Post on 06-Feb-2016
MAKALAH KIMIA FARMASI II
HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS OBAT BERDASARKAN TERAPI
GOL.VITAMIN (LARUT DALAM LEMAK)
Oleh :
KELOMPOK 12
KELAS II A
1. DESI MARIA MOLINA
2. CHAYA NUR AFNI
3. MERSY ADRIANA
4. MARIA GRASELA
AKADEMI FARMASI SANDI KARSA
MAKASSAR
2015
A. DEFINISI VITAMIN
Vitamin merupakan nutrien organic yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk
berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya tidak disintesis oleh tubuh sehingga
harus dipasok dari makanan.Vitamin yang pertama kali ditemukan adalah vitamin A dan
B, dan ternyata masing-masing larut dalam lemak dan larut dalam air.Kemudian
ditemukan lagi vitamin-vitamin yang lain yang juga bersifat larut dalam lemak atau larut
dalam air.Sifat larut dalam lemak atau larut dalam air dipakai sebagai dasar klassifikasi
vitamin.Vitamin yang larut dalam air ,seluruhnya diberi symbol anggota B kompleks
( kecuali vitamin C ) dan vitamin larut dalam lemak yang baru ditemukan diberi symbol
menurut abjad (vitamin A,D,E,K )
B. PENGGOLONGAN VITAMIN
Berdasarkan kelarutannya vitamin terbagi atas dua yaitu :
1. Vitamin yang larut dalam air meliputi :
Tiamin ( vitamin B 1 ).
Riboflavin ( vitamin B2 ).
Niasin (asam nikotinat ,nikotinamida, vitamin B3 )
Asam pantotenat ( vitamin B5 ).
Vitamin B6 ( piridoksin ,pridoksal ,piridoksamin ).
Biotin
Vitamin B12 (kobalamin ).
Asam folat.
2. Vitamin yang larut dalam lemak meliputi :
Vitamin A
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
C. HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS OBAT
1. Vitamin A (retinol)
Vitamin A (retinol) terdapat pada tanaman dalam bentuk pravitamin, karotena,
zat ini merupakan terpenoid yang sangat tidak jenuh, semua ikatan-gandanya berupa
trans (E) satu sama lain. Minyak hati ikan,susu, dan telur mengandung vitamin A itu
sendiri, yaitu hasil penguraian karotena-β. Vitamin ini perlu untuk pertumbuhan
binatang muda karena dapat mengatur pembentukkan sel tulang dan mengatur bentuk
tulang. Zat ini juga berperan penting dalam penglihatan; cis-retinal, suatu isomer
retinol,terbentuk pada saat tersinari cahaya, dan terikat pada protein redopsin sebagai
basa schiff. Jadi energi cahaya diubah bentuk menjadi gerakan atom, mengakibatkan
hiperpolarisasi membran plasma batang pada retina. Satu fotom dapat merintangi
kepermeabelan memebran batang untuk Na dan melipatkangandakan responsnya⁺
sejuta kali. Efek ini mungkin terjadi melalui kesetaraan cGMP menghasilkan impuls
saraf. Meskipun banyak rincian proses penglihatan yang belum dipahami dengan
baik, Stryer (1981) telah membuat ikhtisarnya dengan baik. Avitam inosis A
mengakibatkan hilangnya daya penglihatan pada malam hari.
Pada metabolisme umum, vitamin A mempengaruhi proses pengangkutan dan
sintesis glikogen, dan bila vitamin tidak ada dalam tubuh maka kornea mata
mengering (xeroftalmia). Orfanos dkk. (1981) melaporkan kemajuan yang pesat
dalam sintesis serta pemakaian retinoid lain. Retinoid aromatik, yaitu etretoin, serta
esternya etretinat (6-17), efektif pada pengobatan psoriasis, yaitu gangguan
pengkeratinan sel kulit. Asam 13-cis-retinoat (isotertinoin, 6-70)menyebabkan atrofi
kelenjar sebascus, dan dapat berguna pada pengobatan baru. Asam retinoat (tretinoin,
6-69)saat ini digunakan pada pengobatan jerawat. Pemakaian vitamin A secara
berlebihan dapat menyebabkan keracunan parah, bahkan fatal.
Gambar :
2. Vitamin D (kalsiferol)
Vitamin D (kalsiferol)terdapat dalam minyak hati ikan dan susu. Vitamin ini
juga dibuat oleh sinar matahari dalam kulit manusia dari suatu pravitamin steroid.
Ergosterol adalah senyawa pravitamin D yang lain, yang akibat cahaya mengalami
penyusunan ulang menjadi vitamin D₂, sedangkan kolesterol dan turunannya
menghasilkan vitamin D₃ (gambar ). Kedua vitamin ini mempunyai aktivitas yang
sama pada manusia. Penyusunan ulang akibat cahaya ini, yang mengakibatkan
pemutusan cincin B steroidnya, dimanfaatkan diindustri untuk membuat semua jenis
vitamin tersebut.
