HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA SEBAGAI
CAREGIVER PADA PASIEN TUBERKOLUSIS DENGAN
KEBERHASILAN MINUM OBAT
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada jurusan S1 Keperawatan
Oleh :
SARWEDI DWI ATMAJA
J210171174
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
.
Surakarta, 19 Februari 2019
Penulis
SARWEDI DWI ATMAJA
J210171174
iii
1
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER PADA
PASIEN TUBERKOLUSIS DENGAN KEBERHASILAN MINUM OBAT
Abstrak Tuberkulosis lebih dikenal dengan nama TB adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculisis. Penyakit tuberkulosis menyerang organ
tubuh manusia terutama pada paru-paru. Penyakit ini juga dapat menyerang pada
organ lain misalnya, tulang, ginjal, saluran pencernaan, kelenjar getah bening, dan
organ lainnya. Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui hubungan antara dukungan
keluarga sebagai caregiver pada pasien tuberkolusis dengan keberhasilan menjalani
pengobat. Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif dengan menggunakan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitin ini adalah Populasi pada
penelitian ini adalah semua pasien tuberkulosis yang berhasil menjalani pengobatan
di Puskesmas Pajang sebanyak 12 pasien dan di Puskesmas Sangkrah sebanyak 36
pasien sehingga jumlah keseluruhan sebanyak 48 pasien. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan
minum obat pada penderita TB di Puskesmas Pajang dan Puskesmas Sangkrah
dengan nilai sign p sebesar 0,026. Bentuk dukungan emosional merupakan bentuk
dukungan paling tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 18,04.
Kata kunci : Dukungan Keluarga, Tuberkolusis, Keberhasilan Minum Obat
Abstract
Tuberculosis better known as TB is a disease caused by an infection of the bacterium
Mycobacterium tuberculosis. Tuberculosis attacks the organs of the human body,
especially in the lungs. This disease can also attack other organs such as bones,
kidneys, digestive tract, lymph nodes, and other organs. The purpose of this study
was to determine the relationship between family support as a caregiver in
tuberculosis patients with the success of undergoing treatment. The type of research
conducted was descriptive using a cross sectional approach. The population in this
study was the population in this study were all tuberculosis patients who managed to
undergo treatment in the Pajang Health Center as many as 12 patients and in the
Sangkrah Health Center as many as 36 patients so that the total number was 48
patients. The results of this study indicate that there is a relationship between family
support for medication adherence to TB patients in Pajang Health Center and
Sangkrah Health Center with a p-value of 0.026. This form of emotional support is
the highest form of support with an average value of 18.04.
Keywords: Family Support, Tuberculus, Successful Drinking Medication
2
1. PENDAHULUAN
Tuberkulosis lebih dikenal dengan nama TB adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculisis (Zulkoni, 2010). Penyakit tuberkulosis
menyerang organ tubuh manusia terutama pada paru-paru. Penyakit ini juga dapat
menyerang pada organ lain misalnya, tulang, ginjal, saluran pencernaan, kelenjar
getah bening, dan organ lainnya. Penyebarannya melalu pembulu darah dan kelenjar
getah bening. Tuberkulosis dapat menular melalui saluran pernafasan, dari batuk,
ludah, air minum, dan makanan (Tuberculosis Report WHO, 2016).
Tuberkulosis paru (TB) bahkan lebih buruk di berbagai daerah didunia yang
dipengaruhi adanya faktor hubungan dari penyakit tuberkulosis dan beragam
epidemic infeksi HIV ataupun AIDS, serta meningkatnya prevalensi resistensi pada
obat Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang masih belum bisa
diobati secara tuntas (World Health Organization/WHO, 2017).
Data di dunia menurut World Health Organization/WHO (2017), sebesar 8,6 juta
kasus TB yang diperkirakan pada tahun 2012 di mana 1,1 juta orang. Untuk
sementara, pada tahun 2012 ada tingkat yang diharapkan dari kasus TB di antara
semua kasus TB yang secara universal mencapai (6%) atau 530.000 pasien TB anak
untuk setiap tahun, atau sekitar (8%) dari jumlah agregat yang disebabkan oleh TB
(Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas, 2016).
