TEKNOLOGI MANUFAKTUR SEBAGAI FAKTOR DASAR … · peralatan produksi, serta tuntutan keahlian...
Transcript of TEKNOLOGI MANUFAKTUR SEBAGAI FAKTOR DASAR … · peralatan produksi, serta tuntutan keahlian...
1Seminar Nasional “THE ROLE OF MACHINE TOOLS AND MANUFACTURING TECHNOLOGY FOR ENGINEERINGINDUSTRY IN ECONOMIC DEVELOPMENT”, Universitas Pancasila Fakultas Teknik, 10 Oktober 2000.
TEKNOLOGI MANUFAKTUR SEBAGAI FAKTOR DASAR
PENGEMBANGAN KEUNGGULAN KOMPETITIF
BAGI INDUSTRI
Yatna Yuwana Martawirya
Laboratorium Teknik Produksi, Jurusan Teknik Mesin, FTI - ITBTelp. (022) 250 0933, Fax. (022) 250 0933
E-mail: [email protected]
Ringkasan
Makalah ini membahas tentang teknologi manufaktur sebagai faktor dasar
pengembangan keunggulan kompetitif bagi industri. Pembahasan dilakukan dengan
pertama-tama meninjau perkembangan teknologi manufaktur dilihat dari perkembangan
peralatan produksi, serta tuntutan keahlian operator berdasarkan perkembangan
tersebut. Selanjutnya dibuat gambaran arah perkembangan teknologi manufaktur
terutama dalam hal otomasi sistem manufaktur. Kemudian dibahas tentang otomasi
sistem manufaktur dengan tinjauan dibatasi pada kegiatan penelitian yang dilakukan di
laboratorium Teknik Produksi ITB. Pada bagian terakhir makalah ini dinyatakan
pentingnya berperan serta dalam pengembangan teknologi manufaktur, penguasaan
berbagai bidang ilmu yang terkait dan kemampuan mengintegrasikannya, sifat
modularitas sistem yang dikembangkan, dan standarisai informasi pada pemodelan
produk.
Abstract
This paper deals to the manufacturing technology as a basic factor in the development
of competitiveness leading of industries. The discussion carried out firstly by viewing the
development in the manufacturing technology based on the view point of the
development of production equipment and the required of operators skill. Then the
illustration of the trend of development of manufacturing technology mainly in the
manufacturing system automation is carried out. At the next step, manufacturing system
automatons that have constrain on the research activities at the laboratory of Production
Technology ITB are discussed. The last part of this paper contains the importance to
enrol in the manufacturing technology development, understanding of supporting
disciplines and ability to integrate of these, modularity of developing system, and
standardization in information of the product modeling.
1 PENDAHULUAN
Dengan adanya perubahan iklim yang sangat dinamik di dunia usaha/bisnis, menyebabkan semakin sulit
bagi industri agar tetap dapat kompetitif. Permintaan customer selalu berubah, teknologi terus
berkembang, dan faktor-faktor pendorong keunggulan kompetitif juga berubah. Secara umum yang
dimaksud dengan keunggulan kompetitif pada industri manufaktur adalah keunggulan yang tidak
tergantung pada faktor-faktor komparatif seperti jumlah karyawan, jumlah mesin yang dimiliki, luas area
pabrik dan sebagainya. Usaha peningkatan keunggulan kompetitif dapat dilakukan dengan peningkatan
produktifitas, dan peningkatan penguasaan teknologi manufaktur termasuk peningkatan penguasaan
teknologi sistem informasi produksi.
Produktivitas adalah suatu nilai perbandingan antara keluaran terhadap masukan, atau perbandingan nilai
yang dihasilkan terhadap nilai investasi. Menurut yang terakhir ini produktivitas dapat dinyatakan sebagai
perbandingan antara performans dalam hal kualitas, biaya, deliveri, keselamatan, dan moral kerja
terhadap nilai investasi manusia, mesin, material, metoda, dan pengukuran[1]. Makalah ini tidak
membahas lebih mendalam tentang peningkatan produktivitas karena hal ini akan lebih banyak
menekankan pada masalah manajemen produksi.
2
Gambar 2.1 Perkembangan konstruksi mesin bubut
Makalah ini lebih memfokus pada peningkatan penguasaan teknologi manufaktur terutama membahas
tentang penerapan strategi bottom up dalam otomasi sistem manufaktur.
