BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ketahun selalu meningkat.
Jumlah penduduk tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, tahun 2011 sebanyak
241 juta jiwa, dan sampai dengan bulan Maret tahun 2012 mencapai 245 juta
jiwa. Jumlah tersebut menempatkan Indonesia menjadi negara keempat
dengan penduduk terbanyak setelah China, India, dan Amerika Serikat.
Selama rentang tahun 2000 - 2010, kenaikan jumlah penduduk Indonesia
sebesar 1,49% per tahun. Angka ini mengalami kenaikan dibanding periode
tahun 1999-2000 yang masih sebesar 1,45% (BKKBN, 2012).
Salah satu upaya pemerintah dalam menekan laju pertumbuhan
penduduk Indonesia adalah dengan program Keluarga Berencana (KB).
Program KB yang ditujukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk
adalah dengan mengajak seluruh masyarakat pasangan usia subur untuk
menjadi akseptor KB. Semakin banyak penduduk yang turut berpartisipasi
dalam program KB, maka angka kenaikan laju pertumbuhan penduduk yang
berlebihan akan bisa di tekan.
Jumlah penduduk Indonesia yang sudah mengetahui tentang program
KB mencapai 95%, tetapi yang memiliki kesadaran mengikuti program KB
hanya 61%, dari sekian banyak warga yang tidak ber-KB, 9% di antaranya
memiliki keinginan untuk ber-KB, tetapi urung karena berbagai pertimbangan.
Berdasarkan dari beberapa kasus yang ada, diperoleh alasan keengganan yang
disebabkan karena takut akan efek sampingnya atau prosedurnya, hingga takut
kepada tenaga medis yang menangani (BKKBN, 2012).
Alat kontrasepsi sangat berguna dalam program KB, akan tetapi tidak
semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Setiap pribadi
harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya. Pelayanan
Kontrasepsi (PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia.
Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar sendiri dari berbagai
macam metode kontrsepsi yang tersedia.
1
Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit. Tidak
hanya karena banyaknya jumlah metode yang tersedia, tetapi juga karena
metode-metode tersebut mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan
kebijakan nasional KB, kesehatan individual, dan seksualitas wanita atau
biaya untuk memperoleh kontrasepsi. Dalam memilih suatu metode, wanita
harus menimbang berbagai faktor, termasuk status kesehatan mereka, efek
samping potensial suatu metode, konsekuensi terhadap kehamilan yang tidak
diinginkan, besarnya keluarga yang diinginkan, kerjasama pasangan, dan
norma budaya mengenai kemampuan mempunyai anak (Maryani, 2008).
Pada saat sekarang ini telah banyak beredar berbagai macam alat
kontrasepsi. Macam-macam metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine
Devices (IUD), implant, suntik, kondom, metode operatif untuk wanita
(MOW), metode operatif untuk pria (MOP), dan kontrasepsi pil. Alat
kontrasepsi hendaknya memenuhi syarat yaitu aman pemakaiannya dan dapat
dipercaya, efek samping yang merugikan tidak ada, lama kerjanya dapat diatur
menurut keinginan, tidak mengganggu hubungan seksual, harganya murah dan
dapat diterima oleh pasangan suami istri.
Peserta program KB secara nasional tahun 2010 mencapai 32 juta
akseptor yang terdiri dari sebanyak 28 juta akseptor aktif dan 4 juta akseptor
baru (BKKBN, 2010). Cakupan peserta KB aktif di Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2009 sebesar 78,37%. Jenis kontrasepsi yang digunakan para
peserta KB aktif ada dua, metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan
bukan metode kontrasepsi jangka panjang (NON MKJP). Persentase
penggunaan jenis kontrasepsi MKJP seperti IUD sebesar 8,77%, MOP/ MOW
sebesar 7,02%, dan implant sebesar 9,61%, sedangkan pada penggunaan jenis
kontrasepsi NON MKJP seperti suntik sebesar 55,80%, pil sebesar 17,09%,
dan kondom sebesar 1,71% (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2009).
Alat kontrasepsi adalah alat untuk mencegah terjadinya kehamilan
yang sifatnya bisa sementara atau permanent. Sedangkan KB adalah
perencanaan jumlah keluarga. Menurut kamus besar bahasa Indonesia KB
adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan
membatasi jumlah kelahiran. Ada sejumlah metode yang dapat digunakan
2
untuk keluarga berencana, beberapa metode lebih dapat diandalkan dari pada
metode yang lainnya karena metode tersebut memiliki keuntungan yang lebih
besar. Metode suntik adalah salah satu metode yang dapat diandalkan karena
metode tersebut memiliki keuntungan yang lebih besar seperti efektifitas yang
tinggi dan tidak memiliki pengaruh terhadap ASI. Metode ini telah menjadi
gerakan keluarga berencana nasional yang populer dan pemintanya makin hari
makin terus meningkat (Maryani, 2008).
Pemilihan alat kontrasepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa
karakteristik akseptor KB seperti pengetahuan, jarak pelayanan kesehatan,
biaya kontrasepsi, dan dukungan suami.
