TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

56
TUGAS LAPORAN KASUS Oleh : Adhitya Angga Kharisma 06.55398.00341.09 Dewi Ayu Puspitasari 0808015014 Astri Nova 0808015015 M. Azhadi Rahmadani 0808015018 Rina Zubaidah 0808015020

description

laporan kasus mengenai TB Paru Relaps

Transcript of TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Page 1: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

TUGAS LAPORAN KASUS

Oleh :

Pembimbing:dra. Khemasili Kosala, Apt.

Lab/SMF Ilmu Farmasi/FarmakoterapiFakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Samarinda2012

Adhitya Angga Kharisma 06.55398.00341.09Dewi Ayu Puspitasari 0808015014Astri Nova 0808015015M. Azhadi Rahmadani 0808015018Rina Zubaidah 0808015020

Page 2: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Laporan Kasus dari Ruang Seruni

I. Identitas pasien:

Nama : Tn. AW

Usia : 55 tahun

Alamat : Santan Ilir RT. 002 Marang Kayu

Status : Kawin

Pekerjaan : -

Agama : Islam

Tanggal MRS : 6 Juli 2012

II. Anamnesis (Subyektif)

Keluhan Utama :

Sesak napas

Riwayat Penyakit Sekarang:

Sesak dirasakan sejak 7 bulan yang lalu. Keluhan lain yang dialami adalah batuk mulai

dua bulan yang lalu dan badan panas dingin mulai setengah bulan yang lalu. Selama 1 bulan

terakhir berat badan pasien turun menjadi 40 kg dan tidak nafsu makan. Pasien sering keringat

dingin pada malam hari. Pasien juga mengalami ambeien yang harus dimasukkan dengan jari,

buang air besar tidak lancar dan berdarah. Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengalami gatal-gatal

seluruh tubuh, terdapat bentol-bentol kecil berwarna merah.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien memiliki riwayat pengobatan OAT.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada

III. Pemeriksaan Fisik (Obyektif)

Keadaan Umum : Baik

GCS : 15

Vital Sign : TD 140/100, N = 88X/menit, RR 22X/menit, T 36,8 °C

Page 3: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Wajah : Normal, anemis (-)

Thorax :

Pulmo : Simetris, Vesikular, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Cor : S1S2 tunggal, regular

Abdomen: flat, soefl, H/L/G tidak teraba, NT abdomen (-), timpani, BU (+) kesan normal.

Ekstremitas : Akral hangat, edema (-).

Pemeriksaan penunjang

a. Hasil Pemeriksaan Sputum BTA tanggal 7 Juli 2012

BTA I (-); BTA II (+2); BTA III (+2)

b. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Hitung Darah tanggal 7 Juli 2012

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 10,7 > 12

Hct 28,9 36 - 48

RBC 4,01 juta 4 – 5,5 juta

Hitung WBC Shift to the left

WBC 11.700 5000 – 10.000

Lym 1900 1000 – 5000

Mid 1000 100 – 100

Gra 8700 2000 - 8000

HGB 10,3 12 – 16

MCV 72,1 82 – 92

MCH 25,7 27 – 36

MCHC 35,6 32 – 36

RDW 17,1 10 – 16

Plt 250.000 200.000 - 400.000

GDS 40 60 - 150

Asam urat 4,6 2,5 – 7

Ureum 20,4 10 – 40

Kreatinin 0,6 0,5 – 1,5

SGPT 17 < 25

Page 4: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

SGOT 10 < 32

Bilirubin total 0,6 0 – 1

Bilirubin direk 0,3 0 – 0,25

Bilirubin indirek 0,3 0 – 0,75

Protein total 7,0 6,6 – 8,7

Albumin 3,0 3,2 – 4,5

Globulin 4,0 2,3 – 3,5

Kolesterol 184 150 – 220

Natrium 138 135 – 155

Kalium 3,5 3,6 – 5,5

Chloride 102 95 – 108

IV. Diagnosa (Assessment)

TB Paru Relaps

V. Terapi

IVFD RL : D5% = 2 : 1, 20 tpm

Co-Amoxiclav 500 mg, 3x1 tablet

Ambroxol 3x1 tablet

Paracetamol 3x1 tablet

FDC 1x3 tablet

Inj. Ranitidin 2x1 ampul

Inj. Streptomisin 1x500 mg

Antasida sirup 3xC1

Follow up harian:

Waktu Observasi Tindakan / terapi

7 Juli 2012 S: sesak (+), menggigil (+), demam

(+)

O: CM; TD = 140/100, N = 88x/mnt,

IVFD RL : D5% = 2 : 1, 20 tpm

Co-Amoxiclav 500 mg 3x1 tablet

Page 5: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

RR = 28x/mnt, T= 38ºC, lain-lain

normal.

A: TB Paru Relaps

Ambroxol 3x1 tablet

Paracetamol 3x1 tablet

Cek DL, HDL, BTA 3x

9 Juli 2012 S: sesak (+), demam (-), batuk

berdahak (+), mual (+)

O: CM; TD = 100/70, N = 84x/mnt,

RR = 24x/mnt, T= 36,5ºC, lain-lain

normal.

