Tugas Akbank Bab Vii_analisis Kesehatan Perbankan

download Tugas Akbank Bab Vii_analisis Kesehatan Perbankan

If you can't read please download the document

description

akuntansi perbankan

Transcript of Tugas Akbank Bab Vii_analisis Kesehatan Perbankan

TUGAS AKUNTANSI PERBANKAN

ANALISIS KESEHATAN PERBANKAN

Kelas: 1

Disusun Oleh:

Stefanus Sigit B. S10.60.0212

Ardika Yonathan11.60.0131

Septian Oloan S11.60.0174

Ricky Ramanda N11.60.0177

Ricko Ksatria P11.60.0187

Ade Prihasta11.60.0217

Whilman Paschanus S11.60.0222

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS KATHOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

Pengertian Kesehatan Bank

Menurut Bank Of Settlement, bank dapat dikatakan sehat apabila bank tersebut dapat melaksanakan control terhadap aspek modal, aktiva, rentabilitas, manajemen dan aspek likuiditasnya. Pengertian Kesehatan bank menurut Bank Indonesia sesuai dengan Undangundang RI No. 7 Tahun 1992 Tentang perbankan Pasal 29 adalah Bank dikatakan sehat apabila bank tersebut memenuhi ketentuan Kesehatan bank dengan memperhatikan aspek Permodalan, Kualitas Asset, Kualitas Manajemen, Kualitas Rentabilitas, Likuiditas, Solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.

Manfaat pentingnya Penilaian Kesehatan Masyarakat.

Menurut surat edaran Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 yang mengatur tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank, Penilaian tingkat kesehatan bank sangat penting dan bermanfaat karena merupakan tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan ketentuan perbankan yang sehat dan juga sebagai tolok ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank baik secara individual maupun secara perbankan.

Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Metode CAMELS

Kesehatan Bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, bank dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia selaku pembina dan Pengawas bank. Semua dengan tanggung jawab masing masing pihak tersebut perlu untuk menyatukan diri bersama sama berupaya untuk mewujudkan perbankan yang sehat. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan tata cara penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang sebelumnya oleh Bank Indonesia telah diatur dalam Surat Edaran kepada semua bank Umum di Indonesia No. 30/2/UPPB tanggal 30 April 1997 yang diubah dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/277/KEP/DIR tanggal 19 Maret 1998.

Pada Tahun 2004 Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 38, Tambahan Lembaran Negara No. 4382 ). Perubahan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan bahwa semakin pesatnya perkembangan yang terjadi di bidang perbankan yang berpengaruh pada meningkatnya kompleksitas usaha bank dan profil resiko yang dimilki bank. Semakin meningkatnya kompleksitas usaha bank dan profil risiko yang dimiliki bank serta perubahan metodologi penilaian kondisi bank yang diterapkan secara internasional akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan bank. Kesehatan bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian faktor Permodalan, Kualitas Asset, Manajemen, Rentabilitas, Likuiditas, dan Sensitivitas terhadap resiko pasar. Penilaian terhadap faktor faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitaif dan atau kualitatif setelah memperkembangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional ( Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 ).

Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Tujuan penilaian dari masing masing komponen CAMELS adalah :

Capital ( Modal )

Penilaian tehadap faktor permodalan ini dilakukan mengingat kecukupan modal sangat diperlukan guna kelangsungan operasional bank sehari hari. Dimana modal digunakan sebagai penyangga apabila sedang mengalami kerugian.

2. Asset ( Aktiva )

Penilaian tehadap faktor ini dilakukan karena Kualitas asset merupakan salah satu aspek terpenting yang mempengaruhi pasar pendapatan bunga. Pengelolaan asset yang baik meliputi tata cara pemberian kredit yang dapat dipercaya dan penerapan pengendalian kredit.

3. Management ( Manajemen )

Penilaian terhadap faktor manajemen ini dilakukan untuk melihat bagaimana peran Direksi dan Komisaris dalam menetapkan kebijakan manajemen resiko, mengawasi pelaksanaannya, kualitas sistem Informasi Manajemen, sistem Pengawasan internal, strategi jangka pendek, menengah dan panjang, masalah kepemimpinan termasuk upaya penyediaan kader pemimpin. Penilaian manajemen cenderung bersifat subjektif dan kualitatif dan perlu dicarikan kesepakatan untuk mengurangi terjadinya beda pandang antara pemeriksa dan objek yang diperiksa.

