Post on 12-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap menit terdapat sekitar 4-6 orang meninggal didunia karena serangan jantung
yang datang terjadi mendadak dan terlambat untuk ditangani. Di Amerika penyakit jantung
merupakan pembunuh nomor satu. Setiap tahun hampir 330.000 warga Amerika meninggal
karena penyakit jantung. Setengahnya meninggal secara mendadak, karena mengalami henti
jantung atau cardiac arrest1,2
Untuk jumlah prevalensi penderita henti jantung di Indonesia tiap tahunnya belum
diadapatkan data yang jelas, namun diperkirakan sekitar 10 ribu warga, yang berarti 30 orang
per hari. Kejadian terbanyak dialami oleh penderita jantung koroner. 1,2
Henti jantung merupakan suatu keadaan dimana jantung berhenti bekerja sehingga
mengakibatkan terjadinya kegagalan pompa jantung dan sikulasi darah ke seluruh tubuh.
Henti jantung merupakan suatu kegawat daruratan yang membutuhkan penanganan segera
agar tidak berlanjut menjadi kematian biologis.
Henti jantung dapat disebabkan oleh banyak hal diantaranya karena kelainan pada
jantung itu sendiri seperti penyakit jantung koroner, ventrikel fibrilasi, kelainan vascular,
trauma dada dan penyebab lainnya. Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah
henti nafas, umumnya walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung dan
pembuluh darah masih dapat berlangsung terus sampai 30 menit. 1,2
Dari semua kejadian serangan jantung, 80% serangan jantung terjadi di
rumah, sehingga setiap orang seharusnya dapat melakukan resusitasi jantung paru
(RJP) atau
cardiopulmonary resuscitation untuk dapat memberikan pertolongan hidup dasar.
Menurut American Heart Association bahwa rantai kehidupan mempunyai
hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, karena bagi penderita yang
terkena serangan jantung, dengan diberikan RJP segera maka akan mempunyai
kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup kembali. Namun pada beberapa keadaan
tindakan resusitasi tidak efektif antara lain pada keadaan henti jantung yang telah
berlangsung lebih dari 5 menit karena telah terjadi kerusakan otak yang permanen. 1,2
Oleh karena itu penanganan awal yang cepat dan tepat akan memberikan pertolongan
yang berarti bagi pasien.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi jantung
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh
organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan
kiri. Jantung memiliki bentuk jantung cenderung berkerucut tumpul. Ukuran jantung kira-kira
panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200
sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan pemiliknya. Setiap harinya
jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon
darah atau setara dengan 7.571 liter darah.1
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu
pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus, terlindungi
oleh tulang rusuk. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III
dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars
cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum tepi kiri cranial jantung berada
pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal
berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.1
Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara lapisan
fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar
2
Gambar 1. Anatomi rongga dada
tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar
dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan
yang paling tebal. Miokardium merupakan lapisan otot jantung yang berperan penting dalam
memompa darah melalui pembuluh arteri. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium.1
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya
adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal
dengan bilik. Keempat rongga tersebut terbagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian kanan dan kiri
yang dipisahkan oleh dinding otot yang dikenal dengan istilah septum. Sesuai dengan
etimologis, jantung pada dunia medis memiliki istilah cardio yang berasal dari bahasa latin
cor. 1
Dimana cor dalam bahasa latin memiliki arti : sebuah rongga. Sebagaimana bentuk
dari jantung yang memiliki rongga berotot yang memompa darah lewat pembuluh darah
dalam kontraksi berirama yang berulang dan berkonsistensi. Pun, dalam kedokteran istilah
cardiac memiliki makna segala sesuatu yang berhubungan dengan jantung. Dalam bahasa
Yunani, cardia sendiri digunakan untuk istilah jantung.1
2.1.1 Perikardium
Perikardium merupakan semancam kantung dengan 2 lapisan yang mengelilingi
jantung. Lapisan serosa yang dalam (perikardium viseralis) menempel ke bagian luar dinding
jantung dipisahkan dari pericard parietalis oleh lapisan tipis cairan pericardium.1
3
Gambar 2. Anatomi jantung
2.1.2 Katup Jantung
Ada 4 tipe katup jantung yang mengatur aliran darah dalam jantung, yaitu:
Katup trikuspid: mengatur aliran darah antara atrium kanan dan ventrikel kanan
Katup pulmonalis mengontrol aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis,
yang membawa darah ke paru untuk mengambil oksigen
Katup mitral membiarkan darah kaya oksigen dari paru yang masuk ke atrium kiri
untuk menuju ventrikel kiri
Katup aorta memberikan jalan bagi darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri ke
aorta, arteri terbesar tubuh yang nantinya akan dikirim ke seluruh tubuh Katup
trikuspid dan katup mitral dihubungkan oleh chorda tendinae ke papillary muscle. Hal
ini mencegah regurgutasi saat ventikel kontraksi.1
2.1.3 Sistem Konduksi
Impuls elektris dari otot jantung (myocardium) menyebabkan jantung berkontraksi.
