Tes Kombinasi Bilirubin
-
Upload
binta-mushthafa-rahma -
Category
Documents
-
view
294 -
download
3
description
Transcript of Tes Kombinasi Bilirubin
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM BIOKIMIA KLINIK
TES KOMBINASI BILIRUBIN
(Metode Kolorimetri)
SENIN / PUKUL 13.00 – 16.00
Kelompok 1:
Putri Aryuni 260110100001 (Tujuan, Prinsip)
Hana Nopia 260110100002 (Data Pengamatan)
Sri Rahayu Evrilia 260110100003 (Alat Bahan, Prosedur)
Aprilya Eka P 260110100004 (Teori)
Veni Alviany 260110100005 (Pembahasan)
Ahmad Hanif Santosa 260110100006 (Pembahasan)
Ulfa Tri Wahyuni 260110100007 (Editor)
Arvenda Rezky P. 260110100008 (Pembahasan)
M. Rizki Pamula 260110100011 (Perhitungan)
LABORATORIUM BIOKIMIA KLINIK
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
TES KOMBINASI BILIRUBIN
(Metode Kolorimetri)
I. TUJUAN
1. Melakukan pemeriksaan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin.
2. Menginterprestasikan hasil pemeriksaan yang diperoleh.
II. PRINSIP
Tes kombinasi bilirubin ini menggunakan metode Jendrassik, L. et.al. (1938),
yang menyatakan bahwa bilirubin total akan diazotasi dengan asam sulfanilat
yang dengan adanya kofein menjadi zat warna azo. Sedangkan pemeriksaan
bilirubin direk dilakukan tanpa penambahan kofein.
III. TEORI DASAR
Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hati
terjadi proses-proses penting bagi kehidupan, yaitu proses penyimpanan energi,
pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan
penetralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita (Hadikusumo, 2008).
Hati disebut organ ekskresi karena mengeluarkan zat sisa yang berupa
empedu. Empedu merupakan cairan hasil perombakan sel-sel darah yang sudah
tua atau mati. Cairan empedu yang masih bermanfaat akan dipergunakan lagi oleh
tubuh untuk pembentukan sel darah yang baru, sedangkan yang sudah tidak
terpakai lagi akan dibuang melalui ginjal (memberi warna urin) dan melalui usus
(memberi warna feses) (Hadikusumo, 2008).
Beberapa penyakit hati, antara lain :
1. Penyakit hati karena infeksi (misalnya hepatitis virus)
2. Penyakit hati karena racun (misalnya karena alkohol atau obat tertentu).
3. Genetika atau keturunan (misalnya hemochromatosis)
4. Gangguan imun (misalnya hepatitis autoimun)
5. Kanker (misalnya Hepatocellular carcinoma) (Hadikusumo, 2008).
Tes Fungsi Hati
Tes fungsi hati untuk mengukur kemampuan hati melakukan fungsi normal,
misalnya: albumin serum untuk mengukur sintesis protein, waktu protrombin
untuk mengukur faktor pembekuan, bilirubin untuk mengukur konjugasi dan
ekskresi garam empedu, atau pengukuran enzim hati (alkali fosfatase,
transminase), yang merupakan indikator kerusakan hati
1. Kadar Enzim Plasma
2. Pengujian Bilirubin (Suwandhi, 2011).
Bilirubin
Sekitar 75% produksi bilirubin pada neonatus berasal dari katabolisme
hemoglobin dimana 1 gram hemoglobin akan menghasilkan 34 mg bilirubin, 25%
sisanya berasal dari pelepasan hemoglobin karena eritropoesis yang tidak efektif
di dalam sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme (mioglobin,
katalase, peroksidase, sitokrom), dan heme bebas. Mula-mula heme dilepaskan
dari hemoglobin eritrosit yang mengalami hemolisis di sel-sel retikuloendotelial
juga dari hemoprotein lain (mioglobin, katalase, peroksidase, sitokrom, nitrit
oksida sintase) yang terdapat di berbagai organ dan jaringan. Selanjutnya, globin
akan diuraikan menjadi unsur-unsur asam amino pembentuk semula untuk
digunakan kembali, zat besi dari heme memasuki depot zat besi untuk pemakaian
kembali, sedangkan heme akan dikatabolisme melalui serangkaian proses
enzimatik. Bagian porfirin tanpa besi pada heme juga diuraikan, terutama di
dalam sel-sel retikuloendotelial pada hati, limpa, dan sumsum tulang (Dennery, et
al., 2001).
