workshop_pph- - elearning.gunadarma.ac.id · PDF fileBatas waktu pembayaran dan pelaporan SPT...

35
Laboratorium Pengembangan Akuntansi BAB 1 SUBYEK PAJAK PENGHASILAN A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN Pajak Penghasilan adalah pajak atas penghasilan yang dikenakan terhadap subyek pajak dalam tahun pajak B. SUBYEK PAJAK PENGHASILAN Pajak penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. (1) Yang menjadi Subjek Pajak adalah: a.1) Orang pribadi; 2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; b. Badan; c. Bentuk usaha tetap. (1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. (2) Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri. (3) Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah: a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia; b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 1

Transcript of workshop_pph- - elearning.gunadarma.ac.id · PDF fileBatas waktu pembayaran dan pelaporan SPT...

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 1

SUBYEK PAJAK PENGHASILAN

A. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN

Pajak Penghasilan adalah pajak atas penghasilan yang dikenakan terhadap subyek

pajak dalam tahun pajak

B. SUBYEK PAJAK PENGHASILAN

Pajak penghasilan dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima

atau diperoleh dalam tahun pajak.

(1) Yang menjadi Subjek Pajak adalah:

a.1) Orang pribadi;

2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak;

b. Badan;

c. Bentuk usaha tetap.

(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya

dipersamakan dengan subjek pajak badan.

(2) Subjek Pajak terdiri dari Subjek Pajak dalam negeri dan Subjek Pajak luar negeri.

(3) Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah:

a. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang

berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam

jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun

pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di

Indonesia;

b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit

tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 1

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau

Pemerintah Daerah; dan

4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang

berhak.

(4) Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah:

a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka

waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka

waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh

penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

(5) Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi

yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari

183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,

atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,

untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat

berupa:

a. Tempat kedudukan manajemen;

b. Cabang perusahaan;

c. Kantor perwakilan;

d. Gedung kantor;

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 2

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

e. Pabrik;

f. Bengkel;

g. Gudang;

h. Ruang untuk promosi dan jualan

i. Pertambangan dan penggalian sumber alam;

j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi

k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,

sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12

(dua belas) bulan;

n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;

o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak

bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau

menanggung risiko di Indonesia.

p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa,

atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan

kegiatan usaha melalui internet.

(6) Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh

Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.

C. TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK PENGHASILAN ADALAH:

a. Kantor perwakilan negara asing;

b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain

dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang

bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat bukan

warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh

penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang

bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

c. Organisasi-organisasi internasional, dengan syarat:

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 3

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

(a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;

(b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan

dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya

berasal dari iuran para anggota;

d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada

huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan

usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari

Indonesia.

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 4

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 2

KEWAJIBAN MENGISI DAN MENYAMPAIKAN

SPT TAHUNAN PPH WAJIB PAJAK

ORANG PRIBADI

A KEWAJIBAN MENGISI DAN MENYAMPAIKAN SPT TAHUNAN PPH

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

Wajib Pajak orang pribadi setiap tahun harus melaporkan penghasilannya yang

diperoleh selama satu tahun. Penghasilan yang dilaporkan adalah setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang iterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari

Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk

menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk

apa pun (sesuai dengan pasal 4 ayat 1 UU PPh). Seandainya ada penghasilan netto

yang belum dilaporkan dalam tahun yang sebelumnya maka dapat dilaporkan dengan

mengadakan pembetulan atas SPT yang telah dilaporkan. Yang diwajibkan

menyampaikan SPT Tahunan adalah:

a) Wajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

kegiatan usaha dan/ atau pekerjaan bebas.

b) Wajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari

modal dan lain-lain

c) Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dan / atau yang memperoleh

penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan lebih dari satu

pemberi kerja.

d) Kuasa warisan yang belum terbagi

e) Pejabat negara, PNS, anggota ABRI dan pegawai BUMN/BUMD sesuai dengan

Keputusan Presiden No. 33 tahun 1996

f) Warga negara Indonesia yang bekerja pada perwakilan negara asing dan

perwakilan organisasi internasional

g) Orang asing yang berada di Indonesia Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 5

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

h) Masing-masing suami istri yang dikenakan pajak penghasilan secara terpisah

dalam hal:

♦ Suami istri talah hidup terpisah

♦ Dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pemisahan

harta dan penghasilan (Dalam hal ini suami istri wajib memiliki NPWP)

Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan untuk PPh Orang pribadi:

♦ Batas Waktu Pembayaran: Tgl 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian

tahun pajak

♦ Batas waktu Pelaporan: Akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian

tahun pajak

B DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN UNTUK MENGISI SPT TAHUNAN

PPh

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan Wajib Pajak

Tertentu adalah (KepMen No. 535/KMK.04/2000) :

a. Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilan netonya tidak melebihi jumlah

Penghasilan Tidak Kena Pajak;

b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan

bebas.