Sinyal elektrik ini dimulai di nodus SA, lokasinya pada puncak atrium kanan. Nodus SA
sering disebut ‘pacu jantung alami’. Katika impuls elektris dilepaskan dari pacu jantung
alami, antrium berkontraksi. Sinyal kemudian diteruskan ke nodus AV. Nodus AV kemudian
mengirimkan sinyal ke serat-serat otot ventrikel, menyebabkan kontraksi ventrikel. Nodus SA
mengirimkan impuls elektrik dengan laju tertentu, tapi frekuensi detak jantung masih dapat
berubah tergantung pada kebutuhan fisik, stress atau faktor hormonal.1
4
Gambar 3 Sistem konduksi jantung
2.2 Definisi
Henti Jantung adalah suatu keadaan dimana jantung berhenti sehingga tidak dapat
memompakan darah ke seluruh tubuh. Henti jantung primer ialah ketidak sanggupan curah
jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak
dan dapat balik normal, kalau dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan
kematian atau kerusakan otak. Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau penyakit
kronis tentu tidak termasuk henti jantung.2
2.3 Patofisiologi
Pemeliharaan metabolisme jaringan normal pada prinsipnya terutama bergantung
pada pengiriman oksigen yang adekuat sesuai dengan fungsi sirkulasi. Kegagalan pengiriman
cepat menghasilkan beberapa perubahan yaitu :
2.3.1 Hipoksia
Setelah periode singkat henti jantung, PaO2 turun secara dramatis akan tetapi oksigen
terus diperlukan untuk dikonsumsi. Selain itu, akumulasi progresif karbon dioksida
menggeser kurva disosiasi hemoglobin-oksigen ke kanan. Hal ini pada awalnya
meningkatkan transfer oksigen ke jaringan tapi tanpa terjadi proses pengiriman sehingga
terjadi hipoksia jaringan yang lebih lanjut. Di otak, PaO2 turun dari 13 kPa menjadi 2,5 kPa
dalam waktu 15 detik dan kesadaran hilang, setelah satu menit, PaO2 akan telah jatuh ke
angka nol.2
2.3.2 Asidosis
Otak dan jantung memiliki tingkat yang relatif tinggi konsumsi oksigen (4mls/min
dan 23mls/min masing-masing) dan pengiriman O2 kepada mereka akan jatuh di bawah
tingkat kritis selama serangan jantung/henti jantung. Dalam kasus fibrilasi ventrikel,
metabolisme miokard berlanjut pada tingkat normal namun metabolism oksigen
menghasilkan zat lemas dan pasokan energi fosfat yang tinggi. Asidosis kemudian muncul
sebagai hasil dari metabolisme anaerob meningkat dan akumulasi karbon dioksida di
jaringan.2
Tingkat asidosis berkembang di otak, bahkan dengan dukungan bantuan dasar, akan
mengancam kelangsungan hidup jaringan dalam waktu 5 - 6 menit. Selain itu, di jantung,
bahkan setelah pemulihan irama perfusi, meminimalkan kontraktilitas asidosis, masih
mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadinya aritmia.2
Setelah jantung mendapat respon yang berat, katekolamin dilepaskan dalam jumlah
besar, bersama-sama dengan kortikosteroid adrenal, hormon anti-diuretik dan tanggapan
5
hormon lainnya. Efek merugikan yang mungkin timbul dari perubahan ini termasuk
hiperglikemia, hipokalemia, tingkat laktat meningkat dan kecenderungan aritmia lebih
lanjut.2
2.4 Penyebab henti jantung
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa
denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh
disosiasi elektromekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit
ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung.2
Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung menghilang. Henti
jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis femoralis, radialis) disertai
kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu),
dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.2
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb),
saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu
normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat
membuat jantung berdenyut kembali.3
Henti jantung kebanyakan dialami oleh orang yang telah mempunyai penyakit jantung
sebelumnya. Diantaranya pada kelainan:
2.4.1 Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak pada
dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), proses aterosklerosis, lama
kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jarin rangan ikat, perkapuran,
pembekuan darah, yang kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah
tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami kekurangan
aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius, dari angina
pectoris (nyeri dada) sampai infark miokard, yang dalam masyarakat di kenal dengan
serangan jantung yang dapat menyebabkan kematian mendadak.2
2.4.2 Kelainan vaskular
Terjadi penyempitan pembuluh darah, jantung berusaha untuk memberikan suplai
yang cukup pada tubuh, sehingga bekerja lebih keras namun aliran balik yang dihasilkan
hanya sedikit sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada sel otot jantung. Kemudian pada
6
serangan jantung (MCI) pembuluh darah koroner jantung terhambat oleh penyumbatan,
sehingga sangat mungkin terjadinya fibrilasi ventrikel dan berujung pada henti jantung.3
2.4.3 Penyakit jantung non iskemik 3
2.4.3.1 Gagal Jantung Kongesti
Pada penyakit jantung kongesti permasalahannya terdapat pada katup jantung, seperti
aorta stenosis juga dapat meningkatkan resiko henti jantung tiba-tiba.
2.4.3.2 Kardiomiopati
Merupakan penyakit jantung dimana otot jantung tidak berkontraksi, paling sering
diakibatkan oleh iskemik, dimana bagian dari otot jantung tidak mendapatkan suplai darah
yang cukup untuk jangka waktu lama dan tidak lagi dapat memompa darah secara efisien.
Orang-orang yang ejeksi fraksi (jumlah darah yang dipompa keluar dari jantung dengan
setiap denyut jantung) kurang dari 30% berada pada risiko lebih besar untuk kematian
mendadak (fraksi ejeksi normal adalah di atas 50%). Pada beberapa orang, cardiomyopathy
mungkin berkembang tanpa adanya penyakit jantung iskemik.
