Willy LBM 4 Jiwa

34
GANGGUAN NEUROTIK Definisi: Gangguan dari kondisi kepribadian, namun hanya sebagian. Sehingga daily activity nya masih lancar seperti biasa. Kehidupan social juga terganggu, tapi tidak separah psikotik. (Gangguan Jiwa ringan).Biasanya tidak perlu sampai dirawat. Bisa dikarenakan adanya konflik yang tak terselesaikan. Ditandai cemas kronis, gangguan indra dan motoric, gangguan emosi, perhatian pada lingkungan dan penurunan energy fisik. Bisa juga karena pengalaman yang baru dilakukan. Definisi cemas o Cemas adalah suatu sinyal yang menyadarkan; memperlihatkan adanya bahaya yang mengamcam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. o Kecemasan normal adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari pengalaman suatu yang baru dan belum dicoba, dan dari penemuan identitasnya sendiri dan arti hidup. o Kecemasan patologis adalah respon yang tidak sesuai terhadap stimulus yang diberikan berdasarkan pada intensitas dan durasinya. KAPLAN, SINOPSIS PSIKIATRI Gejala psikologik: Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ”gila”, takut kehilangan kontrol dan sebagainya. Gejala fisik: Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit

Transcript of Willy LBM 4 Jiwa

GANGGUAN NEUROTIK

Definisi: Gangguan dari kondisi kepribadian, namun hanya sebagian. Sehingga daily activity nya masih lancar seperti biasa. Kehidupan social juga terganggu, tapi tidak separah psikotik. (Gangguan Jiwa ringan).Biasanya tidak perlu sampai dirawat.

Bisa dikarenakan adanya konflik yang tak terselesaikan. Ditandai cemas kronis, gangguan indra dan motoric, gangguan emosi, perhatian pada lingkungan dan penurunan energy fisik.Bisa juga karena pengalaman yang baru dilakukan.

Definisi cemas

o Cemas adalah suatu sinyal yang menyadarkan; memperlihatkan adanya bahaya yang

mengamcam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi

ancaman.

o Kecemasan normal adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, dari

pengalaman suatu yang baru dan belum dicoba, dan dari penemuan identitasnya

sendiri dan arti hidup.

o Kecemasan patologis adalah respon yang tidak sesuai terhadap stimulus yang

diberikan berdasarkan pada intensitas dan durasinya. KAPLAN, SINOPSIS PSIKIATRI

Gejala psikologik: Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ”gila”, takut kehilangan kontrol dan sebagainya.Gejala fisik: Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain.

Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu.

Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.

TATALAKSANA DIAGNOSIS DAN TERAPI GANGGUAN ANXIETAS Dr. Evalina Asnawi Hutagalung, Sp.KJ

Tabel 1. Gejala-gejala somatik ansietasGEJALA MEKANISME

PALPITASI TAKIKARDIA

SESAK NAFAS TAKIPNEA

NYERI DADA Keteganagan otot interkostal

NYERI KEPALA Ketegangan otot frontal

PARASTESIA HIPERVENTILASI

GEMETAR Tremor meningkat

LESU Ketegangan otot yang meningkat

BERKERINGAT Peningkatan aktivitas kelenjar keringat

SEMU MERAH Ketidakstabilan vasomotor

MULUT KERING Salivasi berkurang

SERING KENCING Peningkatran tonus kandung kemih

Source: http://www.bmj.com/cgi/content/full/325/7357/207?maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=anxiety&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT

C. Ciri-ciri kognitif1) Khawatir tentang sesuatu 2) Perasaan terganggu akan ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa

depan 3) Keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi, tanpa ada penjelasan yang

jelas 4) Terpaku pada sensasi kebutuhan 5) Sangat waspada pada sensasi kebutuhan 6) Merasa terancam oleh orang atau peristiwa yang normalnya hanya sedikit atau tidak

mendapat perhatian 7) Ketakutan akan ketidak mampuan untuk mengatasi masalah 8) Berpikir bahwa dunia mengalami keruntuhan 9) Berpikir bahwa semuanya tidak lagi bisa di kendalikan 10) Berpikir bahwa semuanya terasa sangat membingungkan tanpa bias diatasi11) Berpikir tentang hal yang mengganggu yang sama secara berulang-ulang 12) Sulit berkonsentrasi atau memfokuskan fikiran.

Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder/ GAD) Secara klinis selain gejala cemas yang biasa, disertai dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap dengan manifetasi tiga dari empat kategori gejala berikut ini (Hawari, 2006: 68):a. Ketegangan motorik/ alat gerak: 1) Gemetar 2) Tegang 3) Nyeri otot4) Letih 5) Tidak dapat santai 6) Kelopak mata bergetar 7) Kening berkerut 8) Muka tegang 9) Gelisah 10) Tidak dapat diam 11) Mudah kaget

b. Hiperaktivitas saraf aotonom (simpatis/parasimpatis): 1) Berkeringat berlebihan 2) Jantung berdebar-debar 3) Rasa dingin4) Telapak tangan/kaki basah 5) Mulut kering/kerongkongan tersumbat 6) Pusing 7) Kesemutan 8) Rasa mualRasa aliran panas atau dingin 9) Sering buang air seni 10) Diare11) Rasa tidak enak di ulu hati

12) Muka merah atau pucat 13) Denyut nadi dan nafas yang cepat waktu istirahat

c. Rasa khawatir berlebihan tentng hal-hal yang akan datang (apprehensive expectation):1) Cemas, khawatir, takut 2) Berpikir berulang (rumination) 3) Membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain. d. Kewaspadaan berlebihan:1) Mengamati lingkungan secara berlebihan sehingga mengakibatkan perhatian mudah teralih2) Sukar konsentrasi 3) Sukar tidur 4) Merasa ngeri 5) Mudah tersinggung 6) Tidak sabar

Gejala-gejala tersebut di atas baik yang bersifat psikis maupun fisik (somatic) pada setiap orang tidak sama, dalam arti tidak seluruhnya gejala itu harus ada. Bila diperhatikan gejala-gejala kecemasan ini mirip dengan orang yang mengalami stress; bedanya bila pada stress didomonasi oleh gejala fisik sedangkan pada kecemasan didominasi oleh gejala psikis.

Respon Terhadap Kecemasan

Menurut Stuard & Sudden (1998) membagi respon kecemasan meliputi :

a. Respon fisiologis

1) Kardiovaskuler Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah tinggi, pingsan, tekanan darah

menurun, dan denut nadi menurun.

2) Pernafasan Nafas cepat, nafas pendek, tekanan pada dada, nafas dangkal, pembengkakan pada

tenggorok, sensasi tercekik, terengah-engah.

3) Neuromuskuler Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor,

rigiditas, gelisah, wajah tegang kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.

4) Gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada abdomen,

mual, rasa terbakar pada jantung, diare.

