Tuberkulosis Paru

28
Case Report Session TUBERKULOSIS PARU oleh : Rio Hendra, S.Ked BP : 04120009 Pembimbing : Dr. Djunianto, Sp.PD

description

tugas

Transcript of Tuberkulosis Paru

Page 1: Tuberkulosis Paru

Case Report Session

TUBERKULOSIS PARU

oleh :

Rio Hendra, S.Ked

BP : 04120009

Pembimbing :

Dr. Djunianto, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

LUBUK BASUNG

2009

Page 2: Tuberkulosis Paru

TUBERKULOSIS PARU

A. DEFENISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium

tuberculosis

B. BIOMOLEKULER MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS

1. Morfologi dan struktur bakteri

Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,

tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 µm. Dinding

Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi

( 60% ) . penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam

mikolat, lilin kompleks ( complex waves ), terhalosa dimikolat yang disebut cord

factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat

adalah asam lemak berantai panjang ( C60–C90 ) yang dihubungkan dengan

arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan

fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding bakteri tersebut adalah

polisakarida. Stuktur dinding bakteri yng kompleks tersebut menyebabkan bakteri

Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan

tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam –

alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen

lipid, polisakarida dan protein.

2. Biomolekuler

Genom Mycobacterium tuberculosis mempunyai kandungan Guanin ( G ) dan

Cytosine ( C ) terbanyak.

Page 3: Tuberkulosis Paru

C. EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis ( TB ) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di

dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Orgnization ( WHO ) telah mencanangkan

tuberkulosis sebagai “ Global Emergency “.

Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru

tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta kasus dengan hasil BTA ( Basil Tahan Asam )

positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut

regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari

seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk dunia maka

terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari

Asia Tenggara yaitu 350 kasus per 100.000 penduduk.

Tabel 1. Perkiraan insidens TB dan angka mortalitas, 2002

Pembagian

daerah WHO

Semua

kasus

(%)

Sputum

positif

Semua

kasus

(%)

Sputum

positif

Jumlah

(ribu)

Per

100.000

penduduk

Afrika 2543

(26)

1000 350 149 556 83

Amerika 370 (4) 165 43 19 53 6

Mediteranian

Timur

622 (7) 279 124 55 143 28

Eropa 472 (5) 211 54 24 73 8

Asia

Tenggara

2890

(33)

1294 182 81 625 39

Pasifik Barat 2090

(24)

939 122 55 373 22

Global 8797

(100)

2887 141 63 1823 29

Page 4: Tuberkulosis Paru

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB

setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar

140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia Tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu

diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah

penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.

D. PATOGENESIS

Kuman Myccobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran nafas akan

bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang

disebut dengan sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di

bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer

akan kelihatan peradangan saluran getah beningdi hilus ( limfadenitis regional ). Afek

primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.

Kompleks primer ini akan mengalami nasib salah satu dari yang berikut ini :

Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas antara lain sarang Ghon, garis

fibrotik, sarang perkapuran di hilus

Menyebar dengan cara :

o Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya

o Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan atau paru

yang disebelahnya atau tertelan

o Penyebaran secara hematogen dan limfogen, penyebaran ini berkaitan

dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang

ditimbulkan dapat sembuh spontan, tapin bila daya tahan tubuh

menurun penyebaran dapat menimbulkan keadaan cukup gawat seperti

tuberculosis milier, meningitis tuberculosis. Penyebaran melalui

hematogen dapat menyebabkan tuberculosis pada organ yang diserang

tersebut seperti tulang, ginjal

Semua kejadian diatas merupakan proses tuberculosis primer. Tuberculosis

post primer muncul setelah bertahun-tahun kemudian setelah tuberculosis primer,

Page 5: Tuberkulosis Paru

biasanya terjadi pada umur 15-45 tahun. Bentuk tuberculosis inilah yang akan

menyerbabkan masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber

penularan.

E. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan TA sputum

a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan

hasil BTA positif

ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil

BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan ganbaran

tuberculosis aktif

iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA

positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif

ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan

biakan Myccobacterium tuberculosis positif

iii.

