SPONDILITIS TUBERKULOSA

27
SPONDILITIS TUBERKULOSA A. Definisi Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis . Dikenal pula dengan nama Pottd s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae B. Fisiologi pada vertebra abses berekspansi di sepanjang ligamen cervical Thorakal Lumbal Abses faringeal membentuk massa menonjol mengikuti M. Psoas & fusiform krista iliaka Tracea, Esopagus menekan medulla spinalis dibwh lig inguinal cavum pleura bagian medial paha paraplegia cold abses C. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis, walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai penyebabnya, seperti

Transcript of SPONDILITIS TUBERKULOSA

Page 1: SPONDILITIS TUBERKULOSA

SPONDILITIS TUBERKULOSA

A. Definisi

Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan

granulomatosa yg bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis.

Dikenal pula dengan nama Pottd s disease of the spine atau tuberculous vertebral

osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3.

Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang

menyerang arkus vertebrae

B. Fisiologipada vertebra abses berekspansi di sepanjang ligamen

cervical Thorakal Lumbal

Abses faringeal membentuk massa menonjol mengikuti M. Psoas& fusiform krista iliaka

Tracea, Esopagus menekan medulla spinalis dibwh lig inguinalcavum pleura bagian medial paha

paraplegia cold abses

C. Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil (basilus). Bakteri

yang paling sering menjadi penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis,

walaupun spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga bertanggung jawab sebagai

penyebabnya, seperti Mycobacterium africanum (penyebab paling sering tuberkulosa

di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus, ataupun non-tuberculous mycobacteria

(banyak ditemukan pada penderita HIV). Perbedaan jenis spesies ini menjadi penting

karena sangat mempengaruhi pola resistensi obat.

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang

bersifat acid-fastnon-motile dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang

konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya.

Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu.

Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat

membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain.

Page 2: SPONDILITIS TUBERKULOSA

D. Klasifikasi

Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:

1) Stadium implantasi

Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita

menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung

selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan

pada anak-anak pada daerah sentral vertebra.

2) Stadium destruksi awal

Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan

pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.

3) Stadium destruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk

massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan

setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum dan

kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama

di depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga

menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.

4) Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi

tetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis

mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih

mudah terjadi di daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat

derajat kerusakan paraplegia yaitu:

i. Derajat I

Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau

berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.

ii. Derajat II

Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat

melakukan pekerjaannya.

iii. Derajat III

Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau

aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.

iv. Derajat IV

Page 3: SPONDILITIS TUBERKULOSA

Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan

defekasi dan miksi. TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi

secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada

penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan

ekstradural dari abses paravertebral atau kerusakan langsung sumsum

tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada

penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan pada

jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis

yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia

terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai

dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra

5) Stadium deformitas residua

Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis

atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di depan

(Savant, 2007).

E. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:

a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.

b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung.

Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.

c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang

ke garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh

tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.

d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal

e. Deformitas pada punggung (gibbus)

f. Pembengkakan setempat (abses)

g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).

Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena

proses destruksi lanjut berupa:

a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula

spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.

Page 4: SPONDILITIS TUBERKULOSA

b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan

adanya batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri

interkostal (Tachdjian, 2005).

F. Patofisiologi

Kuman yg “bangun” kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti aliran

darah ke pembuluh tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman berkembang biak

umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung

pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal

(pinggang) kuman bersarang. Kemudian kuman tersebut akan menggerogoti badan

tulang belakang, membentuk kantung nanah (abses) yg bisa menyebar sepanjang otot

pinggang sampai bisa mencapai daerah lipat paha. Dapat pula memacu terjadinya

deformitas.

Gejala awalnya adalah perkaratan, umumnya disebut pengapuran tulang

belakang, sendi-sendi bahu, lutut, panggul. Tulang rawan ini akan terkikis menipis

hingga tak lagi berfungsi. Persendian terasa kaku dan nyeri, kerusakan pada tulang

rawan sendi, pelapis ujung tulang yg berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut

bila dua ruang tulang berbenturan saat sendi digerakkan. Terbentuknya abses dan

badan tulang belakang yg hancur, bisa menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan

miring ke arah depan. Kedua hal ini bisa menyebabkan penekanan syaraf-syaraf

sekitar tulang belakang yg mengurus tungkai bawah, sehingga gejalanya bisa

kesemutan, baal-baal, bahkan bisa sampai kelumpuhan. Badan tulang belakang yg

kolaps dan miring ke depan menyebabkan tulang belakang dapat diraba dan menonjol

di belakang dan nyeri bila tertekan, sering sebut sebagai gibbus Bahaya yg terberat

adalah kelumpuhan tungkai bawah, karena penekanan batang syaraf di tulang

belakang yg dapat disertai lumpuhnya syaraf yg mengurus organ yang lain, seperti

saluran kencing dan anus (saluran pembuangan).

Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yg kronik dan destruktif

yg disebabkan basil tuberkulosis yangg menyebar secara hematogen dari fokus jauh,

dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada

waktu infeksi pri-mer atau pasca primer. Penyakit ini sering ter-jadi pada anak-anak.

Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi

timbul osteitis, kaseasi clan likuifaksi dengan pembentukan pus yg kemudian dapat

mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan

Page 5: SPONDILITIS TUBERKULOSA

tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. Di

samping itu, periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada tuberkulosis tulang ada

kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebra.

Dari pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan refleks fisiologis normal.

Ditemukan hipestesia (raba) setinggi VT6. Tidak ditemukan adanya refleks

patologis. Pada pemeriksaan nervi cranialis tidak ditemukan adanya kelainan.

Infeksi primer

Hematogen

Bagian Sentral,anterior, Epifisial Korpus Vertebra

Hiperemi, Eksudasi

Osteoporosis & Perlunakan Korpus

Kerusakan Kortek Epifise, Discus Intervertebralis

& Vertebra sekitarnya

Anterior Vertebra Colapse

Kifosis

Gybus

G. Pemeriksaan Fisik

Anamnesa dan inspeksi :

1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam,

demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta

cachexia. Pada pasien anak-anak, dapat juga terlihat berkurangnya keinginan

bermain di luar rumah. Sering tidak tampak jelas pada pasien yang cukup gizi

sementara pada pasien dengan kondisi kurang gizi, maka demam (terkadang

demam tinggi), hilangnya berat badan dan berkurangnya nafsu makan akan terlihat

dengan jelas.

2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai

nyeri dada. Pada beberapa kasus di Afrika terjadi pembesaran dari nodus

limfatikus, tuberkel di subkutan, dan pembesaran hati dan limpa.

3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar.

Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah

telingan atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan

Page 6: SPONDILITIS TUBERKULOSA

menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagiatorakal n

bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini

hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien akan

menahan punggungnya menjadi kaku.

4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah

kakipendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung.

5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan

kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi

dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital. Rigiditas

pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis

torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika

terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar,

terutama pada anak, akan mendorong trakhea ke sternal notch sehingga akan

menyebabkan kesulitan menelan dan adanya stridor respiratoar, sementara

kompresi medulla spinalis pada orang dewasa akan menyebabkan tetraparesis (Hsu

dan Leong 1984). Dislokasi atlantoaksial karena tuberkulosa jarang terjadi dan

merupakan salah satu penyebab kompresi cervicomedullary di negara yang sedang

berkembang. Hal ini perlu diperhatikan karena gambaran klinisnya serupa dengan

tuberkulosa di regio servikal (Lal et al. 1992).

6. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila

berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.

Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap

mempertahankan punggungnya tetap kaku (coin test). Jika terdapat abses, maka

abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan

tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika menekan abses ini

berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan menyebabkan

paralisis.

7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang

terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fistel

dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak

berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang

belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot

psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul.

Page 7: SPONDILITIS TUBERKULOSA

8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang

belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan dislokasi.

9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Terjadi

pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis lebih

banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia

akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon dalam yang

hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang bervariasi.

Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal.

10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut

seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang ataupun

sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa

Palpasi :

1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya

terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses

piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka,

retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus),

tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar dinding dada. Perlu diingat

bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam

cold abscess.

2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.

Perkusi :

Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus vertebrae

yang terkena, sering tampak tenderness

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium :

1.1 Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari

100mm/jam.

1.2 Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative

(PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu

maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini

dikatakan positif jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter ≥

10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang

Page 8: SPONDILITIS TUBERKULOSA

negatif tampak pada ± 20% kasus (Tandon and Pathak 1973; Kocen 1977)

dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang

immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau

disertai penyakit lain)

1.3 Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum

dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif)

1.4 Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat

relatif.

1.5 Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins,

typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang sulit dan pada

pusat kesehatan dengan peralatan yang cukup canggih) untuk menyingkirkan

diagnosa banding.