5) Tractus Urinarius Tidak dapat menahan kencing, selalu ingin berkemih.

6) Kulit Wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak tangan), gatal dan rasa panas yang dingin

pada, wajah pucat, berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon Perilaku

Respon perilaku terhadap kecemasan meliputi : gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara

cepat, kurang terkoordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dari hubungan

interpersonal, melarikan dari masalah, menghindari dan hiperventilasi.

c. Respon Kognitif

Respon kognitif terhadap kecemasan meliputi : konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan

penilaian, hambatan berfikir, bidang persepsi menurun, produktivitas menurun, binggung, sangat

waspada, kesadaran diri meningkat, kehilangan obyektifitas, takut kehilangan kontrol, takut pada

gambaran visual dan takut pada cedera atau kematian.

d. Respon Afektif

Respon afektif terhadap kecemasan meliputi : mudah terganggu, tidak sadar, gelisah, tegang

nervous, ketakutan dan gugup.

Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik

yaitu

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan

dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul

pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu

untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan

yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu

yang terarah.

Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan

pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan

persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi

menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah

tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis.

c. Kecemasan berat

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan

spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan

untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini

adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare,

palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri

dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung,

disorientasi.

d. Panik

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan

kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.

Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi,

pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang

sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delus (Stuart et al., 1998).

Etiologi gangguan cemasAda 2 teori :1) Teori Psikologis

a. Teori Psikoanalitik Menurut Freud, kecemasan sebagai sinyal guna menyadarkan ego untuk

mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam diri. Kecemasan id atau impuls berhubungan dengan ketidaknyamanan primitif dan

difus dari seorang bayi jika mereka merasa terlanda oleh kebutuhan dan stimuli dimana keadaan tidak berdaya mereka tidak memungkinkan pengendalian.

Kecemasan perpisahan terjadi pada anak-anak yang agak besar tapi masih dalam masa praoedipal, yang takut kehilangan cinta atau bahkan ditelantarkan oleh orangtuanya jika mereka gagal mengendalikan dan mengarahkan impulsnya sesuai dengan standar dan kebutuhan orangtuanya.

Kecemasan Kastrasi menandai anak oedipal, khususnya dalam hubungan dengan impuls seksual anak yang sedang berkembang, dicerminkan dalam kecemasan kastrasi dari dewasa.

Kecemasan Superego merupakan akibat langsung dari perkembangan akhir superego yang menandai berlalunya kompleks Oedipus dan datangnya periode latensi prapubertal.

b. Teori Perilaku Menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan terhadap

stimuli lingkungan spesifik. Ex : seseorang dapat belajar untuk memiliki suatu respon kecemasan internal

dengan meniru respon kecemasan orangtuanya.c. Teori Eksistansial

Bahwa seseorang menjadi menyadarinya adanya kehampaan yang menonjol di dalam dirinya, perasaan yang mungkin lebih mengganggu daripada penerimaan kematian mereka yang tidak dapat dihindari.

Kecemasan adalah respon seseorang terhadap kehampaan eksistensi dan arti yang berat tersebut.

2) Teori Biologisa. Sistem Saraf Otonom

Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu (cor : takikardia, muskular : nyeri kepala, GIT : diare, pernafasan : nafas cepat)

b. Neurotransmitter NE, serotonin & GABA NE agonis adrenergik beta & antagonis adrenergik-alfa2 pencetus

c. Penelitian Pencitraan Otak Kelainan di korteks frontalis, occipital, dan temporal

d. Penelitian Genetika Penelitian ini mendapatkan, hampir separuh dan semua pasien dengan gangguan

panik memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang juga menderita gangguanSinopsis Psikiatri, Kaplan & Sadock ed. 7 jilid dua

A. TEORI PSIKOLOGISo Teori Psikoanalitiko Teori perilakuo Teori EksistensialB. TEORI BIOLOGISo Susunan Saraf Otonomo Neurotransmiteno Penelitian genetikao Penelitian Pencitraan Otak

Teori psikoanalitik: Freud menyatakan bahwa kecemasan sebagai sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam diri. misal dengan menggunakan mekanisme represi, bila berhasil maka terjadi pemulihan keseimbangan psikologis tanpa adanya gejala anxietas. Jika represi tidak berhasil sebagai suatu pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang lain misalnya konvensi, regresi, ini menimbulkan gejala.

Teori perilaku:teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Contoh : seorang dapat belajar untuk memiliki respon kecemasan internal dengan meniru respon kecemasan orang tuanya.

Teori eksistensial: Konsep dan teori ini adalah, bahwa seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu daripada penerimaan tentang kenyataan kehilangan/ kematian seseorang yang tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah respon seseorang terhadap kehampaan eksistensi tersebut. Sistem saraf otonom: Stimuli sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu. Sistem kardiovaskular takikardi, muskular nyeri kepala, gastrointestinal diare dan sebagainya. Neurotransmiter: Tiga neurotrasmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi obat yaitu : norepinefrin, serotonin dan gamma-aminobutyric acid. Penelitian genetika: Penelitian ini mendapatkan, hampir separuh dan semua pasien dengan gangguan panik memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang juga menderita gangguan. Penelitian pencitraan otak: Contoh: pada gangguan anxietas didapati kelainan di korteks frontalis, oksipital, temporalis. Pada gangguan panik didapati kelainan pada girus para hipokampus.

TATALAKSANA DIAGNOSIS DAN TERAPI GANGGUAN ANXIETAS Dr. Evalina Asnawi Hutagalung, Sp.KJ

Perbedaan cemas, takut, dan panic !

o Cemas respon terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui,

internal, samar-samar atau konfliktual (memiliki kualitas menyelamatkan hidup)

o Rasa takut respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui, eksternal, jelas

atau bukan bersifat konflik.

o Panic tidak disertai dengan adanya stimulus situasional yang dapat dikenali,

spontan dan tidak diperkirakan. terjadi anxietas berat (severe attack of

autonomic anxiety) selama 1 bulan, serangan disertai (4 gejala/lebih) gejala spt

palpitasi, sesak napas, nyeri dada, rasa takut mati, gemetar, mual, takut menjadi

gila dll yang terjadi tiba2 dan mencapai puncaknya dalam 10 menit (<20 menit).

(Kaplan & PPDGJ)

Gejala KecemasanPenderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu :Fase 1.

Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk

fight (berjuang), atau flight (lari secepat- cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak

sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor-adrenalin. Oleh karena itu,

maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di

otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot

akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher

dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan

gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985).

Fase 2.

Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang

mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada

secara benar (Asdie, 1988). Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah,

Ketegangan otot gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol

emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah

menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang

berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang

agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988).

Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang

ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang

jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).

Fase 3.

Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja

berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala

yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala

kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya

tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti :

intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang

sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat

sebagai gangguan kepribadian.

