Tuberkulosis Paru
description
Transcript of Tuberkulosis Paru
Case Report Session
TUBERKULOSIS PARU
oleh :
Rio Hendra, S.Ked
BP : 04120009
Pembimbing :
Dr. Djunianto, Sp.PD
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
LUBUK BASUNG
2009
TUBERKULOSIS PARU
A. DEFENISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis
B. BIOMOLEKULER MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS
1. Morfologi dan struktur bakteri
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 µm. Dinding
Mycobacterium tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi
( 60% ) . penyusun utama dinding sel Mycobacterium tuberculosis ialah asam
mikolat, lilin kompleks ( complex waves ), terhalosa dimikolat yang disebut cord
factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat
adalah asam lemak berantai panjang ( C60–C90 ) yang dihubungkan dengan
arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan
fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding bakteri tersebut adalah
polisakarida. Stuktur dinding bakteri yng kompleks tersebut menyebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan
tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam –
alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen
lipid, polisakarida dan protein.
2. Biomolekuler
Genom Mycobacterium tuberculosis mempunyai kandungan Guanin ( G ) dan
Cytosine ( C ) terbanyak.
C. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis ( TB ) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Orgnization ( WHO ) telah mencanangkan
tuberkulosis sebagai “ Global Emergency “.
Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta kasus dengan hasil BTA ( Basil Tahan Asam )
positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara yaitu 33 % dari
seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk dunia maka
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari
Asia Tenggara yaitu 350 kasus per 100.000 penduduk.
Tabel 1. Perkiraan insidens TB dan angka mortalitas, 2002
Pembagian
daerah WHO
Semua
kasus
(%)
Sputum
positif
Semua
kasus
(%)
Sputum
positif
Jumlah
(ribu)
Per
100.000
penduduk
Afrika 2543
(26)
1000 350 149 556 83
Amerika 370 (4) 165 43 19 53 6
Mediteranian
Timur
622 (7) 279 124 55 143 28
Eropa 472 (5) 211 54 24 73 8
Asia
Tenggara
2890
(33)
1294 182 81 625 39
Pasifik Barat 2090
(24)
939 122 55 373 22
Global 8797
(100)
2887 141 63 1823 29
Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar
140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia Tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu
diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
D. PATOGENESIS
Kuman Myccobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran nafas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang
disebut dengan sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer
akan kelihatan peradangan saluran getah beningdi hilus ( limfadenitis regional ). Afek
primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami nasib salah satu dari yang berikut ini :
Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus
Menyebar dengan cara :
o Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya
o Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan atau paru
yang disebelahnya atau tertelan
o Penyebaran secara hematogen dan limfogen, penyebaran ini berkaitan
dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh spontan, tapin bila daya tahan tubuh
menurun penyebaran dapat menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberculosis milier, meningitis tuberculosis. Penyebaran melalui
hematogen dapat menyebabkan tuberculosis pada organ yang diserang
tersebut seperti tulang, ginjal
Semua kejadian diatas merupakan proses tuberculosis primer. Tuberculosis
post primer muncul setelah bertahun-tahun kemudian setelah tuberculosis primer,
biasanya terjadi pada umur 15-45 tahun. Bentuk tuberculosis inilah yang akan
menyerbabkan masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan.
E. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan TA sputum
a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan
hasil BTA positif
ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan ganbaran
tuberculosis aktif
iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA
positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan Myccobacterium tuberculosis positif
iii.
2. Berdasarkan tipe pasien ( riwayat pengobatan sebelumnya )
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan
b. Kasus kambuh ( relaps ) adalah pasien TB yang sebelumnya pernah
mendapatkan pengobatan OAT dan telah dinyatakan sembuh, atau
pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil
pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif
c. Kasus defaulted atau drop out adalah pasien yang telah menjalani
pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai
d. Kasus gagal adalah pasien BTA positif atau kembali menjadi positif
pada akhir bulan ke-5 ( satu bulan sebelum akhir pengobatan ) atau
akhir pengobatan
e. Kasus kronik adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pe,ngobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik
f. Kasus bekas TB :
Hasil pemeriksaan BTA negative ( biakan juga negatif bila ada )
dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif
atau foto serial menunjukkkan gambaran yang tetap.