Hartanto (2004) menyatakan bahwa pemilihan alat kontrasepsi KB
suntik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya, yaitu : pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, jarak pelayanan kontrasepsi, biaya kontrasepsi,
dukungan suami dan pengetahuan. Umur adalah usia ibu yang secara garis
besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan
keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya. Tingkat pendidikan
turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan tentang manfaat, kelebihan dan kelemahan dalam penentuan alat
kontrasepsi KB suntik. Faktor bekerja saja nampak belum berperan sebagai
timbulnya suatu masalah pada pemilihan alat kontrasepsi yang cocok bagi
mereka. Pada ibu-ibu yang bekerja di luar rumah cenderung untuk memilih
alat kontrasepsi yang relatif aman, praktis, dan dapat dilayani di tempat-
tempat pelayanan kesehatan yang terdekat dari rumah. Pendapatan
mempengaruhi kesiapan keluarga dalam mempersiapakan semua kebutuhan
keluarga, pendapatan juga berpengaruh pada daya beli seseorang untuk
membeli sesuatu termasuk menentukan jenis pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan.
Faktor lain yang ikut menentukan pemilihan alat kontrasepsi adalah
faktor dukungan suami, dimana dukungan tersebut sangat mempengaruhi ibu
dalam pemilihan alat kontrasepsi yang cocok. Dukungan suami biasanya
berupa perhatian dan memberikan rasa nyaman serta percaya diri dalam
mengambil keputusan tersebut dalam pemilihan alat kontrasepsi. Pengetahuan
3
merupakan faktor yang cukup dominan dalam pemilihan alat kontrasepsi,
informasi yang di dapat dari ibu baik dari media maupun kegiatan penyuluhan
dan seminar akan memberikan kemantapan hati dalam pemilihan alat
kontrasepsi (Hartanto, 2004).
Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional Banjarnegara program peserta KB aktif di Banjarnegara tahun 2011
sebanyak 149.575 orang, dengan pengguna kontrasepsi suntik sebesar
(55,03%), sedangakanjumlah peserta KB di wilayah kerja Puskesmas
Banjarnegara I sampai dengan bulan Maret Tahun 2012 sebanyak 4.486 orang,
dengan perincian yaitu suntik (52,31%), Pil (16,29%), Implant (5,15%), IUD
(10,57%), MOW (11,46%), Kondom (3,25%), dan MOP (1,28%).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja permasalahan mitra dalam penerapan penggunaan KB ?
2. Apa saja target yang ingin dicapai dengan penggunaan KB ?
3. Apa saja solusi yang ditawarkan ?
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Keluarga Berencana (KB)
Program Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu usaha untuk
mencapai kesejahteraan keluarga. Program Keluarga Berencana merupakan
bagian terpadu dalam program pembangunan nasional yang bertujuan untuk
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang agar kesejahteraan ekonomi,
spiritual, dan sosial budaya penduduk Indonesia dapat tercapai dengan Total
Fertility Rate (TFR) 2,2 (BKKBN, 2005).
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
memiliki peran sentral guna mengendalikan kelahiran agar laju pertumbuhan
penduduk dapat ditekan sehingga ledakan penduduk dapat ditangani secara
terkoordinasi antara lain melalui Revitalisasi Gerakan Nasional Keluarga
Berencana, termasuk peningkatan partisipasi pria sangat diharapkan dalam ber
KB (Reza, 2011).
Banyak wanita harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak
hanya terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-
metode tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan
nasional KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita. (BKKBN, 2005).
Peningkatan dan perluasan pelayanan KB merupakan salah satu usaha untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang sedemikian tinggi akibat
yang dialami oleh wanita.
2.2 Permasalahan Mitra
BKKBN gandeng IBI dan IDI demi mencapai target MDGS 2015,
sebagai tindak lanjut Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB). Rakernas ini bertujuan
mewujudkan komitmen politis dan operasional program KKB melalui
kemitraan dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Ikatan Bidan Indonesia
(IBI) untuk mencapai MDGS 2015. Secara khusus, Rakernas ini mempunyai
tujuan mencapai komitmen operasional dari IDI dan IBI dalam pelaksanaan
5
pembangunan KKB tahun 2013 serta menjabarkan dan melaksanakan strategi
dan langkah-langkah operasional kemitraan pembangunan KKB tahun 2013.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, pada tanggal 18 Januari 2013
yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam
Perpres ini dinyatakan bahwa pelayanan KB merupakan bagian dari manfaat
pelayanan promotif dan preventif. Pelayanan KB tersebut meliputi konseling,
kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga
yang membidangi keluarga berencana. Bidan dan dokter akan menjadi mitra
kerja BKKBN dalam pelaksanaan pelayanan KB sebagai bagian dari jaminan
kesehatan bagi semua warga negara Indonesia.
