Tugas Aspek Hukum Dan Lembaga Keuangan

download Tugas Aspek Hukum Dan Lembaga Keuangan

of 23

Transcript of Tugas Aspek Hukum Dan Lembaga Keuangan

MAKALAH BANK INDONESIA

Disusun oleh: HERRA ASTUTI INDAH AYU WARDANA INDAH PERTIWI INDAH SARI MURNI INTAN RIZKY MEGA F3610056 F3610057 F3610058 F3610059 F3610060

DIII KEUANGAN PERBANKAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum dan Lembaga Keuangan. Makalah ini berisi beberapa informasi tentang Bank Indonesia secara umum, semoga dengan adanya makalah ini dapat menambahkan pengetahuan pembaca tentang sistem perbankan di Indonesia. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Penulis

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Secara umum Bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana tersebut. Di Indonesia sendiri terdapat bermacam-macam jenis bank yang salah satunya yaitu Bank Sentral. Bank Sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-Undang nomor 13 tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga stabilitas mata uang, mengajukan pencetakan / penambahan mata uang rupiah dan lain sebagainya. Umumnya Bank Sentral hanya terdapat satu dalam suatu negara, sama halnya dengan negara kita yang hanya memiliki satu Bank Sentral. Bank Sentral yang terdapat di Indonesia adalah Bank Indonesia yang terletak di Jakarta. Sebagai Bank yang memilki peran penting dalam perekonomian kita, kita perlu mamahami apa yang disebut dengan Bank Indonesia, baik dalam hal tugas, pengartian ataupun yang lain. Oleh karna itu dalam kesempatan ini tim penulis akan mengangkat Bank Indonesia sebagai pokok bahasan pada penulisan makalah ini. B. RUMUSAN MASALAH a. b. c. d. e. f. Bagaimana Sejarah Bank Indonesia? Apa Status dan Kedudukan Bank Indonesia? Apa Tujuan dan Tugas Bank Indonesia? Apa Pengaturan dan Pengawasan Bank Indonesia? Bagaimana Sistem Pembayaran Di Bank Indonesia? Bagaimana Pengangkatan Dan Pemberhentian Dewan Gubernur Bank Indonesia?

g. h. i. j. C.

Bagaimana Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Lembaga Negara? Bagaimana Hubungan Kerjasama Internasional Yang Dilakukan Bank Indonesia? Bagaimana Kepentingan? Bagaimana Kode Etik Bank Indonesia? Hubungan Bank Indonesia Dengan Pemangku

TUJUAN Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum Lembaga Keuangan. Makalah ini berisi beberapa informasi tentang Bank Indonesia secara umum. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambahkan pengetahuan pembaca tentang sistem perbankan di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

A.

SEJARAH BANK INDONESIA Gagasan pembentukan bank sentral telah muncul sejak pembahasan materi Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Gagasan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Penjelasan Pasal 23 UUD 1945 tentang Hal Keuangan. Langkah pembentukan bank sentral dimulai dengan Surat Kuasa Soekarno-Hatta tanggal 16 September 1945 kepada R.M. Margono Djojohadikoesoemo untuk mempersiapkan Bank Negara Indonesia (BNI). Tidak lama kemudian, didirikan Jajasan Poesat Bank Indonesia yang berikutnya dilebur ke dalam BNI. Sebagai bank sentral dalam masa revolusi, BNI tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Sementara itu, De Javasche Bank (DJB) yang pernah menjadi bank sirkulasi pada masa Hindia Belanda, kembali membuka cabangcabangnya di wilayah yang dikuasai oleh NICA sejak awal 1946. Pada 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB) telah menetapkan DJB sebagai bank sirkulasi bagi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan BNI berfungsi sebagai bank umum. Setelah bubarnya RIS pada 17 Agustus 1950, Republik Indonesia (RI) berkeinginan untuk memiliki bank sentral yang independen dan bebas dari kepemilikan asing. Keinginan tersebut difokuskan pada nasionalisasi DJB yang selama ini telah berfungsi sebagai bank sirkulasi meski masih berstatus bank swasta dan didominasi oleh Belanda. Pada 1951, DJB dinasionalisasi dan kepemilikan sahamnya berhasil diselesaikan oleh Panitia Nasionalisasi. Maka dengan berlakunya UU No. 11/1953 tentang penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada 1 Juli 1953, DJB dirubah namanya menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk RI. Sejarah mencatat bahwa aktivitas perekonomian dan keuangan menjadi tulang punggung dalam perjalanan suatu bangsa. Dalam hal ini peran bank sentral sangat dibutuhkan sebagai sebuah lembaga yang memang diserahi