Bentuk aktif vitamin D adalah Iα, 25-dihidroksi-vitamin D₃ dan 25-hidroksi-
vitamin D₃. Keduanya terbentuk melalui hidroksilasi enzimatik dalam mikrosomahati
dan kemudian dalam mitokondria ginjal oleh ferredoksin flavoprotein dan sitokrom P-
450 . kemudian 1,25-dihidroksi-vitamin diangkut ketulang, usus, dan organ sasaran
lain (ginjal, kelenjar paratiroid). Dengan demikian zat tersebut dapat dipandang
sebagai hormon, karena dibentuk disatu organ dan dipakai ditempat lain. Zat ini
mengerahkan kalsium dan fosfat dan juga mempengaruhi penyerapan kedua ion ini
diusus, jadi menguatkan mineralisasi tulang. Hormon ini juga aktif dalam meredakan
hipoparatiroidsme dan osteoporosis pasca-menopause, yang mengakibatkan tulang
rapuh pada wanita lanjut usia. Kalsitriol (1α-25,25-trihidroksikolekasiferol) adalah
suatu obat baru yang digunakan pada keadaan seperti itu.
Reseptor vitamin D telah diketahui letaknya, yaitu dalam mukosa usus dan
dalam kulit. Data pemurnian pendahuluannya menunjukkan bahwa reseptor itu berupa
suatu protein 72-kD dengan Kᴅ=5-7 x 10ˉ¹¹ M. De Luca dan Schnoes (1984)
membuat suatu kesimpulan yang bagus tentang hasil mutakhir dibidang ini dan juga
membuat ulasan tentang analog aktif vitamin ini, seperti 24,24-F₂-25-OH-D₃.
Kelompok O’malley berhasil meng-klon-kan cADN protein reseptor ini dengan
menguraikan urutan asam aminonya. Urutan tersebut ternyata homologi dengan
reseptor steroid lain dan dengan beberapa zat onkogen. Jadi, meskipun vitamin D
merupakan seko-steroid (steroid yang pecah), ia dikenal sebagai steroid tulen oleh
reseptor tersebut (McDonnel dkk, 1987). Dalam bidang vitamin yang umumnya tidak
maju, bidang penelitian vitamin D nampaknya luar biasa aktif.
Keseluruhan metabolisme kalsium diatur oleh kelenjar paratiroid
(parathormon) dan kalsitonin hormon tiroid. Parathormon mengatur sintesis 1,25-
(OH)₂D₃ yang mengelola metabolisme kalsium pada tulang dan ginjal serta
menggiatkan pemungutan Ca²⁺ dalam usus. Peran kalsitonin kurang jelas, tetapi
diketahui bekerja terhadap parathormon. Kalsium serum menekan sintesis
parathormon, melengkapi jerat umpan balik.
Kekurangan vitamin D, dikenal sebagai rakitis, pertama kali diungkapkan
terjadi pada anak-anak pada tahun 1645 oleh daniel Webster. Penemuan ini terjadi di
Inggris yang selalu mendung dan miskin sinar matahari. Wanita arab yang memakai
kerudung hitam juga dapat mengalami esteoporosis karena mereka tidak terkena sinar
matahari sama sekali. Dibanyak negara barat, susu diperkuat dengan kira-kira 400
satuan vitamin D₃ (10 ug/liter), yaitu sebanyak kebutuhan minimum sehari untuk
anak-anak atau dewasa. Karena itu, dengan menu yang tepat serta sinar matahari yang
cukup, rakitis pasti tidak terjadi pada anak-anak. Kebutuhan vitamin hamil lebih
tinggi, tetapi vitamin ini dalam jumlah yang melewati dosis menyebabkan gejala
toksik.
Gambar :
3. Vitamin E (tokoferol)
Vitamin E (tokoferol) suatu kromana, terdapat dalam hampir setiap sayuran
dan juga dalam minyak, biji-bijian, susu, daging, dan ragi. Kerja utamanya yang
diketahui adalah memelihara kehamilan normal pada tikus yang diberi menu khusus.
Pada tikus yang kekurangan vitamin E, janinnya terserap kembali, sedangkan hal
lain-lain berkembang seperti biasa. Hal ini tidak terbukti terjadi pada manusia.
Vitamin ini bersifat antioksidan, mungkin dengan menstabilkan vitamin A dan asam
lemak yang tak jenuh serta dengan mencegah terjadinya reaksi radikal bebas. Radikal
bebas, menurut beberapa hipotesis, mungkin terlibat dalam proses penuaan.
Defisiensi vitamin E tidak kenal pada manusia tetapi ada saja orang yang secara
berkala mempromosikan pemakaiannya. Alasan yang masuk akal untuk ini tidak ada,
karena vitamin E jelas berlimpah di dalam menu makanan biasa.
4. Vitamin K
Vitamin K adalah fitil-naftokuinon yang terdapat dalam dedaunan hijau
hampir semua tanaman. Beberapa senyawa aktif turunannya berbeda panjang rantai
samping fitilnya. Bila vitamin ini tidak ada, waktu penggumpalan darah bertambah
lama. Hal ini terjadi karena terganggunya proses karboksilasi beberapa sisa
gluutamat pada pasca-translasi dalam protrombin dan juga terganggnya faktor lain
yang terlibat dalam penggumpalan darah. Pada manusia, gangguan ini tidak dikenal,
kecuali bila terjadi kelainan dalam penyerapan vitamin K, karena makanan-biasa
telah dapat memenuhi kebutuhan akan vitamin ini.
