Roya Selaras Cita-fkik

128
HUBUNGAN SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS KERANGGAN KECAMATAN SETU KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 Skripsi Disusun Oleh: ROYA SELARAS CITA 109101000049 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M

description

Roya Selaras Cita-fkik

Transcript of Roya Selaras Cita-fkik

  • HUBUNGAN SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU

    TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN

    DI WILAYAH PUSKESMAS KERANGGAN KECAMATAN SETU

    KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

    Skripsi

    Disusun Oleh:

    ROYA SELARAS CITA

    109101000049

    PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1435 H/2014 M

  • ii

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    KESEHATAN LINGKUNGAN

    Skripsi, Juli 2014

    Roya Selaras Cita, NIM: 109101000049

    HUBUNGAN SARANA SANITASI AIR BERSIH DAN PERILAKU IBU

    TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA UMUR 10-59 BULAN DI

    WILAYAH PUSKESMAS KERANGGAN KECAMATAN SETU KOTA

    TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

    (xxi + 106 halaman, 4 bagan, 2 gambar, 18 tabel, 5 lampiran)

    ABSTRAK

    Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama

    kesakitan dan kematian, terutama pada balita. Beberapa faktor yang paling dominan

    menyebabkan diare adalah sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, dimana

    kedua faktor ini dapat berinteraksi dengan perilaku manusia. Dari rekapan data

    mengenai 30 besar penyakit per puskesmas se-Tangerang Selatan, wilayah Puskesmas

    Keranggan merupakan wilayah yang memiliki kasus diare tertinggi sepanjang tahun

    2012 dengan jumlah kasus sebanyak 2.298 kasus diare. Dari hal ini peneliti tertarik

    untuk mengetahui hubungan sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian

    diare pada balita di Wilayah Puskesmas Keranggan.

    Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan rancangan studi cross

    sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah balita umur 10-59 bulan yang berjumlah

    90 responden. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari

    instansi terkait dan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan observasi.

    Dari hasil penelitian diperoleh sebesar 35,6% mengalami diare dan 64,4% tidak

    mengalami diare. Kemudian dari hasil bivariat dengan 5% diperoleh dua variabel yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita, yaitu penggunaan jamban dengan p-

    value 0,024 dan kebiasaan cuci tangan p-value 0,050. Sedangkan variabel sarana sanitasi

    air bersih (pv 0,082) dan memasak air (pv 1,000) tidak memiliki hubungan yang

    bermakna dengan diare.

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat diberikan adalah

    meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit diare dengan cara melakukan

    penyuluhan terkait diare dan PHBS, serta meningkatkan kerjasama dan komunikasi

    antara pihak puskesmas dengan masyarakat sehingga masyarakat lebih mudah

    mendapatkan informasi mengenai pentingnya kesehatan.

    Kata Kunci : Sarana Sanitasi Air Bersih, Perilaku Ibu, Diare, Balita, Cross Sectional

    Daftar Bacaan : 65 (1993-2013)

  • iii

    FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

    DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

    MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH

    Paper, July 2014

    Roya Selaras Cita, NIM: 109101000049

    THE RELATIONSHIP BETWEEN CLEAN WATER SANITATION AND

    MATERNAL BEHAVIOR WITH DIARRHEA IN CHILDREN AGED 10 UNTIL

    59 MONTHS IN THE REGION OF KERANGGAN HEALTH CENTER SETU

    SUBDISTRICT SOUTH TANGERANG CITY IN 2013

    ABSTRACT

    Diarrheal disease is still one of the leading causes of morbidity and mortality,

    especially in children under five years. The most dominant factors that cause diarrhea

    are clean water sanitation and fecal disposal. Both of these factors will interact with

    human behavior. From database about 30 major of diseases in all of health center in

    South Tangerang, the region of Keranggan health center has the highest incidence of

    diarrhea during the year of 2012 with the number of cases is 2.298 cases of diarrhea.

    From that, the researcher interested to know about the relationship between clean water

    sanitation and maternal behavior with diarrhea in children aged 10 until 59 months in the

    region of Keranggan health center.

    The type of research is quantitative approach with cross sectional study design.

    Samples in this research were all children aged 10 until 59 months amount of 90

    respondents. The data used in this research is secondary data from relevant instation and

    primary data from interviews and observations.

    The results were obtained by 35,6% have diarrhea and 64,4% havent diarrhea. Then from bivariate results with 5% obtained two variables associated with incidence of diarrhea in child under five years old are fecal disposal with p-value 0,024 and hand

    washing habit with p-value 0,050. While clean water sanitation (pv 0,082) and boiling

    water (pv 1,000) variables doesnt have a significant relation with diarrhea.

    Based on results of these research, the advice that can be given is to increase

    public knowledge about diarrheal disease with giving counseling about diarrhea and

    PHBS, as well as increase cooperation and communication between health center and

    public, so the people easily find information about the importance of health.

    Keyword : Clean Water Sanitation, Maternal Behavior, Diarrhea, Child Under

    Five Years, Cross Sectional

    References : 65 (1993-2013)

  • vi

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP

    Nama : Roya Selaras Cita

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Tempat dan Tanggal Lahir : Jakarta, 14 Juni 1991

    Agama : Islam

    Golongan Darah : O

    Alamat : JL. Dayung IV E No. 44 RT.004 RW.05 Kelapa Dua,

    Tangerang, 15810

    Hp : 085694871959

    E-mail : [email protected]

    Pendidikan

    Tahun Pendidikan

    1996 1997 TK Nurul Islam Tangerang

    1997 2003 SDSI Nurul Islam Tangerang

    2003 2006 SMP Negeri 9 Tangerang

    2006 2009 SMA Negeri 8 Tangerang

    2009 sekarang S1 Peminatan Kesehatan Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

    Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

    Organisasi

    2011 2013 : Anggota ENVIHSA (Environmental Health Student

    Association) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Pengalaman Kerja

    Oktober 2011 : PBL (Pengalaman Belajar Lapangan) I di Puskesmas

    Pamulang, Tangerang Selatan

    Februari 2012 : PBL (Pengalaman Belajar Lapangan) II di Puskesmas

    Pamulang, Tangerang Selatan

    Februari Maret 2013 : Kerja Praktek di OE/HES PT. Chevron Pacific Indonesia,

    Riau

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan

    nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat

    syafaat nya.

    Skripsi dengan judul Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dan Perilaku Ibu

    Terhadap Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di Wilayah Puskesmas

    Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 ini dibuat sebagai

    salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

    Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi

    dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari

    itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:

    1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga

    penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

    2. Untuk Papa dan Mama serta adik-adikku, Reva dan Echa yang selalu mendoakan,

    selalu sabar dalam memberikan semangat serta dukungan moril dan materi kepada

    penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • viii

    4. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Kesehatan

    Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, selaku dosen penasehat akademik. Terima kasih

    atas bimbingan dan nasehat serta ilmu yang ibu berikan kepada saya.

    6. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing pertama

    sekaligus penanggung jawab peminatan kesehatan lingkungan. Terima kasih atas

    bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, serta doanya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, terima kasih juga atas kesempatan dan

    pengalaman yang penulis dapatkan bersama teman-teman di luar kompetensi

    akademik melalui kegiatan yang bapak berikan.

    7. Ibu Ela Laelasari, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing kedua. Terima kasih atas

    bimbingan, dorongan semangat yang tiada henti, saran-saran, arahan serta doa yang

    selalu ada selama penyusunan skripsi ini.

    8. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Terima kasih atas perizinan untuk

    melakukan penelitian di daerah Keranggan.

    9. Kepala Puskesmas Keranggan beserta para staf, Ibu Fitri, Bidan Wiwi, Bidan Lia,

    dan staf lainnya. Terima kasih atas perizinan untuk melakukan penelitian dan

    kesediannya dalam memberikan informasi dan data yang penulis butuhkan.

    10. Ibu-ibu Kader dari Posyandu Dahlia, Cempaka, Beringin, Anggrek, Mawar, dan

    Kenanga. Terima kasih atas kesediaannya untuk membantu penulis dalam

    memberikan informasi dan data yang dibutuhkan untuk penelitian ini.

  • ix

    11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan, Reni, Maya, Dilla, dan Ami

    yang selalu mendukung, memotivasi, memberikan semangat yang tiada henti,

    memberikan arahan, dan bantuannya untuk turun lapangan. Terima kasih untuk

    kerjasama kalian dan sukses untuk kita kedepannya.

    12. Untuk Keslingers 2009, The First ENVIHSA UIN (Maya, Reni, Dilla, Ami, Ziah,

    Imah, Risma, Nita, Yeni, Ratna, Nisa, Tari, Yudhi, Aan, Ersa, Morrys, Udin, Rudi,

    dan Agung) yang sama-sama berjuang dari awal masuk kesling sampai selesai,

    terima kasih untuk perjuangannya, kekompakannya, kebersamaannya, canda tawa,

    dan semangatnya saat di dalam maupun di luar kelas.

    13. Untuk Dio dan Arifah, terima kasih juga atas kebersamaannya, dorongan semangat,

    doa, dan canda tawanya selama kuliah sampai saat ini.

    14. Teman-teman Kesmas angkatan 2009 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Terima kasih untuk semuanya dan sukses kedepannya untuk kalian.

    15. Untuk sepupu tersayang, Icha dan tanteku yang paling baik, Tante Eli. Terima kasih

    untuk dukungan, doa, canda tawa, kebersamaan, dan motivasinya selama ini.