Penyelenggaraan jaminan kesehatan semesta (disingkat jamkesta,
universal health coverage) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
direncanakan untuk diimplementasikan mulai tanggal 1 Januari 2014. Namun,
pemberlakuan jamkesta ini akan membawa implikasi bagi BKKBN dalam hal
penyediaan alat kontrasepsi gratis. Hal ini dikarenakan selama ini BKKBN
menyediakan alat kontrasepsi gratis hanya bagi pasangan usia subur (PUS)
dari kelompok prakeluarga sejahtera (pra-KS) dan keluarga sejahtera I (KS I)
atau keluarga miskin (gakin). Padahal, dalam Perpres di atas disebutkan
bahwa Peserta Jaminan Kesehatan adalah Penerima Bantuan Iuran (PBI).
Jaminan Kesehatan (meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang
tidak mampu) dan bukan PBI. Jaminan Kesehatan (merupakan peserta yang
tidak tergolong fakir miskin dan orang yang tidak mampu). Dengan demikian,
alat kontrasepsi gratis akan harus diberikan kepada seluruh masyarakat,
termasuk seluruh PUS dari berbagai status sosial ekonomi. Implikasi ini harus
segera disikapi dan ditanggapi oleh BKKBN dengan merumuskan kebijakan
dan langkah strategis sekaligus mencermati tugas dan fungsi BKKBN
sebagaimana yang ditetapkan dalam Perpres terkait.
Masalah lain yang sering dihadapi dalam upaya peningkatan
pemakaian KB adalah keterbatasan jumlah tenaga kesehatan yang terlatih
6
untuk melakukan prosedur medis pelayanan MKJP dan ketersediaan sarana
penunjang pelayanan KB MKJP. Untuk mengatasi masalah ini, sampai tahun
2012, BKKBN telah melakukan pelatihan Contraceptive Technology Update
(CTU) kepada sebanyak 8.425.000 bidan dan 3.024.000 dokter. Pada tahun
2013 BKKBN menargetkan untuk memberikan pelatihan CTU kepada
sebanyak 6.129 bidan dan 384 dokter.
Dapat disimpulkan bahwa kemitraan antara BKKBN dengan IDI dan
IBI dalam jangka pendek ditujukan untuk mengoptimalkan akses dan kualitas
pelayanan KB dan KR bagi masyarakat. Dalam jangka panjang, kemitraan
BKKBN dengan IDI dan IBI ini diharapkan akan mampu membantu
pencapaian target MDG menurunkan AKI, AKA, dan AKB, serta mendukung
pencapaian terwujudnya keluarga kecil bahagia sejahtera untuk mencapai
penduduk tumbuh seimbang.
2.3 Solusi yang Ditawarkan
Dalam upaya peningkatan pemakaian KB, dokter maupun bidan wajib
memberikan informed choice sebelum calon peserta membuat keputusan dan
memilih alat kontrasepsi. Selain memudahkan calon peserta untuk memilih
alat kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi kesehatan mereka,
pemberian informed choice juga secara signifikan dapat mencegah drop out
pemakaian kontrasepsi sehingga dapat meningkatkan jumlah peserta KB aktif
(PA).
BKKBN meminta peran serta bidan dan dokter untuk mempromosikan
pemakaian metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP), yang terdiri atas
implan, IUD, tubektomi, dan vasektomi. Berdasarkan hasil sementara SDKI
2012, suntik dan pil adalah dua alat kontrasepsi yang paling populer
sedangkan tingkat pemakaian MKJP hanya 10,6% atau menurun dari 10,9%
(SDKI 2007). Padahal, MKJP adalah alat kontrasepsi yang paling efektif dan
efisien.
Salah satu faktor yang dianggap mempengaruhi pemilihan alat
kontrasepsi adalah citra (image) dan persepsi negatif terhadap salah satu alat
kontrasepsi. Misalnya, adanya isu bahwa minyak pelumas kondom
menimbulkan gatal-gatal pada alat reproduksi wanita. Karena itu, diperlukan
7
edukasi, khususnya oleh tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan
calon peserta KB, agar pemilihan alat kontrasepsi menjadi rasional sesuai
tujuan (untuk menunda, menjarangkan, atau membatasi kehamilan) maupun
kondisi kesehatan calon peserta KB yang bersangkutan.
2.4 Target
Jumlah anak yang meninggal adalah salah satu indikator kesehatan
yang sangat penting. MDG 4 menargetkan penurunan angka kematian anak
(AKA) tahun 1990 sebanyak duapertiganya. Hasil SDKI tahun 1991
menunjukkan bahwa AKA adalah 97 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Artinya, target AKA di Indonesia pada tahun 2015 adalah 32 kematian per
1.000 kelahiran. Hasil sementara SDKI tahun 2012 mengindikasikan bahwa
AKA menurun menjadi 40 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
AKA mencakup Angka Kematian Bayi (AKB) di dalamnya.
Berdasarkan hasil SDKI tahun 1991, AKB mencapai 68 kematian per 1.000
kelahiran hidup. Ini berarti pada tahun 2015 diharapkan AKB dapat
diturunkan menjadi 22 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Hasil sementara
SDKI 2012 memperlihatkan bahwa AKB menurun menjadi 32 kematian per
1.000 kelahiran hidup. Diperkirakan pada tahun 2015 target AKA dan AKB
akan dapat dicapai.