Antagonis vitamin K, seperti dikumarol (suatu bahan alam) dan warfarin,
digunakan sebagai antikoagulan pada manusia (trombosis, aterosklkerosis).
Selain itu juga sebagai racun tikus yang menyebabkan perdarahan dalam dan
kematian pada binatang pengerat. Heparin, suatu polisakarida yang terdiri dari asam
glukuronat 2-O-tersulfonasi dan glukosamina 2-N,6-O-terdisulfonasi, juga
merupakan antikoagulan yang banyak dipakai, tetapi efeknya tidak dikaitkan dengan
vitamin K, melainkan dengan penghambatan enzim.
Gambar :
Vitamin larut-lemak (lipofil) : A,D,E dan K.
Zat-zat ini larut dalam lemak dan di serap bersamaan dengan lemak,kemudian melalui
sistem limfe masuk ke dalam darah dengan lipoprotein tertentu
(clylomikron).Gangguan ada pencernaan lemak seperti kekurangan asam
empedu,mengurangi resorpsinya.Ekskresinya berlangsung lambat (masa paruh
panjang),sehingga dapat terjadi kumulasi dan efek toksiks.Hati dan jaringan lemak
dapat menimbun zat-zat ini dalam jumlah besar,maka gejala difisiensi baru menjadi
nyata setelah lebih dari satu tahun,kecuali pada vitamin K (lebih cepat).
Toksisitasnya
Vitamin yang larut dalam minyak karena bersifat kumulasi bisa
mengakibatkan efek samping yang tak di inginkan,terutama vitamin A dan vitamin D
(Bemt PMLA van den,et al.Phram Wkbl 1996;131: 154-5). Kedua vitamin ini,asam
folat,seng,selen dan iodium tergolong nutrien yang indeks terapinya agak sempit,artinya
RDA-nya terletak berdekatan dengan dosis toksisnya yang dapat menimbulkan efek
merugikan.
a. Vitamin A
Penggunaan lama (beberapa bulan) dari retinol dalam dosis di atas 50000 UI/hari
dapat menyebabkan intoksikasi kronis.gejalanya berupa hiperosteosis dengan rasa
nyeri dari tulang kaki,pusing,demam,nyeri kepala atau sendi, keluhan lambung-
usus dan mukosa.pada anak anak vitamin A adalah lebih toksis dari pada bagi
orang dewasa.
b. Vitamin D
Selama waktu dosis tinggi,yakni bagi orang dewasa lebih dari 50000-100000
U kolekalsiferol/hari dan bagi anak anak di atas 1000-4000 U ,dapat menimbulkan
intoksikasi kronois.gejalanya adalah heperkalsiemia akibat terlarutnya kalsium dari
kerangka,dengan endapan kalsium fosfat dari berbagai organ
(kornea,ginjal,lambung,jantung,paru-paru dan sendi).
Juga osteoporosis,penghambatan pertumbuhan pada anak-anak nyeri otot
dan sendi,fungsi ginjal,rasa lemah serta letih.
Kehamilan dan laktasi
Semua vitamin dapat di gunakan selama kehamilan dan laktasi dalam dosis
biasa,juga vitamin D3 (Kolekalsiferol) 400 UI/hari.Hanya dosis vitamin A tidak
boleh melebihi 8000 UI/hari.
ZAT-ZAT TERSENDIRI
1. Kelompok vitamin A
Vitamin A adalah nama umum bagi zat-zat retinoida yang memiliki khasiat
biologis dari retino.Zat ini terutama sebagai ester terdapat dalam zat-zat pangan
hewan,seperti susu dan produknya,kuning telur,hati dan dengan kadar tinggi dalam
minyak ikan.Kebutuhan sehari-hari akan vitamin A sebagian di penuhi oleh
karotenoida(pro-vitamin A ), yakni kompleks dari 2 molekul retinol yang dalam
usus di uraikan menjadi vitamin aktif.Provitamin A terdapat dalam banyak sayuran
hijau tua,berbagai jenis kol dan pigmen kuning-jingga dari banyak buah dan sayur
antara lain wortel dan tomat,lemak susu dan kuning telur.
2. Kelompok vitamin D
Kelompok vitamin D mencakup ergokal-siferol (D2),kolekalsiferol (D3 alamiah)
dan beberapa turunannya yang semuanya memiliki rumus steroid.Dengan nama
umum vitamin D,selanjutnya di maksudkan zat-zat tersebut dengan aktifitas
biologis dari kolekalsiferol alamiah.
Vitamin D2 di bentuk dalam tubuh dari provitamin ergosterol yang antara lain
Sinar ultraviolet terdiri dari 3 komponen yakni UV-A,UV-B dan UV-C.UV-A
membuat kulit menjadi hitam,UV-B memicu pembentukan vitamin D3 dari
provitaminnya dan bersifat melindungi kulit terhadap pembakaran lebih lanjut
dengan jalan menebalkan lapisan tanduk.Namun eksposisi terlampau lama sering
mengakibatkan pigmentasi dan terbakarnya kulit ,pada orang kulit putih sinar ini
juga bertanggung jawab atas di percepatnya proses menua kulit (menjadi keriput)
serta melanoma dan kanker sel-basal dari kulit akibat penekanan imunitas seluler
kulit dan UV-C sangat merusak kulit,tetapi sinar ini di tahan oleh lapisan ozon.