2 PENINGKATAN PENGUASAAN TEKNOLOGI MANUFAKTUR
Untuk membatasi masalah, perkembangan teknologi dalam bidang manufaktur akan ditinjau sesuai
dengan perkembangan yang terjadi pada konstruksi mesin bubut, seperti diperlihatkan pada gambar
2.1[2]. Pada awal perkembangannnya mesin bubut tidak dilengkapi dengan motor penggerak. Pada saat
itu satu sistem penggerak digunakan untuk banyak mesin. Pengaturan kecepatan spindel dilakukan
dengan mengubah-ubah pasangan puli yang ada di spindel dan puli di poros penggerak. Baru pada tahun
1925, mesin bubut dilengkapi dengan penggerak berupa motor listrik. Perubahan kecepatan putaran
spindel juga dapat dilakukan dengan lebih mudah dengan mengubah pasangan roda gigi yang ada di
kotak roda gigi (gear box). Sampai dengan saat itu, ketrampilan operator sangat diperlukan terutama
untuk membuat produk-produk kompleks yang memerlukan gerak pemakanan dalam dua arah
(longitudinal dan transversal) secara bersamaan.
Pada tahun 1960 mulai diperkenalkan sistem copy hidrolik pada mesin bubut. Dengan adanya sistem ini
pemegang pahat mampu melakukan gerak makan secara mekanik dalam arah longitudinal, sedangkan
gerak makan dalam arah transversal digerakkan oleh penggerak sistem copy hidrolik, mengikuti template
yang ada. Perkembangan selanjutnya mesin bubut dilengkapi dengan pengendali CNC sehingga
memungkinkan untuk pengendalian secara otomatis keseluruhan gerak spindel maupun pemegang
pahat.
Terlihat bahwa dengan semakin berkembangnya konstruksi mesin bubut atau semakin meningkatnya
otomasi pada mesin bubut, tuntutan pada ketrampilan operator pada proses bubut menurun, tetapi
3
Gambar 3.1 Perkembangan sistem produksi[3]
tuntutan pada penguasaan tentang pemosisian/set up, sistem pemerkakasan, perawatan dan
pengetahuan lain yang mendukung pada umumnya semakin meningkat.
3 ARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI MANUFAKTUR
Perkembangan teknologi manufaktur saat ini lebih tertuju pada pengembangan tingkat otomasinya.
Pengembangan otomasi dalam teknologi manufaktur tersebut apabila diamati, pada umumnya menuju
ke salah satu dari dua arah berikut: menuju ke arah peningkatan ketelitian proses (geometi produk yang
dihasilkan), atau menuju ke arah peningkatan fleksibilitas proses untuk menghadapi gangguan maupun
untuk pengintegrasian sistem.
Gambar 3.1 memperlihatkan secara ringkas proses perkembangan sistem produksi. Sejarah
pengintegrasian sistem produksi modern dimulai oleh Ford System yang ditujukan untuk massa produksi
produk mobil. Sedangkan otomasi produksi untuk jumlah produk sedang dan jumlah variasi sedang telah
dimulai dengan diperkenalkannya mesin perkakas NC. Perkembangan pada teknologi mesin perkakas
NC dan teknologi komputer telah memungkinkan dibuatnya sistem produksi baru yang disebut sistem
direct NC (DNC). Pada sistem ini beberapa mesin perkakas NC dikendalikan oleh komputer sentral.
Perkembangan dari sistem DNC ke FMS adalah untuk menghadapi tuntutan akan umur product (product
life cycle) yang semakin singkat, ukuran lot dalam produksi yang semakin kecil, dan semakin banyaknya
variasi produk yang harus dibuat. FMS
telah menjanjikan kompromi antara
fleksibilitas dengan produktivitas dan
otomasi.
Pengintegrasian secara terpadu aliran
informasi dan aliran material di dalam
sistem produksi telah diterapkan dalam
Flexible Manufacturing System (FMS).
Bendakerja dan perkakas potong
dipindahkan dari tempat penyimpan ke
mesin perkakas menggunakan AGV dan
penanganannya dibantu dengan robot.
Pada FMS, mesin perkakas canggih
seperti machining center dan turning
center memegang peranan yang penting.
