Strategi Belajar Mengajar
Transcript of Strategi Belajar Mengajar
TEORI PEMBELAJARAN PAI
Teori Klasik dan Teori Modern
Disusun Oleh :
Nama : Ikwan Nurdianto
Munawaroh
STIT AL MARHALAH AL ‘ULYABEKASI
Tahun Periode 2011/2012
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya kepada
kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, Keluarga, sahabat dan seluruh umatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perkelompok mata kuliah STRATEGI
BELAJAR MENGAJAR yang berjudul “Teori-teori pembelajaran PAI” oleh dosen
pembimbing Drs. Hj. Erni Susiani...
Dalam makalah ini kami telah berusaha mengumpulkan berbagai referensi dari buku,
Al Qur’an terjemah serta internet yang terkait dengan judul makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi mahasiswa/i STIT AL-
MARHALAH AL-ULYA semester III.
Penulis mohon maaf jika dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan. Kritik
dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis agar dalam penyusunan makalah
selanjutnya dapat lebih baik lagi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu penyelesaian makalah ini.
Bekasi, Maret 2011
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………......................………...…….......…..........… i
Daftar Isi ………………………......................……..........…………........... ii
Bab Pendahuluan ……………………………………..…............................ 1
Bab Pembahasan ………………………...........………………..............….. 2
Teori-teori Pembelajaran PAI ….................……………….…..................... 2
A. Teori Klasik ...................................................................................... 3
B. Teori Modern .................................................................................... 4
− Behaviorisme ........................................................................ 4
− Kognitif ................................................................................. 4
Bab Penutupan …………………................................................................. 16
Daftar Pustaka
3
BAB I PENDAHULUAN
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsure yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat sangat bergantung pada proses
belajar yang dialami siswa baik ketika berada di sekolah maupun di lingkungan rumah
maupun keluarganya sendiri.
Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek,
bentuk, dan manifestasinya mutlak di perlukan oleh para pendidik.
Sedangkan Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana
terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran peserta didik.
Berdasarkan suatu teori belajar, suatu pembelajaran diharapkan dapat lebih meningkatkan
perolehan peserta didik sebagai hasil belajar (Trianto, 2007: 12). Teori belajar juga dapat
dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan
merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang terkait dengan peristiwa
belajar khususnya dalam pembelajaran PAI.
Secara pragmatis, teori belajar merupakan prinsip umum atau kumpulan prinsip yang
saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang
berkaitan dengan peristiwa belajar.
Terjadinya interaksi antara mengajar dengan belajar, sebenarnya berada pada suatu
kondisi yang unik, sebab secara sengaja atau tidak, masing-masing pihak berada dalam
suasana belajar. Jadi pendidik walaupun dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya secara tidak
langsung juga melakukan belajar.
Di dalam kelas ada berbagai cara atau bentuk pembelajaran yang biasa digunakan oleh
para pendidik seperti pembelajaran yang menekankan latihan, hafalan, pengulangan,
pemahaman, dan lain sebagainya. Cara atau bentuk pembelajaran bersumber dari teori atau
konsep psikologi tertentu. Dalam psikologi belajar dikenal beberapa aliran yang masing-
masing mempunyai konsep atau teori tersendiri tentang pembelajaran. Setiap teori pun
mempunyai implikasi tersendiri dalam penyusunan kurikulum.
4
Dengan demikian, agar seorang pendidik mempunyai wawasan yang lebih luas tentang
teori pembelajaran, maka konsep atau teori pembelajaran tersebut harus diketahui dan
dikuasainya lebih mendalam. Hal tersebut dimaksudkan dalam kegiatannya dapat
memperoleh hasil lebih optimal sebagaimana yang diharapkan.
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan beberapa teori dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) yang meliputi : Teori Pembiasaan Klasik, Teori Modern
(Teori Behaviorisme dan Kognitif), serta Model Pembelajaran CTL, Konstruksisme, QTL.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, makalah ini akan membahas tentang teori-
teori belajar dalam pembelajaran PAI, dengan berpijak pada sub pokok masalah sebagai
berikut: Apa saja teori-teori belajar dalam pembelajaran pendidikan agama Islam?