Macam-macam gangguan kecemasan

o DSM IV

Ggn.panik dengan atau tanpa agoraphobia

Agoraphobia tanpa riwayat ggn.panik

Fobia spesifik

Fobia social

Ggn. Stress pascatraumatik

Ggn.stres akut

Ggn.kecemasan umum

o PPDGJ

F40 Ggn.anxietas fobik

F40.0 agorafobia

F40.1 fobia social

F40.2 fobia khas

F40.8 ggn. Anxietas fobik lainnya

F40.9 ggn. Anxietas fobuk YTT

F41 ggn. Anxietas lainnya

F41.0 ggn.panik

F41.1 ggn. cemas menyeluruh

F41.2 ggn. Campuran cemas dan depresi

F41.3 ggn.anxietas campuran lainnya

F41.8 ggn anxietas lainnya YDT

F41.9 ggn anxietas YTT

F42 ggn. Obsesif-kompulsif

F42.0 predominan pikiran obsesif dan pengulangan

F42.1 predominan tindakan kompulsif (obsessional rituals)

F42.2 campuran pikiran dan tindakan kompulsif

F42.8 ggn. Obsesif kompulsif lainnya

F42.9 ggn. obsesif kompulsif YTT

Kecemasan normal

Rasa ketakutan yang difus tidak menyenangkan samar – samar disertai gejala otonomik (nyeri kepala, keringat, palpitasi, kekakuan pd dada, merasa gelisah)

Sensasi kecemasan sering dialami oleh hamper semua manusia. Ketakutan dan kecemasan

Kecemasan sinyal yg menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yg mengancam dan ambil tindakan untuk membatasi ancaman, respon terhadap ancaman yg sumbernya tdk diketahui, internal, samar – samar, konfliktual.Ketakutan sinyal serupa yg menyadarkan, respon dari suatu ancaman yg sumbernya diketahui, external, jelas, bukan bersifat konflik.Ketakutan didahului oleh keheranan dan berjalan bersama – sama

Fungsi adaptifdari kecemasan :Kecemasan memperingatkan adanya ancaman external dan internal, memilki kualitas menyelamatkan hidup, kecemasan mencegah dengan cara menyadarkan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu mencegah bahaya

Stress, konflik, kecemasanMelibatkan ego, abstraksi kolektif untuk proses dimana seseorang merasakan, berpikir, dan bertindak terhadap peristiwa external dan dorongan internal. Ego yang berfungsi dengan baik dlm keseimbangan adaptif dunia external dan internal, ego tidak berfungsi baik dan tidak seimbang dan cukup lama kecemasan kronisKetidakseimbangan external, internal, ego impuls konflik

Gejala psikologis dan kognitif

Kecemasan menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi pd ruang, waktu, orang, peristiwa.

(Kaplan)

Kecemasan abnormal

Teori psikologis- Teori psikoanalitik

Freud menyatakan bahwa kecemasan sebagai sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam diri. misal dengan menggunakan mekanisme represi, bila berhasil maka terjadi pemulihan keseimbangan psikologis tanpa adanya gejala anxietas. Jika represi tidak berhasil sebagai suatu pertahanan, maka dipakai mekanisme pertahanan yang lain misalnya konvensi, regresi, ini menimbulkan gejala.

- Teori perilakuteori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Contoh : seorang dapat belajar untuk memiliki respon kecemasan internal dengan meniru respon kecemasan orang tuanya.

- Teori eksistensialKonsep dan teori ini adalah, bahwa seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol di dalam dirinya. Perasaan ini lebih mengganggu daripada penerimaan tentang kenyataan kehilangan/ kematian seseorang yang tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah respon seseorang terhadap kehampaan eksistensi tersebut.

Teori biologis- System saraf otonom

Stimulasi Sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu kardiovaskuler, gastrointestinal, dan pernapasan. Manifestasi kecemasan perifer tersebut tidak khusus terhadap kecemasan maupun tidak selalu berhubungan dengan pengalaman kecemasan subyektif.

- Neurotransmitter NE agonis adrenergic beta (isoproterenol) dan antagonis alfa 2 (co :

yohimbin) mencetuskan serangan panic. Agonis alfa 2 (clonidin) menurunkan gejala cemas

Serotonin antidepresan serotonergik (clomipramine) punya efek terapetik gangguan obsesif kompulsif, busprione untuk obat gangguan cemas, fonfluromine menyebabkan pelepasan serotonin sehingga menyebabkan peningkatan kecemasan pd pasien dgn gangguan kecemasan.

GABA dalam gangguan kecemasan didukung paling kuat oleh manfaat benzodiazepine yang tidak dapat dipungkiri, yang meningkatkan aktivitas

GABA pd reseptor GABAa di dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan.

- Pencitraan otakContoh: pada gangguan anxietas didapati kelainan di korteks frontalis, oksipital, temporalis. Pada gangguan panik didapati kelainan pada girus para hipokampus.

- Penelitian geneticPenelitian ini mendapatkan, hampir separuh dan semua pasien dengan gangguan panik memiliki sekurangnya satu sanak saudara yang juga menderita gangguan.

- Neuroanatomis Tiga neurotrasmiter utama yang berhubungan dengan kecemasan berdasarkan penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi obat yaitu : norepinefrin, serotonin dan gamma-aminobutyric acid.

(Kaplan)

Menurut Freud (Wiramihardja, 2007: 124) terdapat tiga jenis kecemasan sebagai berikut:a. Kecemasan realistis (reality anxiety), yaitu perasaan cemas yang didasarkan pada adanya objek atau ancaman yang menakutkan dari duania luar.b. Kecemasan neurotis (neurotic anxiety), yaitu paresaan cemas sebagai akibat dari impuls-impuls id yang menembus kendali ego menjadi tingkah laku, dan menimbulkan adanya perasaan mendapat hukuman.c.Kecemasan moral (moral anxiety) yang timbul dari tindakan-tindakan baik yang nyata maupun yang dipikirkan yang bertentangan dengan superego, sehingga menimbulkan perasaan bersalah.

- PATOFISIOLOGI CEMAS - Sistem limbik merupakan jaringan interaktif yang kompleks, ini berkaitan dengan emosi,

pola perilaku, sosio seksual dan kelangsungan hidup dasar, motivasi dan belajar. Adanya stimulasi pada daerah tertentu dalam sistem limbik akan menimbulkan sensasi subyektif, salah satu diantaranya adalah kecemasan. Kecemasan dapat mempengaruhi sistem limbik sebagai kontrol emosi yang dapat meningkatkan sistem syaraf otonom (terutama sistem syaraf simpatis). Syaraf otonom berkaitan dengan pengendalian organ-organ dan secara tidak sadar. Dimana serabut-serabut syaraf simpatis mensarafi otot jantung, otot tidak sadar semua pembuluh darah serta semua organ dalam seperti lambung, pankreas, dan usus. Melayani serabut-serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit. Hal ini dapat meningkatkan ketegangan otot yang akan menyebabkan peningkatan persepsi nyeri seseorang (Potter, 2001).