JENIS-JENIS PENGHASILAN YANG

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 6

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 3

DILAPORKAN

A. PENGHASILAN NETTO DALAM NEGERI DARI USAHA, PEKERJAAN

BEBAS

Bagian ini digunakan untuk menghitung besarnya seluruh penghasilan netto

dalam negeri yang diterima oleh wajib pajak sendiri, isteri dan anak/anak angkat yang

belum dewasa dari usaha dan/ atau pekerjaan bebas baik yang menyelenggarakan

pembukuan atau melakukan pencatatan dan memilih menggunakan Norma

Penghitungan dalam Tahun Pajak yang bersangkutan (Pasal 14 UU PPh)

Dalam melaporkan penghasilannya disarankan menggunakan pembukuan.

Namun jika tidak sanggup diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan

penghasilan netto yang prosentasenya ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Norma perhitungan penghasilan netto hanya boleh digunakan oleh Wajib pajak orang

pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran

brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000 dengan syarat

memberitahukan kepada Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan

pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Jadi apabila wajib pajak ingin

menggunakan norma untuk tahun 2007 maka permohonan tersebut sudah diajukan ke

Kantor Pelayanan terdaftar paling lambat 31 maret 2007. Wajib pajak yang

menghitung netto nya dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto,

wajib menyelenggarakan pencatatan sebgaiman diatur dalam Undang-Undang tentang

Ketentuan Umum dan tata cara Perpajakan. Wajib pajak orang pribadi yang tidak

memberitahukan kepada Direktorat Jendral Pajak untuk menghitung penghasilan

netto dengan menggunakan Norma Penghitungan penghasilan Netto, dianggap

memilih menyelenggarakan pembukuan.

Seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun

pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari

tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana pasal pasal 6

ayat 2, dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya kecuali penghasilan

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 7

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah

dipotong PPh Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha

atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.Lihat pasal 8 ayat 1.

Penghasilan suami istri dikenakan pajak secara terpisah apabila:

a) Suami istri telah hidup terpisah berdasarkan putusan hakim

b) Dikehendaki secara tertulis oleh suami istri berdasarkan perjanjian pemisahan

harta dan penghasilan (pasal 8 ayat 2 UU PPh).

c) Dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban

perpajakannya sendiri.

Pengahasilan netto suami-isteri sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dan c

dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan netto suami-isteri dan besarnya

pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan

perbandingan penghasilan netto mereka.

Dalam hal penghasilan anak yang belum dewasa digabung dengan penghasilan

orang tuanya (Pasal 8 ayat 4).

Cara memperhitungkan dan melaporkan penghasilan netto:

1. Wajib Pajak menggunakan norma perhitungan

Prosentase norma yang digunakan dalam menghitung penghasilan netto adalah

berdasarkan Kep. Dirjen Pajak N0. KEP-01/Pj.7/1991 tanggal 9 Januari 1991

tentang norma penghitungan netto dan tata cara pembuatan catatan bagi Wajib

Pajak yang dapat menghitung penghasilan netto dengan menggunakan norma

perhitungan. Masing-masing Wajib Pajak akan mendapatkan klasifikasi Lapangan

Usaha (KLU) untuk memudahkan mencari prosentase norma sesuai dengan KEP

01/PJ.7/1991.

Contoh :

Untuk perdagangan umum adalah 10%. Sehingga Wajib Pajak mempunyai

penghasilan omzet/peredaran usaha sebesar Rp 450.000.000 maka penghasilan

nettonya sebesar 10% X Rp 450.000.000 = Rp 45.000.000

2. Wajib Pajak menggunakan Pembukuan

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 8

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

Wajib pajak orang pribadi yang omzet/peredaran brutonya melebihi Rp

4.800.000.000 dalam satu tahun pajak diwajibkan mengadakan pembukuan.

Dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negri dan

bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya

untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, termasuk:

a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan

usaha, antara lain:

1. Biaya pembelian bahan baku

2. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji.

Honorarium, bonus gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk

uang.

3. Bunga, sewa dan royalti

4. Biaya perjalanan

5. Biaya pengolahan limbah

6. Premi asuransi

7. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Mentri Keuangan

8. Biaya administrasi, dan

9. Pajak kecuali Pajak Penghasilan

Biaya-biaya yang dimaksud dalam ayat ini lazim disebut biaya sehari-hari

yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan

sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan

langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.