2.4.3.3 Kelainan pada sistim konduksi jantung
Henti jantung kebanyakan merupakan kelanjutan dari sinus aritmia jantung .Aritmia
jantung merupakan suatau kerusakan pada system konduksi listrik akibat suatu penyakit atau
ganggguan tertentu sperti serangan jantung. Aritmia jantung yang cepat menyebabkan henti
jantung diantaranya ventikel takikardi, ventrikel fibrilasi, bradikardi, heart block selain itu
long QT syndrome juga dapat berakir dengan henti jantung.
2.4.3.4 Inflamasi Otot Jantung
Inflamasi pada otot jantung yang dikenal dengan miokarditis juga dapat
mennyebabkan kekacauan pada ritme jantung. Penyakit-penyakit seperti sarcoidosis,
amiloidosis,dan infeksi dapat menyebabkan inflamasi pada otot jantung.
2.4.4 Kelainan kongenital
Beberapa orang lahir dengan system konduksi listrik jantung yang lemah , dimana
memiliki resiko tinggi untuk mengalami kerusakan pada regularisasi listrik pada jantungnya.
Seperti pada Wolff-Parkinson-White syndrome dan ada juga yang mengalami gangguan pada
struktur nya seperti yang didapatkan pada Marfan syndrome.
7
2.4.5 Faktor lain
Banyak hal lain yang dapat menyebabkan henti jantung, seperti :
Pulmonary emboli, emboli yang berasal dari perifer dapat mengikuti sirkulasi sentral,
Faktor risiko pada kelainan pembekuan darah termasuk pembedahan
Imobilisasi yang lama (misalnya, rumah sakit, naik mobil panjang atau perjalanan
pesawat )
Trauma, atau penyakit tertentu seperti kanker
Trauma tumpul dada, seperti pada kecelakaan kendaraan bermotor, dapat mengakibatkan
fibrilasi ventrikel dan akhirnya menyebabkan henti jantung, cacat jantung bawaan,
tenggelam, tersengat listrik, henti napas, tersedak. Sedangkan resiko untuk terjadinya henti
jantung yaitu pada orang-orang dengan penyakit jantung koroner, cacat jantung bawaan,
ketidak seimbangan elektrolit, merokok, diabetes, penguna narkoba seperti kokain dan
methamphetamine.
2.5 Diagnosa
Serangan jantung biasanya didiagnosa secara klinis dengan tidak adanya pulsasi
terutama pada arteri karotis . Dalam kebanyakan kasus pulsasi karotis adalah standar untuk
mendiagnosis serangan jantung, tetapi kurangnya pulsasi (khususnya di pulsasi perifer)
mungkin diakibatkan oleh kondisi lain (misalnya shock).3
2.6 Penatalaksanaan
Ketika mendekati seorang pasien yang tampaknya telah mengalami serangan jantung
penyelamat harus memeriksa bahwa tidak ada bahaya untuk dirinya sendiri sebelum
melanjutkan untuk merawat pasien. Meskipun hal ini jarang muncul di rumah sakit, pasien
mungkin menderita serangan jantung akibat guncangan listrik atau zat beracun. Dalam situasi
penyelamat mungkin dalam bahaya yang cukup besar, dan harus memastikan bahwa bahaya
apapun diambil rekening dan dieliminasi sebagai risiko.4
2.6.1 Resusitasi
8
Basic Life Support (BLS) membebaskan jalan napas, diikuti dengan ventilasi bantuan dan
ketersediaan dari sirkulasi. Semua tanpa bantuan peralatan khusus. Tujuan utama resusitasi
adalah untuk mengembalikan denyut jantung dan mengembalikan fungsi sirkulasi.
Memberikan bantuan dasar untuk mempertahankan hidup. Umumnya pasien yang
memerlukan resusitasi jantung paru ditemukan dalam tiga keaadaan yaitu :
1. Tanpa denyutan nadi tapi masih ada pernapasan
2. Adanya denyut nadi tapi tanpa pernapasan
3. Tanpa denyut nadi dan pernapasan
Cardiopulmonary resuscitation (CPR) / Resusitasi Jantung Paru adalah prosedur darurat
yang dilakukan dalam upaya untuk mengembalikan hidup seseorang dalam serangan jantung.
Hal ini ditujukan pada orang-orang yang responsif tanpa bernapas atau terengah-engah
saja. Ini dapat dicoba baik di dalam maupun di luar rumah sakit. CPR melibatkan penekanan
dada pada tingkat minimal 100 per menit dalam upaya untuk menciptakan sirkulasi buatan
secara manual memompa darah melalui jantung. Selain itu penyelamat bisa memberikan
napas oleh salah satu dengan menghembuskan napas ke dalam mulut mereka atau
menggunakan perangkat yang mendorong udara ke dalam paru-paru. Proses menyediakan
ventilasi eksternal disebut pernafasan buatan. Rekomendasi saat ini menekankan pada
penekanan dada kualitas tinggi di atas pernafasan buatan dan metode yang melibatkan
penekanan dada hanya direkomendasikan untuk penyelamat terlatih.4
CPR sendiri tidak mungkin untuk me-restart jantung. Tujuan utamanya adalah untuk
memulihkan aliran darah parsial oksigen ke otak dan jantung. Ini dapat menunda kematian
jaringan dan memperluas jendela singkat kesempatan untuk resusitasi sukses tanpa kerusakan
otak permanen. Suatu administrasi dari sengatan listrik ke jantung, disebut defibrilasi,
biasanya diperlukan untuk mengembalikan "perfusi" layak atau irama jantung. Defibrilasi
hanya efektif untuk irama jantung tertentu, yaitu fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel
pulseless, daripada aktivitas listrik asystolic atau pulseless. Namun CPR dapat menyebabkan
kejutan irama. CPR umumnya terus dilakukan sampai orang tersebut mendapatkan kembali
kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous circulation (ROSC)) atau dinyatakan
mati4.
