PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
I. Pendahuluan
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan gastrointestinal yang berasal dari
proximal ligamentum Treitz, yang menghubungkan empat bagian dari duodenum dengan flexura
splenic dari bagian distal usus.(1,2) Dengan penggunaan dari endoskopi gastrointestinal bagian
atas, sumber dari perdarahan dapat dideteksi lebih 90% kasus.(1)
Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan suatu keadaan yang sering dijumpai di
tiap rumah sakit diseluruh dunia, termasuk Indonesia. Walaupun sudah terdapat banyak
kemajuan dalam bidang diagnostik, terapi dan perawatan, tetapi masih ada sebagian pasien
tersebut yang meninggal. Angka kematian tersebut kira- kira 8-10% di negara maju dan dibagian
penyakit dalam FKUI/RSCM kira-kira 25% yang meninggal karena perdarahan saluran cerna
bagian atas. Kematian tersebut ada hubungan dengan beberapa faktor seperti usia lanjut,
terlambat berobat, perdarahan yang banyak serta adanya penyakit berat lain yang menyertainya.
(3)
II. Insiden
Insidensi pada ulkus peptikum pada usia 50-60 tahun dimana pada ulkus peptic lebih
banyak didapatkan pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 2:1. (4) Di Amerika
Serikat, adenokarsinoma lambung terjadi pada sekitar 21.000 orang setiap tahun dan merupakan
penyebab kematian akibat kanker ketujuh. Hal ini lebih umum di antara populasi tertentu: usia
50 thn ke atas, miskin, kulit hitam, Hispanik, Indian Amerika, dan orang-orang yang tinggal di
iklim utara. Untuk alasan yang tidak diketahui, adenokarsinoma lambung menjadi berkurang di
Amerika Serikat. Hal ini jauh lebih umum di Jepang, Cina, Chili, dan Islandia. Di negara ini,
program skrining merupakan sarana penting untuk deteksi dini.(4)
1
Prevalensi dari perdarahan saluran cerna bagian atas dalam populasi sekitar 100 per
100.000 orang dewasa per tahun.(5)
III. Etiologi
Penyebab utama perdarahan akut saluran cerna bagian atas (SCBA) sangat bervariasi
tergantung daerah dimana terdapat kelainan.(5) Penyebab dari perdarahan akut saluran cerna
bagian atas yaitu ulkus peptik, varices esophagus, perdarahan gaster, esophagitis, Mallory-weiss,
keganasan gastrointestinal (esophagus, gaster, duodenum), haemobilia, dieulafoy's lesion dan
fistula aortoenterik.(2)
Penyebab terbanyak perdarahan saluran cerna bagian atas di berbagai daerah di Indonesia
adalah perdarahan varises esophagus akibat sirosis hati. Sedang di negara-negara barat juga di
Asia Timur dan Tenggara, pada umumnya tukak lambung-duodenum serta gastroduodenitis
erosif akut akibat alkoholisme dan obat-obatan (golongan salisilat dan anti reumatik lainnya).(5)
IV. Anatomi
Esofagus merupakan saluran cerna yang menghubungkan dan menyalurkan makanan dari
rongga mulut ke lambung. Di dalam rongga dada, esophagus, berada di mediastinum posterior
mulai dari belakang lengkung aorta, dan bronchus cabang utama kiri, kemudian agak membelok
ke kanan berada, di samping kanan depan aortatorakalis bawah dan masuk ke dalam rongga
perut melalui hiatus esophagus dari difragma dan berakhir di kardia lambung. Panjang
esophagus yang berada di rongga perut berkisar 2-4 cm.(6)
2
Gambar 1. Anatomi Esofagus(7)
Sistem Limfatik Pada Esofagus
Pola aliran limfatik pada esofagus mengalir mulai di bifurkasio trakea. Gambaran sistem
airan imfatik ini menjelaskn potensi penyebaran keganaan. Kesulitan dalam mengindentifikasi
sistem limfatik baik secara in vivo maupun post mortem menjadikan ilmu anatomi sistem
limfatik esofagus sangat terbatas. Kapiler limfe saling berhubungan pada ruang yang terdapat di
antara jaringan sebagai pengubung endotel atau sebagai kumpulan endotel yang terlihat mirip
dengan yang terdapat di jaringan mesenterium. Berdasarkan penelitian dengan meggunakan
spesimen autopsi dan mikrokop elektron diperlihatkan bentuk yang sama pada mukosa dan
submukosa esofagus dengan submukosa gaster. Submukosa gaster memperlihatkan beberapa
jaringan pembuuh limfe yang paralel mengikuti sumbu longitudinal gaster.(8)
3
Gambar 2. Sistem Limfatik Esofagus(8)
Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifat sfingter
terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara faring adan esophagus, yaitu tempat
peralihan otot serat lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada
bagian tengah akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak
bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esophagus diafragma yaitu tempat
esophagus berakhir di kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter.(6)
Gambar 3. Penyempitan esohagus(6)
1. Jarak dari gigi insissivus 2. Ujung atas esophagus 3. Faring 4. Penyempitan servikal 5. Dilatasi oral
6. Penyempitan bronkoaortik 7. Dilatasi aboral 8. Penyempitan diafragma 9. Lambung bagian kardia
4
Esofagus mendapat darahnya dari banyak arteri kecil. Bagian atas esophagus yang berada
di leher dan rongga mendapat darah dari a.tiroidea inferior, beberapa cabang dari a. bronkhialis,
beberapa arteri kecil dari aorta. Esophagus di hiatus esophagus dan rongga perut mendapat darah
dari a. frenika inferior kiri dan cabang a. gastrika kiri.(6)
a) b)
Gambar 4. a) arteri ke esophagus b) vena pada dinding esophagus(6)
Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosa esofagus. Di esofagus bagian atas
dan tengah aliran vena dari pleksus esofagus beijalan melalui vena esofagus ke vena azygos dan
vena hemiazygos untuk kemudian masuk ke vena cava superior. Di esofagus bagian bawah,
semua vefla masuk ke dalam vena koronaria yaitu cabang vena porta sehingga terjadi hubungan
langsung antara sirkulasi vena porta dan sirkulasi vena esofagus bagian bawah melalui vena
lambung tersebut. Hubungan ini menyebabkan timbulnya varises esofagus bila terjadi
bendungan vena porta.(6)
5
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esofagus dan
duodenum. Lambung terdiri dari bagian atas, yaitu fundus, korpus dan bagian bawah yang
horizontal yaitu antrum pylorik. Lambung berhubungan dengan esofagus melalui orificium atau
kardia dan dengan duodenum melalui orifisium pilorik. Lambung terletak dibawah diafragma, di
depan pankreas.(6,9)
Gambar 5. Anatomi lambung(10)
Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat
kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan
kurvatura minor serta dalam dinding lambung. Lambung menerima persediaan darah yang
melimpah dari arteri gastrika dan arteri lienalis. Di belakang dan tepi medial duodenum juga
ditemukan arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding
arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.(6,8) Vena lambung dan duodenum bermuara
ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada
hubungan embrional dengan lambung dan duodenum.(7) Persarafan diambil dari vagus dan dari
fleksus siliaka sistem simpatis.(6,9)
6
Sistem Limfatik lambung
Pola aliran limfatik lambung adalah sama seperti perjalanan pembuluh darahnya, dengan
sebagian besar drainase limfatik masuk ke nodus celiaca. Aliran limfa dari submukosa, lapisan
muskularis dan serosa bergabung menjadi empat kelompok mayor dari lambung dan dua dari
duodenum. (11)
Kelompok pertama aliran limfa lambung akan mengikuti jalannya a.gastrika sinistra,
menerima cabang dari porsi atas lambung dan berakhir di nodus lambung bagian superior yang
mengelilingi gastroesophageal junction. Kelompok kedua membawa aliran limfatik dari fundus
dan lambung bagian proksimal. Aliran limfatik ini mengikuti jalannya a.gastroepiploitica sinistra
dan berakhir di nodus pancreaticolienal dan nodus splenika yang akhirnya akan bergabung di
nodus celiaca. Kelompok ketiga membawa aliran limfatik dari bagian distal kurvatura mayor ke
nodus gastrika inferior yang terhubung dengan nodus subpylorikus. Kelompok terakhir sistem
limfatik lambung membawa cairan limfe dari area pylorus ke nodus limfatik gastrika superior,
nodus hepatik dan nodus subpyloric. (11)
Gambar 6: Aliran limfatik lambung(11)
Duodenum adalah bagian pertama usus halus yang panjangnya 25 cm, berbentuk seperti
kuda dan kepalanya mengelilingi kaput pankreas. Saluran empedu dan saluran pankreas masuk
ke dalam duodenum pada suatu lubang yang disebut ampula hepatopankreatika, atau ampula
vateri, sepuluh sentimeter dari pylorus.(9)
7
Gambar 7. Anatomi saluran pencernaan (12)
Sistem Limfatik Pada Duodenum
Duodenum kaya akan suplai pembuluh limfe. Pembuluh ini berasal dari setiap vili
mukosa. Pembuluh limfe ini membentuk pleksus pada lamina propria dan menembus mukoa
muskularis yang nantinya membentuk pleksus submukos kedua. Terdapat pula pleksus limfatik
lain yang terdapat di antara lapisan muskuler sirkuler dan muskuler longitudinal. Trunkus tempat
pengumpul aliran imfatik duodenum terdapat di dinding anterior dan posterior duodenum yang
berjalan ke arah kuvatura minor dan memasuki aliran limfe nodus pankreatikoduodenal anterior
dan posterior(13).
8
Gambar 8. Sistem Limfatik Pada Duodenum(13)
V. Patofisiologi
Ulkus peptik berhubungan erat dengan infeksi helicobacter pylori. Organisme tersebut
menyebabkan robeknya barrier mukosa dan memiliki efek inflamasi langsung pada mukosa
gaster dan duodenum. Telah dibuktikan bahwa eradikasi dari helicobacter pylori dapat
mengurangi resiko berulangnya ulkus dan perdarahan berulang dari ulkus. Demikian dalamnya
lubang ulkus sampai pada mukosa gastroduodenum, menyebabkan kelemahan dan nekrosis
dari dinding arteri. Rupturnya dinding dapat menyebabkan perdarahan. (14)
a) b)
Gambar 6. (a) Ulkus dengan dasar yang bersih(14) (b) Ulkus dengan perdarahan aktif(14)
Dalam keadaan normal, rangsangan fisiologis waktu makan maupun latihan dapat
mempengaruhi aliran darah splanik, juga aliran darah portal. Dalam mekanisme hemostatik ini,
faktor-faktor neurohormonal dapat menyeimbangkan setiap aliran darah portal, untuk
mempertahankan tekanan portal yang normal, dengan cara mempengaruhi tahanan pembuluh
portal. Bila mekanisme kompensasi tidak seimbang lagi akibat meningkatnya secara patologis,
baik aliran darah portal ke hati maupun tahanannya maka timbul hipertensi portal. Akibatnya
9
timbul kolateral porto sistemik (varises) secara spontan, sebagai usaha untuk menurunkan
tekanan sistem portal maupun vena portalnya.(15)
Progresivitas dilatasi varises selanjutnya tergantung aliran darah portal dan faktor-faktor
anatomi lokal. Beberapa faktor yang saat ini dianggap bertanggung jawab terhadap terjadinya
varises esofagus, antara lain: peningkatan tahanan pembuluh darah portal, vasodilatasi splanik
dan sistemik, serta perubahan anatomi vena esofagus bagian bawah. Tekanan portal yang tinggi
sesaat setelah terjadinya perdarahan, saat ini dianggap sebagai faktor prediktif untuk timbulnya
perdarahan ulang.(15)
Mayoritas darah dari esofagus yang terkuras habis melalui vena esofagus, yang langsung
mengalir ke vena kava superior. Pembuluh darah ini tidak mendapat bagan dalam pengembangan
varises esophagus. Sisa darah dari esofagus terkuras habis melalui vena permukaan lapisan
mukosa esophagus, yang mengalir ke vena koroner yang pada gilirannya, mengalir langsung ke
vena porta . Vena superfisial normalnya hanya berdiameter sekitar 1 mm mengembang hingga
berdiameter 1-2 cm sehubungan dengan hipertensi portal.(16)
Tekanan portal normal adalah sekitar 9 mmHg dibagi dengan tekanan vena kava inferior
2-6 mmHg. Hal ini menghasilkan gradien tekanan normal 3-7 mmHg. Jika tekanan portal
meningkat sekitar 12 mmHg, gradien ini meningkat menjadi 7-10 mmHg, gradien yang lebih
besar dari 5 mmHg menghasilkan hipertensi portal. Pada gradien yang lebih besar dari 10
mmHg, aliran darah pada sistem portal hepatik mengarah dari hati ke daerah dengan tekanan
vena yang rendah. Ini berarti bahwa sirkulasi kolateral berkembang di esofagus bagian
bawah ,dinding perut, lambung dan rectum. Pembuluh darah kecil di daerah-daerah tersebut
menjadi melebar dengan dinding yang lebih tipis dan tampak sebagai varikositis. Selain itu,
10
semua pembuluh darah ini kurang didukung oleh struktur lain sehingga tidak didesain untuk
tekanan tinggi.(16)
Dalam situasi di mana tekanan portal meningkat, seperti sirosis , ada pelebaran vena-
vena pada anastomosis , yang mengarah ke varises esofagus. Trombosis vena splenik adalah
suatu kondisi yang jarang menyebabkan varises esofagus tanpa peningkatan tekanan portal.
Splenektomi dapat menyembuhkan pendarahan varises disebabkan trombosis vena splenik.(16)
Gambar 9. Varises esophagus dengan bintik-bintik merah ceri menonjol(16)
Gejala Klinis
Gejala-gejala perdarahan akut saluran cerna bagian atas ini dapat berupa hematemesis,
melena atau kombinasi keduanya. Hematemesis adalah muntah darah atau tumpah darah, dapat
berwarna hitam atau merah, tergantung lamanya darah berada di dalam lambung; dapat pula
berbentuk seperti kopi (coffee ground appereance) bila bercampur dengan bekuan darah.
Hematemesis biasanya menunjukkan adanya sumber perdarahan di atas ligamen Treitz.(5)
Melena adalah buang air besar yang berwarna hitam lembek seperti tir atau petis dengan
bau yang busuk, yang menunjukkan adanya darah dalam kotoran penderita. Untuk dapat
11
menimbulkan melena, paling sedikit dibutuhkan perdarahan akut sebanyak 60 ml. Hematochezia
atau perdarahan peranum, adalah keluarnya darah yang berwarna merah terang dari anus atau
rectum yang biasanya menunjukkan adanya sumber peradangan distal dari duodenum.
Perdarahan yang cepat (kurang dari 8 jam) dan dalam jumlah banyak dari atas duodenum, juga
dapat menimbulkan hematokchezia {5)
Perdarahan yang massif (lebih dari 1 liter dalam waktu yang relatif singkat) biasanya
diikuti dengan gejala-gejala kolaps vaskuler berupa: kelemahan badan yang mendadak, kulit
pucat seperti mayat, nadi cepat dan kecil, penurunan tekanan darah, rasa pusing, ujung-ujung
anggota gerak terasa dingin, mulut terasa kering dan rasa haus. Bila pada saat ini pertolongan
yang cepat dan tepat tidak segera diberikan, penderita akan segera jatuh dalam renjatan yang
berat, yang sulit diobati dengan cara pengobatan apapun. (5)
Pemeriksaan Fisis
Tujuan dari pemeriksaan fisis pada pasien ini untuk mengavaluasi adanya syok dan
kehilangan darah.(14)
Nadi dan tekanan darah pasien seharusnya diperiksa pada posisi supine dan tegak untuk
mencatat pengaruh dari kehilangan darahnya. Perubahan signifikan pada tanda-tanda
vital mengindikasikan adanya kehilangan darah kira-kira 20% atau lebih.(14)
Tanda-tanda syok lain termasuk ekstremitas dingin, oliguri, nyeri dada, presinkop,
confuse dan delirium.(14)
Didapatkan juga hematemesis dan melena. Kotoran yang kemerahan, dengan transit
yang lebih cepat mungkin juga adalah suatu perdarahan saluran cerna bagian atas.