4. Earnings ( Rentabilitas )

Penilaian terhadap faktor rentabilitas ini dilakukan untuk mengukur kemampuan bank untuk menetapkan harga yang mampu untuk mengcover seluruh biaya. Laba memungkinkan bank tumbuh. Selain besar laba yang dihasilkan, kualitas dan sumber laba juga menjadi objek penelitian. Laba yang dihasilkan secara stabil dan tumbuh secara konsisten memberi nilai tambah.

5. Liquidity ( Likuiditas )

Penilaian terhadap faktor likuiditas ini dilakukan mengingat aktiva bank kebanyakan bersifat secara tidak liquid dengan sumber dana dengan jangka waktu lebih pendek. Oleh sebab itu likuiditas digunakan untuk mengukur kapabilitas bank dalam memenuhi kewajibannya terutama jangka pendek dan jangka panjang.

6. Sensitivity to Market Risk ( Sensitivitas terhadap resiko pasar )

Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap resiko pasar ini dilakukan untuk melihat bagaimana pergerakan faktor pasar dalam hal ini suku bunga dan nilai tukar yang akan memperngaruhi perolehan NIM dan nilai modal ekonomis, dimana penilaian ini bukan hanya sekedar berdasarkan data yang lalu tapi juga memperhatikan kondisi yang akan datang.

Penilaian dari masing masing komponen CAMELS yang terdiri dari Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity, Sensitivy to Market Risk dilakukan dengan tujuan sebagai berikut ( Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 ) :

1.Permodalan ( Capital )

Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut :

a. Kecukupan Pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku.

Penilaian dilakukan untuk menilai kecukupan tingkat modal yang dimiliki bank untuk menyerap kerugian yang mungkin timbul dari kegagalan usaha bank Sentral untuk memenuhi ketentuan yang berlaku. Semakin besar rasio mengidentifikasikan bahwa bank semakin Solvable.

b. Komposisi Permodalan

Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan Modal Inti (tier 1) dengan Modal Pelengkap (tier 2) dan Modal tambahan (tier 3). Semakin besar modal inti dibandingkan dengan modal pelengkap mengindikasikan bank memiliki buffer ( real capital ) yang lebih kuat untuk menyerap potensi kerugian.

c. Trend ke depan / proyeksi KPMM

Penilaian ini dilakukan untuk mengukur apakah ekspansi usaha bank yang antara lain dicerminkan oleh pertumbuhan eksposur risiko (ATMR) yang didukung oleh tingkat kecukupan modal bank. Sejalan dengan tujuan umum perbankan yaitu bank ingin mengembangkan produk dan jasanya guna ekspansi perusahaan. Salah satu produk utama perbankan adalah penyaluran kredit dengan memperbanyak jumlah kredit yang diberikan sejalan dengan pertumbuhan Aktiva Produktif yang mempunyai risiko juga naik. Hal ini akan memberi dampak kepada laba bank.

d. Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank

Penilaian ini dilakukan untuk mengukur kecukupan modal bank dalam mengcover kerugian akibat dari memburuknya penanaman dana bank pada Aktiva Produktif. Memburuknya Aktiva Produktif ini dikarenakan adanya penggolongan kolektibilitas kredit. Pengukuran terhadap penggolongan Aktiva Produktif antara lain adalah ketetapan pembayaran kembali pokok dan bunga bank serta kemampuan debitur baik ditinjau dari usaha maupun nilai agunan kredit.

e.Kemampuan bank memelihara kebutuhan penanaman modal yang berasal dari keuntungan ( Laba ditahan )

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengukur tingkat kemampuan penambahan modal bank yang berasal dari hasil usaha ( self generating funds ).

f. Rencana Permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha

Penilaian ini dilakukan untuk mengukur apakah rencana ekspansi usaha bank yang antara lain dicerminkan oleh pertumbuhan volume usaha ( total aset ) yang didukung oleh rencana pertumbuhan modal.

g. Akses kepada sumber permodalan

Penilaian ini dilakukan untuk menilai tingkat kemudahan baik dalam memperoleh modal dari sumber sumber permodalan atau melalui pasar modal.

h. Kinerja Keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank

Penilaian ini dilakukan untuk menilai kemampuan keuangan pemegang saham bank dalam meningkatkan permodalan bank. Penilaian ini juga meliputi komitmen pemegang saham terutama dalam rangka meng-excerase letter of comfort sebagaimana diwajibkan oleh ketentuan yang berlaku.