    16. Untuk sahabat-sahabat seperjuangan dari SMA, Ical, Nuny, Madha, Hani, Ace, Afni,

    Jajul, Bella, Babel, Idha, Dhea, Bani, Macum, Muty, Buchan, dan Bekep. Terima

    kasih untuk kebersamaannya selama ini, semangat, canda tawa, serta dukungannya.

    17. Kepada PT. Mudamas Intan Samudera dan CV. Gaees Indonesia, Pak Darmawan,

    Ibu Yetti, Pak Ayok, Mba Rini, Pak Nur, Bu Suadah, Pak Sobirin, Pak Katiman, Mas

    Bryan, Pak Udin, Eda, dan karyawan lainnya. Terima kasih untuk kesediaannya

    menerima saya, mengajarkan hal-hal baru di dunia kerja, berbagi ilmu, pengalaman,

    dan kebersamaannya selama ini.

  • x

    18. Segenap pihak yang telah berperan aktif membantu penulis dalam menyelesaikan

    laporan ini yang tidak dapat penulis sebutkan dalam laporan ini.

    Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahan datangnya dari

    penulis selaku manusia biasa, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis

    harapkan demi terciptanya perbaikan di masa yang akan datang.

    Tangerang, September 2014

    Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN........i

    ABSTRAK......ii

    LEMBAR PERSETUJUAN..iv

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP..vi

    KATA PENGANTAR..vii

    DAFTAR ISI...xi

    DAFTAR BAGAN....xvi

    DAFTAR GAMBAR...xvii

    DAFTAR TABEL.......xviii

    DAFTAR SINGKATAN.......xx

    BAB I: PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang...1

    1.2 Rumusan Masalah..4

    1.3 Pertanyaan Penelitian.4

    1.4 Tujuan Penelitian...5

    1.4.1 Umum....5

    1.4.2 Khusus...6

    1.5 Manfaat Penelitian........7

    1.5.1 Bagi Peneliti..7

    1.5.2 Bagi Masyarakat7

    1.5.3 Bagi Instansi Terkait.....7

    1.5.4 Bagi Peneliti Lain......7

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian.....8

  • xii

    BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Diare.....9

    A. Pengertian...9

    B. Klasifikasi.10

    C. Etiologi.11

    D. Gejala...12

    E. Epidemiologi....13

    F. Distribusi......14

    G. Penularan..14

    H. Penanggulangan....16

    I. Pencegahan...17

    J. Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)..20

    2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita...23

    a) Sarana Air Bersih.....23

    Sumur Gali..24

    Sumur Pompa Tangan.25

    Perpipaan.25

    Penampungan Air Hujan.27

    b) Perilaku Ibu......28

    1. Memasak Air..29

    2. Penggunaan Jamban...30

    3. Kebiasaan Cuci Tangan..33

    4. Pemberian ASI Eksklusif34

    5. Pemberian Imunisasi Campak.35

    6. Penggunaan Botol Susu..36

    2.3 Kerangka Teori...37

  • xiii

    BAB III: KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN

    HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Konsep38

    3.2 Definisi Operasional40

    3.3 Hipotesis Penelitian.43

    BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian...44

    4.2 Tempat dan Waktu Penelitian..44

    4.3 Populasi dan Sampel Penelitian...44

    4.3.1 Populasi...44

    4.3.2 Sampel.45

    4.3.3 Teknik Sampling.46

    4.4 Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data..48

    4.4.1 Instrumen Penelitian48

    a. Uji Coba Kuesioner...48

    b. Kuesioner...49

    4.4.2 Pengumpulan Data...49

    a. Data Primer49

    b. Data Sekunder49

    4.5 Pengolahan Data..50

    1. Editing...50

    2. Coding...50

    3. Processing.51

    4. Cleaning51

    5. Manajemen Data...51

    6. Analisis Data.51

    4.6 Analisis Data51

    1. Analisis Univariat..51

  • xiv

    2. Analisis Bivariat52

    BAB V: HASIL PENELITIAN

    5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian..53

    5.2 Analisis Univariat54

    5.2.1 Gambaran Karakteristik Responden54

    a. Distribusi Umur Responden..54

    b. Distribusi Pendidikan Responden.54

    c. Distribusi Pekerjaan Responden...55

    5.2.2 Gambaran Kejadian Diare Pada Balita...55

    5.2.3 Gambaran Sarana Sanitasi Air Bersih56

    5.2.4 Gambaran Memasak Air.57

    5.2.5 Gambaran Penggunaan Jamban..59

    5.2.6 Gambaran Kebiasaan Cuci Tangan.60

    5.3 Analisis Bivariat..60

    5.3.1 Hubungan Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian Diare pada

    Balita...61

    5.3.2 Hubungan Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Balita62

    5.3.3 Hubungan Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita.62

    5.3.4 Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare pada Balita

    .63

    BAB VI: PEMBAHASAN

    6.1 Keterbatasan Penelitian...65

    6.2 Kejadian Diare.66

    6.3 Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan dengan

    Kejadian Diare pada Balita. ........68

    6.4 Hubungan antara Memasak Air dengan Kejadian Diare pada Balita..70

    6.5 Hubungan antara Penggunaan Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita...72

  • xv

    6.6 Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan dengan Kejadian Diare pada

    Balita....75

    BAB VII: KESIMPULAN DAN SARAN

    7.1 Kesimpulan..78

    7.2 Saran80

    A. Bagi Pihak Puskesmas Keranggan80

    B. Bagi Penelitian Selanjutnya..80

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • xvi

    DAFTAR BAGAN

    Bagan 2.1 Kerangka Teori...37

    Bagan 3.1 Kerangka Konsep...39

    Bagan 4.1 Sampling Frame Posyandu Dalam Penentuan Posyandu Sebagai Lokasi

    Penelitian.48

    Bagan 4.2 Sampling Frame Sampel Dalam Penentuan Sampel Penelitian....48

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Proses Penularan Penyakit Diare I...15

    Gambar 2.2 Proses Penularan Penyakit Diare II.16

  • xviii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Definisi Operasional40

    Tabel 4.1 Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi

    Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu..46

    Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Puskesmas Keranggan

    Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013...54

    Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Puskesmas

    Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 201354

    Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Puskesmas

    Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 201355

    Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Umur 10-59 Bulan di

    Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun

    2013.56

    Tabel 5.5 Distribusi Balita Menurut Sarana Sanitasi Air Bersih yang Digunakan di

    Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun

    2013.56

    Tabel 5.6 Distribusi Balita Menurut Kondisi Sarana Sanitasi Air Bersih di Wilayah

    Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.57

    Tabel 5.7 Distribusi Balita Menurut Sumber Air Minum di Wilayah Puskesmas

    Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 201357

    Tabel 5.8 Distribusi Sumber Air Minum Sumur Pompa dan Air Isi Ulang (Galon) di

    Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun

    201358

  • xix

    Tabel 5.9 Distribusi Balita Menurut Pengolahan Memasak Air di Wilayah Puskesmas

    Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.58

    Tabel 5.10 Distribusi Jenis Jamban yang Digunakan Responden di Wilayah

    Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013..59

    Tabel 5.11 Distribusi Balita Menurut Penggunaan Jamban di Wilayah Puskesmas

    Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.59

    Tabel 5.12 Distribusi Balita Menurut Kebiasaan Cuci Tangan di Wilayah Puskesmas

    Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.60

    Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Sarana Sanitasi Air Bersih dengan Kejadian

    Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan Tahun 2013...61

    Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Perilaku Memasak Air dengan Kejadian Diare

    Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang

    Selatan Tahun 2013.62

    Tabel 5.15 Analisis Hubungan antara Perilaku Penggunaan Jamban dengan Kejadian

    Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan Tahun 2013...63

    Tabel 5.16 Analisis Hubungan antara Perilaku Kebiasaan Cuci Tangan dengan

    Kejadian Diare Pada Balita di Wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan Tahun 2013...64

  • xx

    DAFTAR SINGKATAN

    ASI : Air Susu Ibu

    CFR : Case Fatality Rate / Angka Kefatalan Kasus

    Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

    Dinkes : Dinas Kesehatan

    KepMenKes RI : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

    MDGs : Millenium Development Goals

    OR : Odd Ratio

    PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

    PPM & PLP : Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan

    Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

    PVC : Polyvinyl chloride

    P2PL : Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

    UNICEF : United Nations International Childrens Emergency Fund

    Lingkungan Pemukiman

    WHO : World Health Organization / Organisasi Kesehatan Dunia

  • xxi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 : Lembar Kesediaan Menjadi Responden

    Lampiran 2 : Kuesioner Penelitian

    Lampiran 3 : Lembar Observasi

    Lampiran 4 : Dokumentasi Foto

    Lampiran 5 : Output Analisis Data

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama

    kesakitan dan kematian. Hampir di seluruh daerah di dunia dan semua kelompok usia

    diserang oleh diare, tetapi kebanyakan yang menjadi sasaran penyakit ini adalah bayi

    dan anak balita, dimana mereka mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun,

    akan tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau

    hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).

    Menurut World Health Organization (WHO), tidak kurang dari satu milyar

    episode diare terjadi setiap tahun di seluruh dunia, 25-35 juta diantaranya terjadi di

    Indonesia (Zein, 2001). Di Indonesia, penyakit diare merupakan salah satu masalah

    kesehatan masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka

    kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita.

    Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

    Hal ini dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per tahun pada balita, sehingga

    secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada balita berkisar antara 40 juta

    setahun dengan kematian sebanyak 200.000 - 400.000 balita (Soebagyo, 2008).

    Menurut Widoyono (2008), pada tahun 2008 jumlah penderita diare pun

    meningkat menjadi 8.443 kasus dengan kematian 184 orang dengan CFR sebesar 2,94%.

    Lebih tinggi dengan target CFR saat Kejadian Luar Biasa (KLB) yang diharapkan < 1%.