A: TB Paru Relaps

IVFD RL : D5% = 2 : 1, 20 tpm

Co-Amoxiclav 500 mg 3x1 tablet

Ambroxol 3x1 tablet

Paracetamol 3x1 tablet

FDC 1x3 tablet

Inj. Ranitidin 2x1 ampul

Inj. Streptomisin 1x500 mg

Antasida sirup 3xC1

Cek GDS

10 Juli 2012 S: sesak (+) ↓, demam (-), mual (+),

muntah jika minum obat (+).

O: CM; TD = 100/60, N = 80x/mnt,

RR = 24x/mnt, T= 36,5ºC, lain-lain

normal.

A: TB Paru Relaps

IVFD RL : D5% = 2 : 1, 20 tpm

Co-Amoxiclav 500 mg 3x1 tablet

Ambroxol 3x1 tablet

Paracetamol 3x1 tablet

FDC 1x3 tablet

Inj. Ranitidin 2x1 ampul

Antasida sirup 3xC1

11 Juli 2012 S: Mual jika minum obat (+), demam

(-), sesak (-)

O: CM; TD = 90/60, N = 88x/mnt,

RR = 24x/mnt, T= 36,5ºC, lain-lain

normal.

A: TB Paru Relaps

IVFD RL : D5% = 2 : 1, 20 tpm

Co-Amoxiclav 500 mg 3x1 tablet

Ambroxol 3x1 tablet

Paracetamol 3x1 tablet

FDC 1x3 tablet

Inj. Ranitidin 2x1 ampul

Antasida sirup 3xC1

Besok bisa KRS

VI. Masalah yang akan dibahas

Page 6: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Penggunaan obat-obatan pada kasus ini berdasarkan diagnosis

Rasionalisasi pengobatan pada kasus ini

Interaksi dan efek samping obat-obat yang digunakan

BAB II

Page 7: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

TINJAUAN PUSTAKA

TUBERCULOSIS

Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-4μm dan tebal 0,3-0,6μm. Yang tergolong dalam kuman

Mycobacterium tuberculosae complex adalah

1. Mycobacterium tuberculosis

2. Varian Asian

3. Varian African I

4. Varian African II

5. Mycobacterium bovis

Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.

Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical) adalah:

1. Mycobacterium kansasi

2. Mycobacterium avium

3. Mycobacterium intra cellulare

4. Mycobacterium scrofulaceum

5. Mycobacterium malmacerse

6. Mycobacterium xenopi

Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan

dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam

alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap

gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam

keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena

kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali

dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup

sebagai parasit intraseluler yaitu dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula

memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain

M. tuberculosis

Page 8: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

dari kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi

jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen di bagian

apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat

predileksi penyakit tuberkulosis.

Epidemiologi global

Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global disebabkan oleh :

1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada negara yang sedang

berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di negara maju,

2. Adanya perubahan demografik dengan meningkatnnya penduduk dunia dan

perubahan dari struktur usia manusia yang hidup,

3. Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang

rentan terutama di negara-negara miskin,

4. Tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter,

5. Terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostik dan pengawasan

kasus TB dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat,

6. Adanya epidemi HIV terutama di Afrika dan Asia.

Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina dan

India.

Page 9: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Cara penularan

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan

besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah

kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis biasanya secara

inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang palling sering dibanding

organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang

mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk

berdarah atau berdahak yang mengandung BTA. Pada TB kulit atau jaringan lunak

penularan bisa melalui inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau

terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik,

pengobatan teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi angka

morbiditas dan mortalitas.

Page 10: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Patogenesis

A. Tuberkulosis Primer

Kuman tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan

paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau

afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,

berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan

saluran getah bening menuju hilus (limfangitis local). Peradangan tersebut diikuti

oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer

bersama-sama dengan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer.

Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasih sebagai berikut:

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat samasekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis

fibrotic, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara:

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya

Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan

bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelejar hilus yang membesar

Page 11: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan dengan

akibat atelektasis. Kuman tuberculosis akan menjalar sepanjang bronkus yang

tersumbat ini ke lobus yang atelektasis tersebut yang dikenal epituberkulosis.

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru

sebelahnya atau tertelan.

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan

daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat

sembuh secara spontan akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,

penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberculosis

milier, meningitis tuberculosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga

dapat menimbulkan tuberculosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,

anak ginjal, genitalia, dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini

mungkin berakhir dengan:

- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan

terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma)

atau

- Meninggal

Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberculosis primer.

B. Tuberkulosis Postprimer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberculosis

primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai

nama yang bermacam-macam yaitu tuberculosis bentuk dewasa. Localized

tuberculosis, tuberculosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberculosis inilah yang

terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menjadi sumber

penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini yang umumnya

terletak di segmen apical lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini

awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil.

Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:

1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

Page 12: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan denga

penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan

sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali

dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju

dibatukkan keluar.

3. Sarang pnemoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti

akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya

berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).

Kaviti tersebut akan menjadi:

a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pnemoni baru. Sarang pnemoni ini

akan menjadi pola perjalanan seperti yag disebutkan di atas.

b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.

Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh tetap mungkin pula aktif

kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.

c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti

menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan

berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan

seperti bintang (stellate shaped).