W alaupun tujuan utama pengembangan
FMS adalah untuk m endapatkan
keluwesan (flexibility) dalam sistem
produksi otomatis yang sesuai untuk
jumlah produk sedang dan jumlah variasi
sedang, ternyata diyakini bahwa FMS
tidak mempunyai keluwesan seperti yang
diharapkan, dan sangat beresiko untuk menginvestasikan modal yang besar bagi FMS. Karena alasan
tersebut, FMC menjadi lebih populer dan telah banyak diinstal di seluruh dunia. FMC serupa dengan FMS,
tetapi ukurannya lebih kecil dan dilengkapi dengan fungsi secukupnya bagi sistem produksi, termasuk
komputer pengendali, mesin perkakas CNC, sistem penanganan material otomatis untuk penyimpanan,
transportasi, loading-unloading, dan kadang-kadang juga mesin pengecekan kualitas otomatis (automatic
inspection machine) untuk bendakerja. FMC lebih murah dibandingkan dengan FMS, lebih mudah
dioperasikan dan lebih luwes dalam menghadapi perubahan permintaan pemesan. Contoh pengendalian
FMC ini diperlihatkan secara skematik pada gambar 3.2.
Perkembangan yang cepat dalam teknologi perangkat lunak dan teknologi pemrosesan informasi, disertai
dengan perkembangan perangkat keras produksi seperti yang telah dijelaskan, memungkinkan
pengintegrasian secara total aktivitas industri mulai dari pemasaran dan aktivitas R & D sampai ke bagian
ujung proses pembuatan dan pengiriman produk. Pengintegrasian ini dikenal dengan istilah CIM
(Computer Integrated Manufacturing). Pengendalian informasi secara hirarki dalam FMS atau CIM melalui
4
Gambar 3.2 Pengendalian sistem produksi secara
bertingkat
Gambar 3.3 Arsitektur pengambilan keputusan pada
SPTM
jaringan informasi cukup effektif apabila
digunakan untuk mengendalikan aktivitas
produksi yang tidak berubah dan berjalan
sesuai dengan produksi yang telah
dijadwalkan.
Pengendalian secara hirarki bagi sistem
produksi terintegrasi akan menjadi tidak
luwes apabila harus menghadapi kondisi
d inam ik seperti adanya perubahan
permintaan pemesan yang cukup drastis,
perubahan dalam produksi yang tidak
te r jadwa l, perm intaan yang harus
didahulukan (high priority), kerusakan
peralatan produksi dan sebagainya.
Pengendalian secara terdistribusi sebagai
pengganti bagi pengendalian secara hirarki,
diharapkan dapat lebih luwes dalam
menghadapi keadaan perubahan dalam
produksi tersebut.
Sebagai salah satu alternatif sistem manufaktur di masa mendatang diperkenalkan Sistem Produksi
Terdistribusi Mandiri (SPTM) yang diharapkan dapat meningkatkan fleksibilitas dalam produksi dan
mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi produksi yang tidak terramal sebelumnya.
Konsep SPTM telah dikembangkan di Laboratorium Teknik Produksi, Jurusan Teknik mesin, FTI-ITB.
Arsitektur SPTM diperlihatkan pada gambar 3.3[3].
Pada arsitektur SPTM tersebut, semua elemen produksi dapat berkomunikasi dengan elemen produksi
lainnya, untuk bertukar informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan. Agar dapat diperoleh hasil
yang optimum dalam pengambilan
keputusan, setiap elemen produksi harus
mempunyai informasi yang terbaru dan
mempunyai algoritma bagi penyelesaian
persoalan yang terbaik menurut kriteria
tertentu. Keadaan dimana setiap elemen
produksi dapat saling berkomunikasi ini
sebenarnya mirip dengan keadaan sosial
di masyarakat. Dalam hal ini setiap elemen
produksi mempunyai tingkatan yang
setaraf dengan masing-masing individu di
masyarakat.
Pada bagian berikut akan dibahas usaha-
usaha yang merupakan aktivitas penelitian
yang telah maupun sedang dilakukan
d a la m k e r a n g k a g l o b a l u n t u k
merealisasikan konsep SPTM, terutama
disesuaikan dengan kondisi industri di Indonesia.
4 OTOMASI SISTEM MANUFAKTUR
Pada bagian ini akan dijelaskan strategi penelitian di bidang otomasi sistem manufaktur yang dilakukan
di Laboratorium Teknik Produksi. Contoh-contoh yang diperlihatkan adalah hasil penelitian yang sudah
maupun sedang dilaksanakan.
Strategi penelitian otomasi sistem manufaktur secara garis besar dapat dikatakan pelaksanaannya
dilakukan secara bottom-up, seperti diperlihatkan pada gambar 4.1[3].