2.7 PENATALAKSANAAN PSIKOFARMAKAObat tidak akan menyembuhkan gangguan kecemasan, tetapi bisa tetap di bawah kontrol sedangkan orang yang menerima psikoterapi. Obat utama yang digunakan untuk gangguan kecemasan adalah antidepresan, obat anti-kecemasan, dan-beta blockers untuk mengendalikan beberapa gejala fisik. Dengan perawatan yang tepat, banyak orang dengan gangguan kecemasan dapat memimpin normal, memenuhi hidup.

Antidepressants AntidepresanAntidepresan dikembangkan untuk mengobati depresi tetapi juga efektif untuk gangguan kecemasan. Meskipun pengobatan ini mulai mengubah kimia otak setelah dosis pertama, efek penuh mereka memerlukan serangkaian perubahan terjadi, biasanya sekitar 4 sampai 6 minggu sebelum gejala mulai pudar. Hal ini penting untuk melanjutkan pengambilan obat ini cukup lama untuk membiarkan mereka bekerja.

SSRIBeberapa antidepresan terbaru Reuptake disebut inhibitor serotonin selektif, atau SSRI. SSRI mengubah tingkat serotonin neurotransmitter di otak, yang, seperti neurotransmiter lain, membantu sel-sel otak berkomunikasi dengan satu sama lain.

Fluoxetine (Prozac ®), sertraline (Zoloft ®), escitalopram (® Lexapro), paroxetine (Paxil ®), dan citalopram (Celexa ®) adalah beberapa dari SSRIs umumnya diresepkan untuk gangguan panik, OCD, PTSD, dan fobia sosial. SSRI juga digunakan untuk mengobati gangguan panik ketika itu terjadi dalam kombinasi dengan OCD, fobia sosial, atau depresi. Venlafaxine (Effexor ®), obat yang berhubungan erat dengan SSRI, digunakan untuk mengobati GAD. Obat-obat ini dimulai dengan dosis rendah dan secara bertahap meningkat sampai mereka memiliki efek yang menguntungkan.SSRI memiliki efek samping lebih sedikit dibandingkan antidepresan lebih tua, tetapi mereka kadang-kadang menghasilkan sedikit mual atau kegugupan ketika orang pertama mulai membawa mereka. Beberapa orang juga mengalami disfungsi seksual dengan SSRI, yang mungkin dibantu oleh menyesuaikan dosis atau beralih ke SSRI yang lain.

TricyclicsTricyclics lebih tua dari SSRIs dan kerja serta SSRI untuk gangguan kecemasan selain OCD. Mereka juga dimulai dengan dosis rendah yang berangsur-angsur meningkat. Mereka kadang-kadang menyebabkan pusing, mengantuk, mulut kering, dan berat badan, yang biasanya dapat diperbaiki dengan mengubah dosis atau beralih ke obat trisiklik lain.Tricyclics termasuk imipramine (Tofranil ®), yang diresepkan untuk gangguan panik dan GAD, dan clomipramine (Anafranil ®), yang merupakan antidepresan trisiklik hanya berguna untuk

mengobati OCD.

MAOIsOksidase inhibitor monoamina (MAOIs) adalah kelas tertua obat antidepresan. MAOIs paling sering diresepkan untuk gangguan kecemasan adalah phenelzine (Nardil ®), diikuti oleh tranylcypromine (Parnate ®), dan isocarboxazid (Marplan ®), yang berguna untuk mengobati gangguan panik dan fobia sosial. Orang-orang yang mengambil MAOIs tidak bisa makan berbagai makanan dan minuman (termasuk keju dan anggur merah) yang mengandung tyramine atau mengambil obat tertentu, termasuk beberapa jenis pil KB, penghilang rasa sakit (seperti Advil ®, Motrin ®, atau Tylenol ®) , suplemen dingin dan obat alergi, dan herbal; zat-zat yang dapat berinteraksi dengan MAOIs menyebabkan peningkatan tekanan darah yang berbahaya. Pengembangan patch kulit MAOI baru dapat membantu mengurangi risiko ini. MAOIs juga dapat bereaksi dengan SSRI untuk menghasilkan suatu kondisi serius yang disebut "sindrom serotonin," yang dapat menyebabkan kebingungan, halusinasi, berkeringat meningkat, kekakuan otot, kejang, perubahan tekanan darah atau irama jantung, dan kondisi berpotensi mengancam kehidupan lainnya.

Obat Anti-AnxietyHigh-potensi benzodiazepine memerangi kecemasan dan memiliki beberapa efek samping selain ngantuk. Karena orang-orang bisa terbiasa dengan mereka dan mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi dan lebih tinggi untuk mendapatkan efek yang sama, benzodiazepine umumnya diresepkan untuk jangka waktu yang singkat, terutama bagi orang-orang yang telah menyalahgunakan obat atau alkohol, dan yang menjadi tergantung pada obat-obatan dengan mudah. Satu pengecualian terhadap peraturan ini adalah orang dengan gangguan panik, yang dapat mengambil benzodiazepine sampai setahun tanpa membahayakan.

Clonazepam (Klonopin ®) digunakan untuk fobia sosial dan GAD, lorazepam (Ativan ®) sangat membantu untuk gangguan panik, dan alprazolam (Xanax ®) berguna untuk kedua gangguan panik dan GAD.Beberapa orang mengalami gejala-gejala penarikan diri jika mereka berhenti mengambil benzodiazepine tiba-tiba bukan lentik off, dan kecemasan dapat kembali setelah pengobatan dihentikan. Masalah-masalah ini potensial menyebabkan beberapa dokter untuk menghindar dari menggunakan obat atau menggunakannya dalam dosis yang tidak memadai.Buspirone (BuSpar ®), sebuah azapirone, adalah obat anti-kecemasan baru digunakan untuk mengobati GAD. Kemungkinan efek samping termasuk pusing, sakit kepala, dan mual. Tidak seperti benzodiazepine, buspirone harus diambil secara konsisten selama minimal 2 minggu untuk mencapai efek anti-kecemasan.

Beta-Blockers Beta-blokerBeta-blocker, seperti propranolol (Inderal ®), yang digunakan untuk merawat kondisi jantung, dapat mencegah gejala-gejala fisik yang menyertai gangguan kecemasan tertentu, terutama fobia sosial. Ketika situasi takut dapat diprediksi (seperti memberikan pidato), dokter mungkin meresepkan beta-blocker untuk menjaga gejala fisik kecemasan di bawah kontrol.