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto thorak ulang tidak ada
perubahan gambaran radiologi.
F. DIAGNOSIS
1. Gejala TB
a. Gejala Utama
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 ( tiga) minggu atau lebih
b. Gejala tambahab yang sering dijumpai :
Dahak bercampur darah.
Batuk darah
Sesak nafas dan rasa nyeri dada
Badan lemah nafsu makan menurun, berat badan turun rasa kurang enak
badan (malaise) berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan deman
meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain
tuberkulosis . Oleh sebab itu setiap orang yang datang dengan gejala tersebut diatas
harus dianggap sebagai seorang “ Suspek tuberkulosis “ atau tersangka penderita TBC
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
2. Penemuan Penderita Tuberkulosis ( TB )
a) Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa
Penemuan penderita TBC dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka
penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan
kesehatan.
Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik
oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan
tersangka penderita cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case
finding ( penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif ). Selain itu
semua kontak penderita TBC Paru BTA positif dengan gejala sama harus diperiksa
dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita
sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat
mengakibatkan kematian. Semua tersangkas penderita harus diperiksa 3 spesimen
dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi sewaktu ( SPS ).
b) Penemuan penderita tuberkulosis pada anak
Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit
sebagian besar diagnosis tiberkulosis anak didasarkan atas gambar klinis gambar
radiologis dan uji tuberkulin.
3. Diagnosis TB
(a) Diagnosis tuberkulosis pada orang Dewasa
Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis hasil pemeriksaan
dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BAT hasilnya
positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau hasil rontgen
mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
Kalau hasil rantgen tidak mendukung TBC maka pemeriksaan dahak SPS diulangi
dan apabila fasilitas memungkinkan maka dilakukan pemeriksaan lain misalnya
biakan.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif diberikan antibiotik spektrum luas
( misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin ) selama 1-2 minggu bila tida ada
perubahan namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC ulangi pemeriksaan dahak
SPS.
Kalau hasil SPS positif diagnosis sebagai penderita TBC BTA positif
Kalau hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk
mendukung diagnosis TBC
Bila hasil rontgen mendukung TBC didiagnosis sebagai penderita TBC BTA
negatif rontgen positif
Bila hasil rantgen tidak di dukung TBC penderita tersebut bukan TBC yang
tidak memiliki fasilitas rontgen penderita dapat dirujuk untuk foto rontgen
dada.
G. PENGOBATAN
1. Tujuan
Menyembuhkan penderita
Mencegah kematian
Mencegah kekambuhan
Menurunkan tingkat penularan
2. Prinsip pengobatan
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Aapabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC
akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan
penderita menelan obot , pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
(DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO )
3. Jenis dan dosis OAT
a) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi
kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang,Dosis
harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi –dormant ( persister ) yang
tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk
mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.
c) Pirasinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita
berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahun
atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30
mg/kg/BB.
Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan :
Tahap Intensif
Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OATterutama
rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya
penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar
penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan
intensif.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum
dalam jangka waktu yang lebih lama, pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat
penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persister ( dormant ) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
4. Panduan OAT DI Indonesia
WHO dan IUATLD ( Internatioal Union Against Tuberculosis and lung
Disease ) me-rekomendasikan paduan OAT Standar
Yaitu :
Kategori 1 :
- 2HRZE / 4 H3R3
- 2HRZE / 4 HR
- 2HrZE / 6 HE
Kategori 2:
- 2HRZES / HRZE /5H3R3E3
- 2HRZES / HRZE / 5HRE
Kategori 3:
- 2HRZ / 4H3R3
- 2 HRZ / 4 HR
- 2HRZ / 6 HE
Program Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan paduan OAT
Kategori 1 : 2 HRZE / 4H3R3
Kategori 2 : 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3
Kategori 3 : 2 HRZ / 4H3R3
Disamping ketiga kategori ini disediakan paduan obat sisipan ( HRZE ).