Page 13: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Klasifikasi Tuberkulosis

Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli radiologi, ahli

patologi, mikrobiologi, dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi

tuberculosis. Dari system lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :

Pembagian Secara Patologis

- Tuberculosis Primer (Childhood Tuberculosis)

- Tuberculosis Post-Primer (Adult Tuberculosis)

Pembagian Secara Aktifitas Radiologis Tuberculosis Paru (Koch Pulmonum)

aktif, non-aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).

Pembagian secara radiologis (luas lesi)

- Tuberculosis Minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrate non-kavitas pada satu

paru maupun dua paru tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

- Moderately Advance Tuberculosis. Ada kavitas tidak lebih dari 4cm. Jumlah

infiltrate bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru bila bayangannya

kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.

Page 14: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

- Far Advance Tuberculosis. Terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi

keadaan pada moderately advance tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil

berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

Kategori 0 : Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif, tes

tuberculin negatif.

Kategori I : Terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi, riwayat kontak

positif, tes tuberculin negatif.

Kategori II : Terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif,

radiologi dan sputum negatif.

Kategori III : Terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdsarkan kelainan klinis,

radiologis dan mikrobiologis :

Tuberculosis Paru

Bekas Tuberculosis Paru

Tuberculosis Paru Tersangka, yang terbagi dalam :

a. Tuberculosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tetapi

tanda-tanda lain positif.

b. Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA negatif

dan tanda-tanda lain juga meragukan.

Dalam 2 – 3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan, apakah termasuk TB paru

(aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan :

1. Status bakteriologi,

2. Mikroskopik sputum BTA (langsung),

3. Biakan sputum BTA,

4. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru,

5. Status kemotherapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberculosis.

Page 15: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :

Kategori I, ditujukan terhadap :

Kasus baru dengan sputum positif

Kasus baru dengan bentuk TB berat

Kategori II, ditujukan terhadap :

Kasus kambuh

Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Kategori III, ditujukan terhadap :

Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas

Kasus TB extra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik.

Gejala Klinis

Keluhan yang diarasakan pasien tuberculosis bisa bermacam-macam atau malah banyak

pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan.

Keluhan yang terbanyak adalah :

Demam. Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas

dapat mencapai 40-41 °C. serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi

kemudian bisa kambuh kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza

ini, sehingga pasien tidak ernah merasa terbebas dari serangan demam influenza.

Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi

kuman tuberculosis yang masuk.

Batuk/Batuk Darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi

pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk mengeluarkan produk-produk radang keluar.

Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada

setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau

berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat betuk dimulai dari batuk kering (non-

produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan

sputum). Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh

Page 16: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi

dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Sesak nafas. Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas.

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi

setengah bagian paru.

Nyeri Dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang

sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura

sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.

Malaise. Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering

ditemukan berupa anoreksia dan tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan

turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin

lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjunctiva

mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau

berat badan menurun. Pada pemeriksaan fisis pasien sering tidak menunjukkan suatu

kelainanpun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara

asimptomatik. Demikian juga bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit

menemukan kelainan padapemeriksaan fisis, karena hantaran getaran/suara yang lebih

dari 4cm kedalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi. Secara

anamnesis dan pemeriksaan fisis, TB paru sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adanya infiltrate yang agak luas,

maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronchial. Akan

didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila

infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah.

Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hypersonor atau

tympani dan auskultasi memberikan suara amforik.

Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan febris yang luas sering ditemukan atrofi dan

retraksi otot-otot intercostals. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi

mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik

Page 17: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

amat luas yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan

daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis

(hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor pulmonal dan gagal jantung kanan. Disini

akan didapatkan tanda-tanda kor pulmonal dan gagal jantung kanan seperti takipnea,

takikardia, sianosis, right ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham-Steel,

bunyi P-2 yang mengeras tekanan vena jugularis yang meningkat, hepatomegali, asites

dan edema.

Bila tuberculosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat

agak tertinggal dalam pernafasan. Pernafasan memberikan suara pekak. Auskultasi

memberikan suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.

Dalam penampilan klinis TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan

didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang

positif.

Pemeriksaan Penunjang

Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBC

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan

sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam

"Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin

adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin

positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12

tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka

hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara

mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½

bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).

Page 18: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter

dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri

Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada

anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila

sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak

(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar

melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat

menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran

pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh

yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

1. Pembengkakan

(Indurasi)

: 0–4mm,uji mantoux negatif.

Arti klinis : tidak ada infeksi

Mikobakterium tuberkulosa.

2. Pembengkakan

(Indurasi)

: 3–9mm,uji mantoux meragukan.

Hal ini bisa karena kesalahan teknik,

reaksi silang dengan Mikobakterium atipik

atau setelah vaksinasi BCG.

3. Pembengkakan

(Indurasi)

: ≥ 10mm,uji mantoux positif.

Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi

Mikobakterium tuberkulosa.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer

terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman

Page 19: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun

tidak mudah untuk menemukannya.

Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)

Klasifikasi 0 Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC

Klasifikasi I Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC

Klasifikasi II Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC (gejala

TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif).