tugas mengontrol system moneter dan perbankan suatu negara yang kebijakannya akan berdampak pada perekonomian. Dalam menjalankan tugas tersebut, umumnya bank sentral memiliki wewenang mengedarkan uang, di samping memiliki fungsi dan wewenang mengatur, membina, dan mengawasi kegiatan perbankan. Seperti diketahui, bank merupakan lembaga perantara keuangan. Selain itu, bank sentral berperan pula sebagai sumber terakhir pinjaman bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas, atau dikenal dengan istilah lender of the last resort. Lebih jauh lagi, bank sentral juga mempunyai peran pengendali sistem moneter. Dari fungsi ini, menjadi lebih jelas lagi bahwa bank sentral juga berperan dalam pengembangan sistem perkreditan yang sehat. Sebagai negara yang sedang berusaha bangkit dari kehancuran selama masa penjajahan, para pendiri negara ini pun menyadari bahwa Indonesia memerlukan suatu bank sentral. Pemikiran ini muncul sejak pembahasan materi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 5 Juli 1946, lahirlah Undang-Undang No. 2 Prp. 1946 mengenai pendirian Bank Negara Indonesia (BNI), dilanjutkan dengan meleburkan "Jajasan Poesat Bank Indonesia" ke dalam bank tersebut yang berkantor pusat di gedung eks. bank milik Belanda, De Javasche Bank Yogyakarta. Walau status BNI sebagai bank sentral tidak tercantum secara tegas dalam Undang- Undang No. 2 Prp. 1946, namun beberapa pasalnya mengamanatkan tugas kebanksentralan, antara lain dinyatakan dalam pasal 1, pasal 6, pasal 7, dan pasal 10. Keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini mengejutkan Belanda dengan NICA-nya ketika mereka datang kembali ke nusantara dan membuat situasi menjadi memanas. Belanda yang tidak mau

mengakui kemerdekaan Indonesia mencoba merebut kembali wilayah Indonesia satu per satu. Seiring dengan itu, mereka juga membuka kembali beberapa kantor De Javasche Bank (DJB) di wilayah-wilayah yang berhasil didudukinya. Peta perebutan wilayah ditandai dengan berdirinya DJB Jakarta, Semarang, Manado, Surabaya, Banjarmasin, Pontianak, Bandung, Medan, dan Makassar. Tanggal 21 Juli 1946, Belanda berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan melakukan aksi militer yang terkenal dengan istilah Clash I. Bersamaan dengan itu, empat buah kantor DJB pun ikut dibuka yaitu DJB Palembang, Cirebon, Malang, dan Padang. Pada Clash II, tanggal 19 Desember 1948, Belanda berhasil menduduki Yogyakarta, sehingga tiga kantor DJB pun ikut dibuka yaitu Yogyakarta, Solo, dan Kediri. Gambaran keadaan negara Republik Indonesia (RI) yang terpecahpecah seperti yang diuraikan di atas menjadikan embrio bank sentral Indonesia yang akan tumbuh menjadi tersendat. Di samping itu, kondisi tersebut berimbas dan berpengaruh pada kinerja dan pelaksanaan tugas-tugas BNI. Kantor-kantor BNI yang lazimnya menggunakan gedung kantor DJB ikut menyingkir bersamaan dengan didudukinya kota bersangkutan, dan DJB ternyata dibuka kembali. Akhirnya BNI tidak bias menjalankan fungsi bank sentralnya. Dengan prakarsa Dewan Keamanan PBB, diselenggarakanlah