Dengan demikian pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak, tidak boleh

dibebankan sebagai biaya.

Contoh:

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 9

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri

Keuangan memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:

a. penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak sesuai dengan Pasal 4 ayat

(3) huruf h sebesar Rp 100.000.000,00

b. penghasilan bruto lainnya sebesar Rp 300.000.000,00

Jumlal penghasilan bruto Rp 400.000.000,00

Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp 200.000.000,00, maka biaya yang

boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan

adalah sebesar 3/4 x Rp 200.000.000,00 = Rp 150.000.000,00.

Demikian pula bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham

tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya

tidak merupakan Objek Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)

huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat

dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.

Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya

pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham,

pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi

peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, tidak

boleh dibebankan sebagai biaya.

Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya

boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, namun bagi pegawai yang

bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan.

Pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh

dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang.

Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan, misalnya

fasilitas menempati rumah dengan cuma-cuma, tidak boleh dibebankan

sebagai biaya, dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan

merupakan penghasilan. Namun demikian, pengeluaran dalam bentuk natura

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 10

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

atau kenikmatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e,

boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerima atau

menikmati bukan merupakan penghasilan (tidak boleh dikurangkan).

Pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan

pedagang yang baik. Dengan demikian apabila pengeluaran yang melampaui

batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka jumlah

yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari

penghasilan bruto.

Selanjutnya lihat ketentuan dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta

penjelasannya.

Pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain

Pajak Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai

(BM), Pajak Hotel dan Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.

Mengenai pengeluaran untuk promosi, perlu dibedakan antara biaya yang

benar-benar dikeluarkan untuk promosi dengan biaya yang pada hakekatnya

merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi

boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.

b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan

amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang

mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;

Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak

berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1

(satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi.

Selanjutnya lihat ketentuan Pasal 9 ayat (2), Pasal 11, dan Pasal 11A beserta

penjelasannya.

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 11

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

Pengeluaran yang menurut sifatnya merupakan pembayaran di muka, misalnya

sewa untuk beberapa tahun yang dibayar sekaligus, pembebanannya dapat

dilakukan melalui alokasi.

c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan;

Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan

kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh

Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya

d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan

dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan;

Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula

tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan

dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Kerugian

karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan

dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk

mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan

dari penghasilan bruto.

e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing;

Kerugian karena selisih kurs mata uang asing dapat disebabkan oleh adanya

fluktuasi kurs yang terjadi sehari-hari, atau oleh adanya kebijaksanaan

Pemerintah di bidang moneter. Kerugian selisih kurs mata uang asing yang

disebabkan oleh fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan sistem

pembukuan yang dianut, dan harus dilakukan secara taat asas. Apabila Wajib

Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tetap (kurs historis),

pembebanan kerugian selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi atas

perkiraan mata uang asing tersebut. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 12

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang

sebenarnya berlaku pada akhir tahun, pembebanannya dilakukan pada setiap

akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang

sebenarnya berlaku pada akhir tahun. Rugi selisih kurs karena kebijaksanaan

Pemerintah di bidang moneter dapat dibukukan dalam perkiraan sementara di

neraca dan pembebanannya dilakukan bertahap berdasarkan realisasi mata

uang asing tersebut.

f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia

dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi

pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan

g. Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan;

Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang dan pelatihan

dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan

sebagai biaya perusahaan, dengan memperhatikan kewajaran dan kepentingan

perusahaan

h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:

1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih

kepada Direktorat Jenderal Pajak;

3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau

instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya

perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang

antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan

dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur

bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

4) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk

penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 13

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

dalam pasal 4 ayat 1 huruf k yang pelaksanaanya diatur lebih lanjut

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

i. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang

ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

j. Sumbangan dalam rangka peneltian dan pengembangan yang dilakukan di

indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yan ketentuannya diatur dengan

Peraturan Pemerintah;

l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan

Pemerintah;

m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur

dengan Peraturan Pmemerintah

B. PENGHASILAN NETTO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN

PEKERJAAN

Wajib Pajak yang bekerja sebagai karyawan swasta maupun pemerintah

akan melaporkan pemghasilannya tersebut dalam “penghasilan netto sehubungan

dengan pekerjaan”. Wajib pajak tersebut akan menerima formulir 1721-A dari

bagian penggajian pada perusahaanya dan digunakan sebagai dasar dalam

pengisian “penghasilan neeto sehubungan dengan pekerjaan”.

