Dialisis Peritoneal6
Apabila dikerjakan secara baik, dialisis merupakan teknik yang dapat
menyelamatkan nyawa pada neonatus dengan gagal ginjal akut, beberapa penelitian
melaporkan angka kesembuhan berkisar dari 50-90%. Neonatus dengan gagal ginjal
non oliguria mungkin memiliki prognosis yang lebih baik. Banyak neonatus yang
dilakukan dialisis karena gagal ginjal kemudian meninggal akibat komplikasi yang
18
tidak berhubungan dengan dialisisnya atau gagal ginjal. Penting diperhatikan bahwa
dialisis inisial dapat menyebabkan penurunan urine yang keluar dan penurunan
volume intravaskular, yang kemudian akan mempengaruhi penyembuhan dari
ginjal.6
Karena kesulitan dalam mengatur jumlah ultrafiltrasi, hal ini menyebabkan
neonatus yang dilakukan DP akan mengalami hipotensi. Faktor ini memerlukan
perhatian saat akan dimulai dialisis pada neonatus dengan gagal ginjal akut.6
Keputusan untuk memulai dialisis atau melanjutkan dialisis pada neonatus
dengan gagal ginjal kronik adalah lebih sulit dibandingkan keputusan untuk
mengatur dialisis pada gagal ginjal akut. Dialisis jangka panjang pada neonatus
dengan gagal ginjal kronis hanya dipakai sebagai “jembatan” untuk melakukan
transplantasi ginjal. Dialisis yang berkepanjangan bukan pilihan bagi neonatus
karena akan mengurangi kualitas hidupnya dan resiko kematian yang tinggi. Resiko
kematian pada bayi dengan dialisis pada satu tahun pertama kelahiran berkisar 15%.
Beberapa dari kematian bayi-bayi ini adalah kematian yang mendadak, bayi yang
lainnya meninggal karena sepsis atau komplikasi dari hipertensi berat.6,7
Kebanyakan pusat transplantasi ginjal menggunakan donor hidup ataupun
mati untuk transplantasi ginjal saat bayi telah mencapai berat kurang lebih 10 kg.
Hasil yang ditunjukkan pada pasien yang menerima transplantasi ginjal sangat
dramatis beberapa tahun terakhir ini dan sekarang bisa dikatakan hampir sempurna,
dengan transplan angka kehidupan pasien mendekati 100% pada 2 tahun paska
transplantasi dan lebih dari 80% pada 8 tahun paska transplantasi.6
19
Dalam penelitian terbaru dilaporkan bahwa pasien usia 0-5 tahun yang
menerima donor ginjal ukuran dewasa tanpa nekrosis tubular akut memiliki angka
kehidupan lebih lama dibandingkan dengan kelompok usia lain. Pada pasien usia 0-
2,5 tahun yang menerima donor ginjal tanpa nekrosis tuular akut angka kehidupan
mencapai 26,3+5 tahun. Meskipun demikian, bayi dengan disfungsi organ lain yang
berat (paru, otak, atau penyakit jantung parah) sebaiknya tidak dilakukan dialisis
dan transplantasi jika keuntungan yang didapat hanyalah memperpanjang usia
hidup.6,7
Dialisis peritoneal tidak selalu berhasil pada setiap bayi dengan gagal ginjal.
