Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

24
TUGAS PRESENTASI KASUS “TONSILITIS KRONIS EKSASERBASI AKUT” Pembimbing dr.Anton Budi Dharmawan,Sp.THT,M.Kes dr.Supriyo, Sp.THT Disusun Oleh: Rostikawaty Azizah G1A009022 JURUSAN KEDOKTERAN

description

tonsilitis kronis eksaserbasi akut

Transcript of Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

Page 1: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

TUGAS PRESENTASI KASUS

“TONSILITIS KRONIS EKSASERBASI AKUT”

Pembimbingdr.Anton Budi Dharmawan,Sp.THT,M.Kes

dr.Supriyo, Sp.THT

Disusun Oleh:Rostikawaty Azizah

G1A009022

JURUSAN KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO

2012

Page 2: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRESENTASI KASUS

“TONSILITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT”

Diajukan sebagai syarat untuk melanjutkan proses pembelajaran

Blok Early Clinical and Community Exposure III

Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan

Universitas Jenderal Soedirman

Disahkan dan dipresentasikan

di Bagian Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan

pada tanggal 18 Desember 2012

Pembimbing,

dr.Anton Budi Dharmawan,Sp.THT,M.KesNIP. 197403232005011001

Page 3: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

I. PENDAHULUAN

Salah satu penyakit yang paling sering berulang pada bagian tenggorok

adalah tonsillitis kronis terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan

peradangan pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidakesuaian pemberian

antibiotik pada penderita Tonsilitis Akut. Ketidaktepatan terapi antibiotik pada

penderita Tonsilitis Akut akan merubah mikroflora pada tonsil, merubah struktur

pada kripta tonsil, dan adanya infeksi virus menjadi faktor predisposisi bahkan

faktor penyebab terjadinya Tonsilitis Kronis (Dias et all, 2009; Kurien et all,

2003).

Tonsilitis kronik pada anak mungkin disebabkan karena anak sering

menderita ISPA atau karena tonsilitis akut yang tidak diterapi adekuat atau

dibiarkan (Ventri, 1994) Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7

provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi

setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8% (Suwento, 2001).

Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok

atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan

menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang. Pada tonsilitis kronik hipertrofi

dapat menyebabkan apnea obstruksi saat tidur; gejala yang umum pada anak

adalah mendengkur, sering mengantuk, gelisah, perhatian berkurang dan prestasi

belajar yang kurang baik (Lipton, 2002)

Page 4: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi

pada tonsila palatina yang menetap . Tonsilitis Kronis disebabkan oleh

serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang

permanen pada tonsil. Organisme patogen dapat menetap untuk sementara

waktu ataupun untuk waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut

kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan (Colman,

2001).

Tonsilitis Kronis adalah peradangan kronis Tonsil setelah serangan

akut yang terjadi berulang-ulang atau infeksi subklinis. Tonsilitis berulang

terutama terjadi pada anak-anak dan diantara serangan tidak jarang tonsil

tampak sehat. Tetapi tidak jarang keadaan tonsil diluar serangan terlihat

membesar disertai dengan hiperemi ringan yang mengenai pilar anterior dan

apabila tonsil ditekan keluar detritus (Soepardi, 2001).

B. Etiologi dan Predisposisi

Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari

Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau

kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Pada pendería

Tonsilitis Kronis jenis kuman yang sering adalah Streptokokus beta

hemolitikus grup A (SBHGA). Selain itu terdapat Streptokokus pyogenes,

Streptokokus grup B, C, Adenovirus, Epstein Barr, bahkan virus Herpes.

Penelitian Abdulrahman AS, Kholeif LA, dan Beltagy di mesir tahun 2008

mendapatkan kuman patogen terbanyak di tonsil adalah Staphilokokus

aureus, Streptokokus beta hemolitikus grup A, E.coli dan Klebsiela. Dari

hasil penelitian Suyitno dan Sadeli kultur apusan tenggorok didapatkan

bakteri gram positif sebagai penyebab tersering Tonsilofaringitis Kronis yaitu

Streptokokus alfa kemudian diikuti Stafilokokus aureus, Streptokokus beta

hemolitikus grup A, Stafilokokus epidermidis dan kuman gram negatif berupa

Enterobakter, Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella dan E. coli (Dias, 2009).

Page 5: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

Selain itu, yang harus menjadi perhatian adalah factor predisposisi

timbulnya tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok,

beberapa jenis makanan, hygine mulut yang buruk, pengaruh cuaca,

kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat (Dedya,

2009).

C. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari tonsillitis kronik adalah (Dedya, 2009):

1. Penyakit-penyakit yang disertai dengan pembentukan pseudomembran

yang menutupi tonsil (tonsillitis membranosa)

a. Tonsillitis difteri

Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua

orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung

pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc

darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya

terbagi menjadi 3 golongan besar, umum, local dan gejala akibat

eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam

subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat

dan keluhan nyeri menelan. Gejala local yang tampak berupa tonsi

membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin

meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada

dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat

eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya

pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis,

pada saraf cranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan

otot pernafasan serta pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.

b. Angina Plaut Vincent (Stomatitis ulseromembranosa)

Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut,

gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah

dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membrane putih keabuan

di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa

Page 6: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

mulut dan faring hiperemis. Mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar

submandibula membesar.

c. Mononucleosis infeksiosa

Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membrane

semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan,

terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan region inguinal.

Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit mononucleosis dalam

jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien

untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul

Bunnel).

2. Penyakit Kronik Faring Granulomatus

a. Faringitis Tuberkulosa

Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien

buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien mengeluh nyeri hebat di

tenggorok, nyeri di telinga (Otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa

leher.

b. Faringitis Luetika

Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer,

sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi

superficial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele

dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar

tonsil.

c. Lepra

Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring

kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang

luas dan timbulnya jaringan ikat.

d. Aktinomikosis Faring

Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri,

bisa mengalami ulserasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat

mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superficial, dengan dasar

jaringan granulasi yang lunak.

Page 7: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

Penyakit-penyakit diatas, keluhan umumnya berhubungan dengan nyeri

tenggorok dan kesulitan menelan. Diagnosa pasti berdasarkan pada

pemeriksaan serologi, hapusan jaringan atau kultur, X-ray dan biopsy.

D. Patofisiologi

Patofisiologi tonsillitis yaitu :Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila

epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat

pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini

secara klinik tampak pada korpustonsil yang berisi bercak kuning yang

disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel

yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengandetritus disebut tonsillitis lakunaris,

bila bercak detritus berdekatan menjadi satumaka terjadi tonsillitis lakonaris.

Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu

(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses

radangberulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga

pada prosespenyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan

ini akanmengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang

akan diisi olehdetritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan

akhirnya timbulperlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada

anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula

(Lipton, 2002).

E. Penegakkan Diagnosis

1. Anamnesis

Penderita sering datang dengan keluhan rasa sakit pada tenggorok yang

terus menerus, sakit waktu menelan, nafas bau busuk, malaise, sakit pada

sendi, kadang-kadang ada demam dan nyeri pada leher, Pada anak, tonsil

yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat

menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi

hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat

menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah

mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis (nurjanna, 2011).

Page 8: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

Gejala tonsillitis kronis menurut Mawson (1977), dibagi menjadi : 1.)

gejala local, yang bervariasi dari rasa tidak enak di tenggorok, sakit

tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala sistemik, rasa tidak enak

badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan

persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis

folikularis kronis), udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa

kronis), tonsil fibrotic dan kecil (tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris

anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar limfe regional (Kurien,

2003).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan

yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus. Gambaran

klinis yang lain yang sering adalah ketika tonsil yang kecil, biasanya

membuat lekukan, tepinya hiperemis dan sejumlah kecil sekret purulen

yang tipis terlihat pada kripta. 

gambar 1.ukuran tonsil (Kurien 2003 )

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

Gambar 1. Ukuran onsil (Nurjanna, 2011)

Page 9: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak

permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi

menjadi :

a. TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat

b. T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

c. T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

d. T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

e. T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Tabel 1. Perbedaan tonsilitis (Nurjanna, 2011)

Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronis

Eksaserbasi akut

Tonsilitis Kronis

Hiperemis dan

edema

Hiperemis dan edema Memebesar/ mengecil

tapi tidak hiperemis

Kripte tak melebar Kripte melebar Kripte melebar

Detritus (+ / -) Detritus (+) Detritus (+)

Perlengketan (-) Perlengketan (+) Perlengketan (+)

Antibiotika,

analgetika,

obat kumur

Sembuhkan radangnya, Jika

perlu lakukan tonsilektomi 2

– 6 minggu

setelah peradangan tenang

Bila mengganggu

lakukan

Tonsilektomi

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat

diagnose tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi

(Lipton, 2002):

a. Leukosit ↑

b. Hemoglobin ↓

c. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas.