Apabila Istri mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja dan terdapat

anak/anak angkat yang belum dewasa memperoleh penghasilan yang diterima atau

diperoleh dari pemberi kerja yang tidak wajib memotong PPh pasal 21 serta

pemberi kerja yang bukan merupakan subyek pajak, maka penghasilan tersebut

digabung dan dimasukkan dalam “Penghasilan netto sehubungan dengan

pekerjaan”.

Penghasilan dan biaya yang digunakan untuk menghitung penghasilan

netto dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan yang dilaporkan dalam lampiran

I SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi meliputi:

1. Penghasilan bruto

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 14

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

a. Gaji/Uang pensiun/THT

b. Tunjangan PPh

c. Tunjangan lainnya, uang penggantian, uang lembur dan sebagainya

d. Honorarium, Imbalan lain sejenisnya

e. Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja

f. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang dikenakan

pemotongan PPh Pasal 21

g. Tantiem, Bonus, Gratifikasi, Jasa produksi, THR

2. Pengurang

a. Biaya jabatan

Yaitu Biaya yang diberikan untuk karyawan tetap yang masih aktif bekerja,

biaya jabatan ini merupakan biaya yang fiktif (tidak riil), biaya ini

merupakan kebijaksanaan pemerintah, karena setiap orang yang

berpenghasilan, tentu ada biaya yang telah ia keluarkan.

Sejak tanggal 1 januari 2009 Biaya jabatan adalah sebesar 5% x

penghasilan bruto atau maksimal Rp 500.000/bulan dan Rp

6.000.000/tahun, kemudian pilih yang terkecil berdasarkan masa kerja

dengan ketentuan sbb:

♦ Biaya jabatan melekat pada perusahaan dia bekerja

♦ Tergantung masa kerja

b. Biaya pensiun

Biaya diberikan kepada mantan karyawan/pensiunan bulanan. Biaya

pensiun perbulan Rp 200.000/bulan atau Rp 2.400.000/tahun

c. Iuran pensiun dan iuran THT

C. PENGHASILAN NETTO DALAM NEGERI LAINNYA (TIDAK

TERMASUK YANG FINAL)

Apabila Wajib Pajak memperoleh penghasilan yang tidak teratur maka

penghasilan tersebut dapat dimasukkan pada bagian ini. Bagian ini digunakan

untuk melaporkan penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 15

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari

luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib Pajak ynag

bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,

bonus, gratifikasi, uang pension atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali

ditentukan lain dalam Undang-undang ini;

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;

c. Laba usaha;

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:

1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan

badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,

atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya;

3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan

dalam bentuk apa pun;

4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,

badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan

dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-

pihak yang bersangkutan; dan

5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak

penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan

dalam perusahaan pertambangan;

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 16

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya

dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;

Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat

menghitung Penghasilan Kena Pajak merupakan objek pajak.

Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan

dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka

jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan.

f. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang;

Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai

nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah

nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang

menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang

membeli obligasi.

g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha

koperasi;

Termasuk dalam pengertian dividen adalah:

1) pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung,

dengan nama dan dalam bentuk apapun;

2) pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal

yang disetor;

3) pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk

saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;

4) pembagian laba dalam bentuk saham;

5) pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;

6) jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau

diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-

saham oleh perseroan yang bersangkutan;

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 17

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

7) pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang

disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh

keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari

pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;

8) pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang

diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;

9) bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;

10) bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;

11) pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;

12) pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham

yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Dalam praktek sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara

terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor

penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan

imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian

maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang

berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang

diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya

oleh perseroan yang bersangkutan.

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;

Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau

perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai

imbalan atas:

1. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan,

kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula

atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan

intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 18

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial,

komersial, atau ilmiah;

3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,

industrial, atau komersial;

4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan

penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1,

penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada

angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka

3, berupa:

a) penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara

atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit,

kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;

b) penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman

suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang

disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi

yang serupa;

c) penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum

radio komunikasi;

5. penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture

films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk

siaran radio; dan

6. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan

penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-

hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;

k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah

tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 19

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;

m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;

n. Premi asuransi;

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri

dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;

p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum

dikenakan pajak;

Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi

penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak

serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan

kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan

pajak dan yang bukan Objek Pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut

merupakan penghasilan.

q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;

r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang

mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

s. surplus Bank Indonesia.