2. Kualitas Asset ( Assets )

Penilaian terhadap faktor aset meliputi penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut :

a. Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan dibandingkan dengan total Aktiva Produktif.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengetahui tingkat permasalahan Aktiva Produktif yang dihadapi bank termasuk kinerja manajemen risiko kredit.

b. Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai tingkat konsentrasi pemberian kredit kepada debitur tertentu.

c. Perkembangan Aktiva Produktif bermasalah / non performing asset dibandingkan dengan Aktiva Produktif

Penilaian pada komponen ini dilakukan untuk menilai perkembangan kinerja Aktiva Produktif bermasalah selama 12 bulan terakhir. Hal ini juga berkaitan dengan kinerja manajemen bank yang tidak optimal dalam mengelola Aktiva Produktifnya. Hal yang perlu diperhatikan bank adalah menjaga kualitas Aktiva Produktifnya agar terhindar dari kelompok Aktiva Produktif yang bermasalah agar dapat menjalankan proyek perbankan yang sehat.

d. Tingkat Kecukupan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Penilaian ini dilakukan untuk mengukur kecukupan Penyisihan Pengapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang telah dibentuk guna menutup kemungkinan kerugian yang ditimbulkan oleh Aktiva Produktif.

e. Kecukupan kebijakan dan Prosedur Aktiva Produktif

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai kecukupan dan penerapan kebijakan dan prosedur Aktiva Produktif bank dalam menunjang kegiatan usaha bank.

f. Sistem Kaji Ulang (review) internal terhadap Aktiva Produktif

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai kecukupan konsistensi penerapan sistem kaji ulang internal bank, serta kecukpan cakupan cakupan laporan yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Dari hasil ini diharapkan bank memiliki sistem kaji ulang yang memadai, komprehensif, dilakukan secara berkala dan konsistensi oleh pihak yang independent yang ditunjuk serta menghasilkan laporan yang informative agar bisa ditindak lanjuti hasil laporan tersebut secara konsisten.

g. Dokumentasi Aktiva Produktif

Penilaian komponen in dilakukan untuk menilai kecukupan sistem dokumentasi bank dalam mendukung kegiatan usaha bank. Hal ini sangant penting dalam kegiatan usaha bank karena data dokumen tersebut merupakan bukti dilakukannya transaksi, pemberian kredit, dan hal hal lain dalam kegiatan usaha perbankan.

h.Kinerja Penanganan Aktiva Produktif (AP) bermasalah.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai kinerja work out unti dalam memperkecil potensi kerugian bank dari risiko audit. Apabila terjadinya indikasi adnya AP bermasalah bank seharusnya melakukan tindakan restrukturas, agar AP bermasalah tersebut kembali pulih sehingga dapat dikategorikan kembali ke dalam golongan kolektibilitas lancar.

3. Manajemen ( Management )

Penilaian terhadap faktor manajamen meliputi penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut :

a. Manajemen Umum

Penilaian komponen manajemen umum ini dilakukan untuk melihat apakah bank telah melakukan praktek Good Corporate Governance.

b. Penerapan sistem manajemen risiko

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai kecukupan sistem manajemen risiko dalam rangka pengendalian terhadap risiko risiko yang dihadapi oleh bank.

c. Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia atau pihak lain.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai tingkat kapatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen pengurus bank terhadap Bank Indonesia serta otoritas lainnya.