Heme yang dilepaskan oleh hemoglobin didegradasi secara enzimatis dalam
fraksi mikrosom sel retikuloendetelial. Proses ini dikatalisir oleh enzim heme
oksigenase, yaitu enzim pertama dan enzim pembatas-kecepatan (a rate-limiting
enzyme) yang bekerja dalam suatu reaksi dua tahap dengan melibatkan
nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) dan oksigen (O2). Heme
direduksi oleh NADPH, O2 ditambahkan pada jembatan α-metenil antara pirol I
dan II porfirin, penambahan lebih banyak oksigen, ion fero (Fe2+) dilepaskan,
menghasilkan karbon monoksida (CO) dan biliverdin IX-α dengan jumlah
ekuimolar dari pemecahan cincin tetrapirol (Murray, 1997).
Proses selanjutnya, CO mengaktivasi GC (guanylyl cyclase) menghasilkan
pembentukan cGMP (cyclic guanosine monophosphate). CO juga dapat
menggeser O2 dari oksi hemoglobin (HbO) atau diekshalasi. Reaksi ini
melepaskan O2 dan menghasilkan karboksi hemoglobin (COHb). Selanjutnya
COHb dapat bereaksi kembali dengan oksigen, menghasilkan oksi hemoglobin
(HbO2) dan CO yang diekshalasi (Dennery, et al., 2001).
Biliverdin dari hasil degradasi heme direduksi menjadi bilirubin oleh
enzim biliverdin reduktase dalam sitosol. Bilirubin inilah (suatu pigmen berwarna
kuning) yang disebut sebagai bilirubin indirek, dalam jaringan perifer diikat oleh
albumin, diangkut oleh plasma ke dalam hati. Peristiwa metabolisme ini dapat
dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1. Pengambilan bilirubin oleh sel parenkim hati
2. Konjugasi bilirubin dalam retikulum endoplasma halus
3. Sekresi bilirubin direk (conjugated bilirubin) ke dalam empedu (Oski,
1996).
Penjabaran proses di atas dapat diketahui bahwa produksi bilirubin sebagian
besar dihasilkan dari pemecahan hemoglobin yang berasal dari adanya hemolisis
eritrosit. Dapat dikatakan, kadar bilirubin pada neonatus dapat dipakai sebagai
petunjuk adanya hemolisis eritrosit (Dennery, et al., 2001).
Selama masa hidup eritrosit yang 120 hari, eritrosit berjalan sekitar 200
sampai 300 mil. Dalam proses penuaan, terjadi penurunan lambat metabolisme sel
darah merah. Sewaktu sel tua disingkirkan, molekul hemoglobin diuraikan
menjadi komponen-komponennya. Sekitar lima sampai tujuh gram hemoglobin
dikatabolisme setiap hari. Besi digunakan kembali. Bagian globin dari molekul
hemoglobin diuraikan menjadi asam-asam amino yang diresirkulasi ke
kompartemen asam amino. Komponen porfirin dari molekul heme diuraikan oleh
serangkaian reaksi katabolik menjadi senyawa yang disebut bilirubin, yaitu
pigmen kuning kecoklatan (Sacher & McPherson, 2004).
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah produk dari eritrosit yang rusak. Kerusakan eritrosit akan
menyebabkan keluarnya bilirubin. Bilirubin ini adalah bilirubin tak terkonjugasi
yang tidak larut dalam air. Bilirubin tak terkonjugasi ini diikat oleh albumin dan
protein lain, kemudian beredar melalui peredaran darah. Setibanya di dalam hepar,
bilirubin tak terkonjugasi dilepas oleh hepar dari albumin, kemudian bergabung
dengan glukoronid sehingga dapat melarut dalam air dan disebut bilirubin
terkonjugasi. Melalui kanakuli, bilirubin terkonjugasi ikut dengan empedu dan
masuk ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum, bilirubin terkonjugasi
diubah menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini dikeluarkan melalui feses
dalam bentuk sterkobilin, yang memberi warna pada feses dan sebagian lagi
diabsorpsi. Setelah itu, direabsorpsi. Setibanya di dalam hepar, dilepaskan ke
dalam darah untuk diambil kembali, yang lain dikeluarkan melalui urine
(Baradero, et al., 2008).
Bilirubin I (indirek) bersifat lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan
biliverdin. Efektivitas bilirubin yang terikat pada albumin kira-kira 1/10 kali
dibandingkan asam askorbat dalam perlindungan terhadap peroksida yang larut
dalam air. Lebih bermakna lagi, bilirubin merupakan anti oksidan yang kuat
dalam membran, bersaing dengan vitamin E (Pratita, 2010).
Di hati, bilirubin I (indirek) yang terikat pada albumin diambil pada
permukaan sinusoid hepatosit oleh suatu protein pembawa yaitu ligandin. Sistem
transport difasilitasi ini mempunyai kapasitas yang sangat besar tetapi
penggambilan bilirubin akan tergantung pada kelancaran proses yang akan
dilewati bilirubin berikutnya. Bilirubin nonpolar (I / indirek) akan menetap dalam
sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut (II / direk). Hepatosit akan mengubah
bilirubin menjadi bentuk larut (II /direk) yang dapat diekskresikan dengan mudah
ke dalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam
glukoronat yang dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzim bilirubin
glukoronosiltransferase. Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzim
glukoronosiltransferase yang terdapat terutama pada reticulum endoplasma.
Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap, memerlukan UDP asam glukoronat
sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan membentuk bilirubin
monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi menjadi
bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua (Pratita, 2010).
Hiperbilirubinemia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin
serum total yang lebih dari 5mg/dl, desebabkan oleh predisposisi neonatal untuk
memproduksi bilirubin dan keterbatasan kemampuannya untuk mengekskresinya.
Warna kuning pada kulit dan membran mukosa adalah karena deposisi pigmen
bilirubin tak terkonjugasi. Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan
hemoglobin yang sudah tua atau sel darah merah yang mengalami hemolisis. Pada
neonates, sel darah merah mengalami pergantian yang lebih tingi dan waktu hidup
yang lebih pendek, yang meningkatkan kecepatan produksi bilirubin lebih tinggi.
Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan faktor yang membatasi ekskresi
bilirubin (Betz & Sowden, 2009).
Hiperbilirubinemia terkonjugasi yang berkepanjangan, seperti pada ikterus
obstruktif, menyebabkan terjadinya penggabungan kovalen bilirubin terkonjugasi
dengan albumin. Jenis bilirubin ini adalah bilirubin delta, yang bermigrasi lebih
cepat daripada albumin normal sehingga memperlebar pita albumin ke arah anoda.
Bilirubin delta memilki waktu paruh plasma lebih lama dari pada bilirubin
terkonjugasi lain karena berikatan kovalen dengan albumin sehingga tertahan
lebih lama dalam sirkulasi (Sacher & McPherson, 2004).
Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi hepar
meliputi:
1. Kolesterol total serum
Normal : 140-220 mg/100ml darah
Menurun: pada penyakit hepatoselular
Meningkat : pada obstruksi traktus bilier
2. Albumin
Normal : 3,4-5,0 mg/100ml
Menurun : pada penyakit hepatoselular
3. Kadar
Normal : < 75 µg
Meningkat : pada penyakit hepatoselular karena obstruksi sirkulasi portal.
4. Conjugated bilirubin
Meningkat : pada penyakit hepatoselular dan obstruksi bilier.
5. Unconjugated bilirubin
Meningkat : pada penyakit hepatoselular dan homolisis eritrosit.
6. Bilirubin urine
Normal : tidak ada. Adanya bilirubin urin menunjukkan penyakit
hepatoselular atau obstruksi bilier. Warna urinnya adalah cokelat kemerahan dan
berbuih jika dikocok.
7. Urobilinogen urine
Normal : 0,2-1,2 unit
Menurun : pada obstruksi bilier
Meningkat : pada penyakit hepatoselular
8. Urobilinogen fekal
Normal : 90-280 mg/hari
Meningkat : pada hemolisis eritrosit (Baradero, et al., 2008).
IV. ALAT DAN BAHAN
A. Alat :
1. Pipet piston
2. Kuvet
3. Spektrofotometer
B. Bahan :
1. Alkohol 70%
2. Blangko sampel
3. NaCl fisiologis
3. Reagen 1, 2, 3, 4
4. Sampel serum
V. PROSEDUR
1. Bilirubin Direk
Untuk pemeriksaan bilirubin direk, dipipetkan ke dalam tabung reaksi :
Blanko Sampel Sampel
Larutan 2 - 50 µl
Larutan 1 200 µl 200 µl
Sodium chloride
(9g/L)
200 µl 200 µl
Sampel 200 µl 200 µl
Setelah itu dicampurkan sesuai jumlah tabel diatas lalu diamkan selama 5
menit pada suhu 20-25 derajat C. Kemudian absorban sampel diukur terhadap
blanko pada panjang gelombang 546 nm.
2. Bilirubin Total
Untuk pemeriksaan bilirubin total, dipipetkan ke dalam tabung reaksi :
Blanko Sampel Sampel
Larutan 2 - 50 µl
Larutan 1 200 µl 200 µl
Larutan 3 200 µl 200 µl
Larutan 4 200 µl 200 µl
Sampel 200 µl 200 µl
Setelah itu dicampurkan sesuai jumlah tabel diatas lalu diamkan selama 5-30
menit pada suhu 20-25 derajat C. Kemudian absorban sampel diukur terhadap
blanko pada panjang gelombang 578 nm
Setelah absorbansi sampel diukur dan dihitung terhadap absorbansi blanko
sampel (ΔA = Asampel – Ablanko sampel), kemudian dilakukan perhitungan
konsentrasi sampel dengan rumus :
C = ΔA x 13 (mg/dL) atau C = ΔA x 17 (µmol/L)
VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Tabel 6.1 Pengukuran Absorbansi
ABT ABD ∆ A
Blanko 0 0 0
Sampel 1 0,089 0,081 0,085
Sampel 2 0,082 0,085 0,0835
∆ A 0,0855 0,083 0,084
C bilirubin total
C = 10,5 x ABT
I. C= 10,5 x 0,089
= 0,9345 mg/dl
II. C= 10,5 x 0,082
= 0,861 mg/dl
C rata-rata = 0,9345+0,861
2
= 0,898 mg/dl
C = 180 x ABT
I. C = 180 x 0,089
= 16,02 μmol/L
II. C = 180 x 0,082
= 14,76 μmol/L
C rata-rata = 16,02+14,76
2
= 15,89 μmol/L
C bilirubin direk
C = 14,0 x ABD
I. C = 14,0 x 0,081
= 1,134 mg/dl
II. C = 14,0 x 0,085
= 1,19 mg/dl
C rata-rata = 1,134+1,19
2
= 1.162 mg/dl
C=240 x ABD
I. C= 240 x 0,081
= 19,44 μmol/L
II. C=240 x 0,085
= 20,4 μmol/L
C rata-rata = 19,44+20,4
2
= 19,92 μmol/L
C bilirubin indirek
C = CBT - CBD
I. C = 0,898 – 1.162 = -0,264 mg/dlII. C = 15,39 – 19,92 = -4,53 μmol/L
VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini pada dasarnya bertujuan agar praktikan dapat melakukan
pemeriksaan fungsi hati melalui tes kombinasi bilirubin dan menginterpretasikan
hasil pemeriksaan yang diperoleh.
Bilirubin adalah produk hasil pemecahan heme dari sel darah merah. Bilirubin
ini adalah bilirubin tak terkonjugasi yang tidak larut dalam air. Bilirubin tak
terkonjugasi ini diikat oleh albumin dan protein lain, kemudian beredar melalui
peredaran darah. Setibanya di dalam hepar, bilirubin tak terkonjugasi dilepas oleh
hepar dari albumin, kemudian mengalami konjugasi di hati dengan asam glukoronat
dengan batuan enzim uridyl diphosphate glucoronyl transferase (UDGPT) sehingga
dapat melarut dalam air dan disebut bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk). Melalui
kanakuli, bilirubin terkonjugasi ikut dengan empedu dan masuk ke vesika felea dan
duodenum. Dalam duodenum, bilirubin terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen.
