DERMATITIS SEBOROIK
I. DEFINISI
Dermatitis seboroik merupakan peradangan permukaan kulit berbentuk
lesi skuamosa (bercak disertai semacam sisik), bersifat kronik yang mudah
dikenali. Penyakit ini biasa terjadi pada bayi dan dewasa, dan sering dikaitkan
dengan peningkatan produksi sebum kulit kepala, wajah, dan punggung. Tanda
pada kulit berupa eritema, edema, dan ditutupi dengan sisik berwarna kuning –
kecoklatan dan krusta.(1,2)
II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis seboroik sering terjadi pada bayi dan dewasa. Pada bayi biasa
terjadi di usia 3 bulan pertama kehidupan dan biasa sembuh sendiri (self-limiting
disease). Usia dewasa, penyakit ini cenderung kronis, memuncak pada 30 dan 50
tahun dengan pervalensi berkisar 5%. Pada pasien AIDS insidens penyakit ini
meningkat (30 – 80%), kemungkinan berhubungan dengan jumlah CD4.(1,3)
Tidak ada data yang pasti mengenai insidens penyakit ini pada bayi, tetapi
penyakit ini sering ditemukan. Pada orang dewasa, dipercaya bahwa penyakit ini
sering terjadi lebih banyak dari psoriasis, contohnya sekitar 3 – 5 % populasi di
Amerika Serikat terjangkit penyakit ini. Laki – laki lebih sering menderita
penyakit ini daripada perempuan di semua umur dan di semua ras. (1)
Oble dkk. membagi karakteristik dermatitis seboroik. Karakter ini
mengimplikasi organisme jamur, dan CD4 limfosit sel T yang menurun mirip
dengan dermatitis seboroik pada pasien AIDS.(1,3)
III. ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab dermatitis seboroik belum diketahui tetapi sering
dikaitkan dengan peningkatan sekresi sebum, komposisi sebum yang abnormal,
obat – obatan tertentu, atau jamur.(1)
1
IV. GEJALA KLINIS
Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Dermatitis seboroik yang ringan hanya
mengenai kulit kepala berupa skuama – skuama yang halus, mulai sebagai bercak
kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama – skuama
yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitriasis sika (ketombe, dandruff).
Bentuk yang berminyak disebut pitriasis steatoides yang dapat disertai eritema
dan krusta – krusta yang tebal. Rambut pada tempat tersebut mempunyai
kecenderungan rontok, mulai di bagian vertex dan frontal.(4)
1. Gejala pada Bayi
Di area kepala (bagian depan dan samping) ditandai : krusta tebal, pecah -
pecah, berwarna kekuningan dan berminyak. Tanda ini disebut cradle cap
karena bentuknya mirip topi menutup kulit kepala.(1,2)
Di bagian tubuh yang lain, ditandai : ruam berwarna kemerahan, merah
kekuningan, dengan krusta berminyak yang menutupi permukaannya.(2)
Gambar 1. Dermatitis seboroik pada bayi(1)
2
2. Gejala pada Dewasa
Pada umumnya ditandai dengan: (2)
1) Keluhan gatal
2) Peradangan pada area seboroik dengan gambaran berbagai bentuk lesi,
berwarna kemerahan atau kekuningan disertai dengan adanya skuama,
krusta, basah berminyak, dan biasa juga kering.
3) Residif (mudah kambuh) dan bersifat kronis. Diduuga berhubungan
dengan stress, kelelahan, sinar matahari dan iklim.
Gambar 2. Dermatitis seboroik pada daerah nasolabila, pipi, alis, dan hidung.(1)
Gambar 3. Dermatitis seboroik pada daerah punggung.(1)
3
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnostik penyakit ini sebagian besar ditegakkan dengan kriteria klinis.