Global Tuberculosis Report WHO (2016), angka kejadian tuberkulosis di
Indonesia pada tahun 2015 sebesar 395 kasus/100.000 penduduk dan angka kematian
sebesar 40/100.000 penduduk (penderita HIV dengan tuberkulosis tidak dihitung) dan
10/100.000 penduduk pada penderita HIV dengan tuberkulosis. Menurut perhitungan
model prediction yang berdasarkan data hasil survei prevalensi tuberkulosis tahun
2013-2014, estimasi prevalensi tuberkulosis tahun 2015 sebesar 643 per 100.000
penduduk dan estimasi prevalensi tuberkulosis tahun 2016 sebesar 628 per 100.000
penduduk (Profil Kesehatan Indonesia, 2016). Di daerah Jawa Tengah pada tahun
2016 sebesar 118 per 100.000 penduduk, hal ini menunjukkan bahwa penemuan
3
kasus TB di Jawa Tengah mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015 yaitu
117 per 100.000 penduduk (Profil Kesehaan Provinsi Jawa Tengah, 2016).
Penyakit TB paru harus segera diobati dan disembuhkan. Ada dua tahap
diberikan nya pengobatan TB paru, yaitu tahap intensif 2 bulan pengobatan dan lanjut
4-6 bulan pengobatan. Pengobatan ini harus teratur dan patuh apabila ingin sembuh
secara total. Sangatlah penting pengobatan penderita agar tidak berhenti atau putus
obat (WHO, 2017).
Faktor utama kelangsungan pengobatan adalah pengetahuan pasien tentang
bahaya penyakit TB paru yang mudah menular. Perilaku keluarga yang baik, untuk
menyelesaikan pengobatanya, motivasi keluarga baik saran pada penderita, dan
dukungan keluarga dalam kepatuhan pengobatan penderita,dan informasi kesehatan
dari tenaga kesehatan (Muna & Solehah, 2014). Dukungan keluarga dalam hal ini
merupakan faktor penting dalam kepatuhan melakukan pengobatan tuberkulosis.
Dukungan keluarga sebagai pendukung penderita untuk patuh menjalani pengobatan
serta tidak menghindari penderita dari penyakitnya dan memberikan rasa simpati.
Dalam memberikan dukungan kepada salah satu anggota keluarga proses penting
untuk pemulihan dan kesembuhan (Septia, Rahmalia dan Sabrian, 2014). Menurut
Terok, Bawotong & Untu (2012) pentingnya dukungan keluarga untuk memegang
peranan dalam perawatan/caregiver pada penderita tuberkulosis, maka keluarga
memberikan support berjuang untuk kesembuh. Family caregiver merupakan
keluarga, pasangan hidup, kerabat ataupun teman pasien yang bertanggung jawab
untuk mendampingi pasien dan merawat selama sakit. Family caregiver kadang-
kadang di gambarkan sebagai sebutan untuk mereka yang merawat anggota keluarga
yang sakit, atau teman-teman di rumah tanpa bayaran (National Alliance for
Caregiver/NAC, 2010).
Menurut data Profil Kesehatan Kota Surakarta (2016) pasien tuberkolusis baru
BTA(+) di daerah Surakarta pada tahun 2014 sejumlah 319 kasus, tahun 2015
sejumlah 166 kasus, pada tahun 2016 sejumlah 283 kasus. Pada tahun 2016 di
4
Puskesmas Pajang pasien tuberkulosis sebanyak 31 kasus dan di Puskesmas Sangkrah
pada tahun 2017 sebanyak 36 kasus.
Dari hasil wawancara di Puskesmas Pajang sebanyak 2 orang pasien mengatakan
keluarga selalu mengingatkan untuk minum obat, selalu memotivasi untuk sembuh
dan menemani saat control ke Puskesmas, 1 orang pasien mengatakan tidak mau
minum obat dan sudah merasa sembuh keluarga tidak pernah mengingatkan untuk
minum obat sampai tuntas. Hasil studi pendahuluan dilakukan pada tanggal 31 juli di
Puskesmas Pajang didapatkan data dengan jumlah kasus pasien tuberkolusis positif di
Puskesmas Pajang sebanyak 12 orang dan di Puskesmas Sangkrah didapatkan data
dengan jumlah kasus sebanyak 36 orang, jumlah kedua puskesmas 48 kasus
tuberkulosis. Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui
“Hubungan Dukungan Keluarga Sebagai Caregiver Pada Pasien Tuberkulosis
Dengan Keberhasilan Minum Obat”.