Sementara itu, salah satu target MDG 5 adalah menurunkan AKI atau
maternal mortality ratio (MMR) hingga tiga perempatnya dari tahun 1990.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1991,
AKI adalah 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian,
target AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000
kelahiran hidup. Namun, hasil SDKI tahun 2007 menunjukkan bahwa AKI
baru dapat diturunkan menjadi 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Ini
berarti diperlukan upaya keras semua pihak untuk mencapai target tersebut.
Seharusnya, kelahiran adalah peristiwa yang membahagiakan. Namun,
seringkali proses melahirkan berubah menjadi tragedi. Diperkirakan sekitar
20.000 perempuan di Indonesia meninggal setiap tahun akibat komplikasi
dalam persalinan (Staker 2008). Padahal, sebetulnya hampir semua penyebab
kematian ibu tersebut dapat dicegah.
8
Dalam upaya penurunan AKI, bidan mempunyai peran yang sangat
strategis. Hal ini dikarenakan bidan mempunyai kapasitas untuk memudahkan
akses pelayanan persalinan, promosi dan pendidikan/konseling kesehatan ibu
dan anak, serta melakukan deteksi dini pada kasus-kasus rujukan terutama di
perdesaan. Selain itu, bersama-sama dengan dokter, bidan mempunyai peran
dalam meningkatkan tingkat pemakaian KB sebagai tindakan preventif
terutama bagi wanita dengan resiko 4 (empat) terlalu, yaitu terlalu muda (usia
di bawah 20 tahun), terlalu tua (usia di atas 35 tahun), terlalu dekat (jarak
kelahiran antara anak yang satu dengan yang berikutnya kurang dari 2 tahun),
dan terlalu banyak (mempunyai anak lebih dari 2). Pendidikan/konseling KB
yang dilakukan oleh dokter maupun bidan akan signifikan dalam menggugah
kesadaran masyarakat untuk ber-KB karena pada umumnya masyarakat lebih
mempercayai dokter atau bidan.
2.5 Satuan Acara Penyuluhan (SAP)
SATUAN ACARA PENYULUHAN
Topik : Asuhan Keperawatan Maternitas
Pokok bahasan : Keluarga Berencana
Pelaksana : Mahasiswa PSIK B9 Program Profesi
Sasaran : Ibu Post Partum di Ruang Bersalin RSU Dr. Soetomo Surabaya
Tempat : Ruang Bersalin RSU Dr. Soetomo Surabaya
Hari/Tanggal : Jumat, 1 Agustus 2008
Pukul : 09.00 – 09.45WIB
I. Tujuan Instruksional Umum
Pada akhir proses penyuluhan, para Ibu mengerti tentang kontrasepsi untuk
keluarga berencana mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari
II. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah diberikan penyuluhan, Ibu menyusui di ruang nifas dapat :
1. Menjelaskan pengertian kontrasepsi
2. Menjelaskan manfaat KB
9
3. Menjelaskan syarat-syarat kontrasepsi
4. Menjelaskan macam-macam alat kontrasepsi
III. Materi
1. Pengertian KB
2. Manfaat KB
3. Syarat-syarat kontrasepsi
4. Macam-macam alat kontrasepsi
IV. Metode
Ceramah dan diskusi
V. Media
1. Flip Chart
2. Leaflet
VI. Sasaran
Ibu nifas di Ruang Bersalin RSU Dr. Soetomo Surabaya
VII. Kegiatan penyuluhan
No. Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta
1. Pembukaan
5 menit
Membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam.
Memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan dari
penyuluhan
Menyebutkan materi yang akan
diberikan
Menyebutkan kontrak waktu
kegiatan penyuluhan
Menjawab salam
Mendengarkan
Memperhatikan
Memperhatikan
Memperhatikan
2. Pelaksanaan
25 menit
Menggali pengetahuan Ibu
tentang kontrasepsi keluarga
Memperhatikan dan
menjawab
10
berencana
Menjelaskan tentang :
- Pengertian kontrasepsi
- Manfaat KB
- Syarat-syarat kontrasepsi
- Macam-macam alat
kontrasepsi
Menanyakan hal yang belum
jelas, memberi-kan kesempatan
untuk menyampaikan pendapat
Memperhatikan
Bertanya
3. Evaluasi :
10 menit
Menanyakan kepada peserta
tentang materi yang telah
diberikan dan reinforcement
kepada yang dapat menjawab
pertanyaan
Menjawab pertanyaan
4. Terminasi :
5 menit
Bersama dengan ibu menyusui
mendiskusikan/merangkum
materi yang telah disampaikan
Mengucapkan terimakasih atas
peran serta peserta.
Mengucapkan salam penutup
Membagikan leaflet
Mendengarkan
Menjawab salam
Menerima leaflet
VII. Pengorganisasian
Moderator : Haidir Fitri, S.Kep
Pembicara : Pamiani, S.Kep.
Observer : Andika Siswo, S.Kep.