5
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Pembiasaan Klasik (Classical Conditioning)
Teori pembiasaan klasik (classical conditioning) ini berkembang berdasarkan hasil
eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849-1936). Seperti halnya dengan Thorndike,
Pavlov dan Watson (dapat dilihat pada bagian teori behaviorisme) yang menjadi tokoh teori
ini juga percaya bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia.
Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu (Sanjaya, 2006:
115).
Berdasarkan eksperimen dengan menggunakan anjing, Pavlov menyimpulkan bahwa
untuk membentuk tingkah laku tertentu harus dilakukan secara berulang-ulang dengan
melakukan pengkondisian tertentu. Pengkondisian itu adalah dengan melakukan semacam
pancingan dengan sesuatu yang dapat menumbuhkan tingkah laku itu (Sanjaya, 2006: 116).
Hal ini dikarenakan classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan refleks baru
dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks tersebut (Syah, 1999: 106).
Teori ini disebut classical karena yang mengawali nama teori ini untuk menghargai
karya Ivan Pavlov yang paling pertama di bidang conditioning (upaya pembiasaan) serta
untuk membedakan dari teori conditioning lainnya (Djaali, 2007: 85).
B. Teori Modern
1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu.
Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan
aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan,
bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih
refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori
kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia
adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan.
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau
emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh
faktor-faktor lingkungan.
6
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.
Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan.
Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah
konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-
unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme
hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku
manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari
lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara
reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini
berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl
laku adalah hasil belajar.
Beberapa tokoh besar dalam aliran behaviorisme antara lain adalah :
a) Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia. Ia
mengemukakan bahwa dengan menerapkan strategi ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk
mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
Pavlov mengadakan percobaan laboratories terhadap anjing. Dalam percobaan
ini anjing di beri stimulus bersarat sehingga terjadi reaksi bersarat pada anjing. Contoh
situasi percobaan tersebut pada manusia adalah bunyi bel di kelas untuk penanda
waktu tanpa disadari menyebabkan proses penandaan sesuatu terhadap bunyi-bunyian
yang berbeda dari pedagang makan, bel masuk, dan antri di bank. Dari contoh tersebut
diterapkan strategi Pavlo ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti
stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon
yang diinginkan. Sementara individu tidak sadar dikendalikan oleh stimulus dari luar.
Belajar menurut teori ini adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya
syarat-syarat yang menimbulkan reaksi.Yang terpenting dalam belajar menurut teori
7
ini adalah adanya latihan dan pengulangan. Kelemahan teori ini adalah belajar
hanyalah terjadi secara otomatis keaktifan dan penentuan pribadi dihiraukan.
Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan
belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi
pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan
sikap yang ditunjukkan gurunya.
b) Thorndike (1874-1949)
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi
antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Thorndike menggambarkan proses
belajar sebagai proses pemecahan masalah. Dalam penyelidikannya tentang proses
belajar, pelajar harus diberi persoalan, dalam hal ini Thorndike melakukan eksperimen
dengan sebuah puzzlebox. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang
dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis
bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan
Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai
respon terhadap berbagai situasi, ada eliminasai terhadap berbagai respon yang salah,
ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Atas dasar percobaan di atas, Thorndike menemukan hukum-hukum belajar :
− Hukum kesiapan (Law of Readiness)
Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh
stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu
sehingga asosaiasi cenderung diperkuat.
− Hukum latihan
Hukum latihan akan menyebabkan makin kuat atau makin lemah hubungan S-
R. Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi
tersebut semakin kuat. Hukum ini sebenarnya tercermin dalam perkataan
repetioest mater studiorum atau practice makes perfect.
− Hukum akibat ( Efek )
8
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan
dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Rumusan tingkat
hukum akibat adalah, bahwa suatu tindakan yang disertai hasil menyenangkan
cenderung untuk dipertahankan dan pada waktu lain akan diulangi. Jadi hokum
akibat menunjukkan bagaimana pengaruh hasil suatu tindakan bagi perbuatan
serupa.