2.7.2 PSIKOTERAPIPsikoterapi melibatkan berbicara dengan kesehatan mental yang terlatih profesional, seperti psikiater, psikolog, pekerja sosial, atau konselor, untuk menemukan apa yang menyebabkan gangguan kecemasan dan bagaimana menangani gejala.Cognitive-Behavioral Therapy Cognitive-Behavioral TherapyTerapi kognitif-perilaku (CBT) sangat berguna dalam pengobatan gangguan kecemasan. Bagian kognitif membantu orang mengubah pola pikir yang mendukung ketakutan mereka, dan bagian perilaku membantu orang mengubah cara mereka bereaksi terhadap situasi kecemasan-merangsang.Misalnya, CBT dapat membantu orang dengan gangguan panik belajar bahwa serangan panik mereka tidak benar-benar serangan jantung dan membantu orang dengan fobia sosial belajar bagaimana untuk mengatasi keyakinan bahwa orang lain selalu mengawasi dan menilai mereka. Ketika orang siap untuk menghadapi ketakutan mereka, mereka menunjukkan cara menggunakan teknik eksposur untuk menurunkan rasa mudah terpengaruh diri untuk situasi-situasi yang memicu kecemasan mereka.Orang dengan OCD yang takut kotoran dan kuman yang didorong untuk mendapatkan tangan mereka kotor dan menunggu meningkatnya jumlah waktu sebelum mencuci mereka. Terapis membantu orang mengatasi kecemasan yang menunggu menghasilkan; setelah latihan telah diulang beberapa kali, kegelisahan berkurang. Orang dengan fobia sosial dapat didorong untuk menghabiskan waktu dalam situasi sosial takut tanpa menyerah pada godaan untuk melarikan diri dan membuat kesalahan sosial kecil dan amati bagaimana orang menanggapi mereka. Karena respon biasanya jauh lebih keras daripada orang ketakutan, kecemasan tersebut berkurang. Orang dengan PTSD dapat didukung melalui mengingat peristiwa traumatik mereka dalam situasi yang aman, yang membantu mengurangi rasa takut itu menghasilkan. CBT terapis juga mengajarkan napas dalam-dalam dan jenis-jenis latihan untuk mengurangi kecemasan dan mendorong relaksasi.Terapi perilaku Eksposur berbasis telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengobati fobia spesifik. Orang yang secara bertahap menemukan objek atau situasi yang ditakuti, mungkin pada awalnya hanya melalui gambar atau kaset, kemudian tatap muka. Seringkali terapis akan menemani seseorang ke situasi takut untuk memberikan dukungan dan bimbingan.CBT dilakukan ketika orang memutuskan mereka siap untuk itu dan dengan izin mereka dan kerja sama. Agar efektif, terapi harus diarahkan pada kecemasan tertentu orang tersebut dan harus sesuai dengan kebutuhan nya. Ada efek samping tidak lain ketidaknyamanan sementara kecemasan meningkat.CBT atau terapi perilaku sering berlangsung sekitar 12 minggu. Ini dapat dilakukan secara individual atau dengan sekelompok orang yang memiliki masalah yang sama. Kelompok terapi sangat efektif untuk fobia sosial. Sering kali "PR" diberikan bagi peserta untuk menyelesaikan antara sesiAda beberapa bukti bahwa manfaat dari CBT bertahan lebih lama dibandingkan dengan pengobatan untuk orang dengan gangguan panik, dan yang sama mungkin benar untuk OCD, PTSD, dan fobia sosial. Jika gangguan yang berulang di kemudian hari, terapi yang sama

dapat digunakan untuk mengobati dengan sukses untuk kedua kalinya. Obat dapat dikombinasikan dengan psikoterapi untuk gangguan kecemasan yang spesifik, dan ini adalah pendekatan pengobatan terbaik untuk orang banyak.

GANGGUAN SOMATOFORM (SOMATOFORM DISORDERS)Soma berarti tubuh. Pada gangguan somatoform, masalah psikologis tampak dalam bentuk fisik. Gejala fisik dari gangguan somatoform, dimana tidak ada penjelasan secara fisiologis dan tidak dapat dikontrol secara sadar, berkaitan dengan faktor psikologis, biasanya kecemasan, dan untuk itu diasumsikan bahwa gangguan ini disebabkan oleh faktor psikologis. Pada bagian ini akan lebih dibahas mengenai dua gangguan somatoform yakni gangguan conversion dan gangguan somatization. Akan tetapi sebelumnya juga perlu diketahui bahwa dalam kategori DSM-IV-TR terdapat tiga bentuk lain dari gangguan somatoform, yakni pain disorder, body dysmorphic disorder, dan hypochondriasis.

PENGERTIAN DAN GEJALAA. Pain DisorderPada pain disorder, penderita mengalami rasa sakit yang mengakibatkan ketidakmampuan secara signifikan;faktor psikologis diduga memainkan peranan penting pada kemunculan, bertahannya dan tingkat sakit yang dirasakan. Pasien kemungkinan tidak mampu untuk bekerja dan menjadi tergantung dengan obat pereda rasa sakit. Rasa nyeri yang timbul dapat berhubungan dengan konflik atau stress atau dapat pula terjadi agar individu dapat terhindar dari kegiatan yang tidak menyenangkan dan untuk mendapatkan perhatian dan simpati yang sebelumnya tidak didapat. Diagnosis akurat mengenai pain disorder terbilang sulit karena pengalaman subjektif dari rasa nyeri selalu merupakan fenomena yang dipengaruhi secara psikologis, dimana rasa nyeri itu sendiri bukanlah pengalaman sensoris yang sederhana, seperti penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, memutuskan apakah rasa nyeri yang dirasakan merupakan gangguan nyeri yang tergolong gangguan somatoform, amatlah sulit. Akan tetapi dalam beberapa kasus dapat dibedakan dengan jelas bagaimana rasa nyeri yang dialami oleh individu dengan gangguan somatoform dengan rasa nyeri dari individu yang mengalami nyeri akibat masalah fisik. Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

B. Body Dysmorphic DisorderPada body dysmorphic disorder, individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka, biasanya di bagian wajah, misalnya kerutan di wajah, rambut pada wajah yang berlebihan, atau bentuk dan ukuran hidung. Wanita cenderung pula fokus pada bagian kulit, pinggang, dada, dan kaki, sedangkan pria lebih cenderung memiliki kepercayaan bahwa mereka bertubuh pendek, ukuran penisnya terlalu kecil atau mereka memiliki terlalu banyak rambut di tubuhnya (Perugi dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Beberapa individu yang mengalami gangguan ini secara kompulsif akan menghabiskan berjam-jam setiap harinya untuk memperhatikan kekurangannya dengan berkaca di cermin. Ada pula yang menghindari cermin agar tidak diingatkan mengenai kekurangan mereka, atau mengkamuflasekan kekurangan mereka dengan, misalnya, mengenakan baju yang sangat longgar (Albertini & Philips daam Davidson, Neale, Kring, 2004). Beberapa bahkan mengurung diri di rumah untuk menghindari orang lain melihat kekurangan yang dibayangkannya. Hal ini sangat mengganggu dan terkadang dapat mengerah pada bunuh diri; seringnya konsultasi pada dokter bedah plastik dan beberapa individu yang mengalami hal ini bahkan melakukan operasi sendiri pada tubuhnya. Sayangnya, operasi plastik berperan kecil dalam menghilangkan kekhawatiran mereka (Veale dalam Davidson,

Neale, Kring, 2004). Body dysmorphic disorder muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia social, gangguan kepribadian (Phillips&McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Faktor social dan budaya memainkan peranan penting pada bagaimana seseorang merasa apakah ia menarik atau tidak, seperti pada gangguan pola makan.