  • 2

    Penyakit diare bisa diakibatkan dari beberapa faktor. Menurut Sander (2005),

    penyebab terjadinya diare bisa dari kurang memadainya ketersediaan air bersih, airnya

    tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak

    higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan

    penyimpanan makanan yang tidak semestinya.

    Dari beberapa faktor yang ada, penyakit ini berhubungan langsung dengan

    lingkungan dan perilaku perorangan, dimana keduanya saling berinteraksi. Apabila

    faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan

    perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat

    terjadi (Depkes RI, 2005).

    Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu dari 8 kota atau kabupaten di

    Provinsi Banten. Penderita diare di Kota Tangerang Selatan sampai pada pertengahan

    tahun 2012 mengalami peningkatan 30% dari tahun sebelumnya dengan jumlah yang

    tercatat sebanyak 1.861 penderita sepanjang tahun tersebut (Dinkes Tangsel, 2013).

    Hal ini dibuktikan dengan adanya rekapan data mengenai 30 besar penyakit per

    puskesmas se-Tangerang Selatan tahun 2012 (Dinkes Tangsel, 2013). Dari data tersebut

    didapatkan kasus penyakit diare tertinggi terdapat di wilayah Puskesmas Keranggan

    dengan jumlah kasus sebesar 2.298 kasus diare sepanjang tahun 2012.

    Puskesmas Keranggan merupakan salah satu puskesmas yang ada di wilayah

    Muncul, Tangerang Selatan. Wilayah puskesmas ini mencakup 2 kelurahan, yaitu

    Kelurahan Keranggan dan Kademangan. Berdasarkan data Puskesmas Keranggan, kasus

    diare pada balita sepanjang tahun 2012 sebanyak 206 penderita, sedangkan di tahun

    2013, mulai dari bulan Januari sampai Maret, sudah terdapat 33 balita yang terkena

  • 3

    diare. Daerah dengan penderita diare paling banyak adalah Kelurahan Keranggan

    dengan jumlah kasus diare pada balita pada tahun 2012 sebanyak 143 penderita. (Profil

    Puskesmas Kranggan, 2012)

    Sementara dari hasil pemeriksaan kepemilikan sarana sanitasi dasar dan laporan

    PHBS Puskesmas Keranggan tahun 2012 mengenai akses penggunaan air bersih

    sebanyak 84,2% (belum diketahui apakah sudah sesuai dengan syarat yang telah

    ditetapkan) dan untuk penggunaan jamban, dari 20 kepala keluarga (kk) yang diperiksa,

    hanya 15 kepala keluarga yang memiliki jamban dan hanya 5 kepala keluarga yang

    memiliki jamban yang sehat. Hal ini menggambarkan bahwa masih banyak penduduk di

    wilayah Puskesmas Keranggan yang belum memiliki sarana jamban yang sehat dan

    penggunaan air bersih yang memenuhi syarat.

    Padahal berdasarkan hasil penelitian Ratnawati, dkk (2009), penggunaan sarana

    air bersih yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko balitanya untuk

    terkena diare akut 1,310 lebih besar dibandingkan dengan penggunaan sarana air bersih

    yang memenuhi syarat.

    Kemudian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2006 juga

    mengeluarkan data yang menunjukkan bahwa berbagai intervensi perilaku melalui

    modifikasi lingkungan dapat mengurangi angka kejadian diare sampai dengan 94%.

    Pengolahan air yang aman dan penyimpanannya di tingkat rumah tangga dapat

    mengurangi angka kejadian diare sebesar 32% dan upaya meningkatkan penyediaan air

    bersih dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar 25%. Selain itu, melakukan

    praktek mencuci tangan yang efektif dapat menurunkan angka kejadian diare sebesar

    45%.

  • 4

    Untuk itulah peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai hubungan sarana

    sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan

    di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.

    1.2 Rumusan Masalah

    Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak balita, khusunya di

    negara berkembang seperti Indonesia. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi

    kejadiannya, dimana salah satunya adalah faktor lingkungan dan perilaku. Faktor

    lingkungan yang berperan penting salah satunya adalah sarana sanitasi air bersih. Air

    bersih merupakan salah satu media penularan diare, dimana jika sanitasi yang tersedia

    dan metode pengolahan yang tidak tepat maka potensi menularkan penyakit diare

    sangatlah besar. Tidak terkecuali di wilayah Puskesmas Keranggan yang memiliki kasus

    diare tertinggi tahun 2012 di Kota Tangerang Selatan.

    Maka dari uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini

    adalah bagaimana hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap

    kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan

    Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan Tahun 2013.

    1.3 Pertanyaan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi pertanyaan penelitian

    diantaranya adalah:

    1. Bagaimana gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah

    Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013

  • 5

    2. Bagaimana gambaran sarana sanitasi air bersih di wilayah Puskesmas Keranggan

    Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013

    3. Bagaimana gambaran perilaku ibu (memasak air, penggunaan jamban, dan perilaku

    cuci tangan) di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang

    Selatan tahun 2013

    4. Apakah ada hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada

    balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan tahun 2013

    5. Apakah ada hubungan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare pada balita

    umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan tahun 2013

    6. Apakah ada hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian diare

    pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu

    Kota Tangerang Selatan tahun 2013

    7. Apakah ada hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare pada balita

    umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan tahun 2013

    1.4 Tujuan Penelitian

    1.4.1 Umum

    Untuk mengetahui hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan perilaku

    ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah

    Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013.

  • 6

    1.4.2 Khusus

    a. Mengetahui gambaran kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di

    wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan

    tahun 2013

    b. Mengetahui gambaran sarana sanitasi air bersih di wilayah Puskesmas

    Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013

    c. Mengetahui gambaran perilaku ibu (memasak air, penggunaan jamban, dan

    perilaku cuci tangan) di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu

    Kota Tangerang Selatan tahun 2013

    d. Mengetahui hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian

    diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan

    Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013

    e. Mengetahui hubungan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare

    pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan

    Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013

    f. Mengetahui hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian

    diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan

    Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013

    g. Mengetahui hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian diare

    pada balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan

    Setu Kota Tangerang Selatan tahun 2013

  • 7

    1.5 Manfaat Penelitian

    1.5.1 Bagi Peneliti

    Memberikan pengalaman dalam melaksanakan penelitian di masyarakat

    umum dan menambah wawasan serta pengetahuan mengenai penyakit diare,

    terutama pada balita mengenai hubungan antara sarana sanitasi air bersih dan

    perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan di wilayah

    Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan.

    1.5.2 Bagi Masyarakat

    Memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kepada orang tua

    mengenai sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu yang dapat mempengaruhi

    kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan, sehingga masyarakat, terutama

    orang tua dapat melakukan tindakan preventif/pencegahan dan adanya upaya

    perlindungan anak dari serangan penyakit diare.

    1.5.3 Bagi Instansi Terkait

    Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan penanganan terhadap

    penyakit diare pada balita, khususnya mengenai hubungan antara sarana

    sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian diare pada balita umur 10-

    59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang

    Selatan.

    1.5.4 Bagi Peneliti Lain

    Menjadi sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti

    pada bidang kajian sejenis sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat

    memperbaharui dan menyempurnakan penelitian ini.

  • 8

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu

    Kota Tangerang Selatan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari Februari 2014

    dengan populasi penelitian adalah balita umur 10-59 bulan yang tinggal di wilayah

    Puskesmas Kranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang Selatan.

    Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, dimana membahas

    hubungan sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu (memasak air, penggunaan jamban,

    dan perilaku cuci tangan) terhadap kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan yang

    diukur secara bersamaan. Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan data primer

    dari hasil wawancara terhadap responden dengan menggunakan alat bantu kuesioner dan

    lembar observasi, serta melakukan observasi lapangan.

  • 9

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Diare

    A. Pengertian

    Diarrhea berasal dari bahasa Greek, yaitu Dia berarti melalui dan rhien

    berarti mengalir, istilah diarrhea digunakan untuk menyatakan buang kotoran yang

    frekuensi dan jumlah cairannya abnormal. Untuk pengertian diare sendiri adalah

    penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (> 3

    kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan atau tanpa darah

    atau lendir (Suraatmaja, 2007).

    Menurut Depkes RI (2000), diare adalah buang air besar lembek atau cair

    dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali

    atau lebih dalam sehari). Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu

    diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik ( 2 minggu) (Widoyono, 2008).

    Sedangkan menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih

    dari empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak.

    Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak)

    peringkat pertama di Indonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik

    balita, anak-anak, dan orang dewasa. Tetapi penyakit diare berat dengan kematian

    yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006).

  • 10

    B. Klasifikasi

    Menurut Depkes RI (2000), jenis diare dibagi menjadi 4, yaitu:

    1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang

    dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan

    penyebab utama kematian bagi penderita diare.

    2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah

    anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinya

    komplikasi pada mukosa.

    3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus

    menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan

    metabolisme.

    4. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut dan

    diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam,

    gangguan gizi atau penyakit lainnya.

    Menurut Suraatmaja (2007), jenis diare dibagi menjadi 2, yaitu:

    a. Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang

    sebelumnya sehat.

    b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan

    kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare

    tersebut.

  • 11

    C. Etiologi

    Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi

    (gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor psikologis.

    Faktor infeksi

    Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak.

    Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang, antara lain:

    1) Infeksi oleh bakteri: Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae

    (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik,

    seperti pseudomonas.

    2) Infeksi basil (disentri)

    3) Infeksi virus rotavirus

    4) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides)

    5) Infeksi jamur (Candida albicans)

    6) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang

    tenggorokan, dan

    7) Keracunan makanan.

