TUGAS MAKALAH AGAMA
-
Upload
rizkiawati-kurnia -
Category
Documents
-
view
416 -
download
1
Transcript of TUGAS MAKALAH AGAMA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan kepada Allah Swt, karena atas nikmat-Nya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini. Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Makmur, selaku dosen Agama yang telah membimbing kami dalam penyusunan sistematika
tugas makalah ini.
Kendala yang kami alami pada penulisan tugas makalah ini adalah mencari sumber
atau literatur yang sesuai dengan pokok bahasan yang diminta oleh dosen. Selain itu,
kurangnya kerjasama antaranggota kelompok juga menjadi hambatan dalam penyelesaian
tugas makalah ini.
Manfaat dari tugas makalah ini adalah melatih kami membuat makalah dengan
sistematika yang benar serta memberikan informasi kepada pembaca tentang kepemimpinan
dalam Islam.
Mungkin tugas makalah ini yang kami buat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran agar penyusunan tugas makalah ini menjadi lebih baik.
Akhir kata, kami berharap semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Terima kasih.
Jakarta, September 2010
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................................
Bab I Pendahuluan............................................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah..............................................................................................
1.2 Tujuan.........................................................................................................................
1.3 Manfaat.......................................................................................................................
1.4 Metode Penulisan........................................................................................................
1.5 Sistematika Penulisan.................................................................................................
Bab II Permasalahan.........................................................................................................
Bab III Pembahasan..........................................................................................................
Bab IV Penutup.................................................................................................................
4.1 Kesimpulan.................................................................................................................
4.2 Saran............................................................................................................................
Daftar Pustaka...................................................................................................................
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
“Sebaik-baiknya kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka pun
mencintai kamu; kamu menghormati mereka dan mereka menghormati kamu.
Sejelek-jeleknya pemimpin kamu adalah mereka yang kamu benci dan mereka
pun benci kepadamu; kamu melaknat mereka dan mereka juga melaknatkamu”
(Al-Hadits).
Dalam Islam prinsip kepemimpinan dirumuskan dalam prinsip khalifah.
Dalam prinsip khalifah, manusia diturunkan ke bumi untuk memimpin sekaligus
pemelihara alam semesta. Walau menjadi pemimpin namun tidak diperkenankan
untuk berbuat seenaknya terhadap alam dan seisinya.
Dari prinsip tersebut, Islam memberi saran agar memilih pemimpin yang
membimbing kehidupannya. Imam Mawardi memberikan sejumlah kriteria
pemimpin yang baik, yakni memiliki ilmu, sehat panca indra, serta dapat
menangkap masalah masyarakat dengan benar dan cepat.
Konsep kepemimpinan dalam Islam sebenarnya memiliki dasar-dasar yang
sangat kuat dan kokoh. Ia dibangun tidak saja oleh nilai-nilai transendental,
namun telah dipraktekkan sejak berabad-abad yang lalu oleh nabi Muhammad
SAW, para Shahabat dan Al-Khulafa' Al-Rosyidin. Pijakan kuat yang bersumber
dari Al-qur'an dan Assunnah serta dengan bukti empiriknya telah menempatkan
konsep kepemimpinan Islam sebagai salah satu model kepemimpinan yang diakui
dan dikagumi oleh dunia internasional.
Namun dalam perkembangannya, aplikasi kepemimpinan Islam saat ini
terlihat semakin jauh dari harapan masyarakat. Para tokohnya terlihat dengan
mudah kehilangan kendali atas terjadinya siklus konflik yang terus terjadi.
Harapan masyarakat (baca: umat) akan munculnya seorang tokoh muslim yang
mampu dan bisa diterima oleh semua lapisan dalam mewujudkan Negara yang
terhormat, kuat dan sejahtera nampaknya masih harus melalui jalan yang panjang.
1.2 Tujuan
Mengetahui lebih dalam tentang kepemimpinan dalam Islam.
1.3 Manfaat
a) Untuk penulis :
1. Dapat melatih diri dalam menulis makalah
2. Dapat melatih kebersamaan dalam kelompok
3. Menambah wawasan.
b) Untuk pembaca :
1. Menambah wawasan
2. Dapat menjadi sebagai referensi.
1.4 Metode Penulisan
Metode pada penulisan tugas makalah ini adlah dengan menggunakan kepustakaan, yakni
dengan menbaca sumber-sumber bacaan yang relevan dengan materi yang akan dibahas serta
melalui sumber lain yaitu melalui Internet.
