Status Obgyn HEG
-
Upload
rabieahbahanan -
Category
Documents
-
view
312 -
download
4
description
Transcript of Status Obgyn HEG
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
RUMAH SAKIT FAMILY MEDICAL CENTER
Nama Mahasiswa : Rabie’ah Tanda Tangan:
NIM : 11 2014 061
Dr. Pembimbing : Dr. Edwin Perdana, Sp.OG
Masuk Rumah Sakit : 8 September 2015 pukul 12.35
IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap : Ny. D
Usia : 24 Tahun
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMP
Nama Suami : Tn. MR
Usia : 28 Tahun
Suku Bangsa : Sunda
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kampung Pabuaran RT
007/002
I. ANAMNESIS
Diambil dari Autoanamnesis Tanggal 8 September 2015, pukul 10.00
1. Keluhan utama : Muntah sejak 2 hari SMRS
2. Keluhan tambahan : mual disertai nyeri pada bagian perut
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poliklinik kandungan RS FMC dengan keluhan muntah-muntah sejak 2
hari SMRS, keluhan muntah disertai dengan adanya mual terlebih dahulu dan nyeri pada perut
bagian tengah. Pasien berkata mual dan muntah dirasakan setiap habis makan, muntah sebanyak
± 5 kali.
Satu hari SMRS pasien berkata mual dan muntah dirasa semakin berat, pasien muntah
setiap habis minum air sehingga nafsu makan dan minum pasien berkurang. Muntah ± 6-7 kali.
Pasien juga merasa lemas dan pusing. Pada awalnya muntah masih terdapat ampas, sekarang
muntah hanya berupa cairan berwarna kekuningan saja, tidak ada darah, dan pasien juga berkata
muntah tidak menyemprot. Pasien mengaku nafsu makan berkurang dan merasa lemas dan
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien mengaku sedang hamil dengan usia kehamilan 12 Minggu. Pasien berkata ini
merupakan kehamilan pertama, dan tidak ada riwayat keguguran sebelumnya, pasien juga
berkata tidak ada riwayat penggunaan KB sebelumnya. Riwayat ANC selama kehamilan baik,
dan rutin ke bidan setiap bulannya. Pasien berkata tidak ada keluarnya keputihan, flek, ataupun
darah serta lendir.
Pasien berkata tidak memiliki riwayat penyakit Asma(-), darah tinggi (-), kencing manis
(-), maag (+)
4. Riwayat Haid
Haid pertama usia 12 Tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama nya 6-7 Hari. Dalam sehari dapat ganti pembalut sebanyak 2-3 pembalut
HPHT : 13-06-2015
5. Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah selama 5 bulan, ini merupakan pernikahan pertama.
6. Riwayat Obstetrik
Kehamilan Pertama: (hamil ini) aterm, ANC teratur tiap bulan di bidan. Vitamin selama
hamil (+) berupa asam folat
7. Riwayat Keluarga Berencana
Pasien belum pernah menggunakan KB dalam bentuk apapun sebelumnya
2
II. PEMERIKSAAN JASMANI
1. Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Keadaan gizi : gizi kurang
Kesadaran : Compos Mentis
Kontak psikik : Baik
TD: 90/60 mmHg HR: 84x/menit RR: 24x/menit Suhu: 36,7o
TB: 150cm BB: 36 kg
Kulit : warna sawo matang, tidak ikterik
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva pucat (+), sklera kuning (-)
Telinga : dalam batas normal
Mulut/gigi : dalam batas normal
Hidung : Secret -/-
Leher : tiroid tidak membesar
Dada : simetris
Jantung : BJ 1-2 reguler. Murmur (-), gallop (-)
Pulmo : suara nafas vesicular, Rh (-/-), Wheezing (-/-)
Punggung : lengkung tulang vertebra baik
Penimbunan Lemak : Merata
Ekstremitas : pitting (-/-)
Pertumbuhan rambut : Kumis (-), ketiak (+) rambut tipis, pubis (+), betis (+)
rambut tipis
Sensibilitas : sensitive
2. Pemeriksaan Payudara
Bentuk payudara simetris. Tidak tampak massa/ kelainan pada kulit. Tidak teraba massa.
3
3. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : perut datar. Linea nigra (+). Striae (-).