9
Fase Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Resusitasi jantung paru otak dibagi menjadi 3 fase diantaranya4 :
Fase 1
Pertolongan hidup dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur pertolongan darurat mengatasi
obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung,dan bagaimana melakukan RJP
secara benar. Terdiri dari :
A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka
B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.
C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru.
Fase 2
Pertolongan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu tunjangan hidup dasar
ditambah dengan :
D (drugs) pemberian obat-obatan termasuk cairan.
E (EKG) diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai defib, untuk
mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular complex.
F (fibrillation treatment): tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.
Fase 3
ROSC (Return os Spontaneous circulation).
G (Gauge) Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus
menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
H (Head) tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari
kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah
terjadinya kelainan neurologic yang permanen.
H (Hipotermi) Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat
yaitu pada suhu antara 30° — 32°C.
10
H (Humanization) Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang
mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan
perikemanusiaan.
I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi :
trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran
pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang4.
Gambar 4. Posisi kompresi jantung
2.6.3
Resusitasi Jantung Paru Tahun 2010
The 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC berdasarkan kajian literatur resusitasi
terbaru dan komprehensif yang pernah diterbitkan, 2010 ILCOR International Consensus on
CPR and ECC Science With Treatment Recommendations. proses evaluasi bukti tahun 2010
meliputi 356 ahli resusitasi dari 29 negara yang mengkaji, menganalisis, mengevaluasi,
11
memperdebatkan, dan mendiskusikan penelitian dan hipotesis melalui rapat orang -dalam,
telekonferensi, dan sesi online ("webinar") selama periode 36 bulan sebelum 2010 Consensus
Conference.5
Rekomendasi di Pedoman 2010 mengkonfirmasi keamanan dan efektivitas dari banyak
pendekatan, mengakui ketidakefektifan yang lainnya, dan memperkenalkan perawatan baru
berbasis evaluasi bukti intensif dan konsensus para ahli. Rekomendasi baru ini tidak berarti
bahwa pelayanan yang menggunakan pedoman yang lalu menjadi tidak aman atau tidak
efektif. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa mereka tidak akan berlaku untuk semua
penyelamat dan semua korban di semua situasi. Pemimpin suatu upaya resusitasi mungkin
perlu untuk menyesuaikan penerapan rekomendasi ini dengan keadaan yang unik.5
Ada banyak perkembangan dalam resusitasi ilmu pengetahuan sejak tahun 2005, dan
beberapa yang penting di bawah ini.
2.7 Sistem Pelayanan Medis Emergensi dan Kualitas CPR
Pelayanan medis darurat (Emergency Medical Services (EMS)) dan penyedia
pelayanan kesehatan harus mengidentifikasi dan memperkuat "bagian lemah" dalam Chain of
Survival. Ada bukti dari variasi regional yang cukup besar dalam insiden yang dilaporkan
dan hasil dari cardiac arrest di Amerikka Serikat.5
Bukti ini mendukung pentingnya mengidentifikasi secara peluang akurat setiap
kejadian serangan jantung yang ditangani dan hasil pengukuran dan menunjukkan tambahan
untuk meningkatkan tingkat keselamatan di banyak komunitas. Penelitian terbaru telah
menunjukkan perbaikan hasil dari cardiac arrest di luar rumah sakit, khususnya dari
gangguan irama jantung, dan telah menegaskan kembali pentingnya penekanan yang lebih
kuat pada tingkat yang memadai dan kedalaman dari kompresi, yang memungkinkan rekoil
komplit dada pada setiap kompresi, meminimalkan interupsi dalam penekanan dan
menghindari ventilasi berlebihan.5
12
Perubahan Dari "A C-B-" menjadi "C B-A-"
Gambar 7 Perubahan basic life support guidelines
Perkembangan terbaru 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC adalah perubahan
Basic Life Support (BLS) dalam urutan langkah dari "ABC" (Airway, Breathing, Dada
kompresi) menjadi "CAB" (Chest compression, Airway, Breathing) untuk orang dewasa dan
pasien pediatrik (anak-anak dan bayi, termasuk yang baru lahir). Meskipun para ahli setuju
bahwa penting untuk mengurangi waktu untuk kompresi dada pertama, mereka sadar bahwa
perubahan dalam sesuatu yang didirikan sebagai urutan ABC memerlukan pendidikan ulang
pada setiap orang yang pernah belajar CPR. The 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC
merekomendasikan iperubahan ini untuk alasan berikut: 6
Sebagian besar serangan jantung terjadi pada orang dewasa, dan tingkat
kelangsungan hidup tertinggi dari serangan jantung dilaporkan antara pasien dari
13
segala usia dengan serangan yang diketahui dan gangguan irama VF atau
tachycardia ventrikular pulseless (VT). Dalam pasien ini elemen awal kritis CPR
adalah penekanan dada dan defibrillation awal.
