Tuberculosis Paru D

download Tuberculosis Paru D

of 15

description

Tuberculosis Paru D

Transcript of Tuberculosis Paru D

TUGAS PAPER RADIOLOGI

TUBERKULOSIS PARU

Ida Ayu KirtiasihH1A 010 052Pembimbing : dr. Hasan Amin, Sp Rad

BAGIAN/ SMF RADIOLOGI RSUP NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MATARAM

2014

Tuberculosis Paru

Definisi

Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (TBC). Meskipun dapat menyerang hampir semua organ tubuh, namun bakteri TBC lebih sering menyerang organ paru (80-85%). Tubekulosis yang menyerang paru disebut tuberculosis paru dan yang menyerang selain paru disebut tuberculosis ekstra paru. Tuberculosis paru dengan pemeriksaan dahak menunjukkan BTA (Basil Tahan Asam) positif, dikategorikan sebagai tuberculosis paru menular.

Penyakit TB paru merupakan penyakit menahun, bahkan dapat seumur hidup. Setelah seseorang terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis, hampir 90% penderita secara klinis tidak sakit, hanya didapatkan test tuberkulin positif dan 10% akan sakit. Penderita yang sakit bila tanpa pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita TB paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan 25% menjadi kronik dan infeksius. Namun ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dengan TB paru aktif yang tidak diobati lebih mungkin meninggal dalam waktu yang lebih singka.

Bakteri Tuberculosis Paru (TB Paru)

Bakteri TB paru yang disebut Micobacterium tuberculosis dapat dikenali karena berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, tahan terhadap pewarnaan yang asam, sehingga dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA). Sebagian besar bakteri terdiri dari asam lemak dan lipid, yang membuat lebih tahan asam. Bisa bertahan hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen (Achmadi, 2008). Bila dijumpai BTA atau Mycobacterium tuberculosis dalam dahak orang yang sering batuk-batuk, maka orang tersebut di diagnosis sebagai penderita TB paru aktif dan memiliki potensi yang sangat berbahaya (Achmadi, 2011). Secara khas bakteri berbentuk granula dalam paru menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan. Bakteri Mycobacterium tuberculosis akan cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh dapat dormant, tertidur lama selama bertahuntahun.Sumber dan Cara Penularan Penyakit TB Paru

Sumber penularan penyakit TB paru adalah penderita yang pemeriksaan dahaknya di bawah mikroskop ditemukan adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang di sebut dengan BTA (basil tahan asam). Makin tinggi derajat hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Namun tidak semua penderita TB paru akan ditemukan bakteri Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan, tergantung dari jumlah bakteri yang ada (Aditama, 2006).

Penderita dapat menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk percikan dahak, yang dalam istilah kedokteran disebut droplet nuclei. Sekali batuk dapat menghasilkan 3000 percikan dahak. Melalui udara yang tercemar oleh Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan/ dikeluarkan oleh penderita TB paru saat batuk. Bakteri akan masuk ke dalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah. Sementara, bagi yang mempunyai daya tahan tubuh baik, maka penyakit TB paru tidak akan terjadi. Tetapi bakteri akan tetap ada di dalam paru dalam keadaan tidur, namun jika setelah bertahun-tahun daya tahan tubuh menurun maka bakteri yang tidur akan bangun dan menimbulkan penyakit. Salah satu contoh ekstrim keadaan ini adalah infeksi HIV yang akan menurunkan daya tahan tubuh secara drastis sehingga TB paru muncul. Seseorang dengan HIV positif 30 kali lebih mudah menderita TB paru dibandingkan orang normal .Pada umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana droplet (percikan dahak) ada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah droplet, sementara cahaya dan sinar matahari langsung dapat membunuh bakteri. Droplet dapat bertahan beberapa jam dalam kondisi gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Jadi penularan TB paru tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur.Daya penularan dari seseorang penderita TB paru ditentukan oleh banyaknya bakteri yang dikeluarkan dari parunya. Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar bakteri TB paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lama menghirup udara tersebut. Risiko tertular tergantung dari tingkat terpapar dengan droplet dan kerentanan terhadap penularan .Bakteri Mycobacterium tuberculosis sangat sensitif terhadap cahaya matahari. Cahaya matahari berperan besar dalam membunuh bakteri di lingkungan, dan kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil karena bahaya penularan terbesar terdapat pada perumahan-perumahan yang padat penghuni dengan ventilasi yang kurang baik serta cahaya matahari tidak dapat masuk kedalam rumah.Penularan Penyakit TB Paru di Dunia