1.6 Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis

tuberkulosa). Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan

kemungkinan infeksi TBC. Pemeriksaan cairan serebrospinal secara serial

akan memberikan hasil yang lebih baik. Cairan serebrospinal akan tampak:

Xantokrom

Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal.

Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada tahap akut

responnya bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis piogenik (Kocen

and Parsons 1970; Traub et al 1984).

Kandungan protein meningkat.

Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran klinis sangat

kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan.

Pada keadaan arachnoiditis tuberkulosa (radiculomyelitis), punksi lumbal

akan menunjukkan genuine dry tap. Pada pasien ini adanya peningkatan

bertahap kandungan protein menggambarkan suatu blok spinal yang

mengancam dan sering diikuti dengan kejadian paralisis. Pemberian steroid

akan mencegah timbulnya hal ini (Wadia 1973). Kandungan protein cairan

serebrospinal dalam kondisi spinal terblok spinal dapat mencapai

1-4g/100ml.

Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes

konfirmasi yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman

pemeriksa dan tahap infeksi.

Page 9: SPONDILITIS TUBERKULOSA

2. Radiologis :

Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.

Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya

tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).

Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti

adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat

setelah 3-8 minggu onset penyakit.

Jika mungkin lakukan rontgen dari arah antero-posterior dan lateral.

Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut

inferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut

sehingga tampak penyempitan diskus intervertebralis yang berdekatan, serta

erosi corpus vertebrae anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran

infeksi dari area subligamentous.

Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus transversus

atau prosesus spinosus.

Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan timbulnya

deformita scoliosis (jarang)

Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa

yang sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi

lebih besar dari lebarnya (vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih

besar terhadap tingginya). Bentuk ini dikenal dengan nama long vertebra atau

tall vertebra, terjadi karena adanya stress biomekanik yang lama di bagian

kaudal gibbus sehingga vertebra menjadi lebih tinggi. Kondisi ini banyak

terlihat pada kasus tuberkulosa dengan pusat pertumbuhan korpus vertebra

yang belum menutup saat terkena penyakit tuberkulosa yang melibatkan

vertebra torakal.

Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak, seperti abses paravertebral dan

psoas. Tampak bentuk fusiform atau pembengkakan berbentuk globular

dengan kalsifikasi. Abses psoas akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak

yang mengalami peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat

penyembuhan. Deteksi (evaluasi) adanya abses epidural sangatlah penting,

oleh karena merupakan salah satu indikasi tindakan operasi (tergantung

ukuran abses).

3. Computed Tomography – Scan (CT)

Page 10: SPONDILITIS TUBERKULOSA

Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga

yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior

seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat

kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang

belakang. Bermanfaat untuk :

Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat

konservatif atau operatif.

Membantu menilai respon terapi.

Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di

abses.

5. Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi spinal

mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi membutuhkan pengalaman

dan pembacaan histologi yang baik (untuk menegakkan diagnosa yang

absolut)(berhasil pada 50% kasus)

6. Diagnosis juga dapat dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi pus

paravertebral yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari basil

tuberkulosa dan granuloma, lalu kemudian dapat diinokulasi di dalam guinea

babi.

I. Penatalaksanaan Umum

Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan segera untuk

menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau mengkoreksi paraplegia atau

defisit neurologis. Prinsip pengobatan Pottds paraplegia yaitu:

1. Pemberian obat antituberkulosis.

2. Dekompresi medula spinalis.

3. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi.

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) (Graham, 2007).

Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:

1. Terapi konservatif

a.Tirah baring (bed rest).

b.Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.

Page 11: SPONDILITIS TUBERKULOSA

c.Memperbaiki keadaan umum penderita.

d. Pengobatan antituberkulosa.

Standar pengobatan berdasarkan program P2TB paru yaitu:

i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+).

a. Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300

mg, dan Pirazinamid 1.500 mg setiap hari selama 2 bulan pertama (60

kali).

b. Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali

seminggu selama 4 bulan (54 kali).

ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama

sebulan, termasuk penderita yang kambuh.

1. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg, Rifampisin 450

mg, Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg setiap hari.

Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya

selama 3 bulan (90 kali).

2. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan Etambutol

1250 mg 3 kali seminggu selama 5 bulan (66 kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita

bertambah baik, LED menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa

nyeri dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis ditemukan adanya

union pada vertebra.

2. Terapi operatif

a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau

malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi, penderita

diberikan obat tuberkulostatik.

b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara

terbuka, debrideman, dan bone graft.

c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau MRI

ditemukan adanya penekanan pada medula spinalis (Ombregt, 2005).