5
Level Input based on Information
of Product
Remarks and Required
Decision Making Functions
1. * Requirement Specifications
* Production Size
* Functions
* Product Design
* Production Planning
* Management of Design &
Production
* Production Scheduling
2. * Product Model or
* Order
* Production Planning
* Production Management
* Production Scheduling
2.5 * Product Model of level 2
+
* Information of Feature and
Production Method
* Production Planning
* Production Management
(simpler than level 2)
* Production Scheduling
3. * Production Planning
* Information of Lot
* Production Scheduling
4. * Production Schedule
* Equipment Control Data
* Only Equipment
Controller and
Sensing apparatur are
required
* Decision Making
Functions for Design and
Management are not
required.
Gambar 4.1 Tingkatan dalam pengambilan keputusan
4.1 Otomasi Peralatan Produksi
Level paling bawah adalah otomasi peralatan produksi. Penelitian otomasi peralatan produksi, dilakukan
pada peralatan produksi yang pengendaliannya dilakukan berbasis pada PLC (Programmable Logic
Controller), CNC (Computerized Numerical Controller), PC (Personal Computer), maupun pengendali
lainnya. Jenis-jenis peralatan produksi yang menjadi obyek penelitian meliputi mesin perkakas, robot
industri, penanganan material, peralatan transportasi dan sebagainya. Salah satu contoh penelitian yang
dilakukan pada peralatan transportasi adalah pembuatan proto tipe Sistem Transfer Fleksibel (STF)
seperti diperlihatkan pada gambar 4.2. Pengendalian STF dilakukan secara terdistribusi menggunakan
PLC. STF merupakan alternatif solusi bagi perpindahan material pada lingkungan sistem produksi maju
yang mengutamakan fleksibilitas bagi elemen-elemen penyusunnya. Fleksibilitas yang diharapkan dapat
dipenuhi oleh STF adalah: fleksibilitas rute transportasi serta kemampuan pengembangan sistem
berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, dilakukan pengendalian SPTF secara secara
terdistribusi, dengan memberikan otonomi pada setiap elemen pengendali untuk melakukan pengambilan
keputusan berdasarkan status yang dimilikinya[4].
STF merupakan sarana penanganan material yang bertujuan menggabungkan karakteristik positif yang
dimiliki AGV (Automated Guided Vehicle) dan konveyor. STF didesain secara modular dengan cara
menyusun segmen-segmen konveyor, yang diletakkan dalam orientasi tertentu dalam ruang. Operasi
transportasi yang dibutuhkan oleh sistem produksi dapat dipenuhi dengan mengatur peletakan segmen-
segmen tersebut.
Pembuatan miniatur STF dilakukan dengan membuat miniatur suatu segmen yang meliputi modul sistem
mekanik, pengendali tingkat bawah, dan pengendali tingkat atas. Sebuah segmen terdiri dari beberapa
modul dasar yang secara garis besar diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu: modul longitudinal dan
modul transversal, seperti diperlihatkan pada gambar 4.3. Modul longitudinal merupakan sebuah konveyor
yang memberikan arah gerakan sepanjang sumbu utama konveyor. Modul transversal berfungsi untuk
6
Gambar 4.2 Konfigurasi fisik STF
Gambar 4.3 Skema segmen dan aktivitas perpindahan
palet yang mungkin dilakukan
m engha-silkan operasi
transportasi dalam arah
t e g a k l u r u s a r a h
longitudinal.
Miniatur yang dibuat pada
penelitian ini dimaksudkan
hanya sebagai sarana
visualisasi modus kerja
yang harus dipenuhi oleh
STF, serta sebagai alat
u n tu k m e m p e r m u d a h
pengujian logika yang
digunakan oleh sistem
pengendali STF. Meka-
nisme miniatur diperlihat-
kan pada gambar 4.4.
Miniatur STF yang telah
dibuat terdiri atas dua
komponen utama yaitu
modul longitudinal (3) dan
modul transversal (11).
Kedua modul tersebut
digunakan untuk men-
transform as ik an pa le t
dalam arah longitudinal
dan transversal.
Transportasi arah longitudinal dihasilkan
oleh gerak translasi sabuk yang
dihubungkan dengan sebuah DC motor
(1), melalui sistem transmisi (2). Motor DC
dapat digerakkan dalam dua arah,
sehingga sabuk dapat memindahkan palet
dalam dua arah berlawanan dalam arah
longitudinal.