Sebagian kecil tanda penyakit ini menyerupai dermatitis atopik, pityriasis rosea,
psoriasis vulgaris, liken simpleks kronik, intertrigo, intertriginous monilia, dan
pityriasis versikolor. (4)
1. Pemeriksaan lampu wood : pada penyakit ini didapatkan hasil negatif.
2. Preparat KOH pada krusta : pada penyakit ini didapatkan hasil negatif.
3. Biopsi kulit : seperti pada dua pemeriksaan diatas, penyakit ini dapat
menstimulasi inflamasi lain yang lama. Sayangnya, hasil pemeriksaan
penyakit ini dapat juga memperlihatkan tanda yang sama dari penyakit
lainnya. Untuk alasan ini, biopsi pada dermatitis seboroik bukanlah prosedur
yang definitif dan jarang dilakukan.(4)
VI. PENGOBATAN.
1. Kepala : (5)
a. shampo medikasi yang berisi selenium sulfide, ketokonazole, dan tar
shmapo.
b. Terbanafine solution 1%
c. Preparat alcohol dan hair tonik
d. Asam salisilat ointment 5%
2. Reaksi akut dermatitis seboroik pada daerah wajah
a. Steroid ointment kadar rendah
b. Hydrocortisone ointment (0,5%) dikombinasikan dengan sulfur (0,5%).
c. Ketokonazole krim (2%)
d. Kortikosteroid krim
e. Kombinasi antara steroid dan imidazole dalam krim
f. Metronidazole topikal, ciclopiroxolamine dan tacalcitol topikal
Untuk kasus yang tidak berespon terapi dengan UVB sangat membantu,
atau dengan pengobatan jangka pendek menggunakan ketokonazole oral (200
mg/hari selama 14 hari). Itrakonazole oral (100 mg/hari untuk diatas 21 hari) juga
4
sangat efektif, sama juga dengan terbinafine oral. Preparat topikal lain dapat
memperlihatkan hasil yang efektif termasuk benzoil peroxide dan lithium
succinate ointment 5%.(5)
Dermatitis seboroik yang general selalu berespon pada pengobatan seperti
diterangkan diatas, tetapi dalam kasus yang berulang steroid sistemik mungkin
wajib diberikan. Isotretinoin mungkin juga dapat membantu.(5)
VII. DIAGNOSIS BANDING (1,5)
a. Psoriasis vulgaris di daerah kulit kepala
b. Liken simpleks di daerah leher pada wanita
c. Dermatitis infeksi dengan komplikasi pedikulosis
d. Dermatitis atopik pada bayi
e. Dermatofitosis (tinea capitis,facialis, dan corporis)
f. Kandidiasis intertigo.
g. Histiositosis sel langerhans
VIII. PROGNOSIS
Penyakit ini berlangsung selama bertahun-tahun untuk puluhan tahun
dengan periode perbaikan di musim yang lebih hangat dan periode eksaserbasi
pada bulan – bulan dingin. Lesi luas mungkin terjadi sebagai akibat dari
pengobatan topikal yang tidak benar atau paparan sinar matahari. Varian ekstrim
dari penyakit ini umum eritroderma eksfoliatif. Onychodytrophy,
ketidakseimbangan elektrolit, dan disregulasi termal tambahan fitur kadang –
kadang ditemukan dalam pasien. (1)
Pada umunya penderita Dermatitis Seboroik mengalami kesulitan
mengenali pemicu timbulnya kekambuhan. Hal ini wajar mengingat beragamnya
faktor – faktor pemicu. Kalaupun faktor pemicunya dapat dikenali, tak jarang
penderita sulit menghindarinya, terutama jika faktor – faktor pemicu tersebut
merupakan bagian dari kehidupan sehari – hari, misalnya; stress, iklim dan
sejenisnya.(1)
5
DAFTAR PUSTAKA
1. Plewig G, Jansen T. Seborrhoeic dermatitis. In : Wollff K, Goldsmith LA,
Katz SI, Gilchrest BA, PAller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. Ed.7th. Vol 1 & 2. New York, Amerika;
2008. P.219-25.
2. Buxton Paul K. ABC Of Dermatology. Ed.4th. London ; 2003. P.29-30.
3. Picardo M, Cameli N. Seborrhreic Dermatitis. In : Williams H, Bigby M,
Diepgen T, Hersheimer A, Naldi L, Rzany B editors. Eviddence-Based
Dermatology 2nd Ed. Massachusetts, USA; 2008. P. 164.
4. Daniel TJ, MD, Dan TJ, MD, JD, John RJ, MD. Dermatology skills for
primary care. Totowa New Jersey; 2006 P.67.
5. Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology
7th Edition. Massachusetts USA; 2004. P. 17.10 – .14
6