Tanda- tanda penyakit hati kronik juga bisa didapatkan seperti spider nevi, ginekomasti,
splenomegali, ascites, edema pedis dan asterixis.(14)
12
Tanda-tanda keganasan jarang didapatkan tapi memiliki prognosis yang buruk. Tanda-
tandanya seperti nodul hati, massa abdomen, dan pembesaraan dari limfonodus.(14)
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium, perdarahan saluran cerna dapat ditemukan dalam bentuk perdarahan
mikroskopik, dimana junlah darah sangat berkurang yang hanya dapat dideteksi dari
tes laboratorium (dalam bentuk anemia defisiensi besi).(14)
2. CT scan dan Ultrasonogram dapat digunakan untuk mengevaluasi penyakit hati seperti
sirosis hati dengan perdarahan, pancreatitis dan pseudokista dan perdarahan,
aortoarterik fistula dan penyebab lain dari perdarahan gastrointestinal.(14)
3. Angiografi mungkin berguna bila perdarahan persisten.(14)
Untuk memastikan sumber perdarahan, mutlak diperlukan pemeriksaan endoskopi, yang
bahkan tidak jarang harus dikerjakan secara dini maupun darurat ("early endoscopy") atau
("emergency endoscopy"). Untuk pemeriksaan endoskopi dini atau darurat dini, biasanya hanya
dikerjakan bila kemudian direncanakan akan diikuti dengan pengobatan lain yang lebih defenitif
sifatnya seperti tindakan pembedahan atau skleroterapi endoskopik.(5)
(b)
Gambar 6. a) varises esophagus pada foto barium b) kanker lambung pada gambaran CT
Scan(17)
13
VI. Diagnosis
Diagnosis perdarahan saluran cerna bagian atas biasanya tidak terlalu sulit. Dengan
anamnesis yang baik dan hati-hati, pemeriksaan fisik yang teliti, dan pemeriksaan laboratorium
yang baku, sebagian besar kasus biasanya dapat ditegakkan diagnosisnya dengan mudah. Hanya
sebagian kecil kasus saja yang biasanya membutuhkan bantuan pemeriksaan dengan peralatan
canggih, baik secara non invasif maupun infasif. Beberapa contoh pemeriksaan non invasif
antara lain : Foto barium SCBA, Ultrasonografi, dan CT scan; sementara untuk pemeriksaan
invasive antara lain : endoskopi portografi splenik dan arteriografi.(5)
VII. Penatalaksanaan
Resusitasi
Penanganan pasien dengan perdarahan akut saluran cerna atas dilakukan sebelum
diagnosis ditegakkan. Penanganan mulai dengan stabilisasi pasien. Pada saat penderita masuk
ruangan, segera dianjurkan untuk istirahat total, tekanan darah dan nadi diperiksa, dan dilakukan
anamnesis yang baik untuk mengetahui perkiraan jumlah darah yang telah hilang. Pada dugaan
adanya perdarahan masif, yaitu terdapat perdarahan lebih dari 1 liter dalam waktu yang relatif
pendek, pada pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda pra renjatan (tekanan darah kurang dari 100
mmHg, dan nadi lebih dari 100 kali per menit), sebaiknya segera pasang infuse. Cairan yang
terpilih adalah ringer laktat atau dextrose 5%. Bila ada tanda-tanda tekanan darah cenderung
menurun, tetesan infus dapat dipercepat, kaiau perlu diguyur sehingga tekanan meningkat
sampai di atas 100 mmHg. Bila perlu dapat ditambahkan cairan koloid "hemachel expafusin"
atau dextran dengan kecepatan tinggi.(5)
Pada penderita yang mengalami renjatan berat hipovolemik, jumlah cairan yang
diberikan dapat mencapai 2-3 kali jumlah darah yang diperkirakan telah hilang. Pada awal
14
pemberian dapat diberikan whole blood namun selanjutnya cukup dengan packed red cell.(5)
Diusahakan supaya Hb kembali di atas 10 gr% dan tanda hemodinamik menjadi normal kembali.