Palpasi : perut supel, turgor kulit baik. Nyeri tekan (-).
TFU: 1 jari diatas Simfisis Pubis
Auskultasi: bising usus (+) normal.
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 8 September 2015 pk 15.43
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 11,8 g/dL
Lekosit 6.600 /mm3
Hematokrit 34,2 %
Trombosit 191.000/UL
Tanggal 9 September 2015 pk 08.00
URINE LENGKAP
Kimia Urine
Warna kuning
Kejernihan Agak Keruh
pH 6,0
Berat Jenis 1.015
Protein Negatif
Glukosa Negatif
Urobilinogen 0,2
Bilirubin Negatif
Keton Negatif
Darah Samar Negatif
Nitrit Negatif
Mikroskopik Urine
Eritrosit 0-1
Leukosit 1-2
Epitel + 1
Kristal Negatif
Silinder Negatif
Bakteri Negatif
LABORATORIUM LAIN (tidak dilakukan)
IV. RINGKASAN (RESUME)
4
Seorang pasien perempuan berusia 24 tahun dengan G1P0A0 datang ke RS FMC dengan
keluhan muntah sejak 2 hari SMRS, muntah didahului dengan mual, muntah-muntah bisa 6-7x/
hari. Pasien sedang hamil anak pertama dengan usia kehamilan 12 minggu tanpa adanya
komplikasi selama masa kehamilan, pasien mengaku belum pernah keguguran dan tidak
menggunakan KB sebelumnya.
Dari pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan, pada abdomen terdapat linea nigra. Pada pemeriksaan fisik obstetri didapatkan
tinggu fundus uteri 1 jari di atas simfisis.
Pada pemeriksaan laboratorium pada tanggal 8 September 2015 pukul 15.43 WIB
didapatkan Hb 11,8 g/dL, Ht 34,2%, leukosit 6.600, trombosit 191.000, ureum 26, kreatinin 0.57,
GDS 76.
V. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0, gravida 12 minggu janin tunggal hidup intrauterin dengan Hiperemesis
Gravidarum grade I
VI. RENCANA PENGELOLAAN
a. Rencana Terapi
1. IVFD Asering 500 cc + ondancentron 8 mg 40 tpm
2. IVFD D5 + neurobion 5000 + metoclopramide 1 amp 40 tpm
Diberikan selang seling kecuali neurobion 5000 ( 1x/ 24 jam )
3. Progesteron 400 mg atau Utrogestan 200 mg
Diberika 1x/vaginam tiap malam
4. Obat Racikan :
R/ PCT 200 mg
Ondancentron 4 mg
Ranitidin 50 mg
Luminal 10 mg
5
Valisanbe 0,5 mg
CTM Tab No. I
sl qs
m.f cap dtd No. XV
S3 dd cap 1
b. Edukasi
1. Makan tinggi kalori
2. Makan berserat halus
3. Tirah baring
VII. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
Ad sanationam : Bonam
VIII. FOLLOW UP
9 September 2015 pk 07.00
S : Keluhan mual dan muntah sudah dirasa berkurang, lemas (+), pusing (+), nyeri
perut (+) BAK (+) keruh, BAB (+), makan (+), minum (+)
O : Keadaan Umum: tampak sakit sedang
Kesadaran: compos mentis
TD: 90/60 mmHg HR: 72x/menit
RR: 20x/menit Suhu: 36,oC
Mata: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-)
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+)
TFU: 1 jari di atas simfisis pubis
Ekstremitas: akral hangat, edema (-)
A : G1P0A0 Gravida 12 minggu, JTHIU dengan HEG Grade I
P : terapi dilanjutkan.
6
10 September 2015 pk 07.00
S : Keluhan mual dan muntah sudah tidak ada, lemas (-), pusing (-), nyeri perut (-)
BAK (+) jernih, BAB (+), makan (+), minum (+)
O : Kondisi umum: baik
Kesadaran: compos mentis
TD: 100/70 mmHg HR: 80x/menit
RR: 22x/menit Suhu: 36,4oC
Mata: konjungtiva anemi (-), sklera ikterik (-).
Abdomen: supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
TFU: 1 jari diatas simfisis pubis.