Aplikasi Teori Thorndike
Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan
mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi,
tenang dan sebagainya.
Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang
ketat atau sistem drill.
Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila
perlu hukuman sehingga memberikan motivasi proses belajar
mengajar.
c) Skinner (1904-1990)
Skinner menganggap reward dan reinforcement merupakan faktor penting
dalam belajar. Skinner berpendapat bahwa tujuan psikologi adalah meramal,
mengontrol tingkah laku. Pada teori ini guru memberi penghargaan hadiah atau nilai
tinggi sehingga anak akan lebih rajin. Teori ini juga disebut dengan operant
conditioning. Operant conditioning adalah suatu proses penguatan perilaku operant
yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat diulang kembali atau menghilang
sesuai keinginan.
Operant conditing menjamin respon terhadap stimuli. Bila tidak menunjukkan
stimuli maka guru tidak dapat membimbing siswa untuk mengarahkan tingkah
lakunya. Guru memiliki peran dalam mengontrol dan mengarahkan siswa dalam
proses belajar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Prinsip belajar Skinners adalah :
− Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan jika
benar diberi penguat.
9
− Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. Materi pelajaran
digunakan sebagai sistem modul.
− Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri, tidak
digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari
hukuman.
− Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variable ratio reinforce.
− Dalam pembelajaran digunakan shapping (Shaping adalah mengembangkan
perilaku baru dengan penguat berturut-turut dan perkiraan yang teliti serta
menghilangkan perkiraan yang terdahulu dari perilaku ketika respon yang
diharapkan tidak kunjung muncul maka perlu untuk melakukan shaping.
Shaping= “strategi pemberian penguatan positif pada perilaku-perilaku yang
mendekati perilaku yang diinginkan.” Contoh: Perilaku terdahulu; Valerie
tidak bisa berbuat apa-apa karena dia RM (retardasi Mental), CP (cerebral
palsi) dan tangan kanannya lumpuh. Jadi, tujuannya bukan memfungsikan
bagian tubuh yang lumpuh itu, melainkan menyadarkan pasien bahwa bagian
tubuh yang lain (yang dapat dipakai) itu masih berfungsi dengan baik.
Shaping, merupakan salah satu prosedur untuk membentuk perilaku yang
belum dimunculkan oleh individu.
Aplikasi Teori Skinner
Guru mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa
dan dinilai sesegera mungkin.
2. Teori Kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan mempergunakan
bentuk-bentuk representatif yang mewakili semua obyek yang dihadapi, entah obyek itu
orang, benda atau kejadian/peristiwa. Segala obyek itu di representasikan atau di hadirkan
dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan
sesuatu yang bersifat mental. Misalnya, seseorang menceritakan pengalamannya selama
mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali ke negerinya sendiri. Tempat-tempat
yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat dibawa pulang, orangnya sendiri
10
juga tidak hadir di tempat-tempat itu pada waktu sedang bercerita. Tetapi, semua
pengalamannya tercatat dalam benaknya dalam bentuk berbagai gagasan dan sejumlah
tanggapan. Gagasan dan tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada
orang yang mendengarkan ceritanya. Dengan demikian, hal-hal yang tidak hadir secara fisik
pada saat sekarang, dapat menjadi bahan komunikasi antara dua orang; segala macam hal
seolah-olah dipegang, disentuh dan dipermainkan secara mental. Karena kemampuan kognitif
ini, manusia dapat menghadirkan realitas dunia di dalam dirinya sendiri.
Disamping itu, semakin besar kemampuan berbahasa untuk mengungkapkan gagasan
dan tanggapan itu, semakin meningkatlah kemahiran untuk menggunakan kemampuan
kognitif secara efisien dan efektif. Kemapuan berbahasa pun harus dikembangan melalui
belajar. Pembahasan tentang belajar kognitif di sini, akan dibatasi pada dua aktifitas kognitif
yaitu mengingat dan berpikir.
Mengingat adalah suatu aktifitas kognitif, di mana orang menyadari bahwa
pengetahuannya berasal dari masa lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh di
masa lampau.
