Uji Salting Out
-
Upload
rofiyanti-amini-wibowo -
Category
Documents
-
view
1.224 -
download
8
Transcript of Uji Salting Out
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGAN
PROTEIN IIUji Salting Out
Diajukan untuk memenuhi salah satu persaratan Praktikum Biokimia Pangan
Oleh :
Nama : Rofiyanti Amini WibowoNRP : 113020064No. Meja : 6 (enam)Kelompok : CAssisten : Henny Puspita WulandariTanggal Percobaan : 30 April 2013
LABORATORIUM BIOKIMIA PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG2013
LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PANGANPROTEIN II
UJI SALTING OUT
Rofiyanti Amini Wibowo :113020064Yulien Arniansyah : 113020065
INTISARI
Tujuan dari percobaan Uji Salting Out adalah adalah untuk mengetahui suatu senyawa yang mengandung protein yang diketahui dengan adanya endapan garam amonium sulfat dan untuk mengendapkan protein dengan garam netral
Prinsip percobaan Uji Salting Out adalah berdasarkan garam amonium sulfat bersifat dapat menarik air. Mineral air dari protein ditarik sehingga kestabilan protein terganggu dan mengendap.
Berdasarkan hasil pengamatan Uji Salting Out didapat hasil bahwa sampel L( Sosis), E(Pepton), dan J(Kopi) mengalami salting out dan terdapat ikatan peptida ditandai dengan terdapat cincin ungu pada larutan setelah dilakukan uji biuret.
I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1)Latar Belakang Percobaan, (2)Tujuan Percobaan, (3)Prinsip Percobaan, dan (4)Reaksi Percobaan
1.1.Latar Belakang Percobaan
Protein (protos yang berarti “paling utama”) adalah senyawa organic kompleks yang mempunyai bobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer – monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Peptida dan protein merupakan polimer kondensasi asam amino dengan penghilang unsur air dari gugus amino dan gugus karboksil. Jika bobot molekul senyawa lebih kecil dari 6.000, biasanya digolongkan sebagai peptida. Protein banyak terkandung didalam makanan yang sering dikonsumsi oleh manusia. Seperti pada tempe, tahu, ikan dan lain sebagainya secara umum
sumber dari protein adalah dari sumber nabati dan hewani. Protein sangat penting bagi kehidupan organisme pada umumnya ( Trie, 2012).
Oleh karena itu perlu dilakukanya percobaan ini mengingat pentingnya menghindari kerusakan protein dalam bahan pangan.
1.2. Tujuan PercobaanTujuan percobaan Uji Salting Out adalah untuk mengetahui
suatu senyawa yang mengandung protein yang diketahui dengan adanya endapan garam amonium sulfat dan untuk mengendapkan protein dengan garam netral
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan Uji Salting Out adalah garam amonium sulfat bersifat dapat menarik air. Mineral air dari protein ditarik sehingga kestabilan protein terganggu dan mengendap.
1.4.Reaksi Percobaan
Gambar 98. Reaksi Uji Salting Out
II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan mengenai, (1)Pengendapan Protein dengan Penambahan Garam
2.1. Pengendapan Protein dengan Penambahan Garam
Pengendapan protein dengan cara penambahan garam didasarkan pada pengaruh yang berbeda daripada penambahan
garam tersebut pada kelarutan protein globuler. Pada umunya dengan meningkatnya kekuatan ion, kelarutan protein semakin besar, tetapi setelah mencapai titik tertentu kekuatannya justru akan semakin menurun. Pada kekuatan ion rendah gugus protein yang terionisasi dikelilingi oleh ion lawan sehingga terjadinya interaksi antar protein, dan akibatnya kelarutan protein akan menurun. Jenis garam netal yang biasa digunakan untuk pengendapan protein adalah magnesium klorida, magnesium sulfat, natrium sulfat, dan ammonium sulfat. Titik isoelektrik adalah pH pada saat protein memiliki kelarutan terendah dan mudah membentuk agregat dan mudah diendapkan). Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda di dalam air. Variable yang mempengaruhi kelarutan ini dalah pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut dan temperature. Setiap protein mempunyai pH isoelektrik, dimana pada pH isoelekrik tersebut molekul protein mempunyai daya kelarutan yang minimum. Perubahan pH akan mengubah ionisasi gugus fungsional protein, yang berarti pula mengubah muatan protein. Protein akan mengendap pada titik isoelektiknya, yaitu titik yang menunjukkan muatan total protein sama dengan nol (0), sehingga interaksi antar protein menjadi maksimum. Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan
positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (Ayuani, 2012)
III BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN
Bab ini akan membahas mengenai: (1) Bahan Yang digunakan, (2) Alat-alat yang Digunakan, dan (3) Metode Percobaan
3.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam percobaan Uji Salting Out ini adalah Sampel A (Terasi), G (Vitamin B IPI), F (Teh Tarik), L (sosis) dan B (Nugget). Pereaksi yang digunakan adalah (NH4)2SO4, NaOH 2N, dan CuSO4 1%.
3.2. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan Uji Salting Out ini diantaranya rak tabung reaksi, tabung reaksi, pipet tetes, erlenmeyer,corong dan gelas kimia.
3.3. Metode Percobaan
Gambar 98. Metode Percobaan Uji Salting Out
IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan mengenai, (1) Hasil Pengamatan dan (2) Pembahasan.
4.1. Hasil Pengamatan
Berdasarkan percobaan Uji Salting Out diperoleh hasil sebagai berikut.
Gambar 99. Hasil Pengamatan Uji Salting Out
Tabel 26. Hasil Pengamatan Uji Salting Out
BahanPerea
ksiWarna
Hasil
Ket
DSusu
Kental Manis
(NH
4) 2
SO
4 +
Na
OH
2N
, dan
C
uS
O4 1
%.
Lapisan atas biru lapisan bawah putih
- Tidak Mengandung ikatan Peptida
LSosis
Lapisan atas biru lapisan bawah putih
+ Mengandung ikatan Peptida
EPepton
Lapisan atas bening lapisan
bawah biru
+ Mengandung ikatan Peptida
ATerasi
Lapisan atas biru lapisan bawah
bening
- Tidak Mengandung ikatan Peptida
JKopi
Lapisan atas ungu lapisan bawah putih
+ Mengandung ikatan Peptida
(Sumber: Rofiyanti Amini Wibowo dan Yulien Arniansyah, Meja 6, Kelompok C, 2013)
4.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan Uji Salting Out didapat hasil bahwa sampel L( Sosis), E(Pepton), dan J(Kopi) mengalami salting out dan terdapat ikatan peptida ditandai dengan terdapat cincin ungu pada larutan setelah dilakukan uji biuret.
Salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. Pengendapan pada metode salting-out terjadi karena proses persaingan antara garam dan protein untuk mengikat air. Grup ion pada permukaan protein menarik banyak molekul air dan berikatan dengan sangat kuat. Contohnya Amonium sulfat yang ditambahkan ke dalam larutan protein akan menyebabkan tertariknya molekul air oleh ion garam. Hal tersebut disebabkan ion garam memiliki densitas muatan yang lebih besar dibandingkan protein. Kekuatan ionik garam pada konsentrasi tinggi semakin kuat sehingga garam dapat lebih mengikat molekul air. Menurunnya jumlah air yang terikat pada protein menyebabkan gaya tarik menarik antara molekul protein lebih kuat bila dibandingkan dengan gaya tarik menarik anatara molekul protein dan air (mempertinggi interaksi hidrofobik), sehingga protein akan mengendap dari larutan atau berikatan dengan kolom hidrofobik. Selama proses salting-out, konsentrasi garam harus tetap dijaga agar tidak menurun dalam larutan sehingga tidak terjadi pengendapan yang bersamaan antara protein yang ingin dimurnikan dan protein yang tidak diinginkan.
Bila suatu larutan protein ditambahkan garam, daya larut protein akan berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Peristiwa ini disebut salting out. (NH4)2SO4 dalam percobaan ini berperan sebagai garam yang akan mengendapkan protein. Pepton juga larut dalam air, tak terkoagulasikan oleh panas dan tidak mengalami salting out dengan amonium sulfat, tetapi mengendap oleh pereaksi alkoloid seperti asam fosfo tungstat (Ayuani,2012).
Uji salting out, kebanyakan protein tidak larut dalam larutan garam yang pekat dan mengendap atau didesak ke luar dari larutan dalam keadaan tidak berubah. Prinsip ini digunakan untuk memisahkan protein dari campuran senyawa lain. Campuran tersebut dilarutkan dalam larutan garam yang pekat seperti garam dapur, natrium sulfat, dan amonium sulfat. Proteinnya mengendap dan dapat dipisah dengan menyaring. Kemudian proteinnya dimurnikan dengan cara dialysis (Tarigan, 1986).
Pada Uji Salting Out dilakukan penambahan (NH4)2SO4
karena amonium sulfat merupakan garam netral yang tidak mempengaruhi konsentrasi dan jumlah muatan pada tiap ion dalam larutan protein. (NH4)2SO4 bisa diganti menggunakan NaCl tanpa iodium.
Salting Out dapat dipakai untuk memisahkan protein dalam campuran, karena tiap jenis protein mempunyai respons yang berbeda pula terhadap konsentrasi garam netral. Temperatur, dalam batas-batas tertentu mempengaruhi kelarutan protein (Wirahadikusumah, 1989).
Bila konsentrasi garam netral yang ditambahkan tersebut dinaikkan terus, maka kelarutan protein menjadi berkurang, sampai pada konsentrasi garam yang sangat tinggi, protein yang akan mengalami pengendapan, (Wirahadikusumah, 1989).
Bila dalam suatu protein ditambah garam, daya larut protein berkurang, akibatnya protein akan terpisah sebagai endapan. Casein, putih telur dan susu merupakan muko protein di mana mukoprotein ini terdiri dari karbohidrat dan protein. Kekentalan senyawa produksi kelenjar disebabkan oleh senyawa protein polisakarida yang disebut musin (mucin). Senyawa seperti itu terdapat juga dalam cairan bola mata, dalam putih telur dan jaringan pengikat. Senyawa-senyawa serupa musin tersebut secara berkelompok disebut senyawa mukoid. Baik musin maupun mukoid mengandung senyawa mukopolisakarida sebagai prostetik. Titik isoelektrik musin dan mukoid terletak antara pH 2-4. Pada pH 7 kelompok protein komplek ini berada sebagai garam alkali dan tak terkoagulasi oleh panas. Pengetahuan ini dipakai sebagai dasar pemisahan musin dan mukoid yaitu pada pH 7 tersebut protein lain dapat dikoagulasikan dengan pemanasan dan dipisahkan. Mukoprotein yang tertinggal kemudian dapat diendapkan dengan cara pengasaman atau salting out. Garam-garam logam berat dan
asam-asam mineral kuat ternyata baik digunakan untuk mengendapkan protein (Sudarmadji, 1996).
Protein yang mengandung senyawa lain yang non protein disebut protein konyugasi, sedangkan protein yang tidak mengandung senyawa nonprotein disebut protein sederhana. Ada bermacam-macam protein konyugasi, yang perbedaannya terletak pada senyawa nonprotein yang bergabung dengan molekul proteinnya (Winarno, 1991).
Senyawa warna ungu yang terbentuk pada Uji Salting Out disebabkan karena endapan yang telah dilarutkan oleh aquadest bereaksi dengan larutan biuret (NaOH dan CuSO4) sehingga larutan protein menjadi bersifat basa (bermuatan negatif) dan bereaksi dengan ion Cu2+ membentuk kompleks.
Pada Uji Salting Out dilakukan penambahan (NH4)2SO4
karena amonium sulfat merupakan garam netral yang tidak mempengaruhi konsentrasi dan jumlah muatan pada tiap ion dalam larutan protein.
Pengendapan protein dengan cara penambahan garam didasarkan pada pengaruh yang berbeda-beda daripada penambahan garam tersebut pada kelarutan beberapa protein globular. Bila konsentrasi garam netral yang ditambahkan tersebut dinaikkan terus, maka kelarutan protein menjdi berkurang; sampai pada konsentrasi garam yang sangat tinggi, protein akan mengalami pengendapan. Efek ini disebut salting-out (Wirahadikusumah, 1989).