Ekstremitas: akral hangat, udem (-)
A : G1P0A0 Gravida 12 minggu, JTHIU dengan HEG Grade I
P : aff infus
Terapi Oral dilanjutkan
Progesteron di hentikan
Rencana Pulang
PEMBAHASAN KASUS
Mual dan muntah adalah gejala yang wajar dan sering timbul pada kehamilan trimester I,
gejala ini biasa disebut dengan morning sickness. Keluhan ini kurang lebih terjadi 6 minggu
setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan
muntah terjadi pada 60–80% primigravida dan 40-60% multigravida. Bila mual dan muntah
mengakibatkan gangguan yang berat pada ibu sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit
maka kondisi ini disebut hiperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum ditandai dengan mual dan muntah terus-menerus yang
berhubungan dengan ketosis dan kehilangan berat badan (> 5% dari berat sebelum hamil).
Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan deplesi volume, ketidakseimbangan elektrolit dan
asam-basa, kekurangan gizi, dan bahkan kematian.
7
Hiperemesis gravidarum biasa terjadi pada primigavida, mola hidatidosa, diabetes,
kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG.1
Pada kasus didapatkan seorang perempuan berusia 24 tahun G1P0A0 hamil 12-13
minggu dengan keluhan muntah yang di dahului oleh mual sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Mual dirasa terus meneus, dan muntah biasanya timbul ketika habis makan dan minum,
sehingga nafsu makan pasien berkurang. Mual dan muntah berat pada ibu hamil disebut sebagai
hyperemesis gravidarum.
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah hebat dalam masa kehamilan yang
dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau gangguan elektrolit
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan membahayakan janin di dalam kandungan.1
Pada umumnya HEG terjadi pada minggu ke 6 - 12 masa kehamilan, yang dapat berlanjut
sampai minggu ke 16 – 20 masa kehamilan.1-3
Keluhan mual dan muntah kadang-kadang begitu hebat dimana segala apapun yang
dimakan atau diminum dimuntahkan kembali sehingga dapat mempengaruhi keadaan umum
dan mengganggu aktivitas sehari-hari, terjadi penurunan berat badan, dehidrasi dan
asetonuria.1
Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi ke dalam 3
tingkatan1
Tingkat I. Ringan
Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa
lemah, intoleransi terhadap makanan dan minuman, berat badan menurun dan nyeri
epigastrium. Frekuensi nadi meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistolik
menurun, turgor kulit berkurang, lidah kering, mata cekung, urin sedikit tetapi masih
normal.1,3
Tingkat II. Sedang
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang lidah mengering
dan tampak kotor, nadi 100-140x permenit, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit
ikterik. Berat badan turun dan mata cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan
8
konstipasi. Dapat pula tercium aseton dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma
yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.1,2
Tingkat III. Berat
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai
koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun.1,Komplikasi fatal terjadi
pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wernicke, dengan gejala nistagmus,
diplopia dan perubahan mental.1,3
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti.1,3,4 Mual dan
muntah tampaknya berkaitan dengan kombinasi hormon esterogen dan progesteron serta
peranan dari hormon human gonadotropin korionik.1 Keadaan ini biasanya terjadi pada
trimester pertama, kehamilan pertama, riwayat keluarga hiperemesis gravidarum, mola
hidatidosa dan kehamilan multiple.7
a) Hormon
Hiperemesis berhubungan dengan peningkatan kadar serum hormon kehamilan. Meskipun
stimulus pasti tidak diketahui, hCG (human chorionic gonadotropin), estrogen, progesteron,
leptin, hormon pertumbuhan plasenta, prolaktin, tiroksin, dan hormon adrenokortikal.4-6
a. HCG
HCG adalah faktor endokrin paling penting untuk terjadinya hiperemesis gravidarum.