Dalam aktivitas mental berpikir paling menjadi jelas, bahwa manusia berhadapan
dengan obyek-obyek yang diwakili dalam kesadaran. Jadi, orang tidak langsung menghadapi
obyek secara fisik seperti terjadi dalam mengamati sesuatu bila melihat, mendengar atau
meraba-raba.
Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas
seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak
tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai
dengan aspek-aspek lingkungan sebagai masukan.
Teori belajar kognitif ini memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat
mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor
kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu
dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar
peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh mana fungsi kognitif peserta didik dapat
berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.
11
Peranan guru menurut teori belajar kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan
potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi yang ada pada setiap peserta
didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka
peserta akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di
sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.
Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam oleh
para calon guru dan para guru demi untuk menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa
pengetahuan tentang kognitif peserta didik guru akan mengalami kesulitan dalam
membelajarkan peserta didik di kelas yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas
proses pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas melalui proses belajar mengajar antara
guru dengan peserta didik.
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Menurut Piaget aspek perkembangan kognitif meliputi empat tahap, yaitu:
Sensory-motor (sensori-motor)
Selama perkembangan dalam periode ini berlangsung sejak anak lahir sampai
usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif
dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun primitif dan
terkesan tidak penting, intelegensi sensori-motor sesungguhnya merupakan
intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi pondasi untuk tipe-tipe
intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
Pre operational (praoperasional)
Perkembangan ini bermula pada saat anak berumur 2-7 tahun dan telah
memiliki penguasaan sempurna mengenai objek permanence, artinya anak
tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang ada
atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak
12
dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, padangan terhadap eksistensi benda tersebut
berbeda dari pandangan pada periode sensori-motor, yakni tidak lagi
bergantung pada pengamatan belaka.
Concrete operational (konkret-operasional)
Dalam periode konkret operasional ini belangsung hingga usia menjelang
remaja, kemudian anak mulai memperoleh tamnbahan kemampuan yang
disebut sistem of operations (satuan langkah berfikir). Kemampuan ini
berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan pemmikiran dan idenya dengan
peristiwa tertentu dalam sistem pemikirannya sendiri.
Formal operational (formal-operasional)
Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau
sudah menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan daapat mengatasi
masalah keterbatasan pemikiran. Dalam pperkembangan kognitif akhir ini
seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara
simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni:
kapasitas menggunakan hipotesis,
kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak
Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat berpengaruh terhadap kualiatas
skema kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-orang dewasa. Oleh karenanya, seorang
remaja pelajar yang telah berhasil menempuh proses perkembangan formal operasional secara
kognitif dapat dianggap telah mulai dewasa.
C. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan proses pembelajaran yang
holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan
kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel
untuk mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
CTL disebut pendekatan kontektual karena konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
13
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat.
Rasional
Dalam Contextual teaching and learning (CTL) diperlukan sebuah pendekatan yang
lebih memberdayakan siswa dengan harapan siswa mampu mengkonstruksikan pengetahuan
dalam benak mereka, bukan menghafalkan fakta. Disamping itu siswa belajar melalui
mengalami bukan menghafal, mengingat pengetahuan bukan sebuah perangkat fakta dan
konsep yang siap diterima akan tetapi sesuatu yang harus dikonstruksi oleh siswa. Dengan
rasional tersebut pengetahuan selalu berubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Pemikiran Tentang Belajar
Proses belajar anak dalam belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi
pengetahuan, kemudian memberi makna pada pengetahuan itu. Transfer belajar; anak harus
tahu makna belajar dan menggunakan pengetahuan serta ketrampilan yang diperolehnya
untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Siswa sebagai pembelajar; tugas guru
mengatur strategi belajar dan membantu menghubungkan pengetahuan lama dengan
pengetahuan baru, kemudian memfasilitasi kegiatan belajar. Pentingnya lingkungan belajar;
siswa bekerja dan belajar secara di panggung guru mengarahkan dari dekat.
Hakekat
Komponen pembelajaran yang efektif meliputi:
Konstruktivisme, konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun
makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas
dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan
dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
Tanya jawab, dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru
maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa
merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa,
14
guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke
kelas.