    Faktor malabsorpsi

    Faktor malabsorpsi dibagi menjadi 2, yaitu malabsorpsi karbohidrat dan

    lemak. Malabsorpsi karbohidrat, biasanya pada bayi memiliki kepekaan terhadap

    lactoglobulis dalam susu formula sehingga dapat menyebabkan diare. Gejalanya

    berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut.

    Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang

    disebut triglyserida. Triglyserida dengan bantuan kelenjar lipase mengubah

  • 12

    lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan

    terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap

    dengan baik.

    Faktor makanan

    Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,

    beracun, terlalu banyak lemak, mentah (seperti sayuran), dan kurang matang.

    Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-

    anak dan balita.

    Faktor psikologis

    Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan

    diare kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak

    yang lebih besar.

    D. Gejala

    Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita, yaitu:

    1) Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi

    2) Tinja bayi encer, berlendir atau berdarah

    3) Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu

    4) Anusnya lecet

    5) Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang

    6) Muntah sebelum atau sesudah diare

    7) Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah)

    8) Dehidrasi

  • 13

    Dehidarsi dibagi menjadi 3 macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang

    dan dehidarsi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika

    cairan yang hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat,

    volume darah berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah,

    tekanan darah merendah, penderita lemah, kesadaran menurun, dan penderita sangat

    pucat.

    E. Epidemiologi

    Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005):

    1) Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar melalui fecal

    oral, antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau

    kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang dapat

    menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya

    diare, antara lain tidak memberikan ASI secara penuh 4 atau 6 bulan pada

    pertama kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada

    suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan

    dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja anak atau

    sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang tinja dengan benar.

    2) Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare. Beberapa faktor

    pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa penyakit dan lamanya diare,

    yaitu tidak memberikan ASI sampai dua tahun, kurang gizi, campak,

    immunodefisiensi, dan secara proporsional diare lebih banyak terjadi pada

    golongan balita.

  • 14

    3) Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu penyakit

    yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan

    pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia.

    Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta

    berakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan

    minuman, maka dapat menimbulkan kejadian diare.

    F. Distribusi

    Distribusi penyakit diare berdasarkan orang (umur) sekitar 80% kematian

    diare tersebut terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun. Data tahun 2004

    menunjukkan bahwa dari sekitar 125 juta anak usia 0-11 bulan dan 450 juta anak

    usia 1-4 tahun yang tinggal di negara berkembang, total episode diare pada balita

    sekitar 1,4 milyar kali per tahun. Dari jumlah tersebut total episode diare pada bayi

    usia di bawah 0-11 bulan sebanyak 475 juta dan anakusia 1-4 tahun sekitar 925 juta

    kali per tahun (Amiruddin, 2007).

    G. Penularan

    Penularan penyakit diare disebabkan oleh infeksi dari agen penyebab dimana

    akan terjadi bila memakan makanan/air minum yang terkontaminasi tinja/muntahan

    penderita diare. Akan tetapi, penularan penyakit diare adalah kontak dengan tinja

    yang terinfeksi secara langsung, seperti:

    Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari

    oleh serangga atau terkontaminasi oleh tangan yang kotor.

  • 15

    Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering

    memasukan tangan/mainan apapun ke dalam mulut. Hal ini dikarenakan virus ini

    dapat bertahan di permukaan udara sampai beberapa hari.

    Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan

    benar.

    Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.

    Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau

    membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan

    dan alat-alat yang dipegang. Seperti gambar yang ada di bawah ini:

    Gambar 2.1 Proses Penularan Penyakit Diare I

    (WHO, 2006)

  • 16

    Gambar 2.2 Proses Penularan Penyakit Diare II

    (WHO, 2006)

    H. Penanggulangan

    Menurut Depkes RI (2005), penanggulangan diare, antara lain:

    1) Pengamatan intensif dan pelaksanaan SKD (Sistem Kewaspadaan Dini)

    Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah penderita

    dan kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan dengan melakukan

    pengumpulan data secara harian pada daerah fokus dan daerah sekitarnya yang

    diperkirakan mempunyai risiko tinggi terjangkitnya penyakit diare. Sedangkan

    pelaksanaan SKD merupakan salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi

    yang kegunaanya untuk mewaspadai gejala akan timbulnya KLB (Kejadian Luar

    Biasa) diare.

    2) Penemuan kasus secara aktif

    Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena diare pada

    saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di masyarakat.

    3) Pembentukan pusat rehidrasi

  • 17

    Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan

    pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari puskesmas atau

    rumah sakit.

    4) Penyediaan logistik saat KLB

    Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat terjadinya

    KLB diare.

    5) Penyelidikan terjadinya KLB

    Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan pengamatan

    intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor risiko.

    6) Pemutusan rantai penularan penyebab KLB

    Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare meliputi

    peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan kesehatan.

    I. Pencegahan

    Diare termasuk penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting

    disease). Meskipun demikian, jangan remehkan diare karena dapat mengancam jiwa.

    Dua pembunuh terbesar anak-anak balita adalah diare dan radang paru-paru. Diare

    umumnya ditularkan melalui 4F, yaitu Food, Feces, Fly, dan Finger. Oleh karena

    itu, upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan

    tersebut. Beberapa upaya pencegahan yang mudah diterapkan adalah:

    1) Penyiapan makanan yang higienis dan air minum yang bersih

    Penyebab utama diare pada manusia adalah bakteri yang mengkontaminasi

    makanan dan minuman, sehingga mencegah diare adalah dengan memperhatikan

  • 18

    kebersihan makanan dan minuman. Jadi pilihlah makanan yang tetap dalam

    keadaan baik dan meminum air yang bersih dan matang.

    2) Kesadaran pada perorangan akan pentingnya kebersihan

    Berkembangnya perilaku pencegahan ini sangat tergantung pada kondisi pribadi

    masing-masing individu, termasuk persepsi individu bersangkutan dalam

    memandang diare. Dengan kata lain, jika seseorang mempersepsikan diare

    adalah penyakit yang membahayakan maka yang bersangkutan dapat

    diproyeksikan akan semakin berusaha keras untuk melakukan pencegahan agar

    tidak terserang diare. Sebab, upaya pencegahan penyakit ini bersumber pada

    seluruh aktivitas manusia yang berkaitan dengan upaya preventif.

    3) Biasakan cuci tangan

    Ada cara yang mudah untuk mencegah terkena diare, yaitu mencuci tangan

    dengan sabun. Kebiasaan sederhana mencuci tangan dengan sabun, jika

    diterapkan secara luas akan menyelamatkan lebih dari satu juta orang di seluruh

    dunia, khususnya balita.

    4) Pemberian ASI eksklusif

    Tak kalah penting adalah pemberian ASI minimal 6 bulan. Sebab, di dalam ASI

    terdapat antirotavirus, yaitu imunoglobulin. Makanya, anak-anak yang minum

    ASI eksklusif jarang menderita diare. Selain ASI, imunisasi campak ternyata bisa

    mencegah diare.

    5) Buang air besar pada tempatnya (WC atau toilet)

    Apabila penderita diare buang air besar tidak pada tempatnya atau di sembarang

    tempat, maka kuman-kuman diare akan masuk ke dalam tubuh orang yang

  • 19

    kebetulan lewat dan menghirup udara sekitarnya ataupun membuang kotoran di

    jamban-jamban di tepi sungai, dimana orang sekitarnya akan menggunakan air

    tersebut untuk keperluan rumah tangganya.

    6) Tempat buang sampah yang memadai

    Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal

    dari rumah tangga atau hasil proses industri. Sampah-sampah itu dapat

    menularkan berbagai penyakit, jika tempatnya tidak diatur dengan baik.

    7) Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan

    Makanan hendaknya ditutup agar serangga seperti lalat, kecoa atau vektor

    pembawa penyakit lainnya tidak hinggap di makanan kita.

    8) Lingkungan hidup yang sehat

    Pemukiman kumuh merupakan kawasan yang menjadi tempat berkembangnya

    diare. Padahal di perkotaan seperti Jakarta, kawasan kumuh terus berkembang,

    karena semakin mahal dan terbatasnya lahan yang tersedia untuk pemukiman.

    Kerapatan, bangunannya sangat tinggi (walaupun bangunannya permanen), tidak

    teratur, kondisi ventilasinya buruk, dan sanitasi lingkungan tidak terlalu baik

    merupakan ciri pemukiman kumuh. Lingkungan yang buruk disertai rendahnya

    tingkat kesadaran masyarakat untuk berperilaku sehat menjadikan kawasan

    kumuh sebagai kawasan yang rawan akan penyebaran penyakit. Lingkungan

    yang buruk menjadi penyebab berkembangbiaknya berbagai virus penyakit

    menular. Karena itu, berbagai infeksi penyakit sering terjadi pada para penghuni

    kawasan kumuh.

    9) Mencuci botol susu anak hingga bersih

  • 20

    Pada anak dan bayi yang menggunakan susu botol, diare dapat disebabkan

    karena botol susu yang kurang bersih dan mengandung bakteri yang

    menyebabkan sakit perut dan diare atau karena air susu yang sudah tidak layak

    lagi dikonsumsi (basi) diberikan oleh ibu atau pengasuh yang kurang teliti.

    Maka, hendaklah berhati-hati dalam memberikan makanan kepada bayi dan anak

    balita, karena pada bayi dan anak balita keadaan fisiknya belum begitu kuat

    untuk mempertahankan keadaan penyakit, sehingga mereka masih sangat rentan

    terhadap berbagai penyakit.