Klasifikasi III Sedang menderita TBC

Klasifikasi IV Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif

Klasifikasi V Dicurigai TBC

Penegakkan Diagnosis

Menurut Dep.Kes (2003), penemuan penderita TB Paru dibedakan menjadi 2:

1) Pada orang dewasa: Penemuan TB Paru dilakukan secara pasif, artinya penjaringan

tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit

pelayanan kesehatan. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan

ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan

dinyatakan positif bila sedikitnya dua dari tiga spesimen BTA hasilnya positif.

Page 20: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

2) Pada anak-anak: Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TB

dari bahan yang diambil dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, dan biopsi.

Sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto

rontgen dada dan uji tuberkulin. Seorang anak harus dicurigai menderita TB Paru

kalau mempunyai sejarah kontak erat/serumah dengan penderita TB Paru BTA

positif, terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari)

dan terdapat gejala umum TB paru yaitu batuk lebih dari 2 minggu.

Manifestasi Klinik Menurut Dep.Kes (2003),

1. Gejala Umum : Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Pada

TB Paru anak terdapat pembesaran kelenjar limfe superfisialis.

2. Gejala lain yang sering dijumpai :

a) Dahak bercampur darah.

b) Batuk darah

c) Sesak nafas dan rasa nyeri dada

d) Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan

(malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari

sebulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit Paru selain TB Paru. Oleh

karena itu setiap orang yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut

diatas, harus dianggap sebagi seorang “suspek TB Paru” atau tersangka penderita TB

Paru, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Page 21: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu

dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:

o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

o Pemeriksaan fisik.

o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

o Rontgen dada (thorax photo).

• Curiga adanya komplikasi

• Hemoptisis berulang atau berat

• Didapatkan hanya 1 spesimen BTA (+)

• Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB aktif :

Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas dan

segmen superior lobus bawah paru.

Kaviti,

Bayangan bercak milier

Efusi plera

o Uji tuberkulin.

Diagnosis TB paru

• Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu -

pagi - sewaktu (SPS).

• Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman

TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak

mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,

biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang

sesuai dengan indikasinya.

Page 22: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

• Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks

saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,

sehingga sering terjadi overdiagnosis.

• Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Page 23: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Komplikasi

Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium

lanjut:

1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial. , sehingga terjadi ketidak mampuan

menampung atau menyimpan oksigen dari lobus.

Page 24: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

3) Bronkiectasis dan fibrosis pada Paru. Bronkiectasis adalah endapan nanah ada

bronkus setempat karena terdapat infeksi pada bronkus. Penyebabnya yaitu

kerusakan yang berulang pada dinding bronchial dan keadaan abnormal dari

jaringan penghasil mucus mengakibatkan rusaknya jaringan pendukung menuju

saluran nafas. Fibrosis adalah pembentukan jaringan ikat pada roses pemulihan

atau penyembuhan.

4) Efusi Pleura adalah adanya cairan abnormal dalam rongga pleura yang disebabkan

oleh tekanan yang tidak seimbang pada kapiler yang utuh dan menyebabkan

kapasitas paru-paru tidak berkembang.

5) Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.

6) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan

sebagainya.

7) Insufisiensi Kardio Pulmoner atau penurunan fungsi jantung dan paru-paru sehingga

kadar oksigen dalam darah rendah.

PENATALAKSANAAN

Menurut Dep.Kes (2003) tujuan pengobatan TB Paru adalah untuk menyembuhkan

penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat

penularan. Salah satu komponen dalam DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka

pendek dengan pengawasan langsung dan untuk menjamin keteraturan pengobatan

diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pemberian paduan OAT didasarkan

pada klasifikasi TB Paru. Prinsip pengobatan TB Paru adalah obat TB diberikan dalam

bentuk kombinasi dari beberapa jenis (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin,

Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman

(termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan

ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Pada tahap intensif

(awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah

terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Bila pengobatan tahap intensif tersebut

diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu.

Page 25: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Sebagian besar penderita TB Paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada

akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih

sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk

membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadi kekambuhan. Pada anak,

terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB Paru BTA

positif, perlu dilakukan pemeriksaan. Bila anak mempunyai gejala seperti TB Paru maka

dilakukan pemeriksaan seperti alur TB Paru anak dan bila tidak ada gejala, sebagai

pencegahan diberikan Izoniasid 5 mg per kg berat badan perhari selama enam bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.

Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat

Page 26: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.

(2HRZ)

o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,

Kapreomisin dan Kanamisin. (4HR)

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian

(mg/kgbb/hari)

Dosis 2x/minggu

(mg/kgbb/hari)

Dosis 3x/minggu

(mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)

Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Isoniazid (INH)

INH adalah obat antiTBC yang paling efektif saat ini , bersifat bakterisid, dan sangat

efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang

berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif

pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi kedalam seluruh jaringan dan

cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan ascites, jaringan

kaseosa, dan angka timbulnya reaksi simpang sangat rendah 2. Dosis harian yang

biasa diberikan 5-15 mg/kg/ hari maksimal 300 mg./hari, diberikan satu kali

pemberian. INH yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan

dalam bentuk sirup 100mg/ 5 ml 2. INH mempunyai dua efek toksik utama

hepatotoksik, neuritis perifer, jarang terjadi pada anak tetapi frekuensinya meningkat

sejalan dengan bertambahnya usia. Hepatotoksik yang bermakna secara klinik jarang

terjadi. Hepatotoksik akan meningkat apabila INH diberikan bersama rifampisin dan