Inkuiri, merupakan siklus proses dalam membangun pengetahuan/ konsep yang
bermula dari melakukan observasi, bertanya, investigasi, analisis, kemudian membangun teori
atau konsep. Siklus inkuiri meliputi; observasi, tanya jawab, hipoteis, pengumpulan data,
analisis data, kemudian disimpulkan.
Komunitas belajar, adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai
wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Prakteknya dapat berwujud
dalam; pembentukan kelompok kecil atau kelompok besar serta mendatangkan ahli ke kelas,
bekerja dengan kelas sederajat, bekerja dengan kelas di atasnya, beekrja dengan masyarakat.
Pemodelan, dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa
dapat mencontoh, belajr atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru
memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model dapat
diambil dari siswa berprestasi atau melalui media cetak dan elektronik.
Refleksi, yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan
pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang
belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya
adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di
buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil
karya.
Penilaian otentik, prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan,
ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada; pembelajaran
seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya
informasi di akhr periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada
prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
D. Penerapan CTL dalam pembelajaran
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri dan engkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan baru.
Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua toipik. Kembangkan sifat keingin
15
tahuan siswa dengan cara bertanya. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-
kelompok). Hadirkan model sebagai contoh dalam pembelajaran. Lakukan refleksi pada akhir
pertemuan. Lakukan penilaian otentik yang betul-betul menunjukkan kemampuan siswa.
E. Model Pembelajaran konstruktivisme
Berikut ini diberikan 6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam
pembelajaran di sekolah, yaitu:
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri,
berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang
gagasannya.
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan
gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan
memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang
pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi
tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasanpada saat yang tepat.
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan
menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya
memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan merka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa untuk
mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang
mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu
ada satu jawaban yang benar.
16
F. Quantum Teaching and Learning (QTL)
Merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik. Filosofi pendekatan pembelajaran
Quantum dikenal dengan istilah TANDUR yang merupakan kepanjangan dari :
T = Tumbuhkan, tumbuhkan minat dengan menunjukkan manfaat dari
kompetensi yang dipelajari terhadap kehidupan peserta didik
A = Alami, ciptakan dan berikan pengalaman langsung yang dapat
dimengerti oleh peserta didik
N = Namai, berikan kata-kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, untuk
mudah diingat dan dipahami
D = Demonstrasikan, sediakan waktu dan kesempatan bagi peserta didik
untuk menunjukkan kemampuan yang diperoleh selama proses
pembelajaran
U = Ulangi, tunjukkan kepada peserta didik cara mengulangi materi dan
tegaskan bahwa “Aku mampu bahwa aku memang mampu”
R = Rayakan, akui hasil belajar peserta didik, baik dalam bentuk
penyelesaian, partisipasi, perolehan keterampilan ataupun ilmu
pengetahuan dan beri penghargaan
Pendekatan Pembelajaran Quantum
Kelas merupakan komunitas belajar yang menjadi tempat untuk meningkatkan
kesadaran, daya dengar, partisipasi, umpan balik dan pertumbuhan bagi peserta didik. Kelas
merupakan tempat bagi peserta didik mencari dan terbuka terhadap umpan balik, mengalami
perubahan, kegembiraan dan kepuasan, memberi dan menerima, belajar mengakui dan
mendukung orang lain, serta belajar dan tumbuh sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Untuk membentuk lingkungan kelas yang dapat mengakomodasi semua tempat belajar
yang baik, diperlukan langkah-langkah berikut:
17
a. Membangun ikatan emosional. Kunci untuk membangun ikatan emosional
adalah dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan,
dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar.
b. Menjalin rasa simpati dan saling pengertian. Untuk meningkatkan keterlibatan
peserta didik pada proses pembelajaran, guru harus membangun hubungan
dengan menjalin rasa simpati dan saling pengertian.