Vitamin D3 banyak terdapat dalam ikan berlemak dan minyak ikan kabeljauw(cod)
bersama vitamin A dan relatif sedikit dalam susu,kuning telur dan hati.Dalam kulit
terdapat provitamin 7-dehidro-kolestrol,yang di bawah pengaru sinar UV diubah
menjadi vitamin D3.beberapa bahan makanan seperti margarin,lazimnya diperkaya
dengan vitamin A dan D.
Resorpsinya dari usus baik dan melalui limfe memasuki darah dalam bentuk chylo-
microm,suatu lipoprotein besar.metabolisme vitamin D2 dan D3 berlangsung
sejajar,kedua-duanya dalam hati dihidroksilasi menjadi senyawa 25-OH-nya dan
kemudian di tabuli ginjal menjdi derivat 1,25-dihidroksinya.
Khasiatnya.berfungsi mendorong mineralisasi tulang dan dengan demikian
mencega demineralisasi terlampau banyak.selain itu,parathormon juga menstimulir
sintesa kalsitriol dan menghambat reabsorpsi Ca dan P di ginjal dengan efek
naiknya kadar Ca dan turunnya kadar fosfat.
3. Vitamin E
d- α-Tokuoferol:vitamin E,Davitamon E
Vitamin larut minyak ini banyak terdapat dalam minyak nabati,terutama yang
mengandung PUFA,seperti minyak jagung,kedelai,kembang matahari dan minyak
wheat-germ (1 mg per ml).Juga di dalam padi-padian lengkap (whole
grain),ragi,hati,trubuk,kuning telur dan sayur mayur.Di kenal 4 bentuk tokoferol
yakni alfa-,beta-,gamma-,serta delta-tokoferol dan isomer d-alfa memiliki kegiatan
terbesar.DL-alfa-tokoferol dapat di buat secara sintesis,tetapi 36% kurang
aktif,berdaya melindungi trombosit terhadap oksidasi dan dengan demikian
melancarkan sirkulasi darah,menstimulir pernapasan sel dan menghambat
pembentukan parut(bekas luka).
4. Vitamin K
Dikenal beberapa senyawa dengan aktifitas vitamin K (jerm
koagulation=pembekuan),yakni derifat-naftokinon sbb:K1=fitomena-
dion,K2=menakinon,K3=menadion dan K4=menadiol.Vitamin K1 terdapat dalam
sayur mayur hijau(kol,brocolli,bayam,(1-8 mg/kg)juga tomat dan banyak minyak
nabati Vitamin ini terikat kauat pada sel chloroplast yang mengandung
klorofil.Vitamin K2 terutama terdapat dalam produk-produk fermentasi (seperti
yogurt) juga disintesa oleh kuman gram positif dalam flora usus yang terbatas perlu
tersedianya asm empedu.Vitamin K3 dan K4 adalah zat-zat sintesis yang kini
jarang di gunakan lagi.
Vitamin A (akseroftol, retinol)
Vitamin A merupakan diterpenalkohol yang peka terhadap cahaya dan oksigen,
yang terbentuk pada dinding usus akibat pemecahan oksidatif karotin dengan
bantuan oksigen molekul. Mula-mula akan terbentuk aldehidnya, dan senyawa
alkohol ini akan disimpan terutama dihati dalam bentuk ester asam lemak. Jika
dibutuhkan, dengan biohidrolisis, senyawa ini akan dibebaskan dan masuk kedalam
plasma dan diedarkan dalam bentuk terikat dengan α 1 globulin atau albumin.
Produk ekskresi antara lain retinolglukuronida dan asam yang bebas atau
terkonyugasi (asam vitamoin A, asam retinat). Saat ini vitamin A didapat secara
sintesis. Disamping trans vitamin A terdapat pula berbagai isomer cis-trans, yang
didalam organisme menjadi bentuk trans-trans. Pembentukan rodopsin dan reaksi
biokimia pada proses melihat sudah diketahui dengan pasti. Mula-mula vitamin A
akan mengalami isomerisasi menjadi 11 cis-retinol dan kemudian menjadi
aldehidnya yaitu 11 cis-retinal dengan proses dehidrasi. Ini akan berkaitan dengan
opsin, yaitu bagian protein dari rodopsin, kemudian menjadi rodopsin. Pada
penyinaran, 11-cis-retinal akan menjadi bentuk yang stabil yaitu konfigurasi trans-
trans, pada saat bersamaan struktur ruang opsin akan berubah. Ini akan
menyebabkan berubahnya permeabilitas ion dari membran terutama terhadap
natrium, dan dengan demikian potensial membran juga berubah. Akibatnya sel
saraf akan terangsang, kemudian terjadi penghantaran rangsang selanjutnya ke
pusat penglihatan. Regenerasi rodopsin terjadi dalam gelap dengan terjadinya
isomerisasi dari trans-trans-retinal menjadi 11-cis-retinal. Disampimg itu retinal
akan direduksi menjadi retinol, yang akan ditukarkan dengan retinol dari aliran
darah.
Gambar.