2. Berdasarkan tipe pasien ( riwayat pengobatan sebelumnya )

a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan

b. Kasus kambuh ( relaps ) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah

mendapatkan pengobatan OAT dan telah dinyatakan sembuh, atau

pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil

pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif

c. Kasus defaulted atau drop out adalah pasien yang telah menjalani

pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat bulan berturut-turut

atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai

d. Kasus gagal adalah pasien BTA positif atau kembali menjadi positif

pada akhir bulan ke-5 ( satu bulan sebelum akhir pengobatan ) atau

akhir pengobatan

Page 6: Tuberkulosis Paru

e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih

positif setelah selesai pe,ngobatan kategori 2 dengan pengawasan yang

baik

f. Kasus bekas TB :

Hasil pemeriksaan BTA negative ( biakan juga negatif bila ada )

dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif

atau foto serial menunjukkkan gambaran yang tetap.

Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan mendapat

pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto thorak ulang tidak ada

perubahan gambaran radiologi.

F. DIAGNOSIS

1. Gejala TB

a. Gejala Utama

Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 ( tiga) minggu atau lebih

b. Gejala tambahab yang sering dijumpai :

Dahak bercampur darah.

Batuk darah

Sesak nafas dan rasa nyeri dada

Badan lemah nafsu makan menurun, berat badan turun rasa kurang enak

badan (malaise) berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan deman

meriang lebih dari sebulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain

tuberkulosis . Oleh sebab itu setiap orang yang datang dengan gejala tersebut diatas

harus dianggap sebagai seorang “ Suspek tuberkulosis “ atau tersangka penderita TBC

dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

2. Penemuan Penderita Tuberkulosis ( TB )

a) Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa

Page 7: Tuberkulosis Paru

Penemuan penderita TBC dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka

penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan

kesehatan.

Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik

oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan

tersangka penderita cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case

finding ( penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif ). Selain itu

semua kontak penderita TBC Paru BTA positif dengan gejala sama harus diperiksa

dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita

sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat

mengakibatkan kematian. Semua tersangkas penderita harus diperiksa 3 spesimen

dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi sewaktu ( SPS ).

b) Penemuan penderita tuberkulosis pada anak

Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit

sebagian besar diagnosis tiberkulosis anak didasarkan atas gambar klinis gambar

radiologis dan uji tuberkulin.

3. Diagnosis TB

(a) Diagnosis tuberkulosis pada orang Dewasa

Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan

ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis hasil pemeriksaan

dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BAT hasilnya

positif.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut

yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau hasil rontgen

mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

Kalau hasil rantgen tidak mendukung TBC maka pemeriksaan dahak SPS diulangi

dan apabila fasilitas memungkinkan maka dilakukan pemeriksaan lain misalnya

biakan.

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif diberikan antibiotik spektrum luas

( misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin ) selama 1-2 minggu bila tida ada

Page 8: Tuberkulosis Paru

perubahan namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC ulangi pemeriksaan dahak

SPS.

Kalau hasil SPS positif diagnosis sebagai penderita TBC BTA positif

Kalau hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk

mendukung diagnosis TBC

Bila hasil rontgen mendukung TBC didiagnosis sebagai penderita TBC BTA

negatif rontgen positif

Bila hasil rantgen tidak di dukung TBC penderita tersebut bukan TBC yang

tidak memiliki fasilitas rontgen penderita dapat dirujuk untuk foto rontgen

dada.

G. PENGOBATAN

1. Tujuan

Menyembuhkan penderita

Mencegah kematian

Mencegah kekambuhan

Menurunkan tingkat penularan

2. Prinsip pengobatan

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk

kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan

sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Aapabila paduan obat yang

digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC

akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan

penderita menelan obot , pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung

(DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO )

3. Jenis dan dosis OAT

a) Isoniasid ( H )

Page 9: Tuberkulosis Paru

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi

kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap

kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang,Dosis

harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali

seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.

b) Rifampisin ( R )

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister ) yang

tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk

mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.

c) Pirasinamid ( Z )

Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.

d) Streptomisin ( S )

Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan

untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita

berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahun

atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.

e) Etambulol ( E)

Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30

mg/kg/BB.

Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan :

Tahap Intensif

Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi

langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OATterutama

rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya

penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar

Page 10: Tuberkulosis Paru

penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan

intensif.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum

dalam jangka waktu yang lebih lama, pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat

penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan penting untuk

membunuh kuman persister ( dormant ) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

4. Panduan OAT DI Indonesia

WHO dan IUATLD ( Internatioal Union Against Tuberculosis and lung

Disease ) me-rekomendasikan paduan OAT Standar

Yaitu :

Kategori 1 :

- 2HRZE / 4 H3R3

- 2HRZE / 4 HR

- 2HrZE / 6 HE

Kategori 2:

- 2HRZES / HRZE /5H3R3E3

- 2HRZES / HRZE / 5HRE

Kategori 3:

- 2HRZ / 4H3R3

- 2 HRZ / 4 HR

- 2HRZ / 6 HE

Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT

Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3

Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3

Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3

Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan ( HRZE ).

Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk

memudahkam pemberian obat dan menjamin kelangsungan ( kontinuitas ) pengobatan

Page 11: Tuberkulosis Paru

sampai selesai satu (1) paket untuk satu ( 1) penderita dalam satu (1) masa

pengobatan.

a) Kategori -1 ( 2HRZE / 4H3R3 )

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid ( H), Rifampisin ( R ), Pirasinamid ( Z)

dan Etambutol ( E ) Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan

( 2HRZE ). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid

( H) dan

Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan ( 4 H 3R3 ).

Obat ini diberikan untuk :

- Penderita baru TBC Paru BTA Positif

- Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan

- Penderita TBC Ekstra Paru berat.

b) Kategori –2 ( 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 )

Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan

Isoniasid ( H) , Rifampisin ( R), Pirasinamid ( Z ),dan Etambutol ( E) setiap hari .

Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang

diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin

diberikan setelah pemderita selesai menelan obat.

Obat ini diberikan untuk :

- Penderita kambuh ( relaps )

- Penderita Gagal ( failure )

- Penderita dengan Pengobatan setelah lalai ( after default )

c) Kategori –3 ( 2HRZ / 4H3R3 )

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZ )

diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali

seminggu ( 4H3R3 ).

Obat ini diberikan untuk :

Page 12: Tuberkulosis Paru

- Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan

- Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe ( limfadenitis )

pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit , tb tulang ( kecuali tulang belakang )

sendi dan kelenjar aderenal.

d) OAT sisipan ( HRZE )

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori

1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan

dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan

DOT-S

Penggunaan obat yang benar sesuai dengan jadwal (kepatuhan) sangat penting untuk

menghindari timbulnya jenis TB yang resistan. Agar meyakinkan kepatuhan, terutama

pada fase lanjutan setelah kita merasa sembuh, WHO menerapkan strategi DOT-S

(Directly Observed Therapy-Short course atau pengobatan dengan pengawasan

langsung). Pengawasan ini dilakukan oleh pengawas menelan obat atau PMO, yang

bertugas untuk mendampingi pasien dalam menjalani pengobatan sampai tuntas. PMO

dapat anggota keluarga atau petugas kesehatan yang mudah terjangkau oleh pasien

TB.

Tujuan DOT-S adalah:

✔ Mencapai angka kesembuhan yang tinggi

✔ Mencegah putus berobat

✔ Mengatasi efek samping OAT

✔ Mencegah timbulnya resistansi akibat ketidakpatuhan

Pengawasan Menelan Obat ( PMO )

Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka

pendek dengan pengawasan langsung. Untukmenjamin keteraturan pengobatan

diperlukan seorang PMO

a) Persyaratan PMO

Page 13: Tuberkulosis Paru

Seseorang yang dikenal , dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan

maupun penderita. Selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita

seseorang yang tinggal dekat dengan penderita

Bersedia membantu penderita dengan sukarela

Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

penderita

b) Siapa yang bisa jadi PMO

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa , Perawat ,

Pekarya Sanitarian , juru imunisasi dll . Bila tidak ada petugas kesehatan yang

memungkinkan , PMO dapat berasal dari kader Kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK

atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

c) Tugas Seorang PMO

Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur sampai

selesai pengobatan

Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur

Mengingatkan penderita untuk pemeriksa ulang dahak pada waktu

waktu yang telah ditentukan.

Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang

mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan

diri ke unit Pelayanan kesehatan.

d) Informasi penting yang perlu difahami PMO untuk disampaikan

1. TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan

2. TBC dapat disembuhkan dengan berobat teratur

3. Tata laksana pengobatan penderita pada Tahap intensif dan lanjutan

4. Pentingnya berobat secara teratur karena itu pengobatan perlu diawasi

5. Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek

samping tersebut.

ILUSTRASI KASUS

Page 14: Tuberkulosis Paru

Anamnesis

Seorang pasien laki-laki umur 28 tahun, tinggal di Cancang Randah, Tiku

pekerjaan wiraswasta ( pengusaha kaca ) dirawat di Bangsal Interne Pria Rumah Sakit

Umum Daerah Lubuk Basung sejak tanggal 12 April 2009 jam 14.00 WIB dengan :

Keluhan Utama : Batuk darah sejak 3 hari yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

Batuk darah sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, jumlah kira 1 gelas (±

200cc ) per kali muntah, berisi darah segar

Batuk sudah dirasakan sejak 10 hari yang lalu, batuk berdahak (+), warna

putih, tidak ada makan obat batuk sebelumnya

Demam ada sejak 3 hari yang lalu

Sesak napas tidak ada

Mual (-), muntah (-)

Riwayat demam yang tidak diketahui penyebabnya ada, demam tidak tinggi,

turun-naik

Riwayat keringat malam ada, tapi tidak menjadi perhatian orang sakit

Riwayat berat badan turun dalam beberapa bulan terakhir ada

Riwayat badan terasa letih, lesu tidak ada

Riwayat napas berbunyi menciut tidak ada

Buang air kecil biasa

Buang air besar tak ada keluhan, berak hitam tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya

Tidak ada riwayat batuk-batuk lama

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama

Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan :

Pasien adalah seorang wirawasta ( pengusaha kaca ), perokok 1 bungkus / hari

Page 15: Tuberkulosis Paru

Pemeriksaan Fisik

Tanda Vital :

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis cooperatif

Tekanan Darah : 110/60 mmHg

Frekuensi Nadi : 100 x / menit

Frekuensi Nafas : 21 x / menit

Suhu : 38,7° C

Status Generalisata :

Kepala : tak ditemukan kelainan

Kulit : pallor (-), ikterik (-), anemis (-)

Mata : konjuntiva tak anemis, sklera tak ikterik

Leher : Kelenjar Getah Bening tak membesar

Kelenjar thyroid tidak membesar

JVP 5-2 CmH2O

Thorax : normochest

Pulmo

I : simetris kiri dan kanan

Pa : fremitus kiri sama dengan kanan

Pe : sonor kiri sama kanan

Aus: vesikuler, ronchi +/+ , wheezing -/-

Cor

I : iktus tidak terlihat

Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Pe : batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V, kanan linea

sternalis dextra, atas : RIC II sinistra

Aus : bunyi jantung murni, irama teratur, M1>M2, bising (-)

Abdomen :

I : tak membuncit

Pa : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)

Pe : tympani

Aus : Bising Usus (+) normal

Genitalia : tidak dilakuakn pemeriksaan

Page 16: Tuberkulosis Paru

Extremitas : edem -/-

reflex fisiologis +/+

reflex patologis -/-

Diagnosis Kerja : Hemoptisis ec Suspect TB paru

Periksaan penunjang :

1. pemeriksaan darah, urine rutin

Darah rutin : Urine rutin :

Hb : 11,1 gram/dl warna : kuning muda

Leukosit : 6200 /mm³ pH : 7

Trombosit : 234.000 /mm³ protein : negatif

LED : 98 mm / 1 jam reduksi: negatif

DC : 0/0/0/74/26/0 sedimen

eritrosit : negatif

leukosit : negatif

silinder : negatif

kristal : negatif

sel epitel : negatif

Therapi :

1. IVFD RL 20 gtt / menit

2. Cefotaxime 1gram / 12 jam ( IV )

3. Plasminex 1 ampul / 8 jam ( IV )

4. Ambroxol 3x1 tablet

5. Paracetamol 500mg 3x1tablet

Rencana :

1. pemeriksaan darah lengkap

2. pemeriksaan BTA sputum 3 porsi ( S-P-S )