Untuk menggerakkan pallet dalam arah
transversa l, gerakan pa le t harus
dihentikan terlebih dahulu agar dapat
diposisikan dengan baik diatas roller pada
modul transversal (11). Hal ini dilakukan
dengan menggunakan stopper. Pada
miniatur segmen yang dibuat terdapat dua
buah stopper. Stopper (7) akan menghentikan palet yang datang dari arah depan, sedangkan stopper (9)
untuk menghentikan palet dari arah belakang. Sesaat setelah palet dihentikan, aktuator pneumatik akan
menggerakkan modul transversal (11) dalam arah vertikal, dan mengangkat palet yang sudah diposisikan
oleh stopper. Setelah modul transversal mencapai titik mati atas, sistem motor dan kotak roda gigi pada
modul tersebut akan menggerakkan roller. Apabila palet sudah dipindahkan dari modul transversal, maka
modul transversal kembali ke posisi semula dan siap untuk melakukan operasi berikutnya.
STF dilengkapi dengan sistem pengendali terdistribusi yang bertugas mengkoordinasikan aktifitas
transportasi secara menyeluruh. Sistem pengendali tersebut menyediakan informasi tentang tata letak
STF, status tiap modul, serta jadwal aktivitas transportasi yang harus dilakukan. Informasi tersebut
kemudian digunakan sebagai dasar pendistribusian fungsi kontrol pada setiap modul, sehingga sistem
secara keseluruhan dapat beradaptasi dengan perubahan aktivitas yang terjadi.
7
Gambar 4.4 Mekanisme miniatur STF
Gambar 4.5 Struktur pengendali STF
Konfigurasi STF sewaktu-waktu dapat diubah. Fungsi kontrol modul-modul yang mengalami modifikasi
tersebut dapat beradaptasi dengan cepat sehingga operasi transportasi yang harus dijalankan oleh STF
tidak terganggu. Elemen-elemen yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas pengendalian
transportasi material (palet), digambarkan secara skematis pada gambar 4.5. Pada gambar tersebut
ditunjukkan bahwa aktivitas transportasi pada STF dilakukan melalui dua lapis sistem pengendali. Tugas
pengendali sel (cell controller) adalah melakukan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan
koordinasi rute transportasi. Pengendali
peralatan (equipment controller level)
bertugas menentukan sekuen operasi
peralatan transportasi, sesuai dengan hasil
koordinasi rute transportasi sehingga
transportasi material(palet) dari satu tempat
ke tempat yang lain dapat dilakukan dengan
benar.
Lapisan pengendali sel disusun oleh
perangkat lunak Pengendali Operasi
Produksi (Production Controller) dan
Administrator Rute Transportasi (Route
Administrator). Informasi yang dibutuhkan
oleh kedua perangkat lunak tersebut untuk
melakukan pengendalian rute transportasi
meliputi: informasi urutan perpindahan
produk antar sel produksi, informasi layout
fasilitas transportasi, serta status terakhir
fasilitas transportasi. Informasi tersebut
disimpan dalam bentuk basis data yang
dapat diakses oleh kedua perangkat lunak
8
Gambar 4.6 Koordinasi operasi transportasi antar segmen dan antar area
yang digunakan, dan selalu merupakan informasi terbaru yang merepresentasikan kondisi sebenarnya
lapisan peralatan (equipment level).
S e b a g a i p e n g e n d a l i
peralatan (Equipment
Controller Level), diguna-
kan PLC (Programmable
Logic Controller), yang
sudah terbukti handal dan
memang didesain secara
modular untuk memenuhi
kebutuhan kontrol d i
in d u s t r i . P L C ya n g
digunakan untuk mengen-
dalikan STF, melaksana-
kan operasi transportasi
berdasarkan permintaan
dari pengontrol la in .
Dalam ha l in i PLC
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: PLC yang berperan sebagai koordinator (manager), dan PLC yang
berperan sebagai pelaksana (executor). Posisi kedua PLC tersebut dalam sistem pengendalian
diperlihatkan pada gambar 4.6. PLC koordinator bertugas mengelola operasi transportasi dalam satu
area. Untuk melakukan tugas tersebut PLC koordinator diberi kemampuan untuk menerima dan
mengolah informasi operasi transportasi dari pengendali lain (perangkat lunak pengendali rute
transportasi, PLC manager yang lain, PLC pelaksana). Berdasarkan informasi yang diterima, PLC jenis
ini akan melakukan koordinasi dengan PLC pelaksana yang berada pada area yang sama, atau PLC
koordinator yang bertugas mengelola area yang lain. Berbeda dengan PLC koordinator, PLC pelaksana
hanya dapat berkomunikasi dan melaksanakan tugas yang diberikan oleh PLC koordinator.