2. METODE
Desain penelitian menggunakan deskriptif, dengan menggunakan pendekatan cross
sectional. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien tuberkulosis yang berhasil
menjalani pengobatan di Puskesmas Pajang sebanyak 12 pasien dan di Puskesmas
Sangkrah sebanyak 36 pasien sehingga jumlah keseluruhan sebanyak 48 pasien.
Pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu Total Sampling. Instrumen
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner, yaitu
dengan sejumlah pertanyaan tertulis.
Uji validitas akan dilakukan di Kelurahan Pajang dengan cara mencari data klien
yang saat itu sedang berobat di ruang pojok TB di Kelurahan Pajang kemudian
memberikan kuesioner pada responden yang kebetulan ada di tempat yang memenuhi
kriteria sampel. Kuesioner dibagikan kepada 10 responden yang memenuhi kriteria
sampel, kemudian uji validitas dilakukan dengan bantuan software komputer. Skor
setiap pertanyaan dikorelasikan dengan skor dari seluruh pertanyaan.
5
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Karakteristik Responden
Distribusi frekuensi karakteristik responden dalam penelitian ini berdasarkan umur,
jenis kelamin dan pendidikan adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
B
berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi responden
berdasarkan jenis kelamin responden mmenunjukkan jumlah terbanyak adalah
jenis kelamin laki-laki sebesar (77,1%). Sedangkan responden dengan jenis
kelamin sebesar 22,9 %. karakteristik responden berdasarkan umur diperoleh
responden paling banyak adalah responden dengan jenjang umur 40-49 tahun
yaitu sebanyak 14 responden atau sebesar (29,2%). Distribusi frekuensi
karakteristik responden berdasarkan pendidikan menunjukkan pendidikan
tertinggi adalah SMP yaitu sebanyak 22 responden atau sebesar (45,8%).
Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan
Karakteristik Responden Frekuensi Presentase (%)
a. Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
37
11
77,1
22,9
b. Umur
21-39 tahun
40-49 tahun
> 60 tahun
12
20
16
25,0
41,7
33,3
c. Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
10
22
9
7
20,8
45,8
18,8
14,6
d. Pekerjaan
Tidak bekerja
Buruh
swasta
PNS
14
18
10
6
29,2
37,5
20,8
12,5
6
sebagaian besar responden dengan status pekerjaan sebagai buruh yaitu sebesar
(30,2%).
3.1.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga pada pasien TB di Puskesmas Pajang dan Puskesmas
Sangkrah,dijelaskan mengunakan frekuensi dan presentase sebagai berikut :
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga (n=43)
Dukungan Keluarga F %
Tinggi 45 93,7 %
Rendah 3 2,3 %
Total 48 100
Sumber: Data primer terolah (2019)
Berdasarkan 2 menunjukkan bahwa mayoritas dukungan keluarga adalah
dukungan tinggi sebanyak 45 responden (93,7 %).
3.1.3 Bentuk Dukungan Keluarga
Tabel 3 Bentuk Dukungan Keluarga
Dukungan
Keluarga
Nilai max Nilai min Rata-rata
Penilaian 12 6 8,97
Instrumental 12 5 9,06
Emosional 24 11 18,04
Informasi 12 5 9,18
Sumber : Data yang diolah (2019)
Berdasarkan tabel 3 diatas diketahui bahwa bentuk dukungan emosional
merupakan bentuk dukungan paling tinggi dengan rata-rata sebesar 18,04.
Sedangkan bentuk dukungan paling rendah adalah bentuk dukungan penilaian
dengan nilai rata-rata sebesar 8,97.