PZA.Neuritis perifer timbul sebagai akibat inhibisi kompetitif akibat metabolisme

Page 27: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

piridoksin. Kadar piridoksin berkurang pada anak yang menggunakan INH, tetapi

manifestasi klinisnya jarang sehingga tidak diperlukan piridoksin tambahan.Namun

pada remaja dengan diet yang tidak adekuat, anak-anak dengan asupan susu dan

daging yang kurang, malnutrisi, serta bayi yang hanya minum ASI memerlukan

piridoksiin tambahan.Manifestasi klinis neuritis perifer yang sering terjadi adalah

mati rasa atau kesemutan pada tangan dan kaki. Piridoksin diberikan satu kali sehari

25-50 mg atau 10 mg piridoksin setiap 100 gram INH.

Rifampisin

Merupakan antibiotika spektrum luas yang dipakai untuk berbagai infeksi pada anak-

anak. Obat ini bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel , dapat memasuki semua

jaringan , dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh oleh INH2.

Diabsorpsi baik melalui saluran gastrointestinal pada saat perut kosong dan kadar

puncak serum tercapai pada 2 jam. Makanan menghambat bioavaibility rifampisin

kira-kira 30%7. Diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20 mg/kg BB/ hari

(buck, 2004), dosis maksimal 600 mg/hari, dengan dosis satu kali pemberian perhari.

Jika diberikan bersama INH dosis rifampisin tidak melebihi 15 mg/kgBB/ hari dan

dosis INH 10mg/kgBB/hari. Didistribusikan secara luas kedalam jaringan tubuh

termasuk cairan serebrospinal2. Ekskresi melalui traktus biliaris. Efek yang kurang

menyenangkan pada pasien adalah perubahan warna urin, ludah, keringat, sputum dan

air mata menjadi oranye kemerahan. Efek samping yang umum terjadi adalah nyeri

kepala, mengantuk, fatigue, rasa gatal dikulit (dengan atau tanpa rash), gangguan

gastrointestinal (muntah dan mual), anoreksia, diare, hiperbilirubinemia, dan

hepatotoksisitas (ikterus/ hepatitis) yang biasanya ditandai oleh peningkatan kadar

transaminase serum yang asimtomatik. Dapat membuat kontrasepsi oral tidak efektif

dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat termasuk kuinidin, siklosporin, digoksin,

teofilin, kloramfenikol, kortikosteroid, dan sodium warfarin. Tersedia dalam bentuk

sediaan kapsul 150 mg, 300 mg dan 450 mg.

Pirazinamid

Penetrasi baik terhadap jaringan dan cairan tubuh termasuk sistem saraf pusat, cairan

serebrospinal, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam , direbsopsi baik

pada saluran pencernaan.Diberikan secara oral dengan dosis 15-30 mg/kgBB/hari

Page 28: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

dengan dosis maksimal 2 gram/hari2.Kadar serum puncak 45 ug/ml dalam waktu 2

jam.Aman pada anak. Tersedia dalam bentuk tablet 500 mg.

Etambutol

Jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitas pada mata. Memiliki aktivitas

bakteriostatik, dan berdasarkan pengalaman dapat dicegah resistensi terhadap obat-

obat lain.Tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis.

Dosisnya 15-20 mg/kgBB/hari, maksimum 1,25 mg/hari dengan dosis tunggal. Kadar

serum puncak 5 ug dalam waktu 2-4 jam. Tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan

500 mg. Kemungkinan toksisitas utama adalah neuritis perifer dan buta warna merah-

hijau. Tidak terdapat laporan toksisitas optik pada anak-anak. Namun obat ini tidak

digunakan secara luas karena pada anak kecil tidak dapat dilakukan pemeriksaan

lapang pandang dan ketajaman penglihatan. Etambutol sebaiknya jangan diberikan

pada anak yang belum dapat dilakukan pemeriksaan penglihatan. Namun dapat

digunakan pada anak dengan TBC berat dan kecurigaan TBC resisten obat jika obat-

obat lainnya tidak tersisa atau tidak dapat digunakan.

Streptomisin

Bersifat bakteriosid dan bakteriostatik kuman ektraseluler pada keadaan basal atau

netral, jadi tidak efektif membunuh kuman ekstraseluler. Saat ini streptomisin jarang

digunakan dalam pengobatan TBC , tetapi penggunaannya penting dalam pengobatan

TBC yang resesten obat . Dapat diberikan secara intramuskular 15-40 mg/kgBB/hari,

maksimal 1 gram /hari. Kadar puncak 40-50 ug/ml dalam waktu 1-2 jam. Sangat baik

melewati selaput otak yang meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang

tidak meradang.Berdifusi baik pada jaringan dan cairan pleura dieksresi melalui

ginjal2. Toksisitas utama pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan

dan pendengaran berupa telinga berdenging dan pusing. Dapat menembus plasenta

sehingga kontraindikasi pemberiannya pada wanita hamil karena dapat merusak saraf

pendengaran janin.