(3)
Pemberian oksigen dianjurkan bila penderita menunjukkan gejal-gejala hipoksemia
akibat renjatan berat (tensi dan nadi tidak terukur, daerah akral/ ujung-ujung ekstremitas dingin,
sianosis dan sesak napas).(5)
Perdarahan dari ulkus peptik:
1. Bilas air es
Bila keadaan umum penderita mulai membaik, sementara perdarahan masih terus
berlangsung, tindakan selanjutnya menghentikan perdarahan tersebut. Tindakan yang paling
sederhana adalah bilas lambung dengan air es lewat pipa nasogastric (NG tube). Tindakan
bilas ini terutama bermanfaat pada perdarahan akibat gastroduodenitis erosif untuk tukak
lambung. (5)ini untuk menimbulkan vasokonstriksi di pembuluh darah splananikus sehingga
darah yang menuju lambun- duodenum berkurang.(3)
2. Hemostatik
Yang dianjurkan adalah pemberian vitamin K parenteral, untuk memperbaiki defisiensi
kompleks protrombin. Dan bila ada dugaan peningkatan fibrinolisis, dapat diberikan asam
traneksamat parenteral.(5)
3. Antasida
Produksi asam lambung biasanya meningkat pada keadaan "stress" fisik maupun psikis,
dan dapat menimbulkan erosi maupun tukak yang baru, atau memperberat luka yang sudah
ada. Biasanya diberikan dalam bentuk cairan, setiap 2,4, atau 6 jam, atau lewat tetesan ke
dalam lambung.(5)
15
4. Antagonis reseptor H-2
Antagonis H-2 reseptor bermanfat untuk menekan produksi asam lambung. Pada saat
perdarahan masih aktif, biasanya diberikan secara intravena dalam dosis 4x200 mg
simetidin, atau 4x50 mg ranitidin. Selanjutnya dapat diberikan secara oral sampai beberapa
hari sesudah perdarahan berhenti.(5)
5. Operasi
Perdarahan yang massif sebaiknya langsung di operasi karena biasanya berasal dari arteri.
Tentunya disertai transfuse darah yang masif pula. Perdarahan yang sedikit atau sedang
tidak perlu dioperasi dan dapat diatasi dengan terapi medikamentosa. Bila pada endoskopi
terlihat suatu visible vessel, sebaiknya dioperasi karena pasti akan berdarah lagi.(3)
Perdarahan dari varises esophagus:
1. Bilas air es + Vasopressor intragastric
Bila dalam waktu 6 jam setelah bilas air es, cairan di lambung masih menunjukkan
perdarahan aktif, dapat dicoba pemberian bilas air es + obat- obat vasopressor intragastrik.
Sebagai contoh: noradrenalin 4-8 mg yang dilarutkan dalam 50-150 ml air es dimasukkan lewt
nasogastrik tube ke dalam lambung, pasa setiap akhir bilasan. Tindakan ini diberikan terutama
pada perdarahan minimal tapi terus berlangsung, pemeriksaan EKG ada kelainan, usia di atas
70 tahun dan pada perdarahan varises maupun non varises. Bilas air es dapat diulang setiap 6
jam.(5)
2. Tetes Vasopressin
Tetes vasopressin diberikan bila dalam waktu 6 jam setelah bilas air es (+/- vasopressor
intragastrik) perdarahan tetap tidak dapat dihentikan. Vasopressin dapat diberikan dalam 2
bentuk, yaitu : sebagai preparat pitresin (mengandung hormone vasopressin/ADH + oxytoxin)
16
dengan cara melarutkan 50 unit vasopressin dalam 500 ml dextrose 5%. Campuran ini
kemudian diberikan dalam bentuk tetesan intravena dengan kecepatan 0.5 unit/menit, dalam
waktu 20-60 menit, dan dapat diulang setiap 3-6 jam. Vasopressin menghentikan perdarahn
lewat efek vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah splanik.(5)
3. Balon Tamponade
Balon tamponade ada 2 macam: linton nachlas tube (LN tube) yang mempunyai 1 balon
lambung, terutama untuk perdarahan varises kardia dan fundus, dan sengstaken blakemore tube
(SB tube) dengan 2 balon lambung dan esofagus, terutama untuk perdarahan varises esofagus.