1.5 Sistematika Penulisan :
a. Halaman muka.
b. Kata pengantar.
c. Daftar isi.
d. Bab I Pendahuluan :
Latar belakang masalah.
Tujuan.
Manfaat.
Metode penulisan.
Sistematika Penulisan,
e. Bab II Permasalahan.
f. Bab III Pembahasan.
g. Bab IV Penutup :
Kesimpulan.
Saran.
BAB II
PERMASALAHAN
1. Apa pengertian kepemimpinan dalam Islam?
Kepemimpinan dalam Islam adalah suatu peranan dan juga merupakan suatu proses
untuk mempengaruhi orang lain dengan berlandaskan pada nilai dan prinsip Islami.
2. Bagaimana eksistensi kepemimpinan dalam Islam?
Eksistensi kepemimpinan dalam Islam sangat penting, karena pada setiap roda
kehidupan, tak terkecuali dalam beragama dan beribadah sekalipun, jelas memerlukan
pemimpin agar tercapai tujuan yang telah disepakati bersama.
3. Bagaimana tanggungjawab sebagai pemimpin dalam Islam?
Pemimpin dalam level apapun akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan
Allah atas semua perbuatannya. Tanggungjawab pemimpin berkaitan erat dengan
kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat
maka semakin tinggi pula tanggungjawabnya. Seorang pemimpin bertanggungjawab
atas prilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya dan masyarakatnya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu peranan dan juga merupakan suatu proses untuk
mempengaruhi orang lain. Pemimpin adalah anggota dari suatu perkumpulan yang diberi
kedudukan tertentu dan diharapkan dapat bertindak sesuai dengan kedudukannya. Seorang
pemimpin adalah juga seorang dalam suatu perkumpulan yang diharapkan menggunakan
pengaruhnya dalam mewujudkan dan mencapai tujuan kelompok. Pemimpin yang jujur ialah
seorang yang memimpin dan bukan seorang yang menggunakan kedudukannya untuk
memimpin.
Dalam bahasa arab, kepemimpinan disebut juga imamah, sedangkan istilah pemimpin
dalam Islam disebut imam, amir atau sultan. Secara terminology, kepemimpinan ialah
kegiatan untuk menyelami, menghubungi, mempengeruhi dan meyakinkan serta mengajak
orang lain untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan tertentu yang menurut pertimbangan
mereka adalah perlu dan bermanfaat.
Pemimpin berbeda dengan kepala dari suatu instansi atau organisasi. Meskipun sama-
sama menghadapi dan mengepalai kelompok tertentu, dibebani tugas dan harus
bertanggungjawab, tetapi pemimpin dan kepala memiliki perbedaan yang amat jelas.
Perbedaannya yakni seorang kepala diangkat dari kekuasaan instansi tertentu, kekuasaannya
berasal dari peraturn dan bertindak sebagai penguasa. Sedangkan pemimpin dipilih oleh anak
buahnya, peraturannya bersandar pada anak buahnya, ia berperan sebagai penggagas,
organisator, coordinator dan dapat diterima baik oleh anak buahnya.
B. Ciri-ciri Pemimpin dalam Islam
1. Niat yang Lurus
Hendaklah saat menerima suatu tanggung jawab, dilandasi dengan niat sesuai dengan apa
yang telah Allah perintahkan.Lalu iringi hal itu dengan mengharapkan keridhaan-Nya
saja.Kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan
dankemuliaan.
2. Laki-laki
Wanita sebaiknya tidak memegang tampuk kepemimpinan.Rasulullah Shalallahu’alaihi
wa sallam bersabda,”Tidak akan beruntung kaum yang dipimpim oleh seorang wanita
( Riwayat Bukhari dan Abu Bukarah Radiyallahu’anhu )
3. Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,”Wahai
Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi
pemimpin.Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan,
maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu
diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk
menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
4. Berpegang pada Hukum Allah.
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,”Dan hendaklah kamu
memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49).
Jika ia meninggalkan hukum Allah, maka seharusnya dicopot dari jabatannya.
5. Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan
datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan
oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu
Hurairah dalam kitab Kabir).