C. HypochondriasisHypochondriasis adalah gangguan somatoform dimana individu diliputi dengan ketakutan memiliki penyakit yang serius dimana hal ini berlangsung berulang-ulang meskipun dari kepastian medis menyatakan sebaliknya, bahwa ia baik-baik saja. Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja dan cenderung terus berlanjut. Individu yang mengalami hal ini biasanya merupakan konsumen yang seringkali menggunakan pelayanan kesehatan; bahkan terkadang mereka manganggap dokter mereka tidak kompeten dan tidak perhatian (Pershing et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Dalam teori disebutkan bahwa mereka bersikap berlebihan pada sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang kadang terjadi, rasa sakit, sakit perut, sebagai bukti dari kepercayan mereka. Hypochondriasis seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan mood.

D. Conversion disorderPada conversion disorder, gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan rusaknya sistem saraf, padahal organ tubuh dan sistem saraf individu tersebut baik-baik saja. Aspek psikologis dari gejala conversion ini ditunjukkan dengan fakta bahwa biasanya gangguan ini muncul secara tiba-tiba dalam situasi yang tidak menyenangkan. Biasanya hal ini memungkinkan individu untuk menghindari beberapa aktivitas atau tanggung jawab atau individu sangat ingin mendapatkan perhatian. Istilah conversion, pada dasarnya berasal dari Freud, dimana disebutkan bahwa energi dari instink yang di repress dialihkan pada aspek sensori-motor dan mengganggu fungsi normal. Untuk itu, kecemasan dan konflik psikologis diyakini dialihkan pada gejala fisik.Gejala conversion biasanya berkembang pada masa remaja atau awal masa dewasa, dimana biasanya muncul setelah adanya kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup. Prevalensi dari conversion disorder kurang dari 1 %, dan biasanya banyak dialami oleh wanita (Faravelli et al.,1997;Singh&Lee, 1997 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Conversion disorder biasanya berkaitan dengan diagnosis Axis I lainnya seperti depresi dan penyalahgunaan zat-zat terlarang, dan dengan gangguan kepribadian, yaitu borderline dan histrionic personality disorder (Binzer, Anderson&Kullgren, 1996;Rechlin, Loew&Jorashky, 1997 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

E. Somatization DisorderMenurut DSM-IV-TR kriteria dari somatization disorder adalah memiliki sejarah dari banyak keluhan fisik selama bertahun-tahun; memiliki 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala sexual, dan 1 gejala pseudoneurological; gejala-gejala yang timbul tidak disebabkan oleh kondisi medis atau berlebihan dalam memberikan kondisi medis yang dialami.Prevalensi dari somatiation disorder diperkirakan kurang dari 0.5% dari populasi Amerika, biasanya lebih sering muncul pada wanita, khususnya wanita African American dan Hispanic (Escobar et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004) dan pada pasien yang sedang menjalani pengibatan medis. Prevalensi ini lebih tinggi pada beberapa negara di Amerika Selatan dan di Puerto Rico (Tomassson, Kent&Coryell dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Somatizaton disorder biasanya dimulai pada awal masa dewasa (Cloninger et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

ETIOLOGIEtiologi dari Somatization DisorderDiketahui bahwa individu yang mengalami somatization disorder biasanya lebih sensitive pada sensasi fisik, lebih sering mengalami sensasi fisik, atau menginterpretasikannya secara berlebihan (Kirmayer et al.,1994;Rief et al., 1998 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Kemungkinan lainnya adalah bahwa mereka memiliki sensasi fisik yang lebih kuat dari pada orang lain (Rief&Auer dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Pandangan behavioral dari somatization disorder menyatakan bahwa berbagai rasa sakit dan nyeri, ketidaknyamanan, dan disfungsi yang terjadi adalah manifestasi dari kecemasan yang tidak realistis terhadap sistem tubuh. Berkaitan dengan hal ini, ketika tingkat kecemasan tinggi, individu dengan somatization disorder memiliki kadar cortisol yang tinggi, yang merupakan indikasi bahwa mereka sedang stress (Rief et al., daam Davidson, Neale, Kring, 2004). Barangkali rasa tegang yang ekstrim pada otot perut mengakibatkan rasa pusing atau ingin muntah. Ketika fungsi normal sekali terganggu, pola maladaptif akan diperkuat dikarenakan oleh perhatian yang diterima.

Teori Psikoanalisis dari Conversion DisorderPada Studies in Hysteria (1895/1982), Breuer dan freud menyebutkan bahwa conversion disorder disebabkan ketika seseorang mengalami peristiwa yang menimbulkan peningkatan emosi yang besar, namun afeknya tidak dapat diekspresikan dan ingatan tentang peristiwa tersebut dihilangkan dari kesadaran. Gejala khusus conversion disebutkan dapat berhubungan seba-akibat dengan peristiwa traumatis yang memunculkan gejala tersebut.Freud juga berhipotesis bahwa conversion disorder pada wanita terjadi pada awal kehidupan, diakibatkan oleh Electra complex yang tidak terselesaikan. Berdasarkan pandangan psikodinamik dari Sackheim dan koleganya, verbal reports dan tingkah laku dapat terpisah satu sama lain secara tidak sadar.Hysterically blind person dapat berkata bahwa ia tidak dapat melihat dan secara bersamaan dapat dipengaruhi oleh stimulus visual. Cara mereka menunjukkan bahwa mereka dapat melihat tergantung pada sejauh mana tingkat kebutaannya.