Fasilitator : Dian Eko P.A, S.Kep.
Nara sumber : Endang, Amd. Keb
Retnayu Pradanie, S.Kep Ns
IX. Uraian Tugas
11
Moderator :
1. Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam.
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dari penyuluhan
4. Menyebutkan materi yang akan diberikan
5. Memimpin jalannya penyuluhan dan menjelaskan waktu penyuluhan
6. Menulis pertanyaan yang diajukan peserta penyuluhan.
7. Menjadi penengah komunikasi antara peserta dan pemberi materi.
8. Mengatur waktu kegiatan penyuluhan
Pembicara :
1. Menggali pengetahuan keluarga tentang kontrasepsi keluarga berencana
2. Menjelaskan materi mengenai kontrasepsi keluarga berencana
3. Menjawab pertanyaan peserta
Fasilitator :
1. Menyiapkan tempat dan media sebelum memulai penyuluhan
2. Mengatur teknik acara sebelum dimulainya penyuluhan.
3. Memotivasi pasien agar dapat berpartisipasi mengikuti penyuluhan.
4. Memotivasi pasien untuk mengajukan pertanyaan saat moderator
memberikan kesempatan bertanya.
5. Membantu pembicara menjawab pertanyaan dari peserta.
6. Membagikan leaflet kepada peserta di akhir penyuluhan.
Observer :
1. Mengobservasi persiapan dan jalannya proses kegiatan.
2. Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan
penyuluhan berlangsung.
3. Memberikan penjelasan kepada pembimbing tentang evaluasi hasil
penyuluhan.
12
X. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksaan kegiatan.
b. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai satuan acara penyuluhan
c. Peserta hadir ditempat penyuluhan sesuai kontrak yang disepakati
2. Evaluasi Proses
a. Peserta mampu menjelaskan pemahaman tentang kontrasepsi keluarga
berencana
b. Peserta mampu berdiskusi tentang kontrasepsi keluarga berencana
c. Diharapkan peserta yang hadir dalam penyuluhan sebanyak 10 orang.
d. Tidak ada peserta yang meninggalkan ruangan saat penyuluhan
berlangsung.
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta mampu memberikan umpan balik tentang kontrasepsi
b. Seluruh peserta aktif dan kooperatif selama proses diskusi
2.6 Materi
MATERI PENYULUHAN
1. PENGERTIAN
Kontrasepsi adalah upaya mencegah kehamilan yang bersifat
sementara ataupun menetap. Kontrasepsi dapat dilakukan tanpa
menggunakan alat, secara mekanis, menggunakan obat/alat, atau dengan
operasi.
2. MANFAAT KB
a. Menunda kehamilan
Pasangan dengan istri berusia dibawah 20 tahun dianjurkan
menunda kehamilannya.
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan :
- Reversibilitas yang tinggi karena akseptor belum mempunyai
anak
- Efektivitas yang relatif tinggi, penting karena dapat
13
menyebabkan kehamilan resiko tinggi
Kontrasepsi yang sesuai : pil, alat kontrasepsi dalam rahim
(AKDR) mini, cara sederhana.
Alasan :
- Usia dibawah 20 tahun adalah usia dimana sebaiknya tidak
mempunyai anak dulu.
- Prioritas penggunaan kontrasepsi pil oral karena peserta masih
muda.
- Penggunaan kondom kurang menguntungkan karena pasangan
muda masih sering berhubungan (frekuensi tinggi) sehingga
mempunyai angka kegagalan yang tinggi.
- Penggunaan AKDR mini bagi yang belum mempunyai anak
dapat dianjurkan, terutama pada akseptor dengan
kontraindikasi terhadap pil oral.
b. Mengatur kehamilan
Masa saat istri berusia 20-30 tahun adalah yang paling baik untuk
melahirkan 2 anak dengan jarak kelahiran 3-4 tahun.
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan :
- Reversibilitas cukup tinggi
- Efektivitas cukup tinggi karena akseptor masih mengharapkan
mempunyai anak.
- Dapat dipakai 3-4 tahun.
- Tidak menghambat produksi ASI
Kontrasepsi yang sesuai : AKDR, pil, suntik, cara sederhana, susuk
KB, kontrasepsi mantap (kontap).
Alasan :
- Usia 20-30 tahun merupakan usia terbaik untuk mengandung
dan melahirkan.
- Segera setelah anak lahir, dianjurkan untuk menggunakan
AKDR sebagai pilihan utama.
- Kegagalan yang menyebabkan kehamilan cukup tinggi namun
tidak/kurang berbahaya karena akseptor berada pada usia yang
14
baik untuk mengandung dan melahirkan.
c. Membatasi kehamilan
Saat usia istri diatas 30 tahun , dianjurkan untuk mengakhiri
kesuburan setelah mempunyai 2 anak.
Ciri-ciri kontrasepsi yang diperlukan :
- Efektivitas sangat tinggi karena kegagalan dapat menyebabkan
kehamilan dengan risiko tinggi bagi ibu dan anak.