Pada tahun 1993, Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization) menyatakan TB paru sebagai kegawatdaruratan global (Global Health Emergency) dengan perkiraan sepertiga penduduk dunia terinfeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Depkes, 2010). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2006 terdapat 9,24 juta penderita TB paru diseluruh dunia, pada tahun 2007 jumlah penderita naik menjadi 9,27 juta jiwa. Dan hingga tahun 2009 angka penderita TB paru menjadi 9,4 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 1,8 juta jiwa meninggal (600.000 diantaranya adalah perempuan) naik dari angka kematian pada tahun 2007 yang berjumlah 1,77 jiwa. Setiap harinya terdapat 4.930 orang meninggal disebakan oleh TB paru.Penularan Penyakit TB Paru di Indonesia

Laporan TB paru dunia oleh WHO tahun 2006, pernah menempatkan Indonesia sebagai penyumbang terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 jiwa dan jumlah kematian sekitar 101.000 jiwa per tahun. Di Indonesia jumlah kematian akibat penyakit tuberculosis terutama TB paru hingga tahun 2008 menurun hingga 88.113 jiwa dari jumlah kasus penularan TB paru yang berjumlah 534.439 jiwa. Sedangkan pada tahun 2009 kasus penularan TB paru menurun mencapai jumlah 528.063 jiwa dan 236.029 untuk kasus TB paru BTA positif, akan tetapi angka kematian naik menjadi 91.368 jiwa. Sepertiga dari jumlah tersebut terdapat di sekitar Puskesmas, di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktik swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan. Sedangkan prevalensi untuk semua kasus TBC diperkirakan sebanyak

565.614 atau 244/100.000 penduduk. Angka kematian karena TB paru diperkirakan 91.368 per tahun atau setiap hari ada 250 orang meninggal.

Akan tetapi usaha pemerintah dalam memberantas TBC di Indonesia harus terus berjalan. Saat ini pemerintah telah mencanangkan program pemeriksaan dan pengobatan TBC gratis bagi masyarakat kurang mampu di setiap Puskesmas di Indonesia. Akan tetapi sosialisasi yang dilakukan pemerintah dirasakan kurang efektif. Hal tersebut menyebabkan banyak masyarakat penderita TBC tidak mengetahui program tersebut.

Gejala Penyakit TB Paru

Menurut Crofton (2002), gejala yang dirasakan oleh penderita TB paru dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Permulaan Sakit

Pertumbuhan TB paru sangat menahun sifatnya, tidak berangsur-angsur memburuk secara teratur, tetapi terjadi secara melompat-lompat. Serangan pertama menyerupai influenzae akan segera mereda dan keadaan akan pulih kembali. Berbulan-bulan kemudian akan timbul kembali serangan influenzae. Tergantung dari daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil, serangan kedua bisa terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan seterusnya. Dikatakan sebagai multiplikasi 3 bulan. Serangan kedua akan bertahan lebih lama dari yang pertama sebelum orang sakit sembuh kembali. Pada serangan ketiga serangan sakit akan lebih lama dibandingkan serangan kedua. Sebaliknya masa tidak sakit menjadi lebih pendek dari masa antara serangan pertama dan kedua. Seterusnya masa aktif influenzae makin lama makin panjang, sedangkan masa bebas influenzae makin pendek. Salah satu keluhan pertama penderita TB paru adalah sering mendapatkan serangan influenzae. Setiap kali mendapat serangan dengan suhu bisa mencapai 40C-41C.

2. Malaise

Peradangan ini bersifat sangat kronik akan di ikuti tanda-tanda malaise: anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, badan terasa pegal-pegal, demam subfebril yang diikuti oleh berkeringat malam dan sebagainya.

3. Batuk

Mycobacterium tuberculosis mulai berkembang biak dalam jaringan paru. Selama bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, orang sakit tidak akan batuk. Batuk pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang produk-produk ekskresi dari peradangan keluar.

4. Batuk Darah (hemoptoe)

Batuk darah akan terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan kemudian pecah. Tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah maka akan terjadi batuk darah ringan, sedang, atau berat tergantung dari berbagai faktor. Satu hal yang harus diingat adalah tidak semua batuk darah dengan disertai gambaran lesi di paru secara radiologis adalah TB paru. Batuk darah juga terjadi pada berbagai penyakit paru lain seperti penyakit yang namanya bronkiektesi, kanker paru dan lain-lain.

5. Sakit/ Nyeri Dada

6. Keringat Malam

7. Demam

8. Sesak Nafas, dll.

Tidak semua penderita TB paru punya semua gejala diatas, kadang-kadang hanya satu atau 2 gejala saja. Berat ringannya masing-masing gejala juga sangat bervariasi (Aditama, 2006). Gejala-gejala tersebut diatas di jumpai pula pada penyakit paru selain TB paru. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) dengan gejala tersebut diatas, harus di anggap suspek tuberculosis atau tersangka penderita TB paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Aditama, 2002).

Risiko Menjadi Sakit TB Paru

Risiko seseorang tertular oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis untuk menjadi sakit TB paru di gambarkan oleh Depkes (2005), sebagai berikut:

1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TBC akan menjadi sakit TB paru. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB paru dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB paru setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah penderita TB paru BTA positif.

2. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB paru adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

3. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TBC menjadi sakit TB paru. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberculosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB paru akan meningkat, dengan demikian penularan TB paru di masyarakat akan meningkat pula.

Strategi Penemuan Penderita TB Paru

Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB paru. Penemuan dan penyembuhan penderita TB paru menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB paru, penularan TB paru di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB paru yang paling efektif di masyarakat.Menurut Depkes (2008), strategi penemuan penderita TB paru biasanya dilakukan

sebagai berikut:

1. Penemuan penderita TB paru harus dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB paru. Cara ini bisa di kenal dengan istilah passive promotive case finding (penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif).

2. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB paru, terutama mereka yang BTA positif, yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

3. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.

Pemeriksaan Dahak MikroskopisMenurut Aditama (2006), pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pengumpulan Dahak

Spesimen dahak dikumpulkan atau ditampung dalam pot dahak bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor yang telah diberi label atau nomor urut sediaan dahak. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi- Sewaktu (SPS), yaitu sebagai berikut:a. S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB paru datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

b. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. c. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

2. Pemberian Nomor Identitas Sediaan

a. Kaca sediaan dipengang pada kedua sisinya untuk menghindari sidik jari pada badan sediaan.

b. Setiap kaca sediaan diberi nomor identitas sesuai dengan identitas pada pot dahak dengan menggunakan spidol permanen atau pensil kaca. c. Pemberian nomor identitas sediaan bertujuan untuk mencegah kemungkinan tertukarnya sediaan.

3. Pembuatan Preparat Pilih bagian dahak yang kental, warna kuning kehijauan, ada pus, darah atau ada perkejuan. Ambil sedikit bagian tersebut dengan menggunakan ose yang sebelumnya dibakar dulu sampai pijar, kemudian didinginkan. Ratakan diatas kaca obyek dengan ukuran 2-3 cm. Hapusan sputum yang dibuat jangan terlalu tebal atau tipis. Keringkan dalam suhu kamar. Ose sebelum dibakar dicelupkan dulu kedalam botol berisi campuran alkohol 70% dan pasir dengan perbandingan 2 : 1 dengan tujuan untuk melepaskan partikel yang melekat pada ose (untuk mencegah terjadinya percikan atau aerosol pada waktu ose dibakar yang dapat menularkan bakteri tuberculosis). Rekatkan/ fiksasi dengan cara melakukan melewatkan preparat diatas lidah api dengan cepat sebanyak 3 kali selama 3-5 detik. Setelah itu sediaan langsung diwarnai dengan pewarna Ziehl Neelsen. 4. Pembuatan Ziehl Neelsen

Pada dasarnya prinsip pewarnaan Mycobacterium yang dinding selnya tahan asam karena mempunyai lapisan lemah atau lilin sehingga sukar ditembus cat. Oleh pengaruh phenol dan pemanasan maka lapisan lemak dapat ditembus cat basic fuchsin. Pada pengecatan Ziehl Neelsen setelah BTA mengambil warna dari basic fuchshin kemudian dicuci dengan air mengalir, lapisan lilin yang terbuka pada waktu dipanaskan akan merapat kembali karena terjadi pendinginan pada waktu dicuci. Sewaktu dituang dengan asam sulfat dan alkohol 70% atau HCI alkohol, warna merah dari basic fuchsin pada BTA tidak akan dilepas/ luntur. Bakteri yang tidak tahan asam akan melepaskan warna merah, sehingga menjadi pucat atau

tidak bewarna. Akhirnya pada waktu dicat dengan Methylien Blue BTA tidak mengambil warna biru dan tetap merah, sedangkan bakteri yang tidak tahan asam akan mengambil warna biru dari Methylien Blue.

5. Cara Pengecatan Basil Tahan Asam

Letakkan sediaan diatas rak pewarna, kemudian tuang larutan Carbol Fuchsin sampai menutupi seluruh sediaan. Panasi sediaan secara hati-hati diatas api selama 3 menit sampai keluar uap, tetapi jangan sampai mendidih. Biarkan selama 5 menit (dengan memakai pinset). Cuci dengan air mengalir, tuang HCL alkohol 3% (alcohol asam) sampai warna merah dari fuchsin hilang. Tunggu 2 menit. Cuci dengan air mengalir, tuangkan larutan Methylen Blue 0,1% tunggu 10-20 detik. Cuci dengan air mengalir, keringkan di rak pengering.