Berikut ini ringkasan KEP-176/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan KEP-

96/pj/2001 dan diubah lagi dengan KEP-305/PJ/2001 dan terakhir diganti dengan

KEP-170/PJ/2002 tanggal 28 Maret 2002 (mulai berlaku tanggal 1 Mei 2002)

tentang perkiraan penghasilan netto dan tarif efektif PPh Pasal 23:

No. Jenis Penghasilan (Jasa) Tarif Pajak Perkiraan

Penghasilan

Tarif

Efekti

f

1. Sewa dan penghasilan lain khusus kendaraan angkutan darat 15% 20% 3%

2. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta, selain tanah dan/atau bangunan dan kendaraan

angkutan darat

15% 40% 6%

3. Jasa Profesi, jasa konsultan konstruksi, jasa akuntansi dan 15% 50% 7.5%

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 20

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

pembukuan, jasa penilai dan jasa aktuaria

4. Jasa teknik dan jasa manajemen 15% 40% 6%

5. Jasa perancangan interior, pertamanan mesin dan peralatan,

alat transportasi iklan/logo, alat kemasan

15% 40% 6%

6. • Jasa instalasi/pemasangan mesin, dan

listrik/telepon/air/gas/TV kabel, kecuali dilakukan

oleh pengusaha jasa konstruksi

• Jasa instalasi/pemasangan peralatan

15% 40% 6%

7. • Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan mesin, dan

listrik/telepon/air/gas/TV kabel, peralatan, alat-alat

transportasi/kendaraan

• Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan

kecuali dilakukan oleh pengusaha jasa konstruksi

15% 40% 6%

8. Jasa pengeboran (drilling) dibidang penambangan migas,

kecuali yang dilakukan oleh BUT

15% 40% 6%

9. Jasa penunjang di bidang penambangan migas 15% 40% 6%

10. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang

penambangan selain migas

15% 40% 6%

11. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara 15% 40% 6%

12. Jasa penebangan hutan, termasuk land clearing 15% 40% 6%

13. Jasa pengolahan/pembuangan limbah 15% 40% 6%

14. Jasa maklon 15% 40% 6%

15. Jasa rekruitmen/penyediaan tenaga kerja 15% 40% 6%

16. Jasa perantara 15% 40% 6%

17. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali

yang dilakukan oleh BEJ, BES, KSEI, dan KPEI

15% 40% 6%

18. Jasa Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang

dilakukan oleh KSEI dan tidak termasuk sewa gudang

yang sudah dikenakan PPH Final

15% 40% 6%

19. Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum 15% 40% 6%

20. Jasa suli suara (dubbing) dan/atau mixing film 15% 40% 6%

21. Jasa pemanfaatan informasi di bidang teknologi termasuk

jasa internet

15% 40% 6%

22. Jasa sehubungan dengan sofware komputer, termasuk 15% 40% 6%

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 21

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

perawatan, pemeliharaan dan perbaikan

23. Jasa pelaksanaan konstruksi termasuk jasa

perawatan/pemeliharaan/perbaikan bangunan, jasa

instalasi/pemasangan mesin, listrik/telepon/air/gas/TV

kabel, sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh pengusaha

jasa konstrusi

15% 13 1/3% 2%

24. Jasa perencanaan konstruksi 15% 26 2/3% 4%

25. Jasa pengawasan konstruksi 15% 26 2/3% 4%

26. Jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan 15% 10% 1.5%

27. Jasa catering 15% 10% 1.5%

28. Jasa selain jasa-jasa yang tersebut dari angka 1 s.d. 27

yang pembayarannya dibebankan ke APBN/APBD

15% 10% 1.5%

D. DAFTAR PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPH OLEH PIHAK LAIN

DAN PPH YANG DITANGGUNG PEMERINTAH

Bagi Wajib Pajak yang menerima penghasilan tetapi sudah dipotong oleh pihak

lain atau PPh-nya sudah ditanggung pemerintah maka PPh yang sudah dipotong

tersebut dilaporkan dalam lampiran II SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi.

PPh yang sudah dipotong oleh pihak lain dan ditanggung pemerintah digunakan

untuk membuat permohonan kredit pajak.

