i
TRADISI LARANGAN MENIKAH TURUNAN KIDANG PALIH DENGAN
TURUNAN SINDUJOYO KEROMAN GRESIK
(Pergulatan antara Hukum Islam dengan Hukum Adat)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
MUFAROCHAH
NIM: 11150440000028
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
2019 M / 1440 H
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Mufarochah. Nim 11150440000028. TRADISI LARANGAN MENIKAH
TURUNAN KIDANG PALIH DENGAN TURUNAN SINDUJOYO KEROMAN
GRESIK (Pergulatan Antara Hukum Islam dengan Hukum Adat). Program Studi
Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah), Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. (xv halaman + 97
halaman+46 lampiran).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan secara filosofis,
sosiologis dan yuridis terhadap larangan pernikahan keturunan Kidang Palih dengan
keturunan Sindujoyo Keroman Gresik, mengetahui tinjauan ‘urf terhadap tradisi
larangan pernikahan keturunan Kidang Palih dengan keturunan Sindujoyo Keroman
Gresik, dan mendeskripsikan interaksi hukum Islam dan Adat dalam tradisi larangan
pernikahan keturunan Kidang Palih dengan keturunan Sindujoyo Keroman Gresik
Jenis Penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian kualitatif deskriptif
dengan pendekatan etnografis. Sedangkan data yang digunakan berupa data primer
yang diperoleh melalui wawancara dan data sekunder yang diperoleh melalui studi
kepustakaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
pertama,pertimbangan filosofis karena adanya peristiwa sejarah yakni perlawanan
hingga terjadi pertumpahan darah dan adanya wasiat dan sumpah serapah yang
melarang adanya pernikahan. Pertimbangan sosiologis bahwa penerapan larangan
pernikahan benar-benar dipatuhi oleh masyarkat sekitar tanpa ada paksaan,
masyarakat. Pertimbangan yuridis hukum adat mengenai larangan pernikahan turunan
Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman Gresik adalah hukum yang
menyimpang dari hukum Islam. kedua, Tradisi larangan menikah turunan Sindujoyo
dengan turunan Keroman Sindujoyo adalah ‘urf fasid dan tidak bisa dijadikan sebagai
landasan hukum dalam menetapkan hukum Islam, ketiga Interaksi hukum Islam
dengan hukum adat terhadap larangan pernikahan turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Sindujoyo keroman ini sesuai dengan teori Reception a Contrario, menurut
teori ini ada hukum yang hidup, yakni hukum adat, tetapi yang dipedomani oleh
masyarakat adalah hukum agamnaya. Hukum adat baru bisa berlaku kalau tidak
bertentangan dengan hukum agama itu. Jadi hukum Islam adalah hukum Islam dan
hukum adat adalah hukum adat.
Kata Kunci :Larangan Menikah Perspektif ‘urf dan Interaksi Hukum Islam
dengan Hukum adat
Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini, M.Ag.
Daftar Pustaka : 1958 s.d 2019 M
vi
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم الله الر
Bismillahirrahmanirrahim, Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan
kepada Tuhan semesta alam, Allah SWT. Sebuah kesyukuran yang mendalam atas
segala nikmat, ma’unah, hidayah serta karunia Allah kepada kita semua khususnya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan Judul
“Tradisi Larangan Menikah Turunan Buyut Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo
Keroman (Studi Perspektif ‘Urf dan Interaksi Hukum Islam dengan Hukum Adat).
Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada baginda besar Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa ummatnya menuju jalan yang lurus dan yang
diridhoi oleh Allah SWT.
Penulis amat terharu, bersyukur dan gembira sekali, karena telah
menyelesaikan tugas akhir dalam jenjang pendidikan S1 ini, sehingga bisa
memperoleh gelar Sarjana Hukum lulusan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis juga meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila
skripsi ini kurang berkenan bagi para pembaca, karena penulis menyadari bahwa
skripsi penulis jauh dari kata kesempurnaan.
Perlu diketahui bahwa selama penulis masih di bangku perkuliahan sampai
pada tahap akhir ini yakni penulisan skripsi, penulis mendapatkan banyak pendidikan,
arahan, bantuan, masukan, serta dukungan yang luar biasa dari para pihak, oleh karena
itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berikut para wakil
Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.
vii
3. Dr. H. Abdul Halim, M.Ag., dan Indra Rahmatullah, S.HI., M.H., selaku
Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Sekretaris Program Studi Hukum
Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum, atas jasa-jasa beliau berdualah yang
membuat penulis bersemangat untuk menjadi mahasiswa yang unggul dan
bermanfaat, selalu mendukung penulis di tengah-tengah kesibukannya serta
memotivasi penulis untuk secepatnya memyelesaikan penyusunan skripsi ini.
4. Dr. H. Muchtar Ali, M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik yang tak
kenal lelah membimbing penulis serta mendampingi penulis dengan penuh
keikhlasan dan kesabaran sampai pada tahap semester akhir di Fakultas
Syariah dan Hukum tercinta ini, khususnya pada penyelesaian skripsi penulis.
5. Dr. Hj. Mesraini, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis, yang
selalu membimbing penulis dengan penuh kesabaran di tengah kesibukan
yang beliau hadapi, memberikan arahan serta masukan yang sangat positif
untuk perumusan dan penyusunan skripsi ini, sehingga merupakan suatu
kebanggaan tersendiri bagi penulis karena telah dibimbing oleh orang hebat
sseperti beliau.
6. Kedua orang tua penulis, abahku tercinta KH. Ahmad Suyut (Alm), dan
ibuku tersayang Sugiarti, terima kasih atas kasih sayangmu yang tiada tara,
pengertianmu yang sangat membuatku bahagia, doa-doamu tiap malam,
dukunganmu yang luar biasa ketika Ananda sedang jatuh terpuruk, serta
didikanmu selama ini, sehingga karena kalian berdualah Ananda terinspirasi
untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Kepada Mertuaku tersayang Abah H. Hambali dan umi Hj. Hanifah yang
sudah memberikan dukungan, nasihat, dan motivasi kepada penulis untuk bisa
mewujudkan cita-cita dan harapan penulis.
viii
8. Kepada suamiku tersayang, Syauqi Ridlwanul Haq, SE, terimakasih banyak
atas kasih sayang, motifasi dukungan do’a serta pengertiannya sehingga saya
bisa mewujudkan gelar Sarjana Hukum.
9. Kepada kakak-kakaku tercinta Saefiyatun Nikmah, Kholil Misbach, Lc,
Machmud, Media Oktaviani, Atiek Noer Chalimah, Lc, Rochmat Hasan Basri,
Irsyad Roqiyyul Azmi S.sos, M.pd, Adikku tersayang Rabiatul Adawiyah,
Bahriyatul Ilmiah, Nabilal Untsa, Husnia Mawaddati, Khusnil Mubarok yang
selalu menyemangati penulis dan mengingatkan penulis untuk menjadi pribadi
yang lebih baik kedepannya khususnya dukungan untuk pembuatan skripsi ini.
10. Kepada para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, yang telah mendidik
penulis dan memberikan keilmuannya sehingga skripsi ini dapat tuntas.
11. Kepada Keluarga Besar Bapak Ali Rouf dari Ayahku, dan Keluarga Besar
Bapak Suparni dari ibuku, saudara-saudaraku, pakde dan budeku, sepupu-
sepuku yang sangat penulis cintai dan penulis banggakan.
12. Kepada sahabat-sahabat Alumni pesantren Yanabi’ul ulum warochmah,
Pesantrean Asyafiiyah, Pesantren Nur Medinah, Pesantren rumah Tahfidz Alif
dan para Asatidz khususnya angkatan 2015 yang selalu menemani hari-hari
penulis dan menyemangati penulis.
13. Kepada sahabat-sahabat terbaik penulis, Fitri, fana, zain, mbak via, mbak naqi
(teman seperjuangan paling jos dari awal kuliah sampai skripsi), mbak vivi,
fikri, Suparman, Ilham, mbak muzay, mbak mitha, mbak Ika, (Teman
bercanda dan teman dekat penulis), dan masih banyak lagi teman-teman
penulis yang tidak tercantum disini akan tetapi tidak mengurangi rasa hormat
dan sayang penulis kepada mereka, terima kasih atas dukungan kalian selama
ini, kalian terbaik!
ix
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT membalas jasa-jasa mereka,
kebaikan mereka, dan melindungi mereka baik di dunia maupun di akhirat kelak,
aamiin! Semoga skripsi ini membawa berkah dan banyak manfaat bagi para pembaca
walaupun masih banyak kekurangan dan belum sempurna, karena kesempurnaan
hanya milik Allah SWT. Wallahu a’lam bi al-Showab.
Jakarta, 24 April 2019
Mufarochah
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
Dalam skripsi, tesis, dan disertasi bidang keagamaan (baca: Islam), alih aksara
atau transliterasi, adalah keniscayaan. Oleh karena itu, untuk menjaga konsistensi,
aturan yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.
Pengetahuan tentang ketentuan ini harus diketahui dan dipahami, tidak saja oleh
mahasiswa yang akan menulis tugas akhir, melainkan juga oleh dosen, khususnya
dosen pembimbing dan dosen penguji, agar terjadi saling kontrol dalam penerapan dan
konsistensinya.
Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara, antara lain
versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementerian Agama dan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi Paramadina. Umumnya,
kecuali versi Paramadina, pedoman alih aksara tersebut meniscayakan digunakannya
jenis huruf (font) tertentu, seperti font Transliterasi, Times New Roman, atau Times
New Arabic.
Untuk memudahkan penerapan alih aksara dalam penulis tugas akhir, pedoman
alih aksara ini disusun dengan tidak mengikuti ketentuan salah satu versi di atas,
melainkan dengan mengkombinasikan dan memodifikasi beberapa ciri hurufnya.
Kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini disusun
dengan logika yang sama.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara lain:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
xi
T Te ت
Ts Te dan es ث
J Je ج
H H dengan garis bawah ح
Kh Ka dan Ha خ
D De د
Dz De dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy Es dan Ye ش
(S Es dengan garis di bawah ص
(D De dengan garis di bawah ض
(T Te dengan garis di bawah ط
Z Zet dengan garis di bawah ظ
‘ عKoma terbalik di atas hadap
kanan
Gh Ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
xii
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ` ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ـ
i Kasrah ـ
u Dammah ـ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ـ ai a dan i
و ـ au a dan u
xiii
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), ynag dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dan garis di atas ـا
ـي î i dan garis di atas
û u dan garis di atas ـو
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun
huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar- rijâl, al-dîwân bukan ad- dîwân.
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydīd )ـ( dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak
ditulis ad-ḏarûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut
xiv
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/
(lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Ṯarîqah طريقة 1
al-Jâmi‘ah al-Islâmiyyah الجامعة الإسلامية 2
Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan
permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf
kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-
Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat dierapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak
tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka
demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar
katanya berasal dari bahasa Arab. Mislanya ditulis Abdussamad al-Palimbani,
tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
xv
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)
ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-
kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di
atas:
Kata Arab Alih Aksara
Dzahaba al-ustâdzu ذهب الأستاد
Tsabata al-ajru ثبت الأجر
Al-harakah al-‘asriyyah الحركة العصرية
إلا الله أشهد أن لا إله Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh
Maulânâ Malik al-Sâlih مولانا ملك الصالح
yu`atstsirukum Allâh يؤثركم الله
Al-maẕâhir al-‘aqliyyah المظاهر العقلية
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Nama
orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan.
Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad Roem, bukan
Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………….ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI………………………….iii
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………….iv
ABSTRAK .................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..vi
PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………………………..x
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………..xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 7
D. Perumusan Masalah ........................................................................... 8
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 8
F. Kajian (Review) Studi Terdahulu ....................................................... 9
G. Metode Penelitian ............................................................................ 12
H. Sistematika Penulisan ...................................................................... 16
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN ‘URF
A. Perkawinan Menurut Hukum Islam dan Perundang-Undangan di
Indonesia
1. Pengertian Perkawinan ................................................................ 18
2. Hukum Melakukan Perkawinan .................................................. 19
3. Tujuan Perkawinan ...................................................................... 21
xvii
4. Prinsip-prinsip Perkawinan .......................................................... 22
5. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan .............................................. 24
6. Hikmah Perkawinan .................................................................... 27
B. Larangan Perkawinan
1. Larangan Perkawinan Selamanya ................................................ 28
2. Larangan Perkawinan Sementara Waktu ..................................... 30
C. Perkawinan Prespektif Adat
1. Definisi Perkawinan Adat ............................................................ 34
2. Tujuan-tujuan Perkawinan Adat .................................................. 35
3. Asas-asas Perkawinan Menurut Hukum Adat ............................. 37
4. Sistem Perkawinan ...................................................................... 39
D. ‘Urf
1. Pengertian ‘Urf......................................................................40
2.Pembagian ‘Urf ............................................................................. 40
3. Kedudukan ‘Urf Sebagai Dalil Syara’ ........................................ 43
E. Konsep Mitologi
1. Pengertian Mitos .......................................................................... 45
2.FungsiMitos .................................................................................. 46
3. Macam-macam Mitos .................................................................. 47
BAB III LARANGAN MENIKAH TURUNAN KIDANG PALIH
DENGAN TURUNAN SINDUJOYO KEROMAN
A. Deskripsi Singkat Turunan Buyut Kidang Palih di Gumeno
1. Sejarah Turunan Buyut Kidang Palih .......................................... 49
2. Profil Desa Gumeno .................................................................... 50
B. Deskripsi Singkat Turunan Sindujoyo di Keroman
1. Sejarah Turunan Sindujoyo ......................................................... 53
xviii
2. Profil Kelurahan Lumpur ............................................................. 55
3. Profil Kelurahan Keroman .......................................................... 58
C.Larangan Menikah Turunan Kidang Palih dengan Turunan
Sindujoyo Keroman ............................................................................... 61
BAB IV ‘URF DAN INTERAKSI HUKUM ISLAM DENGAN HUKUM
ADAT DALAM TRADISI LARANGAN MENIKAH
TURUNAN KIDANG PALIH DENGAN TURUNAN
SINDUJOYO KEROMAN
A. Pertimbangan Hukum dalam Larangan Pernikahan Turunan Kidang
Palih dengan Turunan Sindujoyo Keroman ........................................... 66
B. Tinjauan ‘Urf Terhadap Larangan Pernikahan Turunan Kidang Palih
dengan Turunan Sindujoyo Keroman .................................................... 83
C. Interaksi Hukum Islam Dengan Hukum Adat Terhadap Larangan
Pernikahan Turunan Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo
Keroman ................................................................................................ 88
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 92
B. Saran ................................................................................................ 94
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 95
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 :Pedoman Wawancara
Lampiran 2 :Data Wawancara
Lampiran 3 :Data Wawancara
Lampiran 4 :Data Wawancara
Lampiran 5 :Data Wawancara
Lampiran 6 :Hasil Lapangan 1
Lampiran 7 :Hasil Lapangan 2
Lampiran 8 :Hasil Lapangan 3
Lampiran 9 :Hasil Lapangan 4
Lampiran 10 :Foto dan Arsip
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan di masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dalam suatu
peristiwa adat dan budaya. Herkovist seorang antropolog Amerika
memandang bahwa budaya adalah sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain.1 Sedangkan adat adalah cerminan kepribadian
bangsa yang merupakan hasil dari penjelmaan dari jiwa bangsa yang
bersangkutan selama berabad-abad.2 Haristov Aszadha mengartikan adat
adalah suatu aturan ataupun norma hukum, kebiasaan yang nyata dan ada
dalam kehidupan masyarakat.3 Dari pengertian tersebut hukum adat
merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah kebudayaan di
Indonesia. Hukum adat juga hidup di masyarakat mengatur adanya kesusilaan,
kebiasaan, dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum, sehingga hukum
adat itu berkembang dan dijalankan sampai sekarang.
Dalam hukum adat terdapat beberapa pokok-pokok hukum adat
diantaranya yakni: hukum adat perseorangan, bentuk kekerabatan hukum adat,
hukum adat berkaitan dengan anak, Hukum perkawinan dan harta perkawinan,
serta tinjauan umum tentang waris. Sebagian daerah di negara kita Indonesia
ada yang masih menjalankan sebuah tradisi ataupun hukum adat. Salah
satunya adalah persoalan perkawinan. Menurut Purnadi Purbacaraka dan
Soerjono Soekanto secara luas hukum keluarga akan mencakup bidang:
1Suriyaman Musteri Pide, Hukum Adat Dahulu, Kini dan Akan Datang,
(Jakarta:Prenadamedia Group,2014), h. 20. 2Dewi Sulastri, Pengantar Hukum Adat, (Jawa Barat: CV Pustaka Setia, 2015), h. 16. 3Haristov Aszadha dalam tulisan blogspot Pokok dan Pengertian Adat, sebagaimana di kutip
oleh Dewi Sulastri, Pengantar Hukum Adat, h. 14.
2
pemilihan calon pasangan, keturunan, kekuasaan orang tua, perwalian,
pendewasaan, curatele, dan orang yang hilang, dll.4
Masyarakat Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik
Jawa Timur adalah salah satu daerah yang sangat kental dengan budaya dan
adat, sehingga masyarakat sekitar masih menjalankan adat atau tradisi para
leluhur hingga sekarang. Banyak sekali adat di daerah Gumeno ini yang masih
diabadikan sampai sekarang, seperti: tradisi sanggringan,5 Tradisi larangan
nikah dengan turunan Sindujoyo Keroman Gresik, tradisi nyekar,6 dll. Semua
tradisi itu dilakukan oleh masyarakat sekitar Desa Gumeno Gresik.
Salah satu peristiwa yang menarik di daerah Gumeno ini adalah
penentuan pasangan hidup. Dalam pemilihan calon pasangan hidup tak cuman
dipengaruhi oleh faktor agama melainkan adat-adat yang menjadikan larangan
dan anjuran yang sudah menjadi pesan tersirat oleh para leluhur dan nenek
moyang kita. Pesan dan petuah nenek moyang itu dibenarkan dan dipercayai
oleh masyarakat sekitar. Dalam pemilihan pasangan hidup di Desa Gumeno
para remaja ataupun orang tua yang memiliki anak sudah diberi peringatan
keras untuk tidak menikahkan anaknya dengan keturunan Sindujoyo Keroman
Gresik dan keturunan Manyar Gresik. Yaitu suatu tradisi larangan bagi
keturunan asli Buyut Kidang Palih Gumeno (anaknya orang Gumeno,
bapaknya asli Gumeno, mbahnya asli Gumeno) ini dilarang menikah dengan
keturunan Sindujoyo Keroman asli (anaknya orang Keroman, bapaknya orang
4Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta:CV Rajawali, 1981), Cet.1, h. 239 5 Tradisi Sanggringan adalah tradisi setiap tahun malam 23 ramadhan yang menjadi tanggung
jawab masyarakat gumeno kaum laki-laki dalam membuat kolek ayam untuk 10 ribu pengunjung. 6Nyekar adalah tradisi ziarah ke makam para leluhur ataupun nenek moyang pada acra-acara
besar.
3
Keroman asli, kakeknya Keroman asli)7 ini di larang keras atau diharamkan
untuk menikah dalam tradisi. Bagi laki-laki dan perempuan yang hendak
menikah pertama yang menjadi konsepsi pertimbangan adalah bukan
keturunan Keroman dan bukan keturunan Manyar Gresik. Sehingga orang
Gumeno yang hendak menikah dengan keturunan keroman untuk tidak
diterusakan keinginannya.
Menurut hasil cerita masyarakat sekitar tradisi larangan tersebut adalah
salah satu wasiat leluhur Desa Gumeno bernama buyut Kidang Palih yang
berperang dengan leluhur Sindujoyo dan diakhiri dengan kematian istri dari
leluhur buyut Kidang Palih, sehingga terjadinya peristiwa tersebut keturunan
Kidang Palih tidak boleh menikah dengan keturunan Sindujoyo Keroman. Jika
melanggar tradisi tersebut katanya akan terjadi balak seperti kematian
keluarga, tidak sehat jasmani dan rohani, bangkrut, tidak harmonis dalam
keluarga, perceraian dan masalah kehidupan lainnya.8 Tradisi ini sangat jelas
dan nyata karena, bukti makam para leluhur Kidang Palih ini benar-benar ada
dan berada di Desa Gumeno. Sampai sekarang makam itu masih menjadi
sejarah masyarakat Desa Gumeno.9
Masyarakat Desa Gumeno adalah mayoritas penduduk beragama Islam
yang sangat memegang teguh ajaran syari’at Islam. Desa Gumeno juga
banyak ulama yang paham agama Islam, di daerah Gumeno khusunya
Kabupaten Gresik juga dikenal dengan kota santri karena banyak sekali
pondok pesantren didirikan di Gresik. Namun, karena budaya dan tradisi di
7Intan Yurina, masyarakat Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno 31 oktober 2018 pukul
10.50 8Intan Yurina, masyarakat Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno 31 Oktober 2018,
10.50 9Siti Munaisyah, masyarakat Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno 1 November 2018,
09.16
4
Desa Gumeno ini sangat mempengaruhi dalam menentukan dan mengatur
yang berkaitan dengan hal perkawinan Sebagaimana yang sudah dipaparkan
di atas, maka walaupun larangan pernikahan keturunan Kidang Palih dengan
keturunan Sindujoyo Keroman ini tidak bertentangan dengan syariat Islam
dan tidak melanggar perundang-undangan, namun kenyatannya masyarakat
sekitar sangat meyakini dan memegang teguh adat dan budaya larangan
pernikahan tersebut di desa Gumeno.