Dapat dilakukan kultur dan uji resistensi (sensitifitas) kuman dari

sediaan apus tonsil. Biakan swab sering menghasilkan beberapa macam

Page 10: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti Streptokokus

hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, atau Pneumokokus.

F. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

pemberian antibiotika sesuai kultur bermanfaat pada penderita

Tonsilitis Kronis Cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin

( terutama jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan

asam klavulanat ( jika bukan disebabkan mononukleosis) (Lipton, 2002).

2. Nonmedikamentosa

Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of

Otolaryngology – Head and Neck Surgery Clinical Indicators

Compendium tahun 1995 menetapkan (Nurjanna, 2011):

a. Serangan tonsillitis lebih dari 3 kali pertahun walaupun telah

mendapatkan terapi yang adekuat.

b. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan

gangguan pertumbuhan orofacial.

c. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan

jalan nafas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan

cor pulmonale.

d. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang

tidak hilang dengan pengobatan.

e. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.

f. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptokokus

beta hemolitikus.

g. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

h. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.

Indikasi relatif (Amarudin, 2005):

a. Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam

setahun meskipun dengan terapi yang adekuat

b. Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis

kronis tidak responsif terhadap terapi media

Page 11: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

c. Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus

yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase

d. Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

Kontra indikasi (Amarudin, 2005):

a. Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi

b. Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya

tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi

c. Infeksi saluran nafas atas yang berulang

d. Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak

terkontrol.

e. Celah pada palatum

3. Preventif

Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari

satu penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan

mencegah terpapar dari penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan

sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga untuk makan

tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan air

panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah

lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang – orang

yang merupakan karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka

untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain (Nurjanna, 2007).

G. Prognosis

Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan

pengobatan suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat

penderita tonsilitis lebih nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi

infeksi, antibiotika tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi

penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami

perbaikan dalam waktu yang singkat (Nurjanna, 2011).

Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita

mengalami infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi

yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus – kasus yang jarang,

Page 12: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik

atau pneumonia (Nurjanna, 2011).

H. Komplikasi

Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum

ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari

tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut

(Soepardi, 2001) :

Komplikasi sekitar tonsila   

a. Peritonsilitis

Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus

dan abses.

b. Abses Peritonsilar (Quinsy)

Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksi

berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus

kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.

c. Abses Parafaringeal ,Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui

aliran getah bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,

faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os

petrosus.

d. Abses Retrofaring

Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi

pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi

kelenjar limfe.

e. Kista Tonsil

Page 13: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan

fibrosa dan ini menimbulkan kista berupa tonjolan pada tonsil berwarna

putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.

f. Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)

Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan

tonsil yang  membentuk bahan keras seperti kapur.

Komplikasi Organ jauh

a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik

b. Glomerulonefritis

c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis

d. Psoriasiseritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura

e. Artritis dan fibrositis.

Page 14: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

III. KESIMPULAN

1. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis tonsilitis

kronis eksaserbasi akut.

2. Terapi pada pasien ini adalah dilakukannya tonsilektomi untuk mencegah

komplikasi lebih lanjut.

3. Prognosis pada pasien ini adalah bonam

Page 15: Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

DAFTAR PUSTAKA

Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi,

Cermin Dunia Kedokteran

Byron J., 2001. Laringology. Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd

Edition, New York : Lippincott Williams and Wilkins (CD-ROM).

Brodsky L, Poje C. Tonsilitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In: Bailey JB,

Johnson JT editors, Head and Neck Surgery Otolaryngology, Lippincott

Williams and Wilkins, Philadelpia. 2006 p.1183-98.

Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

Pada Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009.

Lipton AJ. Obstructive sleep apnea syndrome. 2002. E- medicine

Dias EP, Rocha ML, Calvalbo MO, Amorim LM. Detection of Epstein-Barr Virus

in Recurrent Tonsilitis. Brazil Journal Otolaryngology. 2009 .75(1); p.30-4.

Kurien M, Sheelan S, Fine Needle Aspiration In Chronic Tonsillitis ; Realiable

and Valid Diagnostic Test Juornal of Laryngology and Otlogy. 2003 Vol

117,pp 973 – 975

Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam

Malik Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository.

Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2001; 180-183

Suwento R. Epidemiologi Penyakit THT di 7 Propinsi. Kumpulan makalah dan

pedoman kesehatan telinga. Lokakarya THT Komunitas. PIT PERHATI-

KL, Palembang, 2001: 8-12.