- Reversibilitas sangat rendah
- Dapat dipakai untuk jangka panjang
- Tidak menambah kelainan yang sudah ada.
Kontrasepsi yang sesuai : kontrasepsi mantap
(tubektomi/vasektomi), susuk KB, AKDR suntikan, pil, dan cara
sederhana.
Alasan :
- Ibu dengan usia diatas 30 tahun dianjurkan tidak hamil lagi
atau tidak punya anak lagi karena alasan medis.
- Pilihan utama adalah kontrasepsi mantap.
- Pada kondisi darurat, kontap cocok dipakai ddan relatif lebih
baik dibandingkan susuk KB atau AKDR.
- Pil kurang dianjurkan karena usia ibu relatif tua dan
mempunyai kemungkinan timbulnya efek samping dan
komplikasi.
3. SYARAT-SYARAT KONTRASEPSI
a. Aman pemakaiannya dan dapat dipercaya
b. Efek samping yang merugikan tdak ada
c. Lama kerjanya dapat diatur menurut keinginan
d. Tidak mengganggu hubungan seksual
e. Tidak memerlukan bantuan medik atau kontrol yang ketat selama
pemakaiannya
f. Cara penggunaannya sederhana
g. Harganya terjangkau
h. Dapat diterima oleh pasangan
15
4. MACAM-MACAM ALAT KONTRASEPSI
a. Metode amenore laktasi
Metode amenore laktasi bila menyusui secara penuh, belum haid,
umur bayi kurang dari 6 bulan.
Efektivitas : menyusui anak meningkatkan kadar prolaktin yang
menghambat ovulasi. Setelah bayi berumur 6 bulan, kembalinya
kesuburan mungkin didahului haid. Efek ketidaksuburan karena
menyusui dapat dipengaruhi oleh aspek-aspek : cara menyusui,
seringnya menyusui, lamanya setiap kali menyusui, jarak antara
menyusui.
b. Metode Keluarga berencana alamiah (KBA)
Senggama dihindari pada masa subur yaitu pada fase siklus
menstruasi dimana kemungkinan tejadi konsepsi/kehamilan. Yang
seharusnya tidak menggunakan KBA :
Perempuan yang dari segi umur, paritas atau masalah kesehatannya
membuat kehamilan menjadi suatu kondisi risiko tinggi
Perempuan dengan siklus haid tidak teratur, kecuali metode
pantang berkala
Pasangan tidak mau berpantang selama waktu tertentu.
Pantang berkala adalah tidak melakukan persetubuhan pada masa
subur istri. Untuk menentukan masa subur istri dipakai 3 patokan yaitu
:
Ovulasi terjadi 14 kurang lebih 2 hari sebelum haid yang akan
datang
Sperma dapat hidup dan membuahi dalam 48 jam setelah ejakulasi
Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi.
Koitus dihindari sekurang-kurangnya 48 jam sebelum ovulasi dan
24 jam sesudah ovulasi terjadi. Terdapat 3 cara sistem pantang
berkala yaitu :
Sistem kalender : memakai kalender
16
Secara umum ovulasi terjadi pada 14 kurang lebih 2 hari sebelum
hari pertama haid yang akan datang. Pada wanita dengan haid yang
tidak teratur, masa subur dapat diperhitungkan dengan suatu rumus
dimana ia harus mempunyai catatan daur haidnya selam 6-12 bulan.
Masa berpantang dihitung dengan memakai rumus sebagai berikut :
Hari 1 mulai subur = siklus terpendek – 18
Hari terakhir masa subur = siklus terpanjang - 11
Sistem suhu basal badan : memakai termometer
Menjelang ovulasi, suhu badan akan turun (hari ke 12 dan 13 siklus
haid), pada hari ke 14 terjadi ovulasi, lalu suhu badan akan naik lagi
sampai lebih tinggi dari suhu sebelum ovulasi pada hari ke 15 dan 16.
kelemahan : merepotkan untuk mengukur suhu badan setiap hari,
pencatatan tidak akurat jika terjadi infeksi, ketegangan atau gangguan
tidur, hanya dapat digunakan jika siklus haid teratur sekitar 28-30 hari.
Metode lendir serviks
Setelah haid berakhir, umumnya beberapa hari tidak ada lendir dan
daerah vagina dirasakan kering. Setelah hari-hari kering, mulai melihat
adanya lenir, karena lendir tidak seberapa lembab masih dirasakan
kering. Saat ovulasi terjadi dan estrogen meningkat, lendir menjadi
basah, jumlahnya makin bertambah dan warnanya semakin jernih.
Lendir ini menyerupai putih telur dan dapat direnggangkan perlaha-
lahan diantara 2 jari. Setelah ovulasi, progestero meningkat dan lendir
serviks berubah.
c. Senggama terputus
Merupakan cara kontrasepsi tertua, yaitu penarikan penis dari
vagina sebelum terjadi ejakulasi.