Islam merupakan agama yang mempunyai ajaran tertentu yang harus
diyakini, juga tidak mengabaikan perhatian terhadap kondisi permasalahan
masyarakat tertentu. Kebijaksanaan hukum Islam tersebut ditujukan dengan
beberapa ketentuan yang dijelaskan dalam al-Qur’an yang merupakan
pelestarian terhadap tradisi masyarakat Pra-Islam. S.Waqar Ahmad Husaini
mengemukakan, Islam sangat memperhatikan tradisi dan konvensi masyarakat
untuk dijadikan sumber bagi jurisprudensi hukum Islam dengan
penyempurnaan dan batasan-batasan tertentu. Prinsip demikian terus
dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW. kebijakan-kebijakan beliau yang
berkaitan dengan hukum yang tertuang dalam sunnahnya banyak
mencerminkan kearifan beliau terhadap tradisi-tradisi para sahabat dan
masyarakat,10 sehingga sangatlah penting mengamalkan ushul fiqih untuk
meng-istinbath hukum yaitu ‘urf dalam setiap permasalahan dan kehidupan
ini.
Menurut Badran dalam buku ushul Fiqih beliau mengartikan ‘urf itu
dengan sesuatu yang menjadi kebiasaan mayoritas orang dalam bentuk ucapan
atau perbuatan dan dilakukan secara terus menerus sehingga membekas dalam
10S. Waqar Ahmad Husaini dalam bukunya, Sistem Pembinaan Islam, sebagaimana di kutip
oleh Susiadi, “Akomodasi ‘Urf Terhadap Pemahaman Fiqih Indonesia Masa lalu”, Vol. 6, 1, (2014):
h. 116.
5
jiwa dan di terima oleh akal mereka.11 Adapun adat menurut Ulama Ushul
Fiqih adalah kebiasaan mayoritas kaum baik perkataan maupun perbuatan.12
Hukum Islam dan hukum adat adalah sistem hukum yang berbeda.
Akan tetapi, dua hukum ini juga tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Bahkan
dua hukum (Adat dan Islam) berjalan beriringan. Ini masih menjadi
perdebatan mengenai hubungan hukum Islam dengan hukum adat di
Indonesia. Manakah yang bisa diterima menjadi dasar hukum yang diterima
antara hukum Islam dengan hukum adat. Terdapat beberapa teori mengenai
hubungan hukum adat dengan hukum Islam di Indonesia. Pertama teori
“Receptio in Complexu”, kedua teori “Reseptie Theory”, Ketiga teori
“Receptio a Contario”.13 Teori ini menjelaskan tentang hubungan antara
hukum Adat dan hukum Islam di Indonesia masing masing teori memiliki
pendapat diantara dua hukum itu mana yang bisa di terima menjadi landasan
hukum atau dua-duanya bisa dijadikan sebagai dasar hukum secara
bersamaan.
Berdasarkan latar belakang di atas, pembahasan tersebut sangat
penting untuk diteliti karena, berkaitan tentang hubungan muamalah terkait
pernikahan yang membatasi adanya pasangan dalam pernikahan dan larangan
menikah yang tidak dibenarkan dalam hukum Islam dan perundang-undangan.
Sebagaimana dalam al-Qur’an dan sunnah serta undang-undang tentang
perkawinan tidak membenarkan adanya larangan pernikahan yang sudah
dipaparkan diatas, maka pembahasan ini sangat penting untuk dibahas karena,
bagaimana masyarakat yang mayoritas Islam berpegang teguh dengan agama
11Amir Syarifuddin, Ushul Fikih Jilid 2, (Jakarta: Kencana Media Group, 1999), h. 364. 12Nasrun Haroen, Ushul Fikih, (Jakarta:Kencana Media Group 1997), h. 138 13Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 63-83
6
Islam yang kuat, serta banyak tokoh agama/ulama yang faham sekali tentang
agama, akan tetapi masih menjalankan aturan ataupun tradisi larangan nikah
yang tidak dibenarkan dalam syariat Islam dan undang-undang pernikahan.
Oleh karena itu, penulis akan membahasnya dalam sebuah skripsi dengan
judul “Tradisi Larangan Menikah Keturunan Kidang Palih dengan
Keturunan Keroman Sindujoyo (Studi Pergulatan antara Hukum Islam
dengan Hukum adat).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasikan
beberapa masalah yang akan dijadikan bahan penelitian selanjutnya.
1. Mengapa ada terjadinya larangan nikah keturunan Buyut Kidang Palih
dengan Keroman Sindujoyo Gresik?
2. Mengapa masyarakat masih menjalankan tradisi adanya larangan nikah
turunan Buyut Kidang Palih dengan keturunan Keroman Sindujoyo
Gresik?
3. Apakah turunan buyut Kidang Palih yang sudah merantau di luar daerah
masih berlaku tradisi larangan nikah dengan turunan Keroman Sidujoyo
Gresik?
4. Apa dampak yang terjadi jika larangan pernikahan itu di langgar ?
5. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap terhadap tradisi larangan
tersebut?
6. Apa yang menjadi landasan hukum terhadap adanya larangan menikah
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Keroman Sindujoyo?
7. Apa faktor yang menjadi larangan pernikahan turunan buyut Kidang Palih
dan turunan Keroman Sindujoyo ini bisa dijalankan sampai sekarang?
8. Bagaimana tinjauan ‘urf terhadap tradisi larangan menikah turunan buyut
Kidang Palih dengan turunan Keroman Sindujoyo Gresik?
7
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya perkembangan yang bisa ditemukan dalam
permasalahan ini, maka perlu adanya batasan-batasan masalah yang jelas
mengenai apa yang dibuat dan diselesaikan dalam program ini. adapun
batasan-batasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
a. Penelitian ini dibatasi pada tahun 2018 -2019
b. Penelitian ini dibatasi mengingat semakin berkembangnya manusia
dan luasnya wilayah di Indonesia. Maka, kami hanya membatasi
penelitian ini kepada orang-orang yang bermukim di tempat/ di
wilayah Gumeno, Keroman dan Lumpur, bukan kepada orang-orang
yang sudah merantau ataupun pindah daerah.
c. Konteks bahasan pada penelitian ini juga dibatasi mengingat
pembahasan yang semakin meluas. Sehingga, penulis membatasi
kajian terkait:
1) Hukum Islam, yang berkaitan tentang hukum pernikahan yang
bersumber dari ajaran agama Islam yakni syariah yang bersumber
dari wahyu Allah, dan fiqih bersumber dari pemahaman manusia
yang berdasarkan pada nash-nash yang bersifat umum.
2) ‘Urf, sebagai dasar pertimbangan dalam menetapkan suatu
ketentuan hukum, apabila tidak ada nash yang menjelaskan
ketentuan hukumnya. Dengan adanya bahasan ‘urf ini,
diharapkan dapat memecahkan problematika kehidupan.
3) Adat, membahas tenteng perkawinan adat secara umum, tidak
mendetail. Kajian perkawinan adat juga yang diterapkan di
8
daerah Jawa khussunya di daerah Gresik yang menjadi larangan
perkawinan.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas dalam peneliti ini adalah:
a. Apa pertimbangan filosofis, sosiologis dan yuridis terhadap tradisi
larangan pernikahan keturunan Kidang Palih dengan keturunan
Sindujoyo Keroman Gresik?
b. Bagaimana pertimbangan ‘urf tehadap tradisi larangan pernikahan
keturunan Kidang Palih dengan keturunan Sindujoyo Keroman
Gresik?
c. Bagaimana interaksi hukum Islam dan adat dalam tradisi larangan
pernikahan keturunan Kidang Palih dengan keturunan Sindujoyo
Keroman Gresik tersebut?
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pertimbangan secara filosofis, sosiologis dan
yuridis terhadap larangan pernikahan keturunan Kidang Palih dengan
keturunan Sindujoyo Keroman Gresik
b. Untuk mengetahui tinjauan ‘urf terhadap tradisi larangan pernikahan
keturunan Kidang Palih dengan keturunan Sindujoyo Keroman Gresik.
c. Untuk mendeskripsikan interaksi hukum Islam dan Adat dalam tradisi
larangan pernikahan keturunan Kidang Palih dengan keturunan
Sindujoyo Keroman Gresik
9
2. Manfaat Penelitian
a. Secara Teoritis, penelitian ini dapat berguna untuk menambah refrensi
dan wawasan mengenai studi tentang adat istiadat yang terdapat di
Desa Gumeno Gresik dan memperkaya khazanah keilmuan tentang
keberagaman tradisi di Indonesia pada umumnya.
b. Secara praktis, Penelitian ini sebagai rujukan dan masukan bagi
peneliti yang akan datang dan dapat dijadikan bahan pertimbangan
untuk evaluasi tentang tradisi tersebut.
c. Bagi masyarakat, penelitian ini memberikan informasi kepada
masyarakat dalam mengetahui aturan adat larangan pernikahan
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Keroman Sindujoyo
Gresik.
E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam penulisan dan penjelasan karya ilmiah ini, sebelum penulis
mengadakan penelitian lebih lanjut dan menyusun menjadi sebuah karya
ilmiah berupa skripsi, maka sebelumnya penulis akan mengkaji skripsi, thesis,
disertasi, jurnal dan artikel yang mempunyai judul hampir sama dengan
penulis. Maksudnya dari pengkajian ini adalah agar dapat kita ketahui
bersama bahwa apa yang penulis teliti berbeda dengan peneliti skripsi
sebelumnya.
Berikut ini judul beberapa karya yang hampir sama dengan penulis
yang diteliti sebelumnya.
1. Dzikrullah Muhammad, Larangan Perkawinan Antara Turunan
Gumeno Kidang Palih dan Keroman Sindujoyo, (skripsi al-Ahwal
Syakhsiyah, Syariah UIN Malik Ibrahim, 2012)
10
Skripsi ini membahas tentang mengapa ada terjadinya larangan
pernikahan turunan Kidang Palih dan turunan Keroman Sindujoyo,
efektifitas larangan pernikahan, dan tinjauan hukum Islam terhadap
larangan pernikahan. Metode yang digunakannya adalah kualitatif
deskriptif dengan pendekatan etnografis. Kesimpulan dari skripsi ini
adalah pernikahan merupakan suatu tradisi agama Islam dan sunnah nabi,
serta suatu yang diperintahkan oleh Allah yang berhak menentukan hal
yang halal dan hal yang haram dan manusia tidak mempunyai hak untuk
menghalalkan dan mengharamkan.
Perbedaan peneliti sebelumnya dengan penulis adalah:
a. Penulis membahas larangan pernikahan dalam pertimbangan hukum
filosofis, sosiologis dan yuridis, sedangkan skripsi sebelumnya
membahas tentang larangan pernikahan dalam tinjauan hukum islam.
b. Penulis membahas penelitian menggunakan teori ‘urf, sedangkan
penulis sebelumnya membahas penelitiannya menggunakan teori
fikih yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits.
c. Penulis memilih objeknya di Desa Gumeno dan di kelurahan
Keroman dan lumpur, sedangkan skripsi sebelumnya objeknya di
Desa Mbetoyo Guci dan Keroman.
2. Ahmad Khoirul Huda, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Larangan
Nikah Mentelu di Desa Sumberejo Kecamatan Lamongan
Kabupaten Lamongan Jawa Timur, (Thesis UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2014)
Thesis ini membahas tentang deskripsi tradisi larangan pernikahan
Mentelu di desa Sumberejo Kecamatan Lamongan Kabupaten Lamongan
Jawa Timur, dan tinjauan hukum Islam. Metode yang digunakannya
adalah penelitian kualitatif (field Research) dengan metode deskriptif.
11
Perbedaan dalam thesis dengan penulis adalah :
a. objek penelitian pada thesis terdapat di desa Lamongan sedangkan
objek penelitian penulis di daerah Gresik.
b. Thesis membahas larangan nikah mentelu, sedangkan penulis
membahas larangan nikah turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Sindujoyo.
3. Zaiunul Ula, Syaifuddin Adat Larangan Menikah di Bulan Suro dalam
Prespektif Urf, (Jurnal Family Studies 1 (1) 2017)
Jurnal ini membahas latar belakang historis filosofis tradisi
larangan nikah di bulan suro di Desa Wonorejo Kecamatan Poncokusumo
Kabupaten Malang dan pandangan masyarakat terhadap tradisi larangan
menikah di bulan suro. Penelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian
empiris dengan sumber data utama dari para narasumber (data primer),
dilengkapi dengan data sekunder dan tersier.
Perbedaan jurnal dengan penulis adalah:
a. objek penelitiannya dilakukan di daerah Malang sedangkan penulis
objek penelitian di daerah Gresik.
b. Jurnal tersebut membahas tentang larangan menikah yang dilakukan
di bulan suro, sedangkan penulis membahas larangan menikah
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Keroman Sindujoyo
Gresik.
4. Miftahul Huda, Membangun Model Bernegosiasi dalam Tradisi
Larangan-Larangan Perkawinan Jawa, (Jurnal Pengembangan Ilmu
Keislaman 12 (2), 2017 Institut Agama Islam Negri (IAIN) Ponorogo)
Jurnal ini membahas tentang penggalian model negosiasi
dalam bingkai koneksi kalam dan adat, model bernegosiasi bingkai
koneksi fikih dan adat yang melahirkan hubungan kedekatan dan
12
fleksibilitas dalam merespon adat dan tradisi, dan model bernegosiasi
dalam bingkai kearifan dan keragaman adat atau tradisi.
Perbedaan jurnal dengan penulis adalah:
a. Objek penelitian pada jurnal lebih meluas yakni adat larangan
pernikahan di seluruh daerah Jawa, sedangkan penulis hanya
membahas adat larangan pernikahan di daerah Gresik.
b. Jurnal tersebut membahas tentang cara penyelesaian larangan menikah
di adat Jawa, sedangkan penulis membahas larangan menikah dalam
pertimbangan hukum, dan membahas tentang kajian hubungan antara
hukum Islam dengan hukum adat.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan sosio-
antropologis mengingat data yang diperlukan persepsi dan perilaku
masyarakat desa Gumeno Gresik mengenai perkara larangan pernikahan.
Karena persepsi terpengaruh oleh budaya-budaya maka penelitian
menggunakan pendekatan antropologis. Dan karena antara nilai-nilai
budaya dengan perilaku adakalanya tidak selaras atau bertentangan maka
pendekatan sosiologi juga digunakan.
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian, jenis penelitian ini merupakan
penelitian eksploratif, maka cara yang dilakukan adalah penelitian yang
bersifat penelitian lapangan (field research), yaitu upaya untuk
mengungkap secara faktual “Tradisi Larangan Nikah turunan Kidang
Palih dengan Keturuanan Keroman Sindujoyo Perspektif ‘urf dan interaksi
13
hukum Islam dengan hukum adat”. Secara mendetail penelitian ini untuk
menemukan jawaban tentang tradisi larangan menikah yang berlaku bagi
masyarakat Gumeno dan Keroman Gresik. Sehingga dapat mengetahui
secara jelas sebab larangan menikah turunan Kidang Palih dengan
Keturunan Keroman Sindujoyo Gresik.
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber data
yaitu, sumber data primer, dan sumber data sekunder.
a. Data primer yaitu data yang dihasilkan peneliti langsung dari
sumbernya. Penulis mengambil data primer dari wawancara dengan
masyarakat dan tokoh masyarakat sekitar Gumeno turunan Kidang
Palih yang mengerti seluk beluk tentang larangan menikah turunan
Kidang Palih dengan keturunan Keroman Sindujoyo Gresik. Jadi,
dapat menjawab masalah dalam penelitian.
b. Data sekunder yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian orang
lain yang dibuat untuk maksud yang berbeda, yang didapat melalui
studi kepustakaan yang dilakukan melalui penelusuran buku-buku,
jurnal dan literatur lain yang berkenaan dengan masalah pernikahan
dan juga tentang profil desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten
Gresik Jawa Timur.
4. Teknik Pengumpul Data
Teknik pengumpul data atau instrumen dalam penelitian sosial
adalah suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dan
informasi yang diinginkan. Instrumen biasanya digunakan oleh peneliti
14
untuk menanyakan atau mengamati responden sehingga diperoleh
informasi yang dibutuhkan. Instrument penelitian antara lain dapat
berbentuk wawancara, observasi, dan juga studi dokumen tergantung pada
jenis penelitian yang akan dilakukan.
Beberapa Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah suatu proses tanya jawab lisan, 2 orang atau
lebih berhadapan dengan menggali informasi lewat pendengaran
suara.14 Dengan wawancara, penulis mengajukan beberapa pertanyaan
terkait masalah dalam penelitian yang berkaitan dengan judul Tradisi
Larangan Nikah Turunan Buyut Kidang Palih dengan Turunan Buyut
Sindujoyo Keroman Gresik. Dalam hal wawancara ini, penulis akan
melakukan wawancara kepada beberapa pemberi informasi
(information suppleyer) yaitu:
1. Sesepuh desa Gumeno yang masih ada keturunan Buyut Kidang
Palih Gumeno Gresik
2. Sesepuh desa turunan Keroman Sindujoyo Gresik
3. Juru Kunci Makam Buyut Kidang Palih Gumeno Gresik
4. Juru Kunci Makam Sindujoyo Keroman Gresik
5. Aparat pemerintahan desa Gumeno Gresik
6. Aparat Pemerintah desa Keroman Sindujoyo Gresik
7. Masyarakat desa Gumeno Gresik
8. Masyarakat desa Keroman Sindujoyo gresik
9. Warga yang melanggar pernikahan turunan buyut kidang palih
dengan turunan Keroman sindujoyo
14 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunju Praktis untuk Peneliti Pemula, h. 89.
15
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang ditujukan
kepada subyek penelitian dokumen yang diketik melainkan catatan
pribadi, surat pribadi, rekaman kaset, video, foto, dan lain sebagainya.15
5. Teknik Analisa Data
Analisa data dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa langkah
yaitu: (data reduction) reduksi data, (data display) penyajian data, dan
(data coclusion) kesimpulan/verifikas data.16
a. Reduksi data
Adalah kegiatan merangkum data, memilih hal-hal pokok
memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari pola dan temanya.17
b. Penyajian data
Adalah suatu kegiatan memberikan uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya.18
c. Data verification
Adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.19
15Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunju Praktis untuk Peneliti Pemula, h. 101. 16Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif , (Bandung, Alvabeta, CV, 2006), h.
246. 17Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif , h. 247 18Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif , h. 249. 19Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif , h. 252.
16
G. Teknik Penulisan
Teknik penulisan penelitian ini merujuk pada pedoman penulisan
skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2017.
H. Rancangan Sistematika Penulisan
Skripsi ini ditulis berdasarkan buku pedoman penulisan skripsi
fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
sistematika yang di bagi menjadi 5 bab. Masing-masing bab terdiri atas
beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti adapun
perinciannya adalah sebagai berikut:
Bab pertama, berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, review studi
terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab kedua, berisi tentang kajian teoritis atau tinjauan pustaka, dalam
hal ini meliputi dasar-dasar umum tentang perkawinan,perkawinan perspektif
adat, larangan perkawinan, tinjauan ‘Urf, dan konsep mitologi
Bab ketiga, berisi tentang kajian pertama tentang profil obyek
penelitian, yakni meliputi pembahasan kondisi obyek penelitian, penemuan
hasil penelitian mengenai sejarah dan beografi Buyut Kidang Palih, sejarah
dan beografi Buyut Sindujoyo Keroman Gresik, dan sejarah adanya larangan
menikah turunan Buyut Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo Keroman
Gresik.
Bab keempat, berisi tentang hasil penelitian yakni pertimbangan
filosofis, sosiologis, dan yuridis terhadap larangan nikah turunan Buyut
Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman, tinjauan ‘Urf dalam tradisi
17
larangan Menikah turunan Buyut Kidang Palih dengan turunan Keroman
Sindujoyo Gresik. Serta membahas tentang Interaksi hukum Islam dan hukum
adat larangan menikah turunan Buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo
Keroman Gresik.
Bab lima, berisi tentang penutup dalam hal ini meliputi kesimpulan
uraian singkat dengan merumuskan jawaban penelitian atas pokok-pokok
masalah yang ada dalam penelitian ini. selanjutnya dipaparkan saran dari hasil
pembahasan mengenai perkawinan antara turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Keroman Sindujoyo Gresik, bab selanjutnya akan dilampirkan daftar
pustaka yang dijsadikan rujukan oleh peneliti dalam penulisan laporan
penelitian ini.
18
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DAN ‘URF
A. Perkawinan Menurut Hukum Islam dan Perundang-Undangan di
Indonesia
1. Pengertian Perkawinan
Secara etimologis perkawinan dalam bahasa Arab berarti nikah
atau zawaj. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari
orang arab dan banyak terdapat dalam al-Qur’an dan hadits Nabi. al-Nikah
mempunyai arti al-Wath’I, al-Dhommu, al-Tadakhul, al- Jam’u atau ibarat
‘an al-wath wal ‘aqd yang berarti bersetubuh, hubungan badan,
berkumpul, jima’ dan akad.1
Secara terminologis perkawinan adalah akad yang membolehkan
terjadi istimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita, atau melakukan
wath’ dan berkumpul selama wanita tersebut bukan wanita yang
diharamkan baik dengan sebab keturunan, atau sepersusuan.2
Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia) dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.3
1Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2011), Cet,1. h. 4. 2Kama Rusdiana, Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta:UIN Jakarta
Press,2007), Cet.1, h. 2 3Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga Harta-Harta Benda dalam Perkawinan, (Depok:PT
Raja Grafindo Persada,2017), Cet. 2, h. 42.
19
Pengertian perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah
akad yang sangat kuat atau mitsaqaan ghaaliizhan untuk menaati perintah
Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah.4
2. Hukum Melakukan Perkawinan
Dari beberapa pendapat mazhab berdasarkan nash-nash, baik al-
Qur’an dan hadits, Islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang
mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun, dilihat lagi dari segi
kondisi orang yang melakukan dan tujuan melaksanakan perkawinan.