Untuk menghindari komplikasi yang tidak jarang fatal, banyak modifikasi yang dilakukan baik
dalam cara pemasangan maupun bentuk balon ini. Komplikasi pemasangan SB tube yang sering
berakhir fatal adalah : pneumonia aspirasi, kerusakan esofagus (dari laserasi sampai perforasi),
dan obstruksi jalan nafas karena migrasi balon ke dalam hipofaring.(5)
Balon tamponade bekerja dengan cara mekanik dengan jalan menekan ssecara langsung
pembuluh darah varises yang robek atau berdarah.(5)
SB tube dapat dipasang selama 24 jam atau 2x24 jam. Bila lebih lama dapat
menyebabkan nekrosis pada mukosa esofagus. Bila perdarahan berhenti dengan SB tube, kedua
balon dapat dikempiskan, tetapi tube dapat ditinggalkan. Baru setelah 24 jam tidak ada
perdarahan ulang, SB tube dapat dikeluarkan. Bila terjadi perdarahan lagi, kedua balon
dikembangkan kembali. Pemakaian SB tube merupakan suatu tindakan sementara, perlu
dilanjutkan dengan tindakan defenitif seperti sklerosing atau operasi.(3)
4. Skleroterapi Endoskopi
Skleroterapi Endoskopi (STE) dikerjakan atas indikasi untuk pengobatan darurat guna
menghentikan perdarahan varises esofagus, dan untuk jangka panjang guna mencegah
17
teijadinya perdarahan ulang.(5) Obat yang dipakai sebagai sklerosan, yaitu polidocanol
(aethxysclerol 3%), natrium tetra desil sulfat (trombovar), ethanolamine, sodium morvat dan
sebagainya.(3)
5. Sklerosis varises transhepatik
Sklerosis atau obliterasi varises transhepatik dengan cara perkutan (PTO atau
percutaneus transhepatic obliteration) dikerjakan dengan tujuan membuat obliterasi atau
thrombosis pada vena koronaria gastrika yang merupakan vena-vena kolateral utama yang
menyebabkan varises gastro- esofageal. Indikasi utama PTO adalah perdarahan varises gastro
esophageal yang terus berulang timbul, meskipun telah dikerjakan segala macam cara
pengobatan termasuk STE.(5)
6. Pembedahan
Indikasi untuk dilakukannya operasi adalah (1) perdarahan berat, pasien terlihat pucat,
nadi menjadi pucat (>100), tekanan darah menurun (<90 mmHg), (2) perdarahan sedang yang
berlanjut disertai dengan melena atau hematemesis, (3) perdarahan yang sudah berhenti dan
mulai lagi dalam beberapa jam, satu atau dua hari kemudian.(15)
Pembedahan darurat pada perdarahan varises esofagus sedapat mungkin dihindari.
Pilihan terbaik sebenarnya adalah pembedahan semi darurat, dan atau lebih baik lagi
pembedahan elektif, dimana keadaan umum penderita diperbaiki dulu setelah perdarahan dapat
diatasi untuk sementara waktu dengan cara medic. Ada beberapa pilihan untuk tindakan bedah
semi darurat atau elektif yang akhir-akhir ini banyak dianjurkan, yaitu pintasan porta sistemik
(splenorenal distal cara warren), transeksi esofagus dengan atau tanpa devaskularisasi (dengan
kancing Boerema atau TEPG" Terminal Esofagus-Proximal Gastrectomy) atau devaskularisasi
saja.(5)
18
7. Obat-obat penyekat beta
Pemberian obat-obat penyekat reseptor beta (beta blocker) secara oral dalam dosis yang
dapat menekan denyut jantung sampai sebesar 25%, dapat menurunkan tekanan vena porta pada
penderita sirosis hati, sebagai akibat penurunan isi semenit jantung dan aliran darah ke dalam
hati.(5)
VIII. Komplikasi
Komplikasi yang pernah dilaporkan akibat skleroterapi endoskopi adalah nyeri hebat
retrosternal, ulserasi esophagus, perdarahan pasca STE, demam, disfagia, stenosis esophagus,
mediastinitis, efusi pleura, dan perforasi esophagus. Sedangkan komplikasi pemasangan balon
tamponade adalah pneumonia aspirasi, kerusakan esophagus, dan obstruksi jalan nafas karena
migrasi balon ke dalam hipofaring.(5)
IX. Prognosis
Angka kematian penderita akibat perdarahan saluran cerna bagian atas selama 20 tahun
terakhir ini dikatakan tetap, meskipun telah dicapai banyak kemajuan dalam diagnostik maupun
pengelolaan penderita. Pada tahun 1927 kelompok penderita yang berusia di atas 60 tahun hanya
sekitar 2%, namun pada tahun 1975 kelompok ini telah meningkat jumlahnya menjadi 48%.