Teori Behavioral dari Conversion DisorderPandangan behavioral yang dikemukakan Ullman&Krasner (dalam Davidson, Neale, Kring, 2004), menyebutkan bahwa gangguan konversi mirip dengan malingering, dimana individu mengadopsi simtom untuk mencapai suatu tujuan. Menurut pandangan mereka, individu dengan conversion disorder berusaha untuk berperilaku sesuai dengan pandangan mereka mengenai bagaimana seseorang dengan penyakit yang mempengaruhi kemampuan motorik atau sensorik, akan bereaksi. Hal ini menimbulkan dua pertanyaan : (1) Apakah seseorang mampu berbuat demikian? (2) Dalam kondisi seperti apa perilaku tersebut sering muncul ?Berdasarkan bukti-bukti yang ada, maka jawaban untuk pertanyaan (1) adalah ya. Seseorang dapat mengadopsi pola perilaku yang sesuai dengan gejala klasik conversion. Misalnya kelumpuhan, analgesias, dan kebutaan, seperti yang kita ketahui, dapat pula dimunculkan pada orang yang sedang dalam pengaruh hipnotis. Sedangkan untuk pertanyaan (2) Ullman dan Krasner mengspesifikasikan dua kondisi yang dapat meningkatkan kecenderungan ketidakmampuan motorik dan sensorik dapat ditiru. Pertama, individu harus memiliki pengalaman dengan peran yang akan diadopsi. Individu tersebut dapat memiliki masalah fisik yang serupa atau mengobservasi gejala tersebut pada orang lain. Kedua, permainan dari peran tersebut harus diberikan reward. Individu akan menampilkan ketidakampuan hanya jika perilaku itu diharapkan dapat mengurangi stress atau untuk memperoleh konsekuensi positif

yang lain. Namun pandangan behavioral ini tidak sepenuhnya didukung oleh bukti-bukti literatur.

Faktor Sosial dan Budaya pada Conversion DisorderSalah satu bukti bahwa faktor social dan budaya berperan dalam conversion disorder ditunjukkan dari semakin berkurangnya gangguan ini dalam beberapa abad terakhir. Beberapa hipotesis yang menjelaskan bahwa gangguan ini mulai berkurang adalah misalnya terapis yang ahli dalam bidang psikoanalisis menyebutkan bahwa dalam paruh kedua abad 19, ketika tingkat kemunculan conversion disorder tinggi di Perancis dan Austria, perilaku seksual yang di repress dapat berkontribusi pada meningktnya prevalensi gangguan ini. Berkurangnya gangguan ini dapat disebabkan oleh semakin luwesnya norma seksual dan semakin berkembangnya ilmu psikologi dan kedokteran pada abad ke 20, yang lebih toleran terhadap kecemasan akibat disfungsi yang tidak berkaitan dengan hal fisiologis daripada sebelumnya.Selain itu peran faktor sosial dan budaya juga menunjukkan bahwa conversion disorder lebih sering dialami oleh mereka yang berada di daerah pedesaan atau berada pada tingkat sosioekonomi yang rendah (Binzer et al.,1996;Folks, Ford&Regan, 1984 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Mereka mengalami hal ini dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan mengenai konsep medis dan psikologis. Sementara itu, diagnosis mengenai hysteria berkurang pada masyarakat industrialis, seperti Inggris, dan lebih umum pada negara yang belum berkembang, seperti Libya (Pu et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004 ).

Faktor Biologis pada Conversion DisorderMeskipun faktor genetic diperkirakan menjadi faktor penting dalam perkembangan conversion disorder, penelitian tidak mendukung hal ini. Sementara itu, dalam beberapa penelitian, gejala conversion lebih sering muncul pada bagian kiri tubuh dibandingkan dengan bagian kanan (Binzer et al.,dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Hal ini merupakan penemuan menarik karena fungsi bagian kiri tubuh dikontrol oleh hemisfer kanan otak. Hemisfer kanan otak juga diperkirakan lebih berperan dibandingkan hemisfer kiri berkaitan dengan emosi negatif. Akan tetapi, berdasarkan penelitian yang lebih besar diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang dapat diobservasi dari frekuensi gejala pada bagian kanan versus bagian kiri otak (Roelofs et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

TERAPICase report dan spekulasi klinis saat ini menjadi sumber informasi penting dalam membantu orang-orang yang mengalami gangguan ini. Pada analisa kasus, bukanlah ide yang baik untuk meyakinkan mereka yang mengalami gangguan ini bahwa gejala conversion yang mereka alami berhubungan dengan faktor psikologis. Pengetahuan klinis lebih menyajikan pendekatan yang lembut dan suportif dengan memberikan reward bagi kemajuan dalam proses pengobatan meeka (Simon dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Para terapis behaviorist lebih menyarankan pada mereka yang mengalami gangguan somatoform, beragam teknik yang dimaksudkan agar mereka menghilangkan gejala-gejala dari gangguan tersebut.

Terapi untuk Somatization DisorderPara ahli kognitif dan behavioral meyakini bahwa tingginya tingkat kecemasan yang diasosiasikan dengan somatization disorder dipicu oleh situasi khusus. Akan tetapi semakin banyak pengobatan yang dibutuhkan, bagi orang yang “sakit” sekian lama maka akan tumbuh kebiasaan akan ketergantungan untuk menghindari tantangan hidup sehari-hari daripada menghadapi tantangan tersebut sebagai orang dewasa. Dalam pendekatan yang lebih umum mengenai somatization disorder, dokter hendaknya tidak meremehkan validitas dari keluhan fisik, tetapi perlu diminimalisir penggunaan tes-tes diagnosis dan obat-obatan, mempertahankan hubungan dengan mereka terlepas dari apakah mereka mengeluh

tentang penyakitnya atau tidak (Monson&Smith dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

Terapi untuk HypochondriasisSecara umum, pendekatan cognitive-behavioral terbukti efektif dalam mengurangi hypochondriasis (e.g. Bach, 2000; Feranandez, Rodriguez&Fernandez, 2001, dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Penelitian menujukkan bahwa penderita hypochondriasis memperlihatkan bias kognitif dalam melihat ancaman ketika berkaitan dengan isu kesehatan (Smeets et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Cognitive-behavioral therapy dapat bertujuan untuk mengubah pemikiran pesimistis. Selain itu, pengobatan juga hendaknya dikaitkan dengan strategi yang mengalihkan penderita gangguan ini dari gejala-gejala tubuh dan meyakinkan mereka untuk mencari kepastian medis bahwa mereka tidak sakit (e.g. Salkovskis&Warwick, 1986;Visser&Bouman, 1992;Warwick&Salkovskis, 2001 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).

Terapi untuk Pain DisorderPengobatan yang efektif cenderung memiliki hal-hal berikut :memvalidasikan bahwa rasa nyeri itu adalah nyata dan bukan hanya ada dalam pikiran penderitarelaxation trainingmemberi reward kepada mereka yang berperilaku tidak seperti orang yang mengalami rasa nyeri

Secara umum disarankan untuk mengubah fokus perhatian dari apa yang tidak dapat dilakukan oleh penderita akibat rasa nyeri yang dialaminya, tetapi mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi stress, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau ketidaknyamanan yang penderita rasakan.

