Tri Bayu Purnama - Fkik

download Tri Bayu Purnama - Fkik

of 212

Transcript of Tri Bayu Purnama - Fkik

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    1/212

    EPIDEMIOLOGI SPASIAL KASUS MALARIA

    KOTA LUBUK LINGGAU PROVINSI SUMATERA SELATAN

    TAHUN 2009-2013

    SKRIPSI

    Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar

    Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

    OLEH :

    TRI BAYU PURNAMA

    NIM : 1110101000042

    PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1435 H/2014 M

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    2/212

    i

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    3/212

    ii

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    PEMINATAN EPIDEMIOLOGISKRIPSI, MEI 2014

    TRI BAYU PURNAMA, NIM 1110101000042

    EPIDEMIOLOGI SPASIAL KASUS MALARIA KOTA LUBUK LINGGAU

    PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2009-2013

    (xiii + 180 halaman, 2 bagan, 17 gambar, 6 grafik, 30 tabel, 3 lampiran)

    ABSTRAK

    Malaria adalah penyakit bersumber binatang yang menjadi masalah kesehatanmasyarakat dunia. Orang yang berisiko malaria sebesar 2,3 miliar atau 41% dari populasi

    dunia. Riskesdas 2013 mencatat bahwa 50% provinsi di Indonesia memiliki prevalensimalaria di atas angka nasional. Epidemiologi spasial dapat digunakan untukmenggambarkan distribusi kasus malaria berdasarkan keruangan. Insiden malaria di KotaLubuk Linggau masih diatas indikator MDGs dan kota ini belum melakukan pemetaanendemis malaria. Oleh karena itu penelitian ini bermaksud untuk mengetahuiepidemiologi spasial kasus malaria di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013.

    Desain penelitian epidemiologi ini adalah ecological study. Pengumpulan datadilakukan di Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau untuk data kasus malaria, BMKGProvinsi Sumatera Selatan untuk data lingkungan dan BAPPEDA Kota Lubuk Linggauuntuk data wilayah potensi perindukan nyamuk. Analisis data dilakukan dengan ukuranfrekuensi penyakit berupa rate, proporsi dan rasio.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kasus malaria yang diperiksa laboratoriummasih jauh dibawah indikator nasional sehingga perlu upaya pencapaian target ditahunselanjutnya dan tidak terdapat pola khusus kasus malaria ditiap bulan, curah hujan, suhudan kelembaban. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk terinfeksimalaria dengan kelompok anak-anak sebagai kelompok paling banyak terserang malaria

    serta diindikasikan terjadi penularan setempat malaria. Analisis spasiotemporal kasus

    malaria pada wilayah endemis malaria pada kecamatan selalu mengalami perubahan danwilayah potensi perindukan nyamuk adalah semak belukar, hutan, ladang/kebun, sawah,dan permukiman.Perlindungan kelompok rentan dilakukan dengan penyuluhan kesehatandan kerja sama lintas sektor dan program, pengobatan dengan ACT, membangun sistemkewaspadaan dini dan modifikasi lingkungan melalui upaya larvasidasi.

    Kata Kunci : Epidemiologi, Spasial, Malaria

    Daftar Bacaan : 104 (1993-2014)

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    4/212

    iii

    FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

    PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

    DEPARTEMEN OF EPIDEMIOLOGYUNDERGRADUATED THESIS, May 2014

    TRI BAYU PURNAMA, NIM 1110101000042

    MALARIA INCIDENCE IN LUBUK LINGGAU CITY SOUTH SUMATERA

    PROVINCE AT 2009-2013 : SPATIAL EPIDEMIOLOGY APPROACH

    (xiii + 180 pages, 2 charts, 17 pictures, 6 graphics, 30 tables, 3 attachments)

    ABSTRACT

    Malaria is a mosquito borne disease that become a public health problem.

    Population at risk in malaria is as 2,3 billion or 41% at population in the world. Basic

    Health Research 2013 noted that 50% of provinces in Indonesia have malaria prevalence

    above national rate. Spatial epidemiology can be used to describe malaria cases that based

    on spatial distribution. Malaria incidence in Lubuk Linggau city is still above the MDGs

    indicator and this city is not yet endemic malaria mapping. Therefore, aim of this research

    describes the spatial epidemiology incidence in Lubuk Linggau city at 2009-2013.

    Design of this epidemiological research is ecological studies. Data is collected athealth departement Lubuk Linggau city for malaria cases data, Bureau Meteorology,

    Klimatology and Geophysics South Sumatera for enviromental data and Planning and

    Developing City in Lubuk Linggau for breeding places region data. Data are analyzed by

    measuring the frequency of disease by means of rate, ratio and proportion.

    Result of this research is malaria cases that laboratorium confirmation still under

    national indicator so that need to efforts raising target in next years. Trends of this cases

     by month don’t show a spesific patterns and as well as the temperature, rainfall and

    humidity. Men and women have same opportunity to infecting malaria. Majority children

    are infected malaria and indicated to occur indigenous transmission. Spatiotemporal

    analysis of malaria cases at endemic malaria region always changes. The potential breeding places are shrubs, woods, garden, fields and resident. Protection of group risk

    could do by communication, information and education along with cooperation accross

    sector and programms, treatments by ACT, building early warning systems and

    enviromental modification by larvaciding.

    Keyword : Epidemiology, Spatial, Malaria

    Reading List : 106 (1993-2014)

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    5/212

    iv

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    6/212

    v

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    7/212

    vi

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    8/212

    vii

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

     Nama lengkap : Tri Bayu Purnama

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Tempat, tanggal lahir : Lubuk Linggau, 14 Oktober 1992

    Warganegara : Indonesia

    Agama : Islam

    Alamat : Jalan Hujan Gerimis No 545 RT 07 Kelurahan

    Bandung Kiri Kecamatan Lubuk Linggau Barat 2

    Kota Lubuk Linggau Provinsi Sumatera Selatan

    Telepon : 081996294483

    Email : [email protected] 

    Pendidikan Formal:

    1.  SD Negeri 18 Kota Lubuk Linggau (1998-2004)

    2. 

    SMP Negeri 1 Kota Lubuk Linggau (2004-2007)

    3.  MA Negeri 1 (Model) Kota Lubuk Linggau (2007-2010)

    4.  Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehtaan Masyarakat,

    Peminatan Epidemiologi (2010-2014)

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    9/212

    viii

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena

     berkat taufik dan hidayahNya skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul

    “Epidemiologi Spasial Kasus Malaria di Kota Lubuk Linggau Provinsi

    Sumatera Selatan tahun 2009-2013”. Skripsi ini penulis susun dalam rangka

    memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat,

     pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak

    kekurangannya. Namun berkat bimbingan Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHSdan Ibu Riastuti Kusuma Wardani, MKM serta dorongan dari berbagai pihak

    maka hambatan itu sedikit banyak dapat diatasi.

    Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan

    umumnya bagi siapa saja yang memerlukannya. Akhir kata pada kesempatan ini

     penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan rasa terima kasih

    yang tak terhingga kepada:

    1.  Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2.  Bapak (alm) dan Mamak yang telah memberikan semangat, motivasi dan

    kasih sayang kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Serta kedua

    kakak dan adik yang menjadi tempat motivasi dan semangat penulis untuk

    menyegerakan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas doa dan

    usahanya. You raise me up, to more than I can be”. 

    3.  Ratri Ciptaningtyas, SKM, MHS selaku pembimbing I skripsi. Terima kasih

    atas waktu, ilmu, bimbingan, arahan, masukan, doa, dan kepercayaannya

    yang diberikan kepada penulis.

    4.  Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM selaku pembimbing II skripsi.

    Terima kasih atas bimbingan, arahan, masukan, doa, waktu dan ilmu yang

    diberikan kepada penulis.

    5.  Minsarnawati Tahangnacca SKM., M.Kes selaku dosen penanggungjawab

    Peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    6.  Para Dosen Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta yang telah memberikan

    ilmunya kepada penulis.

    7.  Para Dosen Peminatan Epidemiologi UIN Jakarta yang telah meluangkan

    waktu sibuknya kepada mahasiswa epidemiologi untuk menggali ilmu yang

    dimiliki. Terima Kasih Dr I Nyoman Kandun, DR dr Hariadi Wibisono, dr

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    10/212

    ix

    Toni Wandra PhD, Dr Cicillia Windianingsih, dr Sholah Imari M.Sc dll.

    Terima kasih atas dedikasinya untuk dunia pendidikan terutama mendidik

    calon epidemiolog handal di masa yang akan datang.

    8.  Gubernur Sumatera Selatan dan Kepala Kementerian Pendidikan Provinsi

    Sumatera Selatan berserta para pegawai bidang Dikmenti yang memberikan

    kesempatan kepada penulis berupa beasiswa sehingga dapat menyelesaikan

    studi di Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta.

    9.  Kepala Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau dan Kepala Bidang

    Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Terima kasih atas

    kebijaksanaannya yang memberikan kesempatan untuk penulis untuk meneliti

    di Lubuk Linggau.

    10. 

    Defit Kurniawan, S.Kep yang bersedia direpotkan oleh penulis untuk tempatkonsultasi tentang malaria.

    11. 

    Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Lubuk Linggau

    yang memberikan penulis data tata guna lahan. Terima kasih untuk Pak

    Safran yang membantu perizinan penelitian di BAPPEDA dan Staf Bidang

    Fisik dan Sarana yang mau memberikan data Shapefile tata guna lahan.

    12.  Ketua Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Stasiun Kenten

    Provinsi Sumatera Selatan. Terima kasih atas segala kemudahan yang

    diberikan kepada peneliti dalam proses perizinan penelitian.

    13.  Indra Purna, ST, M.Si yang berbaik hati kepada penulis dengan memberikan

    data yang diinginkan dalam 1 hari. Terima kasih atas segala kebaikan dan

    ilmu yang bapak berikan kepada penulis.

    14.  Fajar Nugraha, S.Si yang memberikan ilmu spasialnya kepada penulis.

    Terima kasih atas kepercayaan, ilmu, arahan dan masukkannya kepada

     penulis.

    15.  Dr Sholah Imari, M.Sc yang memberikan ilmu epidemiologinya kepada

     penulis. Semoga ilmu, kebaikan, ketekunan dan pengabdian yang diberikan

    dapat menular kepada penulis. Terima kasuh atas waktu dan bimbingannya

    Pak Sholah.