    J. Pemberantasan Penyakit Diare (P2D)

    Ada 3 tahapan dalam program pemberantasan penyakit diare pada anak, yaitu

    perencanaan dan penyusunan target, tatalaksana penderita diare dan pencegahan

    diare.

    1. Perencanaan adalah tersusunnya rencana kegiatan program pemberantasan

    penyakit diare secara kuantitatif di wilayah kerja, yang meliputi target kebutuhan

    logistik rutin dan saat Kejadian Luar Biasa (KLB).

    2. Target adalah sesuatu yang ditetapkan sebelumnya dalam bentuk kuantitatif.

    Hendaknya diperhitungkan secara rasional sehingga dapat dikerjakan dan dicapai

    dalam waktu yang sudah direncanakan.

    3. Tatalaksana penderita diare.

    Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah

    Tuntaskan Diare) yang terdiri dari:

    a. Oralit dengan osmolaritas rendah

  • 21

    Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah

    dengan memberikan oralit. Bila tidak bersedia, berikan minuman lebih

    banyak cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah yang

    dianjurkan, seperti air tajin, kuah sayur, dan air matang.

    Macam-macam cairan yang digunakan bergantung pada kebiasaan

    setempat dalam mengobati diare, tersedianya cairan sari makanan yang

    cocok, dan jangkauan pelayanan kesehatan. Bila terjadi dehidrasi (terutama

    pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana

    kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat dengan oralit.

    b. Zinc

    Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.

    Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan zinc sebagai

    kofaktornya, termasuk enzim superoksida dismutase. Enzim ini berfungsi

    untuk metabolisme radikal bebas superoksida sehingga kadar radikal bebas

    ini dalam tubuh berkurang. Pada proses inflamasi, kadar radikal bebas

    superoksida meningkat, sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan,

    termasuk jaringan epitel dalam usus (Cousins et al, 2006).

    Pemberian zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan

    keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume

    tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya

    (Black, 2003).

    Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis untuk anak berumur

    kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg (1/2 tablet zinc per hari), sedangkan

  • 22

    untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan 20 mg (1 tablet) zinc per

    hari. Pemberian zinc diteruskan sampai 10 hari walaupun sudah membaik.

    Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian diare selanjutnya selama 3

    bulan ke depan. Cara pemberian tablet zinc adalah dengan melarutkan tablet

    dalam 1 sendok makan air matang ataupun ASI.

    c. Pemberian ASI/makanan

    Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi

    pada penderita, terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh, serta

    mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus

    lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih

    sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah

    mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna

    sedikit demi sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan

    ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan

    anak.

    d. Pemberian antibiotik hanya atas indikasi

    Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kejadian diare

    yang memerlukan antibiotik kurang lebih 8,4%. Antibiotik hanya bermanfaat

    pada anak dengan diare berdarah (sebagian besar karena shigellosis), suspek

    kolera, dan infeksi-infeksi di luar saluran pencernaan yang berat, seperti

    pneumonia. Walaupun demikian pemberian antibiotik yang irasional masih

    banyak ditemukan.

  • 23

    e. Pemberian nasihat

    Ibu atau keluarga yang berhubungan erat dengan balita harus diberi

    nasihat tentang:

    Cara memberikan cairan dan obat di rumah.

    Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan, seperti diare

    lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan atau minum sedikit,

    timbul demam, tinja berdarah, dan tidak membaik dalam 3 hari.

    Tujuan tercapainya tata laksana penderita diare yang tepat dan efektif adalah

    mencegah terjadinya dehidrasi, mengobati dehidrasi, memberi makanan/minuman,

    mengobati masalah lain.

    2.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita

    Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita adalah

    sebagai berikut:

    a) Sarana Air Bersih

    Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari akan menjadi

    air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasannya, air bersih adalah air

    yang memenuhi persyaratan bagi sistem penyediaan air minum. Adapun persyaratan

    yang dimaksud adalah persyaratan dari segi kualitas air yang meliputi kualitas fisik,

    kimia, biologi, dan radiologis, sehingga apabila dikonsumsi tidak menimbulkan efek

    samping (Kep.Men.Kes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990).

    Sarana air bersih adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang

    menyediakan dan mendistribusikan air tersebut kepada masyarakat. Sarana air bersih

    harus memenuhi persyaratan kesehatan, agar tidak mengalami pencemaran sehingga

  • 24

    dapat diperoleh kualitas air yang baik sesuai dengan standar kesehatan. Ada berbagai

    jenis sarana air bersih yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

    sehari-hari, seperti sumur gali (SGL), sumur pompa tangan (SPT), perpipaan, dan

    penampungan air hujan (PAH). (Depkes RI, 1977 dalam Marjuki, 2008)

    Sumur Gali (SGL)

    Pengertian dari sumur gali adalah salah satu jenis sarana penyediaan air

    bersih yang dibuat dengan cara menggali tanah sampai pada kedalaman tertentu

    sampai keluar mata airnya. Pernyataan teknis sumur gali dari segi kesehatan

    (Depkes RI Dirjen PPM & PLP, 1995) adalah:

    1) Apabila letak sumber pencemaran lebih tinggi dari sumur gali, maka jarak

    minimal sumur gali terhadap sumber pencemaran adalah 11 meter, jika letak

    sumber pencemaran sama atau lebih rendah dari sumur gali maka jarak

    minimal sumur gali tersebut adalah 9 meter, yang termasuk sumber

    pencemaran adalah: jamban, air kotor atau comberan, tempat pembuangan

    sampah, kandang ternak, dan sumur saluran resapan.

    2) Lantai harus kedap air minimal 1 meter dari sumur, tidak retak atau bocor

    mudah dibersihkan, dan tidak tergenang air (kemiringan 1-5%).

    3) Saluran pembuangan air limbah harus kedap air, tidak menimbulkan

    genangan, dan kemiringan minimal 2%.

    4) Tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai terbuat dari bahan yang kuat

    dan rapat air.

    5) Dinding sumur minimal sedalam 3 meter dari permukaan tanah, dibuat dari

    bahan kedap air dan kuat.

  • 25

    6) Jika pengambilan air dengan timba harus ada timba khusus. Untuk mencegah

    pencemaran, timba harus selalu digantung dan tidak boleh diletakkan di

    lantai.

    Sumur Pompa Tangan (SPT)

    Sumur pompa tangan terdiri dari sumur pompa tangan dangkal, sedang,

    dan dalam. Adapun persyaratannya adalah sebagai berikut:

    1. Jarak SPT minimal 11 meter dari sumber pencemar, seperti jamban, air

    kotor/comberan, tempat pembuangan sampah, kandang ternak, dan lain-lain.

    2. Lantai harus kedap air, minimal 1 meter dari sumur, tidak retak/bocor, mudah

    dibersihkan, dan tidak tergenang air dengan kemiringan antara 1% sampai

    5%.

    3. Saluran pembuangan air limbah (SPAL) harus kedap air, tidak menimbulkan

    genangan. Panjang SPAL dengan sumur resapan minimal 11 meter dengan

    kemiringan minimal 2%.

    4. Pipa penghisap dilindungi dengan casing atau coran rapat air sekurang-

    kurangnya 3 meter dari permukaan tanah.

    5. Ujung pipa bawah saringan dipasang dop, bagian luar saringan diberi kerikil

    sebesar biji jagung yang berukuran kurang lebih 2,5 meter. Pada bagian

    pompa, klep, dan karet penghisap harus bekerja dengan baik agar tidak

    memerlukan air pancingan, serta dudukan pompa harus kuat, rapat air, dan

    tidak retak.

    Perpipaan

    Adapun syarat perpipaan yang baik adalah sebagai berikut:

  • 26

    1) Sumber air baku harus diolah terlebih dahulu sebelum didistribusikan.

    2) Pipa yang baik harus tidak melarut dalam air atau tidak mengandung bahan

    kimia yang dapat membahayakan kesehatan dan angka kebocoran pipa tidak

    lebih dari 5%. Pemasangan pipa tidak boleh terendam dalam air kotor atau air

    sungai. Bak penampungan harus rapat air dan tidak dapat dicemari oleh

    sumber pencemar serta pengambilan air melalui sarana perpipaan harus

    melalui kran.

    Sedangkan untuk kran umum, lantai mudah dibersihkan dan harus kedap

    air, luas lantai minimal 1m2, tidak tergenang air, dan kemiringan lantai 1-5%.

    Tinggi kran minimal 50-70 cm dari lantai. Kran umum dilengkapi dengan

    saluran pembuangan air limbah (SPAL) rapat air, kemiringan minimal 2%, air

    buangan disalurkan ke sumur/saluran resapan atau saluran sumur lainnya.

    Menurut Mann, H.T (1993), bahan pipa yang biasa digunakan untuk

    pendistribusian air adalah:

    a. Pipa Baja

    Sekarang ini banyak terdapat pipa baja, baik pipa baja hitam maupun yang

    disepuh dengan diameternya berkisar antara 10 sampai 150 mm (1/2 sampai

    6 inchi). Pipa yang disepuh kualitasnya lebih baik, karena tahan terhadap

    karat.

    b. Pipa Besi

    Terdapat pipa besi berukuran antara 75 sampai dengan 150 mm (3 sampai 6

    inchi), tetapi pipa besi ini lebih tahan karat dibandingkan dengan baja.

    c. Pipa Asbes

  • 27

    Pipa ini mempunyai ukuran yang hampir sama dengan pipa besi, tetapi pipa

    asbes lebih tahan karat dibandingkan dengan pipa besi.

    d. Pipa PVC

    Biasanya berdiameter antara 50 sampai 150 mm (2 sampai 6 inchi) atau

    lebih. Pipa ini ringan dan tahan karat.

    e. Pipa Polythene

    Biasanya berdiameter antara 10 sampai 75 mm (1/2 sampai 3 inchi),

    merupakan pipa yang paling baik digunakan untuk pipa bor. Mempunyai

    beberapa keunggulan, yaitu murah, ringan, dan jarang terjadi kebocoran.

    Kelemahannya adalah tidak tahan terhadap gigitan tikus.

    Penampungan Air Hujan (PAH)

    Persyaratan sarana air bersih berupa penampungan air hujan adalah

    sebagai berikut:

    a. Talang air yang masuk ke bak PAH harus dapat diatur posisinya agar air

    hujan pada 5 menit pertama tidak masuk ke dalam bak.

    b. Tinggi bak saringan minimal 40 cm, terbuat dari bahan yang kuat dan rapat

    nyamuk, susunan saringan terdiri dari pasir dan ijuk.

    c. Pipa peluap (over flow) harus dipasang kawat kassa rapat nyamuk.

    d. Tinggi kran dari lantai 50-60 cm, lantai bak pengambilan berfungsi sebagai

    resapan dengan susunan batu, pasir setebal minimal 0,6 dari lantai (volume

    0,6 x 0,6 x 0,6 m3).

    e. Kemiringan lantai bak PAH mengarah ke pipa penguras dan mudah

    dibersihkan (tidak terdapat sudut mati).

  • 28

    f. Untuk meningkatkan mineral, air hujan dialirkan pada saringan pasir, dan

    untuk meningkatkan pH ditambahkan kapur.

    Hasil penelitian Septian Bumulo (2012) menunjukkan bahwa responden yang

    sarana penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat dan tidak diare yaitu sebanyak

    79 responden (52,7%), hal ini dikarenakan walaupun air yang dikonsumsi tidak

    memenuhi syarat penyediaan air bersih namun untuk keperluan minum, responden

    terlebih dahulu memasak airnya hingga mendidih dan sebagian besar responden

    selalu menampung air untuk keperluan minum dan memasak dalam wadah tertutup

    sehinga sedikit kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab

    kejadian diare.

    Di samping itu diperoleh sebanyak 32 responden (29,4%) yang sarana

    penyediaan air bersih memenuhi syarat namun menyebabkan diare. Hal ini

    dikarenakan sebagian responden masih ada yang menampung air untuk keperluan

    minum dan memasak dalam wadah terbuka dan masih banyak pula yang jarak

    jamban keluarga dengan sumber air bersihnya kurang dari 10 meter sehingga besar

    kemungkinan untuk terkontaminasi dengan bakteri penyebab kejadian diare.

    b) Perilaku Ibu

    Perilaku merupakan cerminan dari sikap, hasil distribusi frekuensi sikap yang

    baik atau positif, sikap yang positif maka perilaku yang dilaksanakan kearah positif

    atau baik.

    Menurut teori Green et al (1999) dalam Notoatmodjo (2003), kesehatan

    individu dan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor perilaku dan

  • 29

    faktor-faktor di luar perilaku (non-perilaku). Faktor perilaku ditentukan oleh tiga

    faktor; yaitu faktor predisposisi adalah faktor yang mencakup pengetahuan, sikap,

    keyakinan, nilai, dan persepsi seseorang atau kelompok untuk bertindak; lalu faktor

    pemungkin (enabling factor) yaitu berbagai keterampilan dan sumber daya yang

    diperlukan untuk melakukan perilaku kesehatan; dan faktor perilaku yang terakhir

    adalah faktor penguat (reinforcing factor) adalah faktor yang menentukan tindakan

    kesehatan memperoleh dukungan atau tidak.

    Menurut Becker (1979) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku

    kesehatan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang

    dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan-tindakan

    untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan

    sebagainya.

    Menurut Depkes RI (2005), perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran

    kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut:

    1. Memasak Air

    Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan

    yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Kep.Men.Kes RI

    No. 907/Menkes/SK/VII/2002). Air untuk minum harus diolah terlebih dahulu

    dan wadah air harus bersih dan tertutup. Air yang tidak dikelola dengan standar

    pengelolaan air minum rumah tangga (PAM-RT) dapat menimbulkan penyakit

    (Dirjend P2PL, 2008).

    Salah satu bentuk pengolahan air minum rumah tangga yang sederhana dan

    sering digunakan adalah dengan cara memasak. Memasak merupakan proses

  • 30

    mematikan mikroorganisme (virus, bakteri, spora bakteri, jamur protozoa)

    penyebab penyakit dengan cara pemanasan (Depkes RI, 2008).

    2. Penggunaan Jamban

    Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko

    terhadap penyakit diare. Jamban adalah tempat pembuangan kotoran manusia

    adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus

    dikeluarkan dari dalam tubuh (Notoatmodjo, 2007). Menurut Notoatmodjo

    (2003), suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan, apabila memenuhi

    persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

    Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut

    Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya

    Tidak mengotori air tanah di sekitarnya

    Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak, dan binatang-

    binatang lainnya

    Tidak menimbulkan bau

    Mudah digunakan dan dipelihara

    Sederhana desainnya

    Murah

    Dapat diterima oleh pemakainya

    Tempat pembuangan tinja adalah sarana yang digunakan untuk buang air

    besar dan tempat pembuangan akhir tinja yang digunakan keluarga sehari-hari

  • 31

    (MDGs, 2010). Menurut Entjang (2000), macam-macam kakus atau tempat

    pembuangan tinja, yaitu:

    Pit-privy (Cubluk/Jamban Cemplung)

    Kakus ini dibuat dengan jalan membuat lubang ke dalam tanah dengan

    diameter 80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Dindingnya diperkuat dengan batu

    atau bata, dan dapat ditembok ataupun tidak agar tidak mudah ambruk. Lama

    pemakaiannya antara 5-15 tahun. Bila permukaan penampungan tinja sudah

    mencapai kurang lebih 50 cm dari permukaan tanah, dianggap cubluk sudah

    penuh. Cubluk yang penuh ditimbun dengan tanah. Ditunggu 9-12 bulan.

    Isinya digali kembali untuk pupuk, sedangkan lubangnya dapat dipergunakan

    kembali.

    Jamban air (Water latrine)

    Jamban ini terdiri dari bak yang kedap air, diisi air di dalam tanah sebagai

    tempat pembuangan tinja. Proses pembusukkannya sama seperti pembusukan

    tinja dalam air kali. Untuk kakus ini, agar berfungsi dengan baik, perlu

    pemasukan air setiap hari, baik sedang dipergunakan atau tidak.

    Jamban leher angsa (Angsa latrine)

    Jamban jenis ini merupakan jamban yang paling memenuhi persyaratan. Oleh

    sebab itu cara pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Pada kakus

    ini closetnya berbentuk leher angsa, sehingga akan selalu terisi air. Fungsi air

    ini gunanya sebagai sumbat, sehingga bau busuk dari cubluk tidak tercium di

    ruangan rumah kakus.

    Jamban bor (Bored hole latrine)

  • 32

    Tipe ini sama dengan jamban cemplung hanya ukurannya lebih kecil karena

    untuk pemakaian yang tidak lama, misalnya untuk perkampungan sementara.

    Kerugiannya bila air permukaan banyak mudah terjadi pengotoran tanah

    permukaan (meluap).

    Jamban keranjang (Bucket latrine)

    Tinja ditampung dalam ember atau bejana lain dan kemudian dibuang di

    tempat lain, misalnya untuk penderita yang tak dapat meninggalkan tempat

    tidur. Sistem jamban keranjang biasanya menarik lalat dalam jumlah besar,

    tidak di lokasi jambannya, tetapi di sepanjang perjalanan ke tempat

    pembuangan. Penggunaan jenis jamban ini biasanya menimbulkan bau.

    Jamban parit (Trench latrine)

    Dibuat lubang dalam tanah sedalam 30-40 cm untuk tempat defaecatie.

    Tanah galiannya dipakai untuk menimbunnya. Penggunaan jamban parit

    sering mengakibatkan pelanggaran standar dasar sanitasi, terutama yang

    berhubungan dengan pencegahan pencemaran tanah, pemberantasan lalat,

    dan pencegahan pencapaian tinja oleh hewan.

    Jamban empang / gantung (Overhung latrine)

    Jamban ini semacam rumah-rumahan dibuat di atas kolam, selokan, kali,

    rawa dan sebagainya. Kerugiannya mengotori air permukaan sehingga bibit

    penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar kemana-mana dengan air

    yang dapat menimbulkan wabah

    Chemical toilet (Chemical closet)

  • 33

    Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi kaustik soda sehingga

    dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya dipergunakan dalam kendaraan

    umum, misalnya pesawat udara atau kereta api. Dapat pula digunakan dalam

    rumah sebagai pembersih tidak dipergunakan air, tetapi dengan kertas (toilet

    paper).

    Berdasarkan hasil penelitian Wibowo (2004), jenis tempat pembuangan tinja

    yang terbanyak digunakan pada kelompok kasus adalah jenis leher angsa

    (68,3%), sedangkan 7,9% menggunakan jenis plengsengan dan 23,8% tidak

    memiliki jamban. Lalu Wibowo (dalam Wulandari 2009:19) menjelaskan bahwa

    tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan

    meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak balita sebesar dua kali lipat

    dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang tinjanya

    yang memenuhi syarat sanitasi.

    Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Zubir (2006) tentang

    faktor-faktor risiko kejadian diare akut pada anak 0-35 bulan (Batita) di

    Kabupaten Bantul, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tempat

    pembuangan tinja mempengaruhi terjadinya diare akut dengan nilai p < 0,05,

    (OR) = 1,24.