Kesimpulan ini berdasarkan hubungan antara peningkatan produksi HCG (seperti
dalam kehamilan mola atau multipel) dan fakta insiden hiperemesis paling tinggi
ketika produksi HCG mencapai puncaknya selama kehamilan (sekitar 9 minggu).8
b. Estrogen
Peningkatan kadar estrogen dan estradiol diketahui menyebabkan mual dan muntah
selama kehamilan.8
c. Hipertiroidisme
Fungsi tiroid secara fisiologis berubah selama kehamilan, termasuk stimulasi oleh
HCG. Hipertiroidisme dengan fT3 dan fT4, tetapi kadar TSH menurun, mungkin
berimplikasi pada hiperemesis gravidarum. THHG (transient hyperthyroidism of
hyperemesis gravidarum) adalah penemuan berdasarkan skrining pada perempuan
9
dengan peningkatan kadar HCG dan fT4. THHG mungkin bertahan hingga minggu
18 kehamilan, dan tidak membutuhkan pengobatan. Kondisi ini mungkin sebagian
disebabkan oleh kadar HCG yang tinggi dan sering dijumpai pada pasien dengan
hiperemesis gravidarum karena HCG dan TSH mempunya struktur protein yang
mirip, sehingga HCG mampu bertindak seperti TRH dan terjadi hiperstimulasi tiroid.
THHG didiagnosis berdasarkan:
- Serologi patologis selama hiperemesis;
- Tidak ada riwayat hipertiroid sebelum kehamilan;
- Tidak adanya antibodi tiroid.9
b) Alergi atau imunologi (masuknya villi chorealis ke sirkulasi maternal)
Laporan terbaru juga menunjukkan hubungan antara keparahan hiperemesis dengan
konsentrasi sel-sel bebas DNA fetus. DNA fetus berasal dari destruksi trofoblas villi yang
membatas rongga intervilli diisi dengan darah maternal. DNA fetus dihancurkan oleh
sistem imun maternal yang hiperaktif. Aktivasi fungsional dari natural killer dan sel T-
sitotoksik ditemukan lebih jelas pada perempuan hiperemesis daripada tanpa hiperemesis.
Secara klinis, keparahan hiperemesis berhubungan dengan peningkatan DNA fetus. Jika
sistem imun maternal telah mentoleransi fetus, miometrium diinvasi oleh pertumbuhan
trofoblas, tetapi adanya interaksi imun antara ibu dan fetus, invasi trofoblas ke
miometrium akan menyebabkan peningkatakan konsentrasi DNA fetus dalam plasma
maternal. Hiperaktivasi sistem imun maternal akan menyebabkan hiperemesis. Lebih
lanjut, kadar TNF-alfa ditemukan lebih tinggi pada pasien dengan hiperemesis, dan dapat
menjadi etiologi. Kadar IL-6 juga ditemukan memperkuat sekresi β-hCG dari sel
trofoblas.8
c) Helicobacter pylori
Hubungan infeksi H. pylori telah diajukan, tetapi bukti belum ada. Goldberd, dkk
menunjukkan studi 14 kasus kontrol. Meskipun analisis diindikasikan, hubungan antara
H. pylori dan hiperemesis, heterogenisitas antara beberapa kelompok studi ekstensif.
Pada waktu ini, kami tidak mendiagnosis dan merawat infeksi gaster pada perempuan
dengan hiperemesis. Selain itu, H. pylori juga berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya preeklampsia. Pada studi oleh Dodds dkk, insiden hipertensi dalam kehamilan
10
tidak berbeda antara kelompok kasus dan kontrol. H. pylori juga berhubungan dengan
defisiensi besi pada kehamilan.4,6-8 Penelitian melaporkan bahwa 90% kasus kehamilan
dengan HG juga terinfeksi dengan bakteri ini, yang dapat menyebabkan luka pada
lambung.
Perubahan Metabolisme, Biokimia, dan Sirkulasi
Tidak adekuatnya asupan makanan menyebabkan kekurangan glikogen. Suplai
energi, simpanan lemak dipecah. Karena karbohidrat yang rendah, terdapat oksidasi tidak
lengkap dari lemak dan akumulasi badan keton dalam darah. Aseton biasanya diekskresikan
melalui ginjal dan pernapasan. Selain itu, terjadi pula peningkatan metabolisme protein dari
jaringan endogen sehingga terjadi ekskresi berlebihan dari nitrogen nonprotein dalam urine.
Hilangnya air dan garam melalui muntah menyebabkan penurunan natrium, kalium,
dan klorida plasma. Klorida urine mungkin dibawah normal 5 mg/liter atau mungkin tidak
ada. Disfungsi hepar menyebakan asidosis dan ketosis sehingga terjadi peningkatan urea
darah dan asam urat, hipoglikemia, hipoproteinemia, hipovitaminosis, dan
hiperbilirubinemia.