Dalam penerapan nantinya, STF yang diintegrasikan dengan sistem pengendali produksi yang setara
dengan FMS, diharapkan memungkinkan bagi penyusunan berbagai sekuen operasi pengerjaan. Selain
itu sistem juga diharapkan dapat bersifat fleksibel baik bagi sekuen pengerjaan yang baru, perubahan
jalur transportasi, maupun kondisi dinamik lain yang tidak teramal.
4.2 Otomasi Sistem Penjadwalan
Otomasi sistem penjadwalan merupakan level berikutnya dari strategi otomasi sistem manufaktur secara
bottom-up. Tujuan pengembangan otomasi sistem penjadwalan adalah mempermudah pengelolaan
elemen-elemen produksi baik resources produksi seperti mesin, peralatan transportasi, perkakas potong
dan sebagainya, maupun produk baik berupa bahan baku, produk setengah jadi, maupun produk akhir.
Pengelolaan produksi yang paling sulit adalah pada produksi job shop dan pada metoda produksi lain
yang mengalami perubahan kondisi dinamik yang tidak sesuai dengan yang diramalkan (tidak teramal),
misalnya kerusakan mesin, keterlambatan proses, keterlambatan material dan sebagainya.
Keluaran sistem penjadwalan berupa jadwal operasi yang berisi informasi antara lain, kapan suatu produk
harus dilakukan proses tertentu, menggunakan mesin yang mana, operatornya siapa, perkakas potong
maupun alat bantu yang digunakan apa, perintah pengendalian mesinnya (untuk mesin-mesin otomatis)
yang mana, dan sebagainya. Dari keluaran ini diharapkan perencanaan produksi dapat terlihat transparan
dan dapat diakses secara on line oleh elemen-elemen produksi yang memerlukan.
Pada penelitian yang dilakukan telah dikembangkan perangkat lunak otomasi sistem penjadwalan yang
diberi nama ADiMS. Perangkat lunak ini dapat digunakan untuk penjadwalan maupun penjadwalan
kembali operasi produksi di lingkungan produksi job shop. Dalam tahap pertama, elemen produksi yang
dilibatkan dalam sistem penjadwalan baru mencakup mesin dan produk. Contoh tampilan sistem
penjadwalan yang dibuat, yang merupakan hasil pengambilan keputusan secara mandiri oleh mesin-
mesin dan produk-produk yang terlibat, diperlihatkan pada gambar 4.7[5].
9
Gambar 4.7 Obyek tampilan Gantt-chart bersifat aktif, informasi detail yang tersembunyi
dapat ditampilkan. Sorting dapat dilakukan berdasarkan produk, peralatan,
order, atau part.
Gambar 4.8 Kalender
Pada gambar 4.7 diperlihatkan jadwal operasi produk dalam selang waktu (durasi) tiga bulan. Dengan
mengklik radio button pada bagian kanan bawah, tampilan dapat diatur untuk memperlihatkan jadwal
operasi produk, mesin, atau kedua-duanya. Pada Combo box di bagian bawah tengah dapat dipilih produk
atau order yang ingin dilihat jadwal pengerjaannya. Satu order dapat berisi lebih dari satu produk dan
dalam setiap produk dapat terdiri dari banyak komponen penyusunnya.
ADiMS mempunyai model sistem kalender yang mendekati keadaan sebenarnya, seperti diperlihatkan
pada gambar 4.8. Pada sistem kalender dapat diisikan jam kerja kerja per shift, shift kerja perhari, dan
hari kerja perminggu baik berupa default maupun pengesetan shift kerja khusus pada tanggal tertentu.
Sistem kalender merupakan modul yang menyediakan informasi waktu bagi ADiMS. Jumlah mesin yang
dapat diangani penjadwalannya teoritis tidak
terbatas, kalaupun ada batasan dikarenakan
keterbatasan kemampuan perangkat keras.
Kekompleksan produk yang dapat ditangani juga
tidak terbatas, baik produk sederhana yang
berupa part tunggal dengan satu proses,
ataupun produk kompleks dengan banyak
komponen dan masing-masing komponen
dengan banyak proses. Modul sistem yang untuk
menangani manajemen produk diperlihatkan
pada gambar 4.9.