6. Tidak Menutup Diri Saat Diperlukan Rakyat.
Hendaklah selalu membuka pintu untuk setiap pengaduan dan permasalahan
rakyat.Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup
pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-
pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan
At-Tirmidzi).
7. Menasehati rakyat
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum
Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali
pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”
8. Tidak Menerima Hadiah
Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai
maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu,
hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya.Rasulullah
bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat
Thabrani).
9. Mencari Pemimpin yang Baik
Rasulullah bersabda,”Tidaklah Allah mengutus seorang nabi atau menjadikan seorang
khalifah kecuali ada bersama mereka itu golongan pejabat (pembantu).Yaitu pejabat yang
menyuruh kepada kebaikan dan mendorongnya kesana, dan pejabat yang menyuruh
kepada kemungkaran dan mendorongnya ke sana.Maka orang yang terjaga adalah orang
yang dijaga oleh Allah,” (Riwayat Bukhari dari Abu said Radhiyallahu’anhu).
10. Lemah Lembut
Doa Rasullullah,’ Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia
mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara
umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya.
11. Tidak Meragukan dan Memata-matai Rakyat.
Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat,
ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).
12. Setia
Pemimpin dan orang yang dipimpin terikat kesetiaan kepada Allah.
13. Tujuan
Pemimpin melihat tujuan organisasi bukan saja berdasarkan kepentingan kelompok tetapi
juga dalam ruang lingkup tujuan Islam yang lebih luas.
14. Berpegang pada Syariat dan Akhlak Islam
Pemimpin terikat dengan peraturan Islam, boleh menjadi pemimpin selama ia berpegang
pada perintah syariat. Waktu mengendalikan urusannya ia harus patuh kepada adab-adab
Islam, khususnya ketika berurusan dengan golongan oposisi atau orang-orang yang tak
sepaham.
15. Pengemban Amanah
Pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai oleh tanggung
jawab yang besar. Qur'an memerintahkan pemimpin melaksanakan tugasnya untuk Allah
dan menunjukkan sikap baik kepada pengikutnya.
"Yaitu orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka, niscaya mereka
mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah
perbuatan yang mungkar... "(QS.22:41).
C. Prinsip-prinsip Dasar Operasional Kepemimpinan Islam
Ada tiga prinsip dasar yang mengatur pelaksanaan kepemimpinan Islam :
Musyawarah
Musyawarah adalah prinsip pertama dalam kepemimpinan Islam. Qur'an menyatakan
dengan jelas bahwa pemimpin Islam wajib mengadakan musyawarah dengan orang yang
mempunyai pengetahuan atau dengan orang yang dapat memberikan pandangan yang
baik.
"Dan orang-orang yang menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedangkan
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka
menafkahkan sebagian rezeki yang kami berikan kepadanya". (QS. 42 : 38).
Adil
Pemimpin seharusnya memperlakukan manusia secara adil dan tidak berat sebelah.
Lepas dari suku bangsa, warna kulit, keturunan, atau agama. Qur'an memerintahkan agar
kaum muslimin berlaku adil bahkan ketika berurusan dengan para penentang mereka.
"Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum antara manusia supaya
kamu berlaku adil..." (QS. 4 : 58).
Kebebasan Berpikir
Pemimpin Islam hendaklah memberikan ruang dan mengundang anggota kelompok
untuk dapat mengemukakan kritiknya secara konstruktif. Mereka dapat mengeluarkan
pandangan atau keberatan-keberatan mereka dengan bebas, serta mendapat jawaban dari
segala persoalan yang mereka ajukan. Al-Khulafa' al-Rasyidin memandang persoalan ini
sebagai unsur penting bagi kepemimpinan mereka. ketika seorang wanita tua berdiri
untuk mengoreksi Saidina Umar ibn al-Khattab waktu beliau berpidato di sebuah masjid,
beliau dengan rela mengakui kesalahannya, dan bersyukur kepada Allah SWT, karena
masih ada orang yang mau membetulkan kesalahannya. Pada suatu hari Saidina Umar
pernah pula bertanya kepada umat Islam mengenai apa yang dilakukan oleh mereka jika
beliau melanggar prinsip-prinsip Islam. Seorang lelaki menyebut bahwa mereka akan
meluruskan dengan sebilah pedang, Saidina Umar bersyukur kepada Allah karena masih
ada orang di lingkungan umat yang akan mengoreksi kesalahannya.