Dalam urutan ABC kompresi dada sering tertunda sementara responden membuka
jalan napas untuk memberikan nafas mulut ke mulut atau menyingkirkan perangkat
penghalang atau alat ventilasi lainnya. Dengan mengubah urutan ke CAB,
penekanan dada akan dimulai lebih cepat dan ventilasi hanya sedikit ditunda
sampai penyelesaian pertama siklus penekanan dada (30 kompresi harus dicapai
dalam sekitar 18 detik).
Kurang dari 50% dari orang dengan serangan jantung merupakan pengamat CPR.
Mungkin ada banyak alasan untuk ini, tapi satu halangan mungkin urutan ABC,
yang dimulai dengan prosedur yang bagi penyelamat merupakan yang paling sulit:
pembukaan jalan napas dan memberikan napas penyelamatan. Dimulai dengan
dada penekanan mungkin memastikan bahwa lebih banyak korban menerima CPR
dan bahwa penyelamat yang tidak mampu atau tidak mau memberikan ventilasi
setidaknya akan melakukan penekanan dada.
Hal yang wajar bagi penyedia layanan kesehatan untuk menyesuaikan urutan
tindakan penyelamatan untuk penyebab paling mungkin dalam serangan jantung.
Misalnya, jika penyedia layanan kesehatan tunggal melihat korban tiba-tiba runtuh,
penyedia dapat berasumsi bahwa korban telah terkena serangan jantung mendadak
VF; setelah penyedia telah memverifikasi bahwa korban tidak responsif dan tidak
bernapas atau hanya terengah-engah, penyedia harus segera mengaktifkan sistem
tanggap darurat, mendapatkan dan menggunakan AED, dan memberikan CPR.
Tetapi bagi korban diduga tenggelam atau serangan yang kemungkinan asfiksia,
prioritas seharusnya dengan memberikan sekitar 5 siklus (sekitar 2 menit)
konvensional CPR (termasuk bantuan pernapasan) sebelum mengaktifkan sistem
tanggap darurat. Selain itu, pada baru bayi lahir, serangan lebih mungkin
merupakan searngan dengan etiologi pernafasan, dan resusitasi harus dicoba
dengan urutan ABC kecuali ada etiologi jantung yang diketahui.
Memulai penekanan dada sebelum memberikan napas penyelamatan (C-A-B
daripada A-B-C). penekanan dada dapat dimulai segera, sedangkan posisi kepala, mencapai
segel untuk mulut ke mulut bantuan pernapasan, atau memperoleh atau merakit perangkat
masker tas untuk napas bantuan, semua membutuhkan waktu. Dimulai dengan CPR dengan
14
30 kompresi dengan 2 ventilasi yang menyebabkan penundaan yang lebih pendek untuk
kompresi pertama.6
2.8 DEFIBRILASI
Mayoritas henti jantung melibatkan fibrilasi ventrikel yang dapat dikembalikan
dengan defibrilasi listrik. Kemungkinan berhasil defibrilasi menurun seiring dengan durasi
henti jantung (kira-kira 2-7 % per menit dari henti jantung), Meskipun dengan tindakan BLS
dapat meperlambat kerusakan tersebut.6
Defibrilasi memberikan arus listrik melalui jantung secara simultan dan bersamaan
dengan terjadinya depolarisasi pada miokardium yang tengah kritis dan memulai kembali
koordinasi masa refrakter absolute. Ini menghasilkan suatu periode dimana potensial aksi lain
tidak dapat dipicu, jika berhasil akan menghentikan aktifitas listrik yang kacau saat fibrilasi
ventrikel berlangsung. Sel pacu jantung (SA node) mempunyai kesempatan untuk
membangun kembali sinus ritme untuk menciptakan depolarisasi spontan.6
Semua defibrillators terdiri dari sumber listrik, selektor energi, AC / DC converter,
sebuah kapasitor dan satu set pedal elektroda (Gambar 5). Mesin modern memungkinkan
pemantauan EKG yang melekat pada mesin. Output daya dinyatakan dalam energi yang
disampaikan (dalam Joule), energi disampaikan ke dinding dada.6
Gambar 8. Defibrilator
Hanya relatif kecil proporsi energi dikirimkan ke jantung dan variasi impedansi
transthoracic (perlawanan terhadap aliran arus yang disebabkan oleh jaringan dada) akan
terjadi. Kebutuhan energi untuk defibrilasi (ambang defibrilasi) akan cenderung meningkat
dengan durasi penangkapan. tingkat energi empiris dari 200 Joule (J) untuk guncangan
pertama dua dan selanjutnya 360J telah diputuskan untuk resusitasi dewasa. guncangan DC
harus disampaikan dengan posisi yang benar dan kontak yang baik dengan menggunakan
bantalan konduktif atau media penghubung.
15
Meskipun polaritasnya tidak begitu penting namun penempatan DC shock harus benar
diletakkan yaitu pada sternum dan apex. DC shock yang diletakkan pada sternum pada
sebelah kanan dinding anterior dibawah clavicula dan yang yang satunya lagi persis terletak
pada posisi apex jantung. (lihat gambar 6 ) hati-hati pada wanita, karena mempunyai jaringan
payudara.
Dalam beberapa tahun terakhir, semi dan sepenuhnya defibrillator otomatis telah
dikembangkan. Bila tersambung ke pasien ini mampu menafsirkan irama jantung dan
memberikan kejutan bila diperlukan. Beberapa juga mampu mengukur impedansi
transthoracic pasien dan berusaha untuk menyesuaikan pengiriman energi untuk aliran arus
yang dibutuhkan. Generasi terbaru sangat mesin menggunakan tri-phasic energi gelombang
bentuk-dan bi untuk mencapai defibrilasi sukses pada tingkat energi yang lebih rendah.6
Terlepas dari jenis defibrillator yang tersedia, adalah penting bahwa staf
menggunakannya akrab dengan operasinya, dan dilatih secara teratur dalam penggunaannya.