    16. 

    Thanks to rekan seperjuangan para epidemiolog muda. Karlina, Tika, Nida, Najah, II, Ati, Rizka, Wiwid, Putri, Bebe, dan Luthfi. Terima kasih teman

    sejawat atas segala kontribusi, ilmu, semangat dan motivasinya kepada

     penulis.

    17.  Thanks to rekan sejawat teman mahasiswa beasiswa kemitraan santri jadi

    dokter angkatan 2010. Harun, Zata, Ayu, Ana, Randi, Arum, Rendy, Iid,

    Luther, Lukluk, Finti, Lisa, Rusti, Rosi, Choyin, Rico, Ali, Qori, Nando, Fifin

    dan Meli. Terima kasih atas segala kontribusinya. 

    18. 

    Thanks to  para ahli kesehatan masyarakat di masanya nanti, teman-teman

    kesmas 2010. Uda Randika, Ucup, Ilham, Fuad, Prima, Alul, Supri, Mono,

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    11/212

    x

    Aziz, Agung, Angga, Richo, Angger, Akbar, Febri, dan Furin Terima kasih

    atas segala kerjasamanya.

    19. 

    Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga skripsi ini dapat

    terselesaikan.

    Tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih

     jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi

    kita semua dan berharap ada kritik atau saran yang membangun untuk

    kesempurnaan skripsi ini.

    Ciputat, Mei 2014

    Penulis

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    12/212

    xi

    DAFTAR ISI

    Lembar Pernyataan....................................................................................................... iAbstrak ......................................................................................................................... ii

    Lembar Persetujuan ...................................................................................................... iv

    Daftar Riwayat Hidup .................................................................................................. vi

    Kata Pengantar ............................................................................................................. vii

    Daftar Isi....................................................................................................................... x

    Daftar Tabel, Gambar, Grafik dan Bagan .................................................................... xii

    Daftar Istilah................................................................................................................. xiii

    BAB I Pendahuluan ..................................................................................................... 1

    1.1. 

    Latar Belakang ................................................................................................ 1

    1.2. 

    Rumusan Masalah ........................................................................................... 7

    1.3. 

    Pertanyaan Penelitian ...................................................................................... 8

    1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................ 8

    1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 9

    1.6. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................... 10

    BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 12

    2.1.Malaria ............................................................................................................. 12

    A.  Definisi Malaria ......................................................................................... 12

    B. 

    Gejala Klinis Malaria ................................................................................. 13

    C.  Etiologi Malaria ......................................................................................... 14

    2.2.Epidemiologi Malaria....................................................................................... 15A. 

    Rantai Infeksi Malaria ................................................................................ 15

    B.  Segitiga Epidemiologi Malaria .................................................................. 20

    2.3.Sistem Informasi Geografis.............................................................................. 40

    A.  Definisi Sistem Informasi Geografis .......................................................... 40

    B.  Analisis Spasial .......................................................................................... 42

    C.  Epidemiologi Spasial ................................................................................. 44

    2.4.Kerangka Teori................................................................................................. 48

    BAB III Kerangka Konsep Dan Definisi Operasional ................................................. 50

    3.1. Kerangka Konsep ............................................................................................ 51

    3.2. Definisi Operasional ....................................................................................... 52

    BAB IV Metodologi Penelitian .................................................................................... 574.1.Desain Penelitian .............................................................................................. 57

    4.2.Lokasi Dan Waktu Penelitian .......................................................................... 58

    4.3.Populasi Dan Sampel ....................................................................................... 58

    4.4.Cara Pengumpulan Data ................................................................................... 58

    4.5.Rencana Manajemen Data................................................................................ 60

    4.6.Analisis Data .................................................................................................... 62

    4.7.Teknik Validasi Data Sekunder ....................................................................... 63

    BAB V Hasil ................................................................................................................ 65

    5.1.Gambaran Kasus Malaria Di Kota Lubuk Linggau Tahun 2009-

    2013 .................................................................................................................. 65

    A. 

    Frekuensi Kasus Malaria ............................................................................ 65

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    13/212

    xii

    B. 

    Kecenderungan Kasus Malaria ................................................................... 72

    5.2.Karakteristik Faktor  Host (Populasi) Pada Kasus Malaria di Kota

    Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 .................................................................... 74A.  Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin ................................................ 74

    B.  Kasus Malaria Berdasarkan Umur ............................................................. 78

    5.3.Karakteristik Faktor Agent (Penyebab) Pada Kasus Malaria di Kota

    Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ................................................................... 81

    A.  Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Plasmodium .......................................... 81

    5.4.Karakteristik Faktor  Environment (Lingkungan) Pada Kasus

    Malaria di Kota Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ........................................ 83

    A.  Kasus Malaria Berdasarkan Curah Hujan .................................................. 83

    B.  Kasus Malaria Berdasarkan Suhu .............................................................. 84

    C.  Kasus Malaria Berdasarkan Kelembaban .................................................. 85

    5.5.Epidemiologi Spasial Malaria di Kota Lubuk Linggau ................................... 86A.

     

    Pemetaan Endemisitas Malaria .................................................................. 86

    B.  Pemetaan Ketinggian .................................................................................. 117

    C. 

    Pemetaan Wilayah Potensi Perindukan Nyamuk ....................................... 118

    BAB VI Pembahasan ................................................................................................... 121

    6.1.Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 121

    6.2.Kejadian Malaria di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013 ........................... 126

    6.3.Karakteristik Karakteristik Faktor  Host (Populasi) Pada Kasus

    Malaria di Kota Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ........................................ 130

    A.  Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................... 130

    B. 

    Kasus Malaria Berdasarkan Umur ............................................................ 134

    6.4.Karakteristik Faktor Agent (Penyebab) Pada Kasus Malaria di Kota

    Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ................................................................... 137

    A.  Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Plasmodium .........................................137

    6.5.Karakteristik Faktor  Environment (Lingkungan) Pada Kasus

    Malaria di Kota Lubuk Linggau Tahun 2009-2013 ........................................ 145

    A.  Kasus Malaria Berdasarkan Curah Hujan ................................................. 145

    B.  Kasus Malaria Berdasarkan Suhu ............................................................. 148

    C.  Kasus Malaria Berdasarkan Kelembaban ................................................. 152

    6.6.Epidemiologi Spasial Malaria di Kota Lubuk Linggau ................................... 155

    A.  Pemetaan Endemisitas Malaria ................................................................. 155

    B. 

    Pemetaan Ketinggian di Kota Lubuk Linggau .......................................... 167C.  Pemetaan Wilayah Potensi Perindukan Nyamuk ...................................... 170

    BAB VII Kesimpulan dan Saran .................................................................................. 175

    7.1. Simpulan ......................................................................................................... 175

    7.2. Saran ............................................................................................................... 176

    Daftar Pustaka .............................................................................................................. 178

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    14/212

    xiii

    DAFTAR BAGAN, GAMBAR, GRAFIK, DAN TABEL

    Bagan 2.1. Segitiga Epidemiologi ....................................................................................... 49Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ............................................................................. 51

    Gambar 5.1. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2009 .................................................. 89

    Gambar 5.2. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2010 .................................................. 91

    Gambar 5.3. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2011 .................................................. 93

    Gambar 5.4. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2012 .................................................. 95

    Gambar 5.5. Pemetaan Endemisitas Malaria Tahun 2013 .................................................. 96

    Gambar 5.6 Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Barat 1 .............................. 98

    Gambar 5.7. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Barat 2 ............................. 101

    Gambar 5.8. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Timur 1 ............................ 104

    Gambar 5.9. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Timur 2 ............................ 106

    Gambar 5.10. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Selatan 1 ........................ 108Gambar 5.11. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Selatan 2 ........................ 110

    Gambar 5.12. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Utara 1 ........................... 111

    Gambar 5.13. Pemetaan Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Utara 2 ........................... 113

    Gambar 5.14. Pemetaan Ketinggian Kota Lubuk Linggau ................................................. 117

    Gambar 5.15. Pemetaan Wilayah Potensial Perindukan Nyamuk ...................................... 116

    Gambar 6.1. Stadium P. falcifarum Malaria Pada Sediaan Darah Tepi ............................. 136

    Gambar 6.2. Stadium P. vivax dan P. ovale Malaria Pada Sediaan Darah ......................... 137

    Gambar 6.3. Stratifikasi Endemis Malaria di Indonesia ..................................................... 156

    Grafik 5.1. Kecenderungan Kasus Malaria Menurut AMI dan API ................................... 71

    Grafik 5.2. Kecenderungan Kasus Malaria Menurut Bulan ................................................ 72

    Grafik 5.3. Kecenderungan Kasus Malaria tahun 2009-2013 ............................................. 73Grafik 5.4. Kecenderungan Kasus Malaria Menurut Jenis Kelamin .................................. 77

    Grafik 5.5. Kecenderungan Kasus Malaria Menurut Umur ................................................ 80Grafik 5.6. Kecenderungan Kasus Malaria dan Curah Hujan ............................................. 83

    Grafik 5.7. Kecenderungan Kasus Malaria dan Suhu ......................................................... 84

    Grafik 5.8. Kecenderungan Kasus Malaria dan Kelembaban ............................................. 85

    Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian ......................................................................... 52

    Tabel 4.1. Daftar Variabel, Instrumen, dan Instansi Pengumpul Data Sekunder ............... 60

    Tabel 5.1. Frekuensi Kasus Malaria Klinis Tahun 2009-2013 ........................................... 66

    Tabel 5.2. Frekuensi Kasus Malaria Positif Tahun 2009-2013 ........................................... 66

    Tabel 5.3. Annual Malaria Incidence Tahun 2009-2013 .................................................... 68

    Tabel 5.4. Annual Parasite Incidence Tahun 2009-2013 ................................................... 69Tabel 5.5. Rasio Kasus Malaria Klinis yang Terkonfirmasi Laboratorium ........................ 70

    Tabel 5.6. Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................................ 75

    Tabel 5.7. Rasio Jenis Kelamin Kasus Malaria................................................................... 75

    Tabel 5.8. Distribusi Kelompok Rentan Malaria Menurut Jenis Kelamin .......................... 76

    Tabel 5.9. Distribusi Kasus Malaria Menurut Umur........................................................... 78

    Tabel 5.10. Distribusi Kelompok Malaria Menurut Umur ................................................. 79

    Tabel 5.11 Distribusi Kasus Malaria Berdasarkan Jenis Plasmodium ................................ 82

    Tabel 5.12. Distribusi Kasus Malaria Berdasarkan Kecamatan Tahun 2009-2013 ............ 87

    Tabel 5.13. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2009 .................................................. 88

    Tabel 5.14. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2010 .................................................. 90

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    15/212

    xiv

    Tabel 5.15. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2011 .................................................. 92

    Tabel 5.16. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2012 .................................................. 94

    Tabel 5.17. Distribusi Kasus Malaria (AMI) Tahun 2013 .................................................. 96Tabel 5.18. Kecamatan dengan Jumlah Kasus Malaria (AMI) Terbesar ............................ 98

    Tabel 5.19 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Barat 1 ..................... 99

    Tabel 5.20 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Barat 2 ..................... 101

    Tabel 5.21 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Timur 1 .................... 104

    Tabel 5.22 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Timur 2 .................... 107

    Tabel 5.23 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Selatan 1 .................. 109

    Tabel 5.24 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Selatan 2 .................. 111

    Tabel 5.25 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Utara 1 ..................... 113

    Tabel 5.26 Distribusi Kasus Malaria di Kecamatan Lubuk Linggau Utara 2 ..................... 114

    Tabel 5.27. Kelurahan Dengan Jumlah Kasus Malaria Terbesar (AMI) ............................ 116

    Tabel 6.1. Perubahan Siklus Sporogony Nyamuk Anopheles ............................................. 146

    DAFTAR ISTILAH

    ABER  Annual Blood Examination Rate

    ACD  Active Case DetectionACT  Artemisinin-based Combination Therapy

    AMI  Annual Malaria Incidence

    API  Annual Parasite Incidence

    IRS  Indoor Residual Spraying

    LLiN  Long-Lasting Insecticidal Net

    MBS  Mass Blood Survei

    MFS  Mass Fever Survei

    MS Survey malariometrik,

    PCD  Passive Case Detection

    PMD  Pembantu Malaria Desa

    POSMALDES  Pos Malaria DesaRDT  Rapid Diagnostic Test

    SPR Slide Positivity Rate

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    16/212

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1.  Latar Belakang

    Malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya bersumber

    melalui nyamuk (Kemenkes, 2011 dan Arsin, 2012). Nyamuk  Anopheles sp

    membawa parasit  Plasmodium  sp infektif yang masuk ke dalam tubuh

    manusia melalui gigitan nyamuk betina (Chin,2012). Parasit Plasmodium sp

    yang ditemukan pada manusia terdiri dari  Plasmodium malariae,

     Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum,  Plasmodium ovale dan

     Plasmodium knowlesi (Sutanto,2008).  Plasmodium yang dibawa oleh

    nyamuk  Anopheles sp yang menginfeksi kepada manusia menimbulkan

    masalah serius dalam kesehatan masyarakat (Rumbiak, 2006).

    Malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat (Nizar, 2011,

     Nurbayani, 2013 dan Chahaya, 2003). Hal ini dikarenakan penyakit ini

    dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat melalui angka kesakitan

    dan kematian pada masyarakat akibat malaria (Capah, 2008). Kelompok

    masyarakat yang berisiko tertular malaria adalah bayi, ibu hamil dan

    seseorang yang berkunjung ke daerah endemik malaria seperti wisatawan

    dan pengungsi (Harijanto, 2000 dalam Rumbiak, 2006). Penularan penyakit

    tidak hanya didaerah endemis malaria saja tetapi juga pada daerah tropis dan

    di dunia (Putri, 2012).

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    17/212

    2

    Malaria sekarang ini hampir ditemukan di seluruh belahan dunia

    terutama pada daerah tropis dan subtropis dengan penduduk yang berisiko

    terkena malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari populasi dunia

    (Arsin, 2012). Sedangkan World Health Organization (WHO) tahun 2011

    mengestimasikan bahwa insiden malaria di dunia mencapai 215 juta kasus

    dan diantara yang terinfeksi parasit Plasmodium sekitar 655 ribu. Kemudian

    wilayah yang memiliki insiden malaria tertinggi adalah wilayah Afrika

    dengan estimasi jumlah kesakitan akibat malaria sebesar 174 juta kasus dan

    estimasi angka kematian akibat malaria sebesar 596 ribu kasus.

    Selain wilayah Afrika, wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah

    kedua terbesar jumlah kasus malaria. Estimasi jumlah angka kesakitan

    malaria di Asia Tenggara sebesar 28 juta kasus dengan angka kematian

    akibat malaria sebesar 38 ribu kasus. Indonesia menjadi salah satu wilayah

    di Asia Tenggara yang endemis malaria (WHO,2011).

    Indonesia adalah negara yang memiliki tingkat variasi endemisitas

    malaria. Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013 melaporkan bahwa dari 33

    Provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria di atas

    angka nasional dimana sebagian besar berada di Indonesia Timur. Hal ini

    dapat mengindikasikan bahwa hampir separuh dari populasi Indonesia

     bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta

    kasus malaria setiap tahunnya. Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2010

    melaporkan bahwa angka kesakitan malaria di Indonesia sebesar 22,9 per

    1000 penduduk dan prevalensi kasus malaria secara klinis per bulan antara

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    18/212

    3

     bulan Mei  –   Juni 2010 adalah 10,6% dan konfirmasi mikroskopis sebesar

    0,6% (Riskesdas, 2010 dalam Isnawati, 2011). Tahun 2014, Indonesia sudah

    harus menurunkan jumlah kasus malaria sebesar 1 per 1000 penduduk

     berdasarkan  Millenium Development Goals  (MDGs).  Oleh karena itu

    diperlukan upaya pengendalian malaria melalui pencegahan dan pengobatan

    malaria dalam program pengendalian malaria oleh Kementerian Kesehatan

    dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Provinsi.

    Program pengendalian malaria telah disusun oleh Kementerian

    Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

     Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tentang Eliminasi Malaria Di Indonesia.

    Kebijakan pemerintah dalam melakukan eliminasi malaria adalah kegiatan

     pengendalian yang dilakukan secara menyeluruh dan terpadu oleh

    Pemerintah, Pemerintah Daerah bersama mitra kerja pembangunan

    kesehatan. Mitra kerja pembangunan kesehatan adalah LSM, dunia usaha,

    lembaga donor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan

    masyarakat yang saling bersinergi dengan Pemerintah (Kemenkes, 2009).

    Pemerintah telah menyusun program pengendalian malaria tetapi masih ada

     permasalahan dalam program pengendalian malaria di Pemerintah Daerah

    terutama di era desentralisasi.

    Pemerintah Daerah di zaman desentralisasi memiliki kewenangan

    dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

     peningkatan pelayanan, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan daya

    saing daerah (Roosihermiatie,2012). Hal ini telah diamanahkan oleh

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    19/212

    4

    Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah kepada

    Pemerintah Daerah. Kemudian peran Pemerintah Daerah dalam

     penanggulangan malaria dalam era otonomi dan desentralisasi dilaksanakan

     berdasarkan surat edaran Mendagri No. 443.41/465/SJ tentang eliminasi

    malaria di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka peran aktif Pemerintah

    Daerah menjadi hal yang menentukan dalam eliminasi malaria dan

    menyusun program pengendalian malaria. Peran Pemerintah Daerah melalui

    Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dalam pengendalian dan eliminasi malaria

    adalah merencanakan, mengorganisasi dan mengevaluasi program

     pengendalian malaria. Penyusunan program pengendalian malaria harus

     berdasarkan evidence base (Rumbiak, 2006).

    Ilmu dasar yang dapat membuat program pengendalian malaria

     berbasis evidence base adalah epidemiologi. Epidemiologi adalah ilmu yang

    digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan mempelajari

    distribusi, frekuensi dan determinan suatu penyakit (Last, 1983 dalam

    Bhopal, 2002). Dengan mengetahuinya hal tersebut, epidemiologi

    memberikan informasi tentang pemetaan distribusi kasus malaria

     berdasarkan orang, tempat dan waktu yang akan digunakan dalam

     penyelesaian masalah malaria. Salah satu cara dalam menyelesaikan

    masalah malaria adalah melakukan penyusunan dan perencanaan program

     pengendalian malaria.

    Perencanaan program pengendalian malaria berbasis epidemiologi

    diawali dengan menggambarkan kasus malaria berdasarkan orang, tempat

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    20/212

    5

    dan waktu. Penggambaran distribusi kasus malaria berdasarkan hal tersebut

    akan membantu dalam tindakan pencegahan kasus malaria di masyarakat.

    Kementerian Kesehatan RI (2009) menjelaskan bahwa tindakan pencegahan

    kasus malaria dapat dilakukan dengan sistem kewaspadaan dini kejadian

    luar biasa malaria dengan melihat kecenderungan waktu yang ada,

     perlindungan kelompok yang paling rentan terhadap malaria berdasarkan

    karakteristik masyarakat dan tindakan intervensi di daerah endemis malaria.

     Namun untuk melengkapi informasi terkait karakteristik tempat, maka cara

    yang dilakukan adalah dengan epidemiologi spasial.

    Pendekatan epidemiologi spasial dapat menggambarkan kasus malaria

     berdasarkan analisis tempat sehingga menghasilkan informasi yang lebih

    detail dan komprehensif. Epidemiologi spasial adalah analisis epidemiologi

    yang mampu menjelaskan analisis keruangan wilayah kasus malaria.

    Analisis keruangan ini dapat membantu dalam melakukan pemetaan dan

    memetakan kasus yang ada disuatu komunitas/kelompok dengan pendekatan

    analisis wilayah dan lingkungan (Lawson, 2006 dan Lai, 2007).

    Salah satu penyakit yang dapat menggunakan pendekatan

    epidemiologi spasial adalah malaria. Epidemiologi spasial kasus malaria

    memberikan informasi yang lebih komprehensif untuk menjelaskan

     bagaimana kasus malaria, peran lingkungan, tempat perindukan nyamuk,

    dan peta wilayah endemisitas malaria saling mempengaruhi dalam analisis

    keruangan/spasial. Oleh karena itu perlu pemanfaatan pendekatan

    epidemiologi spasial dalam penyelesaian masalah malaria. Tetapi salah satu

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    21/212

    6

    daerah endemis malaria yang belum melakukan pendekatan ini dalam

     penyelesaian masalah malaria adalah Kota Lubuk Linggau.

    Kota Lubuk Linggau merupakan salah satu kota yang berada di

    Provinsi Sumatera Selatan. Angka kesakitan malaria di kota ini dari tahun

    2008 sampai 2012 secara berurutan adalah 13,05 ‰, 17,88‰ (Pusdatin,

    2013), 13,58 ‰, 13,13 ‰ dan 10,21 ‰ (Dinkes Lubuk Linggau, 2013).

     Annual Paracite Incidence  (API) di Kota Lubuk Linggau di tahun 2012

    sebesar 2,79 per 1000 penduduk (Dinkes Kota Lubuk Linggau, 2013)

     padahal standar yang telah ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi

    Sumatera Selatan sebesar < 1,25 per 1000 penduduk (Dinkes Provinsi

    Sumsel, 2010).

    Angka kesakitan malaria di Kota Lubuk Linggau berada diperingkat

    ke 3 setelah Kabupaten Ogan Komering Ulu (27,07 ‰) dan Kabupaten

    Lahat (22,08 ‰) dengan jumlah malaria klinis sebesar 17,88 ‰. Hal ini

     berarti bahwa angka kesakitan malaria di Kota Lubuk Linggau berada diatas

    rata-rata angka kesakitan malaria di Provinsi Sumatera Selatan (8,44 ‰).

    Oleh karena itu program pengendalian malaria perlu disusun untuk

    menurunkan angka kesakitan malaria. Penyelesaian masalah malaria ini

    harus berdasarkan fakta lapangan yang telah ada sehingga penyusunan

     program perencanaan malaria dapat efektif dan efisien.

    Fakta lapangan selama ini sudah dikumpulkan oleh Dinas Kesehatan

    melalui laporan bulanan penemuan dan pengobatan kasus malaria

     berdasarkan laporan rutin puskesmas tiap bulan. Tetapi laporan yang telah

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    22/212

    7

    dikumpulkan tiap bulan belum dianalisis secara rinci dan diinterpretasi lebih

    lanjut. Laporan yang telah dikumpulkan akan menghasilkan sebuah

    informasi baru tentang kelompok yang berisiko, waktu kasus malaria

    terbanyak, pemetaan wilayah endemis malaria, dan analisa spasial secara

    deskriptif kasus malaria.

    Selain itu, Kota Lubuk Linggau belum melakukan pemetaan wilayah

    endemis kasus malaria sehingga pada saat adanya pendistribusian kelambu

     berinsektisida yang dibagikan oleh petugas program malaria puskesmas ke

    masyarakat tidak dibagikan berdasarkan daerah dengan endemis malaria.

    Proporsi pembagian kelambu ke masyarakat hanya berdasarkan pengalaman

     petugas sehingga program pengendalian yang dilakukan tidak efektif untuk

    melindungi kelompok rentan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui

    gambaran epidemiologi spasial kasus malaria di Kota Lubuk Linggau.

    1.2.  Rumusan Masalah 

    Kasus malaria yang masih tinggi di Kota Lubuk Linggau dibanding

    dengan pencapaian MDGs tahun 2010-2014, jumlah malaria di Provinsi

    Sumatera Selatan, status endemisitas kota dan program pengendalian

    malaria belum berdasarkan evidence base sehingga malaria di Kota Lubuk

    Linggau menjadi masalah kesehatan. Selain itu Kota Lubuk Linggau belum

    melakukan pemetaan daerah endemis malaria sehingga pembagian kelambu

     berinsektisida dan larvasida sebagai program pengendalian malaria tidak

    diberikan pada wilayah yang endemis malaria. Oleh karena itu, rumusan

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    23/212

    8

    masalah penelitian ini adalah bagaimana epidemiologi spasial malaria di

    Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013.

    1.3.  Pertanyaan Penelitian

    1.  Bagaimana frekuensi dan kecenderungan kejadian malaria berdasarkan

    indikator AMI dan API di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013?

    2.  Bagaimana karakteristik faktor host (populasi)   pada kasus malaria

     berdasarkan jenis kelamin dan umur di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-

    2013 ?

    3.  Bagaimana karakteristik faktor agent   (penyebab) pada kasus malaria

     berdasarkan jenis  Plasmodium di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013

    ?

    4.  Bagaimana karakteristik faktor environment   (lingkungan) pada kasus

    malaria berdasarkan curah hujan, suhu dan kelembaban di Kota Lubuk

    Linggau tahun 2009-2013 ?

    5.  Bagaimana epidemiologi spasial malaria berdasarkan pemetaan

    endemisitas malaria, ketinggian dan potensi perindukan nyamuk di Kota

    Lubuk Linggau ?

    1.4.  Tujuan Penelitian

    A.  Tujuan Umum Penelitian

    Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui

    epidemiologi spasial kasus malaria di Kota Lubuk Linggau 

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    24/212

    9

    B.  Tujuan Khusus Penelitian

    1. 

    Diketahuinya frekuensi dan kecenderungan kejadian malaria

     berdasarkan indikator AMI dan API di Kota Lubuk Linggau

    tahun 2009-2013.

    2.  Diketahuinya karakteristik faktor host   (populasi) pada kasus

    malaria berdasarkan jenis kelamin, dan umur di Kota Lubuk

    Linggau tahun 2009-2013.

    3. 

    Diketahuinya karakteristik faktor agent   (penyebab) pada kasus

    malaria berdasarkan jenis  Plasmodium di Kota Lubuk Linggau

    tahun 2009-2013.

    4.  Diketahuinya karakteristik faktor environment (lingkungan)

     pada kasus malaria berdasarkan curah hujan, suhu, dan

    kelembaban di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013.

    5.  Diketahuinya epidemiologi spasial malaria berdasarkan

     pemetaan endemisitas malaria, ketinggian dan potensi

     perindukan nyamuk di Kota Lubuk Linggau.

    1.5.  Manfaat Penelitian

    A. 

    Manfaat untuk Peneliti

    Menambah wawasan mengenai gambaran perencanaan program

     pengendalian malaria dan diharapkan dapat menjadi pengembangan

    kompetensi diri sesuai dengan ilmu yang diperoleh selama

     perkuliahan dalam meneliti masalah yang berkaitan dengan

    epidemiologi perencanaan dan pelayanan kesehatan, epidemiologi

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    25/212

    10

     penyakit menular dan program penanggulangan penyakit menular

    serta menjadi bahan bacaan dan bahan referensi bagi penelitian

    selanjutnya.

    B.  Manfaat untuk Program Studi Kesehatan Masyarakat

    Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk

     penelitian berikutnya dengan mengembangkan metode yang lebih

    luas ruang lingkupnya. 

    C.  Manfaat untuk Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau

    1.  Memberikan informasi epidemiologi deskriptif dan pemetaan

    endemisitas wilayah kasus malaria sehingga pengambil keputusan

    dapat menyusun rencana dan strategi yang efektif dalam

     penanganan malaria.

    2.  Memberikan informasi tambahan bagi pemerintah Kota Lubuk

    Linggau dalam identifikasi masalah kesehatan berbasis data

    laporan malaria untuk dijadikan landasan perencanaan program

    malaria secara khusus dan perencanaan program kesehatan

    lainnya.

    1.6.  Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini tentang gambaran epidemiologi spasial malaria di Kota

    Lubuk Linggau tahun 2009-2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan

    epidemiologi spasial dengan desain penelitian ecological studies. Cara

     pengumpulan data dilakukan dengan analisis data laporan bulanan

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    26/212

    11

     puskesmas di Dinas Kesehatan Kota Lubuk Linggau, data iklim dari Badan

    Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sumatera Selatan dan data

    spasial/keruangan dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota

    Lubuk Linggau.

    Penelitian dilaksanakan oleh mahasiswa peminatan Epidemiologi

    Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu

    Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Februari 2014

    sampai Mei 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran

    kasus malaria berdasarkan karakteristik host , agent   dan enviroment   kasus

    malaria di Kota Lubuk Linggau tahun 2009-2013. Setelah diketahui

    gambaran kasus malaria berdasarkan variabel penelitian, maka peneliti akan

    melanjutkan dengan menganalisis spasial tingkat endemisitas malaria dan

    wilayah berpotensi perindukan nyamuk di Kota Lubuk Linggau.

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    27/212

    12

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1.  Malaria

    A.  Definisi Malaria

    Malaria sebagai penyakit infeksi yang disebabkan oleh

     Plasmodium. Penyakit ini  dapat menyerang manusia, kera, burung,

    dan hewan primata lainnya.  Plasmodium yang menginfeksi manusia

     beragam (Chin,2011. Sutanto, 2008 dan Mandal, 2008). Keempat

     jenis malaria dan parasit penyebabnya adalah

    1.  Malaria tertiana disebabkan oleh  P. vivax. Malaria tipe ini

    memiliki gejala demam yang terjadi setiap dua hari sekali setelah

    gejala pertama.

    2.  Malaria tropika ( jungle fever /aestivo-autumnal/ demam rimba)

    disebabkan oleh  P. falciparum. Parasit ini menghambat jalan

    darah ke otak sehingga menyebabkan koma dan kematian.

    3. 

    Malaria kuartana disebabkan oleh  P. malariae. Gejala pertama

    terjadi 18-40 setelah terinfeksi. Pengulangan gejala terjadi tiap

    tiga hari.

    4. 

    Malaria yang paling jarang ditemukan disebabkan oleh P. ovale.

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    28/212

    13

    B.  Gejala Klinis Malaria

    Gejala malaria terdiri dari demam dengan rentang waktu tertentu

    ( parokisme) dan diselingi oleh suatu periode dimana penderita tidak

    menimbulkan demam (periode laten). Gejala yang khas pada penderita

    malaria timbul pada kelompok penderita non imun. Sebelum

    timbulnya fase demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh

    sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual, di ulu hati, atau

    muntah. Semua gejala awal ini disebut gejala prodormal (Arsin, 2011

    dan Kemenkes, 2011).

    Selain gejala umum yang disebutkan diatas, manifestasi klinis

     juga menjadi khas pada jenis malaria tertentu. Gejala dari malaria

    falciparum memberikan gambaran klinis yang sangat bervariasi

    seperti demam, menggigil, berkeringat, batuk, diare, gangguan

     pernafasan, sakit kepala dan dapat berlanjut menjadi ikterik, gangguan

    koagulasi, syok, gagal ginjal dan hati, ensefalopati akut, edema paru

    dan otak, koma, dan berakhir dengan kematian. Pada orang yang

    mengalami koma dan gangguan serebral dapat menunjukkan gejala

    disorientasi dan delirium. (Chin,2012 dan Kemenkes, 2011).

    Selain malaria falciparum, gejala klinis parasit yang lain lebih

    ringan dibanding falciparum. Gejala klinis yang ditimbulkan yaitu

    mulai timbulnya rasa lemah, kenaikan suhu badan secara perlahan

    dalam beberapa hari serta diikuti dengan menggigil dan kenaikan suhu

     badan yang cepat. Gejala lain yang timbul pada fase ini adalah sakit

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    29/212

    14

    kepala, mual dan diakhiri dengan keluar keringat yang banyak (Chin

    2012).

    Orang yang pertama kali terserang malaria dan tidak diobati

     berlangsung selama satu minggu sampai satu bulan/lebih.

    Kekambuhan akan terjadi ditandai dengan tidak adanya parasitemia

    dapat berulang sampai jangka waktu 5 tahun. Infeksi malaria kuartana

    dapat bertahan seumur hidup dengan atau tanpa adanya episode

    serangan demam. Orang yang mempunyai kekebalan parsial atau yang

    telah memakai obat profilaksis tidak menunjukkan gejala khas malaria

    dan mempunyai masa inkubasi yang lebih panjang (Chin,2012 dan

    Kemenkes, 2011).

    C.  Etiologi Malaria

    Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus  Plasmodium.

    Parasit  Plasmodium  berasal dari genus Plasmodia, famili

     Plasmodiidae, orde Coccidiidae  dan sub-orde  Haemosporiidae.

    Sekarang ini telah teridentifikasi 100 spesies dari Plasmodia yang

    terdapat pada burung, monyet, binatang melata, dan manusia. Pada

    manusia hanya 4 (empat) spesies yang dapat berkembang yaitu:  P.

     falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale (Sutanto, 2008 dan

    CDC, 2012 ).

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    30/212

    15

    2.2.  Epidemiologi Malaria

    A. 

    Rantai Infeksi Malaria 

    Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme, beradaptasi dan

    menjadi patogen didalam tubuh manusia (Timmrect, 2004). Infeksi

    dapat ditimbulkan oleh adanya virus, bakteri, parasit, dan jamur yang

    masuk ke dalam tubuh. Infeksi ini terjadi akibat dari adanya proses

    seperti rantai yang saling terkait. Proses yang saling terkait ini terdiri

    dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor tersebut adalah

    agent, reservoir,  portal exit, mode of transmission, portal of entry dan

    host /pejamu yang rentan. Faktor ini dapat terjadi pada penyakit menular

    dan salah satunya malaria. Berikut dijelaskan secara detail tentang

    rantai infeksi pada malaria.

    1. 

    Agent Malaria

    Malaria disebabkan oleh  protozoa dari genus  Plasmodium,

    genus Plasmodia, famili  Plasmodiidae, orde Coccidiidae dan sub-

    orde  Haemosporiidae. Pada manusia hanya 5 spesies yang dapat

     berkembang yaitu:  P. falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale

    dan P. knowlesi (Loka Litbang P2B2 Ciamis, 2013, Sutanto, 2008

    dan CDC, 2012 ). Agen penyakit ini dapat berkembang di tubuh

    manusia dan nyamuk Anopheles untuk menjadi infektif.

    2.  Reservoir Malaria 

    Keberadaan nyamuk malaria sangat tergantung pada kondisi

    lingkungan, keadaan wilayah seperti perkebunan, keberadaan

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    31/212

    16

     pantai, curah hujan, kecepatan angin, suhu, sinar matahari,

    ketinggian tempat dan bentuk perairan yang ada. Selain itu,

    keberadaan nyamuk juga dipengaruhi oleh pola tanam padi. Hal ini

    dapat diketahui dari tingkat kepadatan nyamuk. Jentik-jentik

    nyamuk akan nampak di sawah kira-kira padi berumur 2-3 minggu

    setelah tanam dan banyak ditemukan pada saat padi mulai

     berbunga sampai menjelang panen. Hal yang berbeda jika musim

    tanam padi yang tidak serempak maka nyamuk dapat ditemukan

    sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar

     bulan februari-april dan sekitar bulan Juli-Agustus (Loka Litbang

    P2B2 Ciamis, 2013).

    Pada dasarnya nyamuk malaria Tempat

     perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena

    sinar matahari langsung seperti genangan air di sepanjang sungai,

     pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata air-mata air dan

    alirannya dan pada air di lubang batu-batu (Sutanto,2008). Tetapi

    hasil temuan dari Centre of Disease Controls  tahun 2012

    menjelaskan bahwa tempat perkembangbiakan nyamuk  Anopheles

     juga terdapat pada habitat yang digenangi air bersih/tidak tercemar.

    Banyak spesies lebih memilih habitat dengan vegetasi pohon

    seperti pohon salak dan pakis haji serta beberapa spesies

     berkembang biak di lubang pohon maupun di beberapa tanaman.

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    32/212

    17

    3.  Portal of Exit

     Nyamuk  Anopheles  betina mengisap darah manusia yang

    mengandung parasit pada stadium seksual (gametosit). Darah yang

    dihisap oleh  Anopheles  berupa gamet jantan dan betina yang

    selanjutnya bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang

    kemudian menembus di dinding perut nyamuk. Lalu ookinet yang

     berada di dinding perut nyamuk akan membentuk kista pada

    lapisan luar dimana akan menghasilkan ribuan sporozoit. Proses

     pembentukan kista ini membutuhkan waktu 8-35 hari dan sangat

    tergantung dari jenis parasit dan kondisi lingkungan. Sporozoit-

    sporozoit tersebut berpindah ke seluruh tubuh nyamuk dan

     beberapa mencapai kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit yang telah

    matang didalam kelenjar ludah nyamuk akan siap untuk

    menularkan penyakit (Sutanto, 2008).

    4.  Mode of Transmission Malaria

    a.  Penularan Secara Alamiah

    Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan

    nyamuk  Anopheles  betina yang telah terinfeksi oleh

     Plasmodium. Sebagian besar nyamuk menggigit pada waktu

    senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor

    mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan

    menjelang fajar (Loka Litbang P2B2 Ciamis, 2013).

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    33/212

    18

     b. 

    Penularan Bawaan

    Penularan malaria dapat terjadi dengan malaria

     bawaan (congenital ) yaitu terjadi penularan antara ibu yang

    menderita malaria ke bayi yang baru lahir melalui tali

     pusat/plasenta. Selain itu penularan terjadi melalui transfusi

    darah lewat jarum suntik. Penularan malaria lewat jarum

    suntik banyak terjadi pada para pengguna morfinis yang

    menggunakan jarum suntik yang tidak steril (Arsin,2011).

    Selain itu penularan lewat oral terjadi pada burung, ayam ( P. 

     gallinasium), burung dara ( P. relectum) dan monyet ( P. 

    knowlesi). (Susanna, 2005).

    5.  Portal of Entry

    Parasit infektif masuk kedalam tubuh manusia melalui

    gigitan nyamuk betina Anopheles dalam bentuk sporosit. Sporosoit

    yang masuk kedalam tubuh manusia akan memasuki sel-sel hati

    dan membentuk stadium skison eksoeritrositer. Selanjutnya sel hati

    yang terinfeksi akan pecah dan parasit aseksual memasuki aliran

    darah dan berkembang membentuk siklus eritrositer. Pada tahap ini

    gejala klinis akan muncul akibat dari pecahnya sebagian skison-

    skison eritrositik. Didalam eritrosit yang terinfeksi, beberapa

    merosoit berkembang menjadi bentuk seksual yaitu gamet jantan

    (mikrogamet) dan gamet betina (makrogamet) (Sutanto, 2008 dan

    CDC, 2012).

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    34/212

    19

    Gametosit biasanya muncul dalam aliran darah dalam waktu

    3 hari setelah parasitemia pada  P. vivax dan  P. ovale, dan setelah

    10-14 hari pada  P. falciparum. Beberapa bentuk eksoeritrositik

     pada  P. vivax  dan  P. ovale  mengalami bentuk tidak aktif

    (hipnosoit) yang tinggal dalam sel-sel hati dan menjadi matang

    dalam waktu beberapa bulan atau beberapa tahun yang

    menimbulkan relaps. Fenomena ini tidak terjadi pada malaria

    falciparum dan malaria malariae, dan gejala-gejala penyakit ini

    dapat muncul kembali sebagai akibat dari pengobatan yang tidak

    adekuat atau adanya infeksi dari strain yang resisten. Pada  P.

    malariae  sebagian kecil parasit eritrositik dapat menetap bertahan

    selama beberapa tahun untuk kemudian berkembang biak kembali

    sampai ke tingkat yang dapat menimbulkan gejala klinis (Chin,

    2012. Arsin, 2011).

    6.  Host / pejamu yang rentan

    Semua masyarakat merupakan kelompok rentan terhadap

    malaria karena penyakit ini tidak mengenal kelompok usia tertentu.

    Hanya saja akan terjadi kegawatdaruratan jika malaria menyerang

    kelompok ibu hamil, bayi, pengungsi dan wisatawan sehingga akan

    menimbulkan komplikasi seperti malaria selebral, anemia berat,

    gagal ginjal akut dan sampai menimbulkan kematian (CDC, 2012,

    Sutanto, 2008 dan Kemenkes 2011).

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    35/212

    20

    B.  Segitiga Epidemiologi Malaria

    1. 

    Definisi Segitiga Epidemiologi Modern Malaria

    Segitiga epidemiologi modern adalah model pengembangan

    segitiga epidemiologi Jhon Gordon tahun 1950 yang menekankan

     pada konsep penyebab penyakit berdasarkan single causal. Konsep

    segitiga epidemiologi yang dikembangkan oleh Gordon ini terdiri

    dari host, agent dan environment. Penerapan konsep  single causal

    ini, dapat menerangkan pada kasus penyakit yang disebabkan oleh

    faktor tunggal seperti penyakit menular tapi akan sangat sulit

    menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor

    seperti penyakit kronik.

    Berdasarkan kelemahan pada konsep segitiga epidemiologi

    tradisional ini, maka dikembangkanlah konsep segitiga

    epidemiologi modern. Konsep yang diperbaiki adalah pertama,

    dengan mengganti variabel faktor agent menjadi faktor penyebab.

    Kedua, faktor environment lebih dikembangkan lagi yaitu

     pendekatan lingkungan tidak hanya pada konsep biologis

    timbulnya penyakit tapi juga konsep lingkungan sosial dan perilaku

    yang juga mempengaruhi status penyakit seseorang. Ketiga, faktor

    host yang tidak hanya berorientasi pada individu saja tetapi juga

     pada mempertimbangkan pada aspek kelompok dan

    karakteristiknya (Timmrect, 2004).

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    36/212

    21

    2.  Komponen Segitiga Epidemiologi Modern Malaria

    Komponen segitiga epidemiologi modern pada kasus malaria

    adalah sebagai berikut

    a.  Faktor Penyebab ( Agent )

    1)   Plasmodium sp

    Agent atau penyebab penyakit malaria adalah semua

    unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup dalam

    kehadirannya bila diikuti dengan kontak yang efektif

    dengan manusia yang rentan akan memudahkan terjadinya

    suatu proses penyakit. Agent penyebab malaria adalah

     protozoa dari genus  Plasmodium. Penyebab penyakit ini

    adalah parasit genus Plasmodia, famili Plasmodiidae, orde

    Coccidiidae  dan sub-orde  Haemosporiidae. Sampai saat

    ini dikenal hampir 100 spesies dari Plasmodia yang

    terdapat pada burung, monyet, binatang melata, dan pada

    manusia hanya 4 (empat) spesies yang dapat berkembang

    yaitu:  P. falciparum, P. vivax, P. malariae dan P. ovale

    (Loka Litbang P2B2 Ciamis, 2013, Sutanto, 2008 dan

    CDC, 2012 ).

    Sifat parasit berbeda-beda untuk setiap spesies

    malaria dan hal ini mempengaruhi terjadinya manifestasi

    klinis dan penularan.  P. falciparum  mempunyai masa

    infeksi yang paling pendek, namun menghasilkan

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    37/212

    22

     parasitemia paling tinggi, gejala yang paling berat dan

    masa inkubasi paling pendek. Gametosit  P. falciparum 

     baru berkembang setelah 8  –   15 hari sesudah masuknya

     parasit ke dalam darah. Gametosit  P. falciparum 

    menunjukkan periodisitas dan infektivitas yang berkaitan

    dengan kegiatan vektor menggigit.  P. vivax  dan  P. ovale 

     pada umumnya menghasilkan parasitemia yang rendah,

    gejala yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi

    yang lebih lama. Sporozoit  P. vivax  dan  P. ovale  dalam

    hati berkembang menjadi Skizon jaringan primer dan

    Hipnozoit. Hipnozoit ini yang menjadi sumber untuk

    terjadinya relaps (Arsin, 2011 dan Sutanto, 2008). 

    2) 

    Pemeriksaan Agent

    a)  Pemeriksaan mikroskop

    Salah satu cara pemeriksaan parasit Plasmodium

     sp didalam darah manusia dilakukan dengan

    menggunakan mikroskop. Penggunaan mikroskop

    dalam penentuan jenis parasit merupakan cara

    konvensional yang dilakukan pemerintah melalui

     puskesmas. Pengecekan melalui mikroskop dilakukan

    dengan menggambil sediaan darah tepi dari ujung jari

    lalu sedian darah tersebut diwarnai dengan pewarnaan

    giemsa. Sediaan darah tersebut ditetesi cairan imersi

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    38/212

    23

    dan diperiksa dibawah mikroskop menggunakan lensa

    objektif. Jika dalam sediaan darah tersebut ditemukan

     parasit, maka penderita dinyatakan positif malaria

    (Kemenkes, 2007)

     b)  Pemeriksaan rapid diagnostic test. 

     Rapid diagnostic test (RDT) adalah test yang

    digunakan untuk mendeteksi parasit malaria. Test ini

     berdasarkan deteksi antigen dari parasit malaria yang

    lisis/hancur dalam darah dengan menggunakan

    metode imunokhromatografi. Prinsi uji

    imunokhromatografi adalah cairan akan bermigrasi

     pada permukaan membrane nitroselulosa. Bila darah

     penderita mengandung antigen tertentu, maka

    kompleks antigen antibodi akan bermigrasi pada fase

    “mobile” sepanjang strip nitroselulosa dan akan diikat

    dengan antibodi momoklonal pada fase “immobile”

    sehingga terlihat sebagai garis yang berwarna.

    Sensitivitas rapid test   dapat mencapai 90% dalam

    mendeteksi P. falciparum jika jumlah parasit > 100µl

    darah. Keuntungan dalam menggunakan rapid test

    dibanding dengan pemeriksaan mikroskopik

    (Kemenkes, 2007) adalah

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    39/212

    24

    a. 

    Lebih sederhana dan mudah diinterpretasikan,

    tidak memerlukan listrik, tidak memerlukan

     pelatihan khusus seperti pada pemeriksaan

    mikroskopik.

     b.  Mudah dipelajari atau dilatih dalam beberapa

     jam sampai dengan 1 hari, masih dapat diingat

    dalam waktu 1 tahun setelah mempelajarinya.

    c. 

    Variasi dari interpretasi adalah kecil antara

     pembaca satu dengan pembaca yang lain.

    d. 

    Dapat disimpan pada temperatur kamar.

    e.   Rapid test dapat mendeteksi P. falciparum pada

    waktu parasit bersekuestrasi pada kapiler darah.

    Hal yang sama dapat ditemukan juga pada

     placenta ibu hamil dengan infeksi  P.

     falciparum.

    Selain itu, kekurangan pada rapid test adalah

    a. 

     Rapid test   yang menggunakan HRP-2 hanya

    dapat digunakan untuk mendeteksi  P.

     falciparum. Tidak dapat mendeteksi infeksi

     Plasmodium lainnya.

     b.  Parasit didalam darah dapat memberikan hasil

     positif dalam waktu 2 minggu setelah

     pengobatan, walaupun secara pemeriksaan

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    40/212

    25

    mikroskopik parasit tidak ditemukan sehingga

    membuat rancu dalam menilai hasil pengobatan.

    c.  Harga RDT lebih mahal daripada pemeriksaan

    mikroskopik.

    d.   Rapid test   bukan pemeriksaan yang bersifat

    kuantitatif sehingga tidak digunakan untuk

    menilai hasil pengobatan.

    e. 

    Kit yang digunakan dapat membedakan  P.

     falciparum  dan non  P. falciparum, tetapi tidak

    dapat membedakan  P.vivax,  P. ovale, dan P.

    malariae.

    b.  Faktor Kelompok dan Karakterstiknya

    1) 

    Manusia (host in termediate )

    Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya

    setiap orang dapat terkena penyakit malaria. Perbedaan

     prevalensi menurut umur dan jenis kelamin, ras dan riwayat

    malaria sebelumnya sebenarnya berkaitan dengan

     perbedaan tingkat kekebalan karena variasi keterpaparan

    terhadap gigitan nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria

    mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh

    secara transplasental.

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita

    mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    41/212

    26

    dengan laki-laki, namun kehamilan menambah risiko

    malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak

    yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak, antara lain

     berat badan lahir rendah, abortus, partus prematur dan

    kematian janin intrauterin.

    Penyakit malaria dapat menginfeksi setiap manusia,

    ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi

    manusia sebagai penjamu penyakit malaria antara lain:

    a. 

    Umur. Penyakit malaria tidak mengenal tingkatan

    umur akan tetapi akan sangat rentan pada kelompok

    anak-anak. Menurut Gunawan (2000) dalam Arsin

    (2011), perbedaan kejadian malaria menurut umur dan

     jenis kelamin berhubungan dengan kekebalan yang

    ada pada kelompok tertentu. Hal ini dikarenakan

    terdapat variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.

    Orang dewasa yang melakukan aktivitas di luar rumah

    dan malam hari akan sangat memungkinkan untuk

    kontak dengan nyamuk.

     b.  Jenis kelamin. Infeksi malaria tidak membedakan

     jenis kelamin hanya saja manifestasi klinis malaria

    akan menjadi berat jika menyerang ibu hamil.

    c.  Ras. Ras manusia atau kelompok penduduk

    mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria. Hal

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    42/212

    27

    ini dikarenakan kelompok penduduk yang mempunyai

     Haemoglobin S   (Hb S) yang dapat lebih tahan

    terhadap infeksi  Plasmodium falciparum. Hb S

    terdapat pada penderita  sickle cell anemia. Penyakit

    ini adalah suatu kelainan dimana sel darah merah

     penderita berubah bentuknya mirib sabit apabila

    terjadi penurunan tekanan oksigen udara.

    d. 

    Riwayat malaria sebelumnya yaitu orang yang pernah

    terinfeksi malaria sebelumnya. Orang yang telah

    menderita malaria sebelumnya akan membentuk

    imunitas terhadap malaria sehingga dapat lebih tahan

    terhadap infeksi malaria.

    e. 

    Pola hidup. Pola hidup seseorang atau sekelompok

    masyarakat dapat mempengaruhi terjadinya penularan

    malaria. Contoh pola hidup yang mempengaruhi

    terjadinya penularan malaria adalah kebiasaan tidur

    tidak pakai kelambu dan sering berada di luar rumah

     pada malam hari tanpa menutup badan.

    f.  Status gizi. Status gizi berkaitan dengan sistem

    kekebalan tubuh. kekurangan zat besi dan riboflavin

    mempunyai efek pencegah terjadinya malaria berat

    (Harjanto, 2003).

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    43/212

    28

    2)  Nyamuk Anopheles (host defi ni tif )  

     Nyamuk Anopheles di Indonesia berjumlah lebih 80

    spesies dan 24 spesies  Anopheles  dapat menularkan

    malaria sehingga tidak semua spesies  Anopheles  dapat

    menularkan malaria.  Anopheles hidup beradaptasi dengan

    kondisi ekologi setempat seperti hidup di air payau pada

    tingkat salinitas tertentu ( An.  sundaicus, An. subpictus),

    sawah ( An. aconitus), air bersih di pegunungan ( An.

    maculatus), dan genangan air yang dapat sinar matahari

    ( An. punctulatus, An. farauti). Selain itu, nyamuk

     Anopheles  yang menghisap darah hanya nyamuk

     Anopheles  betina. Darah yang dihisap dibutuhkan untuk

     pertumbuhan telurnya.

    a.  Umur nyamuk

    Gametosit membutuhkan waktu untuk

     berkembang menjadi sporozoit. Apabila umur

    nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni (5 hingga

    10 hari) maka dapat dipastikan nyamuk tersebut tidak

    dapat menjadi vektor.

     b.  Peluang kontak dengan manusia

     Nyamuk tidak hanya menggigit manusia tapi

     juga menggigit binatang ternak. Nyamuk memiliki

    kebiasaan menggigit di luar rumah pada malam hari.

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    44/212

    29

    Setelah menggigit, nyamuk akan beristirahat di dalam

    maupun di luar rumah.

    c.  Kepadatan nyamuk

    Umur nyamuk dipengaruhi oleh suhu dimana

    suhu yang paling baik untuk kepadatan nyamuk

     berkisar antara 250C - 300C dan kelembaban 60-80%.

    Kalau populasi nyamuk cukup banyak sedangkan

     populasi binatang atau manusia di sekitar tidak ada

    maka kepadatan nyamuk akan merugikan populasi

    nyamuk itu sendiri. Sedangkan bila pada satu wilayah

    cukup padat maka akan meningkatkan kapasitas

    vektor yakni kemungkinan tertular akan lebih besar

    (Depkes RI, 2003).

    d.  Kebiasaan menggigit

     Nyamuk  Anopheles  betina menggigit antara

    waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-

     beda menurut spesiesnya. Sedangkan kebiasaan

    makan dan istirahat nyamuk  Anopheles dapat

    dikelompokan sebagai:

    a)   Endofilik yakni suka tinggal dalam

    rumah/bangunan

     b)   Eksofilik yakni suka tinggal di luar rumah

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    45/212

    30

    c) 

     Endofagik yakni suka menggigit dalam

    rumah/bangunan

    d)   Eksofagik yakni suka menggigit di luar rumah.

    e)   Antroprofilik yakni suka menggigit manusia

    f)   Zoofilik yakni suka menggigit binatang

    c.  Enviroment (Lingkungan)

    1)  Lingkungan Fisik

    Lingkungan fisik yang mempengaruhi kasus malaria

    adalah sebagai berikut (Kuswanto, 2005 dan Arsin, 2011)

    a) 

    Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang

    semakin bertambah, hal ini berkaitan dengan

    menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian di atas

    200 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa

     berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh

    El –  Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang

    ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan

    malaria. Ketinggian paling tinggi masih

    memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m diatas

     permukaan laut. Alat yang digunakan untuk

    mengukur ketinggian suatu tempat adalah altimeter.

    Altimeter adalah alat untuk mengetahui ketinggian

    suatu tempat terhadap MSL (mean sea level   =

    1013,25 mb = 0 mdpl ). Altimeter sebenarnya adalah

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    46/212

    31

     barometer aneroid yang skala penunjukkannya telah

    dikonversi terhadap ketinggian. 

     b)  Kelembaban yang rendah memperpendek umur

    nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit.

    Sistem pernafasan pada nyamuk menggunakan pipa

    udara yang disebut trachea dengan lubang-lubang

     pada dinding tubuh nyamuk yang disebut  spiracle.

    Adanya  spiracle yang terbuka tanpa ada mekanisme

     pengaturnya, pada waktu kelembaban rendah akan

    menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh

    nyamuk yang dapat mengakibatkan keringnya cairan

     pada tubuh nyamuk. Salah satu musuh nyamuk adalah

     penguapan. Pengukuran kelembaban di BMKG

    dilakukan dengan alat  Higrometer . Higrometer

    rambut adalah sebuah alat pengukur kelembaban

    udara dengan satuan persen yang menggunakan

     prinsip muai panjang rambut dimana rambut akan

    memanjang ketika kelembaban udara bertambah.

    Adapun rambut yang digunakan adalah rambut

    manusia atau kuda yang sudah dihilangkan lemaknya

    yang kemudian dikaitkan dengan pengungkit (engsel)

    yang dihubungkan dengan jarum yang menunjuk

    kepada skala sehingga memperbesar perubahan skala

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    47/212

    32

    dari perubahan kecil dari panjangnya rambut

    (BMKG,2014). 

    c)  Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam

    nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 - 30°

    C. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin

     pendek masa inkubasi ekstrinsik (sporogoni) dan

    sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa

    inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda bagi

    setiap spesies, pada suhu 26,7° C masa inkubasi

    ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk  P. falciparum dan

    8-11 hari untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. malariae

    dan  P. ovale. Pengukuran suhu dan temperatur udara

    dilakukan dengan menggunakan thermometer.

    Pengukuran temperatur dan suhu udara yang

    dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan

    Geofisika adalah thermometer kaca untuk peralatan

    konvensional dan thermometer PT-100 untuk

     peralatan digital. Thermometer kaca menggunakan air

    raksa (mercury) untuk pengukuran temperatur diatas

    suhu  freezing point (>-38,50) dan menggunakan

    alkohol jika penggukuran dibawah/sekitar  freezing

     point. 

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    48/212

    33

    d) 

    Curah Hujan akan mempengaruhi naiknya

    kelembaban dan menambah jumlah tempat

     perkembangbiakan (breeding places). Curah hujan

    yang lebat menyebabkan bersihnya tempat

     perkembangbiakan vektor oleh karena jentiknya

    hanyut dan mati. Kasus penyakit yang ditularkan

    nyamuk biasanya meninggi beberapa waktu sebelum

    musim hujan atau setelah hujan. Pengaruh hujan

     berbeda-beda menurut banyaknya hujan dan keadaan

    fisik daerah. Pengukuran curah hujan yang dilakukan

    oleh BMKG adalah Penakar hujan jenis Hellman.

    Penakar hujan jenis hellman ini merupakan suatu alat

     penakar hujan berjenis recording atau dapat mencatat

    sendiri.Alat ini dipakai di stasiun-stasiun pengamatan

    udara permukaan.Pengamatan dengan menggunakan

    alat ini dilakukan setiap hari pada jam-jam tertentu

    mekipun cuaca dalam keadaan baik/hari sedang

    cerah.Alat ini mencatat jumlah curah hujan yang

    terkumpul dalam bentuk garis vertikal yang tercatat

     pada kertas pias. Alat ini memerlukan perawatan yang

    cukup intensif untuk menghindari kerusakan-

    kerusakan yang sering terjadi pada alat ini

    (BMKG,2014). 

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    49/212

    34

    e) 

    Arus air juga mempengaruhi nyamuk  Anopheles. An.

     Barbirostris  lebih menyukai perindukan yang airnya

    statis/mengalir lambat, sedangkan  An. Minimus  lebih

    menyukai aliran yang deras dan  An. Letifer   lebih

    menyukai air yang tergenang. 

    f)  Angin yaitu kecepatan dan arah angin dapat

    mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut

    menentukan jumlah kontak antara nyamuk dengan

    manusia. Alat yang digunakan untuk mengukur

    kecepatan angin adalah cup counter anemometer . Alat

    ini terdiri dari tiga buah mangkuk yang dipasang

    simetris pada sumbu vertikal. Pada bagian bawah dari

    sumbu vertical dipasang generator, yang terputar oleh

    ketiga mangkuk. Tegangan dari generator sebanding

    dengan kecepatan berputar dari mangkuk - mangkuk.

    Wind Vane  atau alat penunjuk arah angin adalah

    sebuah instrumen yang digunakan untuk mengetahui

    arah horizontal pergerakan angin (angin permukaan).

    Alat ini terdiri dari suatu objek tidak simetris

    (contohnya suatu anak panah atau panah berbentuk

    ayam jago yang menempel pada pusat gravitasinya

    sehingga panah itu dapat bergerak dengan bebas di

    sekitar poros horizontalnya) yang dihubungkan pada

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    50/212

    35

    vane/weather cock   sensor pada anemometer

    (BMKG,2014). 

    g)  Sinar Matahari yaitu pengaruh sinar matahari terhadap

     pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.  An.

     sundaicus  lebih menyukai tempat yang teduh,  An.

     Hyrcanus sp  dan  An. Pinculatus  sp lebih menyukai

    tempat terbuka.  An. Barbirostis  dapat hidup baik di

    tempat yang teduh maupun yang terang. Salah satu

    cara untuk melakukan pengukuran sinar matahari

    dilakukan dengan mengetahui intensitas dan berapa

    lama/ jam matahari bersinar mulai terbit hingga

    terbenam. Matahari dihitung bersinar terang jika

    sinarnya dapat membakar pias Campble stokes.

    Lamanya matahari bersinar dapat dinyatakan dalam

     presentase atau jam. Untuk keperluan pemasangan

    dan pengamatan perlu diketahui hal-hal yang

    menyangkut waktu smeu lokal dan waktu rata-rata

    lokal. True Solar Day yaitu waktu antara dua gerakan

    matahari melintasi meridian. Waktu yang didasarkan

     panjang hari ini disebut apparent solartime atau waktu

    semu lokal. Waktu ini dapat ditunjukkan oleh

     sunshine recorder . Waktu semu lokal ialah waktu

    yang ditentukan oleh gerakan relatif matahari

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    51/212

    36

    terhadap horizon. Sepanjang tahun lamanya

    (panjangnya) True Solar Day  berbeda-beda. Untuk

    memudahkan perhitungan dibayangkan adanya

    matahari fiktif yang beredar mengelilingi bumi

    dengan kecepatan tetap selama setahun. Alat yang

    digunakan adalah pengukuran sinar matahari

    menggunakan jenis jordan. Alat ini mencatat sendiri

    lamanya matahari bersinar dalam sehari yang terdiri

    dari dua kotak berbentuk setengah silinder dan

    tertutup. Di bagian dalam dipasang kertas yang sangat

     peka terhadap sinar matahari langsung. Apabila

    seberkas matahari langsung mengenai kertas ini akan

    meninggalkan bekas yang gelap. Alat ini diatur

    sedemikian sehingga satu pias dipakai untuk pagi dan

     pias lainnya untuk siang hari. (Klimatologi, 2008).

    h)  Kadar Garam yaitu nyamuk  An. Sundaicus  tumbuh

    optimal pada air payau yang kadar garamnya 12  –  

    18% dan tidak berkembang pada kadar garam 40% ke

    atas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula

     perindukan  An.sundaicus  dalam air tawar. Suatu alat

    untuk mengukur kadar garam pada genangan-

    genangan air di pantai. Digunakan pada waktu survei

    nyamuk pra-dewasa. Cara penggunaan letakkan setitik

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    52/212

    37

    air yang akan diukur kadar garamnya pada kaca

    spektrometer, kemudian diteropong ketinggian skala

    dari kadar garam air tersebut dengan mengarahkan

    spektrometer pada cahaya/tempat yang terang

    (Kemenkes, 2010). 

    b.  Lingkungan Biologi

     Nyamuk sebagai vektor malaria merupakan serangga yang

    sukses memanfaatkan air lingkungan, termasuk air alami dan air

    sumber buatan yang sifatnya permanen maupun temporer.

    Semua serangga termasuk dalam daur hidupnya (siklus

    hidupnya) mempunyai tingkatan-tingkatan tertentu dan kadang-

    kadang tingkatan itu satu dengan yang lainnya sangat berbeda.

    Semua nyamuk akan mengalami metamorfosa sempurna

    (holometabola) mulai dari telur, jentik, pupa dan dewasa. Jentik

    dan pupa hidup di air, sedangkan dewasa hidup didarat. Dengan

    demikian nyamuk dikenal memiliki dua macam alam

    kehidupannya, yaitu kehidupan di dalam air dan di luar air

    (Depkes, 2003).

    Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai

    tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena

    dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan

    mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan

    larva seperti ikan kepala timah ( panchx spp), gambusia, nila,

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    53/212

    38

    mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di

    suatu daerah dataran tinggi dan dataran rendah. Adanya hewan

    ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah

    gigitan nyamuk pada manusia, apabila hewan ternak tersebut

    dikandangkan tidak jauh dari rumah tempat tinggal manusia

    (Arsin,2011).

    3. 

    Penilaian Kasus Malaria

    Situasi malaria disuatu daerah dapat ditentukan melalui kegiatan

    surveilans (pengamatan) epidemiologi. Surveilans epidemiologi dalam

     pengamatan yang terus menerus atas distribusi dan kecenderungan suatu

     penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat

    ditentukan penanggulangan yang secepat-cepatnya.

    Penilaian kasus malaria berdasarkan Kemenkes tahun 2006 adalah

     pengamatan dapat dilakukan secara rutin melalui PCD ( Passive Case

     Detection) oleh fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit

    atau ACD ( Active Case Detection) oleh petugas khusus seperti PMD

    (Pembantu Malaria Desa) di Jawa dan di Bali. Di daerah luar Jawa da

    Bali yang tidak memiliki program pembasmian malaria dan tidak

    memiliki PMD, maka pengamatan rutin tidak bisa dilaksanakan. Untuk

    daerah tersebut pengamatan malaria dilakukan melalui survey

    malariometrik (MS),  Mass Blood Survei  (MBS) dan  Mass Fever Survei 

    (MFS). Parameter yang digunakan pada pengamatan rutin malaria adalah

    :

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    54/212

    39

    a. 

     Annual Parasite Incidence (API)

    Indikator insidens merupakan peninggalan masa

    eradikasi/pembasmian dengan pencarian baik secara aktif (ACD)

    maupun pasif (PSD) diperhitungkan dapat menjangkau seluruh

     penduduk, sehingga penderita baru dapat dietahui melalui sediaan

    darah. Karena kasus malaria yang ditemukan baik melalui

     pencarian aktif (ACD) maupun pasif (PCD) akan dikonfirmasikan

    dengan pemeriksaan darah secara miskrokopis. API merupakan

     jumlah dari penderita baru di suatu daerah dalam satu tahun

    terhitung per seribu penduduk.

    API =

    Kasus malaria yang dikonfirmasikan(secara

    mikroskopis/Lab) dalam satu tahun  X 1000

    Jumlah penduduk daerah tersebut

    b. 

     Annual Malaria Incidence

    Annual malaria incidence (AMI) adalah kasus malaria klinis

    selama satu tahun di suatu wilayah per 1.000 penduduk, dan

    didapatkan dengan rumus sebagai berikut :

    AMI =

    Jumlah penderita malaria klinis di suatu wilayah/tahun

    X 1000

    Jumlah penduduk daerah tersebut

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    55/212

    40

    c.   Annual Blood Examination Rate (ABER)

     Annual Blood Examination Rate (ABER) adalah jumlah sediaan

    darah yang diperiksa dari penduduk yang diperiksa dalam waktu satu

    tahun dan dinyatakan dalam prosen (%). ABER diperlukan untuk

    menilai API, karena penurunan API disertai penurunan ABER belum

     berarti penurunan insiden, penurunan API berarti penurunan insidens

     bila ABER meningkat.

    ABER =

    Jumlah sediaan darah yang diperiksa

    X 1000

    Jumlah penduduk yang diamati

    d.  Slide Positivity Rate (SPR)

    Slide Positivity Rate (SPR) adalah persentase sediaan darah yang

     positif dari seluruh sediaan darah yang diperiksa. Seperti penilaian

    API nilai SPR baru bermakna bila nilai ABER meningkat.

    2.3.  Sistem Informasi Geografis

    A.  Definisi Sistem Informasi Geografis

    Sistem Informasi Geografis merupakan sebuah sistem yang

    saling berangkaian satu dengan yang lainnya. Sistem Informasi

    Geografis sebagai kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras

    komputer, perangkat lunak, data geografi dan personel yang didesain

    untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi,

    menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi lingkungan

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    56/212

    41

    dan geografi. Dengan demikian, basis analisis dari sistem informasi

    geografis adalah data spasial dalam bentuk digital yang diperoleh

    melalui data satelit atau data lain terdigitasi. (Nuarsa, 2004).

    Sistem ini pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun

    1972 dengan nama  Data Banks for Development . Munculnya istilah

    Sistem Informasi Geografis seperti sekarang ini setelah dicetuskan

    oleh General Assembly  dari  International Geographical Union di

    Ottawa Kanada  pada tahun 1967. Sistem Informasi Geografis dapat

    dimanfaatkan untuk mempermudah dalam mendapatkan data-data

    yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau

    obyek. Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari

    data spasial dan data atribut dalam bentuk digital. Sistem ini

    merelasikan data spasial (lokasi geografis) dengan data non spasial,

    sehingga para penggunanya dapat membuat peta dan menganalisa

    informasinya dengan berbagai cara (Aini, 2007).

    Sistem informasi geografis diharapkan mampu memberikan

    menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan (Nuarsa, 2004) :

    1. 

    Penanganan data geospasial menjadi lebih baik dalam format

     baku

    2.  Revisi dan pemutakhiran data menjadi lebih muda

    3.  Data geospasial dan informasi menjadi lebih mudah dicari,

    dianalisa dan direpresentasikan

    4.  Menjadi produk yang mempunyai nilai tambah

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    57/212

    42

    5. 

    Kemampuan menukar data geospasial

    6. 

    Penghematan waktu dan biaya

    7.  Keputusan yang diambil menjadi lebih baik.

    Sistem informasi geografis dapat diaplikasikan di dunia

    kesehatan. Aplikasi utama Sistem Informasi Geografis dalam

    kesehatan masyarakat adalah (Nuarsa, 2005)

    1.  Membuat gambaran spasial dari peristiwa kesehatan.

    2. 

    Identifikasi risiko pekerjaan, lingkungan, kelompok risiko

    tinggi dan daerah kritis

    3. 

    Stratifikasi faktor risiko

    4.  Analisis situasi kesehatan di suatu daerah geografis tertentu

    5.  Analisis pola penyakit pada berbagai tingkat agregasi

    6. 

    Surveilans dan monitoring kesehatan masyarakat

    7.  Perencanaan dan target upaya kesehatan

    8.  Alokasi sumber daya kesehatan

    9.  Evaluasi suatu intervensi kesehatan.

    B. 

    Analisis Spasial

    Spasial berasal dari kata  space yaitu ruang yang berarti bahwa

    selalu mempertimbangkan aspek waktu/temporal dan juga ketinggian

    atau variabel lain (Achmadi, 2005). Analisis spasial adalah satu

     bidang utama di mana sistem informasi geografis dan penelitian

    kesehatan digabungkan melalui studi epidemiologi lingkungan.

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    58/212

    43

    Definisi geografis atau spasial epidemiologi yang digunakan untuk

    melakukan analisis spasial adalah deskripsi, eksplorasi dan pemodelan

    kasus penyakit yang tidak selalu melibatkan hubungan langsung

    dengan faktor lingkungan. Metode ini menggambarkan klaster

     penyakit, identifikasi klaster, asosiasi dengan potensi titik dan garis

    sumber polusi, dan kasus penyakit ruang-waktu (Gatrell, 1998 dalam

    Lai 2007).

    Pendekatan analisis melihat kasus penyakit ruang dan waktu

    disebut dengan analisis spasial. Spasial mempunyai arti sesuatu yang

    dibatasi oleh ruang, komunikasi dan atau transformasi sedangkan data

    spasial menunjukkan posisi, ukuran dan kemungkinan hubungan

    topologis (bentuk dan tata letak) dari obyek di muka bumi

    (Ruswanto,2010). Selanjutnya analisis spasial adalah bagian

    manajemen penyakit berbasis wilayah yang menguraikan data

     penyakit secara geografi yang berkenaan dengan kependudukkan,

     persebaran, lingkungan, perilaku, sosial ekonomi, kasus kasus

     penyakit dan hubungan antar variabel tersebut (Ahmadi, 2005).

    Data yang digunakan dalam analisis spasial dibagi menjadi

    empat yaitu (Bailey, 2001)

    1.  Data Agregat yang dikumpulkan dari hasil sensus atau

    administrasi seperti jumlah kasus, populasi berisiko, status

    ekonomi, sosial, penilaian lingkungan dll

  • 8/18/2019 Tri Bayu Purnama - Fkik

    59/212

    44

    2. 

    Data kasus yang dikumpulkan berdasarkan lokasi orang yang

    sakit/kasus, fasilitas pelayanan kesehatan, faktor risiko

    lingkungan dll.

    3.  Data Geostatistik yang dikumpu