E. PENGHASILAN NETTO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG

DIBAYAR / DIPOTONG / TERUTANG DI LUAR NEGERI

Dimungkinkan warga negara Indonesia mempunyai usaha dan penghasilan

dari luar negeri (Investasi, bunga, isteri bekerja di luar negari dsb). Penghasilan

dari luar negeri tersebut dilaporkan dalam bagian ini, yaitu:

1. Melaporkan rincian penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri

dan penghitungan kredit pajak luar negeri dari Wajib Pajak sendiri, isteri,

anak/anak angkat yang belum dewasa dalam tahun pajak yang bersangkutan,

kecuali penghasilan:

a) Isteri yang sudah berpisah

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 22

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

b) Isteri yang mengadakan perjanjian pisah harta dan penghasilan secara

tertulis

2. Mengajukan permohonan kredit pajak luar negeri

(Pasal 24 UU PPh jo Kep.Men.Keu.No. 640/KMK.04/1994 tanggal 29

Desember 1994)

Permohonan kredit pajak luar negeri harus dilampiri:

1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari usaha di luar negeri

2. Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri

3. Fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri

Penghasilan yang telah dipotong pajak penghasilan diluar negeri tersebut

dapat digunakan sebagai kredit pajak dalam negeri yang berarti mengurangi

pajak terutang di dalam negeri melalui mekanisme pengkreditan PPh pasal 24

yaitu dengan cara memilih antara penghasilan yang telah dipotong di luar

negeri dengan kredit pajak yang dihitung dari penghasilan netto. Yang

diperbolehkan dikreditkan adalah yang paling kecil antara PPh yang telah

dipotong di luar negeri dengan perhitungan dari penghasilan netto luar negeri

dibandingkan dengan total penghasilan tersebut. Jika ada kompensasi kerugian

yang masih dapat dikompensasikan maka perhitungan penghasilan netto

setelah kompensasi kerugian.

F. PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK YANG

BERSIFAT FINAL, DAN DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI

Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan yang dikenakan pajak bersifat

final dan untuk Wajib Pajak Orang pribadi yang berstatus kawin dan tidak pisah

harta maka penghasilan Istri dan penghasilan anak yang masih dalam

tanggungan yang sudah dipotong pajaknya oleh pemberi kerja wajib dilaporkan

pada Lampiran III SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk penghasilan

yang dikenakan pajak tersendiri.

Penghasilan yang dikenakan pajak final dan dikenakan pajak tersendiri

adalah:

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 23

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

I. Dikenakan pajak bersifat final

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi

dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh

koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;

2. Penghasilan berupa hadiah undian;

3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi

derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham

atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang

diterima oleh perusahaan modal ventura;

4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau

bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah

dan/atau bangunan; dan

5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Pemerintah.

II. Dikenakan pajak tersendiri;

1. Penghasilan istri dari satu pemberi kerja

2. Penghasilan anak dari pekerjaan

Rincian tarif dari PPh yang telah dikenakan PPh final tersebut adalah sebagai

berikut: No Jenis Penghasilan Tarif Dasar Penghitungan Diatur

1. Bunga deposito, tabungan 20% Bunga Ps 4(2) UU PPh

2. Bunga dan Premium SWAP/Forward 20% Bunga dan Premium Ps 4(2) UU PPh

3. Bunga diterima anggota koperasi 15% Bunga Ps 4(2) UU PPh

4. Transaksi saham serta sekuritas lainnya

di Bursa Efek, antara lain:

a. Saham diterima Orang pribadi atau

Badan

b. Saham diterima pendiri

0.1%

0.5%

Penjualan Bruto

Seluruh saham pendiri saat

IPO

Ps 4(2) UU PPh

Ps 4(2) UU PPh

5. Bunga obligasi dengan kupon 20% Bruto Bunga Ps 4(2) UU PPh

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 24

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

Diskono obligasi dengan kupon

6. Diskonto obligasi tanpa bunga 20% Selisih lebih Ps 4(2) UU PPh

7. Pengalihan tanahdan/bangunan 5% Nilai tertinggi antara harga

jual dan NJOP

Ps 4(2) UU PPh

8. Sewa tanahdan/bangunan 10% Sewa Bruto Ps 4(2) UU PPh

9. Jasa Konsultan manajemen 4% Bruto – PPN

10. Jasa maklon Internasional 2.1% Biaya pembuatan – bahan

baku

KMK 543/2002

11. Penerbangan Luar negeri 2.64% Bruto KMK 417/1996

12. Pelayaran Dalam Negeri 1.2% Peredaran bruto KMK 417/1996

13. Konstruksi pengusaha kecil, pengadaan

s.d Rp 1 miliar

2% DPP PPN Ps 4(2) UU PPh

14. Bahan Bakar minyak jenis Premix, Super

TT dan gas oleh penyalur/agen

PERTAMINA

0.3% Penjualan KMK 417/1996

15. Hasil Tembakau 0.15% Harga Bandrol KMK 348/2001

16. Semen 0.25% DPP PPN KMK 401/2001

17. Selisih lebih hasil revaluasi 10% Selisih lebih – Kompensasi

rugi

G. PENGHASILAN TIDAK TERMASUK OBYEK PAJAK

Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah:

a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan

amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan

oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang

berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi

pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh

lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang

ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Pemerintah; dan

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 25

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,

badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang

menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang

tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau

penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;

b. Warisan;

c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham

atau sebagai pengganti penyertaan modal;

d. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau

kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang

diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan

pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma

penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15;

e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;

f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan

terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha

milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal

pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia dengan syarat:

1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan

2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 26

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham

pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua

puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi

kerja maupun pegawai;

h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun

sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu

yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang

unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

j. Dihapus;

k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura

berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan

menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan

pasangan usaha tersebut:

1. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang

menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur

dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan

2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;

l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya

diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan;

m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba

yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian

dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 27

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan

prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan

pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun

sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur

lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

dan

n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya

diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan.

H KOMPENSASI KERUGIAN

Jika wajib pajak orang pribadi yang menggunakan pembukuan mengalami

kerugian dalam tahun-tahun sebelumnya maka kerugian fiskal nya dapat

dikompensasikan selama 5 (lima) tahun sejak dialaminya kerugian (Pasal 6 ayat 2

UU PPh)

Kompensasi kerugian hanya diperbolehkan diisi oleh Wajib Pajak yang

menyelenggarakan pembukuan. Kompensasi yang boleh diisikan adalah jumlah

kerugian fiskal yang telah terjadi untuk tahun pajak 5 (lima) tahun.

Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperbolehkan secara fiskal terdapat kerugian-

kerugian fiskal maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan

netto atau laba fiskal selama 5 (lima) tahun berturut-turut di mulai sejak tahun

berikutnya sesudah tahun diperolehnya kerugian tersebut:

Contoh:

PT A dalam tahun 1995 menderita kerugian fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00.

Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :

1996 : laba fiskal Rp 200.000.000,00

1997 : rugi fiskal (Rp 300.000.000,00)

1998 : laba fiskal Rp N I H I L

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 28

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

1999 : laba fiskal Rp 100.000.000,00

2000 : laba fiskal Rp 800.000.000,00

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :

Rugi fiskal tahun 1995 (Rp 1.200.000.000) Laba fiskal tahun 1996 Rp 200.000.000 (+) Sisa rugi fiskal tahun 1995 (Rp 1.000.000.000) Rugi fiskal tahun 1997 Rp 300.000.000 Sisa rugi fiskal tahun 1995 (Rp 1.000.000.000) Laba fiskal tahun 1998 N I H I L Sisa rugi fiskal tahun 1995 (Rp 1.000.000.000) Laba fiskal tahun 1999 Rp 100.000.000 (+) Sisa rugi fiskal tahun 1995 (Rp 900.000.000) Laba fiskal tahun 2000 Rp 800.000.000 (+) Sisa rugi fiskal tahun 1995 (Rp 100.000.000) Rugi fiskal tahun 1995 sebesar Rp 100.000.000,00 yang masih tersisa pada akhir

tahun 2000 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2001,

sedangkan rugi fiskal tahun 1997 sebesar Rp 300.000.000,00 hanya boleh

dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2001 dan tahun 2002, karena jangka

waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 1998 berakhir pada akhir tahun 2002.

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 29

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 4

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

Wajib pajak orang pribadi mendapat pengurangan pajak penghasilan sebesar

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sesuai dengan keadaan keluarga menurut

ketentuan. Penerapan PTKP dilakukan dengan melihat keadaan pada awal tahun pajak

atau awal bagian tahun pajak. Penghitungan PTKP untuk pegawai lama (tahun

sebelumnya sudah bekerja di Indonesia) dilakukan dengan melihat keadaan pada awal

tahun takwim (1 Januari). Bagi pegawai yang baru datang dan menetap di Indonesia

dalam bagian tahun takwim, besarnya PTKP tersebut berdasarkan keadaan pada awal

bulan dari bagian tahun takwim yang bersangkutan.

Penghasilan Tidak Kena Pajak mulai berlaku tanggal 23 September 2008

diberikan sebesar:

1) Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) untuk diri

Wajib Pajak orang pribadi;

2) Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib

Pajak yang kawin;

3) Rp15.840.000,00 (lima belas juta delapan ratus empat puluh ribu rupiah) tambahan

untuk seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan

4) Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap

anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta

anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang

untuk setiap keluarga.