c. Menciptakan keriangan dan ketakjuban. Menumbuhkan lebih banyak
kegembiraan dalam pengajaran, melalui pemberian afirmasi (penguatan atau
penegasan), pengakuan, dan perayaan,
d. Mengambil Resiko. Peserta didik belajar berani mengambil resiko. Sebagai
contoh peserta didik berani menghabiskan sebagian waktunya untuk datang ke
sekolah merupakan salah satu resiko peserta didik dalam memasuki proses
belajar.
e. Ciptakan rasa saling memiliki. Umumnya semua peserta didik ingin merasa
saling memiliki, karena dengan rasa saling memiliki akan memberikan nilai
tambah, merasa lebih berdaya dan diterima di dalam kelompoknya. Dengan
rasa saling memiliki akan menciptakan rasa kebersamaan, kesatuan,
kesepakatan dan dukungan dalam belajar.
f. Memberikan keteladanan. Keteladanan guru dalam segala hal menjadi cara
yang ampuh dalam membangun hubungan dan memahami perasaan orang lain.
Keteladanan akan memperkuat proses pembelajaran yang dilakukan.
Langkah-langkah pembelajaran quantum:
Menentukan tujuan pembelajaran
Komunitas dalam belajar memiliki tujuan yang sama. Dimanapun
mereka berada, baik di kelas, di sekolah maupun di lembaga diklat
lain, memiliki tujuan sama yaitu mengembangkan kecakapan peserta
didik sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
Meyakinkan kemampuan peserta didik dalam belajar, dan
kemampuan guru dalam mengajar
Menjaga agar komunitas kelas tepat berjalan agar peserta didik tetap
memiliki minat belajar tinggi
18
Lingkungan yang mendukung model pembelajaran quantum antara lain :
a. Poster ikon, poster afirmasi, penggunaan warna, alat bantu dapat digunakan
dalam pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran, kemampuan guru dan
fasilitas yang dimiliki.
b. Pengaturan tempat duduk peserta didik memiliki peran penting dalam proses
pembelajaran. Peserta didik diberi kebebasan untuk mengatur posisi tempat
duduk sehingga proses interaksi dapat berjalan dengan baik.
c. Tumbuhan, aroma dan unsur organik lainnya, dapat memperkaya kesegaran
ruangan kelas
d. Musik dapat digunakan untuk menata suasana hati, mengubah keadaan mental
peserta didik, serta mendukung lingkungan belajar.
19
BAB III PENUTUP
Aplikasi teori-teori pembelajaran PAI pada bab pembahasan adalah bahwa guru memiliki
kemampuan dalam mengelola hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran
sehingga hasil belajar siswa dapat optimal.
Manfaat dari beberapa teori belajar adalah :
1. Membantu guru untuk memahami bagaimana siswa belajar,
2. Membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses pembelajaran,
3. Memandu guru untuk mengelola kelas,
4. Membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru sendiri serta hasil
belajar siswa yang telah dicapai,
5. Membantu proses belajar lebih efektif, efisien dan produktif,
6. Membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada siswa
sehingga dapat mencapai hasil prestasi yang maksimal.
Implikasi perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah beragam. Guru dapat
menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori behaviorisme dalam
pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dan sebagainya.
20
DAFTAR PUSTAKA
(http://khoirunnisadestioktaviani.blogspot.com/2011/03/teori-teori-belajar-sebagai-
landasan.html)
(http://omenfadly.blogspot.com/2011/02/teori-teori-pembelajaran-pai.html )
http://www.elfilany.com/2011/03/teori-belajar-menurut-aliran.html
http://khoirunnisadestioktaviani.blogspot.com/2011/03/teori-teori-belajar-sebagai-
landasan.html
http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/09/14/teori-belajar-kognitif-dan-aspek-
perkembangan-kognitif-menurut-piaget/
http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/31/konstruktivisme-6-keunggulan-
penggunaan-pandangan-konstruktivisme-dalam-pembelajaran/
http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-
teaching-and-learning-ctl.php
http://sugitotp.wordpress.com/2010/11/14/quantum-teaching-and-learning-qtl/
http://aniez031290.wordpress.com/2011/05/29/shaping/
http://sunartombs.wordpress.com/2010/01/02/contextual-teaching-and-learning-ctl/
21