Oleh karena itu pernikahan bisa dihukumi, wajib, sunnat, haram, makruh,
dan mubah dintaranya yakni:
a. Melakukan perkawinan yang hukumnya wajib
Bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan
untuk kawin dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina
maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah
wajib.5 Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap
muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat terlarang. Sesuai
kaidah :
مالايتم الواجب الا به فهو واجب “Seseautu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya,
maka sesuatu itu hukumnya wajib juga”6
4 Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga Harta-Harta Benda dalam Perkawinan, h. 43. 5Abdurrahman Ghozali, Fikih Munakahat, (Jakarta:Kencana Prenadamedia Group,2003),
Cet.1. h. 18-19 6 Abdurrahman Ghozali, Fikih Munakahat, h. 18-19
20
Hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut merupakan
hukum sarana sama dengan hukum pokok yakni menjaga diri dari
perbuatan maksiat.
b. Melakukan Perkawinan yang hukumnya Sunnat
Orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
melangsungkan perkawinan, tetapi kalau tidak dikhawatirkan akan
berbuat zina, maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut
adalah sunnah hal tersebut dipahami dari anjuran al-Qur’an seperti
terdapat dalam surat al-Nur ayat 32 dan hadits Nabi yang diriwayatkan
Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud yang dikemukakan
dalam menerangkan sikap agama Islam terhadap perkawinan baik ayat
al-Qur’an maupun As-Sunnah tersebut berbentuk perintah, tetapi
berdasarkan qarinah-qarinah yang ada, perintah Nabi tidak
memfaedahkan hukum wajib, tetapi hukum sunnat saja.7
c. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Haram
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak
mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila
melangsungkan perkawinan akan terlantarlah dirinya dan istrinya,
maka hukum melakukan perkawinan bagi orang tersebut adalah
haram.8 Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an ayat 195 melarang
orang yang melakukan hal yang akan mendatangkan kerusakan:
يدأيكم إأل الت هلكةأ (٢/١٩٥:)البقرة ولا ت لقوا بأ
7Abdurrahman Ghozali, Fikih Munakahat,h. 19-20. 8Abdurrahman Ghozali, Fikih Munakahat, h. 20.
21
Artinya: “dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan".(al-Baqarah:2/195)
d. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Makruh
Perkawinan menjadi makruh adalah bagi orang yang
mempunyai kemampuan untuk melakukan perkawinan juga cukup
mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga tidak
memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin.
Hanya saja orang ini tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk
dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan baik.9
e. Melakukan Perkawinan yang Hukumnya Mubah
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan
zina dan apabila melakukannya juga tidak akan menelantarkan istri.
Perkawinan tersebut hanya didasarkan untuk memenuhi kesenangan
bukan tujuan menjaga kehormatan agamanya dan membina keluarga
sejahtera, maka hukum perkawinan bagi orang tersebut adalah
mubah.10
3. Tujuan Perkawinan
Secara rinci tujuan perkawinan yaitu sebagai berikut:
a. Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi tuntutan hajat
tabiat kemanusiaan
b. Membentuk rumah tangga (keluarga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
9Abdurrahman Ghozali, Fikih Munakahat,h. 21. 10Abdurrahman Ghozali, Fikih Munakahat,h. 21.
22
c. Memperoleh keturunan yang sah11
d. Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rezeki penghidupan
yang halal, memperbesar rasa tanggung jawab
e. Membentuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah
(Keluarga yang tentram, penuh cinta kasih, dan kasih sayang)
sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT:
نكم مودة ها وجعل ب ي ومن آيته أن خلق لكم م ن أنفسكم أزواجا ل تسكنوا إلي )٣٠/٢١:الروم (ورحة إن ف ذلك ليت ل قوم ي ت فكرون
Artinya:”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia
menciptakan untukmu isteri-isteridari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(QS.Al-
Ruum:30/21)
f. Ikatan perkawinan sebagai mitsaqan ghalizan sekaligus mentaati
perintah Allah SAW bertujuan untuk membentuk dan membina
tercapainya ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri dalam kehidupan rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan syariat hukum Islam.12
4. Prinsip-prinsip Perkawinan
Asas dan prinsip yang dianut oleh UU Perkawinan di Indonesia
adalah sebagaimana yang terdapat pada penjelasan umum UU perkawinan
itu sendiri:
11Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi
Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta:IND-HILL-CO,1990), Cet.2, h. 27 12Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 11.
23
a. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi,
agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu
dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materil
b. Dalam undang-undang ini dinyatakan, bahwa suatu perkawinan adalah
sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus
dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Undang-undang ini menganut asas monogami. Hanya pabila
dikehendaki oleh yang bersangkutan karena hukum agama dari yang
bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristri lebih dari
seorang. Namun demikian, perkawinan seorang suami dengan lebih
dari seorang istri, meskipun hal itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan, hanya dapat dilakukan apabila dipenuhi persyaratan
tertentu dan diputuskan oleh pengadilan.
d. Undang-undang ini menganut prinsip bahwa calon suami dan istri itu
harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perkawinan, agar supaya dapat diwujudkan tujuan perkawinan secara
baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapatkan keturunan yang
baik dan sehat.13
e. Karena tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang
bahagia, kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut
prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian.
f. Hal dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kewajiban
suami baik dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan
13 Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dari Segi
Hukum Perkawinan Islam, h. 55-56
24
masyarakat, sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam keluarga
dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami istri.
5. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan
Menurut fuqaha mazhab rukun perkawinan setiap madzab berbeda-
beda. Adapun rukun nikah menurut empat mazhab adalah sebagai berikut:
a. Madzab al-Hanafiah
1) Shighat (ijab dan qabul)
2) Wali
3) Pihak laki-laki
4) Pihak perempuan
5) Dua saksi
b. Mazhab al-Malikiyah14
1) wali
2) pihak laki-laki
3) pihak perempuan
4) shighat (ijab dan qabul)
c. Madzhab asy-Syafi’iyah15
1) Ijab qabul (akad)
2) Mempelai laki-laki
3) Mempelai perempuan
4) saksi
5) wali
14 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid Rujukan Utama Fikih
Perbandingan Madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2013), Cet.1,
h. 64-99 15 Musthafa al-Bugha, Musthafa al-Khann, dkk, Fikih Manhaji Kitab Fikih Lengkap Imam
asy-Syafi’I Jilid 1, (Yogyakarta:Darul Uswah, 2008), h. 644-649
25
d. Mazhab al-Hanabilah
1) Mempelai laki-laki
2) Mempelai perempuan
3) Ijab dan qabul
Menurut Jumhur Ulama rukum perkawinan ada lima dan
masing-masing rukun itu memiliki syarat-syarat tertentu. Untuk
memudahkan pembahasan maka uraian rukun perkawinan akan
disamakan dengan uraian syarat-syarat dari rukun tersebut:16
1) Calon suami, syarat-syaratnya:
1. Beragama Islam
2. Laki-laki
3. Jelas orangnya
4. Dapat memberikan persetujuan
5. Tidak terdapat halangan perkawinan
2) Calon istri, syarat-syaratnya:
1. Beragama Islam
2. Perempuan
3. Jelas orangnya
4. Dapat dimintai persetujuannya
5. Tidak terdapat halamgan perkawinan
3) Wali nikah, syarat-syaratnya:
1. Laki-laki
2. Dewasa
3. Mempunyai hak perwalian
16Amiur Nuruddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group,2004), Cet.5, h. 62-63
26
4. Tidak terdapat halangan perwaliannya
4) Saksi nikah, syarat-syaratnya:
1. Minimal dua orang laki-laki
2. Hadir dalam ijab qabul
3. Dapat mengerti maksud akad
4. Islam
5. Dewasa
5) Ijab qabul, syarat-syaratnya:
1. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
2. Adanya pernyataan penerimaan dari calon
3. Memakai kata-kata nikah, atau tazwij atau terjemahan dari kata
tersebut
4. Antara ijab dan qabul bersambungan
5. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya
6. Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau
umrah
Syarat sah perkawinan menurut Undang-undang No 1 Tahun
1974 ada 2 (dua) macam syarat perkawinan, yaitu syarat materil dan
syarat formil. Syarat-syarat perkawinan dalam hukum nasional diatur
dalam ketentuan pasal 6 sampai dengan pasal 12 Undang-undang No 1
Tahun 1974 tentang perkawinan, 17
Persyaratan materil berkenaan dengan calon yang hendak
melangsungkan perkawinan, yang meliputi:18
a. Persyaratan terhadap orangnya (para pihak)
17Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga Harta-Harta Benda dalam Perkawinan, h. 55 18Rosnidar Sembiring, Hukum Keluarga Harta-Harta Benda dalam Perkawinan, h. 55-56
27
Persyaratan berikut berlaku umum bagi semua perkawinan,
yaitu:
1) Adanya persetujuan dari kedua calon mempelai
2) Calon mempelai sudah berumur 19 (Sembilan belas) tahun bagi
pria dan 18 tahun bagi wanita
3) Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain, kecuali bagi laki-
laki yang beristri lebih dari seorang.
4) Bagi wanita tidak sedang dalam jangka waktu tunggu atau massa
iddah.
Adapun ketentuan yang berlaku bagi perkawinan orang tertentu
adalah:
1) Tidak terkena larangan/halangan melakukan perkawinan, baik
menurut Undang-undang maupun hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaan itu.
2) Tidak terkena larangan kawin kembali untuk ketiga kalinya
setelah kawin dan bercerai lagi untuk kedua kalinya berdasarkan
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.
b. Memperoleh izin dari orang tua atau wali calon mempelai, dan
mendapatkan izin pengadilan bagi mereka yang hendak beristri lebih
dari seorang (berpoligami).
6. Hikmah Perkawinan
Hikmah melakukan perkawinan yaitu sebagai berikut:
a. Untuk memelihara jenis manusia
b. Untuk memelihara keturunan
c. Menyelamatkan manusia dari kerusakan akhlak
28
d. Menyelamatkan masyarakat dari bermacam-macam penyakit
e. Untuk menentramkan jiwa setiap pribadi
f. Untuk menjalin kerja sama suami istri dalam membina keluarga dan
mendidik anak-anak
g. Menyuburkan rasa kasih sayang ibu dan bapak.19
h. Menumbuhkan silaturahmi, persaudaraan dan kegembiraan dalam
menghadapi perjuangan hidup dalam kehidupan masyarakat dan
sosial.20
B. Larangan Perkawinan
1. Larangan Kawin Selamanya
Larangan kawin kepada perempuan yang sebab keharamannya
memiliki sifat yang tidak akan mengalami perubahan seperti anak-anak-
perempuan, saudara-saudara perempuan, dan saudara-saudara perempuan
dari bapak, mereka inilah yang tidak dihalalkan bagi laki-laki untuk kawin
selama-lamanya.21
Perempuan-perempuan yang diharamkan selamanya terbagi menjadi tiga
macam:
a. Perempuan-perempuan yang Diharamkan Sebab Keturunan Nasab22
Termasuk hubungan nasab, yaitu:
1) Ibu
2) Anak perempuan
3) Saudara perempuan
4) Bibi dari ayah
19 Abdul Qadir Jaelani, Keluarga Sakinah, (Surabaya: PT Bina Ilmu,1995), Cet. 1, h. 41-46 20 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 11. 21Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, (Jakarta:Sinar Grafika
Offset,2010), Cet.1, h. 121. 22 Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 121.
29
5) Bibi dari pihak ibu
6) Keponakan perempuan dari saudara laki-laki
7) Keponakan perempuan dari saudara perempuan23
Keharaman perempuan-perempuan yang disebutkan di atas
berdasarkan firman Allah SWT:
وخالاتكم وب نات الخأ وب نات حر أمت عليكم أمهاتكم وب ناتكم وأخواتكم وعماتكم (٤/٢٣:النساء) الختأ
Artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-
anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan,
saudara-saudara bapakmu yang perempuan (bibi dari pihak ayah)
saudara-saudara ibumu yang perempuan(bibi dari pihak ibu) anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan(keponakan)”.(QS. al-Nisa’:4/23)
b. Perempuan-perempuan yang Diharamkan karena Semenda (Ikatan
Pernikahan)24
sebagaimana Allah berfirman:
شة ومقتا وساء ف إأنهۥ كان ف ا قد سل م إألا ءابؤكم م أن ٱلن أساءأ ولا تنكأحوا ما نكح حأ (٤/٢٢)النساء: سبأيل
Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah
dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-
buruk jalan (yang ditempuh)”. (QS. al-Nisa’:4/22)
23 Abdul Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita, (Jakarta:Penerbit Zaman,2009), Cet.1, h.
157-158 24Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 123.
30
Perempuan-perempuan yang tidak boleh dikawini oleh seorang laki-
laki untuk selamanya karena adanya pertalian kerabat semenda sabagai
berikut:25
1) Perempuan yang telah dinikahi oleh ayah atau disebut ibu tiri
2) Perempuan yang telah dinikahi oleh anak laki-laki atau disebut
menantu
3) Ibu istri atau disebut mertua
4) Anak dari istri dengan ketentuan istri itu telah digauli
c. Perempuan-perempuan yang Diharamkan karena Sepersusuan26
Sebagaimana Firman Allah SWT:
تأ أرضعنكم وأخواتكم مأن الر (٤/٢٣لنساء:)ا ةضاع وأمهاتكم الل Artinya: “ Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan
sepersusuan,”(QS. al-Nisa’:4/23)
Yang termasuk hubungan sepersusuan adalah:27
1) Wanita yang menyusui seterusnya ke atas
2) Wanita persusuan dan seterusnya menurut garis ke bawah
3) Wanita saudara persusuan dan kemenakan sesusuan ke bawah
4) Wanita bibi sesusuan dan bibi sesusuan ke atas
5) Anak yang disusui oleh istrinya dan keturunanya
2. Larangan Perkawinan Sementara
a. Istri yang putus perkawinan karena li’an
Perempuan-perempuan yang terkena li’an sesungguhnya ia
haram atas suaminya yang menjatuhkan li’an atasnya selamanya
25Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 12. 26Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 124 . 27 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 12.
31
menurut pendapat yang kuat, berdasarkan ucapan Rasulullah SAW
atas suami istri yang setelah melakukan li’an: “Tidak ada jalan bagimu
atasnya”28
b. Perempuan yang dikawini waktu ‘iddah
Yaitu perempuan yang tidak halal bagi selain yang memiliki
‘iddah selama dalam ‘iddah dan tiada perbedaan antara ia dengan
sebab cerai (thalaq), fasakh atau meninggal, dan ia tidak berada di
antara thalaq raj’i atau ba’in dalam status hukum perempuan ber-
‘iddah yang bebas, yaitu khusus dengan isyarat.29
Sebagaimana firman Allah SWT:
)٤/٢٤النساء:) ملكت أيانكم والمحصنات مأن الن أساء إألا ما
Artinya: “Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang
bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang
kamu miliki. (QS. al-Nisa’:4/24)
c. Mengawini dua orang dalam satu masa
Apabila seorang laki-laki telah mengawini seorang perempuan,
dalam waktu yang sama dia tidak boleh mengawini saudara dari
perempuan itu. Hal ini di jelaskan oleh Allah dalam Q.S an-Nisa’ ayat
23.30
)٤/٢٣)النساء: وأن تمعوا بي الختيأ
Artinya:”Dan (diharamkan mengumpulkan (dalam pernikahan) dua
perempuan yang bersaudara”. (QS.an-Nisa’:4/23)
d. Poligami di luar batas
28Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 129. 29Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 1249. 30 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 14.
32
Seorang laki-laki dalam perkawinan poligami banyak
mengawini empat orang dan tidak boleh lebih dari itu. Hal ini
berdasarkan kepada firman Allah :31
طوا فأ الي تامىو فتم ألا ت قسأ وثلث مثن ا ما طاب لكم م أن الن أساءفانكأحو إأن خأدة أ فتم ألا ت عدألوا ف واحأ ن ألا ت عولوا انكم ذلأك أد لكت أي ما م و وربع فإأن خأ
(٤/٣)النساء: Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau
empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS.
An-Nisa’:4/3)
e. Menikahi budak perempuan sedangkan terdapat perempuan merdeka.
Barang siapa yang menikahi perempuan merdeka tidak boleh
baginya untuk menikahi budak perempuan hingga isteri merdeka
diceraikan dan habis masa iddah-nya. Hal tersebut karena
sesungguhnya pernikahan termasuk dalam isyarat tetap yang tidak
dapat menikah dengan perempuan merdeka.32Berdasarkan firman
Allah SWT:
نكم طولا أن ينكأح المح نااتأ اصن ومن ل يستطأع مأ أيانكم تأ فمأن م أا ملكت لمؤمأناتأ )٤/٢٥)النساء:م أن ف ت ياتأكم المؤمأ
Artinya:”Dan barangsiapa di antara kamu (orang merdeka) yang tidak
cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi
beriman, ia boleh mengawini wanita yang yang beriman dari budak-
budak yang kamu miliki.”(QS.an-Nisa’:4/25)
31 Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 14. 32Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 130
33
f. Larangan karena talak tiga
Seorang laki-laki yang telah menceraikan istrinya dengan talak
tiga, baik sekaligus atau bertahap, mantan suamninya haram
mengawininya sampai mantan istri itu kawin dengan laki-laki lain dan
habis pula iddahnya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:.33
قها فل جناح غيه فإأن طل زوجا نكأح ت ه مأن ب عد حت إأن طلقها فل تأل ل ف ي ب ي أن ها لأقوم لك حدود الل أ لل أ وتأ ود اد ح عليهأما أن يتاجعا إأن ظنا أن يقأيما
(٢/٢٣٠)البقرة:ي علمون Artinya: “Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang
kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin
dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”.
(QS.al-Baqarah:2/230)
g. Larangan karena Ihram
Perempuan yang sedang ihram, baik ihram haji maupun ihram
umrah, tidak boleh dikawini oleh laki-laki baik laki-laki tersebut sedang
ihram pula atau tidak. Larangan itu tidak berlaku lagi setelah lepas
masa ihramnya.34 Berdasarkan hadits Muslim yang bersumber dari
Utsman bin Affan
لا تنكح المحرم و لا ينكح
“tidak boleh menikahkan atau dinikahkan seorang yang sedang ihram”
33Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 14. 34Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h. 14.
34
h. Larangan karena perzinaan
Sebagaimana firman Allah SWT:
)٢٤/٣:النور (الزانأ لا ينكأح إلا زانأية أو مشرأكة والزانأية لا ينكأحها إألا زان أو مشرأك Artinya:“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik dan
perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang
berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
orang-orang yang mukmin”. (QS. an-Nuur: 24/3)
i. Larangan karena beda agama35
Larangan ini berdasarkan firman Allah SWT:
نة خي م أن مشرأكة ولو أعجب تكم ولا ولا تنكأحوا المشرأكاتأ حت ي ؤمأن ولمة مؤمأرأكأي نوا ولعبد مؤمأن خي م أن مشرأك ولو أعجبكم أول ئأك يدعون تنكأحوا المشأ حت ي ؤمأ
آيتأهأ لألناسأ لعلهم ي تذ (كرونإأل النارأ والل يدعو إأل النةأ والمغفأرةأ بأأذنأهأ وي بي أ )٢/٢٢١:البقرة
Artinya: “Janganlah kamu kawini perempuan-perempuan musyrik
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya perempuan-perempuan
hamba yang beriman lebih baik dari perempuan musyrik merdeka,
walau ia menakjubkanmu, janganlah kamu mengkawinkan anak
perempuanmu kepada laki-laki musyrik sebelum ia beriman.
Sesungguhnya laki-laki hamba yang beriman lebih baik dari pada laki-laki merdeka, walau ia menawan hatimu” (QS. al-Baqarah:2/21)
C. Perkawinan Perspektif Adat
1. Definisi Perkawinan Adat
Menurut hukum adat, perkawinan bisa merupakan urusan
kerabat, keluarga, persekutuan, martabat, bisa merupakan urusan pribadi,
bergantung kepada tata-susunan masyarakat yang bersangkutan.36
35Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 131
35
Menurut Dewi Sulastri, perkawinan adalah salah satu peristiwa
yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat kita. Oleh karena itu,
perkawinan tidak hanya menyangkut perempuan dan pria yang akan
menjadi suami istri, tetapi juga menyangkut orang tua kedua belah pihak,
saudara-saudaranya, dan kerabat lainnya.37
Berikut ini akan dikemukakan definisi perkawinan menurut
hukum adat yang dikemukakan oleh para ahli:
a. Hazairin
Menurut Hazairin perkawinan merupakan rentetan perbuatan-
perbuatan magis, yang bertujuan untuk menjamin ketenangan,
kebahagiaan, dan kesuburan.
b. A.VanGennep
Perkawinan sebagai suatu rites de passage (upacara peralihan)
peralihan status kedua mempelai. Peralihan terdiri dari tiga tahap:
• Ritesdeseparation
• Ritesdemerge
• Ritesdeaggregation
c. Djojodegoeno
Perkawinan merupakan suatu paguyupan atau somah (jawa:
keluarga), dan bukan merupakan suatu hubungan perikatan atas dasar
perjanjian. Hubungan suami-istri sebegitu eratnya sebagai suatu
ketunggalan.38
36Iman Sudiyat Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta:Liberti Yogyakarta,2007), Cet. 5, h.
107. 37Dewi Sulastri, Pengantar Hukum Adat, h. 131. 38 http://www.lutfichakim.com/2012/01/perkawinan-menurut-hukum-adat-dan.html
36
2. Tujuan-tujuan Perkawinan Adat
Dalam masyarakat adat, perkawinan mempunyai tujuan
tersendiri baik secara umum maupun khusus secara umum mempunyai
tujuan mewujudkan masyarakat yang aman, tentram dan sejahtera, secara
khusus dengan berbagai ritual-ritualnya dan sesajen-sesajen atau
persyaratan-persyaratan yang melengkapi upacara tersebut akan
mendukung lancarnya proses upacara baik jangka pendek maupun panjang
namun pada akhirnya mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mendapatkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera dan keluarga yang
utuh.
