Tugashds

10
Nama : Henry Hadianto Nim : I11110040 Stase : Anak PENUGASAN: METABOLISME BILIRUBIN PADA NEONATUS 1. Pembentukan bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang

description

sdfs

Transcript of Tugashds

Page 1: Tugashds

Nama : Henry HadiantoNim : I11110040Stase : Anak

PENUGASAN:

METABOLISME BILIRUBIN PADA NEONATUS

1. Pembentukan bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk

akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah

oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim

heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati dan organ

lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan

hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang diekskresikan ke dalam paru. Biliverdin

kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.

Bilirubin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin

melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik

dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan

mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.

Page 2: Tugashds

Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme

hemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg

hemoglobin dan sisanya (25%) disebut early labelled bilirubin yang berasal dari

pelepasan hemoglobin karena eritropoesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang,

jaringan yang mengandung protein heme (myoglobin, sitokrom, katalase, peroksidase)

dan heme bebas.

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang

dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir

disebabkan masa hidup eritrosit bayi pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang

dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan

juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik).

2. Transportasi bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya

dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai

kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang

rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin

serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan

ditransportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki

susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, albumin juga mempunyai afinitas

yang tinggi terhadap obat-obatan yang bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamide.

Obat-obatan tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin

sehingga bersifat kompetitor serta dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.

Obat-obatan yang dapat melepaskan bilirubin dari albumin dengan cara menurunkan

afinitas albumin adalah digoksin gentamisin, furosemide, dan seperti yang terlihat pada

table dibawah ini.

Tabel 1. Obat-obatan yang mempengaruhi ikatan bilirubin-albumin

Analgetik, antipiretik

Antiseptik, desinfektan

Antibiotik dengan kandungan sulfa

Sefalosporin

Penisilin

Dan lain-lain

Natrium salisilat, fenilbutazon

Metil, isopropil

Sulfadiazine, sulfamethizole, sulfamoxazole

Ceftriakson, cefoperazon

Propicilin, cloxacillin

Novabiosin, tryptophan, asam mendelik, kontras x-

ray

Page 3: Tugashds

Pada BKB (bayi kurang bulan), ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya

merupakan komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermia,

hemolisis, dan septikemia. Hal tersebut akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin

bebas dan berisiko pula untuk keadaan neurotoksisitas oleh bilirubin.

Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu bilirubin tak

terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar bilirubin tak

terkonjugasi dalam serum, bilirubin bebas, bilirubin terkonjugasi (terutama

monoglukuronida dan diglukuronida) yaitu bilirubin yang siap diekskresikan memalui

ginjal atau sistem bilier, bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum.

3. Asupan bilirubin

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,

albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian, bilirubin ditransfer melalui sel

membrane yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein

ikatan sitosilik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi,

dari sintesis de novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan,

pengambilan bilirubin oleh sel ahti dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi

bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.

Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan

berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini

terjadi hanya karena adanya defisiensi ligandin, tetapi hal itu tidak begitu penting

dibandingkan dengan defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin

dari darah ke empedu selama 3-4 hari pertama kehidupan. Walaupun demikian defisiensi

ambilan ini dapat menyebabkan hyperbilirubinemia terkonjugasi ringan pada minggu

kedua kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan normal yang sama

dengan orang dewasa.

4. Konjugasi bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut

dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate

glucuronosyl transferase (UDPG-T). katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi

menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin

diglukoronida. Substrat yang digunakan untuk transglukoronidase kanalikuler adalah

bilirubin monoglukoronida. Enzim ini akan memindahkan satu molekul asam glukuronida

dari satu molekul bilirubin monoglukuronida ke yang lain dan menghasilkan

pembentukan satu molekul bilirubin diglukuronida.

Page 4: Tugashds

Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu

molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk

rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke

hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis

kronik yang berat, pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukouronida.

Penelitian in vitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir didapatkan defiiensi

enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat melebihi bilirubin

yang masuk ke ahti sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun. Kapasistas total

konjugasi akan sama dengan orang dewasa pada hari ke-4 kehidupan. Pada periode bayi

baru lahir, konjugasi monoglukuronida merupakan konjugat pigmen empedu yang lebih

dominan.

5. Ekskresi bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam

kandung empedu kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses.

Proses ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energy. Setelah berada

dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika

dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukuronidase

yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke

hati untuk dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa yaitu pada mukosa

usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim beta-glukoronidase yang dapat

menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak

terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,

lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi

sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).

Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relative

tinggi di dalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis

bilirubin glukuronida yang berlebih dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan di

dalam meconium. Pada bayi baru lahir, kekurangan relative flora bakteri untuk

mngurangi bilirubin menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin

usus dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis

bilirubin konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktivitas beta-glukuronidase

mukosa yang tinggi dan ekskresi monoglukuronida terkonjugasi. Pemberian sibstansi oral

yang tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin akan

Page 5: Tugashds

meningkatkan kadar bilirubin dalam tinja dan mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini

menggambarkan peran kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada bayi baru lahir.

HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS

Kuning dalam istilah dunia kedokteran disebut dengan jaundice atau ikterus. Istilah

jaundice (berasal dari bahasa Perancis jaune, yang berarti kuning) atau ikterus (berasal dari

bahasa Yunani icteros) menunjukkan pewarnaan kuning pada kulit, sklera atau membran

mukosa sebagai akibat penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Kuning sering

ditemukan pada sekitar 60% bayi baru lahir yang sehat dengan usia gestasi > 35 minggu.

Kadar bilirubin serum total (BST) > 5 mg/dl disebut dengan hiperbilirubinemia.

Hiperbilirubinemia umumnya normal, hanya 10% yang berpotensi menjadi patologis

(ensefalopati bilirubin). Hiperbilirubinemia yang mengarah ke kondisi patologis antara lain :

(1) timbul pada saat lahir atau pada hari pertama kehidupan, (2) kenaikan kadar bilirubin

berlangsung cepat (> 5 mg/dL per hari), (3) bayi prematur, (4) kuning menetap pada usia 2

minggu atau lebih, dan (5) peningkatan bilirubin direk > 2 mg/dl atau > 20 % dari BST.

Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi

keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang

bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena

peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi

imatur. Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan

karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini

hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan

penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin 4 kali lipat.

Pada hiperbilirubinemia fisiologis bayi baru lahir, terjadi peningkatan bilirubin tidak

terkonjugasi >2 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi itu

biasanya meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dl pada umur 3 hari dan akan mengalami

penurunan. Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat

menjadi 10 sampai 12 mg/dl pada umur 5 hari. Dikatakan hiperbilirubinemia patologis

apabila terjadi saat 24 jam setelah bayi lahir, peningkatan kadar bilirubin serum >0,5 mg/dl

setiap jam, ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi

kurang bulan, dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, letargi, penurunan berat

badan yang berlebihan, apneu, asupan kurang).

Page 6: Tugashds

Tabel 2. Faktor risiko terjadinya hyperbilirubinemia berat

REFERENSI:

1. Hansen. Core concept: Bilirubin metabolism. Neoreview 2010; 11(6). Diunduh dari

http://neoreviews.aappublications.org/content/11/6/e316.

2. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI,

Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,

2008. h.147-69.

3. Stoll BJ, Kliegman RM. Jaundice and hyperbilirubinemia in the newborn. Dalam:

Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics.

Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders, 2006. h.592-98.

4. Maisels M. Neonatal hiperbilirubinemia.Dalam: Polin A, Yodes MC, penyunting.

Workbook in practical neonatology. Edisi ke-4.Philadelphia:Saunders, 2007. h.53-70.