Post on 21-Oct-2015
description
1
CASE REPORT
ERITRODERMA
A. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. T
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Lampung Tengah
Pekerjaan : Buruh
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status : Belum menikah
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Bercak-bercak kemerahan dan kulit mengelupas pada seluruh tubuh.
Keluhan Tambahan :
Gatal-gatal pada seluruh tubuh
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Kulit RSAM dengan keluhan bercak-bercak
kemerahan dan kulit mengelupas pada seluruh tubuh sejak 2 minggu yang
lalu. Bercak awalnya timbul berupa bercak kemerahan yang kemudian
mengelupas. Bercak bermula pada daerah lengan yang kemudian menyebar
keseluruh tubuh dalam. Wajah membengkak dan os juga mengeluh demam.
2
Os sebelumnya pernah mengkonsumsi antibiotik (Cefadroxil) selama 2
minggu setelah menjalani operasi usus buntu. Sehari setelah obat habis, ia
mulai merasa timbul bercak kemerahan pada kedua tangannya yang
kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan kulit menjadi mengelupas.
Kemudian os berobat ke dokter di Puskesmas dan didiagnosis alergi obat
cefadroxil yang telah diminum os. Kemudian os diberi obat minum berukuran
kecil berwarna putih dan hijau, kapsul berwarna biru-putih dan tablet putih
panjang. Keluhan bengkak pada wajah berkurang, tetapi bercak kemerahan
dan kulit mengelupas masih dirasakan pasien.
Keluhannya saat itu juga disertai gatal-gatal. Rasa gatal tersebut menyebabkan
ia terus menggaruk-garuk di daerah yang gatal. Karena terus-menerus digaruk
seluruh kulitnya menjadi menebal dan mengelupas. Karena tidak ada
perubahan, sehingga pasien dirujuk dari puskesmas untuk ke berobat
Poliklinik Penyakit Kulit kelamin RSAM.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini. Penyakit kencing manis,
darah tinggi, keganasan dan lain-lain disangkal.
Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan :
Tidak ada penyakit yang sama pada keluarga ataupun lingkungan sekitar
pasien. Keluarga tidak ada yang menderita alergi.
Riwayat pengobatan :
Pasien sudah pernah berobat ke dokter di Puskesmas tetapi tidak ada
perubahan.
3
C. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda vital :
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Nadi : 82x/menit
c. RR : 22x/menit
d. Suhu : 36,5 oC
Kepala : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
KGB : Tidak ada pembesaran
Ekstremitas : Tidak ditemukan deformitas
Saraf perifer : Tidak ditemukan penebalan
D. STATUS DERMATOLOGIS/ VENEROLOGIS
Lokasi : Generalisata
Inspeksi : Tampak makula hiperpigmentasi dengan skuama dan
likenifikasi berbentuk plakat yang multipel tersebar
generalisata
E. LABORATORIUM
Tidak dilakukan
4
F. RESUME
Laki-laku, 26 thn, datang ke RS dengan keluhan bercak-bercak kemerahan dan
kulit mengelupas pada seluruh tubuh sejak 2 minggu yang lalu; bercak
awalnya timbul berupa bercak kemerahan yang kemudian mengelupas pada
daerah lengan yang kemudian menyebar keseluruh tubuh dalam; wajah
membengkak dan os juga mengeluh demam; Os sebelumnya pernah
mengkonsumsi antibiotik (Cefadroxil) selama 2 minggu; sehari setelah obat
habis, ia mulai merasa timbul bercak kemerahan pada kedua tangannya yang
kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan kulit menjadi mengelupas; os
berobat ke dokter di Puskesmas dan didiagnosis alergi obat cefadroxil yang
telah diminum os; os diberi obat minum berukuran kecil berwarna putih dan
hijau, kapsul berwarna biru-putih dan tablet putih panjang. Keluhan bengkak
pada wajah berkurang, tetapi bercak kemerahan dan kulit mengelupas masih
dirasakan pasien; keluhannya saat itu juga disertai gatal-gatal, menyebabkan ia
terus menggaruk-garuk di daerah yang gatal sehingga seluruh kulitnya
menjadi menebal dan mengelupas; karena tidak ada perubahan, sehingga
pasien dirujuk dari puskesmas untuk ke berobat Poliklinik Penyakit Kulit
kelamin RSAM; os belum pernah mengalami penyakit seperti ini; tidak ada
penyakit yang sama pada keluarga ataupun lingkungan sekitar pasien; status
generalis dalam batas normal; status dermatologis tampak macula
hiperpigmentasi dengan skuama dan likenifikasi berbentuk plakat yang
multipel tersebar generalisata.