    3. Kebiasaan Cuci Tangan

    Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting

    dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan

    sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

  • 34

    menyuapi makan anak, dan sesudah makan mempunyai dampak dalam kejadian

    diare (Depkes, 2005).

    Hal ini didukung oleh hasil penelitian Riki N.P (2013) yang menunjukkan

    bahwa ada hubungan antara mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi

    anak makan dengan kejadian diare pada balita dimana nilai p.value = 0,015.

    Hasil penelitian Anup K.C. (2012) juga menyatakan bahwa ada hubungan

    antara mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah melakukan kegiatan

    (menyiapkan makanan, pada saat makan, menyuapi anak, selesai bekerja, dan

    selesai memandikan anak) dimana hanya 2% anak-anak ditemukan terinfeksi

    diare yang orang tuanya mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah

    melakukan kegiatan sedangkan 26 (20,5%) anak-anak ditemukan terinfeksi diare

    karena orang tuanya tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum/sesudah

    melakukan kegiatan.

    4. Pemberian ASI Eksklusif

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012, ASI (Air Susu Ibu)

    eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6

    (enam) bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau

    minuman lain.

    Menurut Depkes (2005), ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare.

    ASI Eksklusif harus diberikan secara penuh selama 4 sampai 6 bulan. Pada bayi

    yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita diare lebih besar dari pada bayi

    yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih

  • 35

    besar. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya

    lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai

    dengan susu formula.

    Hal ini didukung pula dengan hasil penelitian Karki T, dkk (2010) bahwa

    balita yang mengkonsumsi susu formula selama 6 bulan di awal kelahiran

    memiliki 26,32% terkena diare dengan resiko terkena diare 1,95 kali

    dibandingkan dengan balita yang mengkonsumsi ASI eksklusif.

    5. Pemberian Imunisasi Campak

    Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi

    campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu segera memberikan anak

    imunisasi campak setelah berumur 9 bulan. Imunisasi campak adalah suatu

    keadaan tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin

    campak dalam tubuh bayi usia antara 9 sampai 11 bulan dan pada usia 6 sampai

    7 tahun.

    Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang

    menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh

    penderita (Depkes, 2005).

    Hal penelitian Olyfta A. (2010) menyebutkan bahwa ada hubungan yang

    signifikan antara imunisasi campak dengan kejadian diare pada balita yang tidak

    mendapatkan imunisasi campak akan beresiko 5,4 kali terkena diare daripada

    balita yang mendapatkan imunisasi campak.

  • 36

    6. Penggunaan Botol Susu

    Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol

    susu susah dibersihkan. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya

    menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi

    buruk. (Depkes, 2005)

    Hasil penelitian Wibowo, dkk (2004) menyebutan bahwa adanya hubungan

    yang signifikan antara proses pencucian botol susu dengan kejadian diare pada

    balita yang mengkonsumsi susu formula. Hal ini dikarenakan dari hasil

    pengamatan selama satu bulan, proses pencucian botol susu yang dilakukan oleh

    para ibu hanya sebesar 43% yang memenuhi syarat, sedangkan sisanya masih

    kurang benar.

  • 37

    2.3 Kerangka Teori

    Berdasarkan teori dan penelitian di atas, maka diperoleh kerangka teori sebagai

    berikut:

    Bagan 2.1. Kerangka Teori

    Modifikasi teori dan penelitian dari Septian Bumolo (2012), Notoatmodjo (2003),

    Depkes RI (2005), Depkes RI (2008), Zubir (2006), Karti T (2010), Riki N.P (2013),

    Anup K.C (2012), dan Olyfta A. (2010)

    Sarana Sanitasi Air Bersih

    Perilaku Ibu

    Memasak Air

    Penggunaan Jamban

    Kebiasaan Cuci Tangan

    Pemberian ASI Eksklusif

    Pemberian Imunisasi Campak

    Penggunaan Botol Susu

    Kejadian Diare Pada

    Balita

  • 38

    BAB III

    KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN

    HIPOTESIS

    3.1 Kerangka Konsep

    Kerangka konsep pada penelitian ini mengacu pada modifikasi teori dan

    penelitian dari Septian Bumolo (2012), Notoatmodjo (2003), Depkes RI (2005), Depkes

    RI (2008), Zubir (2006), Karti T (2010), Riki N.P (2013), Anup K.C (2012), dan Olyfta

    A. (2010). Berdasarkan teori dan penelitian yang ada, faktor yang dapat menyebabkan

    terjadinya diare pada balita, yaitu sarana air bersih dan perilaku ibu seperti memasak air,

    penggunaan jamban, kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI eksklusif, pemberian

    imunisasi campak, dan penggunaan botol susu.

    Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu variabel

    penggunaan botol susu, variabel pemberian ASI eksklusif dan variabel pemberian

    imunisasi campak. Hal ini dikarenakan peneliti hanya ingin meneliti variabel-variabel

    lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare.

    Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas

    (independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah sarana

    sanitasi air bersih dan perilaku pengguna ibu, yaitu memasak air, penggunaan jamban,

    dan kebiasaan cuci tangan, sedangkan variabel dependen yaitu kejadian diare pada

    balita.

  • 39

    Hubungan antara variabel dependen dan variabel independen tersebut dapat

    dilihat pada bagan 3.1 sebagai berikut:

    Bagan 3.1

    Kerangka Konsep

    Variabel Independen Variabel Dependen

    Kejadian Diare

    Pada Balita

    Sarana Sanitasi Air Bersih

    Kebiasaan Cuci Tangan

    Memasak Air

    Penggunaan Jamban

  • 40

    3.2 Definisi Operasional

    Tabel 3.1

    Definisi Operasional

    Variabel

    Dependent

    Definisi Cara

    Ukur

    Alat Ukur Hasil Skala

    Diare Pada Balita Suatu keadaan dimana balita pada umur 10-59

    bulan mengalami buang air besar lembek dan

    cair atau dapat berupa air saja yang

    frekuensinya lebih sering dari biasanya

    (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari)

    Wawancara Kuesioner 1. Diare, jika:

    Balita mengalami

    mencret-mencret, > 3 kali

    sehari, dan bentuk kotoran

    lembek atau cair atau

    berupa air saja

    2. Tidak diare, jika:

    Balita tidak mengalami

    mencret-mencret, 3 kali

    sehari, dan bentuk kotoran

    seperti biasa

    Ordinal

    Variabel

    Independent

    Definisi Cara

    Ukur

    Alat Ukur Hasil Skala

    Sarana Sanitasi Air

    Bersih

    Bangunan beserta peralatan dan

    perlengkapannya yang menyediakan dan

    Wawancara &

    Observasi

    Wawancara

    & Lembar

    1. Tidak memenuhi syarat

    kesehatan, jika skor yang

    Ordinal

  • 41

    mendistribusikan air bersih yang memenuhi

    syarat kesehatan

    Observasi didapatkan dari hasil

    observasi pada masing-

    masing SAB adalah:

    SGL: 6

    SP: 6

    PDAM: 2

    2. Memenuhi syarat

    kesehatan, jika skor yang

    didapatkan dari hasil

    observasi pada masing-

    masing SAB adalah:

    SGL: 5

    SP: 5

    PDAM: 1

    Perilaku Pengguna Air Bersih

    Memasak Air Proses mematikan mikroorganisme (virus,

    bakteri, spora bakteri, jamur protozoa)

    penyebab penyakit dengan cara pemanasan

    sampai mendidih

    Wawancara Kuesioner 1. Tidak, jika tidak memasak

    air sampai mendidih

    sebelum dikonsumsi

    2. Ya, jika memasak air

    sampai mendidih sebelum

    dikonsumsi

    Ordinal

  • 42

    Penggunaan Jamban Sarana atau tempat untuk buang air besar dan

    tempat pembuangan akhir tinja yang

    memenuhi syarat jamban sehat, contohnya

    jamban leher angsa

    Wawancara &

    Observasi

    Wawancara

    & Lembar

    Obsservasi

    1. Tidak memenuhi syarat

    jamban sehat, jika skor

    yang didapatkan dari hasil

    observasi adalah 1

    2. Memenuhi syarat jamban

    sehat, jika menggunakan

    jamban leher angsa dan

    skor yang didapatkan dari

    hasil observasi adalah 0

    Ordinal

    Kebiasaan Cuci

    Tangan

    Kebiasaan yang berhubungan dengan

    kebersihan perorangan untuk mencuci tangan

    dengan sabun sebelum atau sesudah

    melakukan kegiatan

    Wawancara Kuesioner 1. Tidak, jika tidak mencuci

    tangan dengan sabun

    sebelum/sesudah

    melakukan kegiatan

    2. Ya, jika mencuci tangan

    dengan sabun

    sebelum/sesudah

    melakukan kegiatan

    Ordinal

  • 43

    3.3 Hipotesis Penelitian

    1. Ada hubungan antara sarana sanitasi air bersih dengan kejadian diare pada balita

    umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan tahun 2013.

    2. Ada hubungan antara perilaku memasak air dengan kejadian diare pada balita

    umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan tahun 2013.

    3. Ada hubungan antara perilaku penggunaan jamban dengan kejadian diare pada

    balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan tahun 2013.

    4. Ada hubungan antara perilaku kebiasaan cuci tangan dengan kejadian diare pada

    balita umur 10-59 bulan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota

    Tangerang Selatan tahun 2013.