Tujuan perkawinan menurut hukum adat yang bersifat
kekerabatan adalah mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut
garis kebapakan, ke-ibuan, atau keibu-bapakan, untuk kebahagiaan rumah
tangga atau keluarga/kerabat, untuk memperoleh nilai-nilai adat untuk
memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian dan untuk
mempertahankan kewarisan.39 Oleh karena sistem keturunan dan
kekerabatan antara suku bangsa Indonesia yang satu dan lain berbeda-
beda, termasuk lingkungan hidup dan gama yang dianut berbeda-beda,
maka tujuan perkawinan adat juga berbeda antara suku bangsa yang satu
dan daerah yang lain, bagitu juga dengan akibat hukum dan upacara
perkawinannya.
Dalam masyarakat patrilineal, perkawinan bertujuan untuk
mempertahankan garis keturunan bapak, sehingga anak laki-laki (tertua)
harus melaksanakan bentuk perkawinan ambil istri (dengan pembayaran
39Hilman Hadikesuma, Hukum Perkawinan Indonesia, (Mandar Maju, 2007), h. 21-22
37
uang jujur), di mana setelah terjadinya perkawinan istri ikut (masuk)
dalam kekerabatan suami dan melepaskan kedudukan adatnya dalam
susunan kekerabatan bapaknya.
Dalam masyarakat matrilineal, perkawinan bertujuan untuk
mempertahankan garis keturunan ibu, sehingga anak perempuan (tertua)
harus melaksanakan bentuk perkawinan ambil suami (semenda) di mana
setelah terjadinya perkawinan suami ikut (masuk) dalam kekerabatan istri
dan melepaskan kedudukan adatnya dalam susunan kekerabatan
orangtuanya.
3. Asas-asas Perkawinan Menurut Hukum Adat
Asas-asas perkawinan menurut hukum adat adalah:
a. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan
hubungan kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal.
b. Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama
dan atau kepercayaan, tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para
anggota kerabat.
c. Perkawinan dapat dilakukan oleh seorang pria dengan beberapa wanita
sebagai isteri yang kedudukannya masing-masing ditentukan menurut
hukum adat setempat
d. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan orang tua dan anggota
kerabat. Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau isteri
yang tidak diakui masyarakat adat.
e. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup
umur atau masih anak-anak. Begitu pula walaupun sudah cukup umur
perkawinan harus berdasarkan izin orang tua/keluarga dan kerabat.
38
f. Perceraian ada yang dibolehkan dan ada yang tidak dibolehkan.
Perceraian antara suami dan isteri dapat berakibat pecahnya hubungan
kekerabatan antara dua pihak.
g. Keseimbangan kedudukan antara suami dan isteri-isteri berdasarkan
ketentuan hukum adat yang berlaku, ada isteri yang berkedudukan
sebagai ibu rumah tangga dan ada isteri yang bukan ibu rumah
tangga.40
4. Syarat-syarat Perkawinan Adat
Syarat sahnya perkawinan menurut hukum adat pada
masyarakat pada umumnya tergantung pada agama yang dianut
masyarakat adat yang bersangkutan. Maksudnya jika telah dilaksanakan
dengan tatatertib agamanya maka perkawinan itu telah sah seacara adat.
Perkawinan menurut hukum adat perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut Agama dan Kepercayaannya.41 Bagi masyarakat yang menganut
agama Islam, maka syahnya perkawinan adalah melalui cara aqad nikah,
yaitu suatu ijab yang dilakukan oleh pihak wali mempelai perempuan
yang kemudian diikuti dengan qabul dari bakal suami, dan dengan
sekurang-kurangnya dua orang dewasa sebagai saksi. Bagi mereka yang
menganut agama Kristen, maka sahnya perkawinn adalah melalui
pemberkatan yang dilakukan di gereja.
Tetapi perlu diperhatikan bahwa upacara nikah menurut
agama, pada dasarnya merupakan bagian dari keseluruhan upacara
perkawinan itu. Dengan demikian sebelum atau sesudah nikah terdapat
upacara perkawinan yang dilakukan menurut adat setempat. Kadang-
40Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,1990),
Cet .4, h. 70 41Hilman Hadi Kesuma, Hukum Perkawianan Adat, , h. 19
39
kadang upacara nikah dilakukan pada tengah dari upacara perkawinan
menurut adat setempat itu.
5. Sistem Perkawinan
Ada tiga sistem perkawinan yang terdapat di Indonesia, yakni sistem
endogomi, eksogami, dan eleutherogami.42
a. Sistem endogami, yang mengharuskan seseorang mencari jodoh di
lingkungan sosial, kerabat, kelas sosial atau lingkungan pemukiman.
Sistem ini jarang terjadi di Indonesia. Pada masa lalu hanya ditemukan
di Tanah Toraja. Tetapi dalam waktu dekat, sistem ini akan lenyap
kalau hubungan dengan daerah lain menjadi terbuka, lagi pula ia tidak
sesuai dengan kekerabatan parental setempat.
b. Sistem eksogami, yang mengharuskan seseorang mencari jodoh di luar
lingkungan sosial, kerabat, golongan sosial, atau lingkungan
pemukiman. Sistem ini pun masih lunak, sehingga larangan kawin se-
suksu diperlakukan pada lingkungan keluarga yang sangat terbatas
saja.
c. Sistem eleutherogami, yang tidak mengenal larangan-larangan seperti
dua sistem diatas. Larangan terjadi jika ada ikatan keluarga senasab
dan hubungan keluarga (mushaharah) seperti yang terdapat dalam
Islam. Sistem ini lebih merata terdapat di daerah hukum adat di
Indonesia seperti Aceh, Sumatera Timur, Bangka Belitung,
Kalimantan, Minahasa, Sulawesi Selatan, Ternate, Irian, Timor, Bali,
Lombok, dan seluruh Jawa dan Madura.
42Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, h. 132-133
40
D. ‘Urf
1. Pengertian ‘Urf
‘Urf menurut bahasa adalah adat, kebiasaan, atau satu kebiasaan
yang terus menerus.43
‘Urf menurut istilah dalam ushul fiqih adalah sesuatu yang telah
terbiasa (dikalangan) manusia atau pada sebagian mereka dalam hal
muamalat dan telah melihat/tetap dalam diri mereka dalam beberapa hal
secara terus-menerus yang diterima oleh akal yang sehat.44
Menurut mayoritas ulama’ ‘urf dinamakan juga adat sebab perkara
yang sudah dikenal itu berulang kali dilakukan manusia.45
Menurut Amir Syarifuddin, hakikat adat dan ‘urf itu adalah sesuatu
yang sama-sama dikenal oleh masyarakat dan telah berlaku secara terus
menerus sehingga diterima keberadannya oleh ummat.46
Menurut Ibnul Abidin, ‘urf adalah suatu pekerjaan yang diulang-
ulang sehingga menjadi biasa dan ma’ruf. Kemudian diterima oleh jiwa
dan akal sekalipun tanpa ada hubungan dan keterangan sehingga menjadi
kebenaran yang terbiasa.47
2. Pembagian ‘Urf
a. Dari segi yang dibiasakan, ‘urf ada dalam dua bentuk:48
43Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana Media Group, 2010), Cet. 1, h. 161. 44 Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih, h. 162. 45 Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), Cet. 2, h. 159 46 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana Media Group, 2012),
Cet. 1, h. 71. 47Ibnul abidin, dalam bukunya Majmu’ ar-Rasail, sebagaimana dikutip Mulidi Kurdi, Ushul
Fiqh Sebuah Pengenalan Awal, (Aceh:Lembaga Naskah Aceh,2015), Cet.2, h. 226.
48Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqih, h. 72-73.
41
1) Adat dalam ucapn atau ‘urf qauli, yaitu kebiasaan dalam
menggunakan suatu kata dalam bahasa. Kebiasaan masyarakat
dalam mempergunakan lafal/ungkapan tertentu untuk
mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang
dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat.49
Contoh: penggunaan lafadz walad kepada anak lelaki, bukan
kepada anak perempuan.50
2) Adat dalam perbuatan, ‘urf fi’li, yaitu kebiasaan dalam melakukan
sesuatu. Kebiasaan masyarakat dibedakan menjadi dua hal yakni
kebiasaan yang berkaitan dengan perbuatan biasa atau muamalah
keperdataan. Yang dimaksud perbuatan biasa adalah perbuatan
masyarakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait
dengan kepentingan orang lain, seperti kebiasaan libur kerja pada
hari-hari tertentu. Adapun yang berkaitan dengan muamalah
perdata adalah kebiasaan masyarakat tertentu dalam melaksanakan
akad/transaksi dengan cara tertentu. Misalnya, kebiasaan
masyarakat dalam berjual beli bahwa barang-barang yang dibeli ini
diantarkan ke rumah pembeli oleh penjual, apabila barang yang
dibeli itu berat dan besar, seperti lemari es dan peralatan rumah
tangga lainnya, tanpa dibebani biaya tambahan.51
b. Dari segi luas pemakaiannya ‘urf terbagi dua:52
1) Adat umum atau ‘urf ‘aam, yaitu kebiasaan yang berlaku secara
umum tanpa kecuali.
49Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), Cet. 2, h. 161 50Zainal Abidin Ahmad, Ushul Fiqih, (Jakarta:PT Bulan Bintang, 1998), h. 198. 51 Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1, h. 161-162 52Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqih, h. 73.
42
Contoh: kebiasaan menyewa kamar mandi umum dengan sewa
tertentu tanpa menentukan secara pasti berapa lamanya mandi dan
berapa kadar air yang digunakan.53
2) Adat khusus atau ‘urf khaash, yaitu kebiasaan yang berlaku dalam
lingkungan tertentu, berbeda dengan lingkungan lain.
Contoh: kebiasan masyarakat Irak dalam menggunakan al-dabbah
hanya kepada kuda, dan menganggap catatan jual beli yang berada
pada pihak penjual sebagai bukti yang sah dalam maslah hutang
piutang. 54
c. Dari segi penerimaan syara’ terhadap ’urf terbagi dua:55
1) Adat yang baik atau ‘urf shahih, yaitu kebiasaan yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash
(ayat atau hadits), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, dan
tidak pula membawa madarat bagi mereka.
Contoh: dalam masa pertunangan pihak laki-laki memberikan
hadiah kepada pihak wanita dan hadiah ini tidak dianggap sebagai
mas kawin.56
2) Adat yang buruk atau ‘urf fasid, yaitu adat kebiasaan yang berlaku
namun menyalahi aturan-aturan agama.
Contoh: kebiasaan yang berlaku dikalangan pedagang dalam
menghalalkan riba, seperti meminjamkan uang antara sesame
pedagang. Uang yang dipinjam sebesar sepuluh juta rupiah dalam
tempo satu bulan harus dibayar sebanyak sebelas juta rupiah
apabila jatuh tempo, dengan perhitungan bungannya sepuluh
53Satria Effendi, Ushul Fiqih, (Jakarta:Kencana, 2005), Cet.1, h. 141 54Satria Effendi, Ushul Fiqih, h. 154. 55Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqih, h. 73. 56 Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1, h. 163
43
persen tidaklah memberatkan, karena keuntungan yang diraih
sepuluh juta rupiah tersebut mungkin melebihi bungahnya yang
sepuluh persen. Akan tetapi, praktek seperti ini bukanlah kebiasaan
yang bersifat tolong menolong dalam pandangan syara’, karena
pertukaran barang sejenis, menurut syara’ tidak boleh saling
melebihi. 57
3. Kedudukan ‘Urf sebagai dalil syara’
Ulama yang mengamalkan ‘urf sebagai dalil hukum
menetapkan empat syarat pengamalannya:58
a. Adat itu bernilai maslahat dalam arti dapat memberikan kebaikan
kepada umat dan menghindarkan umat dari kerusakan dan keburukan.
b. Adat itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang
berada dalam lingkungan tertentu.
‘ Urf harus berlaku umum berlaku pada semua peristiwa atau
sudah umum berlaku. Oleh karena itu, tidak dibenarkan ‘urf yang
menyamai ‘urf lainnya karena adanya pertentangan antara mereka
yang mengamalkan dan meninggalkan. Sebagian ulama menyebutkan
contohnya, apabila seorang bapak membiayai biaya kematian anaknya
dari hartanya sendiri. Kemudian anaknya membawa perkakas tersebut
kepada suaminya, lalu terjadilah persengketaan antara anak dan bapak
tentang pemilikan perkakas tadi. Bapaknya mengakui bahwa perkakas
hanya pinjaman darinya, sedangkan anaknya mengakui bahwa
perkakas itu adalah pemberian kepadanya, bukan pinjaman, tetapi
keduanya tidak mempunyai bukti atas pengakuannya itu. Dalam
57 Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1, h. 163-164 58Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqih, h. 74.
44
keadaan demikian yang diterima (dimenangkan) adalah pengakuan
pihak yang selaras dengan ‘urf umumnya, dan dikuatkan dengan
sumpahnya. Jika ‘urf yang berlaku memberi petunjuk bahwa perkakas
tersebut berarti pinjaman saja, maka yang dimenangkan adalah
pengakuan bapak. Jika menurut ‘urf berarti sebaliknya, maka yang
dimenangkan adalah pengakuan anaknya.
Jika ‘urf di antara manusia sama. Maksudnya jika menurut sebagian
‘urf perkakas tersebut dianggap pinjaman, tetapi menurut ‘urf lainnya
dianggap hibah, maka hukum tidak ditetapkan berdasarkan ‘urf . oleh
karena itu, dalam keadaan demikian yang dimenangkan adalah
pengakuan bapaknya , berdasarkan sumpahnya. Sebab dialah yang
memberikan, maka dialah yang lebih mengetahui sifat dari pemberian
tersebut, apakah benar-benar pinjaman atau pemberian, dialah yang
lebih mengetahui.59
c. Adat itu telah berlaku sebelum itu, dan tidak ada adat yang datang
kemudian.
‘Urf harus berlaku selamanya. Maka, tidak dibenarkan ‘urf
yang datang kemudian. Oleh karena itu, syarat orang yang berwakaf
harus dibawakan kepada ‘urf waktu mewakafkan meskipun
bertentangan dengan’urf yang datang kemudian. Maka para fuqoha
berkata, “tidak dibenarkan ‘urf yang datang kemudian”.60
d. Adat itu tidak bertentangan dengan dalil syara’ yang ada
oleh karena itu, tidak dibenarkan sesuatu yang sudah dikenal
orang yang bertentangan dengan nash qath’I, seperti amkan riba.
Sebab ia merupakan ‘urf fasid (bertentangan dengan nash qath’i).
59 Chaerul Umam, Ushul Fiqih I, h. 165-56 60 Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1, h. 166
45
apabila ‘urf tersebut bertentangan dengan nash yang umum yang
ditetapkan dengan dalil yang zhanni, baik dalam ketetapan hukum nya
maupun penunjuk dalilnya, maka ‘urf berfungsi sebagai takhsis dari
pada dalil yang zhanni. Para ahli hukum Islam menetapkan tentang
sahnya jual beli dengan cara pesanan karena disandarkan pada ‘urf
yang mereka anggap sebagai takhsis terhadap hadis yang melarang
jual beli sesuatu yang tidak ada pada penjual, sebagaimana golongan
Hanafiyyah dan Malikiyah yang memperbolehkan syarat pada setiap
syarat yang telah diberlakukan dalam ‘urf mereka menakhsis dengan
‘urf terhadap apa yang datang dari Nabi Muhammad SAW, yakni
larangan menjual dan mensyaratkan kedua takhsis tersebut zhanni
tsubutnya, golongan Malikiyah menetapakan hukum berdasarkan
takhsis ‘urf.61
E. Konsep Mitologi
1. Pengertian Mitoss
Mitos berasal dari bahasa Yunani muthos, yang secara harfiah
diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang. Dalam arti
luas, mitos berarti pernyataan, sebuah cerita atau alur suatu drama.62
Mitos menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya cerita
suatu bangsa tentang dewa atau pahlawan zaman dahulu, yang
mengandung penafsiran tentang asal usul alam, manusia, dan bangsa itu
61 Chaerul Umam, Ushul Fiqih I, h. 164-167 62 Yunina Surtiana, “Dibalik Fakta dan Mitos Fenomena Super Blue “Blood” Moon”, Filsafat
Indonesia, 1,1 (2018), h. 32
46
sendiri yang mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara
gaib. 63
Sedangkan Panuti Sudjiman mengartikan kata mitos dalam dua
pengertian:64
a. Cerita rakyat legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh makhluk
luar biasa dan mengisahkan peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan
secara rasional, seperti cerita terjadinya sesuatu
b. Kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti tetapi yang diterima
mentah-mentah.
Menurut Yunina Surtiana, mitos adalah sesuatu yang
dipercayai oleh sebagian orang, biasa dipakai untuk menakut-nakuti,
memberi peringatan, ataupun diceritakan secara berkelanjutan. Semua
mitos yang ada di dunia, merupakan mitos yang telah ada sejak zaman
nenek moyang, dikarenakan cerita yang terus bergulir, atau bisa saja
sesuatu mitos berubah dikarenakan zaman yang terus berkembang. Bagi
sebagian orang mitos merupakan sesuatu yang sudah jarang dipercaya,
tapi masih juga ada yang percaya tentang mitos-mitos tertentu dan terus
bergulir sampai sekarang. 65
2. Fungsi Mitos
Peursen menjelaskan bahwa mitos adalah sebuah cerita yang
memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang, cerita
itu dapat dituturkan tetapi juga dapat diungkapkan lewat tari-tarian atau
pementasan wayang misalnya. Melalui mitos manusia dapat turut serta
63 Tjetjep Rosmana,”Mitos dan Nilai dalam Cerita Rakyat Masyarakat Lampung”, Penelitian
Sejarah dan Budaya, 2,2 (Mei, 2010), h. 193 64 Tjetjep Rosmana,”Mitos dan Nilai dalam Cerita Rakyat Masyarakat Lampung”, h. 193 65 Yunina Surtiana, “Dibalik Fakta dan Mitos Fenomena Super Blue “Blood” Moon”, h. 32
47
mengambil bagian dari kejadian-kejadian sekitarnya, dapat menanggapi
daya-daya kekuatan alam. Fungsi mitos menurut Van Peursen yaitu
sebagai berikut:66
a. Mitos menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib.
Mitos itu tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-
kekuatan itu, tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-
daya itu sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai
alam dan kehidupan sukunya.
b. Mitos memberikan jaminan bagi masa kini. Pada musim semi
misalnya pada ladang-ladang mulai digarap, diceritakan dongeng.
Namun juga dapat diperagakan dalam tarian, bagaimana jaman dulu
para dewa mulai menganggap sawahnya dan memperoleh hasil yang
melimpah. Cerita itu seolah-olah memantaskan kembali peristiwa yang
dlu pernah terjadi. Dengan demikian, dijamin keberhasilan usaha
serupa dewasa ini.
c. Mitos memberikan pengertian tentang dunia. Artinya fungsi ini mirip
dengan fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat dalam alam pikiran
modern, misalnya cerita-cerita terjadinya langit dan bumi.
3. Macam-macam Mitos
Mitos sangat banyak sekali macamnya diantaranya yakni:
a. Mitos gugon tuhon yaitu mitos yang berupa larangan-larangan
tertentu. Jika larangan tersebut diterjang, orang jawa takut menerima
akibat yang tak baik.
66 Risnawati, Mitos Jawa dalam Novel Simple Miracles Doa dan Arwah Karya Ayu Utami
Kajian Antropologi Sastra, (skripsi S1 Fakultas Universitas Muhammadiyah Malang, 20), h. 35
48
b. Mitos berupa bayangan asosiatif yaitu mitos yang berupa munculnya
dalam dunia mimpi.
c. Mitos yang berupa dongeng yaitu mitos yang berupa cerita-cerita dan
legenda. Hal ini biasanya diyakini karena memiliki legitimasi yang
kuat di alam pikiran orang jawa.
d. Mitos yang berupa sirikan yaitu mitos yang harus dihindari.67
67 Alif Candra Kurniawan, Mitos Pernikahan Ngalor-Ngulon di Desa Tugurejo Kecamatan
Wates Kabupaten Blitar Kajian Fenomologis, (Skripsi S1 Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang,2012), h. 18-20
49
BAB III
Larangan Menikah Turunan Buyut Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo
Keroman Gresik
A. Deskripsi Singkat Buyut Kidang Palih di Gumeno
1. Sejarah Buyut Kidang Palih
Informasi mengenai sejarah buyut Kidang Palih ini sudah sangat
minim sekali, karena cerita sejarahnya tidak diabadikan dalam bentuk
apapun. Melainkan hanya cerita para sesepuh dari telinga ke telinga,
karena banyaknya para sesepuh atau orang tua yang sudah meninggal,
sehingga sejarah yang sudah sangat lama terjadi ini, sedikit musnah. Para
generasi penerusnya kurang mengetahui dan belum tahu kebenaran adanya
sejarah buyut Kidang Palih secara mendetail. Berdasarkan hasil
wawancara dengan salah satu sesepuh dari desa Gumeno Manyar Gresik,
penulis mendapatkan sedikit hasil sejarah singkat Buyut Kidang Palih.
Bapak Abdul Aziz (70 tahun) beliau adalah sesepuh Desa
Gumeno Manyar Gresik, sekaligus tokoh masyarakat di daerah Gumeno
Gresik. Beliau memaparkan informasi mengenai sejarah singkat buyut
Kidang Palih. Beliau berpendapat sebagai berikut:
“Kidang Palih boleh tapi orang bilang bisa Sidang palih artinya
tempat pertemuan aslinya bisa jadi Kidang Palih kalau diambil dari kata
bahasa itu cuman kemelesetan eksen saja. Nama aslinya itu Sayyid Fadhil
kemudian lidah jawanya kental jadi Kidang Palih, Palihnya itu mungkin
Fadhil. Itu dulu gini bisa dikatakan merupakan cikal bakal berdirinya
desa ini, konon ceritanya pelarian dari kerajaan Mataram. Itu waktu
kerajaan Mataram di serang Belanda banyak punggoh-punggoh Mataram
yang melarikan diri ke Jawa Timur. Diantaranya yaitu Kidang palih dan
mbah Bhe.i. Dulu konon Kidang Palih itu orang pinter, ditembak senjata
tajam gak mempan. Sampai-sampai orang semua tau kalau Kidang Palih
itu manusia yang hebat. Bahkan sampai pernah kejadian setelah Kidang
50
Palih wafat, desa Gumeno ini terendam banjir, akan tetapi istimewanya
makam Kidang Palih ini nggak terkena banjir sama sekali.”
Diterjemahkan oleh peneliti:
Nama buyut Kidang palih atau juga bisa disebut Sidang palih,
orang-orang biasa menyebutnya dengan Sidang palih yang artinya tempat
pertemuan. Akan tetapi, sebutan nama yang benar adalah Kidang palih,
jika diambil dari kata bahasa nama Kidang Palih ini hanya terpelesetnya
lidah karena ciri khas bicara orang jawa yang kental. Nama asli dari
Kidang Palih adalah Sayyid Fadhil. Dahulu kala menurut cerita Sayyid
Fadhil adalah sesosok manusia yang pertama kali menjadi cikal-bakal
adanya Desa Gumeno. Sayyid Fadhil adalah salah satu prajurit di Kerajaan
Mataram, yang saat itu Kerajaan Mataram diserang Belanda, sehingga
banyak para prajurit yang lari ke Jawa Timur. Salah satunya adalah buyut
Kidang Palih dan mbah Bhei yang melarikan diri dari kerajaan Jawa timur
kemudian, menetap di Desa Gumeno.1
Menurut cerita Kidang Palih adalah sesosok manusia yang sakti,
dan pintar. Beliau memiliki keistimewaan yakni ditembak dengan senjata
tajam tidak bisa. Banyak yang mengenal sesosok Kidang Palih ini
manusia yang hebat. Bahkan sampai wafatnya pun Kidang Palih memiliki
keistimewaan yang luar biasa. salah satunya diceritakan bahwa Desa
Gumeno pernah dilanda banjir, akan tetapi ajaibnya makam Kidang Palih
dan istrinya ini tidak kena banjir sama sekali.2
1Abdul Aziz, Sesepuh Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno 22 Februari 2019 pukul
13.00 2 Abdul Aziz, Sesepuh Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno 22 Februari 2019 pukul
13.00
51
Adanya buyut Kidang Palih ini, menjadi awal adanya Desa
Gumeno, buyut Kidang palih hidup di Desa Gumeno beserta istri. Dan
menurut cerita orang yang asli Gumeno ini masih ada turunan dari buyut
Kidang Palih. Kebanyakan masyarakat asli yang berada di Desa Gumeno
ini menjadi turunan buyut Kidang Palih, tetapi ada juga yang tidak
menjadi turunan buyut Kidang Palih yaitu mereka yang hidup sebagai
pendatang dari kampung lain.
2. Profil Desa Gumeno
a. Letak Geografis
Penelitian ini dilakukan di Desa Gumeno pemilihan lokasi tersebut
karena berdasarkan tinjauan diskriptif, Desa Gumeno masyarakatnya
mayoritas turunan Kidang palih, dan di Desa Gumeno masih dirasakan
adatnya yang masih kental dengan hal-hal yang berkenaan dengan
perkawinan yakni larangan menikah Turunan buyut Kidang Palih
dengan Turunan Sindujoyo Keroman Gresik. Gumeno adalah desa
yang berada di Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Adapun batas-batas Wilayah Desa Gumeno Manyar Gresik adalah:
a. Sebelah Utara : Desa Ngampel
b. Sebelah Selatan : Sumberejo
c. Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Gresik
d. Sebelah Timur : Desa Sembayat3
Kondisi Geografis Desa Gumeno Gresik sebagai berikut yakni:
ketinggian tanah dari permukaan laut 7 Meter, banyaknya curah hujan
3Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.1-2
52
112,5546 MM, topografi dataran rendah (pantai), suhu udara rata-rata
31 derajat celcius.4
Jarak Desa Gumneo dari pusat pemerintahan adalah sebagai
berikut: jarak dari pusat pemerintah kecamatan 10 KM, jarak dari ibu
kota Kabupaten 18 KM.5
b. Penduduk
Penduduk desa Gumeno Kecamatan Manyar Gresik
keseluruhan berjumlah 3852 jiwa yang terdiri 1909 laki-laki dan 1943
perempuan.6
c. Pendidikan
Penduduk Desa Gumeno dalam masalah pendidikan cukup
baik, dimana kebanyakan mereka tamatan SMA /sederajat. Hal ini bisa
dilihat dengan data yang ada di kelurahan. Belum tamat SD berjumlah
308 orang, jenjang pendidikan sekolahnya tamat SD/sederajat
berjumlah 766 orang, jenjang pendidikan sekolahnya tamat
SMP/sederajat berjumlah 607 orang, jenjang tamat SMA/sederajat
berjumlah 1106 orang, jenjang tamat pendidikan D1 berjumlah 5
orang, jenjang tamat pendidikan D3 berjumlah 70 orang, jenjang
4 Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.1-2. 5 Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.2. 6Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.4.
53
tamat pendidikan S1 berjumlah 237 orang, jenjang pendidikan S2
berjumlah 14 orang.7
d. Keagamaan
Penduduk Desa Gumeno Manyar Gresik seluruhnya beragama
Islam dan tidak ada yang menganut agama lain. Mayoritas adalah
pengikut salah satu organisasi massa (ORMAS) terbesar di Indonesia
Nahdhatul ‘Ulama (Nu).8
e. Keadaan Ekonomi Penduduk
Penduduk Desa Gumeno Manyar Gresik mata pencahariannya
adalah sebagaian besar karyawan swasta. Ini bisa dilihat dari jumlah
penduduk yang belum/tidak bekerja berjumlah 763 orang, penduduk
yang bekerja sebagai ibu rumah tangga berjumlah 886 orang,
penduduk yang pelajar/mahasiswa berjumlah 732 orang, penduduk
yang pensiun berjumlah 11 orang, penduduk yang bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 58 orang, penduduk yang
bekerja sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI) berjumlah 2 orang,
penduduk yang bekerja sebagai Kepolisisan Rerublik Indonesia
berjumlah 3 orang, penduduk yang bekerja sebagai petani atau
pekebun berjumlah 185 orang, penduduk yang bekerja sebagai
Nelayan perikanan berjumlah 6 orang, penduduk yang bekerja sebagai
karyawan swasta berjumlah 703 orang, penduduk yang bekerja sebagai
karyawan BUMN berjumlah 3 orang, penduduk yang berkerja sebagai
7Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.6. 8Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.8
54
buruh harian lepas berjumlah 43 orang, penduduk yang bekerja
sebagai guru berjumlah 46 orang.9
B. Deskripsi Singkat Buyut Sindujoyo
1. Sejarah Singkat Buyut Sindujoyo
Mengenai sejarah Kyai Sindujoyo ini, bisa diketahui melalui tulisan
karangan KI Tarub Agung dalam cerita mengenai sejarah riwayat mbah
Kyai Sindujoyo pada tahun 1778/1856 M yang ditulis dan dirangkum
sebagai dokumentasi pelestarian sejarah yang berada di makam Kyai
Sindujoyo.
Nama asli dari Sindujoyo adalah Bangaskarta, putra dari Kyai Kening
yang berasal dari Desa Klating Kecamatan Tikungan Lamongan.
Kehidupan sesosok Sindujoyo adalah suka berkelana mencari dan
menuntut ilmu agama. Atas doa restu bapak dan ibunya, Sindujoyo pergi
ke pondok pesantren Sunan Prapen tepatnya di Desa Giri Prapen Gresik.
Selama mencari ilmu di pesantren Kyai Sindujoyo mendapatkan
bermacam-macam ilmu agama diantaranya yakni: ilmu Syari’at, ilmu
Tarekat, ilmu Ma’rifat, dan ilmu-ilmu lainnya.10
Cerita nyantrinya beliau pada Sunan Prapen cucu dari Sunan Giri
adalah bermula dari terbunuhnya Abdullah, santri sekaligus bakal
menantu Sunan Prapen oleh petinggi desa Kelating, akibat salah paham.
Abdullah dicurigai sebagi pelaku taluh/ tenung yang meresahkan warga
Kelating, padahal kehadirannya di sana hanya kebetulan lewat dan takut
kemalaman di jalan. Dia sendiri sebenarnya hendak pulang ke Cirebon
guna menyampaikan pesan Sunan Prapen pada ayah ibunya agar melamar
9Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.10 10 Ki Tarub Agung, Riwayat Sindujoyo Berdasarkan Manuskrip Serat Sindujoyo, Tahun 1856
55
putrinya. Abdullah terbunuh ketika ia sedang sholat bersama Syahid
saudara sepupunya. Namun Sahid berhasil meloloskan diri. 11
Di Desa Kelating praktik sholat masih aneh, bahkan oleh petingginya
mereka sempat dituduh sebagai celeng. Hal itu akibat belum
merambahnya ajaran Islam ke sana sehingga praktek sholat dianggapnya
sebagai ritual pelaku ilmu hitam.Berita terbunuhnya Abdullah telah
diceritakan oleh sahid kepada Sunan Prapen.
Sunan Prapen menjadi marah dan menyesalkan tindakan petinggi
Kelating yang ceroboh. Ia pun mengutuk penduduk desa Kelating sebagai
manusia yang gemar makan daging celeng.12
Menurut dalam cerita Kyai Sindujoyo adalah orang yang memiliki
kepribadian yang baik, dari kepribadian itu beberapa perilaku Kyai
Sindujoyo ini yang sangat menonjol yakni: hidupnya berkelana hanya
untuk mencari ilmu agama Islam, budinya sangat halus dan sabar, tinggi
andap asornya (tinggi sopan santunnya), tidak suka mengumbar bicara,
dalam berbicara nadanya pelan dan halus, suka menolong terutama dalam
menghadapi bahaya dan kesombongan, suka berdoa dan munajat kepada
Allah SWT baik itu dirinya, keluarga maupun untuk anak cucunya.13
2. Profil Desa Lumpur
a. Letak Geografis
Penelitian ini di lakukan di Kelurahan Lumpur dan Kelurahan
Keroman pemilihan lokasi tersebut karena berdasarkan tinjauan
diskriptif, di mana dua kelurahan ini masih keturunan mbah Kyai
Sindujoyo, dan wilayah sekitar masih dirasakan adatnya yang masih
11 Ki Tarub Agung, Riwayat Sindujoyo Berdasarkan Manuskrip Serat Sindujoyo, Tahun 1856 12 Ki Tarub Agung, Riwayat Sindujoyo Berdasarkan Manuskrip Serat Sindujoyo, Tahun 1856 13 Ki Tarub Agung, Riwayat Sindujoyo Berdasarkan Manuskrip Serat Sindujoyo, Tahun 1856
56
kental dengan hal-hal yang berkenaan dengan perkawinan yakni
larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo Keroman Gresik. Kelurahan Lumpur adalah desa yang
berada di Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Adapun luas wilayah Kelurahan 34.637 Ha, dan batas Wilayah
Kelurahan Lumpur Gresik adalah:
a. Sebelah Utara : Selat Madura
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Karangpoh dan Kelurahan Tlogo
pojok
c. Sebelah Barat : Kelurahan Tlogo Pojok
d. Sebelah Timur : Kelurahan Keroman dan Kelurahan Sukodono
Kondisi Geografis Kelurahan Lumpur Gresik sebagai berikut
yakni: ketinggian tanah dari permukaan laut 1 Meter, banyaknya curah
hujan 134.4168,8 MM, topografi dataran rendah (pantai), suhu udara
rata-rata 33 derajat celcius.
Jarak Kelurahan Lumpur dari pusat pemerintahan adalah sebagai
berikut: jarak dari pusat pemerintah kecamatan 1 KM, jarak dari ibu
kota Kabupaten 6 KM, jarak dari Ibu Kota Propinsi 20 KM, jarak dari
Ibukota Negara 783 KM.14
14Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Lumpur Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik tahun
2017, h.5
57
b. Penduduk
Penduduk Kelurahan Lumpur Kecamatan Gresik Keseluruhan
berjumlah 6.652 jiwa yang terdiri 3.478 laki-laki dan 3.274
perempuan.15
c. Pendidikan
Penduduk Kelurahan Lumpur dalam masalah pendidikan
kebanyakan mereka tamatan SD/sederajat. Hal ini bisa dilihat dengan
data yang ada di kelurahan. Belum/ tidak sekolah berjumlah 1101
orang, jenjang pendidikan tamat TK/sederajat berjumlah 744 orang,
jenjang pendidikan tamat SD/sederajat berjumlah 1976 orang, jenjang
tamat SMP/sederajat berjumlah 981 orang, jenjang tamat pendidikan
SMA/sederajat berjumlah 1643 orang, jenjang tamat pendidikan D1-
D3 berjumlah 37 orang, jenjang tamat pendidikan S1 berjumlah 170.16
d. Keagamaan
Penduduk Kelurahan Lumpur Gresik kebanyakan beragama
Islam dan ada sebagian yang menganut agama lain. Hal ini bisa dilihat
melalu data profil Kelurahan Lumpur Gresik sebagai berikut:
penduduk yang beragama Islam berjumlah 6.635 orang, penduduk
yang beragama Kristen berjumlah 5 orang, penduduk yang beragama
15Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Lumpur Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik tahun
2017, h.7 16Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Lumpur Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik tahun
2017, h.8
58
Katholik berjumlah 1 orang, penduduk yang beragama Budha
berjumlah 11 orang.17
e. Keadaan Ekonomi Penduduk
Penduduk Kelurahan Lumpur Gresik mata pencahariannya
adalah sebagaian besar mengurus Rumah tangga. Ini bisa dilihat dari
jumlah penduduk yang belum/tidak bekerja berjumlah 1.255 orang,
penduduk yang bekerja sebagai ibu rumah tangga berjumlah 1.409
orang, penduduk yang pelajar/mahasiswa berjumlah 1.506 orang,
penduduk yang pensiun berjumlah 2 orang, penduduk yang bekerja
sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 13 orang, penduduk
yang bekerja sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI) berjumlah 1
orang, penduduk yang bekerja sebagai perdagangan berjumlah 4
orang, penduduk yang bekerja sebagai Nelayan perikanan berjumlah
690 orang, penduduk yang bekerja sebagai industri berjumlah 2 orang,
penduduk yang bekerja sebagai karyawan swasta berjumlah 786 orang,
penduduk yang bekerja sebagai karyawan BUMN berjumlah 3 orang,
penduduk yang berkerja sebagai buruh harian lepas berjumlah 11
orang, penduduk yang bekerja sebagai guru berjumlah 61 orang,
penduduk yang bekerja sebagai tukang batu berjumlah 4 orang,
penduduk yang bekerja sebagai tukang jahit berjumlah 2 orang,
penduduk yang bekerja sebagai wartawan berjumlah 1 orang,
penduduk yang bekerja sebagai dokter berjumlah 4 orang, penduduk
yang bekerja sebagai bidan berjumlah 1 orang, penduduk yang bekerja
sebagai perawat berjumlah 6 orang, penduduk yang bekerja sebagai
17 Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Lumpur Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik
tahun 2018, h. 9
59
pelaut berjumlah 10 orang, penduduk yang bekerja sebagai sopir
berjumlah 4 orang, penduduk yang bekerja sebagai pedagang
berjumlah 155 orang, penduduk yang bekerja sebagai wiraswasta
berjumlah 580 orang.18
3. Profil Desa Keroman
a. Letak Geografis
Penelitian ini di lakukan di Kelurahan Lumpur dan Kelurahan
Keroman pemilihan lokasi tersebut karena berdasarkan tinjauan
diskriptif, dimana dua kelurahan ini masih keturunan mbah Kyai
Sindujoyo. Dan wilayah sekitar masih dirasakan adatnya yang masih
kental dengan hal-hal yang berkenaan dengan perkawinan yakni
larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo Keroman Gresik. Kelurahan Lumpur adalah desa yang
berada di Kecamatan Gresik, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Adapun luas wilayah Kelurahan 10.760 Ha, dan batas Wilayah
Kelurahan Keroman Gresik adalah:
a. Sebelah Utara : Selat Madura
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Kemuteran dan Kelurahan
Sukodono
c. Sebelah Barat : Kelurahan Lumpur
d. Sebelah Timur : Selat Madura
Kondisi Geografis Kelurahan Keroman Gresik sebagai berikut
yakni: ketinggian tanah dari permukaan laut 2 M, banyaknya curah
18 Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Lumpur Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.12
60
hujan 280 MM, topografi dataran rendah (pantai), suhu udara rata-rata
33 derajat celcius.
Jarak Kelurahan Keroman dari pusat pemerintahan adalah sebagai
berikut: jarak dari pusat pemerintah kecamatan 2 KM, jarak dari ibu
kota Kabupaten 11 KM, jarak dari Ibu Kota Propinsi 22 KM, jarak
dari Ibukota Negara 998 KM.19
b. Penduduk
Penduduk Kelurahan Keroman Kecamatan Gresik Keseluruhan
berjumlah 4.187 jiwa yang terdiri 2.117 laki-laki dan 2.070
perempuan.20
c. Pendidikan
Penduduk Kelurahan Keroman dalam masalah pendidikan
kebanyakan mereka tamatan SD/sederajat. Hal ini bisa dilihat dengan
data yang ada di kelurahan. Jumlah penduduk menurut pendidikan
umum yakni: jenjang pendidikan sekolahnya tamat TK/sederajat
berjumlah 132 orang, jenjang pendidikan sekolahnya tamat
SD/sederajat berjumlah 1685 orang, jenjang tamat SMP/sederajat
berjumlah 984 orang, jenjang tamat pendidikan SMA/sederajar
berjumlah 1175 orang, jenjang tamat pendidikan D1-D3 berjumlah
127 orang, jenjang tamat pendidikan S1 berjumlah 84.
Jumlah penduduk menurut pendidikan khusus di Kelurahan
Keroman Gresik sebagai berikut: jenjang pendidikan madrasah
19Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Keroman Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.4 20Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Keroman Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.6
61
berjumlah 147 orang, jenjang Sekolah Luar Biasa (SLB) berjumlah 1
orang, jenjang kursus keterampilan berjumlah 17 orang.21
d. Keagamaan
Penduduk Kelurahan Keroman Gresik kebanyakan beragama
Islam dan ada sebagian yang menganut agama lain. Hal ini bisa dilihat
melalui data profil Desa Keroman Gresik sebagai berikut: penduduk
yang beragama Islam berjumlah 4.179 orang, penduduk yang
beragama Katholik berjumlah 8 orang.22
e. Keadaan Ekonomi Penduduk
Penduduk Kelurahan Lumpur Gresik mata pencahariannya
adalah sebagaian besar mengurus Rumah tangga. Ini bisa dilihat dari
jumlah penduduk yang bekerja sebagai Pegawai Negri Sipil berjumlah
41 orang, penduduk yang bekerja sebagai TNI/POLRI berjumlah 0
orang, penduduk yang bekerja sebagai swasta berjumlah 263 orang,
penduduk yang bekerja sebagai pedagang/wiraswasta berjumlah 319
orang, penduduk yang bekerja sebagai pertukangan berjumlah 54
orang, penduduk yang bekerja sebagai nelayan berjumlah 153 orang,
penduduk yang bekerja sebagai pensiunan berjumlah 16 orang,
penduduk yang bekerja sebagai pemulung berjumlah 3 orang,
penduduk yang bekerja sebagai jasa berjumlah 178 orang.23
21Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Keroman Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.8 22Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Keroman Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.9 23 Data Dasar Profil Desa/Kelurahan Keroman Kecamatan Gresik Kota Kabupaten Gresik
tahun 2018, h.15
62
C. Larangan Menikah Turunan Buyut Kidang Palih dengan Sindujoyo
Keroman Gresik
Terjadinya larangan menikah antara turunan Buyut Kidang Palih
dengan turunan Sindujoyo Keroman disebabkan adanya peperangan antara
buyut Kidang Palih dengan Kyai Sindujoyo. Awal mula peperangan terjadi
saat Kyai Sindujoyo diusulkan sebagai panglima baru oleh Mertojoyo, atas
usulan tersebut Raja Ampel Dento menyetujui, sehingga terjadilah peperangan
antara golongan Gumeno yang dipimpin oleh Kidang Palih melawan
golongan Ampel Dento yang dipimpin oleh Kyai Sindujoyo.24
Dibawah pimpinan Kyai Sindujoyo tenyata ekspedisi ini berhasil
meraih kemenangan, bahkan Kiayi Sindujoyo berhasil membunuh Kidang
Palih pimpinan pasukan Gumeno. Atas terbunuhnya Kidang Palih tersebut
istri Kidang Palih tidak terima, dan menyamar dirinya menjadi laki-laki untuk
menyerang balik Kyai Sindujoyo namun, penyerangan yang dilakukan oleh
isteri Kidang Palih tidak berhasil. Saat mengetahui bahwa yang terbunuh
adalah seorang wanita (isteri Kidang Palih) yang menyamar sebagai laki-laki,
Kyai Sindujoyo merasakan kekecewaan pada dirinya,dan merasakan
menyesal telah membunuh wanita.25
Saat terbunuhnya isteri dari Kidang Palih tersebut terjadilah sumpah
serapah, dari pihak Gumeno untuk tidak menikahkan turunannya dengan
turunan Sindujoyo, begitupun Kyai Sindujoyo berwasiat kepada semua
turunannya untuk tidak berani-berani terhadap turunan Kidang Palih, dari
ucapan kedua orang sakti ini, (Kidang Palih dan Kyai Sindujoyo)
24Ki Tarub Agung, Riwayat Sindujoyo Berdasarkan Manuskrip Serat Sindujoyo, Tahun 1856 25Abdul Aziz, Sesepuh Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno 22 Februari 2019 pukul
13.00
63
memberikan dampak yang begitu besar, sehingga terjadinya larangan menikah
antara turunan buyut Kidang Palih dengan Kyai Sindujoyo. Apabila ada yang
melanggar dan menentang larangan perkawinan tersebut akan terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan, contoh: kematian, kegilaan atau gangguan sakit jiwa,
dan sakit jasad, dan yang kalah dalam pernikahan tersebut dialami oleh pihak
turunan Kyai Sindujoyo.26
Pada larangan pernikahan turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo Keroman ini, yang dimaksud turunannya adalah (bapaknya asli
Gumeno, ibunya asli gumeno, dan anaknya asli Gumeno). Larangan ini tidak
berlaku bagi orang pendatang yang bertempat tinggal di Desa Gumeno.27
Begitupun sebaliknya yang dimaksud turunan Kyai Sindujoyo adalah
(bapaknya asli Keroman dan Lumpur, ibunya asli orang Keroman dan
Lumpur, dan anaknya asli Keroman dan Lumpur). Larangan ini juga tidak
berlaku bagi penduduk pendatang yang berada di desa Keroman dan
Lumpur.28
Larangan Turunan Buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo
Keroman, sampai saat ini masih berjalan dan dipercayai oleh masyarakat desa
Gumeno, Lumpur dan Keroman. Sesuai dengan beberapa hasil wawancara
dengan beberapa masyarakat Gumeno, lumpur dan keroman sebagai berikut:
Ibu Baidho (45 Tahun), masyarakat asli Desa Gumeno, beliau
berpendapat bahwa:
26 Abdul Aziz, Sesepuh Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno 22 Februari 2019 13.00 27Abdul Aziz, Sesepuh Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno, 22Februari 2019. 28Achmat Darojat, Juru Kuci Pesarean Kyai Sindujoyo, Interview Pribadi, Gresik Februari
2019.