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk
memudahkam pemberian obat dan menjamin kelangsungan ( kontinuitas ) pengobatan
sampai selesai satu (1) paket untuk satu ( 1) penderita dalam satu (1) masa
pengobatan.
a) Kategori -1 ( 2HRZE / 4H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid ( H), Rifampisin ( R ), Pirasinamid ( Z)
dan Etambutol ( E ) Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
( 2HRZE ). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniasid
( H) dan
Rifampisin ( R ) diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan ( 4 H 3R3 ).
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru TBC Paru BTA Positif
- Penderita TBC Paru BTA negatif Rontgen positif yang “ sakit berat “ dan
- Penderita TBC Ekstra Paru berat.
b) Kategori –2 ( 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3 )
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid ( H) , Rifampisin ( R), Pirasinamid ( Z ),dan Etambutol ( E) setiap hari .
Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin
diberikan setelah pemderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita kambuh ( relaps )
- Penderita Gagal ( failure )
- Penderita dengan Pengobatan setelah lalai ( after default )
c) Kategori –3 ( 2HRZ / 4H3R3 )
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2HRZ )
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu ( 4H3R3 ).
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
- Penderita ekstra paru ringan yaitu TBC kelenjar limfe ( limfadenitis )
pleuritis eksudativa unilateral TBC kulit , tb tulang ( kecuali tulang belakang )
sendi dan kelenjar aderenal.
d) OAT sisipan ( HRZE )
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori
1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan
dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama 1 bulan
DOT-S
Penggunaan obat yang benar sesuai dengan jadwal (kepatuhan) sangat penting untuk
menghindari timbulnya jenis TB yang resistan. Agar meyakinkan kepatuhan, terutama
pada fase lanjutan setelah kita merasa sembuh, WHO menerapkan strategi DOT-S
(Directly Observed Therapy-Short course atau pengobatan dengan pengawasan
langsung). Pengawasan ini dilakukan oleh pengawas menelan obat atau PMO, yang
bertugas untuk mendampingi pasien dalam menjalani pengobatan sampai tuntas. PMO
dapat anggota keluarga atau petugas kesehatan yang mudah terjangkau oleh pasien
TB.
Tujuan DOT-S adalah:
✔ Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
✔ Mencegah putus berobat
✔ Mengatasi efek samping OAT
✔ Mencegah timbulnya resistansi akibat ketidakpatuhan
Pengawasan Menelan Obat ( PMO )
Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untukmenjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO
a) Persyaratan PMO
Seseorang yang dikenal , dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan
maupun penderita. Selain itu harus disegani dan dihormati oleh penderita
seseorang yang tinggal dekat dengan penderita
Bersedia membantu penderita dengan sukarela
Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
penderita
b) Siapa yang bisa jadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa , Perawat ,
Pekarya Sanitarian , juru imunisasi dll . Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan , PMO dapat berasal dari kader Kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK
atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
c) Tugas Seorang PMO
Mengawasi penderita TBC agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan
Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur
Mengingatkan penderita untuk pemeriksa ulang dahak pada waktu
waktu yang telah ditentukan.
Memberi penyuluhan pada anggota keluarga penderita TBC yang
mempunyai gejala-gejala tersangka TBC untuk segera memeriksakan
diri ke unit Pelayanan kesehatan.
d) Informasi penting yang perlu difahami PMO untuk disampaikan
1. TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan
2. TBC dapat disembuhkan dengan berobat teratur
3. Tata laksana pengobatan penderita pada Tahap intensif dan lanjutan
4. Pentingnya berobat secara teratur karena itu pengobatan perlu diawasi
5. Efek samping obat dan tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek
samping tersebut.