Pada keadaan khusus (adanya penyakit penyerta, kehamilan, menyusui) pemberian

pengobatan dapat dimodifikasi sesuai dengan kondisi khusus tersebut (Dep.Kes, 2003)

misalnya :

Page 29: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

1) Wanita hamil: Pinsip pengobatan pada wanita hamil tidak berbeda dengan orang

dewasa. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil kecuali Streptomycin, karena

bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta yang akan

mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang

menetap pada bayi yang dilahirkan.

2) Ibu menyusui: Pada prinsipnya pengobatan TB Paru tidak berbeda dengan

pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.

Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi sesuai dengan berat

badannya.

3) Wanita pengguna kontrasepsi: Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi

hormonal sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Penderita

TB Paru seyogyanya menggunakan kontrasepsi non hormonal.

4) Penderita TB Paru dengan kelainan hati kronik: Sebelum pengobatan TB,

penderita dianjurkan untuk pemeriksaan faal hati. Apabila SGOT dan SGPT

meningkat 3 kali, OAT harus dihentikan. Apabila peningkatannya kurang dari 3

kali, pengobatan diteruskan dengan pengawasan ketat. Penderita kelainan hati,

Pirazinamid tidak boleh diberikan.

5) Penderita TB Paru dengan Hepatitis Akut: Pemberian OAT ditunda sampai

Hepatitis Akut mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB

Paru sangat diperlukan, dapat diberikan Streptomycin dan Ethambutol maksimal 3

bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampicin dan

Isoniasid selama 6 bulan.

6) Penderita TB Paru dengan gangguan ginjal: Dosis yang paling aman adalah 2

RHZ/6HR. apabila sangat diperlukan, Etambutol dan Streptomicin tetap dapat

diberikan dengan pengawasan fungsi ginjal.

7) Penderita TB paru dengan Diabetes Mellitus: Dalam keadaan ini, diabetesnya

harus dikontrol. Penggunaan Rifampicin akan mengurangi efektifitas obat oral

Page 30: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

anti diabetes sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Penggunaan Etambutol pada

penderita Diabetes harus diperhatikan karena mempunyai komplikasi terhadap

mata.

Penggunaan OAT mempunyai beberapa efek samping diantaranya

a) Rifampicin : tidak nafsu makan, mual, sakit perut, warna kemerahan pada air seni,

purpura dan syok (Dep.Kes, 2003), sindrom flu, hepatotoksik (Soeparman, 1990)

b) Pirasinamid : nyeri sendi, hiperurisemia, (Soeparman, 1990)

c) INH : kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki (Dep.Kes, 2003), neuropati

perifer, hepatotoksik (Soeparman, 1990).

d) Streptomisin : tuli, gangguan keseimbangan (Dep.Kes, 2003), nefrotoksik dan

gangguan Nervus VIII (Soeparman, 1990)

e) Ethambutol : gangguan penglihatan, nefrotoksik, skinrash/dermatitis (Soeparman,

1990).

f) Etionamid : hepatotoksik, gangguan pencernaan (Soeparman, 1990)

Hampir semua OAT memberikan efek samping gatal dan kemerahan, ikhterus tanpa

penyebab lain, bingung dan muntah-muntah (Dep.Kes, 2003), serta bersifat hepatotoksik

atau meracuni hati (Soeparman, 1990) Menurut Suriadi (2001) penatalaksanaan

terapeutik TB Paru meliputi nutrisi adekuat, kemoterapi, pembedahan dan pencegahan.

Menurut Soeparman (1990), indikasi terapi bedah saat ini adalah penderita sputum BTA

tetap positif (persisten) setelah pengobatan diulangi dan penderita batuk darah masif atau

berulang.

Usaha Preventif Terhadap Tuberkulosis

Page 31: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Vaksinasi BCG. Daya proteksinya hanya sebagian saja pada anak-anak selama ini.

Tetapi BCG tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan terhadap

tuberculosis berat dan tuberculosis ekstra paru lainnya.

Kemoprofilaksis. Kemoprofilaksis terhadap tuberculosis merupakan masalah

tersendiri dalam peanggulangan tuberculosis paru di samping diagnosis yang cepat

dan pengobatan yang adekuat. Isoniazid banyak dipakai selama ini karena harganya

murah dan efek sampingnya sedikit. Setelah itu pilihan keduannya ialah Rimfapisin.

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak

menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita

TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif)

memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

1. Pencegahan (profilaksis) primer

Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).

INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).

Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau

sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.

2. Pencegahan (profilaksis) sekunder

Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit

TBC.

Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Page 32: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

BAB IIIPEMBAHASAN DAN DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka pasien ini didiagnosa TB Paru

Relaps

Teori Kasus

Hasil Pemeriksaan Sputum BTA

tanggal 7 Juli 2012

Dinyatakan TB bila:

Semua suspek TB diperiksa 3

spesimen dahak dalam waktu 2 hari,

yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa

ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB (BTA). Pada program TB

nasional, penemuan BTA melalui

pemeriksaan dahak mikroskopis

merupakan diagnosis utama.

BTA I (-) sewaktu

BTA II (+2) pagi

BTA III (+2) sewaktu

Pasien ini didiagnosa TB Paru Relaps yang berdasarkan pada pemeriksaan sputum BTA

Penatalaksaan pasien ini meliputi:

Edukasi

Edukasi yang terpenting adalah perubahan gaya hidup (life style) yang meliputi perubahan pola

makan dan aktivitas fisik atau olahraga.