D. Eksistensi Kepemimpinan
Islam memandang perlu adanya seorang pemimpin, karena pada setiap kehidupan
masyarakat jelas memerlukan pemimpin. Nabi Muhammad Saw. adalah seorang rasul
sekaligus sebagai pemimpin masyarakat. Kerasulannya beliau berakhir dengan wafatnya
beliau, tetapi kepemimpinannya tetap harus berjalan.
Kita diwajibkan untuk mentaati pemimpin selama kepemimpinannya itu tidak
menyalahi aturan-aturan Allah Swt., sedangkan aapabila pemimpin tersebut menyuruh
kepada hal kemungkaran, maka kita tidak boleh mentaatinya.
Sabda Rasulullah Saw. :
“ Tidak boleh taat kepada seseorang dalam hal maksiat kepada Allah, sesungguhnya
ketaatan itu hanya dalam hal kebaikan saja. (H.R. Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi
Thalib ).
Eksistensi menjadi seorang pemimpin di atas jelas harus disadari betul oleh setiap
individu sebab selain jika nanti menjadi seorang pemimpin terbesar, secara fitrahnya,
dalam susunan kepemimpinan terkecil, tiap individu adalah pemimpin bagi dirinya
sendiri. Yang disayangkan, sekarang banyak orang yang kurang menghiraukan hal
tersebut, sehingga mereka sangat senang dan gembira saat memangku jabatan pemimpin,
dan menjalankan kepimimpinannya seenak perutnya sendiri. Akibatnya kekacauan selalu
terjadi di bawah pemimpin yang tidak tahu hakikat kepemimpinan.
Kepemimpinan Rasulullah SAW
Kepemimpinan Rasulullah SAW tidak bisa terlepas dari kehadiran beliau yaitu
sebagai pemimpin spiritual dan pemimpin rakyat. Prinsip dasar dari kepemimpinan beliau
adalah keteladanan. Dalam memimpin beliau lebih memgutamakan Uswah Al- hasanah
pemberian contoh kepada para shahabatnya. Sebagaimana digambarkan dalam Al-qur'an:
" dan sesungguhnya engkau Muhammad benar-benar berada dalam akhlaq yang sangat
agung" (QS. Al-qolam 4). Keteladanan Rasulullah SAW antara lain tercermin dalam
sifat-sifat beliau, Shiddiq, Amanah, Tabliq, Fathonah. Inilah karakteristik kepemimpinan
Rasulullah SAW:
1. Shiddiq, artinya jujur, tulus. Kejujuran dan ketulusan adalah kunci utama untuk
membangun sebuah kepercayaan. Dapat dibayangkan jika pemimpin sebuah organisasi,
masyarakat atau Negara, tidak mempuyai kejujuran tentu orang-orang yang dipimpin
(baca: masyarakat) tidak akan punya kepercayaan, jika demikian yang terjadi adalah
krisis kepercayaan.
2. Amanah, artinya dapat dipercaya. Amanah dalam pandangan Islam ada dua yaitu:
bersifat teosentris yaitu tanggungjawab kepada Allah Swt, dan bersifat antroposentris
yaitu yang terkait dengan kontak sosial kemanusiaan.
3. Tabliqh, artinya menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan. Dalam hal ini
adalah risalah Allah Swt. Betapapun beratnya resiko yang akan dihadapi, risalah tersebut
harus tetap disampaikan dengan sebaik-baiknya.
4. Fathonah, artinya cerdas. Kecerdasan Rasulullah SAW yang dibingkai dengan
kebijakan mampu menarik simpati masyarakat arab. dengan sifat Fathonahnya, rmampu
memanage konflik dan problem-problem yang dihadapi ummat pada waktu itu. Suku Aus
dan Khazraj yang tadinya suka berperang, dengan bimbingan Rasulullah SAW mereka
akhirnya menjadi kaum yang dapat hidup rukun.
Dalam kepemimpinannya, Rasulullah SAW juga menggunakan pendekatan persuasif
dan tidak menggunakan dengan kekerasan atau represif. Hal ini antara lain tampak dalam
sikap nabi ketika mengahadapi seorang badui yang baru masuk Islam yang belum mau
meninggalkan kebiasaan jeleknya. Juga beliau dalam kepimpinannya menerapkan gaya
inklusif indikasinya beliau mau dikritik dan diberi saran oleh para shahabatnya. Ini
tampak ketika beliau memimpin perang badar. Beliau pada waktu itu hendak
menempatkan pasukannya pada posisi tertentu dekat dengan mata air. Seorang shahabat
anshor bernama Hubab bin Mundhir bertanya: ya Rasulullah, apakah keputusan itu
berdasarkan wahyu, Sehingga tidak dapat berubah atau hanya pendapat engkau? Beliau
menjawab ini adalah ijtihadku. Kata Hubab, wahai utusan Allah, ini kurang tepat,
Shahabat tersebut lalu mengusulkan agar beliau menempatkan pasukannya lebih maju ke
depan, yakni kemata air yang lebih dekat, kita bawa tempat air lalu kita isi, kemudian
mata air itu kita tutup dengan pasir, agar musuh kita tidak bisa memperoleh air. Akhirnya
beliau mengikuti saran shahabat tersebut.
E. Tanggungjawab Pemimpin dalam Islam
Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa khalifah rasyidin ke V Umar bin
Abdil Aziz dalam suatu shalat tahajjudnya membaca ayat 22-24 dari surat ashshoffat
) �د�ون� �ع�ب ي �وا �ان ك و�م�ا و�اج�ه�م� ز�� و�أ �م�وا ظ�ل �ذ�ين� ال وا ر� اط�) 22اح�ش� ص�ر� �ل�ى إ ف�اه�د�وه�م� �ه� الل د�ون� م�ن�
)� �ج�ح�يم (23ال �ون�) �ول ئ م�س� �ه�م� �ن إ )24و�ق�ف�وه�م�
yang artinya : (Kepada para malaikat diperintahkan) “Kumpulkanlah orang-orang yang
dzalim beserta teman sejawat merekadan sembah-sembahan yangselalu mereka sembah,
selain Allah: maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah mereka di
tempat perhentian karena mereka sesungguhnya mereka akan ditanya ( dimntai
pertanggungjawaban ).”
Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya
tanggungjawab seorang pemimpin di akhirat bila telab melakukan kedzaliman. Dalam
riwayat lain Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan besarnya tanggungjawab seorang
pemimpin di akhiarat nanti dengan kata-katanya yang terkenal : “Seandainya seekor
keledai terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya,
seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya ?” Itulah dua dari ribuan contoh
yang pernah dilukiskan para salafus sholih tentang tanggungjawab pemimpin di hadapan
Allah kelak.
Pada prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu
saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 surat Al An’am
خ�ر�ى (� أ ر� و�ز� ة2 و�از�ر� �ز�ر� ت و�ال� �ه�ا �ي ع�ل �ال� إ �ف�س8 ن �ل: ك �ك�س�ب� ت )164و�ال�
Artinya: “Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali
kepada dirinya sendiri dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Dalam surat Al Mudatstsir ayat 38 dinyatakan
) �ة2 ه�ين ر� �ت� ب �س� ك �م�ا ب �ف�س8 ن �ل: )38ك
Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telahdiperbuatnya”
Akan tetapi perbuatan individu itu merupakan suatu gerakan yang dilakukan seorang pada
waktu, tempat dan kondisi-kondisi tertentu yang mungkin bisa meninggalkan bekas atau
pengaruh pada orang lain. Oleh sebab itu apakah tanggung jawab seseorang terbatas pada
amalannya saja ataukah bisa melewati batas waktu yang tak terbatas bila akibat dan
pengaruh amalannya itu masih terus berlangsung mungkin sampai setelah dia meninggal?
Seorang yang cerdas selayaknya merenungi hal ini sehingga tidak meremehkan
perbuatan baik sekecil apapun dan tidak gegabah berbuat dosa walau sekecil biji sawi.
Mengapa demikian ? Boleh jadi perbuatan baik atau jahat itu mula-mula amat kecil ketika
dilakukan, akan tetapi bila pengaruh dan akibatnya terus berlangsung lama, bisa jadi akan
amat besar pahala atau dosanya.
Allah SWT menyatakan
) �ين8 م�ب 8 �م�ام إ ف�ي �اه� �ن أح�ص�ي ي�ء8 ش� �ل� و�ك ه�م� �ار� و�ء�اث ق�د�م�وا م�ا �ب� �ت �ك و�ن �ى �م�و�ت ال �ي ي �ح� ن �ح�ن� ن �ا �ن )12إ
Artinya: Kami menuliskan apa-apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
tinggalkan. (Yaasiin 12).
Ayat ini menegaskan bahwa tanggangjawab itu bukan saja terhadap apa yang
diperbuatnya akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan
tersebut. Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau anak
yang sholeh , kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih berbekas
sampai kapanpun. Dari sini jelaslah bahwa Orang yang berbuat baik atau berbuat jahat
akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan pahala atau dosa
orang-orang yang meniru perbuatannya. Hal ini ditegaskan dalam Surat An nahl 25
) ون� �ز�ر� ي م�ا اء� س� ال�� أ 8 �م ل ع� �ر� �غ�ي ب �ه�م� :ون �ض�ل ي �ذ�ين� ال ار� و�ز�
� أ و�م�ن� �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي Nة� �ام�ل ك ه�م� ار� و�ز�� أ �وا �ح�م�ل �ي )25ل
Artinya: “(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan
sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebagian dosa orang yang mereka sesatkan yang
tidak mengetahui sedikitpun bahwa mereka disesatkan. Ingatlah amat buruklah dosa yang
mereka pikul itu.”
Di sini kita merenung sejenak seraya bertanya: “apabila yang memerintah kejahatan
atau kedurhakaan itu seorang pemimpin yang memilik kekuasaan penuh, apakah dia saja
yang akan menanggung dosanya dan dosa rakyatnya karrena mereka dipaksa ? Ataukah
rakyat juga harus menaggung dosanya walau ia lakukan di bawah ancaman paksaan
tersebut ?” Menurut kami, seorang penguasa dianggap tidak memaksa selama rakyat
masih bisa memiliki kehendak yang aada dalam dirinya. Perintah seorang pimpinan
secara lisan maupun tulisan tidak berarti melepaskan seorang bawahan dari
tanggungjawab atas semua perbuatannya. Alquran mencela orang-orang yang melakukan
dosa dengan alasan pimpinannya menyuruh berbuat dosa. Allah menyatakan sbb.
) وال� س� الر� �ا ط�ع�ن� و�أ �ه� الل �ا ط�ع�ن
� أ �ا �ن �ت �ي �ال ي �ون� �ق�ول ي �ار� الن ف�ي و�ج�وه�ه�م� �ق�ل�ب� ت �و�م� �ا) 66ي �ط�ع�ن أ �ا �ن إ �ا �ن ب ر� �وا و�ق�ال
) �يال� ب الس� �ا :ون ض�ل� ف�أ �ا اء�ن �ر� �ب و�ك �ا �ن اد�ت )67س�
: “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata:
“alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat pula kepada Rasul” Dan
mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-
pemimpin dan pembesar-pembesar kami , lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang
benar”. (Al ahzab 66-67).
Allah membantah mereka dengan tegas
) �ون� �ر�ك ت م�ش� �ع�ذ�اب� ال ف�ي �م� �ك ن� أ �م� �م�ت ظ�ل �ذ� إ �و�م� �ي ال �م� �ف�ع�ك �ن ي �ن� )39و�ل
: “Harapanmu itu sekali-kali tidak akan memberi manfaat kepadamu di hari itu karena
kamu telah menganiaya dirimu sendiri . Sesungguhnya kamu bersekutu dalam azab itu.
(Az Zukhruf 39).
Dari sini jelaslah bahwa pemimpin yang dzalim tidak akan bisa memaksa hati
seseorang kendati mampu memaksa yang lahiriyahnya. Oleh sebab itu rakyat atau
bawahanpun harus bertanggung jawab terhadap akidahnya dan perbuatannya kendati di
sana ada perintah dan larangan pimpinan.
Berbeda dengan hukum paksaan yang menimpa orang-orang lemah yang ditindas
penguasa yang mengancam akan membunuhnya dan memang bisa dilaksanakan. Hal ini
pernah terjadi pada masa awal Islam di Makkah dimana orang yang masuk Islam di paksa
harus murtad seperti Bilal bin Rabbah, keluarga Yasir dst. Mereka dipaksa menyatakan
kekufuran. (lihat An Nahl 106 dan An Nisa’ 97-99)
Tanggung jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya.
Semakin tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula
tanggungjawabnya. Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas prilaku dirinya,
keluarganya, saudara-saudaranya, masyarakatnya dan rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah
sbb.; “Wahai orang-orang mukmin peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
(At Tahrim 6) Sebagaimana yang ditegaskan Rasululah saw : “ Setiap kamu adalah
pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas
kepemimpinannya..”(Al Hadist)
Tanggungjawab vertikal ini bertingkat-tingkat tergantung levelnya. Kepala keluarga,
kepala desa, camat, bupati, gubernur, dan kepala negara, semuanya itu akan dimnitai
pertanggungjawabannya sesuai dengan ruang lingkup yang dipimpinnya. Seroang
mukmin yang cerdas tidak akan menerima kepemimpinan itu kecuali dengan ekstra hati-
hati dan senantiasa akan mempeprbaiki dirinya, keluarganya dan semua yang menjadi
tanggungannya. Para salafus sholih banyak yang menolak jabatan sekiranya ia khawatir
tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Pemimpin dalam level apapun akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan
Allah atas semua perbuatannya disamping seluruh apa yang terjadi pada rakyat yang
dipimpinnya. Baik dan buruknya prilaku dan keadaan rakyat tergantung kepada
pemimpinnya. Sebagaimana rakyat juga akan dimintai pertanggungjawabannya ketika
memilihseorang pemimpin. Bila mereka memilih pemimpin yang bodoh dan tidak
memiliki kapabilitas serta akseptabilitas sehingga kelak pemimpin itu akan membawa
rakyatnya ke jurang kedurhakaan rakyat juga dibebani pertanggungjawaban itu.
Seorang penguasa tidak akan terlepas dari beban berat tersebut kecuali bila selalu
melakukan kontrol, mereformasi yang rusak pada rakyatnya , menyingkirkan orang-orang
yang tidak amanah dan menggantinya dengan orang yang sholeh. Perrtolongan allah
tergantung niat sesuai dengan firman Allah
) �يم2 ع�ل ي�ء8 ش� Uل� �ك ب �ه� و�الل �ه� �ب ق�ل �ه�د� ي �ه� �الل ب �ؤ�م�ن� ي و�م�ن� �ه� الل �ذ�ن� �إ ب �ال� إ �ة8 م�ص�يب م�ن� ص�اب�� أ )11م�ا
Artinya : Barangsiapa yang beriman kepada Allah akan ditunjuki hatinya danAllah Maha
Mengetahui ats segala sesuatu. (At Taghobun 11)
Wallahu a’lamu.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara ringkas kepemimpinan Islam bukanlah kepemimpinan tirani dan tanpa
koordinasi. Pemimpin Islam, setelah mendasari dirinya dengan prinsip-prinsip Islam,
bermusyawarah dengan sahabat-sahabat secara obyektif dan dengan penuh rasa hormat,
membuat keputusan seadil-adilnya. Dia bertanggungjawab bukan hanya kepada para
pengikutnya tetapi juga yang lebih penting adalah kepada Allah SWT. Tipe
kepemimpinan participatif seperti ini adalah tipe yang terbaik dalam membantu
tumbuhnya persatuan di kalangan anggota dan meningkatkan kualitas penampilan
mereka.
3.2 Saran
Setelah menelaah materi tugas makalah ini, kami menyarankan agar setiap pemimpin
dapat berlaku baik seperti yang telah Rasulullah Saw. contohkan kepada kita. Jadilah
seorang pemimpin yang tindak-tanduknya selalu bersumber pada Al Qur’an dan Al
Hadist, karena baik atau buruknya sebuah organisasi atau agama Islam sekalipun akan
tercermin dari pola pikir dan tingkah laku pemimpinnya.
TUGAS MAKALAH AGAMA ISLAM
“ KEPEMIMPINAN ISLAM “
Disusun Oleh :
Dimas Kusuma Prabu 2010.2.19068
Rizkiawati Kurnia 2010.2.19051
Akademi Pimpinan Perusahaan
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia
Jakarta
2010
DAFTAR PUSTAKA
Badruzzaman, Akhmad Dimyathi. 2004. Panduan Kuliah Islam. Bandung : Sinar Baru
Algensindo.
http://tripod.com// pukul 16.00 WIB
http://shvoong.com// pukul 16.00 WIB
http://ikadjatim.org// pukul 16.00 WIB