3.1.4 Uji Normalitas Data
Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Shapiro-wilk
dilakukan agar diketahui data berdistribusi normal atau tidak. Data dianalisis
menggunakan program SPSS for Windows, hasil yang didapat yaitu:
7
Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Data
Variabel p-value Keputusan
Dukungan Keluarga 0,120 Normal
Keberhasilan Minum Obat 0.078 Normal
Sumber : Data yang diolah (2019)
Berdasarkan tabel 4 diatas diketahui bahwa nilai p-value pada variabel
Dukungan Keluarga sebesar 0,120 (0,120>0,05) karena p-value lebih dari
0,05 maka data berdistribusi normal, pada variabel Keberhasilan Minum Obat
diketahui nilai p-value sebesar 0,008 (0,008<0,05) karena p-value Kurang dari
0,05 maka data pada variabel Keberhasilan Minum Obat tidak berdistribusi
normal.
3.1.5 Uji Korelasi
Tabel 5 Hubungan Dukungan Keluarga terhadap
keberhasilan minum obat Pasien TB
Variabel r p-value
Dukungan keluarga pasien TB
dengan keberhasilan minum obat
0,340 0,026
Sumber : Data yang diolah (2019)
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa hasil uji p-value sebesar 0,026 <
α (0,05) maka hal ini berarti Ho ditolak atau Ha diterima, yang berarti ada
hubungan antara dukungan keluarga pasien TB dengan keberhasilan minum
obat di Puskesmas Pajang dan Puskesmas Sangkrah. Sedangkan hasil r yaitu
sebesar 0,340, hal ini menunjukan bahwa tingkat hubungan antara dukungan
keluarga pasien TB dengan keberhasilan minum obat dalam kategori sedang.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pada jenis kelamin laki-laki lebih
banyak dibandingkan jenis kelamin perempuan. Sahat (2010) mengatakan ada
8
perbedaan kejadian TB pada jenis kelamin, bahwa laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan hal ini diakibatkan gaya hidup laki-laki cenderung
lebih banyak merokok dimana merokok dapat memperparah penyakit
tuberkulosis.
Menurut Riskesdas (2007), prevalensi TB paru pada laki-laki 20 % lebih
tinggi dibandingkan perempuan. Perbedaan angka ini dikarenakan pada wilayah
penelitian yang dilakukan perempuan cenderung lebih waspada terhadap
penyakit yang diderita karena takut menularkan kepada anaknya sehingga
mereka akan mencari pengobatan. Dari infromasi yang didapat bahwa beberapa
suami penderita yang juga terkena infeksi TB menolak jika dilakukan
pengobatan karena akan mengganggu kesibukan mereka saat dilakukan
pemeriksaan. Perbedaan frekuensi tidak hanya terlihat pada hubungannya dengan
kejadian TB, namun juga dengan kepatuhan responden dalam pengobatan.
3.2.2 Usia
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden paling banyak
berada di sekitar usia pertengahan yaitu 40-49 tahun. pada usia pertengahan
seseorang akan cenderung lebih aktif dalam berinteraksi sosial sehingga
keterpaparan terhadap infeksi TB akan lebih besar pula. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sahat (2010) yang mengungkapkan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru ialah usia 15-50
tahun. Usia 26-45 termasuk dalam rentang 15-50 tahun. Kaitannya antara usia
dan kepatuhan juga menunjukkan bahwa pada ketiga kategori usia tidak
perbedaan dengan tingkat kepatuhan. Dimana persentase usia remaja, dewasa,
dan lansia yang patuh memiliki jumlah yang tidak jauh berbeda. Hal ini
dikarenakan pada usia tersebut, responden baik usia remaja, dewasa, ataupun
lansia memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan pengobatan bisa. Hasil
wawancara peneliti mendapatkan pada usia tersebut mereka harus bisa memenuhi
kebutuhan keluarga mengingat sosial ekonomi mereka menengah ke bawah
sehingga alasan sakit tidak boleh sampai menghalangi pekerjaan mereka.
9
3.2.3 Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persebaran penderita TB cenderung
banyak yang paling besar adalah responden dengan jenjang pendidikan SMP
yaitu sebanyak 22 responden atau sebesar (45,8%). Herryanto dalam Sahat
(2010), pendidikan rendah (tidak sekolah, tidak tamat SD, dan tamat SD)
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya TB.
Pendidikan menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang akan sangat
berpengaruh terhadap produktivitas manusia itu sendiri. Dalam pengertian yang
sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk
menumbuhkan dan mengembangkan potensi – potensi pembawaan baik jasmani
maupun rohani sesuai dengan nilai – nilai yang ada di masyarakat (Ichsan, 2003).