Perdarahan berulang meningkatkan angka kematian.dengan pengelolaan semakin baik, umur
penderita hematemesis melena ini akan terus meningkat, sehingga akan menambah jumlah
kelompok penderita dengan resiko tinggi dengan faal hati yang semakin jelek(5)
Kurang dari 15% orang dengan adenokarsinoma lambung bertahan lebih lama dari 5
tahun. Kanker cenderung menyebar cepat ke bagian lain. Jika kanker terbatas pada perut, operasi
biasanya dilakukan untuk mencoba menyembuhkannya. Pengangkatan dari seluruh tumor
sebelum menyebar menawarkan satu-satunya harapan penyembuhan. Sebagian besar atau semua
19
lambung dan kelenjar getah bening di dekatnya akan diangkat. Prognosis baik jika kanker belum
menembus dinding perut terlalu dalam. Di Amerika Serikat, hasil operasi sering memuaskan,
karena kebanyakan orang dengan kanker didapatkan pada saat diagnosis dibuat.(4)
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Wikipedia. Upper Gastrointestinal bleed. Available
at :http://en.wikipedia.org/wiki/upperg:astrointestinal bleed .2011
2. Monga rajnish, Nirmal kumar. Endoscopic Managemet of Non Variceal Upper . GJ bleeding.
Departement of Gastroenterology, GB Pant Hospital. New Delhi. 2005, p 1
3. Simadibrata, R. Hematemesis dan Melena dalam Gastroenterology Hepatologi. CV
Infomedika. Jakarta. 1990, p 10-3
4. Livstone M Elliot, MD. Stomach Cancer. 2007. [Cited Desember 5 th 2011] Available at:
http://www.merckmanual.com
5. Kusumobroto, Hernomo. Hematemesis Melena Karena Perdarahan Varises Dalam
Gastroenterohepatologi. Infomedika. Jakarta. 1990. p 329-38
6. Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Esofagus dan Diafragma dalam Buku Ajar Ilmu Bedah,
EGC. Jakarta. 2005. P 667-92
7. Anonymous. Musculature of Esophagus. 2011. [Cited Desember 5th 2011]. Available at:
http://www.nature.com
8. John E. Skandalakis dkk. Stomach. Skandalakis' Surgical Anatomy . United States of
America : The McGraw-Hill Companies. 2004. Chapter 14
9. Pearce. C. Evelyn. Saluran Pencernaan dan pencernaan makanan dalan Anatomi dan
Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1979.p 185-91
10. Wikipedia. Lambung. 2011. [Cited Desember 5th 2011]. Available at :
http://id.wikipedia.org/wiki/lambung.
21
11. Bannister LH. In: Bannister LH, Berry MM, Collius P, Dyson M, Dussek JE, Ferguson
MWJ, editors. Gray’s anatomy: anatomical basis of medicine and surgery. 38 th ed. New
York. Churchill Livingstone Pearson Professional Limited; 1995.p. 1753-61.
12. Scot Moses, MD. Upper Gastrointestinal Bleeding. 2011 Available at :
http://www.fpnotebook.com
13. John E. Skandalakis dkk. Stomach. Skandalakis' Surgical Anatomy . United States of
America : The McGraw-Hill Companies. 2004. Chapter 16
14. Cerulli, Maurice. Upper Gastrointestinal Bleeding. Last update : 23 November 2011,
Available at: http://www/emedicine.com/med/topic
15. King Maurice, Peter, James and Thornton Jim. The Surgery of The Stomach in Primary
Surgery. Non Trauma. Volume One. Oxford University Press, New York, 1990.p 525-27
16. Wikipedia. Esophageal varices.2011. [Cited March 5th 2011] Available at :
http://www.wikipedia.com
17. Sutton David. The salivary glands, pharynx, esophagus, stomach and duodenum. Seventh
edition. Volume 1. Elseiver Science. 2003. P574, 595
.
22
Top Related