GANGGUAN DISOSIATIF

Disosiasi psikologis adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan disosiatif tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru.Gejala utama gangguan ini adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh dari integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) antara lain:ingatan masa lalukesadaran identitas dan penginderaan (awareness of identity and immediate sensations)kontrol terhadap gerakan tubuh

PENGERTIAN DAN GEJALAA. Amnesia DisosiatifAmnesia disosiatif adalah hilangnya memori setelah kejadian yang penuh stres. Seseorang yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat informasi pribadi yang penting, biasanya setelah suatu episode yang penuh stres.Pada amnesia total, penderita tidak mengenali keluarga dan teman-temannya, tetapi tetap memiliki kemampuan bicara, membaca dan penalaran, juga tetap memiliki bakat dan pengetahuan tentang dunia yang telah diperoleh sebelumnya.

B. Fugue DisosiatifFugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai dengan meninggalkan rumah dan menciptakan identitas baru.Dalam fugue disosiatif, hilangnya memori lebih besar dibanding dalam amnesia disosiatif. Orang yang

mengalami fugue disosiatif tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba meninggalkan rumah dan beraktivitas dengan menggunakan identitas baru.

C. Gangguan DepersonalisasiGangguan depersonalisasi adalah suatu kondisi dimana persepsi atau pengalaman seseorang terhadap diri sendiri berubah.Dalam episode depersonalisasi, yang umumnya dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan rasa diri mereka. Para penderita gangguan ini mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa, misalnya ukuran tangan dan kaki mereka berubah secara drastis, atau suara mereka terdengar asing bagi mereka sendiri. Penderita juga merasa berada di luar tubuh mereka, menatap diri mereka sendiri dari kejauhan, terkadang mereka merasa seperti robot, atau mereka seolah bergerak di dunia nyata.

D. Gangguan Identitas DisosiatifGangguan identitas disosiatif suatu kondisi dimana seseorang memiliki minimal dua atau lebih kondisi ego yang berganti-ganti, yang satu sama lain bertindak bebas. Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah, kondisi yang berbeda dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda.Secara singkat kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan identitas disosiatif ialah:a. Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitasb. Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulangc. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang penting.

ETIOLOGIIstilah gangguan disosiatif merujuk pada mekanisme, dissosiasi, yang diduga menjadi penyebabnya. Pemikiran dasarnya adalah kesadaran biasanya merupakan kesatuan pengalaman, termasuk kognisi, emosi dan motivasi. Namun dalam kondisi stres, memori trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudian hari tidak dapat diakses oleh kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang yang bersangkutan, sehingga kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue.Pandangan behavioral mengenai gangguan disosiatif agak mirip dengan berbagai spekulasi awal tersebut. Secara umum para teoris behavioral menganggap dissosiasi sebagai respon penuh stres dan ingatan akan kejadian tersebut.

Etiologi GID. Terdapat dua teori besar mengenai GID. Salah satu teori berasumsi bahwa GID berawal pada masa kanak-kanak yang diakibatkan oleh penyiksaan secara fisik atau seksual. Penyiksaan tersebut mengakibatkan dissosiasi dan terbentuknya berbagai kepribadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma (Gleaves, 1996).Teori lain beranggapan bahwa GID merupakan pelaksanaan peran sosial yang dipelajari. Berbagai kepribadian yang muncul pada masa dewasa umumnya karena berbagai sugesti yang diberikan terapis (Lilienfel dkk, 1999; Spanos, 1994). Dalam teori ini GID tidak dianggap sebagai penyimpangan kesadaran; masalahnya tidak terletak pada apakah GID benar-benar dialami atau tidak, namun bagaimana GID terjadi dan menetap.

TERAPIGangguan disosiatif menunjukkan, mungkin lebih baik dibanding semua gangguan lain, kemungkinan relevansi teori psikoanalisis. Dalam tiga gangguan disosiatif, amnesia, fugue dan GID, para penderita menunjukkan perilaku yang secara sangat meyakinkan menunjukkan bahwa mereka tidak dapat

mengakses berbagai bagian kehidupan pada masa lalu yang terlupakan. Oleh sebab itu, terdapat hipotesis bahwa ada bagian besar dalam kehidupan mereka yang direpres.Terapi psikoanalisis lebih banyak dipilih untuk gangguan disosiatif dibanding masalah-masalah psikologis lain. Tujuan untuk mengangkat represi menjadi hukum sehari-hari, dicapai melalui penggunaan berbagai teknik psikoanalitik dasar.Terapi GID. Hipnotis umum digunakan dalam penanganan GID. Secara umum, pemikirannya adalah pemulihan kenangan menyakitkan yang direpres akan difasilitasi dengan menciptakan kembali situasi penyiksaan yang diasumsikan dialami oleh pasien. Umumnya seseorang dihipnotis dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka kembali ke peristiwa masa kecil. Harapannya adalah dengan mengakses kenangan traumatik tersebut akan memungkinkan orang yang bersangkutan menyadari bahwa bahaya dari masa kecilnya saat ini sudah tidak ada dan bahwa kehidupannya yang sekarang tidak perlu dikendalikan oleh kejadian masa lalu tersebut.Terdapat beberapa prinsip yang disepakati secara luas dalam penganganan GID, terlepas dari orientasi klinis (Bower dkk, 1971; Cady, 1985; Kluft, 1985, 1999; Ross, 1989)Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadianSetiap kepribadian harus dibantu untuk memahami bahwa ia adalah bagian dari satu orang dan kepribadian- kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.Terapis harus menggunakan nama setiap kepribadian hanya untuk kenyaman, bukan sebagai cara untuk menegaskan eksistensi kepribadian yang terpisah dan otonom.Seluruh kepribadian harus diperlakukan secara adilTerapis harus mendorong empati dan kerjasama diantara berbagai kepribadianDiperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kanak-kanak yang mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.

Tujuan setiap pendekatan terhadap GID haruslah untuk meyakinkan penderita bahwa memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak lagi diperlukan untuk menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang memicu disosiasi awal, trauma di masa sekarang atau trauma di masa yang akan datang.

Mengapa pasien merasa khawatir, ketakutan dan cemas?Bisa dari etilogi, yang menyebutkan banyak teori. Bisa multifactorial. Kemungkinan psikologis (pekerjaan) Mengapa muncul keluhan keringat dingin, jantung berdebar, pusing, mual, nafas cepat, wajah memerah (hiperaktifitas saraf otonom)?Wajah memerah (flushing) peningkatan suhu tubuh. Saat cemasà suhu meningkat. Adaptasi tubuh (seperti vasodilatasi pembuluh darah) selalu ada, namun jika gagalà terlihat merah. Mengapa badan sakit semua, kencang di daerah tengkuk, dan gemetar? Saraf otonom (?)Nyeri di bagian dadaà stress menyebabkan penarikan otot dadaà dikira penyakit jantungà cemas.Badan sakit semua: somatoform.Kencang di daerah tengkuk: ketegangan motorik Pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan jika pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan apa-apa? Adakah hubungan antara pekerjaan dengan keluhan pasien? Apakah hubungan umur pasien dengan keluhan?