Konferensi Meja Bundar (KMB) dengan keputusan pengakuan kedaulatan penuh atas RI pada tanggal 27 September 1949, dengan bentuk negara RIS. KMB juga menetapkan bahwa yang bertindak sebagai bank sirkulasi adalah DJB. Keputusan KMB ini juga mengakibatkan berubahnya status dan fungsi BNI menjadi bank umum. Belanda mengingkari keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB) tentang Irian Barat. Akibatnya pemerintah Indonesia memutuskan untuk kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peristiwa ini

membangkitkan semangat nasionalisme yang tinggi, termasuk keinginan menasionalisasi De Javasche Bank (DJB). Pada tanggal 30 April 1951, Menteri Keuangan RI, Mr. Jusuf Wibisono, dalam wawancara persnya mengumumkan niat pemerintah Indonesia untuk menasionalisasi DJB menjadi bank sirkulasi. Pernyataan yang dibuat tanpa konsultasi terlebih dahulu dengan pihak DJB ini menyebabkan Presiden DJB, Dr A. Houwink memutuskan untuk mengundurkan diri. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 123 tanggal 12 Juli 1951, diangkatlah Mr. Sjafruddin Prawiranegara menjadi Presiden DJB. Keterangan resmi mengenai nasionalisasi ini disampaikan Perdana Menteri, dr. Sukiman Wirjosandjojo kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian, berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 118 tanggal 2 Juli 1951, yang berlaku surut sejak tanggal 19 Juni 1951, dibentuklah "Panitia Nasionalisasi De Javasche Bank NV", dengan ketua Mohamad Sediono dan anggotaanggota yang terdiri atas Mr. Soetikno Slamet, Dr. R.M. Soemitro Djojohadikoesoemo, T.R.B Sabarudin, serta Drs. Khouw Bian Tie. Panitia ini bertugas menasionalisasi DJB dan merencanakan status baru bagi bank sentral Indonesia. Dalam melaksanakan tugas tersebut, langkah pertama yang dilakukan oleh panitia adalah dengan membeli saham kepemilikan DJB oleh pemerintah dengan kurs 120% dalam valuta uang Belanda atau valuta lain sesuai tempat tinggal pemilik saham dengan kurs sebanding, dan kurs 360% untuk pemilik saham WNI atau penduduk dalam rupiah. Dengan cara ini kepemilikan DJB bisa diambil alih sebesar 99,4%. Sisanya 0,6% dianggap hilang karena tidak jelas pemiliknya Dan tanggal 15 Desember 1951, DJB resmi dinasionalisasi berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1951. Tugas Panitia Nasionalisasi DJB selanjutnya adalah menyusun rancangan undangundang tentang Bank Indonesia sebagai bank sentral, yang disahkan DPR tanggal 10 April 1953 dengan sebutan Undang-undang Pokok