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi

penderita spondilitis tuberkulosa tetapi operasi masih memegang peranan

Page 12: SPONDILITIS TUBERKULOSA

penting dalam beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses

dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.

a. Cold absces

Cold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat terjadi

resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar

dilakukan drainase bedah.

b. Lesi tuberkulosa

1) Debrideman fokal.

2) Kosto-transveresektomi.

3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

c. Kifosis

1) Pengobatan dengan kemoterapi.

2) Laminektomi.

3) Kosto-transveresektomi.

4) Operasi radikal.

5) Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.

Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis

bertendensi untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan operatif berupa

fusi posterior atau operasi radikal (Graham, 2007)

J. Pohon Masalah Penyakit

Page 13: SPONDILITIS TUBERKULOSA

\

\

K. Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Kep NOC NIC

1.

2.

3.

Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler

Nyeri b/d proses peradangan

Resiko kerusakan integritas kulit b/d imobilisasi fisik

Dapat melakukan ambulasi : berjalanAda pergerakan sendi dan ototMenunjukkan penggunaan alat bantu scr benar dg pengawasan

Pasien akan menunjukkan teknik relaksasi yg efektifMempertahankan tingkat nyeri pada.. atau kurangMelaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis

N teknik ambulasidan perpindahan yang amanRujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihanBerikan penguatan positif selama aktivitas

Gunakan laporan dari pasien sendiri utk mengumpulakan informasi pengkajianMinta pasien utk menilai nyeriObservasi isyarat

Page 14: SPONDILITIS TUBERKULOSA

Terbebas dari adanya lesi jaringanKeutuhan kulitSuhu, elastisitas, hidrasi dlm rentang yg diharapkan

ketidaknyamanan nonverbal

Identifikasi sumber penekananPencegahan luka penekanan (skala braden)Pantau adanya ruam, lecet, area kemerahan pada kulit

MOBILISASI

A. Pengertian mobilisasi

Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan

bebas (kosier,1989).

B. Tujuan dari mobilisasi antara lain :

1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

2. Mencegah terjadinya trauma

3. Mempertahankan tingkat kesehatan

4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari

Page 15: SPONDILITIS TUBERKULOSA

5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

C. Faktor - faktor yang mempengaruhi obilisasi

1. Gaya hidup

Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin

tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat

meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan

tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara

yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda

dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.

2. Proses penyakit dan injuri

Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi

mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan

untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani

operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban.

Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit

tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit

kardiovaskuler.

3. Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas

misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda

mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala

keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan

seorang wanita madura dan sebagainya.

4. Tingkat energi

Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi

sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi

dengan seorang pelari.

5. Usia dan status perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan

dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya

akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang

sering sakit.

D. Tipe persendian dan pergerakan sendi

Page 16: SPONDILITIS TUBERKULOSA

Dalam sistim muskuloskeletal dikenal 2 maca persendian yaitu sendi yang dapat

digeragan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis).

E. Toleransi aktifitas

Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan

kardiovaskuler seperti Angina pektoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan

immobiliasi yang lama akibat kelumpuhan.Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu

sebelum melakukan mobilisai, saat mobilisasi dan setelah mobilisasi.

Tanda - tanda yang dapat di kaji pada intoleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976).

a) Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur

b) Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi orthostatic.

c) Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal.

d) Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan.

e) Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidak

stabilan posisi tubuh.

f) Status emosi labil.

F. Masalah fisik

Masalah fisik yang dapt terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati pada

berbagai sistim antara lain :

a. Masalah muskuloskeletal

Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan

mineral, tulang dan kerusakan kulit.

b. Masalah urinari

Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan

inkontinentia urine.

c. Masalah gastrointestinal

Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.

d. Masalah respirasi

Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak

seimbangan asam basa (CO2 O2).

e. Masalah kardiofaskuler

Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.

G. Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara lain :

1. Perbaikan status gisi

2. Memperbaiki kemampuan monilisasi

Page 17: SPONDILITIS TUBERKULOSA

3. Melaksanakan latihan pasif dan aktif

4. Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur

tubuh)

5. Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari

terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.

H. Macam - macam posisi klien di tempat tidur

1. Posisi fowler (setengah duduk)

2. Posisi litotomi

3. Posisi dorsal recumbent

4. Posisi supinasi (terlentang)

5. Posisi pronasi (tengkurap)

6. Posisi lateral (miring)

7. Posisi sim

8. Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)