Diet

Exercise

o Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3

– 5 kali per minggu

o Intensitas : ringan dan sedang

o Durasi : 30-60 menit

Page 33: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

Terapi Farmakologis

Untuk menetapkan rasional tidaknya terapi yang diberikan, harus memenuhi kriteria

sebagai berikut:

1. Obat yang diberikan harus tepat indikasi sesuai dengan standar medis/panduan klinis atau

sesuai dengan penyakit yang dihadapinya. Contoh penggunaan obat tidak rasional:

penggunaan antibiotik untuk diare yang non spesifik, penggunaan antibiotik untuk infeksi

virus saluran nafas akut.

2. Tepat obat, obat berdasarkan efektifitasnya, keamanannya dan dosis

3. Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi dan kemungkinan efek yang tidak diinginkan, misal

pasien yang mempunyai gangguan iritasi lambung tidak diberikan analgesik yang

mempunyai efek samping mengiritasi lambung

4. Tepat penggunaan obat artinya pasien mendapat informasi yang relevan, penting dan jelas

mengenai kondisinya dan obat yang diberikan (Aturan minum, sesudah atau sebelum makan,

dll)

5. Tepat monitoring, artinya efek obat yang diketahui dan tidak diketahui dipantau dengan

baik.

Dengan demikian, kerasionalan dalam pemberian terapi dapat dirangkum secara keseluruhan menjadi 4T 1W + EARMU, yaitu Tepat Indikasi, Tepat Dosis, Tepat Pemakaian, Tepat Pasien dan Waspada efek samping + Efektif Aman Rasional Murah dan Mudah didapat.Terapi Farmakologis1. Ringer Laktat

Pada pasien ini, terapi cairan yang diberikan yaitu ringer laktat. Biasanya cairan

ini diberikan sebagai cairan pengganti sesuai dengan sifatnya yang isotonis, dimana

partikel yang terlarut sama dengan CIS, dapat melewati membran semi permeabel.

Tonositas 275-295 mOsm/kg. Dengan tekanan onkotiknya yang rendah, cairan ini dapat

dengan cepat terdistribusi ke seluruh cairan ekstraseluler. Pada pasien ini diberikan

20tetes/ menit (1 tetes=0,5 ml). Berarti cairan infus akan habis dalam waktu + 8 jam.

Penentuan kecepatan pemberian ini dilihat dari keadaan pasien. Karena keadaan pasien

tidak menunjukkan tanda-tanda terjadi gangguan keseimbangan cairan maka cukup

diberikan cairan infus RL dengan kecepatan 20 tetes/menit untuk memelihara, mengganti

cairan tubuh dalam batas-batas fisiologis.

Page 34: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

No Teori kasus rasional

Ya tidak1 Indikasi: mengembalikan

keseimbangan elektrolit pada keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik

sebagai terapi rumatan √

2 Kontraindikasi: hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.

tidak ada kontraindikasi pada pasien

3 Dosis : sesuai dengan kondisi penderita

diberikan 20 tpm yang akan habis dalam waktu 8 jam

4 Efek samping: edema jaringan pada penggunaan dengan volume yang besar, biasanya pada paru-paru hiperkloremia dan asidosis metabolic

-

2. Paracetamol

Pemberian paracetamol pada pasien ditujukan untuk mengatasi gejala demam yang

dialami pasien. Obat ini hanya diberikan jika pasien demam saja, untuk menghindari

interaksi obat yang dapat terjadi. Namun, pada kasus ini tetap digunakan sampai akhir

walaupun demam sudah hilang.

No Teori kasus rasional

Ya tidak1 Indikasi: Sebagai

antipiretik, analgesic, Serta menurunkan demam pada influenza dan setelah vaksinasi

sebagai terapi terhadap Demam

2 Kontraindikasi: gangguan

fungsi hati dan ginjal

tidak ada kontraindikasi pada pasien

3 Dosis : 500mg untuk orang dewasa 3x1tab

3 x 1 tab √

4 Efek samping: reaksi

pada kulit dan alergi,

hematologi, mual, muntah, -

Page 35: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

nekrosis tubular ginjal.

3. Ambroksol

Pasien ini diberikan ambroksol sebagai terapi batuk berdahaknya.No Teori kasus rasional

Ya tidak1 Indikasi: penyakit saluran

pernafasan akut dan kronik yang disertai dengan sekresi bronkus yang abnormal, terutama pada bronkitis kronik eksaserbasi, asthmatic bronchitis dan bronchial asthma.

sebagai terapi terhadap batuk berdahak.