64
“Ancene gak oleh nak, wong kene nikah karo wong keroman. Sampek
saiki gak ono seng wani nikahno karo wong kono. Masalahe, ndisek sering
akeh kejadian mati, lan gendeng.”29
Di terjemahkan oleh penulis:
Benar-benar tidak boleh orang Gumeno menikah dengan orang
Keroman. Sampai sekarang orang Gumeno tidak berani menikah dengan
orang Keroman. Karena, dahulu sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
seperti meninggal, gila dan lain-lain.
Pak Samijo (70 Tahun), masyarakat asli Kelurahan Lumpur, beliau
berpendapat bahwa:
“wong Gumeno oleh wong kene dak oleh engko kalah salah siji. Seng
kalah wong kene. Polae onok wasiat buyut sindu anak putu eson ojo sampek
oleh nikah karo Gumeno. Sampek saiki gak ono seng wani nikah karo wong
Gumeno. Polae sakdurune wes tau kejadian meninggal, gendeng. Seng kalah
pihak sindujoyo.”30
Diterjemahkan oleh penulis:
Masyarakat Gumeno mendapatkan jodoh orang Lumpur tidak
diperbolehkan, nanti kalah salah satu, yang kalah itu orang sini (turunan buyut
Sindujoyo). Karena, buyut Sindujoyo berwasiat anak cucu saya jangan
menikah dengan orang Gumeno. Sampai sekarang tidak ada yang berani
menikah dengan orang Gumeno. Karena, sebelumnya sudah banyak terjadi
meninggal, mendadak gila, dan mengalami kejadian yang tidak diinginkan.
Sebelumnya, banyak orang dahulu yang berani melanggar pernikahan
antara turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo. Akibatnya,
29Baidho, Masayarakat Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno 22 Februari 2019 pukul
15.00 30Samijo, Masyarakat Desa Lumpur, Interview Pribadi, Gumeno 22 Februari 2019 pukul
13.00
65
banyak pernikahan dari mereka gagal dan putus di tengah jalan. Sebagaimana
informasi yang diterima oleh penulis melalui wawancara dengan beberapa
masyarakat yang mengalami atau tau sendiri kejadian kegagalan dari
pernikahan tersebut.
Abdul Aziz, (70 tahun), beliau adalah sesepuh dan turunan desa
Gumeno. Beliau menceritakan beberapa kejadian masyarakat yang melanggar
pernikahan antara turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo.
“Ada seorang ulama, tokoh sini mungkin semua banyak yang tau
namanya Abah Toyib yang kesini bangun masjid, masjid dan masjid. Beliau
sudah wafat makamnya di Krian sana, tapi, aslinya orang sini rumahnya di
depan ini. itu dia punya hubungan baik,hubungan pekerjaan baik sekali
dengan orang lumpur dan keroman, yo wes nek ngono tak jak besanan ae..
tapi, yai onok larangan ngono. Wes dak ono larangan-larangan. yang
namanya sudah terlanjur cocok ya, dilaksankan pernikahan. Gak sampek 40
hari kemanten dari keroman iku ada tanda-tanda gila, ya dipertahankan aja,
orang namnaya cinta. Kemudian diobatkan kemana saja berharap bisa
sembuh. Ternyata, tidak lama kemudian meninggal dunia. Kemudian, nggak
terima dan nggak percaya di karangwulu adiknya yang meninggal itu
dikawinkan dengan istri kakaknya. Juga begitu lagi, setelah itu mau dicoba
lagi, yang pihak dari sana nggak berani menikahkan kembali. Ini kisah baru-
baru yang saya tau, yang dulu-dulu juga banyak kejadian begitu.”31
Diterjemahkan oleh peneliti:
Ada seorang ulama tokoh masyarakat daerah Gumeno. Beliau
mungkin sangat dikenal banyak orang karena banyak membangun berbagai
masjid. Beliau sekarang sudah wafat makamnya berada di Krian tapi, beliau
asli orang Gumeno. Ceritanya beliau punya hubungan pertemanan dan bisnis
yang baik dengan orang Keroman dan Lumpur (turunan Sindujoyo) atas
kerjasama yang baik tersebut Abah Toyib tersebut berniat terjalin hubungan
31 Abdul Aziz, Sesepuh Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno 22 Februari 2019 pukul
13.00
66
besan (menikahkan anaknya dengan anak temannya). Teman karibnya semula
menolak, karena tahu ada larangan pernikahan antara turunan Gumeno dengan
turunan Sindujoyo, akan tetapi abah Toyib tidak membenarkan adanya
larangan itu karena tidak ada pantangan dalam agama. Akhirnya tetap berjalan
pernikahan tersebut. Setelah menikah belum ada 40 hari pasangan yang laki-
laki (turunan Sindujoyo) mengalami gangguan jiwa secara tiba-tiba.
Kemudian laki-laki tersebut diobatkan kemana-mana agar bisa sembuh, akan
tetapi tidak lama kemudian laki-laki tersebut meninggal dunia. Atas kejadian
ini, Abah Toyib tetap tidak terima dan tidak yakin kemudian menikahkan
adiknya laki-laki tersebut dengan anaknya (terjadi nikah turun ranjang),
kemudian tidak lama kemudian terjadi laki-laki tersebut mengalami gangguan
jiwa dan kemudian meninggal dunia, ini kejadian yang baru-baru ini yang
saya ketahui. Yang zaman dahulu juga banyak terjadi. Akhirnya, orang
Ssekarang tidak mau menikahkan anaknya dengan turunan Sindujoyo.
66
BAB IV
‘URF DAN INTERAKSI HUKUM ISLAM DENGAN HUKUM ADAT DALAM
TRADISI LARANGAN MENIKAH TURUNAN BUYUT KIDANG PALIH
DENGAN TURUNAN SINDUJOYO KEROMAN GRESIK
A. Pertimbangan Hukum (Filosofis, Sosiologis, Yuridis) dalam Larangan
Pernikahan Turunan Buyut Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo
Keroman
1. Pertimbangan Hukum secara Filosofis
Filsafat berasal dari bahasa yunani: philein (mencintai) dan Sophia
(kebijaksanaan). Jadi, secara etimologis filsafat berarti cinta akan
kebijaksanaan. Akan tetapi, Sophia memiliki makna cinta akan
kebijaksanaan. Dalam arti ini, istilah filsafat bermakna kecintaan
seseorang untuk mencari tahu dan memuaskan kerinduan intelektulanya
lebih dari kebijaksanaan.1 Sedangkan pengertian filsafat hukum adalah
cabang filsafat, yaitu filsafat tingkah laku, atau etika, yang mempelajari
hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang
mempelajari hukum secara filosofis, jadi objek filsafat hukum adalah
hukum, dan objek tersebut di kaji secara mendalam sampai inti atau
dasarnya, yang disebut hakikat.
Dalam wawancara penulis dengan beberapa tokoh adat,
masyarakat, dan tokoh agama memperoleh informasi mengenai
pertimbangan hukum secara filosofis terkait tradisi larangan pernikahan
turunan Buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman.
1Andre Ata Ujan, filsafat Hukum Membangun Hukum membela keadilan,
(Yogyakarta:Kansius, 2009), h. 17
67
Alasan filosofis tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang
Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman:
a. Adat dibuat bertujuan mendatangkan kemaslahatan, ketentraman dan
kebahagiaan hidup bermasyarakat. Karena itu nenek moyang
membuat peraturan larangan menikah turunan buyut Kidang Palih
dengan turunan Sindujoyo Keroman karena, mereka berdua tokoh
adat (nenek moyang) pernah melakukan pertempuran yang
menyebabkan terbunuhnya salah satu tokoh adat yakni buyut Kidang
Palih beserta istri. Gugurnya mereka berdua dalam medan perang
menjadikan sumpah serapah seorang tokoh masyarakat ataupun
tokoh adat itu dengan berkata: turunan saya jangan ada yang menikah
dengan turunan Sindujoyo (lawan perang).2 Begitupun dengan Kyai
Sindujoyo, yang tidak sengaja membunuh istri dari buyut Kidang
Palih yang menyamar sebagai laki-laki, melihat keberanian seorang
perempuan itu, kyai Sindujoyo berfikir bahwa perempuan orang
Gumeno berani-berani, sehingga Kyai Sindujoyo pun berwasiat
jangan berani-berani dengan turunan buyut Kidang Palih (orang
Gumeno). hal ini mengandung arti bahwa masyarakat gumeno
dengan masyarakat Keroman dan lumpur tidak ada kecocokan dalam
watak atau sifat dari turunan tersebut.3
b. Adanya sanksi individual bagi yang melanggar aturan tradisi
larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo Keroman ini, karena ucapan seorang wali Allah (kekasih
Allah), yang setiap do’a dan ucapannya maqbul bisa terjadi, akibat
2Abdul Aziz, Sesepuh Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno,21 Februari 2019. 3Achmat Darojat, Juru Kuci Pesarean Kyai Sindujoyo, Interview Pribadi, Gresik 22Februari
2019.
68
sumpah serapah, dan wasiat para leluhur ini, menjadikan seseorang
yang melanggar larangan itu terjadi akan bala’, ataupun musibah
yang tidak dikehendaki.4
2. Pertimbangan Hukum secara Sosiologis
Sosiologis atau sosiologi hukum menurut istilah adalah segala
aktivitas manusia yang dilihat dari aspek hukumnya.5 Menurut Soerjono
Soekanto sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
secara analitis dan empiris menganalisis dan mempelajari hubungan
timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.6 Menurut
Satjipto Rahardjo sosiologi hukum adalah pengetahuan hukum terhadap
pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.7
Pertimbangan sosiologis dalam penelitian ini terhadap tradisi larangan
menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Keroman Sindujoyo
yang dilakukan oleh masyarakat Islam yang berada di daerah Gumeno,
Keroman dan Lumpur di wilayah Kabupaten Gresik. Pada umumnya
dalam tradisi larangan menikah ini, dipicu oleh beberapa faktor, yaitu:
pertama, faktor tradisi atau hukum adat istiadat. Hukum adat adalah
keseluruhan adat (yang tidak tertulis) dan hidup dalam masyarakat berupa
kesusilaan, kebiasaan, dan kelaziman yang mempunyai akibat hukum.8
Tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo Keroman Gresik yang dilakukan secara turun menurun dari
4 Achmat Darojat, Juru Kuci Pesarean Kyai Sindujoyo, Interview Pribadi, Gresik 22 Februari
2019. 5 Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Cet. 1, h. 1 6 Soerjono Soekanto, ditulis dalam bukunya Mengenal Sosiologi Hukum, sebagaimana dikutip
oleh Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, h. 1 7 Satjipto Rahardjo, ditulis dalam bukunya Ilmu hukum, sebagaimana dikutip oleh Zainuddin
Ali, Sosiologi Hukum, h. 1 8 Suriyaman Musteri, Hukum adat kini, dan akan datang, h. 5
69
nenek moyang bahwa larangan menikah tersebut diyakini mereka sangat
memberikan pengaruh buruk bagi yang melanggar adanya tradisi larangan
menikah tersebut. Masyarakat sekitar sangat kental dengan budaya
ataupun adat, meereka meyakini dan melaksanakan betul apa yang
menjadi perintah dan larangan bagi keturunan mereka.
Kedua,berbenturan dengan aturan hukum Islam. Larangan –larangan
perkawinan yang sudah dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadits sudah
sangat jelas bahwa siapa-siapa saja yang menjadi larangan ataupun haram
dinikahi. Tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Sindujoyo Keroman adalah tradisi larangan menikah yang tidak
sesuai dengan syari’at Islam. Larangan tersebut tidak sama sekali
melanggar aturan hukum Islam. Akan tetapi, menurut tradisi mereka
pernikahan tersebut menjadi halangan besar atau pantangan bagi mereka.
Ketiga, adanya mitos. Mitos adalah cerita suatu bangsa tentang dewa
atau pahlawan zaman dahulu, yang mengandung penafsiran tentang asal
usul alam, manusia, dan bangsa itu sendiri yang mengandung arti
mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. 9 Tradisi Larangan
menikah antara turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo
Keroman ini, bisa dibilang mitos. Karena, sesuai dengan pengertian diatas
bahwa dimana adanya larangan tersebut disebabkan adanya sebuah
peristiwa para sesepuh, pahlawan ataupun tokoh agama yang menjadikan
peristiwa ini, memiliki nilai dan pesan tersirat yang sangat mendalam.
Secara sosiologis, berdasarkan dari hasil wawancara dan pengamatan
di lapangan masyarakat daaerah Gumeno, Keroman dan Lumpur adalah
9 Tjetjep Rosmana,”Mitos dan Nilai dalam Cerita Rakyat Masyarakat Lampung”, Penelitian
Sejarah dan Budaya, 2,2 (Mei, 2010), h. 193
70
mereka sadar akan hukum adat larangan pernikahan turunan buyut Kidang
Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman Gresik.
3. Pertimbangan Hukum Secara Yuridis
Berbicara tentang yuridis, pasti muncul dalam pikiran adalah
Undang-undang, sehingga dalam istilah hukum yuridis dalam istilah
adalah hukum yang tertulis dan sudah disahkan oleh pemerintah. Sistem
hukum di Indonesia itu ada tiga yakni: hukum Positif, hukum Islam dan
hukum adat. Sifat yang membedakan antara hukum tersebut adalah hukum
tertulis dan tidak tertulis. Hukum adat di Indonesia banyak sekali yang
tidak tertulis, sehingga kedukan hukum adat masih dipermaslahkan.
Pemberlakuan hukum adat sebagai hukum positif kiranya perlu
dikategorikan dua konsep pemikiran tentang hukum yang sangat tajam
mempertentangkan kedudukan hukum adat dalam sistem hukum yaitu
konsep pemikiran legisme (termasuk positivisme) dan aliran madzab
sejarah yang sangat memperjuangkan kedudukan hukum adat.10 Aliran
legalisme menghendaki bahwa pembuatan hukum dapat begitu saja
menentang penyamaan hukum dengan undang-undang, sedangkan aliran
sejarah menentang penyamaan hukum dengan undang-undang sebab
hukum itu tidak mungkin dibuat melainkan harus tumbuh dari kesadaran
hukum masyarakat.11
Masuk dalam pokok permasalahan mengenai hukum adat yang
tidak tertulis tidak ada satu pasal pun dalam Undang-Undang Dasar 1945
yang mengatur tentang kedudukan hukum tertulis, justru pasal-pasal
dalam batang tubuh UUD 1945 banyak yang memerintahkan ketentuan
10 Mahdi Syahbandir, Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum, h. 7 11Mahdi Syahbandir, Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum, h. 7
71
pasalnya untuk diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang. Perintah
pengaturan lebih lanjut ketentuan pasal dalam UUD 1945 ke dalam
undang-undang mengandung makna bahwa Negara Indonesia lebih
mengutamkan hukum yang tertulis.
Pengakuan terhadap hukum tidak tertulis dahulu hanya dijelaskan
atau dicantumkan dalam penjelasan Umum UUD 1945 angka I yang
menyebutkan
“… Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang di
sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlakunya juga hukum dasar
yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktik penyelenggaraan Negara meskipun tidak tertulis”.
Dalam pasal 18B ayat (2) Amandemen UUD 1945 menyebutkan
“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prisnsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang”. Menurut pasal
ini hukum adat yang diakui adalah hukum adat yang masih nyata-nyata
hidup jelas materi dan lingkup masyarakat adatnya.
Ketentuan pasal 18b ayat (2) di atas dapat dipahami bahwa UUD
1945 lebih mengutamkan hukum yang tertulis dari pada tidak tertulis. Ini
maknanya bahwa pengakuan terhadap hukum adat yang masih hidup
dalam masyarakat di suatu daerah harus dilakukan dengan pengaturan
dalam peraturan perundang-undangan (tertulis),12 untuk menganalisa
kedudukan hukum adat dalam sistem hukum perlu kiranya diperhatikan
12 Lihat UUD 1945
72
salah satu aliran dalam ilmu hukum yaitu, Sociological Jurisprudence
yang disampaikan oleh Eugen Ehrlich yang menjadi pemikiran dasar
tentang hukum apa yang dinamakan dengan living law. Hukum positif
yang baik dan efektif adalah hukum yang sesuai dengan Living law dari
masyarakat yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalamnya.13
Sesuai dengan tradisi larangan menikah turunan Buyut Kidang
Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman Gresik, tradisi ini menjadi
hukum adat dimana sejalan dengan pemikiran Ehrlich bahwa hukum ini
efektif dimana hukum adat yang berlaku di masyarakat adalah hukum
yang hidup dan sesuai dengan nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat.14
Pertimbangan hukum secara yuridis mengenai larangan menikah
juga sudah diatur dalam hukum tertulis baik dalam Undang-Undang
pernikahan, maupun hukum syari’at Islam.
Sebagaimana dalam hukum Islam larangan pernikahan ada 2 hal
yakni larangan pernikahan selamanya, dan larangan pernikahan sementara
waktu. Perempuan-perempuan yang diharamkan selamanya terbagi
menjadi tiga macam:
Larangan pernikahan selamanya
a. Perempuan-perempuan yang diharamkan sebab keturunan nasab15
b. Perempuan-perempuan yang Diharamkan karena Semenda (Ikatan
Pernikahan)16
13 Mahdi Syahbandir, Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum, Kanun No.50 April
2010, h. 7 14 Mahdi Syahbandir, Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum, h. 11 15 Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 121. 16Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 123.
73
c. Perempuan-perempuan yang Diharamkan karena Sepersusuan17
Larangan Perkawinan Sementara
a. Istri yang putus perkawinan karena li’an
b. Perempuan yang dikawini waktu ‘iddah
c. Mengawini dua orang dalam satu masa
d. Poligami di luar batas
e. Menikahi budak perempuan sedangkan terdapat perempuan merdeka.
f. Larangan karena talak tiga
g. Larangan karena Ihram
h. Larangan karena perzinaan
i. Larangan karena beda agama18
Larangan perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam
Pasal 18 Kompilasi Hukum Islam telah mengatur bahwa untuk
melangsungkan perkawinan, diantara pasangan suami istri tidak boleh
ada halangan perkawinan. Hal ini berarti sebuah perkawinan tidak dapat
berlangsung jika terdapat larangan-larangan tertentu seperti yang telah
diatur dalam Kompilasi Hukum Islam sebagai berikut:19
a. Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan
seorang wanita disebabkan (pasal 39):20
1) Karena pertalian Nasab
a) Dengan seorang wanita yang melahirkan atau
menurunkannya atau keturunannya
b) Dengan seorang wanita keturunan ayah atau ibu
c) Dengan seorang wanita saudara yang melahirkan
2) Karena pertalian kerabat Semenda
17Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 124 . 18Ali Yusuf Subki, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, h. 131 19 Lihat Kompilasi Hukum Islam penjelasan larangan perkawinan pada pasal 18 20 Lihat Kompilasi Hukum Islam penjelasan larangan perkawinan sebab Nasab pada pasal 39
74
a) Dengan seorang wanita yang melahirkan istrinya atau bekas
istrinya
b) Dengan seorang wanita bekas istri yang menurunkannya
c) Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya
itu qabla ad dukhul
d) Dengan seorang wanita bekas istri keturunannya
3) Karena Pertalian Sesusuan
a) Dengan wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut
garis lurus ke atas.
b) Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut
garis lurus ke bawah
c) Dengan seorang wanita saudara sesusuan, dan kemenakan
sesusuan ke bawah
d) Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi
sesusuan ke atas
e) Dengan anak yang yang disusui oleh istrinya dan
keturunannya
Jadi, dilarangnya melangsungkan perkawinan antara seorang
pria dengan seorang wanita karena adanya 3 (tiga) sebab yaitu, karena
adanya pertalian nasab, karena adanya pertalian kerabat semenda, dank
arena adanya pertalian sesusuan.
b. Di larang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan
seorang wanita karena keadaan tertentu (pasal 40):21
1. Karena wanita yang bersangkutan masih terkait satu
perkawinan dengan pria lain.
2. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan
pria lain.