Bank Indonesia No. 11 tahun 1953 dan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1953. Dengan demikian Bank Indonesia resmi menjadi bank sentral Indonesia. Bank Indonesia mempunyai beberapa perbedaan dengan pendahulunya, De Javasche Bank. Jika unsur pimpinan DJB adalah direksi, penasehat, komisaris pemerintah, dan dewan komisaris, maka unsur pimpinan Bank Indonesia adalah dewan moneter, direksi, dan dewan penasehat. Selain itu, jika direksi DJB terdiri atas presiden, wakil presiden I dan II, direktur, serta direktur I dan II, maka di lain pihak direksi Bank Indonesia terdiri atas gubernur dan beberapa anggota direksi. Bentuk badan hukum antara DJB dan Bank Indonesia juga berbeda. Bila badan hukum DJB berbentuk Naamlooze Vennootschap (NV), maka bentuk badan hokum Bank Indonesia adalah berdasarkan undang-undang. Ditinjau dari tugasnya, kedua institusi ini pun berbeda. Bila DJB tidak diberikan tugas lain di bidang moneter dan perbankan selain mengedarkan uang dan menerima laporan bank-bank secara berkala, maka Bank Indonesia menurut UU No. 11/1953 bertugas memajukan perkembangan perbankan yang sehat berkaitan dengan urusan kredit dan urusan bank di Indonesia. Di samping itu, dalam hal campur tangan pemerintah, DJB cukup independen, meskipun dalam beberapa hal harus mendapat persetujuan dari pemerintah c.q gubernur jenderal. Lain halnya dengan Bank Indonesia yang mengakomodir unsure pemerintah di dalam struktur organisasinya yaitu menteri keuangan dan menteri perekonomian sebagai ketua dan anggota Dewan Moneter. Kekuasaan Dewan Moneter ini sangat kuat karena selain menetapkan kebijakan umum di bidang moneter, juga dalam hal-hal lain yang dianggap terkait dengan kepentingan umum, termasuk penetapan tarif-tarif bank. Sebuah tonggak sejarah mengenai pendirian bank sentral di Indonesia telah dipancangkan. Meskipun kehadiran Dewan Moneter sebagai unsur

pimpinan Bank Indonesia menjadikan struktur organisasi lembaga ini tidak dapat sepenuhnya independen dari pemerintah, namun kehadiran Bank Indonesia sebagai bank sentral telah memberikam andil besar dalam perjalanan perekonomian dan moneter di Indonesia pada masa mendatang. STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA Sebagai Lembaga Negara yang Independen Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Sebagai Badan Hukum

Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturanperaturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. B. TUJUAN DAN TUGAS BANK INDONESIA Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah. Tiga Pilar Utama Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah:

Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta Mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.

Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehatihatian. Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank. Upaya Restrukturisasi Perbankan Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan

sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter. Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank. SISTEM PEMBAYARAN DI BANK INDONESIA Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar. BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat pembayaran tunai seperti uang rupiah.

BI juga berhak mencabut, menarik hingga memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran. Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran. Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti menetapkan kebijakan terkait pengendalian risiko, efisiensi serta tata kelola (governance) SPN. Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar (clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan pemusnahan uang. Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan, nilai intrinsik serta masa edar

uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan. Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang telah dikeluarkan. Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran, penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun dengan peningkatan sarana sistem monitoring. Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang menyediakan jasa penukaran uang kecil. Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah ditunjuk oleh Bank Indonesia.

Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar. Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI). C. PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia oleh Dewan Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai Pemimpin, dibantu oleh seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa Jabatan Gubernur dan Deputi Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas. Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali mengundurkan diri, berhalangan tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan. D. KEDUDUKAN BANK INDONESIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA Dilhat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan BI sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Mahkamah Agung. Kedudukan BI juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan BI berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan

yang khusus tersebut diperlukan agar BI dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun BI berkedudukan sebagai lembaga negara independen, dalam melaksanakan tugasnya, BI mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya. Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, BI setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktuwaktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, BI menyampaikan rencana dan realiasasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, BI wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK. Hubungan BI dengan Pemerintah : Hubungan Keuangan Dalam hal hubungan keuangan dengan Pemerintah, Bank Indonesia membantu menerbitkan dan menempatkan surat-surat hutang negara guna membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa diperbolehkan membeli sendiri surat-surat hutang negara tersebut. Bank Indonesia juga bertindak sebagai kasir Pemerintah yang menatausahakan rekening Pemerintah di Bank Indonesia, dan atas permintaan Pemerintah, dapat menerima pinjaman luar negeri untuk dan atas nama Pemerintah Indonesia. Namun demikian, agar pelaksanaan tugas Bank Indonesia benarbenar terfokus serta agar efektivitas pengendalian moneter tidak terganggu, pemberian kredit kepada Pemerintah guna mengatasi deficit spending - yang selama ini dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan

undang-undang yang lama - kini tidak dapat lagi dilakukan oleh Bank Indonesia. Hubungan BI dengan Pemerintah : Independensi dalam Interdependensi Meskipun Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen, tetap diperlukan koordinasi yang bersifat konsultatif dengan Pemerintah, sebab tugas-tugas Bank Indonesia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan-kebijakan ekonomi nasional secara keseluruhan. Koordinasi di antara Bank Indonesia dan Pemerintah diperlukan pada sidang kabinet yang membahas masalah ekonomi, perbankan dan keuangan yang berkaitan dengan tugas-tugas Bank Indonesia. Dalam sidang kabinet tersebut Pemerintah dapat meminta pendapat Bank Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia juga dapat memberikan masukan, pendapat serta pertimbangan kepada Pemerintah mengenai Rancangan APBN serta kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan tugas dan wewenangnya. Di lain pihak, Pemerintah juga dapat menghadiri Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan hak bicara tetapi tanpa hak suara. Oleh sebab itu, implementasi independensi justru sangat dipengaruhi oleh kemantapan hubungan kerja yang proporsional di antara Bank Indonesia di satu pihak dan Pemerintah serta lembaga-lembaga terkait lainnya di lain pihak, dengan tetap berlandaskan pembagian tugas dan wewenang masing-masing. Kerjasama BI dengan Lembaga Lain

Menyadari pentingnya dukungan dari berbagai pihak bagi keberhasilan tugasnya, BI senantiasa bekerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai lembaga negara dan unsur masyarakat lainnya. Beberapa kerjasama ini dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU), keputusan bersama (SKB), serta perjanjian-perjanjian, yang ditujukan untuk menciptakan sinergi dan kejelasan pembagian tugas antar lembaga serta mendorong penegakan hukum yang lebih efektif. Beberapa Kerjasama dimaksud adalah dengan pihak-pihak sbb : Departemen Keuangan (MoU tentang Mekanisme Penetapan Sasaran, Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi di Indonesia, MoU tentang BI sebagai Process Agent di bidang pinjaman dan hibah luar negeri Pemerintah, SKB tentang Penatausahaan Penerbitan Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penyehatan perbankan) Kejaksaan Agung & Kepolisian Negara : SKB tentang kerjasama penanganan tindak pidana di bidang perbankan Kepolisian Negara RI dan Badan Intelijen Negara : MoU tentang Pemberantasan uang palsu Menkokesra, Kementrian Koperasi dan UKM : MoU bidang Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM Perhimpunan Pedagang SUN (Himdasun) : MoU tentang Penyusunan Master Repurchase Agreement (MRA)

Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia tentang Koordinasi Pengelolaan Uang Negara.

E.

HUBUNGAN KERJASAMA INTERNASIONAL YANG DILAKUKAN BANK INDONESIA BI menjalin hubungan kerjasama dengan lembaga internasional yang diperlukan dalam rangka menunjang kelancaran pelaksanaan tugas Bank

Indonesia maupun Pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi, moneter, maupun perbankan. BI menjalin kerjasama internasional meliputi bidangbidang : 1. 2. 3. 4. 5. Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing Penyelesaian transaksi lintas negara Hubungan koresponden Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas selaku bank sentral Pelatihan/penelitian di bidang moneter dan sistem pembayaran.

