Toga peningkatan dukungan kepercayaan produk lokal untuk kemandirian pengobatan keluarga
Click here to load reader
-
Upload
bayu-rizky-aditya -
Category
Documents
-
view
464 -
download
8
Transcript of Toga peningkatan dukungan kepercayaan produk lokal untuk kemandirian pengobatan keluarga
Bayu Rizky Aditya NIM (105030107111021) Fak. Ilmu Administrasi-Publik
TOGA Peningkatan Dukungan & Kepercayaan Produk Lokal Untuk Kemandirian Pengobatan
Keluarga
Menurut pembagian iklim dunia, wilayah yang berada di sekitar garis khatulistiwa
otomatis akan mengalami iklim tropis yang bersifat panas dan hanya memiliki dua musim yaitu
musim kemarau dan musim hujan (www.organisasi.org). Sedangkan negara Indonesia
termasuk kedalam iklim tropis, sehingga wilayah Indonesia menjadi panas dan mengundang
banyak curah hujan. Hal ini mengakibatkan Indonesia yang merupakan negara kepulauan
dengan luas 1.990.250 KM2 yaitu dari Sabang hingga Merauke, dan dari Mianggas sampai
pulau Rote akan terus subur lantaran setiap tahun selalu diguyur hujan dan disinari panasnya
matahari.
Oleh karena itu, Indonesia yang dapat dikatakan subur tersebut mengakibatkan
munculnya beragam Flora dan Fauna yang terdapat di Indonesia sejak dahulu kala.
Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia terdapat di
Indonesia (www.profaunan.net) serta kekayaan alam tumbuhan di Indonesia meliputi 30.000
jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, 940 jenis diantaranya merupakan
tumbuhan berkhasiat obat (jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di Asia)
(www.dephut.go.id) sehingga dapat dikatakan Indonesia sebagai negara megabiodiversity yang
kaya akan tanaman obat. Dari sekian banyaknya flora dan fauna yang ada di Indonesia, menjadi
sebuah kekayaan tersendiri yang tidak dimiliki oleh negara lain. Bahkan salah satu penyebab
penjajahan di Indonesia adalah karena beragamnya hasil kekayaan alam yang ada di Indonesia,
salah satunya adalah kekayaan akan rempah-rempah dan tanaman obat.
Begitu banyaknya kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia telah dimanfaatkan oleh
nenek moyang kita sebagai bahan kebutuhan sehari-hari seperti memasak dan juga bahan
pengobatan, bahkan pemanfaatan tanaman sebagai obat-obatan juga telah berlangsung sejak
ribuan tahun yang lalu. Tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan biasa kita sebut
sebagai TOGA (tanaman obat keluarga), tanaman hasil budidaya rumahan yang berkhasiat
sebagai obat. Tanaman obat keluarga pada prinsipnya merupakan sebidang tanah, baik di
halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang
berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan
(id.www.wikipedia.org).
Hal tersebut, sudah menjadi sebuah kearifan lokal yang telah dimiliki oleh nenek
moyang kita sejak dahulu, padahal ilmu pengetahuan akan obat-obatan dan berbagai macam
Bayu Rizky Aditya NIM (105030107111021) Fak. Ilmu Administrasi-Publik
penyakit belum mereka kenyam pada waktu itu yang disebakan oleh faktor ekonomi,
pendidikan masyarakat yang sangat rendah, para medis & dokter teramat langka karena hanya
berasal dari kalangan bangsawan tertentu. Mereka mendapatkan pengetahuan dan wawasan
mengenai manfaat tanaman-tanaman tersebut berkat percobaan dan kepercayaan akan
Animisme dan Dinamisme yang telah ada sejak dahulu kala.
Namun sekarang ini, kearifan yang telah dicontohkan oleh para leluhur kita hampir
terputus diakibatkan oleh eksistensi budaya barat yang berkembang begitu pesat, bahkan dalam
hal pengobatan, saat ini mereka menjadi salah satu kiblat pengobatan modern. Dengan
kemajuan dibidang teknologi, mereka telah menciptakan cara-cara pengobatan yang terbilang
efektif dan cukup cepat dalam mengobati penyakit, serta mereka juga telah menelurkan
berbagai macam obat-obatan yang telah ada disekitar kita. Bahkan hingga saat ini, mindset
orang Indonesia mulai berubah haluan untuk mengkonsumsi obat-obatan dari barat. Sehingga,
lambat laun pengobatan herbal yang telah menjadi pengobatan leluhur kita, seakan sirna
termakan oleh zaman.
Namun, menurut pengetahuan medis, keuntungan dari obat-obatan Barat adalah bahwa
mereka memiliki khasiat penyembuhan yang jelas dan efek mematikan kuat untuk agen
infeksius karena mereka biasanya menggunakan zat-zat kimia. Tanpa berfikir panjang dan
selektif, masyarakat lebih memilih untuk mengkonsumsi obat-obatan barat disebabkan lebih
cepat dan ampuh dalam penyembuhan, walaupun terkadang dibutuhkan biaya yang cukup
tinggi untuk dapat mengkonsumsinya. Namun pada saat yang sama, obat-obatan Barat
memiliki efek samping tertentu lebih atau kurang, beberapa efek samping beracun ini jelas dan
bahkan dapat menyebabkan serius obat-induced (induksi) penyakit dan resistensi obat
(www.id.prmob.net).