3. Seorang wanita yang tidak beragama Islam.
21 Lihat Kompilasi Hukum Islam penjelasan larangan perkawinan sebab Tertentu pada pasal
40
75
c. Seorang pria dilarang memadu istrinya dengan seorang wanita yang
mempunyai hubungan pertalian nasab atau sesusuan dengan
istrinya:
1. Saudara kandung, seayah atau seibu atau keturunannya.
2. Wanita dengan bibinya atau kemenakannya.
d. Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang
wanita apabila pria tersebut sedang mempunyai 4 (empat) orang
istri yang keempat-empatnya masih terkait tali perkawinan atau
nash dalam masa iddah talaq raj’I ataupun salah seorang diantara
mereka masih terikat tali perkawinan sedang yang lain dalam masa
iddah talaq raj’i.
e. Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan
wanita bekas istrinya yang di talaq tiga kali, atau dengan seorang
wanita bekas istrinya yang dili’an. Larangan tersebut gugur jika
bekas istri tersebut telah kawin dengan pia lain, kemudian
perkawinan tersebut putus bu’da dukhul dan telah habis masa
iddahnya
f. Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan
seorang pria yang tidak beragama Islam.
Larangan dalam hukum positif yang terdapat dalam Undang-
Undang No.1 tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Larangan perkawinan di dalam Undang-undang perkawinan
termasuk dalam syarat-syarat perkawinan. Pasal 8 Undang-Undang
76
perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan dilarang antara dua
orang yang :22
1. Berhubungan darah dalam garis lurus ke bawah ataupun ke atas
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu
anatar saudara, anatara seorang dengan saudara orang tua dan
antara seorang dengan neneknya.
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan
ibu/bapak tiri.
4. Berhubungan sesusuan yaitu orang tua dan anatara seorang dengan
saudara neneknya.
5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau
kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari
seorang.
6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain
yang berlaku, dilarang kawin.
Pasal tersebut menjelaskan mengenai enam hal yang dilarang dalam
perkawinan diantaranya berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke
bawah atau ke atas, berhubungan darah dalam garis keturunan
menyamping, berhubungan semenda, berhubungan susuan, berhubungan
saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dan
mempunyai hubungan yang oleh agamnya atau peraturan lain yang berlaku
dilarang kawin.
Selain larangan di atas, terdapat larangan-larangan lain yang diatur
dalam Undang-Undang perkawinan yaitu:23
a. Larangan kawin terhadap seseorang yang masih terikat tali
perkawinan dengan orang lain (pasal 9)
b. Larangan kawin terhadap pasangan suami istri yang telah bercerai
sebanyak dua kali (pasal 10)
22 Lihat Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang perkawinan penjelasan pada pasal 8 23 Lihat Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan penjelasan pada pasal 9-11
77
c. Larangan kawin terhadap seorang wanita yang masih dalam waktu
tunggu (pasal 11)
Dari uraian di atas menjelaskan bahwa perkawinan sedarah dilarang
dalam hukum Islam , Kompilasi Hukum Islam, dan dalam Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 Melihat instrument Hukum Islam dan hukum positif
di Indonesia yang berkaitan tentang perkawinan, tampak bahwa terlihat
pertentangan konsep dari larangan perkawinan turunan buyut Kidang Palih
dengan turunan Sindujoyo Keroman. Larangan perkawinan pada dasarnya
memang tidak hanya digunakan untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan
masyarakat, melainkan juga harus mengarahkan kepada tujuan-tujuan yang
dikehendaki. Menghapuskan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang tidak
sesuai lagi dan menciptakan pola-pola baru yang serasi dengan tingkah
laku manusia dalam masyarakat tersebut.
Melihat pertimbangan hukum dari segi filosofis, sosiologis dan
yuridis terhadap larangan pernikahan turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Sindujoyo Keroman bisa kita amati sejauh mana kekuatan hukum
adat tersebut. Sebagaimana dijelaskan bahwa ada 3 kekuatan berlakunya
hukum adat yaitu:
1. Kekuatan berlaku secara filosofis, artinya hukum itu berlaku
berdasarkan filosofisnya. Landasan ini, hanya dapat dicari ditemukan
dalam hukum itu sendiri, apa dan mengapa adat itu dibuat.
Pertimbangan secara filosofis terhadap larangan pernikahan
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman
Gresik ada karena, 2 faktor: pertama, larangan pernikahan ada karena
buyut diantara turunan ini dulu pernah melakukan peristiwa sejarah
78
yaitu perlawanan hingga terjadi pertumpahan darah. Kedua, dua tokoh
diantara mereka dendam dan marah sehingga melakuakan sumpah
serapah dan wasiat kepada turunan mereka untuk melarang adanya
pernikahan, jika melanggar maka akan mendapatkan musibah ataupun
bala’ karena dipercaya tokoh adat mereka seorang wali (kekasih Allah)
dimana, setiap ucapanya menjadi maqbul.
2. Kekuatan berlaku secara sosiologis, artinya hukum itu benar-benar
secara nyata, terang tanpa ada paksaan, dimana selalu dibatasi dengan
nilai yang baik dan yang tidak baik, mana yang boleh, dan yang tidak
boleh dilakukan.
Melihat pertimbangan secara sosiologis, larangan pernikahan
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman
memiliki kekuatan secara sosiologis. Dimana penerapan larangan
pernikahan tersebut benar-benar dipatuhi oleh masyarkat sekitar tanpa
ada paksaan, masyarakat sadar terhadap hukum adat larangan
pernikahan tersebut.
3. Kekuatan berlaku yuridis, artinya hukum itu tertulis dan sudah
disahkan oleh pemerintah.
Pertimbangan secara yuridis terhadap larangan pernikahan
tersebut tidak berkekuatan hukum tetap, dimana hukum mereka
sebatas ucapan tokoh adat yang dipegang teguh oleh masyarakat.
Menurut Mahdi syahbandir kedudukan hukum adat dalam sistem
hukum sama dengan kedudukan hukum pada umumnya, yang
membedakannya adalah hukum adat hanya berlaku untuk orang
79
Indonesia dan sifatnya tidak tertulis. 24 hukum adat mengenai larangan
pernikahan turunan Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman
Gresik adalah hukum yang menyimpang dari hukum Islam dan hukum
adat.
B. Tinjauan ‘Urf Terhadap Larangan Pernikahan Turunan Buyut Kidang
Palih Dengan Turunan Keroman Sindujoyo Gresik
Melihat fenomena adanya larangan pernikahan antara turunan Buyut
Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo Gresik ini merupakasn bagian dari
‘urf. Sebagaimana pengertian ‘urf adalah:
خاص لى معنىه عقماعتداه الناس وسارو عليه من كل فعل شاع بينهم او لفظ تعارفو اطلا د صماعهلاتالف اللغة ولا يتبادر غيره عن
“sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka mengikutinya
dalam bentuk setiap perbuatan yang populer diantara mereka, ataupun suatu
kata yang biasa mereka kenal dengan pengertian tertentu, bukan dalam
pengertian etimologi, dan ketika mendengar kata itu, mereka tidak
memahaminya dalam pengertian lain.”25
Menurut mayoritas ulama’ ‘urf dinamakan juga adat sebab perkara
yang sudah dikenal itu berulang kali dilakukan manusia.26
Definisi urf’ tersebut menjelaskan bahwa sebuah kebiasaan manusia
yang dilakukan secara terus-menerus baik itu dalam bentuk ucapan ataupun
24 Mahdi Syahbandir, Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum, kanun No.5 April 2010,
h. 1 25 Abd. Rahman Dahlan, ushul Fiqih, h. 209. 26 Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1, h. 159
80
perbuatan kemudian dapat di yakini dalam akal dan jiwa oleh masyarakat
daerah tertentu.
Fenomena larangan pernikahan turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Sindujoyo Gresik adalah salah satu contoh ‘urf. Seperti yang sudah
dipaparkan tentang pengertian ‘urf di atas. Larangan pernikahan ini adalah
suatu larangan menikah yang di terapkan di suatu daerah, dimana satu daerah
tersebut tepatnya di daerah Gumeno, Keroman dan Lumpur ini meyakini dan
melaksanakan adanya larangan pernikahan tersebut, dan larangan pernikahan
tersebut masih ada dan dijalankan sampai sekarang.
Tradisi larangan menikah turunan buyut kidang palih dengan turunan
Sindujoyo ini, jika ditinjau dari pembagian ‘urf menurut jangkauannya
termasuk bagian dari ‘urf al-Khash. Dikarenakan tradisi larangan menikah
tersebut berlaku khusus pada masyarakat tertentu saja, yakni masyarakat
daerah Gumeno, Keroman dan Lumpur. Larangan menikah tersbut tidak
berlaku bagi selain tiga daerah tersebut. Sesuai dengan pengertian ‘urf al-
khash yaitu adat kebiasaan yang berlaku secara khusus masyarakat tertentu,
atau wilayah tertentu saja. 27
Selanjutnya ditinjau dari segi tema pembagian ‘urf dari segi bentuk,
tradisi larangan menikah turunan buyut kidang palih dengan turunan
Sindujoyo merupakan bagian dari ‘urf fi’ly muamalah keperdataan
dikarenakan larangan tersebut sudah mentradisi dalam masyarakat yang
dilakukan secara terus-menerus dalam bentuk perbuatan berupa akad ataupun
27 Abd Rahman Dahlan, ushul Fiqih, , h. 210.
81
transaksi. Hal ini sesuai dengan pengertian ‘urf fi’li, yaitu kebiasaan dalam
melakukan sesuatu. Kebiasaan masyarakat dalam bentuk perbuatan.28
Ditinjau dari pembagian ‘urf dari segi syara, tradisi larangan menikah
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Keroman Sindujoyo merupakan
bagian dari ‘urf fasid dikarenakan tradisi larangan menikah ini, tidak
dibenarkan dalam al-qur’an dan hadits. Sesuai dengan perngertian ‘urf fasid
yaitu , yaitu adat kebiasaan yang berlaku namun menyalahi aturan-aturan
agama.29
Adapun langkah-langkah yang harus diperhatikan untuk mengetahui
apakah tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo ini ‘urf yang bisa dijadikan sebagai dalil hukum atau argument
dalam hukum syari’at, terdapat empat syarat yang telah disebutkan oleh
ulama’ sebagai berikut:30
1. Adat itu bernilai maslahat dalam arti dapat memberikan kebaikan kepada
umat dan menghindarkan umat dari kerusakan dan keburukan.
Tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Keroman Sindujoyo adalah tradisi larangan yang tidak
dibenarkan dalam syri’at islam dan tidak ada ketentuan-ketenuan yang
sudah dijelaskan dalam dalil baik al-qur’an maupun hadits. Akan tetapi,
larangan menikah ini mengandung nilai kemaslahatan bagi setiap
keluarga yang hendak menikah. Sesuai kejadian-kejadian yang ada,
masyarakat yang melanggar pernikahan tersebut berakibat tidak harmonis
dalam menjalani behtera rumah tangga, seperti terjadi kegilaan, buta,
28 Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1, h. 161-162 29Chaerul Umam, Ushul Fiqih 1, h. 163-164 30 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Ushul Fiqih, h. 74.
82
meninggal, dll. sehingga larangan pernikahan ini berlaku untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Adat itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada
dalam lingkungan tertentu.
Larangan menikah turunan Buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo ini berlaku merata bagi masyarakat yang masih ada turunan
nasab dengan Buyut kidang Palih tepatnya di daerah Gumeno, dan berlaku
bagi masyarakat yang masih ada turunan Sindujoyo tepatnya di daerah
Keroman dan Lumpur.
3. Adat itu telah berlaku sebelum itu, dan tidak adat yang datang kemudian.
Larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo ini, berlaku sejak awal mula adanya desa Gumeno dan
Sindujoyo. Kejadian yang sudah ada pada masa lampau selama puluhan
tahun tersebut masih dijalankan sampai sekarang.
4. Adat itu tidak bertentangan dengan dalil syara’ yang ada
Larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Keroman Sindujoyo ini, bertentangan dengan dalil syara’. Di mana dalam
al-qur’an larangan-larangan menikah dijelaskan dalam surat an-nisa’ ayat
23 yang berbunyi:
لاتكم وب نات الأخ وب نات حر مت عليكم أمهاتكم وب ناتكم وأخواتكم وعماتكم وخان الرضاعة وأمهات نسآئكم وربئبكم الأخت وأمهاتكم اللات أرضعنكم وأخواتكم م
دخلتم بن فلا جناح اللات ف حجوركم م ن ن سآئكم اللات دخلتم بن فإن ل تكونوا إن عليكم وحلائل أب نائكم الذين من أصلابكم وأن تمعوا بي الأختي إلا ما قد سلف
يما (٤/٢٣)النساء: الل كان غفورا رح
83
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu
yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan (bibi dari pihak ayah) saudara-saudara ibumu
yang perempuan(bibi dari pihak ibu) anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan(keponakan) Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu,
saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmudari istri yang telah kamu campuri,
tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya (Dan diharamkan
bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu) dan menghimpunkan
(dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”(QS. al-Nisa:4/ 23)
Dalam penjelasan ayat al-Qur’an tersebut telah disebutkan
seseorang yang dilarang untuk menikah, sedangkan larangan menikah
turunan buyut Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo ini, kedua turunan
tersebut tidak ada hubungan karena karena (hubungan sedarah),
hubungan karena ikatan perkawinan, dan hubungan sepersusuan. Dan
larangan menikah ini, tidak melanggar salah satu ketentuan larangan
menikah karena sebab mu’abbad (larangan sementara) ghairu mu’abbad
dan (larangan sementara waktu).
Dari ketentuan empat syarat bisa dijadikannya dalil hukum
tersebut tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan
Turunan Sindujoyo hanya dapat memenuhi 3 syarat saja yaitu ketentuan
adat itu bernilai maslahat, adat itu berlaku umum di lingkungan tertentu,
dan adat itu telah berlaku sebelumnya. Pada syarat ke 4 ini tidak
memenuhi karena, larangan menikah turunan buyut kidang Palih dengan
turunan Sindujoyo ini, bertentangan dengan dalil syara’. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tradisi larangan menikah turunan
84
Sindujoyo dengan turunan Keroman Sindujoyo adalah ‘urf fasid dan tidak
bisa dijadikan sebagai landasan hukum dalam menetapkan hukum Islam.
C. Interaksi Hukum Islam dan Adat Terhadap Larangan Pernikahan
Turunan Buyut Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo Keroman.
Hangatnya posisi hukum adat dan hukum Islam pada masyarakat
Nusantra menjadikan perdebatan yang sangat menarik di dunia akademisi.
Ketika berbicara tentang hukum adat dan hukum Islam, maka ada 2 (dua)
terminology yang harus dipahami secara komprehensif. Hukum Islam adalah
hukum yang mencakup segala bidang kehidupan, hal ini mencakup hubungan
antara manusia dengan Allah, hubungan antara manusia dengan alam,
hubungan antara manusia dengan dirinya. Hukum Islam merupakan hukum
yang berdiri sendiri dan mempunyai sumber yang bersifat mutlak, yakni al-
Qur’an dan hadits yang tidak dapat diubah dan diganti oleh manusia.31
Sedangkan pengertian hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam
tatanan lingkungan sosial, sehingga dapat dikatakan jika sistem sosial
merupakan titik tolak dalam membahas hukum adat di Indonesia.32
Analisis teori- teori hubungan antara hukum adat dan hukum Islam di
Indonesia ada tiga yaitu:
a. Teori Receptio in Complexu, Secara bahasa, Receptio in Complexu
berarti: “penerimaan secara utuh”. Mr. Loedewijk Willem Christian van
den Berg sebagai pencetus teori ini mengatakan bahwa bagi pemeluk
agama tertentu berlaku hukum agamanya.33
31 Soerjono Soekanto, Hukum Adat dan Islam, h. 159 32 Suriyaman Musteri, Hukum adat kini, dan akan datang, h. 2 33Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, h. 63
85
b. Teori Resepsi, adalah kebalikan dari teori “Receptio in Complexu”.
secara bahasa berarti: penerimaan, pertemuan. Hukum adat sebagai
penerima, hukum Islam sebagai yang diterima, jadi hukum Islam baru
bisa berlaku jika telassh diterima atau masuk ke dalam hukum adat, maka
secara lahirnya ia bukan lagi hukum Islam, tetapi sudah menjadi bagian
dari hukum adat. 34 teori ini di munculkan oleh Christian Snouck
Hurgronje.
c. Teori Receptio a Contrario secara bahasa berarti penerimaan yang tidak
bertentangan. Hukum yang berlaku bagi umat Isalm di Indonesia adalah
Hukum Islam, hukum adat baru bisa berlaku kalau tidak bertentangan
dengan hukum Islam. Jadi, hukum adat baru bisa berlaku kalau tidak
bertentangan dengan hukum agama.35 Gagasan ini dikemukakan oleh
Hazairin.
Proses interaksi antara tradisi kebudayaan perkawinan masyarakat jawa
yang berkaitan antara hukum Islam dengan hukum adat yang terdapat pada
tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo Keroman menjadi perdebatan di kalangan masyarakat, hukum adat
yang berlaku di kalangan masyarakat ini, sebuah larangan pernikahan antara
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman ini, adalah
hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam, sedangkan mayoritas
masyarakat di daerah Gumeno, Sindujoyo dan Keroman beragama Islam.
Mereka memeluk agama Islam dengan kuat, tidak sedikit dari masyarakat
tersebut yang faham tentang agama, banyak yang menjadi ulama’ kiyai dan
34 Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, h. 73 35 Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, h. 83
86
tokoh agama. Akan tetapi, mereka juga memegang teguh adat istiadat mereka
yang bertentangan dengan agama Islam.
Fenomena larangan pernikahan turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Keroman Sindujoyo ini sejalan dengan teori Receptio in complexu,
dimana merujuk pada buku Hukum Keluarga Islam di Jawa itu, dikuatkan
dalam pendapat Van den Berg bahwa bagi orang Islam Indonesia berlaku
hukum Islam dengan berbagai penyimpangan (praktik-praktik tradisi dalam
upacara tertentu yang bercampur dengan ajaran Islam).36 Hal ini dikarenakan
hukum Islam berlaku pada masyarakat asli Indonesia sejak 1883 yang
diperkuat dengan adanya Regeering Reglement, dan hukum perkawinan dan
kewarisan Islam dalam Compendium Freijer.37
Tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo Keroman sejalan juga dengan teori Reception a Contrario, teori
ini identik dengan pendapat Van den Berg dan berbeda dengan pendapat
Snouck di Indonesia, demikian menurut teori ini memang ada hukum yang
hidup, yakni hukum adat, tetapi yang dipedomani oleh masyarakat adalah
hukum agamnaya. Hukum adat baru bisa berlaku kalau tidak bertentangan
dengan hukum agama itu. Jadi hukum Islam adalah hukum Islam dan hukum
adat adalah hukum adat. 38
Atas dasar itu dapat disimpulkan bahwa hukum asli atau hukum yang
hidup dari bangsa Indonesia adalah hukum agama mereka sendiri. Bagi umat
Islam sebagai konsekuensi terhadap agama yang mereka anut harus tunduk
36 Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, h. 70 37Nurul Hakim, Konflik Antara al-‘URF (Hukum Adat) dan Hukum Islam di Indonesia, Jurnal
EduTech, V.03 No.2 (September 2017) 38 Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, h. 83
87
kepada hukum agamanya itu. Hal ini sejalan dengan pengertian kaffah (secara
utuh) dalam al-Qur’an. Dalam tataran hukum Islam adat istiadat dapat
dijadikan sebagai hujjah ketika tidak bertentangan dengan syariat yang telah
ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Melihat pertimbangan hukum dari segi filosofis, sosiologis dan yuridis
terhadap larangan pernikahan turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo Keroman bisa kita amati sejauh mana kekuatan hukum adat
tersebut. Sebagaimana dijelaskan bahwa ada 3 kekuatan berlakunya
hukum adat yaitu:
a. Kekuatan berlaku secara filosofis, artinya hukum itu berlaku
berdasarkan filosofisnya. Landasan ini, hanya dapat dicari ditemukan
dalam hukum itu sendiri, apa dan mengapa adat itu dibuat.
Pertimbangan secara filosofis terhadap larangan pernikahan
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman
Gresik ada karena, 2 faktor: pertama, larangan pernikahan ada karena
buyut diantara turunan ini dulu pernah melakukan peristiwa sejarah
yaitu perlawanan hingga terjadi pertumpahan darah. Kedua, dua tokoh
diantara mereka dendam dan marah sehingga melakuakan sumpah
serapah dan wasiat kepada turunan mereka untuk melarang adanya
pernikahan, jika melanggar maka akan mendapatkan musibah ataupun
bala’ karena dipercaya tokoh adat mereka seorang wali (kekasih Allah)
dimana, setiap ucapanya menjadi maqbul.
b. Kekuatan berlaku secara sosiologis, artinya hukum itu benar-benar
secara nyata, terang tanpa ada paksaan, dimana selalu dibatasi dengan
nilai yang baik dan yang tidak baik, mana yang boleh, dan yang tidak
boleh dilakukan.
93
Melihat pertimbangan secara sosiologis, larangan pernikahan
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman
memiliki kekuatan secara sosiologis. Dimana penerapan larangan
pernikahan tersebut benar-benar dipatuhi oleh masyarkat sekitar tanpa
ada paksaan, masyarakat sadar terhadap hukum adat larangan
pernikahan tersebut.
c. Kekuatan berlaku yuridis, artinya hukum itu tertulis dan sudah
disahkan oleh pemerintah.
Pertimbangan secara yuridis terhadap larangan pernikahan
tersebut tidak berkekuatan hukum tetap, dimana hukum mereka
sebatas ucapan tokoh adat yang dipegang teguh oleh masyarakat.
hukum adat mengenai larangan pernikahan turunan Kidang Palih
dengan turunan Sindujoyo Keroman Gresik adalah hukum yang
menyimpang dari hukum Islam dan hukum adat.
1. Tradisi larangan menikah turunan Sindujoyo dengan turunan Keroman
Sindujoyo adalah ‘urf fasid dan tidak bisa dijadikan sebagai landasan
hukum dalam menetapkan hukum Islam.
2. Interaksi hukum Islam dengan hukum adat terhadap larangan pernikahan
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo keroman ini sesuai
dengan teori Reception a Contrario, menurut teori ini ada hukum yang
hidup, yakni hukum adat, tetapi yang dipedomani oleh masyarakat adalah
hukum agamnaya. Hukum adat baru bisa berlaku kalau tidak bertentangan
dengan hukum agama itu. Jadi hukum Islam adalah hukum Islam dan
hukum adat adalah hukum adat.