16
Gambar 9. Algoritme penatalaksanaan cardiac arrest
2.9 TERAPI OBAT
Meskipun defibrilator tetap merupakan tindakan utama, sejumlah obat antiarrhythmic
mungkindapat memberikan hasil yang berguna. Obat-obat tersebut dapat digunakan untuk
mengobati aritmia, aritmia yang mengancam jiwa, untuk menurunkan ambang batas untuk
defibrilasi sukses atau sebagai profilaksis terhadap gangguan ritme yang lebih lanjut.7
17
Setiap agen memiliki indikasi khusus, namun kebanyakan berupa inotropic negatif -
jelas tidak diinginkan dalam tindakan resusitasi. Lignocaine, bretylium, amiodarone dan
magnesium adalah agen yang paling sering digunakan. Terdapat kurangnya bukti berbasis
manusia mengenai efektivitas obat-obat tersebut, mencerminkan kesulitan dalam melakukan
studi klinis yang berarti dalam tindakan resusitasi.7
Lignocaine / Lidocain
Lidocaine memiliki sifat antiarrhythmic berasal dari blokade sodium channel,
sehingga terjadi stabilisasi membran. Pacemaker jantung dari SA node ditekan dan konduksi
dalam otot ventrikel dihambat. Ada sedikit efek pada node (AV) atrio-ventrikular dan depresi
miokard dan efek pro-arrhythmic sangat minim.7
Lignocaine berkhasiat untuk pengobatan ventrikel takikardia. Kemampuan lignocaine
untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan defibrilasi VF persisten masi belum
diketahui, Lignocaine juga digunakan untuk mengobati haemodynamically VT yang stabil.
Dosis lignocaine untuk fibrilasi ventrikel adalah 100mg iv dan untuk takikardia
ventrikular haemodynamical yang stabil adalah 1 mg / kg iv - diulang sekali jika perlu - dan
diikuti oleh infus intravena 4mg/min selama 30 menit, 2 mg / menit selama 2 jam dan
kemudian 1mg/minute.
Amiodarone
Menghasilkan blokade saluran kalium dengan beberapa hambatan Depolarisasi
saluran natrium termediasi, terjadi perpanjangan potensial aksi miokard dan tingka blokadet
ß. Ini menghasilkan antifibrillatory dan menurunkan ambang defibrilasi dengan efek minimal
pada kontraktilitas miokard.
Penggunaan rutin dasarnya selama henti jantung belum dibuktikan dan umumnya
dicadangkan untuk pengobatan lini kedua dari peri-arrest tachyarrhythmias. Amiodarone
sebaiknya dikelola secara terpusat dan perlahan-lahan. Biasanya dosis muatan 300mg
diberikan lebih dari satu jam diikuti dengan infus 900mg dalam 1000ml glukosa 5% selama
24 jam berikut. Dalam situasi mendesak, dosis 300mg pertama dapat diberikan selama 5-15
menit secara perifer dan diikuti dengan 300mg lebih dari satu jam.7
18
Atropin
Suntikan atropin digunakan dalam pengobatan bradycardia (tingkat rendah hati yang
sangat), ada detak jantung dan aktivitas listrik pulseless (PEA) dalam serangan jantung . Ini
bekerja karena aksi utama dari saraf vagus sistem parasimpatis pada jantung adalah dengan
menurunkan detak jantung. Namun, dalam panduan terbaru yang dirilis oleh asosiasi
American Heart, atropin tidak lagi secara rutin diindikasikan sebagai modalitas pengobatan
primer di ada detak jantung dan PEA. Atropin blok tindakan dan, karenanya, dapat
mempercepat denyut jantung. Dosis yang biasa atropin dalam penangkapan bradyasystolic
adalah 0,5 hingga 1 mg IV push setiap tiga sampai lima menit, sampai dosis maksimum 0,04
mg / kg. Untuk bradikardi gejala, dosis biasa adalah 0,5-1,0 mg IV push, dapat mengulang
setiap 3 sampai 5 menit sampai dosis maksimum 3,0 mg.7
Epinefrin
Adrenalin digunakan sebagai obat untuk mengobati serangan jantung dan disritmia
jantung mengakibatkan berkurang atau tidak ada curah jantung tindakan adalah untuk
meningkatkan daya tahan perifer melalui α- reseptor tergantung vasokonstriksi dan
meningkatkan cardiac output melalui mengikat untuk β- reseptor.
19
BAB III
KESIMPULAN
Henti Jantung adalah suatu keadaan dimana jantung berhenti sehingga tidak dapat
memompakan darah ke seluruh tubuh. Henti jantung primer ialah ketidaksanggupan curah
jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa
denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh
disosiasi elektromekanik (+5%)
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb),
saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu
normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun setelah itu dapat
membuat jantung berdenyut kembali.
Penatalaksanaan dari henti jantung (cardiac arrest) ini adalah resusitasi jantung paru
dimana tujuan utama resusitasi adalah untuk mengembalikan denyut jantung dan
mengembalikan fungsi sirkulasi serta memberikan bantuan dasar untuk mempertahankan
hidup pasien dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
Tindakan resusitasi ini meliputi pertolongan hidup dasar menurut AHA 2010
Guidelines yang terdiri dari tiga komponen yakni Chest compression, Airway and Breathing.