Vitamin D (kalsiferol)
Kolekalsiferol (vitamin D3),vitamin D fisiologik terbentuk dalam kulit dari
pemecahan 7-dehidrokolesterol dengan cahaya matahari. Asal vitamin D3 alam
yaitu minyak ikan hati dan jaringa lemak hewan. Kuning telur, susu dan mentega
hanya sedikit mengandung vitamin D3. Saat ini senyawa ini dibuat secara sintesis
parsial dari kolesterol. Disamping vitamin D3 dikenal sejumlah vitamin D lain,
yang kesemuanya diadapa dengan menyinari dengan sinar UV sterol tak jenuh
berikatan rangkap dua ∆5,7. Bentuk vitamin D3 yang sesungguhnya bekerja adalah
1,25-dihidrosida-kolekalsiferol (kalsitriol, Rocaltrol®). Gugus hidroksil pada C-25
didapat dalam hati sedangkan gugus hidroksil pada C-1 dalam ginjal.
Turunan vitamin D terhidroksilasi Pada insufisiensi ginjal kronik, kolekalsiferol
yang berubah menjadi bentuk berkhasiat sesungguhnya yaitu kalsitriol tidak
mencukupi atau hanya sendiri.
Gambar.
Untuk terapi osteopati ginjal, obat lainnya yaitu :
25-hidroksi-kolekalsiferol (Calcifediol, dedrogyl®)
1α – hidroksi – kolekalsiferol (Alfacalcidol, EinsAlpha®)
5,6 – trans – 25 – hidroksi – kolekalsiferol (Delakmin®)
Vitamin E (tokoferol)
Vitamin E atau tokoferol adalah berbagai turunan kroman, yang pada posisi 2
mengandung rantai samping dengan 16 atom C. Antara vitamin E yang satu dengan
yang lain hanya berbeda jumlah dan letak gugus metil pada cincin benzen. Vitamin
E dapat dianggap produk kondensasi hidrokuinon termetilasi dengan fitol. Yang
mempunyai kerja paling kuat yaitu α-tokoferol.
Peran fisiologik Fungsi biokimia vitamin E belum jelas. Yang pasti adalah bahwa
vitamin E bekerja pada metabolisme antara pada proses oksidasi-reduksi dan
sebagai penangkap radikal, menghambat pembentukan peroksida oleh asam lemak
tinggi tak jenuh pada lipid membran serta menghambat oksidasi zat tubuh lainnya.
Vitamin K
Vitamin K fisiologis adalah menakuinon vitamin K2). Ini dapat diganti dengan
fitomenadion (vitamin K1) yang terdapat dalam tanaman. Vitamin alam K1 dan K2
mempunyai struktur dasar 2-metil-1,4-naftokuinon dan hanya berbeda pada rantai
samping pada C-3 (tab B3-6). 2-metil-1,4-naftokuinon yang dibuat secara sintesis
(vitamin K3, menadion) mempunyai kerja yang sama seperti vitamin alam. Sama
seperti vitamin alami, vitamin ini larut dalam lemak, akan tetapi lebih stabil
terhadap cahaya UV dan basa. Kebutuhan harian vitamin K sekitar 1 mg.
Suplemen : asam lemak esensial
Dalam tubuh hewan mamalia mungkin terjadi dehidrasi asam stearat menjadi asam
oleat. Akan tetapi enzim untuk mengubahnya lebih lanjut menjadi asam lemak tak
jenuh yang lebih tinggi yaitu asam linoleat dn linolenat tidak ada. Asam lemak tak
jenuh dengan dua serta tiga ikatan rangkap dua terpencil dengan konfigurasi cis ini
esensial untuk mamalia. Anehnya senyawa ini kadang-kadang dengan
memperpanjang rantainya – dalam mamalia dapat berubah menjadi asam lemak tak
jenuh yang lebih tinggi lagi, dengan ikatan rangkapnya makin kearah ujung
karboksil. Dengan cara ini dari asam linolenat terbentuk asam C20 yang penting
secara fisiologik yaitu asam arakhidonat.
D. METODE ANALISIS VITAMIN
A. Vitamin A
a. Metode spektrofotometri
Spektrum absorbsi ultraviolet vitamin A dan vitamin A secara asetat mempunyai
absorbansi maksimal pada panjang gelombang antara 325 sampai 328 nm dalam
berbagai pelarut. Larutan vitamin a dalam isopropanol absorbansinya diukur pada
λmaks dan pada dua titik, yakni satu disebelah kanan λmaks dan satunya lagi pada
sebelah kiri λmaks. Absorbansi pada λmaks dikoreksi terhadap senyawa penggangu
dengan menggunakan formula koreksi karena senyawa-senyawa ini akan ikut
menyerap pada daerah UV. Beberapa penggangu, terutama pada minyak ikan
adalah vitamin A2, kitol, anhidro vitamin A, dan asma polien. Pada vitamin A
sintetik senyawa penganggu adalah senyawa-senyawa antar ( intermediet).
Dengan demikian senyawa penganggu ada vitamin A sintetik dengan minyak
ikan yang berbeda.
Prosedur penetapan vitamin A secara spektrofotometri:
Penetapan dilakukan secepat mugkin, terlindung dari cahaya, dan terlindung dari
senyawa oksidator. Sebelum dilakukan penetapan kadar, skala spektrofotometer
diperiksa terlebih dahulu. Sebagai pedoman dapat digunakan garis raksa pada
313,16 nm dan 334,5 nm serta garis hidrogen pada 379,7 nm dan 486,1 nm.
Ketepatan absorbansi yang telah dikoreksi lebih rendah jika dibandingkan dengan
absorbanasi yang diamati langsung dan digunakan dalma perhitungan. Karena itu
pengukuran absorbansi membutuhkan perhatian khusus dan sekurang-kurangnya
harus dilakukan dua kali penetapan.
Akseroftol dalam bentuk ester
Zat yang tidak larut dalam sikloheksan dimurnikan dengan cara penyaringan atau
cara lain yang tidak menggunakan cara penyabunan. Jika cara pemurnian tersebut
tidak dilakukan, maka penetapan dilakukan menurut cara yang tertera dalam
akseforol lain.
Cara penetapan akseroftol murni adalah sebagai berikut:
Sejumlah sampel atau sampel yang sudah dimurnikan ditimbang secara saksama
lalu dilarutkan dalam sikloheksan secukupnya hingga diperoleh larutan yang
mengandung antara 9 SI sampai 15 SI tiap mL dan ditetapkan panjang
gelombang maksimalnya. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang
yang tertera dalam daftar berikut dan dihitung sebagai absorbansi relatif terhadap
absorbansi pada λ 328 nm.
Panjang gelombang Absorbansi relatif
300 nm 0,550
316nm 0,907
328nm 1,000
340nm 0,811
360nm 0,299
Jika panjang gelombang absorbansi maksimal terletak antara 326 nm dan 329
nm, tetapai absorbansi relatif yang terbaca lebih besar dari 0,002 dari harga yang
tertera dalam daftar, maka dihitung absorbansi pada 328 nm yang dikoreksi
dengan rumus: A328 nm (kor) = 3,52( 2A 328 nm – A316 nm – A340 nm)
Jika harga absorbansi yang telah dikoreksi, [A328 nm (kor)] terletak dalam
batas ± 3 % dan harga absorbansi yang belum dikoreksi maka perhitungan
dilakukan dengan menggunakan harga absorbansi yang belum dikoreksi.
Jika harga absorbansi yang telah dikoreksi terletak antara 85% sampai
97% dari harga yang belum dikoreksi, maka perhitungan dilakukan
dengan menggunakan harga absorbansi yang belum dikoreksi.
Jika harga absorbansi yang telah dikoreksi terletak lebih kecil dari 85%
dan lebih besar daari 103% dari harga yang belum dikoreksi atu jika
panjang gelombang absorbansi maksimal tidak terletak antara 326 nm
sampai 329 nm, maka penetapan kadar dilakukan menurut cara yang
tertera pada akseroftol lain.
Akseroftol lain
Cara penentuan afseroftol lain: sejumlah zat yang ditimbang secara saksama
(mengandung tidak kurang dari 500 SI akseroftol dan tidak lebih dari 1 gram
lemak), dicampur dengan 30 ml etanol mutlak dan m mL kalium hidroksida 50
%. Absorbansi larutan diukur pada λ 300 nm, 310 nm, 325 nm dan 334 nm.
Selanjutnya dil;akukan penentuan panjang gelombang maksimal. Perhitungan
potensi dilakukan sebagai berikut:
Jika panjang gelombang maksimal terletak antar 323 nm dan 327 nm dan
perbandingan absorbansi pada 300 nm terhadap absorbansi pada 327 nm
tidak lebih dari 0,73, maka absorbanasi yang telah dikoreksi [A325 nm(kor)]
dihitung dengan rumus:
A325 nm (kor) = 6, 815 A325 nm - 2,555 A310 nm – 4,26 A334 nm
Potensi dalam SI tiap zat yang diperiksa dihitung dengan rumus A325 nm (kor) x
18.000
Jika absorbansi yang telah dikoreksi terletak dalam batas ± 3 % dari harga
absorbansi yang belum dikoreksi, perhitungan dilakukan dengan
menggunakan harga absorbansi yang belum dikoreksi.
Jika panjang gelombang absorbansi maksimal tidak terletak antara 325
nm dan 327 nm atau jika perbandinganabsorbansi pada 300 nm terhadap
absorbansi pada 327 nm lebih dari 0,73, maka yang tidak tersabunkan dari
zat yang diperiksa harus dimurnukan dengan cara kromatorafi.
b. Metode Kolorimetri
1. Metode Carr-price
Metode ini berdasarkan atas reaksi akseroftol dengan antimon triklorida
anhidrat dalam kloroform yang menghasilkan warna biru. Reaksi ini terjadi
antar antimon triklorid dengan rantai tidak jenuh dari akseroftol. Karoten,
asam poliena dan beberapa senyawa dalam minyak ikan mengahasilkan
warna biru juga. Warna yang terjadi intensitasnya cepat maksimun tetapi juga
cepat pucat.