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya
tentang hal – hal yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya tentang penyakit
tuberkulosis, sehingga denga pengetahuan yang baik maka seseorang akan
berperilaku hidup yang sehat.
Penelitian terkait dengan pendidikan dilakukan oleh Prihadi (2009) di
Temanggung dengan hasil tingkat pendidikan memiliki hubungan bermakna
terhadap perilaku pencegahan TB paru. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Zuliana (2009), bahwa tingkat pendidikan seseorang
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya mengenai kesehatan,
sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan berupaya
memiliki perilaku hidup yang sehat. Penelitian lain yang mendukung dilakukan
oleh Wahyuni (2008) tentang Pengaruh pendidikan terhadap perilaku pencegahan
penularan Tuberculosis. Didapatkan hasil ada pengaruh atau hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan perilaku pencegahan penularan
penyakit TB Paru (p=0.000). Hasil tersebut juga menunjukkan ada perbedaan
perilaku diantara jenjang pendidikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Soewasti
(1997) yang menyatakan bahwa keterbatasan kesempatan untuk memperoleh
10
pendidikan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan serta
upaya pencegahan penyakit.
3.2.4 Jenis Pekerjaan
Hasil penelitian didapatkan bahwa Distribusi frekuensi karakteristik
responden berdasarkan jenis pekerjaan sebagaian besar responden dengan status
pekerjaan sebagai buruh yaitu sebesar (30,2%). Persebaran pekerjaan pada
penderita TB sebagian besar bekerja sebagai buruh
Jenis pekerjaan menentukan faktor resiko yang harus dihadapi setiap
individu. Bila pekerja bekerja dilingkungan yang berdebu, paparan partikel debu
akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan
kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya
penyakit saluran pernafasan dan khususnya TB paru.
Jenis pekerjaan dalam penelitian ini tidak dapat dideskripsikan dengan lebih
rinci. Penelitian yang menjelaskan variabel pekerjaan yang berhubungan dengan
perilaku pencegahan TB paru dikemukakan oleh Jaiz Prihadi (2009) yaitu
responden yang memiliki perilaku mencegah yang baik kebanyakan dari
responden yang memiliki pekerjaan dibandingkan dengan yang tidak bekerja.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Zuliana (2009) yang mengemukakan bahwa
pekerjaan akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan, selain itu
pekerjaan seseorang akan mencerminkan sedikit banyaknya informasi yang
diterima, diantaranya terkait informasi tentang pelayanan kesehatan.
3.2.5 Hubungan Dukungan Keluarga Sebagai Caregiver pada Pasien
Tuberkolusis dengan Keberhasilan Minum Obat
Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan mekanisme koping
individu dengan memberikan dukungan emosi dan saran-saran mengenai strategi
alternative yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan mengajak orang
lain berfokus pada aspek-aspek yang lebih positif (Niven, 2012).
11
Dukungan keluarga yang baik di pengaruhi dari sosial budaya orang jawa
yang mempunyai tatanan sosial saling menghormati, saling menghargai, peduli
dan saling tolong menolong diantara keluarga maupun masyarakat sehingga
dapat memberikan dukungan baik fisik, mental, maupun spiritual. Hal tersebut
didukung oleh hasil penelitian Majid (2010) mengatakan terdapat pengaruh
faktor sosial dan budaya terhadap dukungan keluarga pasien dengan gagal
jantung kongestif.
Menurut Scheurer (2012), pembagian fungsi dukungan sosial keluarga
adalah dukungan instrumental, dimana keluarga merupakan sebuah sumber
pertolongan praktis dan konkrit. Bila salah satu anggota keluarga ada yang sakit,
secara nyata keluarga harus memberikan pertolongan, dalam hal ini penderita TB
memerlukan pertolongan keluarga. Selain itu fungsi keluarga adalah dukungan
informasional keluarga berfungsi sebuah kolektor dan desiminator (penyebar)
informasi tentang dunia. Dalam kasus ini, keluarga dapat mendukung penderita
dengan memberikan informasi yang adekuat. Dan yang terakhir adalah dukungan
emosional. Dalam dukungan emosional, keluarga sebagai sebuah tempat yang
aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaaan
terhadap emosi. Jadi hal tersebut sangat relevan dengan teori tersebut, responden
benar-benar merasakan dukungan keluarga sebagai faktor penunjang kepatuhan
mereka untuk minum OAT secara teratur.