Dalam sistem sirkulasi, dapat terjadi hemokonsentrasi sehingga terjadi peningkatan
persentase hemoglobin, jumlah sel darah merah dan nilai hematokrit. Selain itu, terdapat
jumlah sel darah putih dengan peningkatan eosinofil. Selain itu, terjadi pengurangan cairan
ekstraseluler.7
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang khas dan jika perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium.1 Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar.3 Harus
ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus-menerus, sehingga
mempengaruhi keadaan. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit
gastritis, kolesistitis, pankreatitis, hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis, ulkus ventrikuli
dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.3,4
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien lemah, apatis sampai koma, nadi
meningkat sampai 100 kali per menit, suhu meningkat, tekanan darah turun, atau ada tanda
11
dehidrasi lain. Pada pemeriksaan elektrolit darah ditemukan kadar natrium dan klorida turun.
Pada pemeriksaan urin kadar klorida turun dan dapat ditemukan keton.2
Kriteria Diagnosis.1
a. Amenore yang disertai muntah hebat sehingga pekerjaan sehari-hari terganggu
b. Anamnesis : Tenggorokan terasa kering dan terus-menerus merasa haus, kulit
menjadi keriput (dehidrasi), berat badan mengalami penyusutan
c. Fungsi vital : nadi meningkat 100x permenit, tekanan darah menurun pada keadaan
berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma).
d. Fisik : dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis, berat badan munurun, pada
vaginal toucher uterus besar sesuai besarnya kehamilan, konsistensi
lunak, pada pemeriksaan inspekulo serviks berwarna biru (livide)
e. Pemeriksaan USG: untuk mengetahui kondisi kehamilan, kemungkinan adanya
kehamilan kembar ataupun kehamilan mola hidatidosa.
f. Laboratorium : penurunan relatif hemoglobin dan hematokrit, benda keton dan
proteinuria.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Urinalisis: berat jenis dan bilirubin. Berat jenis menilai status cairan pasien dan bilirubin
digunakan untuk mengevaluasi hepatitis dan hemolisis. Selain itu, jumlah urine sedikit,
warna gelap, dan adanya aseton.
Elektrolit serum: kalium dan kreatinin diperlukan secara khusus.
Fungsi hati: tes ini menilai dehidrasi berat, dan akan meningkat pada keadaan hepatitis.
Fungsi tiroid: menyingkirkan tirotoksikosis.5,7
Ultrasonografi: mengeksklusikan kemungkinan kehamilan mola, kehamilan mola parsial,
ataupun kehamilan multipel.5,6
12
Tujuan terapi adalah untuk mengendalikan muntah, mengoreksi cairan, elektrolit, dan
gangguan metabolit lain, serta untuk mencegah atau mendeteksi secara lebih awal komplikasi
yang mungkin terjadi.7
Untuk keluhan hyperemesis yang berat pasien dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit
dan membatasi pengunjung.1 Hentikan makanan per oral dalam 24-48 jam selama masih
muntah.1,3 Cairan yang dapat diberikan melalui infus selama 24 jam adalah glukosa 10% atau
5% : RL = 2:1, 40 tetes per menit(3 liter).1 Pasien sebaiknya mengubah gaya hidup dan diet.
Pasien sebaiknya menghindari bau yang tidak enak, makan sedikit tetapi sering, dan
memisahkan makanan padat dan cairan setidaknya 2 jam.6 Pasien boleh makan makanan
apapun yang menarik bagi pasien.10,11 Review Cochrane oleh Jewell mengkonfirmasi bahwa
larutan kristaloid diberikan untuk mengoreksi dehidrasi, ketonemia, defisit elektrolit, dan
ketidakseimbangan asam basa. Thiamin 100 mg, diberikan untuk mencegah ensefalopati
Wernicke. Jika muntah berkelanjutan setelah rehidrasi dan kegagalan terapi, perawatan
direkomendasikan.4 Berdasarkan SOGC, piridoksin sebaiknya digunakan sebagai standar
karena terbukti efektif dan keamanannya.10,11
Obat-obatan
Tidak dijumpai adanya teratogenitas dengan menggunakan dopamin antagonis
(metoklopramid, domperidon), fenotiazin (klorpromazin, proklorperazin), antikolinergik
(disiklomin) atau antihistamin H1-reseptor antagonis (prometazin, siklizin). Namun, bila masih
tetap tidak memberikan respon, dapat juga digunakan kombinasi kortikosteroid dengan reseptor
antagonis 5-hidroksitriptamin (5-HT3) (ondansetron, sisaprid). Pada tahun 2006 berdasarkan
penelitian Bondok dan rekannya didapatkan bahwa terapi hydrocortisone lebih bermanfaat
dibanding metoclopramide untuk mengurangi gejala mual danmuntah. Beberapa macam
antiemetik yang biasa dipakai :
Prokloperazin
Dapat meredakan rasa mual dan muntah dengan memblokir reseptor dopamin
postsynaptic mesolimbic melalui efek antikolinergik dan menekan pengaktifkan sistem
reticular. Dalam studi terkontrol plasebo, 69% dari pasien yang diberi bantuan
prochlorperazine melaporkan perbaikan gejala yang signifikan, dibandingkan dengan
40% dari pasien pada kelompok plasebo.
13
Dosis dewasa :
PO: 5-10 mg; tidak lebih dari 40 mg/d
IV: 2.5-10 mg tiap 4 jam; tidak lebih dari 10 mg/dose or 40 mg/hari
IM: 5-10 mg tiap 4 jam
Pemberian diikuti dengan obat depresan CNS yang lain atau antikonvulsan dapat
memberikan efek tambahan. Pemberian dengan epinefrin dapat menyebabkan hipotensi.
Antihistamin
Terjadi perbaikan pada 82 % pasien. Pada penelitian lain, efektifitasnya sama
dengan piridoxine. Antihistamin memblok efek histamin pada reseptor H1 dan tidak
menghambat pelepasan histamin. Mempunyai efek antikolinergik, seperti konstipasi,
mata kering, mulut kering, pandangan kabur, dan sedasi. Digunakan untuk terapi motion
sickness dan insomnia sebagai keadaan alergi. Antihistamin membuat kering membran
mukosa sehingga mengurangi salivasi pada hiperemesis gravidarum. Studi meta-analisis
menunjukkan bahwa antihistamin tidak menimbulkan efek teratogenik pada trimester
pertama kehamilan dan efektif untuk mengurangi muntah. Antihistamin yang biasa
digunakan adalah Dimenhydrinate (Dramamine), Meclizine (Antivert), Promethazine
(Phenergan), Diphenhydramine (Benadryl).
Promethazine
Untuk pengobatan gejala mual pada disfungsi vestibular. Antidopaminergic agen
efektif dalam mengobati emesis. Melakukan blok postsynaptic reseptor dopaminergik
mesolimbic di otak dan mengurangi rangsangan pada sistem reticular batang otak.
Dosis dewasa :
PO: 12.5-25 mg tiap 4 – 6 jam (syr atau tab)
IV/IM: 12.5-25 mg tiap 4-6 jam; hati – hati pada pemberian IV, konsentrasi tidak lebih
dari 25 mg/mL, tidak lebih dari 25 mg/menit: tidak diberikan dalam bentuk subkutan atau
intra-arterial.
14
Pemberian diikuti dengan obat depresan CNS yang lain atau antikonvulsan dapat
memberikan efek tambahan. Pemberian dengan epinefrin dapat menyebabkan hipotensi.
Klorpromazine
Mekanime kerja dengan memblokir reseptor dopamin postsynaptik mesolimbik,
efek antikolinergik, dan mendepresi RAS untuk menghilangkan rasa mual dan muntah
Blok reseptor alpha-adrenergik dan menekan pelepasan hormon hypophyseal dan
hipotalamus.
Dosis dewasa :
PO: 10-25 mg tiap 4 – 6 jam
IM: 12.5-25 mg sekali; jika tidak ada hipotensi, dapat diberikan 25-50 mg tiap 3 – 4 jam;
hati – hati pada pemberian paranteral dapat menyebabkan hipotensi.
Pemberian diikuti dengan obat depresan CNS yang lain atau antikonvulsan dapat
memberikan efek tambahan. Pemberian dengan epinefrin dapat menyebabkan hipotensi.
Trimethobenzamide
Berefek sentral menghambat chemoreseptor trigger zone.