Data input yang diperlukan agar ADiMS dapat
bekerja adalah: kalender perusahaan; istilah-
is t i la h p roses s tandar ya n g d ik e n a l
diperusahaan; informasi (ID) mesin-mesin yang
ada beserta kemampuan proses dari setiap
mesin; informasi produk terutama mengenai
perencanaan prosesnya.
10
Gambar 4.9 Sistem manajemen produkGambar 4.10 Model produk 3D dengan tampilan wire frame
4.3 Otomasi Sistem Perencanaan Proses dan Perancangan Produk
Level otomasi berikutnya setelah otomasi sistem penjadwalan adalah otomasi perencanaan proses dan
perancangan produk. Tujuan otomasi pada level ini adalah membuat model produk sehingga mampu
memberikan informasi tentang perencanaan proses (jenis-jenis proses dan alternatif urutan
pengerjaannya), informasi geometri, serta mampu memberikan tampilan 3D (tiga dimensi) di layar
komputer.
Mengingat beragamnya jenis proses yang ada serta menyadari kerumitan pada proses pemesinan, maka
dalam tahap awal, pemodelan produk yang dibuat hanya dibatasi untuk fungsi pembuatan perencanaan
proses pada proses pemesinan dengan bentuk bendakerja awal silindris dan balok. Bendakerja silindris
akan berhubungan dengan kelompok proses bubut, sedangkan proses pemesinan pada bendakerja balok
masih dibatasi untuk jenis proses end milling. Perangkat lunak otomasi perencanaan proses dan
perancangan produk telah dikembang dan diberi nama CaSTPro.
Contoh tampilan perangkat lunak CaSTPro diperlihatkan pada gambar 4.10. Perangkat lunak ini baru bisa
untuk perancangan produk prismatik. Pemodelan produk dilakukan dengan pertama kali mendefinisikan
terlebih dahulu ukuran balok awal bendakerja. Tahap berikutnya, dengan menggunakan perangkat lunak
ini, menginputkan feature-feature pemesinan kedalam bendakerja tersebut. Saat ini feature pemesinan
masih dibatasi berbentuk balok. Pada contoh tersebut dilakukan tiga kali pemasukan feature, atau
dimasukkan tiga buah feature ke bendakerja. Oleh karena ada diantara feature-feature yang berinteraksi
maka secara otomatis model produk akan mengolah interaksi tersebut, sehingga dihasilkan enam buah
feature. Hal ini dapat dilihat dengan cara meng-klik menu Status dan melihatnya pada Status W indow.
Agoritma pengolah interaksi antar feature diberi nama DISC, sesuai dengan jenis interaksi yang ada
antara dua feature, suatu feature mungkin di Dalam, Interseksi dengan, Sama dengan, atau menCakup
feature yang lain. Dengan memilih feature yang ada pada Feature List, pada sub window PreFeatures
akan ditampilkan feature-feature yang berdasarkan pertimbangan proses pembuatan harus dibuat terlebih
dahulu sebelum feature tersebut. Dengan demikian algoritma pengurutan proses pemesinan berdasarkan
alternatif urutan pembuatan feature telah dapat dibuat.
Pada CaSTPro, tampilan bendakerja berbentuk wire-frame dan dapat dirotasikan untuk memberikan
sudut pandang yang diinginkan. Jumlah feature yang dapat dimasukkan ke bendakerja teoritis tidak
11
terbatas. W alaupun demikian tampilan wire-frame dirasa masih banyak kekurangannya karena dapat
membingunkan pengguna untuk mengenali topologi produk, terutama apabila jumlah feature yang
dimasukkan sudah semakin banyak dan orientasi bendakerja sering diubah-ubah.
Informasi masukan pada otomasi perencanaan proses dan perancangan produk ini adalah dimensi awal
bendakerja dan geometri feature. Apabila informasi keluaran sistem ini, yaitu perencanaan proses,
digunakan sebagai masukan sistem penjadwalan, dengan mengintegrasi dua sistem pada dua level yang
berbeda tersebut, diharapkan akan diperoleh sistem yang lebih besar, dengan informasi masukan yang
lebih sederhana, dan informasi luaran yang lebih banyak.
4.4 Otomasi Sistem Perancangan Produk
Dalam tahap berikutnya di’impikan’ (karena belum dilaksanakan), otomasi sistem perancangan produk.