Sebagian urobilinogen ini dikeluarkan melalui feses dalam bentuk sterkobilin, yang
memberi warna pada feses, dan sebagian diabsorbsi. Setelah itu, direabsorbsi,
setibanya di dalam hepar, hepar melepaskannya ke dalam darah untuk diambil
kembali, yang lain dikeluarkan melalui urin.
Gambar 7.1 Mekanisme Terjadinya Bilirubin
Gambar 7. 2 Struktur Bilirubin
Apabila ada gangguan fungsi hati, jumlah bilirubin indirek (hasil pemecahan
heme) akan banyak atau berkurang dalam di darah, sedangkan jumlah bilirubin direk
sedikit terbentuk.
Jika terjadi peningkatan kadar bilirubin direk maka peningkatan tersebut
menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu
(batu atau tumor). Peningkatan kadar bilirubin direk dapat disebabkan oleh penyakit
ikterik obstruktif karena batu atau neoplasma, hepatitis, sirosis hati, mononucleosis
infeksiosa, metastasis (kanker) hati, penyakit Wilson. Obat-obatan yang sering
digunakan adalah antibiotik (amfoterisin B, klindamisin, eritromisin, gentamisin,
linkomisin, oksasilin, tetrasiklin), sulfonamide, obat antituberkulosis (asam para-
aminosalisilat, isoniazid), alopurinol, diuretik (asetazolamid, asam etakrinat),
mitramisin, dekstran, diazepam (valium), barbiturat, narkotik (kodein, morfin,
meperidin), flurazepam, indometasin, metotreksat, metildopa, papaverin,
prokainamid, steroid, kontrasepsi oral, tolbutamid, vitamin A, C, K.
Sedangkan penurunan kadar bilirubin direk juga dapat disebabkan oleh penyakit
anemia (defisiensi besi). Obat-obat yang digunakan antara lain barbiturat, salisilat
(aspirin), penisilin, kafein dalam dosis tinggi.
Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan
destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun,
transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi
dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi
peningkatan kadar bilirubin indirek. Peningkatan kadar bilirubin indirek juga dapat
disebabkan oleh penyakit eritroblastosis fetalis, anemia sel sabit, reaksi transfuse,
malaria, anemia pernisiosa, septicemia, anemia hemolitik, talasemia, CHF, sirosis
terdekompensasi, dan hepatitis. Obat-obat yang digunakan antara lain aspirin,
rifampin, dan fenotiazin.
Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah metode Jendrassik, L. et al.
(1938). Serum atau plasma ditambahkan ke larutan natrium asetat dan kafein-natrium
benzoat. Natrium asetat digunakan sebagai dapar pH dalam reaksi diazotasi,
sementara kafein-natrium benzoat mempercepat ikatan antara bilirubin dan asam
sulfanilat. Warna azobilirubin akan muncul dalam 10 menit. Untuk pemeriksaan
bilirubin direk dilakukan tanpa penambahan kafein. Sedangkan bilirubin indirek
merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan
alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi. Azobilirubin kemudian
diukur intensitasnya menggunakan spektrofotometer
Prosedur kerja tes bilirubin total adalah sebagai berikut; Pertama siapkan blanko
dengan cara memipet reagen 1 sebanyak 200 µL, reagen 3 sebanyak 1000 µL, sampel
sebanyak 200 µL ke dalam kuvet. campur dan inkubasi pada suhu 25oC selama 15
menit. Kemudian tambahkan reagen 4 sebanyak 1000 µL. untuk penyiapan sampel
dengan cara memipet reagen 2 sebanyak 50 µL, reagen 1 sebanyak 200 µL, reagen 3
sebanyak 1000 µL kedalam kuvet, diinkubasi selama 15 menit pada suhu 25oC, dan
tambahkan reagen 4 sebanyak 1000 µL, inkubasi pada suhu 25oC selama 10 menit
dan ukur absorbansi blanko dan sampel. Perlakukan terhadap sampel dilakukan
duplo.
Prosedur kerja tes bilirubin direk adalah sebagai berikut: pertama siapkan
blanko dengan cara tambahkan reagen 1 sebanyak 200 µL, tambahkan larutan NaCl
sebanyak 2000 µL, dan tambahkan sampel sebanyak 200 µL, inkubasikan pada suhu
25oC, diamkan selama 5 menit. Penyiapan sampel dilakukan dengan menambahkan
reagen 2 sebanyak 50 µL, tambahkan reagen 1 sebanyak 200 µL, tambahkan larutan
NaCl sebanyak 2000 µL, dan tambahkan sampel sebanyak 200 µL, inkubasikan pada
suhu 25oC diamkan selama 5 menit. Masing-masing larutan dihitung absorbansinya
dan sampel di lakukan duplo
Pada percobaan ini kadar bilirubin yang akan diukur adalah bilirubin total dan
bilirubin direk. Serum darah yang digunakan diperoleh dari darah yang telah
disentrifugasi dan diambil supernatannya. Pemipetan dilakukan dengan menggunakan
pipet piston karena ketelitiannya besar sehingga perbedaan pengukuran dapat
dihindari. Perbedaan pengukuran ini sangat tidak diinginkan karena konsentrasi
sampel maupun standar yang digunakan sangat kecil sehingga perbedaan kurang
lebih 2% memberikan hasil yang jauh berbeda dari hasil sebenarnya.
Blanko, blanko yang ditambah sampel dan sampel, yang dibaca absorbansinya
dengan menggunakan spektroskopi UV-Vis dengan panjang gelombang 546 nm.
Sebelum mengukur absorbansi sampel terlebih dahulu diukur absorbansi blanko yang
ditambah sampel dan nilai dibuat jadi nol dahulu agar aborbansi reagen tidak
mempengaruhi absorbansi sampel yang diukur.
Spektrofotometer UV-Vis bekerja dengan prinsip absorpsi radiasi
elektromagnetik oleh sampel. Jadi, ketika sampel diberikan radiasi elektromagnetik
yang berasal dari sumber cahaya, gugus kromofor pada sampel akan mengabsorpsi
radiasi elektromagnetik tersebut. Sesuai hukum Lambert-Beer, A=ɛ.b.c, artinya
jumlah cahaya yang diabsorpsi sebanding dengan konsentrasi larutan. Dengan
demikian, semakin besar konsentrasi sampel, maka semakin besar jumlah radiasi
elektromagnetik yang terabsorpsi (berbanding lurus dengan A) namun semakin
rendah jumlah radiasi elektromagnetik yang diteruskan (berbanding terbalik secara
logaritmik dengan %T).
Keuntungan pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis, yaitu
mempunyai sensitivitas yang relatif tinggi, pengerjaannya mudah sehingga
pengukuran yang dilakukan cepat, dan mempunyai spesifisitas yang relatif tinggi.
Spektrofotometer UV-vis dapat mengukur absorbansi karena adanya serapan dari
gugus kromofor pada suatu senyawa. Gugus kromofor ialah gugus-gugus atau atom
dalam senyawa organik yang mampu menyerap sinar UV dan sinar tampak. Selain itu
juga ada yang dinamakan gugus ausokrom yang merupakan gugus fungsional yang
mempunyai elekton bebas seperti OH-, O-, dan CH3O- yang memberikan transisi n →
π*. Terikatnya gugus ausokrom pada gugus kromofor akan mengakibatkan
pergeseran pita absorbs menuju ke panjang gelombang yang lebih besar
(batochromic) disertai dengan peningkatan intensitas yang disebut hiperkromik.
Pada Spektrofotometer UV-vis berlaku hukum lambert-beer yang menyatakan
bahwa konsentrasi suatu zat berbanding lurus dengan jumlah cahaya yang diabsorpsi,
atau berbanding terbalik dengan logaritma cahaya yang ditransmisikan.
A= bcℇ =log 100%T
=2−log %T
Dimana :
A = absorbanℇ = absorptivitas
b = jalannya sinar pada larutan
c = konsentrasi
T = Transmitan (rasio cahaya yang ditransmisikan (I) terhadap
cahaya yang datang (Io))
Kadar bilirubin total dapat diketahui dengan perhitungan:
Kadar Bilirubintotal ( mg100 ml
)=Absorbansi Bilirubintotal X 10,5 atau
Kadar Bilirubintotal ( μmoll
)=Absorbansi Bilirubin total X 185
Kadar bilirubin direk dapat diketahui dengan perhitungan
Kadar Bilirubin direk ( mg100ml
)=Absorbansi Bilirubin direk X 14,4 atau
Kadar Bilirubin direk ( μmoll
)=Absorbansi Bilirubin direk X 246
Dari perhitungan yang diperoleh, dapat diketahui bahwa kadar bilirubin indirek
dalam sampel normal (0.1-1.0mg/dl). Kadar bilirubin normal adalah sebagai berikut:
- Dewasa: total: 0.1 – 1.2 mg/dL, direk: 0.1 – 0.3 mg/dL, indirek: 0.1 – 1.0
mg/dL
- Anak: total: 0.2 – 0.8 mg/dL, indirek: sama dengan dewasa.