G. DIAGNOSIS BANDING
Eritroderma
Pemfigus foliaseus
Psoriasis
H. DIAGNOSIS KERJA
Eritroderma
5
I. PENATALAKSANAAN
1. Umum
Diet tinggi protein
Daerah yang gatal tidak boleh digaruk
Menjaga kelembapan kulit
2. Khusus
Kortikosteroid sistemik metilprednisolon 4 x 10 mg.
Kortikosteroid topikal
Antihistamin oral cetirizine 1 x 10 mg
Topical emolien lanolin 10% untuk mengurangi radiasi akibat
vasodilatasi oleh eritema.
J. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan Histopatologis
K. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
6
PEMBAHASAN
Permasalahan
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
2. Apakah penanganan pada kasus ini sudah tepat?
Analisis kasus
1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?
Dari anamnesis didapatkan pasien laki-laki mengeluh timbul bercak-bercak
kemerahan yang disertai gatal yang berawal pada lengan kemudian menyebar
keseluruh tubuh. Bercak-bercak kemerahan pada kulit tersebut merupakan
pelebaran pembuluh darah yang disebut eritema. Tanda ini khas pada pasien
dengan eritroderma karena tempat predileksinya hampir mengenai seluruh
tubuh.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa keluhan pasien timbul setelah pasien
mengkonsumsi obat cefadroxil selama 2 minggu setelah pasien menjalani
operasi usus buntu. Pasien juga mengeluh wajah yg dirasakan membengkak.
Waktu mulai masuknya obat hingga timbul penyakit bervariasi dapat segera
sampai 2 minggu. Adanya eritema yang timbul pada seluruh tubuh tanpa
disertai skuama yang kemudian timbul skuama setelah mendapat pengobatan
merupakan tanda khas pada eritoderma akibat alergi obat secara sistemik.
Beberapa teori yang dapat menyebabkan penyakit ini adalah alergi obat secara
sistemik, perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.
Jadi pada pasien ini didiagnosis eritoderma karena alergi obat secara sistemik.
7
Diagnosis banding eritoderma pada kasus ini adalah psoriasis dan pemfigus
foliaseus. Ketika psorias menjadi eritoderma lesinya khas yakni tidak tampak
lagi lesi psoriasis karena plak-plaknya menyatu. Pada pemfigus foliaseus
bersifat kronik dan lesinya khas terdapat eritema yang menyeluruh disertai
banyak skuama yang kasar dan bula yang berdinding kendur dan berbau.
Persamaan pada diagnosis banding adalah lesi yang ditemukan dan rasa gatal.
2. Apakah penanganan pada kasus ini sudah tepat?
Penatalaksanaan yang baik dan sesuai adalah mengikuti kaidah
a. Non Medikamentosa
- Diet tinggi protein
b. Medikamentosa
- Kortikosteroid sistemik metilprednisolon 4 x 10 mg.
- Kortikosteroid topikal
- Antihistamin oral cetirizine 1 x 10 mg
- Topical emolien lanolin 10% untuk mengurangi radiasi akibat
vasodilatasi oleh eritema.
Pada pasien ini diberikan metilprendisolon 4x10 mg. Pemberian kortikosteroid
sudah tepat, karena lesi yang luas dan diharapkan dapat mengurangi gejala.
Pemberian Cetirizine 2x10 mg sebagai antihistamin nonsedatif sudah tepat
karena pasien menyatakan gatal yang dirasakan sangat mengganggu sehingga
dapat berkurang dan kebiasaan menggaruk pada pasien dapat berkurang. Pada
pasien ini dapat diberikan obat emolient secara topikal untuk meningkatkan
kelembapan kulit.
Pasien juga diberikan edukasi yang terdiri dari : daerah yang gatal tidak boleh
digaruk, diet cukup protein, menjaga kelembapan kulit.
8
ERITRODERMA
A. Definisi
Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan
atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh
yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis
eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma.(2)
Bagaimanapun, itu tidak
dapat mendefinisikan, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan
penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan
kulit yang ada sebelumnya misalnya psoriasis atau dermatitis atopik.