Diharapkan dengan informasi masukan yang lebih sederhana dapat diperoleh informasi tentang geometri
produk dan informasi tentang pembuatannya, baik berupa feature pemesinan atau yang lainnya. Informasi
geometri yang dihasilkan oleh sistem tentunya sudah memperhitungkan kekuatan, dan/atau kekakuan,
dan/atau sifat-sifat mekanik lainnya yang merupakan spesifikasi dalam perancangan produk. Oleh sebab
itu dalam tahap ini diperkirakan informasi masukan ke sistem hanya berupa spesifikasi produk.
5. Penutup
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan setelah membahas tentang perkembangan teknologi
manufaktur terutama dalam hal otomasi sistem manufaktur.
1. W alaupun perkembangan teknologi manufaktur melibatkan bidang-bidang ilmu yang tidak
mudah, tetapi agar tidak tertinggal semakin jauh, perkembangan ini harus diikuti dan apabila
perlu menggunakan atau berdasarkan konsep yang asli (original) agar dapat dipahami betul apa
yang dilakukan. Konsep asli ini secara periodik harus dites kebenarannya dengan jalan
diterapkan untuk menyelesaikan persoalan yang sebenarnya.
2. Otomasi sistem manufaktur merupakan hal yang kompleks yang selain perlu penguasaan bidang-
bidang ilmu tertentu secara mendalam, juga diperlukan penguasaan pengintegrasian bidang-
bidang ilmu tersebut.
3. Semua elemen produksi dapat memulai otomasi pada bidangnya masing-masing karena bidang
tersebut yang paling dikuasai, tetapi harus memperhatikan sifat modularitas bagi setiap sistem
yang dikembangkan karena sistem yang dikembangkan tersebut akan menjadi sub dari sistem
lain yang lebih besar. Dengan modularitas sub sistem yang baik, kemungkinan pengembangan
maupun pengintegrasian dengan sub sistem yang lain akan mungkin dan menjadi lebih mudah.
4. Industri (di Indonesia) harus mulai memikirkan standarisasi tidak hanya fisik produk tetapi juga
standarisasi informasi tentang model produk. Dengan adanya standarisasi sistem informasi
tentang produk, akan dimungkinkan kerjasama antar bagian atau dengan industri lain, tanpa ada
batasan jarak atau lokasi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Kiyoshi Suzaki, The New Shop Floor Management, The Free Press, New York, 1993.
[2] Manfred W eck, Handbook of Machine Tools Volume 1, John W iley & Sons, 1984.
[3] Martawirya Yatna Yuwana, Modul: Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri (SPTM), Diktat Kuliah
Sistem Produksi, Lab. Teknik Produksi - Jurusan Teknik Mesin - FTI - ITB, 1998.
[4] Akhmad Hery Kusuma, Sistem Transfer Fleksibel dengan Pengendalian Terdistribusi
Menggunakan PLC, Tugas Sarjana, Jurusan Teknik Mesin ITB, 2000.
[5] Martawirya Yatna Yuwana dan Rochmad Setyadi, Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri:
Perangkat Lunak Inti Pengembangan Sistem Produksi, Jurnal Teknik Mesin, Vol. XV. No. 1,
Maret 2000.
12
Curiculum Vitae
Dr.Ir. Yatna Yuwana Martawirya, lahir di Kediri pada tanggal 23 Maret 1956. Pada tahun 1975 melanjutkan
pendidikan S1 ke ITB, dan lulus pada tahun 1980 pada Jurusan Teknik Mesin ITB dengan bidang keahlian
Teknik Produksi. Tahun 1990 lulus magister bidang Teknik Produksi di Kobe University. Pada tahun 1993
di universitas yang sama mendapatkan gelar dokor dibidang Intelligence Science.
Mulai tahun 1980 sampai sekarang aktif sebagai dosen di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi
Industri Institut Teknologi Bandung. Pada program S1 mengajar matakuliah Proses Produksi I, Proses
Produksi II, Mesin Perkakas, Sistem Produksi, dan Pemrograman Berorientasi Obyek. Sedangkan pada
program S2 mengajar matakuliah Manajemen Produksi, Perencanaan Produksi, dan Pemrograman
Berorientasi Obyek. Penelitian utama yang sekarang dilakukan adalah SPTM (Sistem Produksi
Terdistribusi Mandiri) yang antara lain mencakup pengembangan sistem pengendali cell, sistem
penjadwalan, pemodelan produk, dan Virtual Factory.