- Bayi baru lahir: total: 1 – 12 mg/dL, indirek: sama dengan dewasa.
Hasil pemeriksaan kadar bilirubin total rata-rata sebesar 0.898 mg/dL atau 15.39
µmol/L yang menunjukkan bahwa hasil tersebut masih berada pada rentang bilirubin
total normal yang bernilai 1 mg/dL atau 17 µmol/L dan untuk pemeriksaan kadar
bilirubin direk rata-rata sebesar 1.162 mg/dL atau 19.92 µmol/L yang menunjukkan
bahwa hasil tersebut di atas rentang normal bilirubin direk normal yang bernilai 0,25
mg/dL atau 4,3 µmol/L. Hal ini mengindikasikan bahwa pasien mengalami kelainan
fungsi hati karena bilirubin total dan bilirubin direk berada di atas normal bilirubin
total dan bilirubin direk.
Pada pemeriksaan bilirubin, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
temuan laboratorium, antara lain:
Makan malam yang mengandung tinggi lemak sebelum pemeriksaan dapat
mempengaruhi kadar bilirubin.
Wortel dan ubi jalar dapat meningkatkan kadar bilirubin.
Hemolisis pada sampel darah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Sampel darah yang terpapar sinar matahari atau terang lampu, kandungan
pigmen empedunya akan menurun.
Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan atau menurunkan kadar bilirubin
VIII. SIMPULAN
Pemeriksaan fungsi hati dapat dilakukan dengan tes kombinasi bilirubin dengan
Metode Jendrasikk. Hasil pemeriksaan kadar bilirubin total rata-rata sebesar
0.898 mg/dL atau 15.39 µmol/L yang menunjukkan bahwa hasil tersebut masih
berada pada rentang bilirubin total normal yang bernilai 1 mg/dL atau 17
µmol/L dan untuk pemeriksaan kadar bilirubin direk rata-rata sebesar 1.162
mg/dL atau 19.92 µmol/L yang menunjukkan bahwa hasil tersebut di atas
rentang normal bilirubin direk normal yang bernilai 0,25 mg/dL atau 4,3
µmol/L.
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M, M.W Dayrit dan Y Siswadi. 2008. Klien Gangguan Hati: Seri Asuhan
Keperawatan. Kedokteran EGC. Jakarta.
Betz, C.L dan L.A Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 5.
Kedokteran EGC. Jakarta.
Dennery, PA, Seidman DS, Stevenson DK. 2001. Neonatal Hyperbilirubinemia.
Medical Eng. London.
Hadikusumo. 2008. Penyebab Kerusakan Hati. Available online at:
http://pptapaksuci.org/kesehatan-rubrikmenu-79/147-penyebab-kerusakan-
organ-hati.html [Diakses tanggal 22 April 2013].
Murray, R.K. 1997. Porfirin dan Pigmen Empedu. Kedokteran EGC. Jakarta.
Oski, F.A. 1996. Other Conjugated Hyperbilirubinemias. WB Saunders.
Philadelphia.
Pratita, Winra. 2010. Perbandingan Efektifitas Jarak Fototerapi Pada Neonatus
Dengan Hiperbilirubinemia Indirek. Available online at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20333/4/Chapter%20II.pdf
[22 April 2013]
Sacher, R.A, dan R.A McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan,
Laboratorium. Edisi 11. Kedokteran EGC. Jakarta.
Suwandhi, dr.,widjaya. 2011. Gangguan Faal (Fungsi) Hati yang sering Ditanyakan
oleh Pasien. http://www.medistra.com/index.php?option=com content & view
=article&id=106 [Diakses tanggal 22 April 2013].