ILUSTRASI KASUS
Anamnesis
Seorang pasien laki-laki umur 28 tahun, tinggal di Cancang Randah, Tiku
pekerjaan wiraswasta ( pengusaha kaca ) dirawat di Bangsal Interne Pria Rumah Sakit
Umum Daerah Lubuk Basung sejak tanggal 12 April 2009 jam 14.00 WIB dengan :
Keluhan Utama : Batuk darah sejak 3 hari yang lalu
Riwayat penyakit sekarang :
Batuk darah sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, jumlah kira 1 gelas (±
200cc ) per kali muntah, berisi darah segar
Batuk sudah dirasakan sejak 10 hari yang lalu, batuk berdahak (+), warna
putih, tidak ada makan obat batuk sebelumnya
Demam ada sejak 3 hari yang lalu
Sesak napas tidak ada
Mual (-), muntah (-)
Riwayat demam yang tidak diketahui penyebabnya ada, demam tidak tinggi,
turun-naik
Riwayat keringat malam ada, tapi tidak menjadi perhatian orang sakit
Riwayat berat badan turun dalam beberapa bulan terakhir ada
Riwayat badan terasa letih, lesu tidak ada
Riwayat napas berbunyi menciut tidak ada
Buang air kecil biasa
Buang air besar tak ada keluhan, berak hitam tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya
Tidak ada riwayat batuk-batuk lama
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama
Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan :
Pasien adalah seorang wirawasta ( pengusaha kaca ), perokok 1 bungkus / hari
Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis cooperatif
Tekanan Darah : 110/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 100 x / menit
Frekuensi Nafas : 21 x / menit
Suhu : 38,7° C
Status Generalisata :
Kepala : tak ditemukan kelainan
Kulit : pallor (-), ikterik (-), anemis (-)
Mata : konjuntiva tak anemis, sklera tak ikterik
Leher : Kelenjar Getah Bening tak membesar
Kelenjar thyroid tidak membesar
JVP 5-2 CmH2O
Thorax : normochest
Pulmo
I : simetris kiri dan kanan
Pa : fremitus kiri sama dengan kanan
Pe : sonor kiri sama kanan
Aus: vesikuler, ronchi +/+ , wheezing -/-
Cor
I : iktus tidak terlihat
Pa : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Pe : batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V, kanan linea
sternalis dextra, atas : RIC II sinistra
Aus : bunyi jantung murni, irama teratur, M1>M2, bising (-)
Abdomen :
I : tak membuncit
Pa : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-)
Pe : tympani
Aus : Bising Usus (+) normal
Genitalia : tidak dilakuakn pemeriksaan
Extremitas : edem -/-
reflex fisiologis +/+
reflex patologis -/-
Diagnosis Kerja : Hemoptisis ec Suspect TB paru
Periksaan penunjang :
1. pemeriksaan darah, urine rutin
Darah rutin : Urine rutin :
Hb : 11,1 gram/dl warna : kuning muda
Leukosit : 6200 /mm³ pH : 7
Trombosit : 234.000 /mm³ protein : negatif
LED : 98 mm / 1 jam reduksi: negatif
DC : 0/0/0/74/26/0 sedimen
eritrosit : negatif
leukosit : negatif
silinder : negatif
kristal : negatif
sel epitel : negatif
Therapi :
1. IVFD RL 20 gtt / menit
2. Cefotaxime 1gram / 12 jam ( IV )
3. Plasminex 1 ampul / 8 jam ( IV )
4. Ambroxol 3x1 tablet
5. Paracetamol 500mg 3x1tablet
Rencana :
1. pemeriksaan darah lengkap
2. pemeriksaan BTA sputum 3 porsi ( S-P-S )
3. roentgen thorax posisi PA
Darah lengkap :
GDR : 85 gram / dl
Total kolesterol : 124 mg / dl