Kepatuhan dalam pengobatan akan meningkat ketika pasien mendapatkan
bantuan dari keluarga (Ramirez dalam Glick, Penrose and Li, 2011). Disamping
itu, pasien yang tidak memiliki keluarga atau memiliki nonsupportive/
nonavailable/ conflicted family akan mempengaruhi terminasi pengobatan lebih
awal dan hasil yang tidak memuaskan (Glick, Penrose and Li, 2011). Hasil
analisis bivariat menyimpulkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga
dan kepatuhan minum obat penderita TB. Pernyataan ini didukung pula oleh
penelitian Warsito (2009) dan Handayani (2012) yang menyebutkan bahwa ada
hubungan yang positif dan bermakna antara dukungan sosial keluarga dengan
12
kepatuhan minum obat. Diperkuat pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Permatasari dalam Sahat (2010) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi keberhasilan pengobatan pada penderita TB ialah dukungan
keluarga. Penelitian Jojor (2004) yang menemukan bahwa pengobatan pasien TB
Paru yang tidak lengkap disebabkan oleh peranan anggota keluarga yang tidak
sepenuhnya mendampingi penderita. Akibatnya penyakit yang diderita kambuh
kembali dan dapat menular kepada anggota keluarga yang lain. Pada beberapa
penelitian yang lain pula menyebutkan bahwa selain pada penderita tuberkulosis,
dukungan keluarga mempengaruhi kepatuhan minum obat baik pada penderita
HIV, hipertensi, maupun skizofrenia.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat
pada penderita TB di Puskesmas Pajang dan Puskesmas Sangkrah dengan
nilai sign p sebesar 0,026.
2) Bentuk dukungan emosional merupakan bentuk dukungan paling tinggi
dengan nilai rata-rata sebesar 18,04.
4.2 Saran
1) Keluarga
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan dukungan keluarga bagi
anggota keluarga yang mengalami penyakit TB. Sehingga keluarga dapat
memberikan dukungan yang optimal.
2) Puskesmas
Pemantauan keluarga diusahakan dengan meminta keluarga untuk menemani
penderita yang butuh pendampingan seperti penderita cacat fisik atau cacat
13
mental saat ke Puskesmas karena masih ada penderita yang datang sendiri ke
Puskesmas.
3) Peneliti Lain
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam mengenai faktor lain
yang mempengaruhi kepatuhan untuk bisa menyeimbangkan faktor dukungan
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid.2010. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosda Karya
Achmadi, U, F. (2008). Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Depok : Universitas
Indonesia
Aguilar, R., Ramírez, J. A., Garrote, G., and Vázquez, M., 2011, “Kinetic Study of
the Acid Hydrolysis of Sugar Cane Bagasse”, Journal of Food Engineering, 55,
309-318.
Arikunto. (2013). Prosedur Penelitian: Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Darmawati, S. (2012). Penderita TB Paru terus meningkat. Diakses dari
http://antarariau.com/berita/18232/penderi ta-tbc-terus-meningkat pada tanggal
27 Januari 2019.
Dinkes, Jateng.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016. Semarang:
Dinkes Jateng
Dinkes, Surakarta. Profil Kesehatan Surakarta Tahun 2017. Surakarta: Dinkes
Surakarta
Friedman, Bowden, O & Jones, M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset,
Teori & Praktik. Jakarta: EGC.
Friedman, Marilyn M. (2014). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori &
Praktik. Jakarta: EGC.
14
Fitria, R & Febrianti, C, A., (2016). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Minum Obat Paada Pasien Tuberkolusis P Di Wilayah Kerja
Puskesmas Gading Rejo 2015. Jurnal Dunia Kesmas, Vol.5, No.1.
Global Tubercolusis Report.(2017).
http://www.who.int/tb/publications/global_report/gtbr2017_main_text.pdf
Harnilawati. (2013). Konsep Dan Proses Keperawatan Keluarga. Sulawesi Selatan:
Pustaka As Salam.