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 30

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

Berikut ini tabel Penghasilan Tidak kena Pajak:

PTKP JUMLAH

TK/0 15.840.000

TK/1 17.160.000

TK/2 18.480.000

TK/3 19.800.000

K/0 17.160.000

K/1 18.480.000

K/2 19.800.000

K/3 21.120.000

K/I/- 33.000.000

K/I/1 34.320.000

K/I/2 35.640.000

K/I/3 36.960.000

TARIF DAN KREDIT PAJAK

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 31

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

BAB 5

A TARIF PAJAK

Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi orang pribadi :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5%

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai

dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

15%

di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

25%

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%

B KREDIT PAJAK

Wajib pajak yang memperoleh penghasilan dan dipotong PPh oleh pihak lain

(PPh pasal 21, 22, 23, 24) atau PPh yang ditanggung pemerintah dapat dikurangkan dari

PPh terutang:

a. Untuk PPh pasal 21 PPh yang dapat dikreditkan dari PPh terutang adalah yang

berasal dari Form 1721-A1 atau bukti potong PPh pasal 21.

b. Untuk PPh Pasal 22 berasal dari bukti potong pemungut PPh Pasal 22 (Bukti

potong dapat berupa SSP atau dokumen lain)

c. Untuk PPh Pasal 23 berasal dari bukti potong PPh Pasal 23

d. Untuk PPh Pasal 24 berasal dari perhitungan PPh pasal 24

C PPH YANG SUDAH DIBAYAR SENDIRI

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 32

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar

sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang

terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang

lalu dikurangi dengan:

a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan

Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 22; dan

b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh

dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau

banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk

bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan

Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir

tahun pajak yang lalu.

Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk

tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat

ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan

penerbitan surat ketetapan pajak.

D. PENGISIAN SPT TAHUNAN NO KODE

FORMULIR

NAMA FORMULIR KETERANGAN

1 1770 SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Induk SPT

2 1770-I hal 1 Perhitungan penghasilan Netto dalam Negeri dari

usaha dan/atau pekerjaan bebas bagi wajib pajak

yang menggunakan pembukuan

Lampiran I

3 1770-I hal 2 Perhitungan penghasilan netto dalam negri yang

menggunakan norma penghasilan netto dan

Lampiran I

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 33

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

penghasilan dalam negri lainnya

4 1770-II Datar pemotongan /pemungutan PPh oleh pihak

lain. PPh yang dibayar/dipotong diluar negeri dan

PPh ditanggung pemerintah

Lampiran II

5. 1770-III Penghasilan yang dikenakan pajak final,

penghasilan yang tidak termasuk objek pajak dan

penghasilan isteri yang dikenakan pajak secara

terpisah

Lampiran III

6. 1770-IV Daftar harta pada akhir tahun dan daftar

kewajiban/utang pada akhir tahun

Lampiran IV

E. LAMPIRAN YANG HARUS DISERTAKAN DALAM SPT PPH ORANG

PRIBADI

Lampiran yang harus disertakan dalam SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi

adalah:

1. Surat kuasa khusus (bila dikuasakan)

2. SSP l lembar ke-3 PPh Pasal 29

3. Nearca dan laporan laba rugi/rekapitulasi bulanan peredaran bruto

4. Perhitungan kompensasi kerugian fiskal

5. Bukti pemotongan/pemungutan oleh pihak lain/ditanggung pemerintah dan yang

dibayar/dipotong diluar negeri

6. Foto kopi formulir 1721-A1 dan/atau 1721-A

7. Perhitungan angsuran PPh Pasal 5 tahun pajak berikutnya

8. Daftar susunan keluarga yang menjadi tanggungan wajib pajak

9. Foto kopi tanda bukti pembayaran fiskal luar negeri (TBPFLN)

10. Perhitungan PPh terutang bagi wajib pajak kawin pisah harta

11. Daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 (khusus untuk orang

pribadi pengusaha tertentu)

F. Lain-Lain

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 34

Laboratorium Pengembangan Akuntansi

1. Setiap wjib pajak wajib mndaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak

yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak

dan kepadanya diberikan nomor Pkok Wajib pajak (NPWP).

2. SPT Tahunan dapat diambil sendiri oleh Wajib Pajak di tempat wajib pajak

terdaftar.

3. Wajib pajak dapat menggunakanmata uang rupiah dan dalam bahasa Indonesia.

Jika menggunakan bahasa Inggris harus mengajukan permohonan. Untuk wajib

pajak asing dapat menggunakan bahasa inggris dan mata uang $ USA

4. Angka-angka dalam SPT Tahunan berikut lampiran disajikan dalam rupiah penuh

Workshop Pajak Penghasilan Orang Pribadi Halaman 35