6. Cara Melakukan Pemeriksaan dengan Mikroskop

Setelah preparat terwarnai dan kering, dilap bagian bawahnya dengan kertas tissue, kemudian sediaan ditetesi minyak imersi dengan 1 tetes diatas sediaan. Sediaan dibaca mikroskop dengan perbesaran kuat. Pemeriksaan dimulai dari ujung kiri dan digeser ke kanan kemudian digeser kembali ke kiri (pemeriksaan system benteng). Diperiksa 100 lapang pandang (kurang lebih 10 menit). Pembacaan dilakukan secara sistematika, dan setiap lapang pandang dilihat, bakteri Mycobacterium tuberculosis berwarna merah berbentuk batang lurus atau bengkok, terpisah, berpasangan atau berkelompok dengan latar belakang biru.

7. Pelaporan Hasil

Pembacaan hasil pemeriksaan sediaan dahak dilakukan dengan menggunakan skala International Union Against Tuberculosis (IUAT) yaitu dalam 100 lapang pandang tidak ditemukan BTA disebut negatif, namun jika ditemukan : 1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif

2. 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah bakteri yang ditemukan

3. 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + atau (1+)

4. 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ atau (2+)

5. > 10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ atau (3+)

Penulisan gradasi hasil bacaan penting, untuk menunjuk keparahan penyakit dan tingkat penularan penderita 2.1.11. Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa

Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang. Jika hasil rontgen mendukung TB paru, maka penderita di diagnosis sebagai penderita TB paru BTA positif. Dan jika hasil rontgen tidak mendukung TB paru, maka pemeriksaan dahak SPS di ulang

Pemeriksaan lain seperti foto toraks dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB paru hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit TB paru Pengendalian TB paru yang terbaik adalah mencegah agar tidak terjadi penularan maupun infeksi. Pencegahan TB paru pada dasarnya adalah mencegah penularan bakteri dari penderita yang terinfeksi dan menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penularan. Tindakan mencegah terjadinya penularan dilakukan dengan berbagai cara, yang utama adalah memberikan obat anti tuberculosis yang benar dan cukup, serta dipakai dengan patuh sesuai ketentuan penggunaan obat. Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan faktor risiko yang pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan lingkungan dan perilaku, antara lain dengan pengaturan rumah agar memperoleh cahaya matahari, mengurangi kepadatan anggota keluarga, mengatur kepadatan penduduk, menghindari meludah sembarangan, batuk sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan seimbang. Dengan demikian salah satu upaya pencegahan adalah dengan penyuluhan . Menurut Depkes (2003), selain penyuluhan, pengobatan juga merupakan suatu hal yang penting dalam upaya pengendalian penyakit TB paru. Tujuan pengobatan TB paru adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan. Salah satu komponen dalam DOTS adalah panduan pengobatan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung dan untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) dan pemberian panduan OAT didasarkan klasifikasi TBC.

Menurut Hudoyo (2008), mengobati penderita dengan TB paru cukup mudah, karena penyebab TB paru sudah jelas yaitu, bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat di matikan dengan kombinasi beberapa obat yang sudah jelas manfaatnya. Sesuai dengan sifat bakteri Mycobacterium tuberculosis, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai adalah :

1. Obat harus di berikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat (Isoniasid, Rifampisin, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol) dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua bakteri (termasuk bakteri persisten) dapat di bunuh. Hal ini untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT.

2. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Tampilan Radiologis Tuberculosis

Gambar 1. Kapitas dan inviltrat baru pada TB.

Gambar 2.

A. PA X-raymasaa dan nodule kecil pada paru superior

B. CT-scan masa dan nodul

Gambar 3. Konsulidasi pada tuberculosis primer yang membuat ruang batas udara

Gambar 4. Kapitas konsulidasi dan nodule multipel tidak pada tubercolusis Reaktife

Gambar 5. Tuberculosis milier dengan ARDS pada foto x-ray nodule millet multibel dan ground glass opak di kedua lapang paru.

Gambar 6. Kasus MDR foto x-ray nodul multiple, bercak konsulidasi, beberapa kapitas dan tampilan opak di kedua paru. Catatan penurunan volume paru dan penebalan pleura apikal.

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Edisi 2. Cetakan Pertama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

_________, 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

_________, 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 47

Kumar, V., 2007. Tuberkulosis. Dalam: Robbins, Cotran, Kumar ed. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Jakarta: EGC, 544-551.

Jeong, YJ and Lee, KS. 2008. Pulmonary Tuberculosis: Up to date imanging and management. American Roentgen Ray Socienty

World Health Organization, 2006. The Stop TB Strategy. Geneva: World Health Organization.