Meskipun peningkatan 50% pasien mempunyai riwayat lesi pada kulit
sebelumnya untuk onset eritroderma, identifikasi penyakit yang menyertai
menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.
Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur
dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum
yang terlepas dari kulit. Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada
eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi
obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Skuama kemudian timbul
pada stadium penyembuhan timbul. Bila eritemanya antara 50%-90%
dinamakan pre-eritroderma.(1)
B. Etiologi
Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik,
perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.(3)
Penyakit
kulit yang dapat menimbulkan eritroderma di antaranya adalah psoriasis,
dermatitis seboroik, alergi obat, CTCL atau Sindrom Sezary.
1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik
Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat
menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang),
penisilin, barbiturate. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin
9
lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional.
Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi,
dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema
universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang masuk ke dalam
tubuh, diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering
menyebabkan alergi.(1)
2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit
Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak
ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat
pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.(1)
Dermatitis seboroik pada baik
juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal sebagai penyakit
Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20
minggu.(3)
Ptiriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa
minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat
menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopic dan
liken planus.(4)
3. Eritroderma akibat penyakit sistemik
Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat
member kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma
yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit
harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh
(termasuk pemeriksaan laboratorium dan foto toraks), untuk melihat
adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya
terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat
infeksi bacterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.(1)
Harus lebih diperhatikan komplikasi sistemik akibat eritroderma seperti
hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan dan albumin, dengan
takikardia dan kelainan jantung harus mendapatkan perawatan yang serius.
10
Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakesia, alopesia,
palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku dan ektropion.
C. Epidemiologi
Insidens eritroderma sangat bervariasi. Penyakit ini dapat mengenai pria
ataupun wanita, namun paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1,
dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi
pada semua usia. Insiden eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya
adalah psoriasis. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya insiden
psoriasis.(1)
Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan lebih dari setengah
kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit lebih
dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus
adalah psoriasis berat.(4)
Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan
alergi terhadap obat. Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang
dilakukan sendiri ataupun penggunaan obat secara tradisional.
D. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas. Pathogenesis
eritroderma berkaitan dengan pathogenesis penyakit yang mendasarinya,
dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi eritroderma, atau
perkembangan eritroderma idiopatik de novo tidaklah sepenuhnya dimengerti.
Penelitian terbaru imunopatogenesis infeksi yang dimediasi toksin
menunjukkan bahwa lokus patogenesitas staphylococcus mengkodekan
superantigen. Lokus-lokus tersebut mengandung gen yang mengkodekan
toksin dari toxic shock syndrome dan staphylococcol scalded-skin syndrome.
Kolonisasi S. aureus atau antigen lain merupakan teori yang mungkin saja
seperti toxic shock syndrome toxin-1, mungkin meminkan peranan pada
pathogenesis eritroderma. Pasien-pasien dengan eritroderma biasanya
mempunyai kolonisasi S. aureus sekitar 83% dan pada kulit sekitar 17%,
11
bagaimanapun juga hanya ada satu dari 6 pasien memiliki toksin S. aureus
yang positif.(4)
Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-obatan,
perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik makan tubuh beraksi berupa
pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti
terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit
meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa
dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung.
Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan
cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan
meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu.
Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan
peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi
meningkat sebanding laju metabolisme basal.(1)
Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih
sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein (hipoproteinemia) dengan
berkurangnya albumin dengan peningkatan relatif globulin terutama
gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi,
kemungkinan disebabkan oleh pergeseran cairan ke ruang ekstravaskuler.(1)
Eritroderma akut dan kronis dapat mengganggu mitosis rambut dan kuku
berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang
telah berlangsung berbulan-bulan, dapat terjadi perburukan keadaan umum
yang progresif.(1)
E. Gambaran Klinis
Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam
waktu 12-48 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan,
kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membrane mukosa, terutama
yang disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi
12
alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat terlepas. Dapat terjadi
limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai
di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada
keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah
terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan.(5)
Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai
kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil
untuk dapat menimbulkan panas metabolic.
Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat sekarang
semua eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu sekunder.
Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti
untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu
10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan barulah
timbul skuama.(3)
Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan
dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal
yaitu: karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.(3)
Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada
eritroderma et causa psoriasi, merupakan eritroderma yang disebabkan oleh
penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid
topikal, komplikasi fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit
terdahulunya misalnya infeksi.