4. Rentabilitas ( Earnings )

Penilaian terhadap faktor Rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut :

a. Return on Asset (ROA)

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengukur keberhasilan manajemen atas seluruh aktivitasnya dalam menghasilkan laba.

b. Return on Equity (ROE)

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengukur peranan tingkat laba terhadap modal bank. Rasio ini semakin besar mengindiksikan kemampuan modal dalam menghasilkan laba bagi pemegang saham semakin baik.

c. Net Interest Margin (NIM)

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengetahui margin bunga atau kemampuan pendapatan bunga menutupi beban bunga, pembentukan cadangan sekaligus return terhadap rata rata total asset.

d. Biaya Operasional dibandingkan dengan pendapatan Operasional (BOPO).

Penilaian ini dilakukan utnuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutupi biaya operasional.

e. Perkembangan laba Operasional

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai perkembangan laba operasional selama 12 bulan terakhir guna mengukur kinerja bank dalam menghasilkan laba perusahaan.

f. Komposisi portofolio Aktiva Produktif dan Diversifikasi pendapatan.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai kesesuaian antara komposisi Aktiva Produktif bank dengan komposisi pendapatannya.

g. Penerapan prinsip Akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai konsistensi dan kesesuaian antara penerapan sistem akuntansi yang telah dilakukan bank dengan standar akuntasi yang berlaku.

h. Prospek Laba Operasional

Penilaian komponen ini dilakukan agar dapat menilai bank dalam memproyeksikan laba operasional dalam kurun waktu tertentu di masa depan, melalui rencana bisnis yang telah dibuat. Bank membuat rencana bisnis selama 3 tahun ke depan dengan memperhatikan aspek makro dan mikro seperti kondisi ekonomi, trend bisnis perbankan dan faktor penunjang lainnya.

5. Likuiditas ( Liquidity )

Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen sebagai berikut :

a. Aktiva Liquid kurang dari 1 bulan dibandingakn dengan pasiva liquid kurang dari 1 bulan.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengukur kemampuan aktiva lancar dalam memenuhi kewajiban lancar yang segera jatuh tempo

b. 1 month maturity mismatch ratio

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai kinerja Asset an Liabilities management/ALMA dalam mengelola asset dan kewajibannya dilakukan dengan memonitor ada tidaknya mismatch terhadap asset dan kewajiban bank.

c.Loan to Deposito Ratio (LDR)

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengetahui besarnya kredit yang diberikan yang dibiayai oleh dan pihak ketiga.

d. Proyeksi cash flow 3 bulan mendatang

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengukur kemampuan bank dalam pengelolaan cash in dan cash out guna pengelolaan likuiditas bank.

e. Ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai tingkat ketergantungan pendanaan bank

f. Kebijakan dan pengelolaan Likuiditas (Asset and Liabilities management /ALMA)

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengukur kebijakan yang telah dibuat oleh manajemen dalam pengelolaan terhadap risiko asset perbankan.

g. Kemampuan bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal atau sumber sumber pendanaan lainya.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengukur sejauh mana kemampuan bank dalam memperoleh akses sumber pendanaan di pasar baik jangka pendek maupun jangka panjang, kemudian track record bank dalam pasar tersebut.

h. Stabilitas dana pihak ketiga (DPK)

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengukur pertumbuhan Dana Pihak Ketiga selam 1 tahun periode yang berhasil dihimpun oleh bank, dan kecenderungan pergerakan dana pihak ketiga yang ada di bank.

6. Sensitivitas terhadap resiko pasar ( Sensitivity To Market Risk )

Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut :

a.Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan Potensial Loss sebagai akibat fluktuasi (adversi movement) suku bunga.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk mengukur kemampuan modal bank dalam menutup kemungkinan kerugian yang ditimbulkan dari perubahan suku bunga dalam berbagai kondisi perekonomian yang ada.

b.Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potensial loss sebagai akibat (adversi movement) nilai tukar.

Penilaian ini dilakukan untuk mengukur kemampuan modal bank dalam menutup kemungkinan kerugian yang ditimbulkan nilai tukar.

c. Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.

Penilaian komponen ini dilakukan untuk menilai kecukupan sistem manajemen risiko pasar termasuk penerapannya untuk mengendalikan eksposur risiko pasar yang ada pada bank.

Pengertian Modal

Modal dalam Bank dibedakan menjadi modal inti dan modal Pelengkap. Modal inti /core capital adalah modal bank yang terdiri atas modal disetor, modal sumbangan, cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak, dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak, setelah dikurangi goodwill yang ada dalam pembukuan bank dan kekurangan jumlah penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) dan jumlah yang seharusnya dibentuk sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.