2. Pengubahan akseroftol menjadi anhidroakseroftol
Akseroftol mudah diubah menjadi anhidroakseroftol dengan bantuan
sejumlah kecil asam mineral atau asam organik kuat. Pada metode Budowski
dan bondi, akseroftol diubah menjadi anhidroakseroftol dalam pelarut benzen
dengan katalisator asam toluen –p-sulfonat pada temperatur kamar. Kenaikan
absorbansi pada 399nm merupakan hasil dehidrasi yang berbanding langsung
dengan jumlah akseroftol yang terkandung.pengukuran absorbansi pada 358
nm, 377 nm, dan 399 nm dalam benzen merupakan cara yang baik untuk
mengetahui kemurnian akseroftol yakni dengan melihat bahwa A 399 nm/ A377 nm
sebesar 0,868 dan A 358 nm / A 377 nm sebesar 0,692.
c. Metode Kromatografi
Aktivis isomer vitamin A cukup berbeda sehingga untuk pemisahannya
dikembangkan dengan kolom mikrobore. Sampel ( 1,0- 10,0 gram)
dihomogenkan. Sebanayk 30 mL air ditambahkan ke dalam sampel (jika
sampelnya padat). Saponifikasi dilakukan dengan mencampur 40 mL sampel
yang telah dihomogenkan dengan 12 mL larutan KOH 60%; 80 mL etanol
mutlak; 0,5 mL terbutilhidroksi toluen- etanolik 1%; dan 0,5 gram asam askorbat
untuk menghindari terjadinya oksidasi. Sampel diaduk pada suhu kamar selama
16 jam. Setelah selesai saponifikasi, solut diencerkan samapi 250 mL dengan air
etanol untuk memperoleh suatu rasio etanol:air(1:1 v/v). Sebanyak 20 mL aliquot
ditambahkan ke dalam cartidge Kiselguhr dan setelah 20 menit diekstraksi
dengan 50 mL petroleumeter ringan. Eluat selanjutnya diuapkan dan dilarutkan
kembali dengan 2-50 mL isooktana (tergantung pada konsentrasi Vitamin A
dalam sampel mula-mula).isomer gometri retinol (vitamin A)dipisahkan dengan
kolom pengaman ( 7 x 2 mm i.d) dan kolom analisis (100x 2mm i.d) yang
keduanya berisi silika ggel dengan ukuran partikel 3 mikron. Sebagai eluen
adalah heksan yang mengandung 1-oktanol dalam konsentrasi rendah. Karena
panjang gelombang absorbsi maksimun isomer-isomer ini berbeda maka
digunakan detektor photodiode array(PAD). Metode ini telah sukses
memisahkan 7 isomer vitamin A yakni: 11- cis; 11,13-di-cis: 13-cis;9,13-di-cis;
9-cis ;7-cis; dan semua trans-retinol dengan waktu retensi relatif terhadap trans-
retinol masing-masing sebesar 0,510; 0,568; 0,672; 0,740; 0,877;0,924; dan
1,000.
B. VITAMIN D
Dari beberapa vitamin D, 2 diantaranya dianggap yang paling penting yaitu D2
(ergo kalsiferol) dan vitamin D3 (kole kalsiferol). Struktur kedua vitamin ini sangat
mirip dalam bahan nabati, sementara vitamin D3 banyak terdapat dalam minyak ikan
hati.
Gambar 2.2. struktur vitamin D2 dan D3
Dalam AOAC, analisis kuantitatif vitamin D dalam minyak yang mengandung ≥ 100.000 SI kolekalsiferol atau vitamin D3/g , dalam resin yang mengandung ≥ 20.000.000 SI kolekalsiferol/gram, dan dalam serbuk atau dispersi cair yang mengandung ≥ 25.000 SI kolekalsiferol/g dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi dengan kolom kromatografi Lichrosorb Si 60 (ukuran partikel 5µm) menggunakan detektor UV 254 nm ( sensitifitas detektor 0,128 AUFS). Fase gerak: n-heksana; n-amil alkohol (977:3 v/v). Kecepatan alir fase gerak 2 mL/menit (1 atmosfer), sementara volume injeksi µl.
C. VITAMIN E
Vitamin E merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak. Keaktifan
vitamin E dalam beberapa senyawa tokoferol berbeda. Dikenal α-; β-; γ dan δ-
tokoferol. α-tokoferol menujukkan keaktifan vitamin E yang paling tinggi. Struktur
kimia tokoferol adalah sebagai berikut:
Gambar 2.3. Struktur kimia tokoferol
Gugus R Susunan Berat molekul
Alfa-tokoferol H C29H50O2 430,72
Alfa-tokoferol asetat CH3CO C31H52O3 472,76
Alfa-tokoferol alam memutar memutar bidang polarisasi ke kanan, sedang alfa-tokoferol buatan adalah resemik (DL). Tokoferol lainnya (beta,gama, dan belta) kurang penting karena potensi hayatinya rendah. Berbagai bentuk alfa-tokoferol telah diketahui potensinya yakni :
1 mg L-α-tokoferol asetat 1 SI
1 mg (D-L) -α-tokoferol 1,1 SI
1 mg D-α-tokoferol asetat 1,36 SI
1 mg D-α-tokoferol 1,49 SI
Tokoferol bebas cepat dioksidasi oleh udara dan sinar, karenanya dalam perdagangan digunakna tokoferol ester yang stabil.
METODE ANALISIS VITAMIN E (TOKOFEROL)
1. Metode Serimetri
Metode serimetri berdasarkan atas sifat mereduksi tokoferol setelah tokoferol asetat dihidrolisis dengan asam. Tokoferol tidak stabil dalam larutan basa.
Cara penetapan kadar tokoferol asetat murni: lebih kurang 250 mg tokoferol astetat yang ditimbang saksama, dimasukkan ke dalam labu coklat kuning dasar bulat 100 mL dan dilarutkan dalam 25 mL etanol mutlak. Larutan ditambahkan 20 mL larutan asam sulfat 15% v/v dalam etanol 95%, lalu direfluks selama 3 jam dan didinginkan. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar coklat kuning 200 mL dan diencerkan dengan etanol mutlak secukupnya hingga 200 mL. Sebanyak 50,0 mL larutan yang diukur secara saksama ditambah 50 mL larutan asam sulfat 1,5% v/v dalam etanol 95% dan 20 mL air. Sambil dicampur baik-baik,larutan dititrasi dengan serium (IV) sulfat 0,01 N menggunakan indikator 2 tetes difenilamin. Titrasi dilakukan terlindung dari cahaya langsung, sebaiknya ditempat gelap, dengan tetesan diatur tiap 10 detik. Dilakukan juga titrasi blanko. Tiap mL serium (IV) sulfat 0,01 N setara dengan 2,3638 mg tokoferol asetat.
2. Metode Spektrofotometri
Alfa-tokoferol dalam etanol 95% menunjukkan absorbansi maksimum pada 292 nm dan minumum pada 257 nm. Jika digunakan pelarut sikloheksan maka alfa-tokoferol menunjukkan absorbansi maksimum pada 298 nm dan minimum pada 257 nm.
Alfa-tokoferol asetat dalam etanol 95% menunjukkan absorbansi maksimum pertama pada 284 nm dan kedua pada 279 nm serta absorbansi minimum di 281 nm. Dalam sikloheksan, alfa-tokoferol menunjukkan absorbansi minimum ketiga pada 288 nm dengan minimum pada 286 nm.
Untuk penetapan kadar alfa-tokoferol dalam etanol digunakan panjang gelombang 292 nm atau 298 nm dalam sikloheksan. Sementara itu, untuk alfa-tokoferol asetat panjang gelombang 284 nm dapat digunakan untuk kedua pelarut tersebut.
3. Metode Kolorimetri
Daun AOAC (1995), penetapan kadar vitamin E dalam makanan baik dalam bentuk kering maupun basah dilakukan secara kolorimetri. Prinsipnya: alfa-tokoferol diekstraksi dari sampel dengan palrut organik. Residu lemak disabunkan, α-tokoferol diisolasi dengan kromatografi lapis tipis, dan ditetapkan kadarnya secara kolorimetri.
D. VITAMIN KPenentuan vitamin K dapat menggunakan metode Kromatografi Cepat Kinerja Tinggi (KCKT). Metode ini digunakan karena spesifik untuk menentukan jenis-jenis dari vitamin K dan dapat memberikan spesifitas yang memuaskan. Menurut Jakob dan Elmadfa (2000), analisis KCKT untuk vitamin K menggunakan fase terbalik dengan menggunakan fase diam kolom C-18 dan deteksi fluoresensi. Fase diam yang digunakan diisi dengan bubuk seng. Sistem fase gerak yang tidak encer digunakan untuk penentuan vitamin K yaitu dengan menggunakanpelarut metanol dan diklorometana yang mengandung seng klorida, natrium asetat dan asam asetat.Ekstraksi pelarut yang digunakan sesuai dengan matriks dalam sampel. Sampel diekstraksi dengan menggunakan pelarut n-heksana yang dibutuhkan setelah penguapan menggunakan pelarut yang tidak mengandung n-heksana. Residu yang terbentuk dicuci dengan menggunakan campuran metanol dan air. Lapisan atas n-heksana dipisahkan dan diuapkan pada kondisi vakum. Residu yang dihasilkan dilarutkan dengan eluen dan diinjeksikan ke dalam KCKT untuk dilakukan analisis. Standar internal yang digunakan dalam analisis vitamin K yaitu 2,3-dihidrofilokuinon dalam pelarut etanol.Kelebihan analisis dengan menggunakan metode KCKT untuk penentuan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E dan K) yaitu metode analisis yang cepat, memiliki efisiensi dan spesifitas yang tinggi karena tidak membutuhkan pereaksi yang banyak serta langkah kerja yang terlalu rumit dibandingkan dengan penggunaan metode lain seperti spektrofotometrik dan fluorometrik yang memiliki efisiensi dan spesifitas rendah
DAFTAR PUSTAKA
Sudjadi, Abdul Rohman. 2008. Analisis Kuantitatif Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Mutschler Ernst. 2005.Dinamika Obat. Bandung : ITB Bandung
Nogrady Thomas.1992 . Kimia Medisinal: Pendekatan Secara Biokimia. Bandung : ITB
Tjay Tan Hoan, Kirana Rahardja. 2013. Obat-Obat Penting. Jakarta : Elex Media Komputindo
Rusdiana. 2004. Vitamin. Sumatera Utara : Fakultas Kedokteran Sumatera Utara