Dosis dewasa :
PO: 300 mg
IM: 200 mg, 1 jam kemudian diikuti dosis 200 mg
Metoclopramide
Blok reseptor dopamin dan (jika diberikan dalam dosis tinggi) juga blok reseptor
serotonin di chemoreseptor triger zone pada SSP, meningkatkan respons terhadap
asetilkolin jaringan dalam saluran cerna atas sehingga menyebabkan peningkatan
motilitas dan mempercapat pengosongan lambung tanpa merangsang sekresi lambung,
empedu, atau pancreas. Selain itu meningkatkan tonus sphincter esophageal bagian
bawah. Kerja dari agen antikolinergik bertentangan dengan kerja dari metoclopramide;
15
metoclopramide dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal atau meningkatkan risiko
ketika digunakan bersamaan dengan agen antipsikotik.
Dewasa: 10 mg Metoclopramide base (I.V.) diberikan secara lambat (1-2 menit).
P.O. sehari 3 kali ½ – 1 tablet (1 tablet = 10 mg).
Ondansetron
Reseptor antagonis Selective 5-HT3, memblokir serotonin baik peripherally pada
saraf vagal bagian terminal dan sentral pada chemoreceptor trigger zone.
Dosis dewasa :
PO : 4-8 mg tiap 12 jam
Alternatif, 8 mg diberikan IV selama 15 min tiap 12 jam atau 1 mg/jam secara infus
kontinu dalam 24 jam
Methylprednisolone
Mengurangi gejala mual dan muntah
Dosis dewasa :
PO : 16 mg untuk 3 hari dengan dosis inisial, penurunan dosis sampai hari ke 12: jika
muntah terjadi selama penurunan dosis maka dapat diulang kembali.
Obat lain
Pyridoxin atau vitamin B6 (komponen dari Bendectin) direkomendasikan untuk
pasien hiperemesis gravidarum, karena defisiensi vitamin dapat menyebabkan terjadinya
mual dan muntah. 10 mg vitamin B6 tiga kali sehari secara nyata dapat mengurangi mual
dan muntah pada ibu hamil. Pyridoxine (vitamin B6) 10-25 mg per oral merupakan terapi
lini pertama dalam manajemen hiperemesis gravidarum. Ini telah terbukti keamanan dan
kefektifannya dalam mengurangi gejala mual dan muntah.
Kebanyakan wanita yang memiliki respon yang baik dengan terapi. Dapat pulang
kerumah dengan terapi antiemetik. Pemulihan berkisar 25 – 35 %.
16
Pada ibu hamil dengan keluhan mual dan muntah ringan dapat disarankan untuk
mengkonsumsi makan dengan jumlah sedikit tetapi dengan interval yang lebih sering dan
berhentilah sebelum kenyang. Makanan harus kaya karbohidrat dan rendah lemak dan
asam. Makanan ringan, kacang-kacangan, produk susu, kacang dan biskuit kering dan
asin juga sering dianjurkan. Selain itu, minuman pengganti elektrolit dan suplemen gizi
oral yang disarankan untuk memastikan pemeliharaan keseimbangan elektrolit dan
asupan kalori. Saran perubahan gaya hidup adalah menghindari stress dan istirahat pada
saat permulaan mual. Diperlukan dukungan emosional, dan jika diperlukan perawatan
psikosomatis oleh seorang psikolog. Tergantung pada beratnya gejala, dukungan
konseling dan intervensi krisis mungkin dibutuhkan. Untuk keluhan hiperemesis yang
berat pasien dianjukan untuk dirawat di rumah sakit dan membatasi pengunjung.
Pasien sebaiknya mengubah gaya hidup dan diet. Pasien sebaiknya menghindari
bau yang tidak enak, makan sedikit tetapi sering, dan memisahkan makanan padat dan
cairan setidaknya 2 jam.6 Pasien boleh makan makanan apapun yang menarik bagi
pasien.10,11 Diet sebaiknya meminta advise ahli gizi namun secara garis besar diet untuk
paien hiperaemesis dibagi menjadi :
- Diet hyperemesis I diberikan pada hyperemesis tingkat III. Mkanan hanya berupa roti
kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan teapi 1-2 jam
sesudahnya. Makanan ini kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C sehingga hanya
diberikan selama beberapa hari.1
- Diet hyperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara berangsur-
angsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak
diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat gizi, kecuali vitamin A
dan D. 1
- Diet hyperemesis III diberikan kepada penderita dengan hyperemesis ringan. Menurut
kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup
dalam semua zat gizi, kecuali kalsium. 1
Apabila muntah terus berlangsung perlu diambil langkah-langkah yang sesuai untuk
mendiagnosis dan mengobati penyakit lain, misalnya gastroenteritis, kolesistitis, pankreatitis,
17
hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis, dan perlemakan hati pada kehamilan.3
Hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dirawat inap di rumah sakit.