20
Borang portofolio kasus emergency
No. ID dan Nama Peserta dr. Luki Ertandri
No. ID dan Nama Wahana RSUD Solok
Topik Cardiac Arrest
Tanggal (kasus) 14 Juni 2015
Nama Pasien Ny. N No. RM
Tanggal Presentasi Agustus 2015 Preseptor dr. Evi Sp.PD
Tempat Presentasi Ruang Komite Medik RSUD Solok
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus□
Bayi
□
Anak□ Remaja □ Dewasa
□ Lansia□ Bumil
□ DeskripsiPasien wanita, usia 82 tahun, datang dengan penurunan
kesadaran sejak 2 jam yang lalu
□ Tujan Memahami diagnosis dan tatalaksana awal cardiac arrest
Bahan Bahasan □Tinjauan
Pustaka□ Riset
□ Kasus□ Audit
Cara Membahas□ Diskusi
□ Presentasi dan
Diskusi□ E-mail □ Pos
Data Pasien Nama : Ny. N No. Registrasi :
Nama RS : RSUD Solok Telp : Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : cardiac arrest
2. Riwayat Pengobatan : pasien tidak teratur minum obat hipertensi
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : Pasien menderita hipertensi (+), diabetes melitus (-)
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini
5. Riwayat Pekerjaan : Ibu RT
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tinggal bersama anak, rumah permanen
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Snell, Anatomi jantung dalam Buku ajar anatomi klinik. 2006. Jakarta : EGC
2. Advanced Trauma life support (ATLS)
3. Birt D, Thomas BG, Wilson L Resuscitation for cardiac arrest. Diambil dari URL :
http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u10/u1006_01.htm
4. Cayley, JR., M.D.,M.DIV,William E. Practice Guidelines :2005 AHA guidelines for CPR
and emergency cardiac care diambil dari http://www.aafp.org/afp/2006/0501/p1644.html
5. American Heart association, Guidelines for CPR and ECC Comparison Chart of Key
Changes. 2010 Diambil dari URL: http://www.scribd.com/doc/39645526/AHA-Guidelines-
for-CPR-and-ECC-Comparison-Chart-of-Key-Changes-2010
6. Morisson, Cardiac arrest survival act. 2000 : The Senate and House of Representative of
United States of America in Congres Assembled. Narva Enterprises.
7. Isselbacher JK, dkk. Harisson, Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. EGC. Jakarta. 1999.
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis cardiac arrest
2. Tatalaksana awal pasien dengan cardiac arrest
3. Prosedur monitor dan evaluasi pasien cardiac arrest
4. Edukasi dan Rehabilitasi pasien cardiac arrest
Rangkuman hasil portofolio
1. Subjektif :
Primary survey : 00.15 WIB
o Penurunan kesadaran sejak 2 jam yang lalu
Respone (-)
Aktivasi system emergency respone
Cek ateri karotis (-)
Mulai CPR, dua penolong
Pasang monitor, pulse oxymetri, jalur intravena
CPR siklus kedua, nafas spontan (+), ROSC
GCS 7 E1, M4, V2
Saturasi 90%,
22
HR 113 x/menit
RR spontan 24x/menit
TD 90/70 mmHg
Diberikan sungkup O2 10 L/menit
IVFD RL tetesan cepat awasi TTV, sistole diatas 100 mmHg
Pasang catheter, balance cairan
00.30 WIB
GCS 8
Saturasi 98%,
HR 98 x/menit
RR spontan 24x/menit
TD 110/70 mmHg
Secondary survey :
o Penurunan kesadaran sejak 2 jam yang lalu, awalnya pasien sedang di kamar
mandi tiba-tiba pasien terjatuh dan tidak sadarkan diri.
o Tampak anggota gerak kiri lemah dari pada kanan.
o Sebelumnya pasien mengeluhkan sakit kepala (+).
o Mual tidak ada, muntah tiba-tiba tidak ada.
o Kejang tidak ada
o Keluhan nyeri dada tidak ada
o Keluhan sesak tidak ada
o Nafsu makan menurun 3 minggu ini, minum ada
o BAB BAK biasa
o Riwayat hipertensi (+) diketahui 10 tahun terakhir, kontrol tidak teratur.
Riwayat DM disangkal, Riwayat stroke sebelumnya tidak ada.
o Riwayat kepala terbentur tidak ada
o Riwayat keluarga sakit stroke tidak ada
o Riwayat pengobatan tidak kontrol teratur
o Riwayat kebiasaan merokok (-)
1. Objektif :
23
a. Vital sign
KU : lemah
Kesadaran : respone (-), GCS 8
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 98 x/menit
Frekuensi nafas: 26 x /menit
Suhu : 36,7 0C
sianosis(-), pucat (-), ikterik(-)
b. Pemeriksaan sistemik
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam putih
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter
4 mm/4 mm, refleks cahaya +/+ menurun
Telinga: Kelainan bawaan (-), sekret (-), serumen (-), nyeri tekan (-), bengkak
daerah mastoid (-)
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Mulut : Mukosa mulut normal
Tenggorok : Tonsil T1 – T1 tidak hiperemis
Faring : tidak hiperemis
Leher : Kaku kuduk (-)
JVP 5-2 cmH2O
Kelenjer tiroid tidak membesar
Thoraks
Paru : Inspeksi : normochest
Palpasi : fremitus kiri=kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung : Inspeksi : iktus tidak terlihat
Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama tidak teratur, M1>M2, A2<P2, bising tidak ada
Abdomen
24
Inspeksi : tidak membuncit
Palpasi : distensi (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : tidak ada kelainan
Alat kelamin : tidak diperiksa
Ekstremitas : Akral dingin, refilling kapiler normal, sianosis (-), refleks fisiologis
+/+, refleks patologis babinski +,
Motorik: lateralisasi ke kiri
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap :
Hb : 14,1 gr/dl
Leukosi : 12.380/mm3
Ht : 41,6 gr%
Trombosit : 225.000/mm3
GDR : 144 mg/dl
Ur/Kr : 235,8/ 3,21 mg/dl
Na/ K : 129/4,98
EKG: Sinus takhikardi
2. Assesment (penalaran klinis) :
Telah dilaporkan kasus seorang pasien wanita usia 82 tahun dengan diagnosis kerja:
post cardiac arrest ROSC + syok Hipovolemik ec low intake + Stroke Hemorrhagic. Dasar
diagnosis pada pasien didapatkan penurunan kesadaran sejak 2 jam yang lalu. Dilakukan
primary survey didapatkan respone tidak ada, aktivasi medical emergency, cek arteri karotis,
tidak ada, mulai CPR. Dilakukan 2 siklus, pasien nafas spontan, protap ROSC, monitoring
evaluasi. Dilakukan secondary survey didapatkan penurunan kesadaran sejak 2 jam yang lalu,
tiba-tiba saat ke kamar mandi, tampak anggota gerak kiri lebih lemah dari pada kanan,
riwayat nyeri kepala ada. Riwayat hipertensi tidak terkontrol, nafsu makan menurun 3
minggu ini. KU lemah, GCS 8 TD 110/ 70 mmHg, nadi 98 x/menit, akral dingin, CRT
normal, pemeriksaan reflex cahaya +/+ menurun, reflek patologis babinski +, pemeriksaan
25
motorik kesan lateralisasi ke kiri. Dari pemeriksaan EKG didapatkan kesan sinus tachicardi.
Dilakukan penatalaksaan awal upaya peningkatan kualitas hidup, pencegahan
mortalitas. Masalah yang ditemukan adalah pasien mengalami cardiac arrest, syok
hipovolemik ec low intake, stroke hemorrhagic. Cardiac arrest di tatalaksana sesuai dengan
algoritme cardiac arrest AHA 2010. Setelah pasien nafas spontan ROSC monitoring evaluasi
IVFD RL, O2 sungkup 10 L/menit, pasang NGT, pasang Catheter. Fluid challenge dua kali,
nilai TTV, tekanan darah 110/70. Syok dilakukan fluid challenge larutan isotonic 200 cc
selama 10 menit, nilai V/S bila masih abnormal dilakukan fluid challenge 200 cc lagi.
Diberikan piracetam dan citikolin sebagai brain protector. Pada pasien juga dilakukan
koreksi natrium dengan Nacl 3%.
Pada pasien dan keluarga juga diberikan informasi kondisi pasien, informed consent
edukasi tatalaksan secara preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif untuk mengontrol
penyakit supaya tidak muncul komplikasi-komplikasimya. Mampu meningkatkan kualitas
hidup, menurunkan mortalitas.
3. Plan :
Diagnosis klinis : Cardiac Arrest
Syok hipovolemik ec low intake
Hiponatremi ec low intake
Hemiparese sinistra + parese N. VII + Stroke Hemorragic
Diagnosis banding : -
Terapi :
Pasang monitor, NRM Mask 10 L/ menit
IVFD RL 8 jam/kolf koreksi Nacl 3% 12 jam, cek Na post koreksi
Pasang NGT Alir
Pasang Cateter, balance cairan
Piracetam 3x 4 gr iv
Sitikolin 1 x 250 mg iv
Ranitidine 2x1 iv
As folat 2x1
Neurodex 1x1
Follow up
14-6-2015. Pukul 00.30
26
GCS 8
Saturasi 98 %
HR 89 x/menit
Pem fisik:
KU : lemah
Kesadaran : GCS 8
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 89 x/menit
Frekuensi nafas : 28 x /menit
Suhu : 36,5 0C
Th/
Pasang monitor, NRM Mask 10 L/ menit
IVFD RL 8 jam/kolf koreksi Nacl 3% 12 jam, cek Na post koreksi
Pasang NGT Alir
Pasang Cateter, balance cairan
Piracetam 3x 4 gr iv
Sitikolin 1 x 250 mg iv
Ranitidine 2x1 iv
As folat 2x1
Neurodex 1x1
Follow up
14-6-2015. Pukul 02.00
GCS 8
Saturasi 98 %
HR 82 x/menit
Pem fisik:
KU : lemah
Kesadaran : GCS 8
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 82 x/menit
27
Frekuensi nafas : 26 x /menit
Suhu : 36,5 0C
Th/
Pasang monitor, NRM Mask 10 L/ menit
IVFD RL 8 jam/kolf koreksi Nacl 3% 12 jam, cek Na post koreksi
Pasang NGT Alir
Pasang Cateter, balance cairan
Piracetam 3x 4 gr iv
Sitikolin 1 x 250 mg iv
Ranitidine 2x1 iv As folat 2x1
Neurodex 1x1
Os acc ICU
28