Sedangkan modal pelengkap/supplementary capital adalah modal bank yang terdiri atas modal pinjaman, pinjaman subordinasi dan cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba.

Dalam aspek modal yang diperhitungkan menurut Denda Wijaya adalah modal inti dan modal pelengkap.

Modal inti terdiri dari :

Modal disetor, adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemilinyaAgio Saham , selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akbiat dari harga saham yang melebihi nilai nominalnya.Cadangan umum, adalah cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba ditahan atau kaba bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau rapat anggota sesuai anggaran dasar masing-masing. Cadangan tujuan, adalah bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapatkan persetujuan RUPS.Laba ditahan, adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh RUPS atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan Laba tahun lalu, adalah laba bersih tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh RUPS atau rapat anggota. Jumlah laba tahun lalu yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. Jika bank mempunyai saldo rugi pada tahun-tahun lalu seluruh kerguian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti Laba tahun berjalan, adalah laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang. Jumlah laba tahun buku berjalan diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. Jika bank mengalami kerugian pada tahun berjalan, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari mdoal inti .Bagian kekayaan bersih anak perushaan yang laporan keungnannya dikonsilidasikan, bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti anak perushan setelah dikompensasikan nilai penyertaan bank pada anak perushaan tersebut. Yang dimaksud dengan anak perushaan adalah bank dan Lembaga Keungan Bukan Bank (LKBB) lain yang mayoritas sahamnya dimiliki bank

Modal pelengkap terdiri dari :

Cadangan revaluasi aktifa tetap, adalah cadangan yang dibentuk dari selisih peniliaan kembali aktifa tetap yang mendapat persetujuan direktorat pajak.Cadangan penghapusan aktifa yang diklasfikasikan adalah cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mengkin timbul sebagai akibat tidak diteriminya kembali sebagian atau seluruh aktifa produktifPinjaman subordinasi, adalah pinjaman yang harus memenuhi sebagai syarat seperti ada perjanjian tertulis antara bank dan pemberi pinjaman, mendapat persetujuan dari bank Indonesia, minimal berjangka 5 tahun, dan pelunasan sebelum jatuh tempo harus atas persetujuan BI

Capital Adequency Ratio ( CAR )

Dalam aspek pormodalan (capital), faktor yang dinilai adalah struktur permodalan yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan. Struktur permodalan dinilai dengan menggunakan Capital Adequency Ratio (CAR) yang didapat darir perbandingan antara jumlah perbandingan keselurahan modal ( modal inti dan modal pelengkap ) dengan Aktifa Tertimbang Menurut Risiki ( ATMR )

CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktifa yang mengandung atau menghasilkan risiko. Dengankata lain CAR adalah ratio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktifa bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber diluar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman( utang ), dan lain-lain (Kashmir, 2000:198).

CAR digunakan untuk mengukur proposi modal sendiri dibandingkan dengan dana luar dalam rangka pembiayaan kegiatan usaha perbankan dan merupakan indikiator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktifa nya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktifa yang berisiko (Santoso, 1995: dendawijaya, 2003).

Perhitungan CAR dirumuskan sebagai berikut :

Bank Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/11/DIR/ tanggal 30 April 1997 tentang tata cara penilitian tingkat kesehatan bank umum, menetapkan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum ( KPPM ) sebesar 8% dari Aktifa Tertimbang Menrurt Risiko ( ATMR ). Dalam ATMR, aktifa yang dimaksud adalah aktifa keselurahan yang meliputi aktifa yang tercatum dalam neraca dan aktifa administrative sebagaiman tercermin pada kewajiban yang bersifat kontijen dan komitmen yang disediakan bank pada pihak ketiga.

Loan to Deposito Ratio (LDR)

LDR atau Loan to Deposit Ratio adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukan deposito berjangka, giro, tabungan dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman nasabahnya. LDR menyatakan sejauh mana bank dapat membayar kembali dalam penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditas. Semakin tinggi LDR menunjukan bahwa semakin rendahnya likuidasi suatu bank. Tujuan penilaian komponen ini adalah untuk mengetahui besarnya kredit yang diberikan yang dibiayai oleh dana pihak ketiga.