a. Beberapa alasan/indikasi untuk menganjurkan pasien hiperaemesis untuk dirawat di
rumah sakit adalah3 :
1. Memuntahkan semua makanan dan minuman yang dikonsumsi dan sudah terjadi
dalam waktu lama
2. Penurunan berat badan lebih dari 1/10 dari berat badan normal
3. Turgor kurang, lidah kering(tanda dehidrasi)
4. Adanya aceton dalam urin
b. Kadang-kadang pada beberapa wanita, hanya tidur di rumah sakit saja telah banyak
mengurangi mual muntahnya.
c. Isolasi. Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah dan peredaran udara
yang baik hanya dokter dan perawat yang boleh keluar masuk kamar sampai muntah
berhenti dan pasien mau makan. Catat cairan yang masuk dan keluar dan tidak
diberikan makan dan minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja
gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.3
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukose
5% dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan
vitamin, khususnya vitamin B komplek dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat
diberikan pula asam amino secara intra vena. Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan
yang dikeluarkan.1 Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan
dengan porsi wajar (lebih baik lagi bila telah dibuktikan hasil laboratorium telah normal) dan
obat peroral telah diberikan beberapa saat sebelum infus dilepas. Air kencing perlu diperiksa
sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4
jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan
seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan
umum bertambah baik dapat dicoba untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman
18
dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umumnya
gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik. Jika pasien dengan usaha di
atas tetap muntah, makanan diberikan melalui sonde hidung.1
Penghentian kehamilan. Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik,
bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik jika memburuk.
Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi
komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri
kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapuetik sering sulit diambil, oleh karena
disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu
sampai terjadi gejala irreversibel pada organ vital.1,3. Gejala-gejala untuk mempertimbangkan
abortus terapeutikus, ialah:3
a. Ikterus
b. Delirium atau koma
c. Nadi yang naik berangsur-angsur sampai di atas 130 kali/menit
d. Suhu meningkat di atas 38 oC
e. Perdarahan dalam retina
f. Komplikasi yang berhubungan dengan gangguan ginjal atau neurologi
g. Uremi, proteinuri, silinder yang merupakan tanda-tanda intoksikasi.
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.
Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit
ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.2,3 Literatur lain menyebutkan, prognosis hiperemesi
gravidarum umumnya baik, namun dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi elektrolit dan
ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat dan cepat.3 Yang menjadi pegangan kita untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbaikan kondisi pasien adalah aseton dan acidum diaceticum
dalam urin dan berat badan pasien.3
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Saifuddin A, Ravhimhadhi T, Wiknjosastro G. Kelainan Gastrointestinal. Hiperemesis
Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo. Edisi keempat. Cetakan
kedua. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. hal 814-818
2. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC. 2004
3. Bagian Obstetri&ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung. Obstetri
Patologi. Edisi 1984. Bandung:Penerbit&Percetakan Elstar Offset. 1984. hal 84-89
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al. Williams Obstetrics. 23rd Edition. New
York: McGraw Hill; 2010.
5. Evans AT. Manual of Obstetrics. 7th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2007.
6. Philip B. Hyperemesis Gravidarum: Literature Review. Wisconsin Medical Journal 2003;
102(3): 46-51.
7. Duta DC. Textbook of Obstetrics. 6th Edition. Calcutta: New Central Book Agency; 2009.
8. Jueckstock JK, Kaetner R, Mylonas I. Managing hyperemesis gravidarum: a multimodal
challenge. BMC Medicine 2010;8:46.
9. Sonkusare S. Hyperemesis Gravidarum: A Review. Med J Malaysia 2008;63(3).
10. Arsenault MY, Lane CA. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy. J Obstet
Gynaecol Can 2002;24(10):817-23.
11. Sheehan P. Hyperemesis Gravidarum: Assessment and Management. Australian Family
Physician 2007;36(9).
20