Efektivitasnya :
Angka kegagalan : 4-18 kehamilan per 100 perempuan pertahun
Adanya pengeluaran cairan sebelum ejakulasi yang mengandung
sel mani
Terlambat mengeluarkan penis dari liang senggama
Bila semen tumpah di vulva dan terdapat penumpukan semen, sel
17
mani dapat masuk kedalam dan menyebabkan kehamilan.
d. Metode barrier
Kondom (karet KB)
Kondom pertama kali dipakai untuk menghindari terjadinya
penularan penyakit kelamin, terbuat dari karet tipis (lateks).
Cara kerja : barier penis sewaktu melakukan koitus, mencegah
pengumpulan sperma pada vagina.
Efektivitas : gagal karena kondom yang bocor atau kurangnya
kedisiplinan pemakai.
Diafragma vagina
Saat ini diafragma terdiri atas kantong karet yang berbentuk
mangkuk dengan per elastik pada pinggirnya.
Prinsip kerja : menghalangi sel sperma masuk kedalam kanalis
servikalis, yang dipertinggi efektivitasnya dengan memasukkan
spermisida kedalam mangkuk dan mengoleskan pada pinggirnya.
Kerugian : angka kegagalan (21-25 kehamilan per 100 wanita
pertahun), memerlukan pengukuran awal (pemeriksaan dalam)
oleh petugas KB yang terlatih, dipakai setiap kali hubungna
seksual, memerlukan spermisida setiap kali pemakaian yang
mungki harganya mahal dan sulit diperoleh, beberapa klien dapat
mengakibatkan infeksi saluran kencing, harus dibierkan tetap
dalam vagina minimal 6 jam setelah senggama.
Kontra indikasi : alergi terhadap karet dan spermisida, riwayat
infeksi saluran kencing, abnormalitas saluran genitalia (prolaps
uteri, fistula vagina, hiperantefleksi atau hiperretrofleksi uterus).
Spermisida
Bentuk : busa, tablet, krim, tissue.
Cara kerja : menginaktifkan sperma sebelum melewati serviks.
Efektivitas : kurang efektif dibandingkan dengan suntikan, pil dan
AKDR. Efektivitas meningkat jika dipakai bersama penggunaan
kondom atau diafragma.
18
Keuntungan : aman bagi kesehatan, tidak memerlukan pemeriksaan
medis, segera bekerja efektif, mudah pemakaiannya.
Kerugian : angka kegagalan tinggi, perlu dipaki terus menerus saat
hubungan seksual, beberapa klien merasa seperti terbakar dan
iritasi pada genitalis eksterna, harus menunggu sekitar 7-10 menit
sesudah penggunaan, mungkin persediaan sulit dan relatif mahal.
e. Kontrasepsi kombinasi
Penggunan estrogen dan progesteron menghambat proses ovulasi,
sejak itu perkembangan kontrasepsi hormonal terus berlangsung.
Estrogen : mempengaruhi ovulasi, perjalanan ovum atau impalntasi
Progesteron untuk kontrasepsi : membuat lendir serviks menjadi
lebih pekat.
Kontrasepsi hormonal dibedakan 2 macam : kontrasepsi pil dan
suntikan.
1) Pil kombinasi
Manfaat : memilik efektivitas yang tinggi, siklus haiid menjadi
teratur dan banyak haid berkurang, mudah dihentikan setiap saat,
kesuburan segera kembali setelah pil dihentikan.
Keterbatasan : mual terutama 3 bulan pertama, perdarahan bercak,
pusing, berat badan naik, mengganggu laktasi.
Pil mini/pil progestin : pil ini hanya mengandung progesteron saja
dan tidak mengandung estrogen. Pil mini harus diminum tiap hari,
juga pada saat haid. Tanpa estrogen, pil mini dianjurkan bagi para
wanita yang masih menyusui, dan lain-lain yang mempunyai
masalah bersangkutan dengan estrogen.
2) Suntikan kombinasi
- Suntikan cyclofem sebulan sekali.
Kontraindikasi : hamil atau diduga hamil, menyusui dibawah 2
minggu pasca persalinan, perdarahan pervaginam tanpa sebab,
penyakit hati akut, riwayat penyakit jantung, stroke atau tekanan
darah tinggi, riwayat tromboemboli, keganasan payudara.
- Kontrasepsi suntikan progestin, jenis : depo
19
medroksiprogesteron asetat (DMPA) setiap 3 bulan, depo
noristerat setiap 2 bulan.
Cara kerja : mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks,
menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atropi, menghambat
transportasi gamet oleh tuba.
Keuntungan : tidak mengnadung estrogen sehingga tidak berdampak
serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah,
tidak berpengaruh terhadap ASI.
Efek samping : amenore, perdarahan/spotting, perubahan berat
badan.
f. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR)
Mekanisme kerja : menghambat kemampuan sperma untuk masuk
kedalam tuba falopii, mencegah sperma dan ovum bertemu, mencegah
implantasi telur dalam uterus.
Keuntungan : efektivitas tinggi, metode jangka panjang 10 tahun, tidak
mempengaruhi hubungan seksual, tidak mempengaruhi ASI, tidak ada
efek samping hormonal.