Proses kristalisasi protein sering dilakukan dengan jalan penambahan garam amoniumsulfat atau NaCl pada larutan dengan pengaturan pH pada titik isolistriknya. Kadang-kadang dilakukan pula penambahan aseton atau alkohol dalam jumlah tertentu. Pada dasarnya semua usaha yang dilakukan itu dimaksudkan untuk menurunkan kelarutan protein dan ternyata pada titik isolistrik kelarutan protein paling kecil, sehingga mudah dapat dikristalkan dengan baik (Poedjiadi, 1994).
Pada Uji Salting Out ini dilakukan Uji Biuret. Hal ini dilakukan untuk membuktikan dan memperjelas bahwa ada senyawa protein dalam suatu bahan (ikatan peptida) yang akan membentuk senyawa ungu dengan ion positif dari larutan biuret.
Aplikasi dari uji salting out ini dalam bidang pangan adalah isolasi enzim.
Daya ikat air oleh protein daging dalam bahasa asing disebut sebagai Water Holding Capacity(WHC), didefinisikan sebagai kemampuan daging untuk menahan airnya atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan. Daging juga mempunyai kemampuan untuk menyerap air secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (water absorption) (Effendi, 2009)
Perbedaan antara salting out dan salting in adalah salting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh.sedangkan salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya : Riboflavin tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan yang mengandung Nicotinamida (Ardi, 2011).
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan Uji Salting Out didapat hasil bahwa sampel L( Sosis), E(Pepton), dan J(Kopi) mengalami salting out dan terdapat ikatan peptida ditandai dengan terdapat cincin ungu pada larutan setelah dilakukan uji biuret
5.2 Saran
Disarankan pada semua praktikan harus teliti dalam melihat hasil dari tiap percobaan supaya tidak terjadi kesalahan identifikasi kandungan dari suatu sampel.
Keakuratan hasil percobaan, sebaiknya peralatan yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci, dan dikeringkan. Sedangkan untuk sampel yang disediakan sebaiknya tidak disimpan dalam waktu yang lama, karena secara tidak langsung sampel akan terkontaminasi dan berpengaruh pada hasil pengamatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi. (2011). Salting in.http://tokekbiru.blogspot.com/2011/ 05/presipitasi-protein-salting-in-dan.html. Diakses: 7/05/13
Ayuani, (2012). Uji identifikasi Protein http://ayuani18. Blogs pot. co m/20 12/0 5/uji –i dent ifik asi-prot ein.h tml Diakses: 4/05/13
Slamet Sudarmadji, (1996), Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Liberty, Yogyakarta.
Tarigan Ponis, (1986), Kimia Organik Bahan Makanan, Alumni, Bandung.
Trie, ita (2012). Ikatan Peptida . http://itatrie.blogspot.com /20 12/10/ laporan – kimia - dasar - ii- ikatan- peptida. html.Diakses: 2 Mei 2013.
Winarno, F.G., (1991), Kimia Pangan dan Gizi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wirahadikusumah, (1989), Biokimia Protein Enzim dan Asam Nukleat, Cetakan keempat, Penerbit ITB.
Lampiran Internet
http://ayuani18.blogspot.com/2012/05/uji-identifikasi-protein.html
Uji Identifikasi Protein
Salting OutSalting Out adalah Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya endapan karena ada reaksi kimia. Contohnya : kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh.