Hidayat, Aziz. A. (2008). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.
Surabaya : Kepala Perwira.
Hidayat, Aziz. A. (2011). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.
Surabaya : Kepala Perwira.
Hikmawati, F. (2017). Metodologi Penelitian. Depok: Rajawali Press.
Helper Sahat P Manalu. (2010). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB
Paru Dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No. 4,
Desember 2010 : 1340-1346
Hiswani. (2009), Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat. Diakes dari http://library.usu.
ac.id/download/fkmhiswani6. pdf pada tanggal 04 Februari 2019
Jufrizal, Hermansyah, Mulyadi 2016. Peran Keluarga Sebagai Pengawas Minum Obat
(PMO) Dengan Tingkat Keberhasilan Pengobatan Penderita Tuberkulosis Paru.
Jurnal Ilmu Kesehatan (2016) Vol.4, No.1. ISSN: 2338-6371
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Profil Kesehata Indonesia Tahun
2017. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Muhlisin, Abi. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Muna, L, Dan Soleha, U., 2014. Motivasi Dan Dukungan Sosial Keluarga
Mempengaruhi Kepatuhan Berobat Pada Pasien TB Paru Di Poli BP4
Pamekasan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol.7, No.2, Hal 172-179.
Nainggolan, H.R.N. (2013). Faktor yang berhubungan dengan gagal konversi pasien
TB paru kategori I pada akhirpengobatan fase intensif di Kota Medan National
Alliance for Caregiving. (2010). www.caregiving.org/data/Emblem_CfC10_Final2
15
Niven, N. (2012). Psikologi kesehatan: Pengantar untuk perawat & professional
kesehatan lain. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Novel, S, 2011. Ensiklopedia Penyakit Menular Dan Infeksi. Yogyakarta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Prihardi, D. 2009. Ancaman Masa Depan Anak Indonesia . http//www.depkes.com
diakses tanggal 04 Februari 2019.
Public Health Agency of Canada, 2010. 'Infection Control Guideline for the
Prevention of Healthcare-Associated Pneumonia'. URL:
http://publications.gc.ca/site/archiveearchived.html?url=http://publications
.gc.ca/collections/collection_2012/aspc-phac/HP40-54-2010-eng.pdf (diakses
tanggal 5/2/2019).
Reevers, C, J, Roux, G, & Lockhart, R (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
salemba Medika
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007
Riset Kesehatan Dasar. (2016). Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan
Perkembangan Kesehatan Kementrian Revublik Indonesia.
Riyanto, Agus. (2011). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan: Dilengkapi
Contoh Kuesioner & Laporan Penelitian. Yogyakarta: Nuha Medika.
Septia A, Rahmalia S, Sabrian F. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Minum Obat Pada Penderita TB Paru. 2014.
Siswanto A. B., 2007, Tuberkulosis. http//:www.id.shvoong.com, diakses tanggal 04
Februari 2019.
16
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualiatatif & RND. Bandung:
Alfabeta.
Susila & Suyanto. (2015). Metode Penelitian Cross Sectional Kedokteran Dan
Kesehatan. Klaten: BOSSSCRIPT.
Terok, M, P, Bawotong, J & Untu, F, M, 2012. Hubungan Dukungan Sosial Dengan
Kualitas Hidup Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di Poli Paru BLU RSUP PROF.
DR.R. D kandou Manado. Ejurnal Keperawatan (E-Kp) Vol.1, No.1.
World Health Organization.2014. Global Tuberculosis Report 2014. TB case
notification and treatment outcomes
World Health Organization.2017. Global Tuberculosis Report 2014. TB case
notification and treatment outcomes. www.who.int/gho/publications/world_health.../2017/EN_WHS2017_TOC.pdf
Zulkoni, A, 2010. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika
Zuliana, Imelda. 2009. Pengaruh karakteristik Individu, Faktor Pelayanan Kesehatan
Dan Faktor Peran Pengawasan Menelan Obat terhadap Tingkat kepatuhan
Penderitaan TB Paru dalam Pengobatan Di Puskesmas Pekan Labuhan Kota
Medan Tahun 2009. [Tesis]. Medan. Universitas Sumatera Utara.