Bayi dengan penyakit paru yang sangat berat menyebabkan pada terbatasnya
gerakan diafragma saat ada sejumlah cairan yang mengisi rongga perutnya. Hernia
diafragmatika akan menyebabkan cairan dialisis dari perut masuk ke daerah pleura
dan mengakibatkan gangguan sistem pernafasannya.6
Neonatus yang memiliki kelainan pada dinding perut, termasuk diantaranya
omfalokel atau gastroskizis, tidak bisa dilakukan DP. Bayi yang pernah dioperasi
pada bagian perut merupakan kontraindikasi relatif dikarenakan berkurangnya
daerah peritoneum yang kontak dengan cairan dialisis. Kontraindikasi relatif
lainnya untuk pasien PD diantaranya adalah vesikostomi, kolostomi, prune belly
syndrome, necrotizing enterocolitis dan keganasan.6,7
Neonatus yang mendapatkan terapi dialisis mempunyai 12,5% kesempatan
untuk kembali berfungsinya ginjal dan kemungkinan 80% dengan transplantasi
ginjal. Dimulainya terapi dialisis pada neonatus masik kontroversi, dimana angka
kematian neonatus yang mendapatkan terapi dialisis awal pada usia kurang dari 1
20
bulan masih tinggi. Angka kematian anak usia kurang dari dua tahun yang
menerima dialisis masih tinggi dibandingkan kelompok umur lebih tua. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut.8
Pada pasien anak yang baru pertama kali akan melakukan dialisis diperlukan
hal-hal tambahan yang harus diperhatikan secara seksama. Diantaranya apabila
dialisis dilakukan dirumah, sebaiknya orangtua yang berada di dekat anak saat
dialisis berlangsung diutamakan ibu anak. Apabila dialisis dilakukan di Rumah
Sakit/pusat dialisis maka pasien anak-anak harus memiliki ruangan tersendiri,
dipisahkan dari pasien dewasa ditemani oleh orangtuanya. Suasana ruangan yang
nyaman dan memang disesuaikan dengan anak-anak. Selain itu, PD memang cocok
untuk keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah karena biayanya yang lebih
murah dibandingkan hemodialisa.9
2.9 Perkembangan CAPD di Indonesia
Penyakit ginjal kronik di Indonesia, berkisar antara 29,1% dari populasi
penduduk yang memiliki resiko (hipertensi, diabetes dan proteinuria). Dalam survei
terbaru, insiden rata-rata untuk penyakit ginjal stadium akhir (end-stage renal
disease/ESRD) adalah 30,7 per 1 juta penduduk, dan prevalensinya berkisar 23,4 per
1 juta penduduk. Pada tahun 2006, sekitar 10.000 pasien telah diobati dengan
21
hemodialisis. Namun demikian, masih banyak pasien dengan ESRD yang belum
diobati. Masalah keuangan, kekurangan fasilitas dialisis dan kurangnya tenaga
medis yang terlatih menjadi alasan utama mengapa pengobatan gagal ginjal tidak
berjalan dengan baik di Indonesia.10
CAPD mulai dipakai pertama kali pada tahun 1985. Pada pertengahan tahun
2007, pasien CAPD berjumlah 774 orang. Pasien yang berhenti masih sangat tinggi,
karena meninggal, infeksi dan kegagalan kateter.10
BAB III
PENUTUP
Dialisis peritoneal adalah dasar, rasional dan dapat dikerjakan pada anak-
anak dengan kegagalan fungsi ginjal. Dengan pengaturan penggunaan pada gagal
ginjal akut di perawatan intensif, DP yang berkelanjutan pada anak dengan gagal
ginjal memberikan teknik sederhana dalam mengatasi ketidakseimbangan
22
elektrolit dan cairan dengan resiko yang lebih kecil untuk masalah hemodinamik.
Diluar dari Rumah Sakit, praktik penggunaan DP pada anak dengan gagal ginjal
memungkinkan untuk dilakukan sehari-hari, dirumah dan sebagai terapi pengganti
fungsi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andrew SB, Alice MT. Continous-cycling peritoneal dialysis for children: an alternative to hemodialysis treatment. Pediatyrics 1984;74:254-258.
2. Lai WM, Chiu MC, Tse KC, Lau SC, Tong PC. Automated peritoneal dialysis: clinical experience in 32 children. HK J Paediatr 2004;9:44-49.
3. Ensari C. The basic needs of children on haemodialysis in Turkey. Nephrol Dial Transplant 2008;23:1447-1448.
4. Khanna R, Nolph KD. Dialysis as a treatment of end stage renal disease. Chapter 4: Principle of peritoneal dialysis. Halaman 4.1-4.11.
23
5. -----. Treatment method for kidney failure: peritoneal dialysis. NIDDK 2006;6:1-24.
6. Marsha ML, Annabelle N, Chua, Peter DY. Neonatal peritoneal dialysis. NeoReviews 2005;6:e384-e391.
7. Walters S, Porter C, Brophy PD. Dialysis and pediatric acute kidney injury: choice of renal support modality. Pediatr Nephrol 2009;24:37-48.
8. Sherbotie J. Outcomes after neonatal and infant dialysis. AAP Grand Rounds 2007;17:66.
9. Kari JA. Peritoneal dialysis in children. Saudi J Kidney Dis Transplant 2005;16:348-253.
10. Suhardjono. The development of a continuous ambulatory peritoneal dialysis program in Indonesia. Perit Dial Int 2008;28:559-562.
24