Hal inilah yang harus kita ketahui dan waspadai bersama, bahwa pengobatan barat
belum bisa dijadikan sebagai alternatif pengobatan yang efektif. Selain harga yang cukup
tinggi, juga memiliki efek samping yang membahayakan disebabkan menggunakan zat-zat
kimia yang berbahaya. Untuk itu diperlukan kerjasama dari setiap stakeholder Governance
(Pemerintah, Masyarakat, dan Swasta) untuk dapat menindaklanjuti bahaya yang tak kasat
tersebut. Berbagai cara dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan kembali kepada
pengobatan yang telah terbukti berkhasiat dan menyehatkan, yaitu penggunaan obat herbal
yang secara empiris terbukti dapat membantu mencapai kondisi sehat tanpa efek samping.
Bahkan, peneliti herbal dan obat tradisional dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof
Dr. Mangestuti Apt. MS menyarankan pemerintah agar meningkatkan penyediaan obat herbal
terstandar dan fitofarmaka (www.aktual.co)
Bayu Rizky Aditya NIM (105030107111021) Fak. Ilmu Administrasi-Publik
Sekarang ini, tren yang sedang terjadi di masyarakat adalah pemanfaatan obat-obatan
herbal. Dan hal ini seharusnya dapat dilihat dan didukung oleh pemerintah dan juga oleh pihak
swasta. Dimana pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk dapat mendukung produksi
obat-obatan herbal dan/atau bisa juga dengan mensosialisasikan kepada masyarakat luas terkait
berbagai manfaat obat-obatan herbal dan juga bahaya dari obat-obatan yang berasal dari barat.
Serta pihak swasta juga dapat bekerja sama kepada masyarakat untuk dapat mengelola dan
memproduksi obat-obatan herbal yang bernilai ekonomis serta menjadi sumber penghasilan
bagi masyarakat dan daerah.
Bahkan kearifan lokal yang dulu pernah ada dapat dimunculkan kembali jika saja setiap
rumah memiliki kesadaran untuk mengelola dan mengembangkan obat-obatan herbal.
Contohnya dengan setiap rumah memiliki dan mengelola kebun TOGA, baik di halaman
rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang
berkhasiat sebagai obat. Pengelolaan kebun TOGA tidak memerlukan perawatan khusus, baik
sebagai bumbu dapur atau bahan obat karena pada bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan
mulai dair daun, kulit batang, buah, biji, bahkan pada bagian akarnya.. Dalam budi daya
tanaman obat dapat dimanfaatkan pupuk organik untuk menambah unsur hara mineral yang
dibutuhkan tanaman. Pupuk organik yang digunakan di antaranya adalah pupuk kandang,
bokhasi, kompos, humus, sampah dapur, dan serasah daun. Selain itu, sebagai bahan
pengendali hama penyakit tanaman, dapat dimanfaatkan pestisida alami yang terdapat di
sekitar rumah, seperti tanaman babadotan (Ageratum conyzoides), sirsak, lantana, dan daun
tembakau (id.www.wikipedia.com)
Penanaman dan pemanfaatan kebun TOGA pada setiap keluarga ini akan memunculkan
berbagai manfaat bukan hanya bagi keluarga tersebut, tapi juga bagi masyarakat, dan negara.
Dimana, dengan adanya TOGA pada setiap keluarga maka keluarga tersebut tidak perlu untuk
menggunakan obat-obatan kimiawi yang berbahaya serta mahal, tidak perlu untuk terlalu
sering ke dokter karena dapat menggunakan TOGA. TOGA juga akan bernilai ekonomis, sosial
budaya maupun lingkungan jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Negara berkembang
mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan baku produk farmasi (38% untuk
medical dan aromatic plants, 24% untuk vegetables saps dan extract, dan 11% untuk
vegetables alkaloids). Tahun 2005, Uni Eropa tercatat sebagai net importir rempah dan herbal
dengan total impor 358,2 ribu ton dan terus meningkat 4% per tahun sejak tahun 2003.
Sebanyak 60% dari total rempah dan herbal Uni Eropa berasal dari negara berkembang, namun
bukan berasal dari Indonesia melainkan Cina, India, Maroko dan Turki. Ini merupakan peluang
Bayu Rizky Aditya NIM (105030107111021) Fak. Ilmu Administrasi-Publik
bagi Indonesia untuk pengembangan ekspor tanaman obat ke pasar Uni
Eropa.(www.dephut.go.id)
Oleh karenanya, akan menjadi arif jika kita mampu untuk dapat meneruskan warisan
dari nenek moyang kita untuk dapat mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam kita untuk
kemaslahatan bersama. Sehingga akan terwujud prinsip kemandirian dalam pengobatan keluarga.
Kita akan semakin mandiri berdasarkan daya dukung lokal, tetap menjaga indentitas
masyarakat, sekaligus menjaga kelestarian alam, terciptanya industri farmasi herbal merupakan
salah satu langkah untuk Indonesia lebih maju.