Trigliserida : 68 mg / dl
Total bilirubin : 0,68 mg / dl
Bilrubin indirek : 0,36 mg /dl
Bilirubin direk : 0,32 mg /dl
Total protein : 6,8 g / dl
Albumin : 3,7 gr / dl
Globulin : 3,1 gr / dl
SGOT : 48 u / L
SGPT : 24 u / L
Ureum : 36 mg / dl
Kreatinin : 0,7 mg dl
Asam urat : 5,3 mg / dl
BTA sputum 1. negatif
2. negatif
3. negatif
Roentgen Thorax PA
Gambaran : infiltrat di kedua lapangan paru
Kesan TB paru
Diagnosis : TB paru duplex
Therapi : OAT kategori 1
isoniazid 1 x 300 mg / hari
rifampisin 1 x 450 mg / hari
etambutol 1 x 750 mg / hari
rifampisin 1 x 1000 mg / hari
vitamin B6 1 x 10 mg / hari
DISKUSI
Seorang pasien ♂, 28 tahun, masuk ke Bangsal Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Lubuk Basung tanggal 12 April 2009 dengan diagnosis TBParu
duplex. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan batuk darah
sejak 3 hari yang lalu, frekuensi 2 kali, jumlah kira 1 gelas (± 200cc ) per kali muntah,
berisi darah segar. Batuk sudah dirasakan sejak 10 hari yang lalu, batuk berdahak (+),
warna putih. Demam ada sejak 3 hari yang lalu. Riwayat demam yang tidak diketahui
penyebabnya ada, demam tidak tinggi, turun-naik. Riwayat keringat malam ada, tapi
tidak menjadi perhatian orang sakit. Riwayat berat badan turun dalam beberapa bulan
terakhir ada. Riwayat badan terasa letih, lesu tidak ada. Pasien adalah seorang
wirawasta ( pengusaha kaca ), perokok 1 bungkus / hari.
Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien sakit sedang, kesadaran
compos mentis cooperative, suhu 38,7°C dari auskultasi paru suara napas vesikuler,
ronchi +/+ di kedua lapangan paru
Pada awal masuk pasien ini diberikan terapi IVFD RL 20 gtt / menit,
Cefotaxime 1gram / 12 jam ( IV ), Plasminex 1 ampul / 8 jam ( IV ), Ambroxol 3x1
tablet dan Paracetamol 500mg 3x1tablet
Dari periksaan penunjang didapatkan LED 98 mm / 1 jam, darah rutin dan
urine rutin kesan dalam batas normal. Pemeriksaan darah lengkap dalam batas
normal. Pemeriksaan BTA sputum didapatkan hasil 1. negatif, 2. negatif, 3. negatif.
Dari Roentgen Thorax PA didapatkan gambaran : infiltrat di kedua lapangan paru,
dengan kesan TB paru. Sesuai dengan kriteria bahwa Tuberkulosis paru dengan
BTA (-) disertai hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif maka pasien ditetapkan sebagai
tuberculosis paru.Diberikan pengobatan TB Paru dengan OAT kategori 1.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alsagaff dkk, 2001. Dasar-dasar diagnostik fisik paru. Laboratorium Ilmu Penyakit
Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya
2. Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Cetakan ke- 8. Depkes RI. Jakarta
3. Crofton FJ et all, 2002 Tuberkulosis klinis. Edisi 2. MacMillan Education Ltd.
London
4. Price, Sylvia. 2006. Tuberkulosis paru, dalam Patofisiologi. Vol 2. EGC: Jakarta
5. Green CW, 2006. Sari Buku Kecil HIV dan TB. Yayasan Spiritia. Jakarta
6. Amin Zulkifli, Bahar Asri,l 2007. Tuberkulosis Paru, dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI: Jakarta
7. Gunawan SG, 2007. Tuberkulostatik dan Leprostatik dalam Farrmakologi dan Terapi.
Edisi 5. Depertemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Jakarta