2 Kontraindikasi: belum diketahui

tidak ada kontraindikasi pada pasien

3 Dosis : dewasa 30 mg 3x 1 tab

3 x 1 tab √

4 Efek samping: depresi sumsum tulang, anemia aplasti, sindrom Gray pada bayi, gangguan GI, neuritis perifer & optik.

-

4. Ranitidin

No Teori kasus rasional

Ya tidak1 Indikasi: tukak lambung

dan tukak duodenum, refluks, esofagitis, dyspepsia edisi kronis, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan bermanfaat.

sebagai terapi terhadap mual dan muntah akibat efek samping obat fdc

2 Kontraindikasi: Gangguan hepar dan ginjal.

tidak ada kontraindikasi pada pasien

3 Dosis : dewasa 50 mg diencerkan sampai 20 ml diberikan selama tidak kurang dari 2 menit. Dapat diulang dalam 6-8 jam

2x1 ampul injeksi √

Page 36: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

4 Efek samping: Diare, jarang menimbulkan konstipasi, sakit kepala yang biasanya berat.

-

5. Antasida

No Teori kasus rasional

Ya tidak1 Indikasi: dispepsia sebagai terapi terhadap

mual muntah akibat efek samping fdc

2 Kontraindikasi: hipofosfatemia

tidak ada kontraindikasi pada pasien

3 Dosis : dewasa 1 sendok makan diberikan 3x1

Antasida sirup 3xC1 √

4 Efek samping: Diare -

6. Co Amoksiklav

No Teori kasus rasional

Ya tidak1 Indikasi: infeksi saluran

kemih, otitis media, sinusitis, bronkitis kronis

sebagai terapi antibiotik √

2 Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap penisillin

tidak ada kontraindikasi pada pasien

3 Dosis : per oral dewasa 250-500 mg tiap 8 jam

500 mg 3x1 tablet √

4 Efek samping: Mual, diare, ruam

7. Streptomycin

No Teori kasus rasional

Ya tidak1 Indikasi: terbatas pada

tuberculosa terutama pada kasus tb yg resisten obat

sebagai terapi terhadap tb relaps

2 Kontraindikasi: Mystenia gravis, wanita hamil, pemberian berbarengan

Tidak ditemukan kontraindikasi pada pasien

Page 37: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

dengan obat diuretik, 3 Dosis : im 15-40 mg

/kgbb/hari. Maksimal 1 gram

1x500 mg √

4 Efek samping: ototoksisitas

8.FDC

No Teori kasus rasional

Ya tidak1 Indikasi: untuk pengobatan

tbsebagai terapi terhadap tb

2 Kontraindikasi: ibu hamil, menyusui

Tidak ditemukan kontraindikasi pada pasien

3 Dosis : usia 50-70 tahun 1x 4 tablet

1x 3 tab √

4 Efek samping: mual,muntah

Page 38: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

a. Penggunaan RL dilihat dari Indikasi (rasional), dosis (rasional), Pemakaian (rasional),

tepat pasien & keamanan atau efek samping (rasional).

b. Pemberian Paracetamol dilihat dari indikasi (rasional), dosis (rasional), Pemakaian

(rasional), tepat pasien & keamanan atau efek samping (rasional).

c. Penggunaan Ambroxol dilihat dari Indikasi (rasional), dosis (rasional), Pemakaian

(rasional), tepat pasien & keamanan atau efek samping (rasional).

d. Penggunaan Ranitidin dilihat dari Indikasi (tidak rasional), dosis (rasional),

Pemakaian (rasional), tepat pasien & keamanan atau efek samping (rasional).

e. Penggunaan Antasida dilihat dari Indikasi (tidak rasional), dosis ( tidak rasional)

karena tidak memenuhi dosis yang tepat, Pemakaian (rasional), tepat pasien &

keamanan atau efek samping (rasional).

f. Penggunaan Co Amoksiclav dilihat dari Indikasi (rasional), dosis (rasional),

Pemakaian (rasional), tepat pasien & keamanan atau efek samping (rasional).

g. Penggunaan Streptomycin dilihat dari Indikasi (rasional), dosis (rasional), Pemakaian

(rasional), tepat pasien & keamanan atau efek samping (rasional).

h. Penggunaan FDC dilihat dari Indikasi (rasional), dosis (tidak rasional) karena tidak

memenuhi dosis yang tepat, Pemakaian (rasional), tepat pasien & keamanan atau efek

samping (rasional).

2. Saran

Pemberian obat harus sesuai indikasi, cara pemakaian, dan interaksi dengan obat lain jika pasien menggunakan lebih dari satu obat

Page 39: TUGAS LAPORAN KASUS SERUNI TB RELAPS

DAFTAR PUSTAKA

Amin Z dan Bahar A. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Sudoyo AW, et al (Ed). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. Halaman 988-992

Bahar A. 1990. Tuberkulosis Paru dalam Soeparman dan Waspadji S., Ilmu Penyakit Dalam

Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Halaman 715-726

Brooks G.F., Butel J.S., dan Morse R.A. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit

Salemba Medika. Halaman 453-464

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Cetakan ke-8. Indonesia.

Idris F. 2004. Managament Public Private Mix-Penanggulangan Tuberkulosis Strategi Dokter

DOTS Dokter Praktik Swasta. Edisi 1. Jakarta: Cikal Media. Halaman 23-24

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Volume 3.

No. 2 (Online). 2006. pp 1-3

Sandjaja B,. 1992. Isolasi dan Identifikasi Mikrobakteria. Papua: Widya Medika Balai

Laboratorium Jayapura

Todar. 2002. Tuberculosis University of Wisconsin-Madison Department of Bacteriology.

UKK Respirologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2007. Pedoman Nasional Tuberkulosis

Anak. Edisi 2. Jakarta: EGC. Halaman 6-7, 25-41, 101-113