Keanggotaan Bank Indonesia di beberapa lembaga dan forum internasional atas nama Bank Indonesia sendiri antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. The South East Asian Central Banks Research and Training Centre (SEACEN Centre) The South East Asian, New Zealand and Australia Forum of Banking Supervision (SEANZA) The Executive' Meeting of East Asian and Pacific Central Banks (EMEAP) ASEAN Central Bank Forum (ACBF) Bank for International Settlement (BIS)

Keanggotaan Bank Indonesia mewakili pemerintah Republik Indonesia antara lain : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Association of South East Asian Nations (ASEAN) ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea) Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) Manila Framework Group (MFG) Asia-Europe Meeting (ASEM) Islamic Development Bank (IDB) International Monetary Fund (IMF)

8.

World Bank, termasuk keanggotaan di Intenational Bank of Reconstruction and Development (IBRD), International Development Association (IDA) dan International Finance Cooperatioan (IFC), serta Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA)

9.

World Trade Organization (WTO)

10. Intergovernmental Group of 20 (G20) 11. Intergovernmental Group of 15 (G15, sebagai observer) 12. Intergovernmental Group of 24 (G24, sebagai observer) F. HUBUNGAN KEPENTINGAN Menyadari pentingnya dukungan para pemangku kepentingan dalam keberhasilan pencapaian tujuannya, Bank Indonesia terus membina hubungan dengan lembaga tinggi negara, pemerintah, dunia usaha dan perbankan, media massa, akademisi, serta lembaga internasional, dan masyarakat pada umumnya. Hal ini ditujukan agar pemangku kepentingan memahami pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia serta dapat bekerja sama dengan Bank Indonesia guna menciptakan sinergi bagi kepentingan pemangku kepentingan maupun Bank Indonesia. Bank Indonesia juga menyadari pentingnya pembangunan berkelanjutan bagi pencapaian cita-cita perekonomian nasional. Karena itu, Bank Indonesia aktif melakukan kegiatan kepedulian social bagi masyarakat, khususnya di bidang yang penting bagi kesinambungan pembangunan nasional, yaitu bidang edukasi, lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi (melalui dukungan terhadap internediasi perbankan). G. KODE ETIK PEGAWAI Kode Etik Bank Indonesia merupakan pedoman standar perilaku yang mencerminkan integritas Pegawai Bank Indonesia. Setiap Pegawai Bank BANK INDONESIA DENGAN PEMANGKU

Indonesia bertanggungjawab, tidak hanya untuk mengetahui Kode Etik ini, melainkan juga menerapkannya dalam tindakan sehari-hari. 1. 2. Pegawai dilarang menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan atau fasilitas yang diberikan oleh Bank Indonesia. Pejabat Bank Indonesia kepada wajib untuk melaporkan dan atau harta Komisi kekayaannya 3. Bank Indonesia

Pemberantasan Korupsi. Pegawai dilarang meminta/menerima, memberi persetujuan untuk menerima, mengizinkan atau membiarkan keluarga untuk meminta/menerima fasilitas dan hal-hal lain yang dapat dinilai dengan uang dari perorangan atau badan yang diketahui atau patut diduga bahwa hal tersebut mempunyai hubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai yang bersangkutan. 4. 5. Pegawai wajib menjaga rahasia Bank Indonesia untuk hal yang dikategorikan rahasia. Pegawai dilarang menjadi anggota, pengurus partai politik, dan atau melakukan kegiatan untuk kepentingan partai politik. Pegawai yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Bank Sentral di suatu Negara, pada umumnya adalah sebuah instansi yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter di wilayah Negara tersebut. Bank Sentral menjaga agar tingkat inflasi terkendali, dengan mengontrol keseimbangan jumlah uang dan barang. Apabila jumlah uang yang beredar

terlalu banyak maka Bank Sentral mencoba menyesuaikan jumlah uang beredar sehingga tidak berlebihan dan cukup untuk menggerakkan roda perekonomian. Berdasarkan UU. No 23/1999 tentang Bank Indonesia, Bi adalah Bank Sentral yang kedudukannya sebagai lembaga Negara yang independen, bebas dari campur tangan pemerintah dan lembaga/perorangan.