Pengendapan pada metode salting-out terjadi karena proses persaingan antara garam dan protein untuk mengikat air. Grup ion pada permukaan protein menarik banyak molekul air dan berikatan dengan sangat kuat. Contohnya Amonium sulfat yang ditambahkan ke dalam larutan protein akan menyebabkan tertariknya molekul air oleh ion garam. Hal tersebut disebabkan ion garam memiliki densitas muatan yang lebih besar dibandingkan protein. Kekuatan ionic garam pada konsentrasi tinggi semakin kuat sehingga garam dapat lebih mengikat molekul air. Menurunnya jumlah air yang terikat pada protein menyebabkan gaya tarik menarik antara molekul protein lebih kuat bila dibandingkan dengan gaya tarik menarik anatara molekul protein dan air (mempertinggi interaksi hidrofobik), sehingga protein akan mengendap dari larutan atau berikatan dengan kolom hidrofobik. Selama proses salting-out, konsentrasi garam harus tetap dijaga agar tidak menurun dalam larutan sehingga tidak terjadi pengendapan yang bersamaan antara protein yang ingin dimumikan dan protein yang tidak diinginkan.Pengendapan protein dengan penambahan garam
Pengendapan protein dengan cara penambahan garam didasarkan pada pengaruh yang berbeda daripada penambahan garam tersebut pada kelarutan protein globuler (Wirahadikusumah, 1981). Lebih lanjut Thena wijaya (1987) menjelaskan bahwa pada umunya dengan meningkatnya kekuatan ion, kelarutan protein semakin besar, tetapi setelah mencapai titik tertentu kekuatannya justru akan semakin menurun. Pada kekuatan ion rendah gugus protein yang terionisasi dikelilingi oleh ion lawan sehingga terjadinya interaksi antar protein, dan akibatnya kelarutan protein akan menurun. Jenis garam netal yang biasa digunakan untuk pengendapan protein adalah magnesium klorida, magnesium sulfat, natrium sulfat, dan ammonium sulfat.titik isoelektrik adalah pH pada saat protein memiliki kelarutan terendah dan mudah membentuk agregat dan mudah diendapkan (Sudarmadji, 1996). Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda di dalam air. Variable yang mempengaruhi kelarutan ini dalah pH, kekuatan ion, sifat dielektrik pelarut dan temperature. Setiap protein mempunyai pH isoelektrik, dimana pada pH isoelekrik tersebut molekul protein mempunyai daya kelarutan yang minimum. Thenawijaya (1987) menjelaskan bahwa perubahan pH akan mengubah ionisasi gugus fungsional protein, yang berarti pula mengubah muatan protein. Protein akan mengendap pada titik isoelektiknya, yaitu titik
yang menunjukkan muatan total protein sama dengan nol (0), sehingga interaksi antar protein menjadi maksimum.
Masukkan 100 cc susu ke dalam gelas kimia, lalu campurkan 100 cc air. Diaduk terus-menerus sambil diteteskan larutan HCl 10% hingga terlihat keping-keping dalam cairan itu, yaitu kasein yang mengendap pada titik -isoelektrik pH 4,7. Tambahkan asam yang berlebih, kasein larut kembali. Biarkan air tersebut selama 10 menit. Lalu tuangkan cairan itu ke dalam gelas kimia lainnya, sehingga sisanya yang masih ada disaring ( kasein dan cairan ).Titik isolistrik pada albumin adalah pada pH 4,55-4,90 (Poedjiadi, 1994).Seperti asam amino, protein yang larut dalam air akan membentuk ion yang mempunyai muatan positif dan negatif. Dalam suasana asam molekul protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan membentuk ion negatif. Pada titik isolistrik protein mempunyai muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua elektroda tersebut. Protein mempunyai titik isolistrik yang berbeda-beda. Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat fisika dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik ini. Pada pH di atas titik isolistrik protein bermuatan negatif, sedangkan di bawah titik isolistrik, protein bermuatan positif. Adanya gugus amino dan karboksil bebas pada ujung-ujung rantai molekul protein, menyebabkan protein mempunyai banyak muatan (polielektrolit) dan bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam maupun basa). Daya reaksi berbagai jenis protein terhadap asam dan basa tidak sama, tergantung dari jumlah dan letak gugus amino dan karboksil dalam molekul. Dalam larutan asam (pH rendah), gugus amino bereaksi dengan H+, sehingga protein bermuatan positif. Sebaliknya, dalam larutan basa (pH tinggi) molekul protein akan bereaksi sebagai asam atau bermuatan negatif. Pada pH isolistrik muatan gugus amino dan karboksil bebas akan saling menetralkan sehingga molekul bermuatan nol (Winarno, 2002).