GWM (Giro Wajib Minimum)

GWM adalah simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar presentase tertentu dari DPK. GWM atau Giro Wajib Minimum milik bank harus tetap terjaga untuk menghindari terjadinya damapak buruk dari system perbankan dan perekonomian.

NPL (Non Performing Loan)

NPL merupakan kredit bermasalah yang merupakan salah satu kunci untuk menilai kualitas kinerja bank, ini artinya NPL merupakan indikasi adanya masalah dalam bank tersebut yang mana jika tidak segera mendapatkan solusi maka akan berdampak bahaya pada bank.

Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:

Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit )x 100%

Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50 dengan total kredit sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut adalah 5% (50 / 1000 = 0.05).

Beberapa Hal Yang Mempengaruhi NPL Suatu Perbankan

Menurut pendapat penulis terdapat beberapa hal yang mempengaruhi atau dapat menyebabkan naik turunnya NPL suatu bank, diantaranya dalah sebagai berikut :

Kemauan atau itikad baik debitur :

Kemampuan debitur dari sisi financial untuk melunasi pokok dan bunga pinjaman tidak akan ada artinya tanpa kemauan dan itikad baik dari debitur itu sendiri.

Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia :

Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya NPL suatu perbankan, misalnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM akan menyebabkan perusahaan yang banyak menggunakan BBM dalam kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambil dari laba yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan utang untuk memenuhi biaya produksi yang tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya kepada bank. Demikian juga halnya dengan PBI, peraturan-peraturan Bank Indonesia mempunyai pengaruh lansung maupun tidak lansung terhadap NPL suatu bank. Misalnya BI menaikan BI Rate yang akan menyebabkan suku bunga kredit ikut naik, dengan sendirinya kemampuan debitur dalam melunasi pokok dan bunga pinjaman akan berkurang.

Kondisi perekonomian :

Kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL diantaranya adalah sebagai berikut:

Inflasi:

Inflasi adalah kenaikan harga secara menyeluruh dan terus menerus. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kemampuan debitur untuk melunasi utang-utangnya berkurang.

Kurs rupiah :

Kurs rupiah mempunayai pengaruh juga terhadap NPL suatu bank karena aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasioanal tetapi juga internasional.

PENUTUP

Kesimpulan

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa bank yang sehat adalah bank yang dapat menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, bank yang sehat adalah bank yang dapat menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat, dapat menjalankan fungsi intermediasi, dapat membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat digunakan oleh pemerintah dalam melaksanakan berbagai kebijakannya, terutama kebijakan moneter. Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut diharapkan dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat serta bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, bank harus mempunyai modal yang cukup, menjaga kualitas asetnya dengan baik, dikelola dengan baik dan dioperasikan berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya sehingga dapat memenuhi kewajibannya setiap saat. Selain itu, suatu bank harus senantiasa memenuhi berbagai ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan, yang pada dasarnya berupa berbagai ketentuan yang mengacu pada prinsip-prinsip kehati-hatian di bidang perbankan.

Penilaian tingkat kesehatan bank di Indonesia sampai saat ini secara garis besar didasarkan pada faktor CAMELS (Capital, Assets Quality, Management, Earning, Liquidity, dan Sensivity). Keenam faktor tersebut memang merupakan faktor yang menentukan kondisi suatu bank. Apabila suatu bank mengalami permasalahan pada salah satu faktor tersebut (apalagi apabila suatu bank mengalami permasalahan yang menyangkut lebih dari satu faktor tersebut), maka bank tersebut akan mengalami kesulitan.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia Nomor 30/3/UPPB/1997. Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Jakarta: Bank Indonesia.

http://nukhanku.blogspot.com/2011/01/analisis-tingkat-kesehatan-bank-dengan.html

http://www.scribd.com/doc/210705648/Makalah-Perbankan

http://www.scribd.com/doc/105266010/Makalah-Kesehatan-Bank

Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan, Edisi Pertama, Cetakan Kelima, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Taswan. 2008. Akuntansi Perbankan : Transaksi dalam Valuta Rupiah. Jakarta: UPP STIM YKPN.