94
2. Saran
1. Bagi masyarakat Desa Gumeno, Kelurahan Keroman dan Kelurahan
Lumpur khusunya yang beragama Islam, hendaklah bisa
mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan hukum adat dan
hukum Islam yang berkaitan berjalan beriringan serta tidak menyimpang
dari ajaran syari’at Islam. Sebagai seorang muslim, hendaklah memegang
ajaran agamanya dengan teguh, meskipun adat istidat sudah mendarah
daging.
2. Dengan adanya interaksi hukum Islam dengan hukum adat yang terjadi di
desa Gumeno, Kelurahan Sindujoyo dan Lumpur Kabupaten Gresik Jawa
Timur, tidak menutup kemungkinan dialektika kedua hukum tersebut
terjadi pula di berbagai Nusantara yang masih kental akan adat
istiadatnya. Khusunya dalam persoalan perkawinan. Maka, saran peneliti
perlu dilakukan penelitian mengenai interaksi hukum Islam dan hukum
adat yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia yang masih
mempraktekkan tradisi dalam perkawinan adat mereka masing-masing.
3. Secara keilmuan dan tanggung jawab moral kepada masyarakat, menurut
kita sebagai masyarakat lebih peka terhadap lingkungan sekitar dan
berusaha memberikan solusi yang terbaik, untuk mengembangkan
keilmuan khususnya di bidang syariah perlu dilakukan kajian khusus
dalam menghadapi problem kontemporer yang berkaitan dengan hukum
Islam khususnya tentang perkawinan.
95
DAFTAR PUSTAKA
Buku, Penelitian, Jurnal
Ahmad Zainal Abidin, Ushul Fiqih, Jakarta:PT Bulan Bintang, 1998
Al-Bugha Musthafa, Musthafa al-Khann, dkk, Fikih Manhaji Kitab Fikih Lengkap
Imam asy-Syafi’I Jilid 1, Yogyakarta:Darul Uswah, 2008.
Ali Zainuddin, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Aziz Abdul, Sesepuh Desa Gumeno, Interview Pribadi, Gumeno,22 Februari 2019.
Dahlan Abd. Rahman, ushul Fiqih, Jakarta:Amzah, 2010.
Darojat Achmat, Juru Kuci Pesarean Kyai Sindujoyo, Interview Pribadi, Gresik
23Februari 2019.
Djalil Basiq, Ilmu Ushul Fiqih, Jakarta: Kencana Media Group, 2010.
Djalil Chaerul, Ushul Fiqih 1, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.
Effendi Satria, Ushul Fiqih, Jakarta:Kencana, 2005.
Ghozali Abdurrahman, Fikih Munakahat, Jakarta:Kencana Prenadamedia
Group,2003.
Hakim Nurul, Konflik Antara al-‘URF (Hukum Adat) dan Hukum Islam di Indonesia,
Jurnal EduTech, V.03 No.2 September 2017.
Haroen Nasrun, Ushul Fikih, Jakarta:Kencana Media Group 1997
Jaelani Abdul Qadir, Keluarga Sakinah, Surabaya: PT Bina Ilmu,1995.
Kesuma Hilman Hadi, Hukum Perkawianan Adat, Bandung: Citra Aditya Bakti,2003.
Kesuma Hilman Hadi, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, 2007.
96
Kurdi Mulidi, Ushul Fiqh Sebuah Pengenalan Awal, Aceh:Lembaga Naskah
Aceh,2015.
Kurniawan Alif Candra, Mitos Pernikahan Ngalor-Ngulon di Desa Tugurejo
Kecamatan Wates Kabupaten Blitar Kajian Fenomologis, Skripsi S1
Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim
Malang,2012.
Manshur Abdul Qadir, Buku Pintar Fikih Wanita, Jakarta:Penerbit Zaman,2009.
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2011.
Pide Suriyaman Musteri, Hukum Adat Dahulu, Kini dan Akan Datang,
Jakarta:Prenadamedia Group,2014.
Ramulyo Idris, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Dari Segi Hukum Perkawinan Islam, Jakarta:IND-HILL-CO,1990.
Risnawati, Mitos Jawa dalam Novel Simple Miracles Doa dan Arwah Karya Ayu
Utami Kajian Antropologi Sastra, skripsi S1 Fakultas Universitas
Muhammadiyah Malang, 2000.
Rosmana Tjetjep, Mitos dan Nilai dalam Cerita Rakyat Masyarakat Lampung ,
Penelitian Sejarah dan Budaya, 2,2 Mei, 2010.
Rusdiana Kama, Jaenal Aripin, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta:UIN Jakarta
Press,2007.
Rusyd Ibnu, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid Rujukan Utama Fikih
Perbandingan Madzhab Ahlu Sunnah wal Jama’ah, Jakarta: Akbar Media
Eka Sarana, 2013.
Sembiring Rosnidar, Hukum Keluarga Harta-Harta Benda dalam Perkawinan,
Depok:PT Raja Grafindo Persada,2017.
Soekanto Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Jakarta:CV Rajawali, 1981.
Subki Ali Yusuf, Fikih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, Jakarta:Sinar
Grafika Offset,2010.
97
Sudiyat Iman, Hukum Adat Sketsa Asas, Yogyakarta:Liberti Yogyakarta,2007.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif , Bandung, Alvabeta, CV,
2006
Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunju Praktis untuk Peneliti Pemula,
Sulastri Dewi, Pengantar Hukum Adat, Jawa Barat: CV Pustaka Setia, 2015.
Surtiana Yunina, Dibalik Fakta dan Mitos Fenomena Super Blue “Blood” Moon”,
Filsafat Indonesia, 1,1 2018.
Susiadi, Akomodasi ‘Urf Terhadap Pemahaman Fiqih Indonesia Masa lalu, Vol. 6, 1,
2014.
Syahbandir Mahdi, Kedudukan Hukum Adat dalam Sistem Hukum, Kanun No.50
April 2010.
Syarifuddin Amir, Garis-garis Besar Ushul Fiqih, Jakarta: Kencana Media Group,
2012.
Syarifuddin Amir, Ushul Fikih Jilid 2, Jakarta: Kencana Media Group, 1999.
Ujan Andre Ata, filsafat Hukum Membangun Hukum membela keadilan,
Yogyakarta:Kansius, 2009.
Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011.
LAMPIRAN 1: Pedoman Wawancara
Tradisi Larangan Menikah Turunan Buyut Kidang Palih dengan Turunan
Keroman Sindujoyo Gresik
1. Apa yang anda ketahui tentang sejarah beografi buyut Kidang Palih di Desa
Gumeno?
2. Apa yang anda ketahui tentang sejarah beografi buyut Sindujoyo Keroman
Gresik?
3. Bagaimana asal mula terjadinya larangan menikah turunan buyut Kidang
Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman Gresik?
4. Apakah semua masyarakat Desa Gumeno menjalani tradisi larangan menikah
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman?
5. Apakah semua masyarakat Kelurahan Keroman dan Lumpur menjalani tradisi
larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo
Keroman?
6. Apakah akhir-akhir ini ada yang melanggar tradisi dan berani menikahkan
antara turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman?
7. Apa sanksi yang diberikan jika melanggar tradisi larangan menikah turunan
buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman?
8. Mengapa masyarakat sangat mematuhi adanya tradisi larangan menikah
turunan buyut Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman?
9. Bagaimana pendapat anda mengenai tradisi larangan menikah turunan buyut
Kidang Palih dengan turunan Sindujoyo Keroman?
10. Apakah tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan turunan
Sindujoyo Keroman ini, masih ada kaitannya dengan mitos?
11. Apakah pendatang yang mendiami wilayah Gumeno, Keroman dan Lumpur
berlaku adanya tradisi larangan menikah turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Sindujoyo Keroman?
12. Bagaimana pendapat anda (tokoh agama) mengenai tradisi larangan menikah
turunan buyut Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo Keroman yang tradisi
larangan tersebut bertentangan dengan ajaran agama Islam?
Lampiran II : Data Wawancara
Informasi I
Wawancara terbuka yang ditujukan tokoh masyarakat, yang merupakan penduduk
asli Desa Sindujoyo yang mengetahui asal usul turunan buyut Sindujoyo
Identitas Narasumber
Nama :Achmat Darojat
Tempat, tanggal lahir :Gresik, 9 Mei 1957
Jenis kelamin :Laki-laki
Agama :Islam
Alamat :Jl. Sindujoyo XVIII/2 Gresik
Pekerjaan :Wiraswasta
Keahlian :Juru Kunci pesarean Buyut Sindujoyo di Karangpoh
Umur :62 Tahun
Transkip wawancara:
Peneliti :Assalamualaikum wr. Wb
Informan :waalaikum salam warochmah
Peneliti :Maaf pak, sebelumnya perkenalkan saya Mufarochah mahasiswi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya di sini dengan maksud untuk
melakukan penelitian untuk memenuhi tugas akhir kuliah yakni skripsi
dengan tema “Tradisi larangan menikah Turunan Buyut Kidang Palih
dengan Turunan Sindujoyo Keroman”
Informan :Oh, ngge.. monggo nak.
Peneliti :Langsung saja ngge pak, kulo bertanya. Bagaimana sejarah beografi
buyut Sindujoyo yang bapak ketahui?
Informan :Sebenere, onok bukune nak.. sejarah beografi termasuk jalan proses.e
larangan nikah turunan buyut Sindu kale turunan buyut Kidang Palih.
Engko tak paring, samean woco dewe yo nak..
Peneliti :Oh, enten bukune ngge pak.. engken angsal kulo kopi ngge pak..
menurut bapak, larangan menikah ini, apa semua orang keroman
melaksanakannya?
Informan :Iyo nak, Gak onok seng Wani turunan Keroman nikahno karo turunan
Gumeno. engko kalah salah siji, lah seng kalah iku mesti turunan
buyut Sindujoyo. Engko bukune gak popo samean beto. Onok akeh iki
copy.ane
Peneliti :Apakah tradisi larangan menikah itu berjalan sampai sekarang?
Informan :Iyo nak, sampek saiki gak onok seng wani nikahno karo wong
Gumeno. engko bukune samean woco onok sejarahe kabeh iku. Buku
iku di tulis arab karo buyut Sindujoyo. Karo generasi penerus di
artekno dadilah buku seng samean cekel iku. Wes, ngono ae yo nak..
ape maghrib iki.. engko nek onok waktu takon2 maneh gak popo.
Lampiran III: Data Wawancara
Informasi II
Wawancara terbuka yang ditujukan tokoh masyarakat, yang merupakan penduduk
asli Desa Gumeno yang mengetahui asal usul turunan buyut Kidang Palih
Identitas Narasumber
Nama :Abdul Aziz
Tempat, tanggal lahir :Gresik, 10 April 1949
Jenis kelamin :Laki-laki
Agama :Islam
Alamat :Desa Gumeno Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik
Pekerjaan :Wiraswasta
Umur :70 Tahun
Transkip Wawancara
Peneliti :Assalamu’alaikum Wr. Wb
Informan :waalaikum salam warochmah
Peneliti :Maaf pak, sebelumnya perkenalkan saya Mufarochah mahasiswi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya di sini dengan maksud untuk
melakukan penelitian untuk memenuhi tugas akhir kuliah yakni skripsi
dengan tema “Tradisi larangan menikah Turunan Buyut Kidang Palih
dengan Turunan Sindujoyo Keroman”
Informan :Oh, ngge nak.. monggo.
Peneliti :Apa yang bapak ketahui tentang sejarah Kidang Palih?
Informan :Kidang Palih boleh tapi orang bilang bisa Sidang palih artinya tempat
pertemuan aslinya bisa jadi Kidang Palih kalau diambil dari kata
bahasa itu cuman kemelesetan eksen saja. Nama aslinya itu Sayyid
Fadhil kemudian lidah jawanya kental jadi Kidang Palih, Palihnya itu
mungkin Fadhil. Itu dulu gini bisa dikatakan merupakan cikal bakal
berdirinya desa ini, konon ceritanya pelarian dari kerajaan Mataram.
Itu waktu kerajaan Mataram di serang Belanda banyak punggoh-
punggoh Mataram yang melarikan diri ke Jawa Timur. Diantaranya
yaitu Kidang palih dan mbah Bhe.i. Dulu konon Kidang Palih itu
orang pinter, ditembak senjata tajam gak mempan. Sampai-sampai
orang semua tau kalau Kidang Palih itu manusia yang hebat. Bahkan
sampai pernah kejadian setelah Kidang Palih wafat, desa Gumeno ini
terendam banjir, akan tetapi istimewanya makam Kidang Palih ini
nggak terkena banjir sama sekali.
Peneliti :Mengenai tururunannya bapak, adakah sejarah beografi buyut Kidang
Palih beserta susunan nasabnya?
Informan :wah, mboten enten nak.. cerita sejarah.e seng lengkap niku pun katah
seng mboten enten/meninggal. Dadine langkah sejarah menurut cerita
ini.
Peneliti :Apakah bener pak, ada tradisi larangan menikah turunan buyut
Kidang Palih dengan Turunan Sindujoyo?
Informan :Memang nak, turunan buyut Kidang Palih gak oleh nikah karo
turunan Keroman Sindujoyo sebab kejadian-kejadian sakdurunge.
Peneliti :Bagaimana asal-usul yang bapak ketahui sebab terjadinya tradisi
larangan menikah tersebut pak?
Informan :dulu itu ada peperangan antara buyut Kidang Palih karo Turunan
Sindujoyo sampek terjadi meninggalnya buyut Kidang Palih, atas
terbunuhnya Kidang Palih itu, sang Istri Kidang palih tidak terima,
ingin bales dendam kepada Sindujoyo dengan menyamar sebagai laki-
laki membawa tombak. Tetapi, di luar dugaan ternyata istri Kidang
Palih juga terbunuh dan meninggal. Atas kejadian itu seperti ada
sumpah serapah dan dendam kusumat terhadap tuturan Sindujoyo.
Nek ngono turunanku ojok sampek nikah karo turunan Sindujoyo.
Peneliti :Turunan Kidang Palih itu semua rakyat Gumeno atau bagaimana pak,
yang dilarang menikah?
Informan :yah, turunan Gumeno itu yang asli orang daerah Gumeno. Bapak atau
Ibunya yang asli dilahirkan di daerah Gumeno
Peneliti :Adakah pelaku yang pernah berani menikahkan putri atau putranya
dengan turunan Sindujoyo pak?
Informan :Zaman bien tau nak, turunan kene nikahno karo turunan Sindujoyo.
Akibate yo ngono nak.. pihak Sindujoyo iku seng dadi gak enak.e
keno imbase. Pihak gumeno gak lapo-lapo.
Peneliti :Apa ciri ciri khusus terhadap pelanggran menikah tersebut?
Informan :Ciri-cirinya yah pihak Sindujoyo seng kalah, dan akibate iku kejadian
gendeng disek terus meninggal.
Peneliti :Oh, begitu ya bapak. Makasih yah bapak.. sebelumnya terimakasih
sudah bersedia kami wawancarai untuk mengambil informasi.
Lampiran IV : Data Wawancara
Informasi III
Wawancara terbuka yang ditujukan tokoh masyarakat, yang merupakan penduduk
asli Desa Sindujoyo yang menjadi tokoh agama di Kelurahan Sindujoyo
Identitas Narasumber
Nama :H. Bajuri
Tempat, tanggal lahir :Gresik, 13 Oktober 1959
Jenis kelamin :Laki-laki
Agama :Islam
Alamat :Jl. Sindujoyo XVIII/ 3Gresik
Pekerjaan :Mudin
Keahlian :Guru Agama dan Pendakwah
Umur :60 Tahun
Transkip Wawancara
Peneliti :Assalamu’alaikum Wr. Wb
Informan :waalaikum salam warochmah
Peneliti :Maaf pak, sebelumnya perkenalkan saya Mufarochah mahasiswi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya di sini dengan maksud untuk
melakukan penelitian untuk memenuhi tugas akhir kuliah yakni skripsi
dengan tema “Tradisi larangan menikah Turunan Buyut Kidang Palih
dengan Turunan Sindujoyo Keroman”
Informan :hehe iyo nak.. monggo asline iku duduk larangan seng bener gak wani
nikahno. Nek dilarang nang agomo gak onok
Peneliti :iya bapak .. Bagaimana menurut bapak sebagai tokoh agama melihat
tradisi lrangan menikah tersebut?
Informan :yo.. bener nang agomo iku gak dilarang menikah turunan Buyut
Kidang Palih karo turunan Buyut Sindujoyo. Tapi, wes kedisian akeh
seng terjadi akhir.e yo gak wani. Se kelas kiyai yo ngunu.. pernah gak
percoyo larangan iki, tapi yo kejadian temenan. Mungkin yo.. kerono
ucap.e wali iku.
Peneliti :Apakah semua orang asli daerah sisni tidak berani melanggar pak?
Informan :ancene gak wani nak.. gak onok seng wani nikahno karo turunan
Gumeno.
Peneliti :Menurut bapak, apakah ini tradisi yang menyimpang dan masih layak
dipertahankan?
Informan :sebenere, yo.. dalam agama iku sudah diatur jelas larangan menikah,
tapi maslahe masyarakat gak punya keberanian untuk melakukan hal
demikian. Meskipun sudah pernah se kelas penceramah/ ulama’ itu
juga mereka belum berani melngkah.
Peneliti :Oh ngge pun pak.. matursuwun informasine ngge pak..
Lampiran V: Data Wawancara
Informasi IV
Wawancara terbuka yang ditujukan masyarakat, yang merupakan penduduk asli Desa
Sindujoyo yang menjalani larangan pernikahan turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Sindujoyo Keroman
Identitas Narasumber
Nama :Samijo
Tempat, tanggal lahir :Gresik, 9 Mei 1970
Jenis kelamin :Laki-laki
Agama :Islam
Alamat :Jl. Sindujoyo XVIII/1 Gresik
Pekerjaan :Wiraswasta dan Pedagang
Umur :49
Peneliti :Assalamu’alaikum Wr. Wb
Informan :waalaikum salam warochmah
Peneliti :Maaf pak, sebelumnya perkenalkan saya Mufarochah mahasiswi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya di sini dengan maksud untuk
melakukan penelitian untuk memenuhi tugas akhir kuliah yakni skripsi
dengan tema “Tradisi larangan menikah Turunan Buyut Kidang Palih
dengan Turunan Sindujoyo Keroman”
Informan :Oh, kok adoh nak.. kuliahe. Iki merene apeh takok-takok ngono tah?
Peneliti :oh, ngge pak.. leres. Kulo badhe tanglet pak. Apakah benar pak, di
daerah sini terdapat larangan menikah turunan buyut Kidang Plih
dengan turunan Sindujoyo?
Informan :Ancene iyo nak.. wong kene oleh wong Gumeno dak oleh temen. Dak
onok seng wani nikahno karo wong Gumeno
Peneliti :Adakah warga yang pernah melanggar pak? dan apakah akhir-akhir
ini ada yang berani melanggar larangan menikah tersebut?
Informan :Bengen emang onok nak.. seng nikahno soale akeh seng kejadian
saiki dak onok seng wani nak. Nek saiki gak onok seng wani temenan
nak..
Peneliti :Apa bapak mengetahu sejarah antara buyut Sindujoyo dengan buyut
Kidang Palih?
Informan :Nek samean pengen weroh sak durunge poso onok khaul mbah
Sindujoyo nak.. samean teko. Engko ono seng moco bukti sejarahe.
Samean teko ae nak.. ramen nang kene
Peneliti :Oh, ngge pak.. makaksih banyak yah bapk.. informasinya
Lampiran VI: Data Wawancara
Informasi V
Wawancara terbuka yang ditujukan masyarakat, yang merupakan penduduk asli Desa
Gumeno yang menjalani larangan pernikahan turunan buyut Kidang Palih dengan
turunan Sindujoyo Keroman
Identitas Narasumber
Nama :Baidho
Tempat, tanggal lahir :Gresik, 9 Mei 1974
Jenis kelamin :Perempuan
Agama :Islam
Alamat :Jl. Sindujoyo XVIII/1 Gresik
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Umur :45
Peneliti :Assalamu’alaikum Wr. Wb
Informan :waalaikum salam warochmah
Peneliti :Maaf pak, sebelumnya perkenalkan saya Mufarochah mahasiswi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya di sini dengan maksud untuk
melakukan penelitian untuk memenuhi tugas akhir kuliah yakni skripsi
dengan tema “Tradisi larangan menikah Turunan Buyut Kidang Palih
dengan Turunan Sindujoyo Keroman”
Informan :Oh.. iyo nak.. tapi aku gak iso diwawancarai. Aku wedi melbu tv
Peneliti :Nggak bu.. tenang aja, kita cuman butuh informasi aja buat tulisan
penelitian
Informan :Oh, ngono nak.. yo monggo nak ! samean tiang pundi nak.. ko adoh
teko Jakarta?
Peneliti :iya bu.. saya sekolahnya di sana. Ini bu.. saya ada beberapa
pertanyaan yang bisa ibu jawab. Apa benar bu.. di sini ada tradisi
larangan menikah?
Informan :Iyo nak.. dak oleh dilarang nikah karo turunan Sindujoyo Gresik kota
pasar kono nggone.
Peneliti :Apakah sampai sekarang masih berjalan bu?
Informan :Oh.. iyo nak, sampek saiki gak oleh nikah karo turunan buyut Sindu.
Wong kene nek apeh nikahno anak seng di utamakno duduk turunan
sindujoyo nak.
Peneliti :Oh, begitu ya bu.. terimakasih ya bu.. informasinya.
Informan :Iyo nak, podo-podo. Samean beeh pengen weruh makam.e buyut
Kidang Palih. Iko ng tengah-tengan sawah nak..
Peneliti :oh, ngge bu.. makasih banyak ya bu!
Top Related