Efek samping : perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak,
perdaraha antar menstruasi, disminorea, merasakan sakit dan kram
selama 3-5 hari setelah pemasangan.
Kontra indikasi : sedang hamil, perdarahan pervaginam tanpa sebab,
sedang menderita infeksi alat genital, kelainan bawaan uterus yang
abnormal.
g. Alat kontrasepsi bawah kulit (AKBK)
Jenis : - Norplant terdiri dari 6 batang, lama kerja 5 tahun
- Implanon terdiri dari 1 batang, lam kerja 3 tahun
Mekanisme kerja : menekan ovulasi, membuat lendir serviks menjadi
kental dan membuat endometrium tidak siap menerima kehamilan.
Efek samping : kelainan dalam haid, anoreksia, sakit kepala, kadang-
kadang terjadi perubahan libido dan berat badan.
h. Kontrasepsi mantap (tubektomi, vasektomi)
Tubektomi pada wanita (sterilisasi)
20
Kontrasepsi permanen yang dilakukan dengan cara melakukan
tindakan pada kedua saluran telur dengan menghalangi pertemuan
ovum dengan sperma.
Yang dapat menjalani tubektomi :
1) Usia > 26 tahun
2) Paritas > 2
3) Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan
yang serius
4) Pasca persalinan dan pasca keguguran
5) Paham dan sukarela setuju dengan prosedur ini
Terdapat beberapa cara :
1) Dengan memotong saluran telur
2) Dengan membakar saluran telur menggunakan aliran listrik
3) Dengan menjepit saluran telur : klip dan cincin
4) Dengan menyumbat dan menutu saluran telur
Pesan kepada klien sebelum pulang :
1) Istirahat dan jaga luka tidak basah minimal 2 hari
2) Dianjurkan tidak melakukan aktivtas seksual selama 1
minggu
3) Jangan mengangkat benda berat sekurang-kurangnya
selama 1 minggu
4) Bila terdapat gejala-gejala seperti : demam diatas suhu
38ºc, pusing dan rasa berputar, nyeri perut menetap atau
meningkat, keluar cairan atau darah dari luka sayatan
segera memeriksakan diri.
Vasektomi pada pria
Adalah tindakan memotong dan penutupan saluran mani (vas
deferen) yang menyalurkan sel mani (sperma) keluar dari pusat
produksinya di testis.
Perawatan pasca bedah :
1) Daerfah operasi tetap kering dan istirahat paling sedikit 2
hari
21
2) Tidak melakukan pekerjaan mengangkat beban atau kerja
berat selam 3 hari
3) Bila ingin melakukan hubungan seksual, sebaiknya
dilakukan setelah 2-3 hari pasca bedah, selama 10-12
ejakulasi, klien harus menggunakan kondom atau
pasangnannya menggunakan kontrasepsi yang sesuai.
4) Bila terjadi perdarahan, keluar nanah, nyeri berat, bengkak,
disertai suhu badan meninggi, segera hubungi tenaga
kesehatan.
22
BAB 3
PENUTUP
Salah satu upaya pemerintah dalam menekan laju pertumbuhan penduduk
Indonesia adalah dengan program Keluarga Berencana (KB). Program KB yang
ditujukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk adalah dengan mengajak
seluruh masyarakat pasangan usia subur untuk menjadi akseptor KB. Semakin
banyak penduduk yang turut berpartisipasi dalam program KB, maka angka
kenaikan laju pertumbuhan penduduk yang berlebihan akan bisa di tekan.
Program Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu usaha untuk
mencapai kesejahteraan keluarga. Program Keluarga Berencana merupakan
bagian terpadu dalam program pembangunan nasional yang bertujuan untuk
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang agar kesejahteraan ekonomi, spiritual,
dan sosial budaya penduduk Indonesia dapat tercapai. Alat kontrasepsi adalah alat
untuk mencegah terjadinya kehamilan yang sifatnya bisa sementara atau
permanent. Sedangkan KB adalah perencanaan jumlah keluarga.
Pada saat sekarang ini telah banyak beredar berbagai macam alat
kontrasepsi. Macam-macam metode kontrasepsi tersebut adalah Intra Uterine
Devices (IUD), implant, suntik, kondom, metode operatif untuk wanita (MOW),
metode operatif untuk pria (MOP), dan kontrasepsi pil. Alat kontrasepsi
hendaknya memenuhi syarat yaitu aman pemakaiannya dan dapat dipercaya, efek
samping yang merugikan tidak ada, lama kerjanya dapat diatur menurut
keinginan, tidak mengganggu hubungan seksual, harganya murah dan dapat
diterima oleh pasangan suami istri.
23
DAFTAR PUSTAKA
http://www.jdih.net/web_bppkb/berita/269/bkkbn-gandeng-ibi-dan-idi-demi-
capai-target-mdgs-2015 dikutip pada 25 Juni 2014
Mansjoer. (2000). Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1. Media
Aesculapius : FKUI.
Rabe, Thomas. (2003). Buku saku ilmu kandungan. Jakarta : Hipokrates.
Sarwono. (2005). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan bina pustaka sarwono
prawirohardjo
24