  • 44

    BAB IV

    METODOLOGI PENELITIAN

    4.1 Rancangan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan bentuk desain studi

    cross sectional, dimana variabel independen dan variabel dependen diamati pada waktu

    yang bersamaan (satu waktu). Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan,

    sederhana, menghemat waktu, dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Notoatmodjo,

    2010).

    Variabel Independen dalam penelitian ini adalah sarana sanitasi air bersih dan

    perilaku ibu yang terdiri dari memasak air, penggunaan jamban, dan kebiasaan cuci

    tangan. Sedangkan variabel dependen yaitu kejadian diare pada balita.

    4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu

    Kota Tangerang Selatan dan untuk waktu penelitiannya dilaksanakan pada bulan Januari

    - Februari 2014.

    4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

    4.3.1 Populasi

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita usia 1059 bulan yang

    berada di wilayah Puskesmas Keranggan Kecamatan Setu Kota Tangerang

    Selatan.

  • 45

    4.3.2 Sampel

    Sampel dalam penelitian ini adalah balita umur 10-59 bulan, sedangkan

    untuk respondennya adalah ibu dari balita. Dalam pengambilan sampel

    digunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi karena untuk mengetahui

    suatu hubungan di setiap variabelnya. Rumus ujinya adalah: (Ariawan, 1998)

    Keterangan:

    n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

    P1 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok

    tertentu

    P2 : Proporsi kejadian pada salah satu partisipasi pada kelompok

    tertentu

    P : Rata-rata proporsi ((P1+P2)/2)

    Z1-/2 : derajat kemaknaan, pada dua sisi (two tail) yaitu sebesar 5 % =

    1.96

    Z1- : Kekuatan uji 1-, yaitu sebesar 95%

    Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian

    terdahulu dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi yang

    kemudian diperoleh hasil seperti pada tabel 4.1 berikut:

  • 46

    Tabel 4.1

    Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi

    Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu

    Variabel Diketahui p Sampel Total

    Sarana Penyediaan Air Bersih

    (Septian B., 2012)

    P1 = 0,473

    P2 = 0,294

    0,3835 115 x 2 = 230

    Penggunaan Jamban

    (Septian B., 2012)

    P1 = 0,511

    P2 = 0,270

    0,3905 64 x 2 = 128

    Kebiasaan Cuci Tangan

    (Anup K.C, 2012)

    P1 = 0,205

    P2 = 0,02

    0,1125 45 x 2 = 90

    Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas didapatkan

    jumlah sampel minimal sebanyak 45 responden, karena besar sampel yang

    digunakan adalah uji hipotesis beda dua proporsi, sehingga jumlah sampel

    dikalikan dua menjadi 90 responden (P1 = proporsi hubungan kebiasaan cuci

    tangan tidak memenuhi syarat dengan kejadian diare dan P2 = proporsi

    hubungan kebiasaan cuci tangan yang memenuhi syarat dengan kejadian

    diare). Penentuan besar sampel yang berjumlah 90 responden didasarkan pada

    penyesuaian terhadap waktu, tenaga, dan biaya.

    4.3.3 Teknik Sampling

    Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

    cluster random sampling, sehingga perlu memperhatikan efek desain. Efek

    desain umum yang digunakan dalam cluster random sampling berkisar 2 dan

    4 (Ariawan, 1998). Untuk menentukan lokasi dan elemen sampel terpilih

  • 47

    digunakan cluster random sampling pada tingkat Kelurahan dengan sampling

    frame Kelurahan dan sampling frame sampel, berikut langkah-langkahnya:

    1. Wilayah Puskesmas Keranggan terdiri dari 2 Kelurahan, yaitu Kelurahan

    Keranggan dan Kademangan. Dari 2 Kelurahan, ditentukan ada berapa

    banyak posyandu pada masing-masing Kelurahan. Kemudian dari

    posyandu tersebut dibuat sampling frame posyandu.

    2. Sampling frame posyandu dari masing-masing Kelurahan tersebut

    kemudian dibagi secara proporsional, dimana tiap Kelurahan masing-

    masing memilih 3 posyandu secara acak. (Gambar 4.1)

    3. Setelah terpilih 3 posyandu secara acak di masing-masing Kelurahan,

    maka dibagi lagi secara proporsional, dimana tiap posyandu menentukan

    15 sampel secara acak. (Gambar 4.2)

    4. Setelah diperoleh jumlah sampel pada masing-masing posyandu,

    kemudian secara acak sederhana terpilihlah sampel yang akan diambil.

    Wilayah Puskesmas Keranggan

    Keranggan Kademangan

    M

    a

    w

    a

    r

    C

    e

    m

    p

    a

    k

    a

    K

    e

    n

    a

    r

    i

    F

    l

    a

    m

    b

    o

    y

    a

    n

    D

    a

    h

    l

    i

    a

    M

    e

    l

    a

    t

    i

    B

    e

    r

    i

    n

    g

    i

    n

    M

    a

    t

    a

    h

    a

    r

    i

    T

    e

    r

    a

    t

    a

    i

    A

    n

    g

    g

    r

    e

    k

    S

    a

    k

    u

    r

    a

    T

    e

    r

    a

    t

    a

    i

    M

    a

    w

    a

    r

    A

    s

    o

    k

    a

    M

    e

    l

    a

    t

    i

    C

    e

    m

    p

    a

    k

    a

    K

    e

    n

    a

    n

    g

    a

    P

    r

    o

    t

    o

    n

    i

    t

    a

    A

    s

    t

    e

    r

  • 48

    Bagan 4.1

    Sampling Frame Posyandu Dalam Penentuan Posyandu Sebagai Lokasi Penelitian

    Bagan 4.2

    Sampling Frame Sampel Dalam Penentuan Sampel Penelitian

    4.4 Instrumen Penelitian dan Pengumpulan Data

    4.4.1 Instrumen Penelitian

    a. Uji Coba Kuesioner

    Kuesioner yang akan digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba. Dari

    hasil uji coba, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas pada

    pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner hasil uji coba tersebut. Selanjutnya

    dilakukan revisi terhadap kuesioner tersebut. Uji coba kuesioner tersebut

    dilakukan kepada 10 responden dengan karakteristik sama, namun di lokasi

    yang berbeda dengan lokasi penelitian untuk menghindari terpilihnya

    kembali responden sebagai responden penelitian.

    Keranggan Kademangan

    Dahlia Cempaka Anggrek Beringin Mawar Kenanga

    15 15 15 15 15 15

  • 49

    b. Kuesioner

    Kuesioner dalam penelitian ini mencakup beberapa item pertanyaan

    mengenai perilaku memasak air, kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI

    eksklusif, dan pemberian imunisasi campak, serta lembar observasi

    mengenai sarana sanitasi air bersih yang digunakan dan penggunaan

    jamban.

    4.4.2 Pengumpulan Data

    Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

    data primer dan data sekunder:

    a. Data Primer

    Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara

    menggunakan kuesioner dan observasi langsung kepada responden

    mengenai sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu terhadap kejadian

    diare.

    Variabel yang terdapat di kuesioner adalah variabel memasak air,

    kebiasaan cuci tangan, pemberian ASI eksklusif, dan pemberian

    imunisasi campak. Sedangkan, variabel yang dilakukan dengan

    observasi adalah variabel sarana sanitasi air bersih dan penggunaan

    jamban.

    b. Data Sekunder

    Data yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti hasil penelitian

    terdahulu, hasil studi pustaka, laporan serta dokumen dari berbagai

  • 50

    instansi yang berhubungan dengan topik yang dikaji, seperti Dinas

    Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Puskesmas Keranggan, Kecamatan

    Setu dan beberapa Kelurahan di wilayah Puskesmas Keranggan. .

    4.5 Pengolahan Data

    Dalam proses pengolahan data, ada beberapa kegiatan yang dilakukan peneliti,

    yaitu:

    1. Editing, merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir atau

    kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan

    konsekuen.

    2. Coding, merupakan kegiatan untuk merubah data berbentuk huruf menjadi data

    berbentuk angka/bilangan.

    Diare pada balita Diare

    Tidak diare

    [1]

    [2]

    Sarana Sanitasi Air

    Bersih

    Tidak memenuhi syarat

    kesehatan

    Memenuhi syarat kesehatan

    [1]

    [2]

    Memasak Air Tidak

    Ya,

    [1]

    [2]

    Penggunaan Jamban Tidak memenuhi syarat

    jamban sehat

    Memenuhi syarat jamban

    sehat

    [1]

    [2]

  • 51

    Kebiasaan Cuci

    Tangan

    Tidak

    Ya

    [1]

    [2]

    3. Processing, pemprosesan dilakukan dengan cara mengentri data dari kuesioner ke

    komputer dengan paket program komputer.

    4. Cleaning, merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entri, apakah

    ada kesalahan atau tidak.

    5. Manajemen data, proses memanipulasi atau merubah bentuk data dari bentuk

    numerik ke bentuk kategorik.

    6. Analisis data, proses pengolahan data serta menyusun hasil yang akan dilaporkan.

    (Depkes, 2004)

    4.6 Analisis Data

    Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan program SPSS.

    Analisis data meliputi:

    1. Analisis Univariat

    Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan distribusi frekuensi masing-

    masing variabel, baik variabel bebas (sarana sanitasi air bersih dan perilaku ibu),

    variable terikat (kejadian diare pada balita umur 10-59 bulan) maupun deskripsi

    karakteristik responden.

    Fungsi analisis univariat sebenarnya adalah menyederhanakan atau meringkas

    kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut

    berubah menjadi informasi yang berguna. Peringkasan tersebut berupa ukuran-

    ukuran statistik, tabel dan juga grafik. (Hastono, 2007)

  • 52

    2. Analisis Bivariat

    Analisis bivariat dilakukan dengan