13
Gambar 1. Eritroderma psoriasis
Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit Leiner) terjadi pada usia penderita
berkisar 4-20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di
kepala. Eritema dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.(3)
Gambar 2. Dermatitis seboroik
Ptiriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula
menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala
diikuti perluasan ke dahi dan telinga; pada saat ini akan menyerupai gambaran
dermatitis seboroik. Kemudian timbul hiperkeratosis palmoplantaris yang
14
jelas. Berangsur-angsur menjadi papul folikularis di sekeliling tangan dan
menyebar ke kulit berambut.(3)
Gambar 3. Ptiriasis rubra pilaris
Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel atau bula berukuran kecil,
berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang
khas adalah eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar,
sedangkan bula kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan
menjadi bau busuk.(3)
Gambar 4. Pemfigus foilaseus
Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papul, vesikel sampai erosi
dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.
15
Gambar 5. Dermatitis atopi
Permukaan timbulnya liken planus dapat mendadak atau perlahan-lahan; dapat
berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan mungkin kambuh
lagi. Kadang-kadang menjadi kronik. Papul dengan diameter 2-4 mm,
keunguan, puncak mengkilat, polygonal. Papula mungkin terjadi pada bekas
garukan (fenomena Koebner). Bila dilihat dengan kaca pembesar, papul
mempunyai pola garis-garis berwarna putih (“Wickham’s striae”). Lesi
simetrik, biasanya pada permukaan fleksor pergelanagna tangan, menyebar ke
punggung dan tungkai. Mukosa mulut terkena pada 50% penderita. Mungkin
pula mengenai glans penis dan mukosa vagina. Kuku kadang-kadang terkena,
kuku menipis dan berlubang-lubang. Anak-anak jarang terkena tetapi bila
terdapat bercak kemerahan mungkin tidak khas dan dapat keliru dengan
psoriasis. Sering sangat gatal. Cenderung menyembuh dengan sendirinya.(3)
Gambar 6. Liken planus
16
Eritroderma akibat penyakit sistemik termasuk keganasan, yang tidak
termasuk golongan akibat alergi dan akibat perluasan penyakit kulit, harus
dicari penyebabnya dan diperiksa secara menyeluruh, termasuk dengan
pemeriksaan laboratorium dan foto toraks. Termasuk dalam golongan ini
adalah sindrom Sezary.
F. Pemeriksaan Penunjang
Histopatologi
Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu
mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi
kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan
durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis
menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan
rete ridge lebih dominan.
Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik,
dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike
limfoid infiltrate di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuclear
atipikal dan Pautrier’s microabscesses. Pada pasien dengan Sindrom Sezary
ditemukan limfosit atipik yang disebut sel Sezary. Biopsi pada kulit juga
memberi kelainan yang agak khas, yakni terdapat infiltrat pada dermis bagian
atas dan terdapatnya sel Sezary. Disebut sindrom Sezary, jika jumlah sel
Sezary yang beredar 1000/mm3 atau lebih atau melebihi 10% sel-sel yang
beredar. Bila jumlah sel tersebut di bawah 1000/mm3
dinamai sindrom pre-
Sezary.(1)
Pemeriksaan immunofenotipe infiltrate limfoid juga mungkin sulit
menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya
memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun
ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler
dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superfisial juga
17
ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi
diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan
gambaran khasnya.
G. Diagnosis
Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang
sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan
kuning-kemerahan di pilaris rubra pitiriasis; perubahan kuku khas psoriasis;
likenifikasi, erosi dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar,
relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pitiriasis rubra; ditandai bercak kulit
dalam eritroderma di pilaris rubra pitiriasis; hiperkeratotik skala besar kulit
kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di
CTCL dan pitiriasis rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi
biasanya dapat menegakkan diagnosis.
H. Diagnosis Banding
Ada beberapa diagnosis banding pada eritroderma:
1. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan
epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada
keluarga asma bronkial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi di
antara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan
dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena
alergi inhalasi.(8)
Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin
terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun.
Biasanya ada tiga tahap: balita, anak-anak, dan dewasa.
Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang
dewasa di mana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing,
pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sendangkan pada
gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, derma
eosinofil dan parakeratosis.(3)
18
Gambar 8. Dermatitis atopic
2. Psoriasis
Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal
yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika
psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasi tidak
tampak lagi karena dapat menghilang, plak-plak psoriasis menyatu,
eritema dan skuama tebal universal.(2)
Psoriasis mungkin menjadi
eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak dapat
dihambat atau sangat cepat. Faktor genetic berperan. Bila orangtuanya
tidak menderita psoriasi, resiko mendapat psoriasi 12%, sedangkan jika
salah seorang orang tuanya menderita psoriasis, resikonya mencapai 34-
39%.(1)
Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas
dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai
fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Koebner.(1)
19
Gambar 9. Psoriasis
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan
plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial,
belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula. Dermatitis
seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40
tahun.(8)
Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki dariapda wanita
dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan
minum alkohol.(1)
Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman pityrosporum
ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala
tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak
berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula.
Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.(1)
Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang
meningkat seperti pada psoriasi. Hal ini dapat menerangkan mengapa
terapi dengan sitostisk dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah
mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat
disebabkan oleh faktor kelelahan, stress emosional, infeksi, atau defisiensi
imun.
20
Gambar 10. Dermatitis seboroik
I. Penatalaksanaan
Pada eritroderma golongan I, obat tersangka sebagai kausanya segera
dihentikan. Umumnya pengobatan eritroderma dengan kortikosteroid. Pada
golongan I, yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, dodsis
prednisone 4 x 10 mg. penyembuhan terjadi cepat, umumnya dalam beberapa
hari sampai beberapa minggu.
Pada golongan II akibat perluasan penyakit kulit juga diberikan kortikosteroid.
Dosis mula prednisone 4 x 10 mg sampai 15 mg sehari. Jika setelah beberapa
hari tidak tampak perbaikan, dosis dapat dinaikkan. Setelah tampak perbaikan,
dosis diturunkan perlahan-lahan. Jika eritroderma terjadi akibat pengobatan
dengan ter pada psoriasis, makan obat tersebut harus dihentikan. Eritroderma
karena psoriasis dapat pula diobati dengan asetretin. Lama penyembuhan
golongan II ini bervariasi beberapa minggu hingga beberapa bulan, jadi tidak
secepat seperti golongan I.
Pada pengobatan dengan kortikosteroid jangka lama (long term), yakni jika
melebihi 1 bulan lebih baik digunakan metilprednisolon darpiada prednison
dengan dosis ekuivalen karena efeknya lebih sedikit. Pengobatan penyakit
Leiner dengan kortikosteroid memberi hasil yang baik. Dosis prednisone 3 x
1-2 mg sehari. Pada sindrom Sezary pengobatan terdiri atas kortikosteroid
(prednisone 30 mg sehari) atau metilprednisolon ekuivalen dengan sitostatik,
biasanya digunakan klorambusil dengan dosis 2-6 mg sehari. Pada eritroderma
21
kronis diberikan pula diet tinggi protein, karena terlepasnya skuama
mengakibatkan kehilangan protein. Kelainan kulit perlu pula diolesi emolien
untuk mengurangi radiasi akibat vasodilatasi oleh eritema misalnya dengan
salep lanolin 10% atau krim urea 10%.(1)
J. Komplikasi
Abses
Furunkulosis
Konjungtivitis
Stomatitis
Bronkitis
Limfadenopati
Hepatomegali
Rhinitis
Kolitis
K. Prognosis
Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya.
Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah penggunaan obat
dihentikan dan diberi terapi yang sesuai. Penyembuhan golongan ini ialah
yang tercepat dibandingkan dengan golongan yang lain.(1)
Pada eritroderma
yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dengan kortikosteroid hanya
mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid
(corticosteroid dependence).
Eritroderma disebabkan oleh dermatosa dapat diatasi dengan pengobatan,
tetapi mungkin akan timbul kekambuhan. Kasus idiopatik adalah kasus yang
tidak terduga, dapat bertahan dalam waktu yang lama, seringkali disertai
dengan kondisi yang lemah.(8)
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
2. Umar, H Sanusi. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis), diunduh
dari: www.emedicine.com
3. Siregar, RS. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC, 2004.
4. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 7th
eds. New York: McGraw-
Hill, 2001.
5. Harahap, M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2008.
6. Ekm. Itraconazole Oral untuk Terapi Dermatitis Seboroik, diunduh dari:
www.kalbe.co.id,
7. Hierarchical. Pytiriasis Rubra Pilaris, diunduh dari:
www.lookfordiagnosis.com
8. Bandyopadhyay debabrata, Associate Professor and Head Department of
Dermatology, diunduh dari: www.tripodindonesia.com