3. roentgen thorax posisi PA

Darah lengkap :

GDR : 85 gram / dl

Total kolesterol : 124 mg / dl

Trigliserida : 68 mg / dl

Page 17: Tuberkulosis Paru

Total bilirubin : 0,68 mg / dl

Bilrubin indirek : 0,36 mg /dl

Bilirubin direk : 0,32 mg /dl

Total protein : 6,8 g / dl

Albumin : 3,7 gr / dl

Globulin : 3,1 gr / dl

SGOT : 48 u / L

SGPT : 24 u / L

Ureum : 36 mg / dl

Kreatinin : 0,7 mg dl

Asam urat : 5,3 mg / dl

BTA sputum 1. negatif

2. negatif

3. negatif

Roentgen Thorax PA

Gambaran : infiltrat di kedua lapangan paru

Kesan TB paru

Diagnosis : TB paru duplex

Therapi : OAT kategori 1

isoniazid 1 x 300 mg / hari

rifampisin 1 x 450 mg / hari

etambutol 1 x 750 mg / hari

rifampisin 1 x 1000 mg / hari

vitamin B6 1 x 10 mg / hari

Page 18: Tuberkulosis Paru

DISKUSI

Seorang pasien ♂, 28 tahun, masuk ke Bangsal Penyakit Dalam Rumah Sakit

Umum Daerah Lubuk Basung tanggal 12 April 2009 dengan diagnosis TBParu

duplex. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan batuk darah

sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, jumlah kira 1 gelas (± 200cc ) per kali muntah,

berisi darah segar. Batuk sudah dirasakan sejak 10 hari yang lalu, batuk berdahak (+),

Page 19: Tuberkulosis Paru

warna putih. Demam ada sejak 3 hari yang lalu. Riwayat demam yang tidak diketahui

penyebabnya ada, demam tidak tinggi, turun-naik. Riwayat keringat malam ada, tapi

tidak menjadi perhatian orang sakit. Riwayat berat badan turun dalam beberapa bulan

terakhir ada. Riwayat badan terasa letih, lesu tidak ada. Pasien adalah seorang

wirawasta ( pengusaha kaca ), perokok 1 bungkus / hari.

Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran

compos mentis cooperative, suhu 38,7°C dari auskultasi paru suara napas vesikuler,

ronchi +/+ di kedua lapangan paru

Pada awal masuk pasien ini diberikan terapi IVFD RL 20 gtt / menit,

Cefotaxime 1gram / 12 jam ( IV ), Plasminex 1 ampul / 8 jam ( IV ), Ambroxol 3x1

tablet dan Paracetamol 500mg 3x1tablet

Dari periksaan penunjang didapatkan LED 98 mm / 1 jam, darah rutin dan

urine rutin kesan dalam batas normal. Pemeriksaan darah lengkap dalam batas

normal. Pemeriksaan BTA sputum didapatkan hasil 1. negatif, 2. negatif, 3. negatif.

Dari Roentgen Thorax PA didapatkan gambaran : infiltrat di kedua lapangan paru,

dengan kesan TB paru. Sesuai dengan kriteria bahwa Tuberkulosis paru dengan

BTA (-) disertai hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran

klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif maka pasien ditetapkan sebagai

tuberculosis paru.Diberikan pengobatan TB Paru dengan OAT kategori 1.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alsagaff dkk, 2001. Dasar-dasar diagnostik fisik paru. Laboratorium Ilmu Penyakit

Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya

2. Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

Cetakan ke- 8. Depkes RI. Jakarta

3. Crofton FJ et all, 2002 Tuberkulosis klinis. Edisi 2. MacMillan Education Ltd.

London

4. Price, Sylvia. 2006. Tuberkulosis paru, dalam Patofisiologi. Vol 2. EGC: Jakarta

Page 20: Tuberkulosis Paru

5. Green CW, 2006. Sari Buku Kecil HIV dan TB. Yayasan Spiritia. Jakarta

6. Amin Zulkifli, Bahar Asri,l 2007. Tuberkulosis Paru, dalam Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI: Jakarta

7. Gunawan SG, 2007. Tuberkulostatik dan Leprostatik dalam Farrmakologi dan Terapi.

Edisi 5. Depertemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta