SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... ·...

69
TRANSFORMASI BIMARISTAN DI BAGHDAD DARI PUSAT MEDIS MENJADI PUSAT PENDIDIKAN MEDIS (ABAD KE-2 7 H/8 13 M) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Mengambil Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.) Universitas Islam negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Disusun oleh: Nursilam (1112022000073) JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/ 1438 H

Transcript of SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... ·...

Page 1: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

TRANSFORMASI BIMARISTAN DI BAGHDAD

DARI PUSAT MEDIS MENJADI PUSAT PENDIDIKAN MEDIS

(ABAD KE-2 – 7 H/8 – 13 M)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk Memenuhi Persyaratan Mengambil Gelar

Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Universitas Islam negeri

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Disusun oleh:

Nursilam (1112022000073)

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017 M/ 1438 H

Page 2: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah
Page 3: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah
Page 4: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah
Page 5: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

i

ABSTRAK

Transformasi Bîmâristân di Baghdad dari Pusat Medis menjadi Pusat

Pendidikan Medis (Abad Ke-2 – 7 H/8 – 13 M).

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana rumah sakit Islam (bîmâristân)

dalam sejarah kebudayaan Islam klasik (abad ke-2 – 7 H/8 – 13 M) mengalami

perubahan (transformasi) dari posisinya sebagai pusat medis menjadi pusat

pendidikan medis (dwi fungsi) yang sangat berpengaruh dalam perkembangan

ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

Sidik Mat Sidek yang dalam artikelnya belum mejawab peran khalifah sebagai

salah satu faktor penyebab terjadinya transformasi. Juga, artikel Roziah Sidik

tersebut belum menjawab efek transformasi dalam bidang keilmuan medis.

Penelitian ini bersifat analytical history, maka dari itu penulis menggunakan

metode penelitian yang biasa digunakan dalam penelitian sejarah pada umumnya,

yakni, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Dalam penelitian ini

penulis menemukan faktor-faktor penyebab terjadinya transformasi rumah sakit,

salah satunya adalah peran khalifah Islam sebagai salah satu faktor penyebab

terjadinya transformasi. Selain itu, penulis juga menemukan efek keilmuan setelah

terjadinya transformasi. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat

melengkapi penelitian-penelitian terdahulu yang belum terjawab oleh peneliti

terdahulu, sekaligus menjadi obyek kajian penelitian dalam skripsi ini.

Kata kunci: Transformasi, Bîmâristân, Pusat Medis, Pendidkan Medis

Page 6: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat

dan hidayah-Nya bagi para hamba-Nya yang selalu memuja. Shalawat serta salam

semoga selalu terlimpah kepada junjungan nabi Muhammad saw beserta keluarga,

sahabat, dan para pengikunya. Rasa syukur disertai dengan usaha yang sungguh

sungguh serta tekad yang kuat akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Transformasi Bîmâristân di Baghdad dari Pusat Medis menjadi

Pusat Pendidikan Medis (Abad Ke-2 – 7 H/8 – 13 M).” Meskipun penulis sadar

betul akan banyaknya kekurangan dalam karya ini. Penulis berkeyakinan karya ini

dapat bersumbangsih bagi siapa saja yang ingin bergelut pada dunia penelitian,

khususnya bagi mereka yang memfokuskan kajiannya pada kajian ilmu medis.

Layaknya peristiwa sejarah yang penyebabnya tidak tunggal, begitupun

halnya dengan perjuangan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak bisa

dinafikan bahwa penulis bukan satu-satunya aktor sentral, namun di balik usaha

dan kerja keras penulis terdapat orang-orang yang rela meluangkan waktu untuk

membantu. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada

semua pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini tanpa kendala

yang berarti.

Untuk itu penulis persembahkan ucapan terimakasih tersebut kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora.

3. Nurhasan, MA. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.

4. Solikhatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam yang telah dengan sabar mengurusi semua

administrasi yang penulis butuhkan.

5. Usep Abdul Matin, S.Ag., M.A., M.A., Ph.D., selaku pembimbing,

atas perhatian, diskusi, dan masukannya selama penulis menyusun

skripsi ini.

Page 7: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

iii

6. Saiful Umam, M.A., Ph.D. selaku dosen Pembimbing Akademik

selama penulis menjadi mahasiswa atas curahan waktu, motivasi, dan

perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

7. Marsuta dan Supenah selaku orang tua penulis. Terima kasih atas

motivasi, cinta, dan pengorbanan tanpa pamrih yang telah diberikan.

Juga, kakak dan adik-adiku tercinta, Sarkinah, Rofah, Narudoh, M.

Tohir dan Naslah. Terima kasih telah menjadikan rumah sebagai

tempat berdiskusi dan mengadu hati.

8. H. Arif Mujahidin & keluarga, yang sudah kuanggap seperti keluarga

sendiri. Beliau telah memberikan banyak motivasi dan bantuan selama

perkuliahan. Juga, unutuk keluarga Ciputat Molek_As-Salaam; Pa

Yusuf, Mas Parman, Mas Bambang, Mas Ade & keluarga, Ibnu

Siregar, Lukas Liani, Habib, kang Hasybiallah, Muhaimin, Hamami,

Faisal Abdurrahman, Durrahman dan segenap pengurus Musola As-

Salaam yang sudah menjadi kawan curhat dan menajadi kawan dalam

cerita suka ria.

9. Fitriana, Merindu Fitriani, Titi Maria Ulfah, Suci Kismayanti, Sakinah

Mawaddah W, M. Akibun Najih, Tety Nurjanah, Irma Fauziah, dan

Luqman Kholil, penulis ucapkan banyak terima kasih yang mendalam

telah menjadi teman berjuang selama ini, teman satu kelas dan teman

dalam perburuan sumber. Terima kasih atas diskusi-diskusi yang

menarik selama perkuliahan.

10. Jainudin, M. Rizal Fahlefi, Andini Rachmalia, Durrotul Muazah, Dede

Delfiah, dan kawan-kawan kelas konsentrasi Asia Tenggara, terima

kasih untuk teman-teman seperjuangan yang selalu membantu di saat

sulit, saling mengingatkan dalam kebaikan dan selalu memberikan

motivasi satu sama lain.

11. Mu‟min dan Suryani, kawan tiga serangkai. Merekalah yang sampai

saat ini yang menjadi sahabat sejati untuk masa kini dan masa depan

melalui bimbingan sang guru; Ifni Kurniawan.

12. Semua personil REMPAH (Rembukan Penggiat Sejarah) ka Hanafi, ka

Endi, ka Yeni, ka Indi, ka Firman, ka Hana, ka Tati, Mulki, syakhril

Page 8: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

iv

penulis haturkan terima kasih telah memberikan masukan-masukan

yang berharga dalam penulisan skripsi ini.

13. Dan untuk semua teman-teman yang tak bisa penulis sebutkan satu

persatu, tetapi tidak mengurangi rasa terima kasih penulis kepada

teman-teman yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada

penulis dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian penulisan

karya ini.

Jakarta, 13 Februari 2017

Nursilam

Page 9: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ....................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ........................................ vii

DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... xi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................. 4

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ....................................... 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 5

E. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 6

F. Kerangka Teori.......................................................................... 7

G. Metodologi Penelitian .............................................................. 8

H. Sistematika Penulisan ............................................................ 10

BAB II : RUMAH SAKIT (BIMARISTAN) DI BAGHDAD

A. Sejarah Rumah Sakit Islam (bîmâristân) ................................ 12

B. Karakteristik Rumah Sakit Islam ............................................ 18

C. Kontribusi Rumah Sakit Islam ................................................ 21

BAB III : PROSES TRANSFORMASI RUMAH SAKIT ISLAM

(BIMARISTAN) DI BAGHDAD

A. Peran Khalifah dalam Proses Transformasi bîmâristân .......... 25

B. Penerjemahan Manuskrip Medis ke dalam Bahasa Arab ........ 29

Page 10: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

vi

BAB IV : EFEK KEILMUAN ATAU DAMPAK TRANSFORMASI

RUMAH SAKIT ISLAM (BIMARISTAN)

A. Rumah Sakit menjadi Salah Satu Simbol Peradaban Islam .... 34

B. Tabib (dokter) dan Pengajar Menjadi Satu Kesatuan Profesi . 36

C. Metode Keilmuan Ilmu Medis ................................................ 38

D. Masyarakat Tertarik Belajar Ilmu Medis ................................ 39

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 43

B. Penutup dan Saran ................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 46

LAMPIRAN ................................................................................................... 50

Page 11: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan kedalam huruf latin.

Transliterasi ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku

“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” Panduan Akademik Program Strata 1 UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012/2013.1 Berikut adalah pedoman

transliterasi Arab-Latin dalam buku tersebut:

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padananya dalam aksara latin.

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

„ عKoma terbalik di atas hadap

kanan

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

1 Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta. Pedoman Akademik Program Strata 1 2012/2013 (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2012), h.

381-383.

Page 12: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

viii

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

apostrog , ء

y ye ي

2. Vokal

Vokal dalam bahasa arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

a fathah ـــــــ

i kasrah ـــــــ

u dammah ـــــــ

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

ai a dan i ----ي

au a dan u ----و

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan harakat dan huruf, yaitu:

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ــا

î i dengan topi di atas ــى

û u dengan topi di atas ــو

4. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu ال, dilahirkan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun

huruf qomariyah. Contoh: al-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

5. Syaddah(Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda )ـــ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

Page 13: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

ix

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kataالضرورة tidak

ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2 di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah

tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi

huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab AlihAksara

tarîqah طري قة 1

al-jâmi‟ah al-islâmiyyah اجلامعةاإلسلمية 2

Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam

alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, anatara

lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,

nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî

bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih akasara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani,

tidak „Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-

Rânîrî.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-

kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di

atas:

Kata Arab AlihAksara

dzahaba al-Ustâdzu اذأ ت س ذهب الأ

Page 14: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

x

tsabata al-Ajru رأ ج ال ت ب ث

al-harakatu al-„Asriyyatu ةأ ي ر ص ع ال ةأ ك ر ل ا

asyhadu an lâilâhaillâllâhu للاأ ل ا ه ل ا ن ل أ دأ ه أش

Maulânâ Maliku al-Sâlihu حأ ال ص ال كأ ل ا م لن مو

yu‟atstsirukumllâha للا مأ كأ رأ ث ي أؤ

al-Mazâhiru al-„Aqliyyatu ةأ ي ل ق ع ال رأ اه ظ ل ا

al-darûrattubihu al-Mahzûrâti ات ر و ظأ ح م ال حأ ي ب تأ ةأ ر و رأ لض ا

Page 15: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

xi

DAFTAR ISTILAH

Istilah-Istilah Penjelasan

Asimilasi Penyesuaian atau peleburan sifat asli yang dimiliki

dengan sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan

sekitar.

Baitul hikmah Sebuah perpustakan pada masa khalifah Harun ar-

Rasyid, yang digunakan sebagai basis ilmu

pengetahuan.

Bîmâristân Istilah penyebutan nama rumah sakit dalam peradaban

Islam.

Bonestters Ahli tulang

Dwifungsi Dua fungsi sekaligus

Gerontocomia Rumah zakat

Hospices Tempat peristirahatan untuk para musafir (pejalan

jauh)

Humaniteranian Sifat kemanusiaan yang menunjukan rasa kasih sesama

manusia.

Iwan Sebuah kegiatan belajar mengajar di rumah sakit, yang

terdiri dari dokter dan mahasiswa.

Oculist Ahli Mata

Oftamologi Cabang ilmu mata

Orphanotropia Panti asuhan

Ortopedik Cabang ilmu pembedahan

Philantropic Sifat kemanusiaan yang menunjukan rasa saling

memberi.

Sa’ur Kepala rumah sakit (direktur) sekaligus pengajar di

rumah sakit Islam yang telah ditunjuk langsung oleh

khalifah Islam.

Shift Sistem manajemen pergantian waktu dalam putaran

waktu 24 jam.

Page 16: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

xii

Tamaddun Keadaan masyarakat manusia yang dicirikan atau

didasarkan pada taraf kemajuan kebendaan serta

perkembangan pemikiran (sosial, budaya politik, dll)

yang tinggi.

Transformasi Perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dll)

Transmisi budaya Penerusan budaya dari masa ke masa

Waqaf Sitem manajemen ekonomi yang berfungsi sebagai

aset konstruksi pembangunan ekonomi untuk

kesejahteraan masyarakat.

Page 17: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan istilah “transformasi” dan

“pendidikan” untuk menjelaskan sebuah perubahan rumah sakit Islam yang

dikenal dengan sebutan “bîmâristân” yang terjadi pada abad ke-4 H/10 M dari

fungsinya semula sebagai pusat medis menjadi bukan hanya sebagai pusat medis,

melainkan juga sebagai pusat pendidikan medis. Adapun kata pendidikan yang

penulis pakai dalam penelitian ini menggambarkan bahwa aktivitas di Bîmâristân

tersebut mencakup pembelajaran mengenai teori pengobatan dan praktiknya.

Adapun mengenai kata “bîmâristân”, penulis merujuk kepada pendapat Ahmad

‘Isa yang menjelaskan bahwa kata tersebut berasal dari dua kata dalam bahasa

Persia: bimar dan istan. Kata “bimar” mengacu kepada orang sakit, sedangkan

“istan” mengacu kepada tempat atau rumah untuk orang-orang sakit.1 Fungsi awal

bîmâristân adalah sebagai pusat medis yang bertujuan untuk mengobati berbagai

penyakit seperti cedera, demam, dan masalah mental.2

Rumah sakit Islam (bîmâristân) yang dibangun sebelum abad ke-4 H

difungsikan sebagai pusat medis. Sebagai contoh, sebuah rumah sakit di Baghdad

yang didirikan oleh Khalifah Hârûn ar-Rasyîd atau Hârûn Abu Ja'fâr bin Al Mahdi

bin Al Mansûr (170 H/786 M – 193 H/809 M) yang dipimpin oleh Abû Zakariyya

Yuhanna Ibnu Masawayh.3 Dalam era penguasa yang sama, rumah sakit lain yang

serupa dibangun di Baghdad yaitu Bîmâristân al-Barmaki. Menurut Ibn al-Nadim,

rumah sakit tersebut dibangun oleh keluarga al-Barmaki yang dipimpin oleh Ibnu

1 Ahmad ‘Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam (Mesir: Muassasatu Hindawi Litta’limi

Wassakofah, 2012), h. 8. 2 Roziah Sidik Mat Sidek. Transformation of Hospital in the Islamic Civilization From

Medical Treatment Centre into a Teaching Hospital, (Malaysia: Medwell Journal, 2012), h.

435. 3 Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II (Jakarta: Rajawali Pers,

2011), h. 52.

Page 18: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

2

Dahn yang merupakan seorang dokter India yang kompeten dalam

menerjemahkan karya medis dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Arab.4

Jika rumah sakit pada waktu itu belum difungsikan sebagai pusat

pendidikan medis, maka bagaimana kemudian calon dokter mendapatkan

pelatihan dokter. Ibn Abi Usaybi'ah dalam bukunya ‘Uyun al-Anba 'fi Tabaqat al-

Atibba' pada tahun 1970 mengungkapkan terdapat dua metode pendidikan

kedokteran. Pertama, ada pendidikan kedokteran yang lebih terfokus pada belajar

dari anggota keluarga dan belajar mandiri. Kedua, pendidikan untuk menjadi

dokter adalah proses turun-temurun diwariskan dari satu generasi ke generasi.5

Dari penjelasan tersebut, ilmu medis atau studi ilmu kedokteran hanya mampu

dijangkau oleh orang-orang yang masih ada ikatan darah (kekeluargaan) dengan

seorang tabib. Peneliti menilai metode yang demikian itu menjadi penyebab

terjadinya transformasi, karena metode tersebut dinilai kurang efektif untuk

mendapatkan dan menyebarluaskan ilmu medis.

Transformasi rumah sakit di Baghdad tidak bisa lepas dari kebudayaan

bangsa Persia.6 Di Persia terdapat pendidikan rumah sakit pertama yang tercatat

dalam sejarah kedokteran adalah Akademi Jundîshâpûr pada masa Kekaisaran

Persia selama era Pemerintahan Dinasti Sassanian.7 Rumah sakit tersebut tidak

hanya berfungsi sebagai pusat medis atau rawat inap untuk pasien. Akan tetapi,

juga sebagai pusat pendidikan medis. Keberadaan dua fungsi tersebut

memfasilitasi proses transmisi keilmuan dari sistem medis Yunani - Aleksandria8,

India dan Persia ke dalam sistem medis Islam.9

4 Yasser Tabbaa. The Functional Aspects of Medieval Islamic Hospitals, - capter five,

h. 97. 5 Roziah Sidik Mat Sidek. Transformation of Hospital in the Islamic...,h. 436. 6 Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals (New York:

1999), h. 125. Lihat juga, Ana Maria Negoita. The City Of Mansur The Builder. Baghdad

Between The Caliph’s Will And Shari’ah Norms. Artikel University of Bucharest, Bucharest,

2011. Hal. 117. 7 Sayyed Husein Nasr. Science and Civilization in Islam. Harvard University Press,

Massachussets, UK.,1968. Hal. 384. 8 ‘Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt

(London: 1984), h. 5. 9 Bashar Saad dan Omar Said. Greco – Arab and Islam Herbal Medicine; tradisional

system, etnict, Safety, efficacy, and regulator issu, (Singapur: WILEY, A John Wiley & Sons, Inc.,

2011), hal. 17.

Page 19: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

3

Para dokter bekerja di rumah sakit tidak hanya mengurusi pasien tetapi juga

membentuk staf pengajar medis di ruang kuliah atau disebut dengan sebutan iwan.

Setelah merawat pasien, dokter akan duduk dalam iwan yang dikelilingi oleh

siswa dokter untuk belajar.10 Dalam iwan itu ditemukan berbagai jenis buku

kedokteran yang digunakan sebagai referensi. Setelah belajar mendalam dari teori

medis, siswa akan menjalani pelatihan klinis atau praktis diawasi oleh dokter

senior. Pelatihan klinis yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik pasien di

tempat tidur, operasi, dan resep obat untuk pasien.11

Perlu diketahui bahwa rumah sakit bukan satu-satunya pusat pendidikan

yang ada dalam peradaban Islam antara abad ke-4 dan ke-7 H. Ada jenis lain dari

non-rumah sakit yang menjadi pusat pendidikan untuk belajar medis. Pertama,

sekolah swasta seperti salah satu milik al-Razi. Popularitasnya sebagai tokoh

medis terkemuka membuat kuliahnya sukses ke titik kepadatan siswa.12

Kedua, kuliah medis swasta. Jenis ini ditemukan dalam penulisan Hamarneh

yang berjudul Ilmu Kesehatan dalam Islam Awal. Dia menjelaskan bahwa jenis

penelitian melibatkan proses belajar mengajar antara siswa dan seorang dokter

terkenal yang disebut Syaikh atau ayah sendiri atau dokter ahli lain dalam

keluarga.13

Ketiga, lembaga rumah sakit itu sendiri. Meskipun rumah sakit adalah pusat

pelatihan praktis bagi mahasiswa kedokteran dari sekolah swasta, seiring waktu

itu berkembang menjadi sebuah pusat dengan memiliki perkuliahan medis sendiri

yang dibangun di rumah sakit.

Studi medis di rumah sakit menyadarkan kita pentingnya pelatihan praktis

di rumah sakit, penelitian medis mulai diselenggarakan di dalamnya. Ini berarti

bahwa mahasiswa kedokteran tidak hanya memperoleh pengetahuan teoritis tetapi

diberi ruang yang luas untuk berlatih. Proses pengajaran di rumah sakit dipimpin

oleh al-Sa'ur, ia sebagai kepala dokter rumah sakit. Muhammad dalam bukunya

yang berjudul “al-Tibb 'ind al-'Arab wa al-Muslimin: Tarikh wa Musahamat”

10 Akram M. Dajani. Medical Education in Islam Civilization, artikel JIMA: Vol. 21,

Jordan, 1989. Hal. 166. 11 Mustofa Dâhiri, ‘Abdul Wahhâb. ‘Imâratu al-Mujma’ât wa al-Mabâni at-Tabiyyah (al-

Bîmâristânât) fi al-Islâm. e-Book from www.alukah.net. 12 Muhammad Mojlum Khan. 100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah

(Jakarta: Noura Books, 2012), h. 396. 13 Roziah Sidik Mat Sidek. Transformation of Hospital in the Islamic...,h. 437.

Page 20: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

4

tahun 1987 mencatat banyak nama-nama al-Sa'ur. Misalnya, al-Râzi adalah al-

Sa'ur bertugas di Bîmâristân al-Rayy dan mungkin di Bîmâristân al-‘Adudi juga.14

Sinân bin Tsâbit bin Qurrah dan Ibn al-Tilmidh juga menjabat sebagai al-Sa'ur di

Bîmâristân al-‘Adudi. Selain al-Sa'ur terdapat staf pengajar lainnya yang terdiri

atas dokter senior yang kompeten di bidang medis.15

B. Identifikasi Masalah

Dari penelaahan di atas, penulis menemukan bahwa telah terjadi

transformasi pada rumah sakit Islam (bimaristan) dari aspek fungsinya. Rumah

sakit yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai pusat medis kemudian

bertambah fungsinya sebagai pusat pendidikan medis. Adanya transformasi

tersebut tidaklah terjadi begitu saja, melainkan ada beberapa faktor yang turut

memberikan kontribusi penting. Selain itu, penulis juga menemukan bahwa

transformasi rumah sakit telah membawa pengaruh bagi perkembagan peradaban

Islam di dunia medis. Oleh karena itu, hal ini menurut penulis menarik untuk

dikaji karena keberadaan rumah sakit sampai saat ini sangat penting dan

memberikan banyak kontribusi dalam perkembangan ilmu medis.

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, agar terfokus dan tidak terlalu melebar

dalam pembahasannya, maka peneliti membatasi permasalahan dalam penulisan

ini mengenai faktor-faktor yang menyebabkan transformasi rumah sakit dan efek

keilmuan serta efek sosial.

Dari pemaparan singkat di atas maka rumusan pertanyaan dalam penelitian

ini di antaranya:

1. Bagaimana perubahan sistem dan metode pendidikan medis itu terjadi?

2. Apa dampak dari transformasi rumah sakit tersebut, baik terhadap masyarakat

Islam maupun terhadap peradaban Islam?

14 Muhammad Mojlum Khan. 100 Muslim Paling Berpengaruh..., h. 396. 15 Sulaiman Fayyadh. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler (Yogyakarta:

1993), hal. 24.

Page 21: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

5

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Analisis mendalam tentang perubahan sistem dan metode pendidikan

medis pada abad sebelum dan sesudah abad keempat Hijriah.

2. Untuk menganalisis bagaimana dampak dari transformasi rumah sakit

terhadap masyarakat Muslim secara meluas dan sumbangsih rumah

sakit terhadap peradaban Islam.

Manfaat dari penelitian ini:

1. Memberikan gambaran yang kompherensif tentang sistem dan metode

pendidikan medis di rumah sakit Islam pada sebelum dan sesudah abad

keempat Hijriah.

2. Memberikan gambaran yang kompherensif tentang dampak rumah

sakit terhadap masyarakat Muslim secara meluas.

3. Memberikan gambaran yang kompherensif tentang sumbangsih rumah

sakit terhadap peradaban Islam.

4. Memberi peluang bagi peneliti-peneliti lain untuk meneliti lebih dalam

dengan pendekatan yang lebih kuat mengenai transformasi rumah sakit

sebagai lembaga medis dan pendidikan dalam peradaban Islam.

5. Menambah wawasan bacaan bagi para pembaca terutama tentang ilmu

studi medis atau kedokteran dalam sebuah lembaga pendidikan, karena

kajian ini masih terbilang sedikit dan belum banyak yang meneliti.

6. Menambah khazanah untuk penelitian dan pengkajian tentang lembaga

rumah sakit sebagai salah satu simbolik kejayaan Islam dalam dunia

internasional.

E. Tinjauan Pustaka

Penulis mencari literatur terkait dengan transformasi rumah sakit di

Baghdad sebelum dan sesudah abad keempat Hijriah, tetapi tidak begitu banyak

literatur yang berkenaan dengan rumah sakit tersebut. Ada beberapa literatur yang

menuliskan mengenai transformasi rumah sakit atau peran rumah sakit dalam

peradaban Islam. Juga, terdapat beberapa sumber dalam bentuk skripsi dan tesis

Page 22: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

6

yang menuliskan tentang rumah sakit dan perannya dalam peradaban Islam.

Tulisan tersebut sebagian besar merupakan karya tulisan Universitas luar negeri,

baik dari Universitas Timur maupun Universitas Barat. Sejauh yang peneliti

ketahui dalam penelusuran sumber terkait tentang rumah sakit tersebut, peneliti

tidak menemukan skripsi atau tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang terkait dengan

transformasi rumah sakit Islam dari dalam negeri.

Penelitian ini ingin membahas tentang bagaimana proses transformasi

rumah sakit dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat Muslim serta

terhadap sains medis Islam. Dari beberapa literatur yang ditemukan belum ada

yang menyinggung bahkan menuliskan tentang transformasi rumah sakit di

Baghdad.

Berikut beberapa literatur yang dijadikan tinjauan pustaka:

1. Sebuah artikel yang ditulis oleh Roziah Sidik Mat Sidek yang berjudul

“Transformation of Hospital in the Islamic Civilization From Medical

Treatment Centre into a Teaching Hospital.” Tulisan ini dipublikasikan

oleh Medwell Journals tahun 2012, dari Universiti Kebangsaan Malaysia,

Bangi, Selangor-Malaysia. Tulisan tersebut menjelaskan tentang

perubahan fungsi rumah sakit Islam secara umum atau di dunia Islam pada

umumnya, sedangkan penulis ingin menjelaskan perubahan rumah sakit

yang terdapat di Bahgdad saja. Hasilnya yang diinginkanpun akan berbeda

karena obyek kajian rumah sakit hanya terbatas di Bahgdad saja, sehingga

hasilnya akan lebih spesifik.

2. Sebuah tesis yang ditulis oleh Mustafa Al Anasari yang berjudul

“Bimaristans Ana Waqf in Islam: Case Studies of Hospital Endowments

During 9th-13th Century In The Muslim World.” Tesis ini dari University

Of Sydney (Australia), Faculty of Art and Social Sciences, Departemen of

Arabic and Islamic Study. Nama rumah sakit pada masa awal Islam adalah

Bîmâristân, sehingga banyak disebutkan dalam sumber-sumber sejarah

dengan kata bimaristan. Tulisan tersebut menjelaskan hubungan antara

rumah sakit dengan waqf, pendirian rumah sakit tidak bisa lepas dari waqf,

karena waqf merupakan sumber utama terbentuknya rumah sakit. Meski

tesis ini membahas tentang rumah sakit dan perannya dalam Islam. Akan

Page 23: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

7

tetapi, jelas berbeda kajian antara tesis ini dengan penulis, tesis ini

memfokuskan tentang hubungan atau keterkaitan antara waqf dan rumah

sakit sebagai perwujudan lembaga karena adanya waqf. Sedangkan penulis

ingin memfokuskan tentang transformasi rumah sakitnya dan itupun akan

lebih dispesifikasi lagi hanya di Baghdad sebagai pusat pemerintahan

Islam pada saat itu.

3. Sebuah skripsi yang ditulis oleh Mu’min Anis ‘Abdullah al-Baba yang

berjudul “Albimaristanatu Al-Islamiyati Hatta Nihayati Al-Khilafah Al-

Abbasiyah (1-656 H/622-1258 M).” Skripsi ini terbitan tahun 2009 oleh

Fakultas Adab, Sejarah dan Arkeologi, Al-Jami’ah Al-Islamiyah Biguzzah,

Palestina. Skripsi tersebut menjelaskan rumah sakit secara umum, baik

dari aspek pendirian, pengembangan serta sumbangsih kepada peradaban

Islam dari awal kelahiran Islam sampai masa kekhilafahan Abbasiyah.

Dalam tulisan tersebut tidak memfokuskan pada rumah sakit tertentu,

namun tulisan tersebut menjelaskan secara keseluruhan rumah sakit yang

tersebar di seluruh kawasan Islam dari masa yang telah ditentukan oleh

penulis. Sedangkan penulis ingin menjelaskan perubahan fungsi rumah

sakit pada masa yang telah ditentukan penulis.

F. Kerangka Teori

Dudung Abdurrahman dalam bukunya “Metode Penelitian Sejarah,”

menjelaskan dalam salah satu ciri dari teori ilmiah adalah suatu teori harus

bersifat kausal. Ini berarti di dalam suatu pernyataan tentang peristiwa terdapat

keterangan yang menyebutkan sebabnya, yang berarti menanyakan sebab

musabab dalam istilah sejarah dikenal dengan teori kausalitas. Menurut

Ankersmit kausalitas dalam pengkajian sejarah biasanya berkaitan dengan proses-

proses perubahan, sehingga menyebutkan “sebab” suatu peristiwa itu berkaitan

erat dengan keterangan tentang perubahan. Hal demikian sangatlah lazim dalam

pemikiran sejarah, sebab suatu proses sejarah itu sekaligus melihat hubungan

Page 24: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

8

kausalnya dengan gejala yang lain, baik yang terjadi sebelumnya maupun

sesudahnya.16

Teori kausalitas (sebab-akibat) sangat erat kaitanya dengan perubahan,

karena menghubungkan satu peristiwa atau fakta sejarah dengan fakta-fakta

sejarah yang lainnya. Ini sangat sesuai dengan dengan kajian penulis tentang

transformasi atau perubahan rumah sakit secara fungsi lembaga. Rumah sakit

sebelum abad keempat Hijriah hanya menjadi pusat medis saja. Kemudian pada

abad sesudah keempat Hijriah berubah fungsi atau lebih tepatnya memiliki dua

fungsi sekaligus, sebagai pusat medis dan sebagai pusat pendidikan medis.17

G. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat sejarah analitis (analytical history), metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah heuristik atau pengumpulan data, kritik

sumber baik intern maupun ekstern, interpretasi atau penafsiran, dan yang terakhir

adalah tahap historiografi atau tahap penulisan sejarah.18

Proses heuristik penulis menggunakan metode kepustakaan (library

research). Penulis mengumpulkan sumber-sumber tertulis baik yang bersifat

primer maupun sekunder. Untuk sumber primer, penulis menggunakan buku

karya para ulama abad pertengahan yang masyhur dalam bidang kedokteran,

sekaligus sebagai sejarawan kedokteran pertama, yaitu Ibnu Abi ‘Usaibiah, juga

Ar-Razi, Ibnu Sina, dan tokoh lainnya yang masih terkait dengan ilmu medis

(kedokteran), sebagai tokoh kedokteran Islam yang sangat berpengaruh terhadap

perkembangan dunia kedokteran, baik di Timur maupun di Barat.

Untuk sumber sekunder penulis menggunakan buku-buku yang didapat

dari Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah, e-book yang diakses dari

Libgen dan Bookzz, jurnal yang diakses melalui Jstor dan e-ressource

(Perpustakaan Nasional), serta jurnal lain yang diakses melalui Google Cendekia.

Pada umumnya data-data sekunder yang penulis gunakan berupa buku, artikel,

16 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999), cetak. II, h.27. 17 Mu’min Anis ‘Abdullah al-Baba. Albimaristanatu Al-Islamiyati Hatta Nihayati Al-

Khilafah Al-Abbasiyah (1-656 H/622-1258 M), (Palestina: Al-Jami’ah Al-Islamiyah Biguzzah,

2009). 18 M. Dien Madjid dan Johan Wahyudi, Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar (Jakarta:

Kencana, 2014), hlm. 218-231.

Page 25: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

9

majalah, dan tesis yang penulis temukan di Perpustakaan Fakultas Adab dan

Humaniora, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan

Universitas Indonesia, Perpustakaan Nasional, dan situs-situs-situs resmi di

internet.

Tahap berikutnya ialah kritik sumber (verifikasi). Dalam proses ini,

penulis melakukan uji keaslian sumber melalui kritik ekstern. Selain itu penulis

juga melakukan uji kelayakan sumber atau kredibilitas, yang penulis telusuri

melalui kritik intern.19 Dalam kritik ekstern penulis mengkritisi secara fisik

mengenai sumber-sumber primer yang penulis dapatkan, kritik ini dilihat dari

buku yang dituliskan oleh tokoh kedokteran Islam sekaligus sebagai sejarawan

kedokteran pertama, yaitu Ahmad bin Qâsim al-Khazraji Ma’rûf Ibnu Abî

`Usaibi’ah dalam karyanya yang berjudul “At-Tibul Islami, ‘Uyûn al-Anbâ 'fî

Tabaqât al-Atibbâ'” yang dapat dilihat atau diuji dari tulisan dan tahun terbitnya,

karena secara fisik asli (cetak) peneliti tidak menemukan langsung, karena masa

yang sangat jauh dari masa sekarang. Maka fisik yang dimaksudkan penulis

adalah tulisan fisik yang isinya sama persis dengan apa yang dituliskan oleh tokoh

tersebut.

Penulis juga menguji kredibilitas sumber (sekunder) dengan menggunakan

kritik intern. Dalam kritik intern penulis membandingkan sumber-sumber yang

penulis dapatkan. Cara menguji kredibilitas tulisan dalam buku, maka penulis

membandingkan antar sumber-sumber yang didapatkan.

Tahap berikutnya yakni melakukan interpretasi (penafsiran) terhadap

sumber-sumber yang telah penulis himpun untuk memperoleh fakta-fakta yang

berkaitan dengan fokus kajian penulis.20 Dalam tahap ini penulis menggunakan

metode analisis dan sintesis. Dalam proses analisis (penyelidikan), penulis

memperoleh beberapa fakta dari sumber-sumber yang telah penulis baca baik

sumber primer maupun sekunder.

Tahap terakhir yaitu historiografi (penulisan), dalam tahap ini penulis

menguraikan fakta-fakta yang sudah didapat ke dalam penulisan sejarah, dan

19 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1999), cetak. II, h.59.

20 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah...., h. 64.

Page 26: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

10

kemudian menarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan

pokok yang menjadi kajian dalam penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Secara Keseluruhan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, adapun susunan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Berisi Pendahuluan yang terdiri atas penjabaran singkat

permasalahan yang menjadi fokus kajian, identifikasi

masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka,

kerangka teori, serta sistematika penulisan.

Bab II Membahas tentang proses sejarah medis dalam dunia Islam.

Awal mula perkembangan dunia medis dan pengaruh

budaya Yunani, Persia, dan Cina sebagai pusat-pusat medis

terhadap dunia medis dalam Islam. Juga, dalam bab ini

menjelasakan bagaimana kontribusi rumah sakit Islam

terhadap masyarakat muslim dan kemajuan peradaban

Islam.

Bab III Membahas tentang proses dari sebuah transformasi rumah

sakit Islam di Baghdad. Dalam bab ini ada dua sub bab

pokok inti, pertama, peran pemerintah atau khalifah dalam

transformasi rumah sakit tersebut, karena perubahan

tersebut tidak akan lepas dari campur tangan seorang

khalifah. Kedua, usaha-usaha para intelektual muslim

dalam menerjemahkan manuskrip-manuskrip peninggalan

Yunani, Persia, dan Cina.

Bab IV Membahas efek keilmuan atau dampak yang ditimbulkan

dari transformasi rumah sakit. Dalam bab ini terdapat empat

sub bab, yaitu: pertama, tabib (dokter) dan pengajar satu

kesatuan profesi. Kedua, rumah sakit dalam hal ini

kedokteran menjadi simbol peradaban Islam. Ketiga,

Page 27: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

11

metode keilmuan ilmu medis. Keempat, ketertarikan

masyarakat atas ilmu medis.

Baba V Berisi penutup yang terdiri atas kesimpulan yang

merupakan jawaban dari permasalahan yang menjadi tujuan

awal pengkajian penelitian ini, dan saran-saran yang

menjadi masukan-masukan untuk perbaikan penelitian

berikutnya.

Page 28: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

12

BAB II

RUMAH SAKIT ISLAM (BIMARISTAN)

DI BAGHDAD

A. Sejarah Rumah Sakit Islam

Rumah sakit merupakan salah satu prestasi besar dari masyarakat Islam

pada abad pertengahan sebagai sebuah institusi yang memiliki multifungsi,

sebagai amal sosial (penyembuhan) dan pendidikan medis. Institusi rumah sakit

sudah ada sejak masa pra-Islam; dari masa Byzantium (kota Yunani kuno).

Rumah sakit Byzantium memiliki kemiripan dengan rumah sakit Islam dalam hal

nilai sosial secara alami. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Manfred Ullmann

dalam bukunya yang berjudul “Islamic Medicine”, bahwa konsep kedokteran

yang digunakan dalam Islam sangat berkaitan dengan konsep kedokteran Yunani.1

Rumah sakit Byzantium dipandang sebagai pendahulu langsung dari

rumah sakit Islam. Karakteristik humanitarian dan philantropic (suka menderma)

sangat ditandai pada zaman rumah sakit pra-Islam dari Byzantium. Byzantium

memiliki institusi sosial seperti hospices (xenodochia), ptochia (rumah bagi yang

membutuhkan), orphanotropia (panti asuhan), gerontocomia (rumah zakat) dan

lainnya. Institusi khusus dari Byzantium banyak sebagai tempat penyembuhan

(rumah sakit).2

Rumah sakit Islam atau dikenal dengan istilah bîmâristân dibangun untuk

menggantikan kuil penyembahan di masa kuno.3 Pada masa Mesir kuno dan

Mesopotamia orang Yunani memiliki kuil yang diberi nama Asklepion. Asklepion

didedikasikan sebagai bakti kepada Apollon dan Asklepions sebagai Tuhan

penyembuh. Pada masanya, ilmu kedokteran hidup berdampingan dengan religi

dan pengobatan magis.4

Terdapat perbedaan antara bîmâristân dengan kuil penyembuhan pada

masa kuno. Bîmâristân merupakan rumah sakit yang sudah tergolong maju

1 Manfred Ullmann. Islamic Medicine (Inggris: Edinburg University Press, 1978), h. 5.

2 Fajar Ariyanti. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit, Cet. 1, (Jakarta Selatan: 2015), h.

80. 3 A. R. Nowsheravi. Muslim Hospitals In The Medieval Period. Islamic Studies, Vol.

22,no. 2, 1983. Diakses pada tanggal 20-10-2015 15:55 UTC,

web:http://www.jstor.org/stable/23076050, h. 52. 4 Fajar Ariyanti. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit..., h. 82.

Page 29: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

13

dimana orang-orang ditangani oleh para ahli dan meniggalkan cara penyembuhan

dari kuil penyembuhan. Kuil penyembuhan lebih digunakan untuk memisahkan

antara orang-orang yang memiliki penyakit dan orang-orang gila dari masyarakat

umum, dari pada memberikan pengobatan kepada mereka. Peralatan, staf, dan

keorganisasian bîmâristân menjadi contoh bagi rumah sakit di masa selanjutnya.5

Ada perbedaan pendapat di kalangan sejarawan Islam tetentang kelahiran

bîmâristân. Setidaknya kita bisa menemukan tiga pendapat yang berbeda tentang

kapan pertama kali bîmâristân dibangun, diantaranya adalah :

a. Pendapat pertama mengatakan bahwa bîmâristân dibangun pada tahun awal

Islam dan merupakan perintah langsung dari Nabi. Pendapat ini sebagaimana

yang telah dijelaskan oleh Ibnu Hisyâm dalam “Sirah,” bahwa Nabi telah

memerintahkan Sa‟d bin Mu‟âdz untuk membangun sebuah tenda di dalam

Masjid Madinah untuk merawat prajurit muslim yang terluka akibat perang

khandak (parit) dalam melawan orang Quraisy yang menentang Nabi.

Pendapat tersebut juga, diungkapkan oleh Ibnu Ishâq dalam “Sirah,” bahwa

seorang wanita yang bernama Rofîdah telah ditugaskan Nabi untuk merawat

tentara muslim dalam perang parit.6 Jadi, pendapat ini menyimpulkan bahwa

tenda yang didirikan pada masa perang khandak merupakan bîmâristân

pertama dan Nabi Muhammad adalah orang pertama yang membangun

bîmâristân.7

b. Pendapat kedua dari seorang sejarawan Muslim yang bernama Taqi‟i al-Din

al-Maqrîzî dalam bukunya yang berjudul “Khitat.”8 Ia menjelaskan bahwa

bîmâristân pertama kali dibangun pada masa masa khalifah Bani Umayyah,

al-Walîd bin „Abdul Mâlik pada tahun 88 H/706 M di Damaskus.9 Ia juga,

menjelaskan bahwa khalifah sudah mempekekerjakan dokter dan

menggajinya di bîmâristân secara rutin. Pendapat ini, diperkuat juga dengan

pernyataan Guenter B. Risse dalam bukunya yang berjudul “Mending Bodies,

Saving Souls: A History of Hospitals,” bahwa rumah sakit pertama dalam

5 Fajar Ariyanti. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit..., h. 82. 6 Ahmad „Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam (Mesir: Muassasatu Hindawi Litta‟limi

Wassakofah, 2012), h. 10. 7 Mohammed El Ayadi. Les maristanes dans le monde arabo-musulman. Jurnal sejarah

ilmu medis, TOME XXVIII, No. 2. Maroko, Casablanca, 1994. h. 148. 8 Mohammed El Ayadi. Les maristanes dans le monde arabo-musulman..., h. 148.

9 Ahmad „Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam..., h. 11.

Page 30: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

14

Islam adalah bîmâristân yang dibangun pada masa khalifah Bani Umayyah,

al-Walîd bin „Abdul Mâlîk di ibu kota Damaskus, Suriah.10

c. Pendapat ketiga dari sejarawan kontemporer Arab, yang mengatakan bahwa

bîmâristân pertama adalah bîmâristân Hârûn ar-Rasyîd (170-193 H/786-806

M).11

Ia menganggap pembangunan bîmâristân pada masa Hârûn ar-Rasyîd

yang cukup signifikan, karena pengaruh langsung dari sekolah medis

Jundîshâpûr dan perkembangan peradaban Islam dari abad ke-7.12

Dengan

demikian, bîmâristân dianggap dibangun oleh Hârûn ar-Rasyîd di Baghdad

sebagai bîmâristân pertama yang dibangun oleh orang-orang Arab.

Perbedaan pendapat mengenai kapan pertama kali dibangun bîmâristân itu

tergantung sudut pandang saja. Hemat penulis, pembangunan bîmâristân sebagai

pelayanan kesehatan sudah ada sejak masa Nabi. Sedangkan, rumah sakit sebagai

sebuah lembaga rumah sakit dibangun pada masa khalifah Bani Umayyah, al-

Walîd bin „Abdul Mâlik. Kemudian, rumah sakit mencapai puncak kejayaannya,

baik sebagai pusat pelayanan kesehatan maupun sebagai pusat pendidikan medis,

yaitu pada masa khalifah Hârûn ar-Rasyîd dan setelahnya.

Pada masa Nabi pelayanan kesehatan diberikan kepada kaum Muslim, baik

dalam keadaan damai maupun perang, seperti pada perang Badar, Uhud,

Khandak, dan perang Khaibar. Pengobatan dilakukan di tenda-tenda yang telah

didirikan oleh perawat Muslim atas perintah Nabi. Perawat yang banyak

disebutkan dalam sejarah medis pada masa Nabi adalah Rofîdah binti Sa‟ad al-

Bani Aslam al-Khazraj13

, seorang perawat wanita pertama dalam Islam. Ia

memberikan banyak kontribusi terhadap pelayanan kesehatan, juga dalam aktifitas

sosial dan kemanusiaan, seperti memberikan perhatian kepada orang miskin, anak

yatim, dan penderita cacat mental, serta memberikan bekal pendidikan kepada

anak didikannya.

Pada masa khalifah al-Walîd ibnu Abdul Malik pelayanan kesehatan

sudah mengalami perkembangan dan menejemen rumah sakit terorganisir secara

10

Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals (New York:

1999), h. 125. 11

„Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt

(London: 1984), h. 6. 12

Mohammed El Ayadi. Les maristanes dans le monde arabo-musulman..., h. 148. 13

Surawardi. Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam Periode Madinah, Jurnal:

Management of Education, Volume 1, Issue 2, Hal. 101.

Page 31: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

15

struktur. Juga, rumah sakit al-Walîd, sudah memperkenalkan sistem dokter

spesialis.14

Selanjutnya, pada masa khalifah Hârûn ar-Rasyîd merupakan masa

puncak kejayaan Islam, masa kejayaan ilmu pengetahuan, dan juga masa kejayaan

rumah sakit Islam (bîmâristân). Rumah sakit dibangun dengan arsitek yang paling

modern pada masanya dengan fasilitas pendidikan yang lengkap dengan buku-

buku kedokteran.15

Juga, lengkap dengan alat-alat kedokteran yang termutakhir

pada masanya. Fasilitas pendidikan yang penulis maksudkan di sini adalah rumah

sakit (bîmâristân) yang mempunyai dwi fungsi, sebagai pusat medis dan pusat

pendidikan medis.

Peran institusi kesehatan di bîmâristân dalam peradaban Islam terwujud

dalam pemberian pelayanan kesehatan bagi pasien, terutama yang miskin dan

yang membutuhkan melalui rumah sakit. Rumah sakit tidak hanya menyediakan

layanan pengobatan pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit saja, namun

melayani pengobatan pasien yang dirawat di rumah juga. Rumah sakit juga

menyebar ke seluruh dunia Islam dan menjadi sumber kebahagiaan dan keyakinan

bagi masyarakat di semua kelas akan terjaminnya kesehatan mereka. Fasilitas

yang didapat dari rumah sakit Islam, berupa pengobatan, perawatan penuh,

pakaian dan makanan di rumah sakit. Selain itu, setelah abad ke-4 H, banyak

rumah sakit yang juga berfungsi sebagai pusat pendidikan kedokteran di samping

fungsi dasarnya merawat pasien dan memastikan kenyamanan mereka.16

Sehingga, bîmâristân disamping berfungsi sebagai institusi sosial dalam arti

pengobatan pasien, juga sebagai institusi pendidikan.17

Bîmâristân juga memiliki berbagai jenis rumah sakit berdasarkan tujuan,

yaitu bîmâristân untuk penyakit mental, bîmâristân untuk penyakit kusta atau

lepra, bîmâristân untuk masyarakat yang bepergian (haji, umroh, dan traveling)

14

Yusuf Assidiq. Babak Kemajuan Kedokteran Islam. Republika Khazanah: Rabu, 28

Juli 2010. Hal. 28. 15

„Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in

Egypt..., h.6. Lihat juga, Ahmad „Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam (Mesir: Muassasatu

Hindawi Litta‟limi Wassakofah, 2012), h. 21., Ibn Abî Usaybi'ah.„Uyun al-Anba 'fi Tabaqat al-

Atibba', Juz 2..., hal. 216., Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of

Hospitals..., hal. 127. 16

Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami Sebagai Pusat

Pendidikan Perubatan Di Timur Tengah Antara Abad ke-3 hingga ke-7 Hijri (E-Journal of Arabic

Studies & Islamic Civilization, Volume 2, 2015) h. 117. 17

Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami…, h. 123.

Page 32: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

16

bîmâristân untuk tahanan penjara, dan bîmâristân mobile atau rumah sakit

keliling.18

Bîmâristân bukan hanya digunakan sebagai rumah sakit umum, tetapi

juga sebagai universitas dimana orang-orang dapat belajar untuk menjadi dokter

atau ahli bedah dan akan menerima ijazah saat kelulusan. Oleh karena itu, rumah

sakit dalam peradaban Islam setelah abad ke-4 H memiliki dua tujuan, yaitu

kesejahtraan pasien harus ditangani dengan perawatan yang sesuai dengan

peraturan terbaru dalam perawatan medis, dan bîmâristân digunakan untuk tempat

pendidikan kedokteran bagi lulusan dokter baru agar mereka dapat merawat

pasien dengan sukses.19

Pada abad ke-9 M di Bagdad Khalifah Hârûn al-Rasyîd (786-806 M) dan

putranya al-Ma`mûn (813-833 M) mendirikan bîmâristân. Pada masanya

merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan. Pada masanya, sudah terdapat

paling tidak sekitar 800 dokter. Keadaan seperti itu sebagaimana yang telah telah

diungkapkan oleh Badri Yatim, bahwa kesejahtraan sosial, kesehatan, pendidikan,

ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman

keemasannya. Tingkat kemakmuran dan kemajuan yang sangat tinggi yang telah

diraih Islam dalam semua aspek lini kehidupan, termasuk di dalamnya

kemakmuran yang telah dialami oleh institusi kesehatan.20

Rumah sakit Islam Baghdad selanjutnya adalah Bîmâristân al-Adudi

didirikan pada tahun 982 M (372 H) oleh penguasa Buwaihi yang bernama Abû

Syujâ Fannâ Khusrau atau dikenal dengan nama „Adud al-Dawlah (928-1008

M/318H-398H). Saat didirikan rumah sakit tersebut memiliki 25 dokter, termasuk

oculist (ahli mata), ahli bedah, dan bonestters (ahli tulang).21

Namun, jumlah itu

jauh meningkat kemudian setelah didirikan. Rumah sakit ini memilki

perpustakaan besar, apotek dan dapur, disamping staf administrasi dan yang

bertugas kebersihan di rumah sakit tersebut. Selain itu, dokter bekerja dalam dua

shift (siang dan malam) dalam melayani pasien. Jadi, dalam dua puluh empat jam

18

Sharif Kaf Al-Gazal. The Origin of Bimaristans (Hospital) in Islamic Medical History

(UK: FSTC, 2007), h. 4. 19

Roziah Sidik Mat Sidek. Transformation of Hospital in the Islamic Civilization ...,h.

435. 20

Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II (Jakarta, Rajawali Press,

2011), h.53. 21

Fajar Arianti. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit..., h. 84

Page 33: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

17

dokter mampu melayani pasien secara bergantian melalui menejemen shift yang

telah diberlakukan dalam menejemen rumah sakit Islam.22

Sejarawan Muslim al-Miskawaih menggambarkan pulihnya kembali ranah

keilmuan di Baghdad. „Adud al-Dawlah memberikan hadiah kepada para hakim,

asketis, ahli tafsir, ahli hadis, ahli genealogi, ahli tata bahasa, penyair, astronom,

dokter, ahli matematika, astronom, dan banyak lagi. Di istananya, Adud al-

Dawlah membuat sebuah ruangan khusus bagi para filsuf dan ahli ilmu. Mereka

secara rutin berkumpul di sana untuk berdiskusi, berdebat, dan membangun

kegiatan intelektual. “Ilmu-ilmu akhirnya bisa dihidupkan kembali setelah

mengalami kematian sebelumnya,” papar al-Miskawaih.23

Pada tahun 1184 M (580 H) digambarkan rumah sakit seperti sebuah

istana yang sangat besar. Kurang lebih selama seratus tahun, lima bîmâristân

lainnya telah dibangun di Baghdad. Rumah sakit Islam Baghdad di awal abad ke-

10 M ditunjukan untuk memberikan perawatan medis ke penjara setiap hari dan

kunjungan dokter ke desa-desa miskin.24

Kunjungan dokter ke desa-desa juga dilakukan pada masa Sultan Saljuk

Mahmûd yang memerintah pada periode 511-525 H / 1117-1131 M terdapat

rumah sakit keliling yang berupa konvoi sejumlah besar unta yang dilengkapi

dengan alat terapi dan obat-obatan, dan disertai oleh sejumlah dokter. Konvoi ini

berkeliling desa-desa terpencil, padang pasir dan pegunungan sehingga bisa

mencapai setiap sudut negara Islam.25

Pertumbuhan rumah sakit Islam tumbuh dan berkembang bukan hanya di

Baghdad saja sebagai pusat kekhalifahan Islam. Di kota-kota besar dalam

kawasan Islam, seperti Kairo - Mesir, Damaskus, Al-Qayrawan (ibu kota Arab

dari Tunisia), Rayy (Iran) dan Cordoba. Di pusat-pusat kota tersebut terdapat

22

Ameera. Rumah Sakit dalam Peradaban Islam dalam

http://www.arrahmah.com/news/2013/11/16/rumah-sakit-sejarah-peradaban-islam-

2.html#sthash.m7tythEe.dpuf, yang telah diakses pada tanggal 20 Mei 2016. 23

Yusuf Assidiq. Adhud Al-Daulah, Pelindung Ilmu dan Seni (Republika, Khazanah:

Senin, 14 Februari 2011) h. 8. 24

Yusuf Assidiq. Tata Letak Rumah Sakit…h. 20. 25

Ameera. Rumah Sakit dalam Peradaban Islam..., h. 3.

Page 34: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

18

rumah sakit yang besar dan menjadi rujukan umat Islam, baik dengan tujuan

berobat atau belajar ilmu medis.26

Semua rumah sakit tersebut dianggap sebagai basis ilmu pengetahuan

kedokteran karena dengan adanya rumah sakit terjadi sebuah proses

perkembangan kedokteran yang lebih efektif dan cepat karena mengkombinasikan

antara teori dan praktik secara langsung, sehingga pemahaman terhadap ilmu

kedokteran mudah dimengerti, dan ilmu medis berkembang pesat di abad

pertengahan.27

Semua rumah sakit di kawasan Islam dibiayai dari pedapatan hibah yang

disebut dengan waqaf. Orang kaya dan terutama penguasa mendonasikan properti

sebagai waqaf. Waqaf tersebut diarahkan untuk pembangunan dan pemeliharaan

rumah sakit. Anggaran negara juga menjadi bagian dari biaya pemeliharaan rumah

sakit.28

Pada saat itu layanan rumah sakit harus gratis, meskipun ada beberapa

dokter pribadi mungkin yang mengenakan biaya.29

Dana yang dibutuhkan untuk memberikan layanan pengobatan, perawatan,

hingga biaya operasional rumah sakit sepenuhnya berasal dari dana waqaf. Umat

Muslim dan penguasa mewaqafkan sebagian harta mereka untuk kepentingan

sosial dan agama. Pada masa kekhalifahan di abad pertengahan, dana wakaf yang

terkumpul cukup besar.30

Dana wakaf tersebut lebih dari cukup untuk membiayai pembangunan

serta operasional rumah sakit. Sebagian anggaran negara juga didistribusikan ke

rumah sakit, terutama untuk pemeliharaan peralatan dan penyediaan obat-obatan.

Karena itulah, rumah sakit bisa beroperasi secara maksimal dan mampu

memberikan pelayanan terbaik bagi pasien.31

26

A. R. Nowshera. Muslim Hospitals In The Medieval Period. (Islamic Studies: 1983), h.

51. Diambil pada tanggal 07 Sep. 16 di web: http://iri.iiu.edu.pk/. 27

Fajar Arianti. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit..., h. 83 28

Stefan Heidemann. The Transformation Pd Middle Eastern Cities in The 12th Century:

Financing Urban Renewa ( German Research Foundations (DFG): 2004), h. 29

A. R. Nowshera. Muslim Hospitals In The Medieval Period… h. 56. 30

Mustafa Al Anasari. Bimaristans Ana Waqf in Islam: Case Studies of Hospital

Endowments During 9th-13th Century In The Muslim World (Australia: November 2013), h. 36. 31

Mustafa al-Ansari. Bimaristan and Waqaf in Islam..., 36.

Page 35: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

19

B. Karakteristik Rumah Sakit Islam

Rumah sakit yang tersebar di kawasan kekhalifahan Islam pada saat itu

memiliki karakteristik yang khas. Pertama, rumah sakit Islam melayani semua

orang tanpa membedakan warna kulit, agama, serta latar belakang asal usul

lainnya. Rumah sakit Islam dikelola pemerintah. Direkturnya biasanya seorang

dokter yang dipilih langsung oleh khalifah. Di rumah sakit tersebut semua dokter

dengan keyakinan agama yang berbeda bahu-membahu bekerja sama untuk

menyembuhkan pasiennya.32

Kedua, rumah sakit Islam sudah menerapkan pemisahan ruang rawat

pasien.33

Pasien pria dan wanita menempati ruangan yang terpisah. Penderita

penyakit menular juga dirawat di tempat yang berbeda dengan pasien lainnya,

sebagai upaya untuk pencegahan penularan atau infeksi.34

Ketiga, pembagian

perawat; perawat pria bertugas merawat pria dan perawat wanita merawat pasien

wanita.35

Keempat, memperhatikan kamar mandi dan pasokan air. Shalat lima waktu

merupakan rukun Islam yang wajib bagi setiap Muslim, baik dalam kondisi sehat

maupun sakit, shalat tetap merupakan sebuah kewajiban. Setiap Muslim harus

berwudhu membersihkan muka, tangan, kepala dan kaki. Untuk memenuhi

kebutuhan itu, rumah sakit menyediakan air yang melimpah dengan dilengkapi

fasilitas kamar mandi.36

Kebutuhan air bersih di rumah sakit disalurkan langsung

dari Sungai Tigris.37

Kelima, tidak sembarang dokter bisa berpraktik di rumah sakit. Hanya

dokter-dokter yang berkualitas yang diizinkan untuk mengobati pasien di rumah

sakit Islam.38

Khalifah Abbasiyah - Ja‟fâr al-Muqtadîr Billah ibn al-Mu‟tadid ibn

32

Yusuf Assidiq. Tata Letak Rumah Sakit (Republika Khazanah: Senin, 22 November

2010) h. 20. 33

Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals..., h. 127. 34

Ibn Abî Usaybi'ah.„Uyun al-Anba 'fi Tabaqat al-Atibba', Juz 2. Sebuah kitab klasik

yang di dalamnya memuat 400 tokoh kedokteran Islam. Buku tersebut menjadi best seller di

zamannya dan menjadi rujukan para dokter dan calon dokter di abad pertengahan. Ibn Abî

Usaybi'ah (w. 668 H/1274 H). Kitab tersebut dikaji lagi oleh A. Muller dan Menyusunnya

kembali, kemudian dicetak di Mesir pada 1299H/1882M. Hal. 242. 35

Yusuf Assidiq. Tata Letak Rumah Sakit..., h. 20 36

Ibn Abî Usaybi'ah.„Uyun al-Anba 'fi Tabaqat al-Atibba', Juz 2..., h. 260. 37

Yusuf Assidiq. Tata Letak Rumah Sakit..., h.20. 38

Raza Naqfi, Meds & Ursula Zurawska, Meds. History of Medicine, Light in The Dark

Ages (Jurnal UWOMJ, 2008), h. 15.

Page 36: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

20

Ahmad ibn al-Mutawakkil (908–932 M) - sangat memperhatikan betul kualitas

dokter yang bertugas di rumah sakit Islam. Untuk memastikan semua dokter

berkualitas. Khalifah memerintahkan kepala dokter istana, Sinân Ibn-Tshabit

untuk menyeleksi 860 dokter yang ada di Baghdad.39

Dokter yang mendapat izin praktik di rumah sakit hanyalah mereka yang

lolos seleksi yang ketat.40

Tak hanya di Baghdad, khalifah juga memerintahkan

Abû „Usmân Sa‟id Ibnu Y‟aqub untuk melakukan seleksi serupa di wilayah

Damaskus, Makkah dan Madinah. Hal itu dilakukan karena dua kota suci itu

setiap tahunnya dikunjungi jamaah haji dari seluruh dunia.41

Keenam, rumah sakit Islam pada zaman kekhalifahan Islam khususnya

setelah terjadinya transformasi (setelah abad ke-4 H), rumah sakit tidak hanya

sekedar tempat untuk merawat dan mengobati orang sakit. Rumah sakit Islam juga

berfungsi sebagai tempat mahasiswa menggali ilmu kedokteran, tempat

pertukaran ilmu kedokteran, dan pusat pengembangan dunia kesehatan dan

kedokteran secara keseluruhan.42

Rumah sakit besar dan terkemuka dilengkapi

dengan perpustakaan mewah yang memiliki koleksi buku-buku terbaru. Selain itu,

rumah sakit Islam juga dilengkapi auditorium untuk pertemuan dan perkuliahan.

Di sekitar rumah sakit Islam juga berdiri perumahan untuk mahasiswa kedokteran

serta staf rumah sakit Islam.43

Ketujuh, untuk pertama kalinya dalam sejarah, rumah sakit Islam

menyimpan data pasien dan rekam medisnya. Konsep itu hingga kini digunakan

ramah sakit yang ada di seluruh dunia.44

Kedelapan, selama era Islam ilmu

farmasi dan apoteker telah berkembang menjadi ilmu dan profesi terkemuka.45

Sejumlah rumah sakit milik pemerintah memiliki laboratorium guna meracik

beragam obat. Tak jarang, pusat farmasi ini sanggup memproduksi obat-obatan

dalam skala besar.46

Sebagian besar obat diberikan untuk pasien rumah sakit dan

sebagian lagi disalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan. Apotek dan

39

Ahmad „Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam..., h. 117. 40

Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals..., h. 127. 41

Raza Naqfi, Meds & Ursula Zurawska, Meds. History of Medicine…, h. 15. 42

Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami..., h. 117. 43

Yusuf Assidiq. Tata Letak Rumah Sakit..., hal. 20. 44

Raza Naqfi, Meds & Ursula Zurawska, Meds. History of Medicine…, h. 15. 45

Ahmad „Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam..., h. 16. 46

Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals..., h. 128.

Page 37: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

21

apoteker sudah berkembang pada abad pertengahan. Sehingga obat-obatan baru

tiap waktu terus bermunculan.47

Umat Islam menguasai perdagangan dunia dan telah menjalin kontak

dengan bangsa-bangsa terkemuka di dunia, termasuk dengan bangsa-bangsa

Eropa. Perkembangan ilmu kedokteran dan perkembangan rumah sakit sudah

meluas sampai ke daratan Eropa, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh

Yasser Tabba:

“In contrast Florence had about thirty hospitals at the beginning

of the fourteenth century, and a century later there were ten

more. Paris had sixty hospitals, and the smaller towns of Narbonne

and Arles had fifteen and sixteen, respectively. According to Miri

Rubin, "in England alone some 220 hospitals were founded in the

twelfth century and some 310 in the thirteenth." Such numbers

can be produced for nearly all European cities and towns.”48

Artinya: Sebaliknya, di Florence memiliki sekitar tiga puluh rumah sakit di

awal abadke-14 M, dan pada abad selanjutnya bertambah sepuluh

rumah sakit lagi. Paris memiliki enam puluh rumah sakit, dan kota-

kota kecil dari Narbonne dan Arles, masing-masing memiliki lima

belas dan enam belas. Menurut Miri Rubin, "di Inggris saja terdapat

220 rumah sakit yang didirikan pada abad ke-12 dan pada abad ke-13

terdapat 310 rumah sakit." Angka tersebut terjadi hampir di semua

kota-kota (besar) Eropa dan kota-kota (kecil) Eropa.”

Dari kutipan di atas, penulis memahami bahwa pembangunan rumah sakit

di kota-kota besar di Eropa tumbuh dan berkembang cukup signifikan. Di

Florence (ibu kota Itali) – pada abad pertengahan menjadi pusat perdagangan

Eropa – pada awal abad ke-14, terdapat tiga puluh rumah sakit. Di Paris terdapat

enam puluh rumah sakit, juga kota kota-kota kecil pada saat itu sudah terdapat

rumah sakit seperti di Narbonne dan Arles. Di Inggris pada abad ke-12, terdapat

220 rumah sakit, satu abad kemudian menjadi 310 rumah sakit.

47

Yusuf Assidiq. Tata Letak Rumah Sakit..., hal. 20. 48

Yasser Tabbaa. The Function Aspect of Medieval Islamic Hospital..., h. 106-107.

Page 38: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

22

C. Kontribusi Rumah Sakit Islam

Islam menolak penyebaran penyakit dan mendesak untuk mencari

perawatan medis.49

Sistem kesehatan dalam peradaban Islam terbangun atas

fondasi yang kuat berdasarkan petunjuk kenabian, sehingga rumah sakit tumbuh

dan berkembang di seluruh kawasan dunia Islam. Sekolah medis beserta dokter-

dokter lulusannya yang menjadi kebanggaan dunia atas kontribusi mereka

terhadap ilmu kedokteran.50

Rumah sakit Islam menjadi salah satu lembaga yang paling karakteristik di

pusat kota Islam dibandingkan dengan lembaga-lembaga yang lainnya. Meski

fungsi utama secara institusional adalah sebagai lembaga sosial atau lembaga

amal, namun dalam hal ini fungsi rumah sakit yang memiliki multifungsi. Selain

sebagai lembaga sosial, juga sebagai lembaga pendidikan.51

Manajemen rumah sakit dalam Islam jauh lebih baik dalam penangannya

dari pada rumah sakit di Roma dan beberapa rumah sakit Kristen yang baru ada

ketika itu. Konsep rumah sakit bermula dari dasar pemikiran keimanan,

kemanusiaan, dan sosial.52

Konsep rumah sakit yang diterapkam Islam pada abad

pertengahan sesuai dengan konsep Islam, sebagaimana yang telah dijekaskan oleh

Yasser Tabbaa dalam bukunya yang berjudul The Function Aspect of Medieval

Islamic Hospital bahwa, “Islam sangat menerima semua gagasan tentang

kesejahteraan masyarakat.”53

Dalam konsep rumah sakit Islam terdapat lima aspek pelayanan kesehatan

yang harus diberikan kepada masyarakat sebagai wujud kesejahtraan masyarakat.

Pertama, sikap dan prilaku petugas yang Islami, terlihat dalam penanganan

terhadap seorang pasien. Pasien perempuan ditangani oleh petugas dan dokter

perempuan, begitupun sebaliknya pasien laki-laki ditangani oleh petugas dan

dokter laki-laki.54

Kedua, fasilitas dan sarana pelayanan kesehatan yang islami.

Pihak rumah sakit Islam membedakan bangsal (ruang pasien) sesuai dengan

49 Mohammad Amin Rodini. Medical Care in Islamic Tradition During the Middle Ages

(Iran: International Journal of Medicine and Molecular Medicine, 2012), h. 1. 50

Raza Naqfi, Meds & Ursula Zurawska, Meds. History of Medicine…, h. 16. 51

Yasser Tabbaa. The Function Aspect of Medieval Islamic Hospital..., h. 95. 52

Fajar Arianti. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit..., h. 89. 53

Yasser Tabbaa. The Function Aspect of Medieval Islamic Hospital..., h.98. 54

Sulaiman Fayyadh. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler (Yogyakarta:

1993), hal. 18.

Page 39: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

23

penyakit yang dideritanya, tindakan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya

infeksi.55

Ketiga, prosedur atau mekanisme pelayanan kesehatan yang Islami.

Keempat, suasana pelayanan kesehatan yang islami. Kelima, pembiayaan

pelayanan kesehatan yang islami.56

Bahkan, Yusuf Assidiq menjelaskan dalam

Rebublika, dalam kolom Khazanah bahwa seluruh pelayanan dan sarana di rumah

sakit Islam dapat dinikmati oleh pasien tanpa dipungut biaya sepeserpun.57

Kelima aspek tersebut harus dipenuhi oleh rumah sakit Islam sebagai nilai

keunggulan dan keunikan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada

pasien.58

Kelima aspek rumah sakit tersebut selalu diikutsertakan dalam setiap

kalimatnya kata “Islami”. Maksudnya adalah semua aspek yang dijalankan rumah

sakit islam berasaskan Islam, yaitu sejalan dengan syara‟ atau tidak berlawanan

dengannya. Ja‟far Khadem Yamani dalam sebuah bukunya yang berjudul

“Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya”, menjelaskan Ath-Thibb-ul-

Islam-i atau kedokteran Islam tiada lain adalah ilmu pengobatan yang berasaskan

Islam dengan prinsip-prinsip pengobatan, antara lain59

:

1. Mengobati seorang pasien dengan ihsan, dan tidak melakukan hal-hal yang

bertentangan dengan al-Qur‟an dan sunah Nabi-Nya.

2. Tidak sekali-kali menggunakan obat-obatan yang haram atau tercampuri

bahan yang haram, seperti menggunakan arak, opium, delfaa, hasyisy dan

darah sebagai obat, atau mencampur obat-obtan dengan bahan yang haram.

Banyak ramuan obat yang dibuat oleh ahli farmasi bangsa Eropa

menggunakan pepsin babi. Sedangkan di antara obat-obatan ramuan China,

ada yang mengandung darah, sumsum babi dan serbuk tulang mayat.

3. Pengobatan itu sekali-kali tidak mencacatkan tubuh, kecuali jika keadaan

yang sangat darurat dan tidak ada pengobatan lain di saat itu, seperti

menggunakan al-kayy bakar ketika digigit ular di padang sahara.

55

Sulaiman Fayyadh. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler..., h. 18. 56

Fajar Arianti. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit..., h. 99. 57

Yusuf Assidiq. Tata Letak Rumah Sakit..., hal. 20. 58

Fajar Arianti. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit..., h. 99. 59

Ja‟far Khadem Yamani. Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya (Bandung:

2005) h. 43.

Page 40: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

24

4. Pengobatan tidak berbau takhayul, khufarat dan bid‟ah. Sesunggunya Islam

tidak mengajarkan berobat dengan air wafak, azimat yang berbau syirik.

5. Islam tidak memberikan seseorang yang tidak mengkaji ilmu kedokteran

kemudian mengobati pasien, sehingga jika terjadi bahaya, ia harus

bertanggung jawab sepenuhnya.

6. Jauhkanlah bagi seorang tabib muslim dari sifat iri hati, riya, takabur,

merendahkan orang lain, tinggi hati, memeras pasien dan sifat tidak terpuji

lainnya.

7. Seorang tabib muslim itu harus berpakaian rapih, bersih dan sebaiknya

berpakaian putih.

8. Lembaga kedokteran, rumah sakit, balai pengobatan dan semacamnya harus

menarik hati pengunjung, indah, rapih, bersih sehingga menjadi tempat

penyiaran Islam.

9. Bangunan rumah sakit dihiasi dengan lambang-lambang yang Islami.60

Dwifungsi yang dimiliki rumah sakit Islam (bîmâristân) adalah faktor

penting dalam sebuah kemajuan pendidikan medis pada abad pertengahan. Rumah

sakit Islam memfasilitasi pengajaran ilmu medis, juga menyediakan perpustakaan

yang menampung banyak sumber-sumber ilmu medis. Belajar ilmu medis di

tempat dimana ilmu medis itu dipraktikan merupakan langkah yang sangat bagus

yang mampu melahirkan ahli-ahli yang sangat berkualitas, karena dibimbing

langsung oleh ahli medis yang sekaligus mengepalai rumah sakit Islam.

Kemahirannnya yang tak diragukan lagi, karena kepala rumah sakit ditunjuk

langsung oleh khalifah sebagai bukti bahwa keahliannya sudah dipertanggung

jawabkan dan sudah diakui oleh pemerintahan Islam. Salah satu contohnya adalah

al-Razi sebagai al-Sa‟ur (kepala rumah sakit) di bîmâristân al-Ray dan Sinân bin

Tsabit dan Ibn al-Tilmîz di bîmâristân al-Adudi.61

Jadi, bîmâristân atau rumah sakit Islam merupakan institusi sosial yang

berasaskan Islam yang sejak pertama kali didirikan bertujuan untuk mengorganisir

penyembuhan orang-orang sakit. Namun, seiring perkembangan Ilmu

pengetahuan, ilmu medis pun mengalami perkembangan yang signifikan.

60

Ja‟far Khadem Yamani. Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya (Bandung:

2005) h. 43. 61

Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami..., h. 121.

Page 41: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

25

Perkembangan tersebut, salah satu faktor penyebabnya adalah keberadaan

bîmâristân yang mengalami transformasi bîmâristân atau menambahkan fungsi

pada bîmâristân menjadi dwifungsi bîmâristân; sebagai pusat medis dan sebagai

pusat pendidikan medis.62

Dengan adanya bîmâristân sebagai lembaga pendidikan

medis, maka kajian keilmuan medis dikaji melalaui teori dan praktik secara

langsung. Oleh karena itu, keberadaan bîmâristân sangat penting dalam

perkembangan ilmu medis dalam peradaban Islam.

Keberadaan bimaristan tidak luput dari peran seorang khalifah. Para

khalifah Islam banyak berkontribusi dalam membangun keilmuan khazanah

Islam, dalam hal ini ilmu medis. Dalam bab selanjutnya (BAB III) akan dijelaskan

bagaimana peran khalifah dalam memfasilitasi kajian ilmu medis. fasilitas inilah

yang merupakan bentuk dorongan sekaligus dukungan dari khalifah terhadap ilmu

medis, baik secara moril maupun materiil.

62

Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt

(London: 1984), h. 6.

Page 42: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

25

BAB III

PROSES TRANSFORMASI RUMAH SAKIT ISLAM (BIMARISTAN)

DI BAGHDAD

A. Peran Khalifah dalam Proses Transformasi Bîmâristân

Pada bab satu sudah penulis jelaskan bahwa yang penulis maksud dengan

istilah “bîmâristân” di sini adalah berasal dari bahasa Persia, bimar dan istan. Kata

“bimar” mengacu kepada orang sakit, sedangkan “istan” mengacu kepada tempat

atau rumah untuk orang-orang sakit.1 Pada bagian lanjutan dari bab tiga ini akan saya

soroti peranan khalifah dalam proses transformasi rumah sakit Islam, sehingga kita

bisa melihat peranannya dalam mewujudkan sebuah perubahan rumah sakit.

Kemajuan peradaban Islam pada abad pertengahan merupakan kiblat ilmu

pengetahuan dunia. Kecintaan para khalifah Islam – al-Wâlid bin „Abdul Mâlik (705-

715 M/86-96 H)2, Hârûn ar-Rasyîd (786-809 M/170-193 H)

3, al-Ma‟mûn (813-833

M/197-217 H)4, Adud al-Dawlah (928-1008 M/318-398 H)

5 - terhadap ilmu

pengetahuan merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah kemajuan ilmu

pengetahuan. Dengan kecintaan tersebut khalifah membiayai dan mencurahkan

perhatiannya secara penuh terhadap penerjemahan.6 Maka dari itu, banyak

peninggalan-peninggalan Yunani, India dan Persia dalam bentuk manuskrip

1 Ahmad „Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam (Mesir: Muassasatu Hindawi Litta‟limi

Wassakofah, 2012), h.8. 2 Ahmad „Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam…, h. 11.

3 Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),

h.52. 4 Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah.., h. 52.

5 Yusuf Assidiq. Adhud Al-Daulah, Pelindung Ilmu dan Seni (Republika, Khazanah: Senin,

14 Februari 2011), h.8 6 Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals (New York: 1999),

h. 126.

Page 43: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

26

diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.7 Kemudian dikembangkan oleh umat Islam,

sehingga banyak terlahir para ahli ilmu dalam segala bidang ilmu pengetahuan.8

Peran khalifah dalam kemajuan sebuah peradaban merupakan poin penting

sebagai pendukung sekaligus penyokong. Dukungan tersebut biasanya dituangkan

dalam sebuah kebijakan pemerintahan yang sah. Dengan kebijakan tersebut maka

perkembangan ilmu pengetahuan, dalam hal ini perkembangan ilmu medis dan

pembangunan rumah sakit mengalami kamajuan yang cukup signifikan. Peran

khalifah tersebut sesuai dengan teori politik al-Farabi yang telah digambarkan oleh

Harun Nasution, bahwa:

“... pemerintahan, sebagaimana badan manusia, mempunyai

bagian-bagian yang satu dengan yang lainnnya erat hubungannya

dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu yang harus dijalankan untuk

kepentingan seluruh badan. Pekerjaan yang terpenting dalam

pemerintahan adalah pekerjaan kepala pemerintahan, yang dalam

tubuh manusia serupa dengan pekerjaan akal. Kepala adalah

sumber dari segala peraturan dan keharmonisan dalam

pemerintahan. Ia mesti bertubuh sehat dan kuat, pintar, cinta pada

ilmu pengetahuan dan pada keadilan ...”9

Dari kutipan tersebut, dapat penulis pahami bahwa peran seorang kepala

pemerintahan atau dalam hal ini peran seorang khalifah dalam kekhilafahan Islam

sangat penting keberadaanya, karena peran khalifah mampu mempengaruhi

perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan peradaban Islam. Jadi, kemajuan

ilmu medis dalam hal ini kemajuan rumah sakit sangat erat kaitannya dengan peran

khalifah sebagai penentu kebijakan.

Mengapa kemajuan rumah sakit menjadi salah satu tolak ukur kemajuan ilmu

medis. Begitu pula sebaliknya, mengapa kemajuan ilmu medis dijadikan indikator

kemajuan rumah sakit. Karena, rumah sakit dan ilmu medis merupakan satu kesatuan

yang saling menguatkan dalam sebuah manajemen rumah sakit. Konsep dwifungsi

7 „Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt

(London: 1984), h. 6. 8 Chairudin P. Lubis. Sejarah Ilmu Kedokteran (USU: 2008), h. 4.

9 Harun Nasution. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (Jakarta: 2014), h. 21.

Page 44: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

27

(teoritis dan praktis) yang diterapkan di rumah sakit Islam mampu mendongkrak

kemajuan ilmu medis sekaligus mengembangkan rumah sakit.

Pada masa kekhilafahan Abbasiyah corak keilmuan sangat tampak pada

pribadi diri khalifah Abbasiyah. Kecintaan khalifah terhadap ilmu pengetahuan

mendorong umat Islam untuk memperkaya sumber dari peninggalan-peninggalan

bangsa yang pernah jaya sebelum Islam, seperti ilmu pengetahuan dalam bentuk

manuskrip dari peradaban Yunani.10

Pemerintahan Islam membiayai semua proses

penerjemahan bahasa dari bahasa Yunani, Syiria, Hindia, dll ke dalam bahasa Arab

sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam dan bahasa ilmu pengetahuan abad

pertengahan. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Badri Yatim, bahwa terdapat

dua hal yang menjadi penentu kemajuan ilmu pengetahuan pada abad pertengahan.11

Pertama, terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain

yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada

masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa Non-Arab banyak yang masuk Islam.

Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Pengaruh Persia sangat kuat

di bidang pemerintahan, juga banyak berjasa dalam perkembangan ilmu filsafat dan

sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika dan

astronomi. Sedangkan, pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan

dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat. Jadi, bangsa-bangsa tersebut masing-

masing memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dalam

Islam.12

Kedua, gerakan penerjemahan yang berlangsung selama tiga fase. Fase

pertama, pada masa khalifah al-Mansûr (754-775 M/ 138-159 H) hingga Hârûn al-

Rasyîd (786-809 M/170-193 H). Fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-

karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua, masa khalifah Al-Ma‟mûn

(813-842 M/197-217 H) hingga tahun 925 M/300 H. Buku-buku yang banyak

diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung

10

Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt..., h.

7. 11

Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II (Jakarta, 2011), h. 55. 12

Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam..., h. 55.

Page 45: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

28

setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu

yang diterjemahkan semakin meluas.13

Selain itu, kemajuan ilmu pengetahuan, dalam hal ini ilmu kedokteran

tersebut tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan khalifah yang sangat mendukung

untuk majunya ilmu pengetahuan. Kebijakan-kebijakan tersebut di antaranya:14

1. Gubernur, panglima, dan pengawal lainnya, banyak diangkat golongan mawali

keturunan Persia.

2. Kota Baghdad dijadikan ibu kota negara dan menjadi pusat kegiatan politik,

ekonomi, sosial dan kebudayaan.15

Dengan demikian Baghdad menjadi pusat

internasional yang sangat sibuk dan rami, tempat berkumpul unsur Arab, Turki,

Persia, Romawi, Mesir, Hindia dan sebagainya.

3. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang sangat urgen dan mulia. Para

khalifah dan pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk

kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

4. Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia diakuin sepenuhnya. Akal pikiran

dibebaskan dari belenggu taklid sehingga orang leluasa mengeluarkan pendapat

dalam segala bidang.

5. Para menteri keturunan Persia diberikan hak penuh dalam menjalankan

pemerintahan sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina

tamaddun16

Islam.

Jika kita perhatikan dari kebijakan-kebijakan tersebut maka kita bisa melihat

terdapat tiga aspek penting yang menjadi dasar sebuah kemajuan ilmu pengetahuan.

Pertama, khalifah sebagai penggerak. Kedua, ulama atau ahli ilmu (mayoritas dari

keturunan Persia) yang digerakan penggerak (khlaifah), dalam konteks ini gerakan

penerjemahan. Ketiga, kenapa ulama Islam mampu melampaui kemajuan ilmu bangsa

sebelumnya. Jawabannya adalah karena umat Islam diberikan kebebasan berfikir oleh

13

Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam..., h. 56. 14

Ahmad Fadlali, dkk. Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: 2009), h. 65. 15

Salah Zaimeche, dkk. Baghdad (UK: 2005), h. 03. 16

Tamaddun dalam kalimat tersebut dimaknai dengan keadaan masyarakat manusia yang

dicirikan atau didasarkan pada taraf kemajuan kebendaan serta perkembangan pemikiran (sosial,

budaya politik, dll) yang tinggi.

Page 46: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

29

penggerak (khalifah). Sebagaimana yang tertuang dalam kebijakan khalifah yang

ketiga bahwa ilmu pengetahuan dianggap sesuatu yang sangat urgen dan mulia. Oleh

karena itu, maka banyak muncul penemuan-penemuan penting dalam ilmu

kedokteran bagi kemajuan peradaban dan mampu menyelesaikan problematika umat

Islam.

Oleh karena itu, peran khalifah dalam memberikan dukungan yang sangat

besar terhadap penerjemahan karya-karya ilmu kedokteran Yunani India dan Persia

merupakan langkah awal dalam proses transformasi rumah sakit Islam.17

Sehingga

program penerjemahan menjadi penting pada masa awal pemerintahan Islam. Juga,

menjadi kebijakan khusus dalam pemerintahan Islam.

B. Penerjemahan Manuskrip Medis ke dalam Bahasa Arab

Kemajuan peradadaban Islam tidak terlepas dari usaha penerjemahan yang

dilakukan oleh ulama Islam terhadap manuskrip-manuskrip peninggalan peradaban

Yunani.18

Sehingga peradaban yang telah berkembang pada masa Yunani bisa

dipelajari oleh kaum muslimin. Proses transmisi tersebut sebagaimana yang

dijelaskan oleh Harun Nasution dalam bukunya “Falsafat dan Mistisme dalam Islam”,

bahwa kebudayaan dan peradaban Yunani meninggalkan bekas besar di daerah

daerah ini. Daerah yang dimaksudkan dalam pernyataan tersebut adalah Macedonia di

Eropa, kerajaan Ptolemeus di Mesir dengan Mesir sebagai Ibu kota, dan kerajaan

Seleucid (Seleucus) di Asia.19

Di abad ke-3 M pusat-pusat kebudayaan Yunani ini ditambah dengan kota

Jundîshâpûr yang letaknya tidak jauh dari Baghdad (didirikan pada tahun 762 M). Di

sana sewaktu kota itu masuk ke bawah kekuasaan Islam, telah terdapat suatu akademi

(Universitas Jundîshâpûr; dibangun pada masa Shapur II (309-379 M))20

atau rumah

17

Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt..., h.

8. 18

Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt..., h.

8. 19

Harun Nasution. Falsafat dan Mistisme dalam Islam..., h. 3. 20

Mohammad Reza Afshar. Jundishapur, A Symbol of Intercultural Understanding..., h. 519.

Page 47: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

30

sakit. Ketika khalifah Bani Abbas yang bernama Abû Ja‟fâr al-Mansûr sakit (tahun

765 M), atas nasihat mentrinya, Khâlid Ibnu Barmâk (orang Persia), kepala rumah

sakit Jundîshâpûr, Jurjîs Ibn jibrîl ibn Bakhtîshû21

dipanggil untuk mengobatinya.

Khâlid Ibnu Barmâk sendiri berasal dari Bactra. Keluarga Barmak dikenal sebagai

keluarga yang gemar pada ilmu pengetahuan serta falsafat dan condong pada paham

Muktazilah.22

Di kota Jundîshâpûr (sekarang Khūzestān, Iran) ini juga tinggal keluarga al-

Mâsawayh (meninggal tahun 857 M). Ia seorang lulusan lembaga kedokteran tinggi

Jundîshâpûr. Untuk mengamalkan ilmunya, ia pergi ke Baghdad dan akhirnya

bermukim kota Bagdad. Pada masa khalifah Hârûn ar-Rasyîd, al-Mâsawih menjadi

tabib istana sekaligusn sebagai kepala “baitul hikmah.”23

Ia adalah seorang tabib

termashur dan tidak taklid pada siapapun. Maka al-Mâsawaih pun menyusun kitab-

kitab kedokteran yang berisikan metode kedokterannya sendiri.24

Hârûn al-Rasyîd menjadi khalifah di tahun 786 M, dan sebelumnya ia belajar

di Persia di bawah asuhan Yahya Ibnu Khâlid Ibnu Barmâk dan dengan demikian

banyak dipengaruhi oleh kegemaran keluarga Barmâk pada ilmu pengetahuan dan

falsafat. Di bawah pemerintahan Hârûn al-Rasyîd, penerjemahan buku-buku ilmu

pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab pun dimulai.25

Orang-orang dikirim ke

kerajaan Romawi di Eropa untuk membeli manuskrip. Pada mulanya yang

dipentingkan ialah buku-buku mengenai kedokteran, tetapi kemudian juga mengenai

ilmu-ilmu pengetahuan lain dan filsafat. Buku-buku itu diterjemahkan terlebih dahulu

21

„Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt..., h.

6. 22

Harun Nasution. Falsafat dan Mistisme dalam Islam..., h. 4. 23

Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt..., h.

7. 24

A. R. Nowsheravi. Muslim Hospitals In The Medieval Period. Islamic Studies, Vol. 22, no.

2, 1983. Diakses pada tanggal 20-10-2015 15:55 UTC. web:http://www.jstor.org/stable/23076050, h.

52. 25

Ana Maria Negoita. The City Of Mansur The Builder. Baghdad Between The Caliph’s Will

Andshari’ah Norms (University of Bucharest: 2011), h. 117.

Page 48: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

31

ke dalam bahasa Syiria, bahasa ilmu pengetahuan di Mesopotamia di waktu itu,

kemudian baru ke dalam bahasa Arab.26

Penerjemah-penerjemah termasyhur di zaman itu antara lain adalah 27

:

1. Hunayn Ibnu Ishâq (wafat 873 M), seorang Kristen, yang pandai berbahasa Arab

dan Yunani (pernah berkunjung ke Yunani). Ia menguasai bahasa Siryani, Arab,

Yunani, Latin, Persia, dan sedikit bahasa Yahudi Ibrani baru.28

Ia terjemahkan 20

buku Galen ke dalam bahasa Syiria dan 14 buku lain ke dalam bahasa Arab.

Hunayn mempunyai 90 pembantu dan murid dalam kegiatan penerjemahan ini.29

2. Anak Hunayn bernama Ishâq (wafat 910 M) dan Hubays, kemenakan Hunayn.

Keduanya telah menterjemahkan 73 buah kitab, yaitu 60 buah dari bahasa

Yunani kedalam bahasa Arab, dan 13 buah dari bahasa Yunani ke dalam bahasa

Siryani.30

3. Tsâbit Ibnu Qurrah al-Hurâni (825-901 M) dari Hurran, Irak. Ia adalah salah satu

murid Hunayn yang cukup terkenal.31

4. Abu Bisr Matta Ibnu Yûnus (wafat 939 M), juga seorang Kristen.32

5. Yuhana Ibnu Mâsawaih ad-Damsyiki, ia adalah seorang tahbib dan guru at-thibb

di akademi Jundîshâpûr. Ia hidup pada pertengahan abad ke-3 H.33

6. Jâbir ibnu Hayyân, ia lahir dari keluarga al-Bârmaki seorang menteri terpenting

pada zaman khlaifah Hârûn ar-Rasyîd. Ia terkenal sebagai seorang tabib ahli

obat, filsafat dan ahli kimia.34

7. Abû Bakar ibnu Zakariya ar-Râzi (251-320 H/841-925 M), seorang Persia yang

lahir di Rayy. Kitab al-Hawi fi al-Tibb merupakan karyanya yang sangat

26

Manfred Ullman. Islamic Medicine (Inggris: Edinburgh University Press, 1978), h. 7. 27

Harun Nasution. Falsafat dan Mistisme dalam Islam..., h. 4. 28

Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt..., h.

7. 29

Harun Nasution. Falsafat dan Mistisme dalam Islam..., h. 4. 30

Ja‟far Khadem Yamani. Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya (Bandung:

2005) h. 55. 31

Ja‟far Khadem Yamani. Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya..., h. 56. 32

Harun Nasution. Falsafat dan Mistisme dalam Islam..., h. 4. 33

Ja‟far Khadem Yamani. Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya..., h. 57. 34

Ja‟far Khadem Yamani. Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya..., h. 57.

Page 49: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

32

monumental.35

Ia mengkaji ilmu kedokteran dari `Ali ibnu Sûhal bin Rabân at-

Tabâri, ia banyak menulis kedokteran, salah satunya Kitabu al-Firdaus al-

Hikmah.36

Dengan kegiatan penerjemahan ini, sebagian besar dari karangan-karangan

Aristoteles, juga sebagian dari karangan-karangan Plato serta karangan-karangan

mengenai Neoplatonisme, sebagian besar dari karangan Galen serta karangan-

karangan dalam Ilmu kedokteran lainnya, dan juga mengenai karangan-karangan

mengenai ilmu pengetahuan Yunani lainnya dapatlah dibaca oleh alim ulama Islam.

Dengan usaha penerjemahan-penerjemahan tersebut maka munculah dari

kalangan umat Islam sendiri filosof-filosof dan ahli-ahli ilmu pengetahuan, terutama

dalam ilmu pengetahuan kedokteran, seperti „Abdûl Abbas al-Sarkasyi (abad ke-9

M). Filosof Islam yang pertama, muncul di abad ke-9 M adalah al-Kindi, diikuti oleh

filosof-filosof lain seperti al-Râzi (abad ke-9 M), al-Farabi (abad ke-9 M), Ibnu Sina

(abad ke-10 M), al-Birûni (abad ke-10 M), Al-Maushili (abad ke-10 M), Ibnu Butlan

(abad ke-10), Ibnu Zuhrî (abad ke-11 M), Ibnu Thufail (abad ke-11 M), ibnu Habal

al-Baghdadi (abad ke-11 M) ,al-Qurthûbi (menjelang abad ke-12 M), Ibnu Nâfis

(abad ke-12 M), ibnu Khâitam (abad ke-13 M) dan lain-lain.37

Filosof-filosof ini

banyak dipengaruhi oleh pemikiran filosof-filosof Yunani, terutama Aristoteles, Plato

dan Plotinus.38

Para penerjemah tersebut bukan hanya menterjemahkan semata, namun

mereka juga membuat banyak terobosan. Para penerjemah mengkobinasikan hasil

dari semua yang didapat dari penerjemahan manuskrip tersebut dengan nilai-nilai

Islam. Sebagimnana yang dapat kita temukan dalam karyanya Hunayn Ibn Ishâq yang

berjudul “Ten Treatises of the Eye”, karya tersebut menunjukan kemajuan yang

sangat signifikan jika dibandingkan dengan pengetahuan pada masa Yunani.39

35

Muhammad Mojlum Khan. 100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah (Jakarta:

2012), h. 391. 36

Ja‟far Khadem Yamani. Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya..., h. 56. 37

Ja‟far Khadem Yamani. Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya..., dari h. 58-74. 38

Harun Nasution. Falsafat dan Mistisme dalam Islam..., h. 4. 39

Raza Naqvi, Meds & Urszula Zurawska, Meds. History Of Medicine, Light in The Dark

Ages (UWOMJ: 2008), h. 16.

Page 50: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

33

Dengan melihat peran khalifah yang begitu besar pada ilmu medis, maka

banyak dilakukan penerjemahan-penerjemahan manuskrip ilmu medis. Selain upaya

penerjemahan manuskrip, khalifah juga memerintahkan membangun rumah sakit

sebagai pusat medis. Di sini pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat dalam

pembangunan rumah sakit Islam.40

Pengaruh tersebut menjadi salah satu faktor

penyebab terjadinya transformasi bimaristan.

Pengaruh Persia yang dimaksudkan penulis di sini adalah pengaruh akademi

Jundîshâpûr sebagai pusat pendidikan medis sekaligus sebagai pusat medis yang

dibangun pada masa Shapur II (309-379 M) Dinasti Sassanid.41

42

Pada masa

Khalifah Harûn ar-Rasyîd, khalifah memerintahkan pembangunan rumah sakit,

kemudian memberikan kuasa atas rumah sakitnya tersebut kepada Jurjîs ibn Jibrîl ibn

Bakhtîshû‟ sebagai kepala rumah sakit (Sau’r).43

Bakhtîshû sendiri adalah lulusan

sekolah Jundîshâpûr. Sehingga pengalaman keilmuan yang didapatkan Bukhtîshû dari

Jundîshâpûr diterapkan juga pada rumah sakit Islam.

Jadi, peran khalifah dalam mendorong pengembangan ilmu medis, baik

materil maupun moril terhadap pembangunan rumah sakit dan gerakan penerjemahan

menjadi salah satu penyebab terjadinya transformasi rumah sakit.

40

Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt..., h.

6. 41

Sayyed Husein Nasr. Science and Civilization in Islam. Harvard University Press,

Massachussets, UK.,1968. Hal. 384. 42

Mohammad Reza Afshar. Jundishapur, A Symbol of Intercultural Understanding. Sebuah

jurnal Jundishapur J Microbiol, 03 Juli 2012. Ahvaz, IR Iran. H. 519. 43 Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt..., h.

6.

Page 51: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

34

BAB IV

EFEK KEILMUAN ATAU DAMPAK TRANSFORMASI

RUMAH SAKIT ISLAM

A. Rumah Sakit menjadi Salah Satu Simbol Peradaban Islam

Dalam pandangan Islam ilmu medis dipandang sesuatu yang sangat

penting dan mulia.1 Dianggap penting karena dengan ilmu medis dapat

mewujudkan sebuah kehidupan yang bersih dan sehat dalam mengantisipasi setiap

penyakit. Juga, dianggap mulia karena masuk dalam ranah sosial sebagai bentuk

bakti amal terhadap agama.2 Pentingnya ilmu medis sebagaimana yang telah

dinyatakan oleh Abu „Ala‟i „Alauddîn „Alî bin Abî Hamzah bin Nâfis Qurosyi

atau dikenal dengan sebutan Ibnu Nâfis yang dilahirkan di Damaskus (kini

wilayah Suriah) pada tahun (807 – 885 H/1210 – 1288 M), ia adalah seorang

tokoh Islam penemu pembuluh darah kapiler, ia mengatakan kepada orang

tuannya ketika hendak menuntut Ilmu medis ke Damaskus di rumah sakit An-

Nuri:

“Ayah... Ibu... ahli fiqih dan bahasa sekarang ini telah banyak

ahlinya. Sedang di kalangan umat Islam terlalu sedikit yang

mendalami ilmu kedokteran. Alangkah baiknya bila aku menjadi

salah seorang ahli di bidang kesehatan. Dan setelah itu aku akan

mengabdikan kepada hamba-hamba Allah yang sakit degan Ilmu

itu...!”3

Ungkapan Ibnu Nafis tersebut menggambarkan bahwa ilmu medis sangat

dibutuhkan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam Islam, karena

keberadaan ahli medis (tabib) masih dikatakan lebih sedikit dari pada ahli-ahli

fiqih dan bahasa.

Dalam lembaran sejarah keberadaan ilmu medis erat kaitannya dengan

keberadaan rumah sakit. Setiap masa dan zaman, masing-masing memiliki istilah

1 Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals (New York:

1999), h. 126. 2 Usep Abdul Matin. Fake Vaccines Versus Hospitality, dipublikasikan di Jakarta Pos

pada hari Jum‟at, 5 Augustus tahun 2016, 03:38 pm. Diakses melalui web:

http://www.thejakartapost.com/academia/2016/08/05/fake-vaccines-versus-hospitality.html. 3 Sulaiman Fayyadh. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler (Yogyakarta:

1993), hal. 13.

Page 52: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

35

dalam penyebutannya. Di era Islam rumah sakit dikenal dengan nama

“bîmâristân.” Keberadaan rumah sakit sama pentingnya dengan keberadaan ilmu

medis. Oleh karena itu, rumah sakit menajadi prioritas utama bagi kekhalifahan

Islam. Dibuktikan dengan berdirinya rumah sakit yang besar yang memiliki

fasilitas lengkap. Bahkan ada yang menggambarkan bahwa bangunan rumah sakit

tersebut bagaikan sebuah bangunan istana.4

Rumah sakit merupakan institusi penting dan berada langsung di bawah

pengawasan khalifah Islam. Para khalifah Islam memberikan penghargaan yang

sangat tinggi terhadap dokter yang kompeten dalam bidang ilmu medis. Juga,

khalifah mendorong pembangunan bîmâristân dan lembaga kesehatan lainnya,5

baik secara moril (dalam bentuk dorongan batin) maupun materil (dalam bentuk

waqaf).6 Dukungan moril terlihat pada sikap para khalifah yang sangat mencintai

ilmu pengetahuan, dibuktikan dengan perintah khalifah (dalam bentuk kebijakan)

untuk menterjemahkan manuskrip-manuskrip ilmu pengetahuan yang sudah

berkembang sebelum Islam, seperti penerjemahan karya-karya Hipokrates dan

Galen sebagai tokoh kedokteran Yunani kuno. Sebagaimana yang telah

diungkapkan dalam risalah „Alî ibnu Ridwân - (tahun 988-1061 M/568-641 H),

seorang ahli bedah asal Mesir pada era khalifah Abbasiyah,7 - risâlah fi daf’

madârr al-abdan bi-ard Misr, bahwa Khalifah Hârûn Ar-Rasyîd membangun

sebuah bimaristan di Baghdad dan memerintahkan keluarga Bakhtîshû (seorang

dokter Nestorian)8 untuk bertanggung jawab penuh dalam mengatur bîmâristân.

Khalifah menilai bahwa Bakhtîshû merupakan lulusan dari akademi Jundîshâpûr

yang telah diakui kemasyuhrannya dalam dunia medis dan perumah sakitan.9

Dalam sejarah pendidikan ilmu medis rumah sakit adalah tempat yang

paling efektif dalam pembelajaran ilmu medis. Karena di rumah sakit, murid bisa

4 Yusuf Assidiq. Tata Letak Rumah Sakit..., h. 20.

5 M. Akram Dajani. Medical Education in Islam Civilization, artikel JIMA: Vol. 21,

(Jordan: 1989), h. 166. 6 Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals..., h. 125.

7 „Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt

(London: 1984), h. 42. 8 Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals..., h. 125.

9 „Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in Egypt

(London: 1984), h. 6.

Page 53: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

36

langusung melihat sang guru (sâu’r)10

bagaimana ilmu medis itu dipraktikan

(kombinasi antara teoritis dan praktis).11

Jika kita bandingkan tempat pendidikan

ilmu medis pada masa-masa sebelumnya, seperti menggunakan masjid, baitul

hikmah, house of science (rumah ilmu), dan sekolah kedokteran teoritis.12

Oleh

karena itu, penulis menyimpulkan bahwa keberadaan rumah sakit sangat penting

dan menjadi simbol kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu medis.

Rumah sakit Islam bukan hanya sebagai simbol kemajuan ilmu medis,

akan tetapi juga sebagai simbol kekuasaan politik dan ekonomi. Sebagaimana

yang telah diungkapkan oleh Guenter B. Risse dalam bukunya yang berjudul

“Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals,” bahwa rumah sakit

menjadi simbol kekuasaan politik dan ekonomi. Berdirinya rumah sakit

menunjukan eksistensi kekuasaan politik, terlihat dari nama-nama rumah sakit

yang telah dibangun oleh khalifah, contohnya khalifah „Adudu Ad-Dawlah,

penguasa Buwaihi, mendirikan sebuah rumah sakit dengan nama Bîmâristân al-

Adudi. Sedangkan, rumah sakit dikatakan simbol kekuasaan ekonomi, karena

stabilitas ekonomi sebuah pemerintahan stabil. Pembangunan rumah sakit yang

mewah dengan dilengkapi fasilitas yang lengkap adalah bukti bahwa ekonomi

pemerintahan Islam stabil, sehingga mempu mendanai semua keperluan rumah

sakit Islam. Maka dari itu, rumah sakit terus mengalami perkembangan yang

sangat siginifikan pada abad pertengahan. Khususnya setelah abad ke-9 M/4 H,

rumah sakit besar sudah menyebar di seluruh kota-kota besar Islam, seperti Kairo

(874 M), Baghdad barat (918 M), timur Baghdad (981 M), Damaskus (1156 M),

Kairo (1284 M), dan Granada (1366 M).13

10

Ahmad „Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam (Mesir: Muassasatu Hindawi Litta‟limi

Wassakofah, 2012), h. 16. 11

Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami Sebagai Pusat

Pendidikan Perubatan Di Timur Tengah Antara Abad ke-3 hingga ke-7 Hijri (E-Journal of Arabic

Studies & Islamic Civilization, Volume 2, 2015) h. 123. 12

M. Akram Dajani. Medical Education in Islam Civilization..., h. 167-168. 13

Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals..., h. 126.

Page 54: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

37

B. Tabib (Dokter) dan Pengajar Sebagai Satu Kesatuan Profesi

Bîmâristân al-Adudi14

yang didirikan pada tahun 372 H/982 M di

Baghdad, mempunyai dua orang tenaga pengajar, yaitu Abu Hassan „Ali bin

Ibrâhîm bin Bakkas (m. 394 H) dan Ali bin Ibrahim bin Bukhtîsyû‟. Selain itu,

juga Amîn ad-Dawlah Abu Hassan Hibatullah bin al-Tilmîdz (m. 560 H) yang

mengabdi bîmâristân ini. Abu Hassan sering melakukan pemeriksaan kepada

pasien yang turut dihadiri oleh para pelajar yang dibimbingnya. Setelah selesai

memeriksa, Abu Hassan akan bertanya kepada para pelajarnya bagaimana mereka

diperbolehkan membuat keputusan dalam sesuatu pemeriksaan terhadap pasien.

Diantara ahli medis yang mendapat pengajaran di Bimaristan ini ialah Abu al-

Farâj bin at-Tayyîb (m. 406 H).15

Dalam catatan Ibn Abi `Usaybi'ah (w. 668 H/1274 H), seorang sejarawan

kedokteran pertama yang lahir di Damaskus (tahun 590-668 M/1204-1274 H)

dalam bukunya ‘Uyûn al-Anbâ` fî Tabaqât al-Atibbâ`, juga menjelaskan bahwa di

Bîmâristân al-Fariqi di Mayyafâriqîn terdapat kuliah medis yang dijalankan oleh

Abu Sa‟id Mansyûr bin „Isa.16

Beliau menjadikan kumpulan teks soal tanya

jawab permasalahan medis antara beliau dan pelajarnya sebagai teks utama. Kitab

ini dinamai al-Fûsul wa al-Masâil wa aljawâbât.17

Proses belajar-mengajar dilakukan di rumah sakit yang dipimpin langsung

oleh seorang dokter (al-sa’ur).18

Sorang dokter memeriksa pasien di bangsal

dimana pasien diperiksa. Para mahasiswa berdiri di sekeliling bangsal dan

memperhatikan bagaimana dokter memperaktikan ilmu medis. Setelah

memeriksa, dokter menjelaskan semua tentang pemeriksaanya kepada murid-

14

Bîmâristân al-Adudi adalah sebuah nama rumah sakit yang diambil dari nama

pendirinya yaitu Abu Syuja Fanna Khusrau atau dikenal dengan sebutan Adhud al-Daulah. Ia

adalah amir Dinasti Buwaihi yang berkuasa selama 80 tahun (dari tahun 928 – 1008 M). Adhud

al-Daulah sejatinya adalah gelar yang diberikan oleh Khalifah al-Muthi, yang berarti Penyangga

Negara. (diambil dari Jurnal Republika, Khazanah, terbitan hari Senin, 14 Februari 2011, hal. 8). 15

Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami Sebagai Pusat

Pendidikan Perubatan Di Timur Tengah Antara Abad ke-3 hingga ke-7 Hijri (E-Journal of Arabic

Studies & Islamic Civilization, Volume 2, 2015) h. 120. 16

Ibn Abî Usaybi'ah.‘Uyun al-Anba 'fi Tabaqat al-Atibba', Juz 2. Sebuah kitab klasik

yang di dalamnya memuat 400 tokoh kedokteran Islam. Buku tersebut menjadi best seller di

zamannya dan menjadi rujukan para dokter dan calon dokter di abad pertengahan. Ibn Abî

Usaybi'ah (w. 668 H/1274 H). Kitab tersebut dikaji lagi oleh A. Muller dan Menyusunnya

kembali, kemudian dicetak di Mesir pada 1299H/1882M. Hal. 232. 17

Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami..., h. 120. 18

Yasser Tabbaa. The Functional Aspects of Medieval Islamic Hospitals, - capter five.

H. 98.

Page 55: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

38

muridnya. Gambaran situasi demikian digambarkan oleh Ibnu Nafis ketika ia

berkunjung ke rumah sakit an-Nûri di Damaskus unutuk menuntut ilmu medis. Ia

bertemu kepala rumah sakit sekaligus menjadi gurunnya, ia adalah ad-Dahwâr

Muhadzibudîn Abdurrahîm, ia menjabat drektur Bîmâristân an-Nûri tahun (807

H/1210 M).19

Ia berkata kepada Ibn Nafis:

“ ..... pada hari ini engkau bisa menemui dokter-dokter senior

kami, yang akan mengobati pasien-pasien degan penyakit kronis.

Sudah menjadi kebiasaan mereka, apabila kami membutuhkan

tenaga mereka sewaktu-waktu, mereka akan selalu siap sedia

membantu kami mengobati pasien yang kronis ....” 20

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa seorang murid akan melihat

bagaimana seorang dokter mengobati pasien. Di saat yang tepat, Ibnu Nafis

sangat beruntung bisa menemui dokter senior yang akan mengobati penyakit

kronis, yang datang di saat-saat tertentu saja. Dokter senior tersebut adalah

Tabib ar-Rahabi (tahun 533-607 H/1136-1210 M) dan Tabib Imron (tahun

503-627 H/1150-1220 M). Mereka berdua adalah dokter yang paling ahli

dalam bidang pengobatan penyakit kronis. Selain itu mereka juga sangat

berjasa dalam mengembangkan ilmu kedokteran, antara lain dalam

menambah koleksi perpustakaan dengan buku-buku ilmu kedokteran yang

bermutu tinggi.21

Oleh karena itu, pada abad pertengahan profesi dokter merangkap

sebagai pengajar ilmu kedokteran. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa

dokter dan pengajar menjadi satu kesatuan profesi, karena pada masa itu

keberadaan dokter ditetapkan juga sebagai pengajar. Profesi tersebut sebagai

bentuk efek dari transformasi bimaristan dari sebagai pusat medis saja

menjadi juga sebagai pusat pendidikan medis atau dikenal dengan dwi

fungsi.

19

Sulaiman Fayyadh. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler..., h. 16. 20

Sulaiman Fayyadh. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler..., h. 22-23. 21 Sulaiman Fayyadh. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler..., h. 22.

Page 56: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

39

C. Metode Keilmuan Ilmu Medis di Rumah Sakit Islam

Pengobatan adalah sebuh ilmu praktis dan eksperimental. Untuk alasan ini

maka adanya kebutuhan yang mendesak unutuk mahasiswa kedokteran agar

kontak langsung dengan pasien. Rumah sakit Islam dilengkapi dengan sebuah

perpustakaan medis yang kaya dengan sumber-sumber ilmu medis. Sehingga

rumah sakit sebagai pendidikan ilmu medis dinilai nyaman dan efektif untuk

mahasiswa kedokteran karena memperoleh pembelajaran, baik teoritis maupun

praktis dengan pengamatan klinis di samping tempat tidur pasien.22

Pengajaran ilmu medis atau kedokteran dalam peradaban Islam melewati

berbagai tahap jika dilihat dari segi tempatnya, mulai dari masjid - baitul hikmah

(perpustakaan) – house of Science (rumah ilmu) – sekolah kedokteran teoritis –

sekolah kedokteran praktis (rumah sakit/bîmâristân).23

Tempat-tempat tersebut

merupakan sebuah proses perubahan dari satu masa ke masa yang dilatarbelakangi

oleh budaya dan ilmu pengetahuan. Sampai pada tempat dimana ilmu medis

diajarkan di rumah sakit dengan alasan bahwa pengobatan adalah sebuah ilmu

praktis dan eksperimental.24

Rumah sakit Islam sebelum abad ke-4 H merupakan sebuah institusi yang

hanya melayani pengobatan semata. Kemudian pada abad ke-4 H dan sesudahnya

rumah sakit menambah fungsi, yaitu juga sebagai pendidikan medis atau menjadi

perguruan tinggi medis. Oleh karena itu, rumah sakit memiliki fungsi ganda,

dengan fungsi ganda tersebut ilmu medis berkembang cukup signifikan di

berbagai daerah kawasan Islam khususnya di Baghdad sebagai pusat khilafahan

Bani Abbas pada abad pertengahan.

Bîmâristân dalam peradaban Islam telah memiliki menejemen organisasi

yang teratur. Setiap elemen yang tersusun dalam struktur organisasi mempunyai

peran penting, diantaranya adalah khalifah menjadi pengawas bîmâristân,

pengawas waqaf bîmâristân, pengarah bîmâristân yang dikenal dengan sebutan

al-sa’ur, dan almuhtâsib yang memantau khusus terhadap bidang medis. Tugas

al-sa’ur dibantu oleh ketua jabatan yang berada di bawahnya, yang terdiri dari

22

M. Akram Dajani. Medical Education in Islam Civilization, artikel JIMA: Vol. 21,

(Jordan: 1989) h. 168. 23

Akram M. Dajani. Medical Education in Islam Civilization..., hal. 167-168. 24

Akram M. Dajani. Medical Education..., h. 168.

Page 57: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

40

ketua jabatan ortopedik (cabang ilmu pembedahan), surgeri, oftamologi (cabang

ilmu mata), pireksia (ahli demam), farmasi, dan para pegawai staf rumah sakit.25

D. Masyarakat Tertarik Belajar Ilmu Medis

Faktor-faktor yang menyebabkan ketertarikan masyarakat terhadap ilmu

medis adalah pertama, karena ahli ilmu medis (tabib) masih terbilang sedikit,

sehingga tenaga ahli medis sangat dibutuhkan peranannya di masyarakat Islam.

Alasan ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Ibnu Nafis, ahli medis abad

pertengahan, ia adalah seorang tokoh penemu pembuluh kapiler. Ia menyatakan

bahwa yang mendalami ilmu kedokteran masih terbilang lebih sedikit dari pada

ilmu-ilmu keagamaan, seperti ilmu fiqih dan bahasa.26

Oleh karena itu, banyak

masyarakat muslim yang tertarik untuk belajar ilmu medis di pusat kota-kota

besar kawasan Islam, salah satunya Baghdad sebagai pusat pemerintahan Islam.

Kedua, ilmu medis mendapat dukungan penuh dari khalifah sebagai

penyandang kekuasaan dan kebijakan pemerintahan Islam. Pemerintah Islam

membiayai seluruh proses penerjemahan sumber-sumber kedokteran (pada masa

awal Islam), dan membangun bangunan fasilitas pendidikan yang lengkap dengan

buku-buku kedokteran.27

Juga, lengkap dengan alat-alat kedokteran yang

termutakhir pada masanya. Fasilitas pendidikan yang penulis maksudkan di sini

adalah rumah sakit (bîmâristân) yang mempunyai dwi fungsi, sebagai pusat medis

dan pusat pendidikan medis. Bîmâristân adalah institusi pendidikan ilmu medis

yang dinilai paling bagus dan paling efektif, karena mengkombinasikan antara

teoritis dan praktis.28

Oleh karena itu, penulis menilai dukungan yang kuat dari

pemerintah tersebut merupakan salah satu faktor ketertarikan masyarakat muslim

untuk mengkaji ilmu medis.

Ketiga, metode pembelajaran medis di bîmâristân terorganisir dan

menerima siapapun yang hendak ingin belajar ilmu medis. Metode belajar seperti

25

Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami..., h. 118. 26

Sulaiman Fayyadh. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler..., hal. 13. 27

„Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in

Egypt..., h.6. Lihat juga, Ahmad „Isa. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam (Mesir: Muassasatu

Hindawi Litta‟limi Wassakofah, 2012), h. 21., Ibn Abî Usaybi'ah.‘Uyun al-Anba 'fi Tabaqat al-

Atibba', Juz 2..., hal. 216., Guenter B. Risse. Mending Bodies, Saving Souls: A History of

Hospitals..., hal. 127. 28

Akram M. Dajani. Medical Education..., h. 168.

Page 58: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

41

itu hanya bisa ditemukan dalam institusi bîmâristân. Karena mahasiswa bebas

memilih guru atau pembimbing, namun tetap berada dalam aturan-aturan

organisasi bîmâristân.29

Jika kita bandingkan metode pembelajaran ilmu medis

antara sebelum dan sesudah terjadinya transformasi, maka kita bisa melihat

perbedaannya dari aspek metode pengajarnya (al-sa’ur). Pada awal Islam sampai

sebelum abad ke-4 H, ilmu medis diajarkan secara turun-temurun, seperti yang

telah dipraktekan oleh Nazar bin al-Harîts bin al-Khâladah al-Taqafî (meningga

abad ke-2 H) yang belajar ilmu medis dari ayahnya al-Harîts b. al-Khâladah,30

Hunayn bin Ishâq mengajar anaknya Daud dan Ishâq dan Tsabit bin Qurrah

mengajar anaknya Sinân bin Tsâbit.31

Juga, keluarga yang terkenal sebagai ahli

medis secara turun temurun yaitu keluarga al-Bukhtîsyû‟. Keluarga ini

mempunyai 11 orang ahli medis yang mengabdikan diri dalam daulah

„Abbasiyyah.32

Sedangkan, setelah terjadinya transformasi bîmâristân yang terjadi setelah

abad ke-4 H. Metode pengajaran ilmu medis dipraktekan secara terorganisir dalam

sebuah institusi pendidikan ilmu medis, atau dikenal sebutan bîmâristân. Metode

seperti ini digambarkan oleh Ibnu Nafis (Abu „Al-„Ala‟i Ali) ketika ia

mengunjungi bîmâristân An-Nuri, dalam rangka pertemuan para dokter terkemuka

pada masa itu.33

Pertemuan itu dihadiri oleh Ad-Dahwâr Muhazibudîn

„Abdurrahîm (ahli mata), Radiuddîn ar-Rahabi (guru dari Ad-Dahwâr), Dr. Imran

Israili, Ibnu Abi `Usahaibi`ah, Badruddin al-Muzaffar, „Abdul Latîf al-Muhandis

dan Yusuf as-Sabti.34

Pertemuan tersebut berlangsung di ruangan yang cukup luas

di dalam bangunan rumah sakit. Ruangan tersebut dilengkapi dengan buku-buku

kedokteran yang berjejer rapi. Ruangan tersebut, biasa digunakan unutuk

perkuliahan ilmu medis bersama calon-calon dokter.35

29

Akram M. Dajani. Medical Education..., h. 171. 30

Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami..., h. 119. 31

Harun Nasution. Falsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: 2014), h. 4. Lihat juga,

Ibn Abî Usaybi'ah.‘Uyun al-Anba 'fi Tabaqat al-Atibba', Juz 1..., h. 215 – 226. 32

Ibn Abî Usaybi'ah.‘Uyun al-Anba 'fi Tabaqat al-Atibba', Juz 1..., h. 123 – 148. Juga,

disebutkan oleh Hairun Najuwah Jamali, dkk. Hospital Dalam Tamadun Islami..., h. 119. 33

Sulaiman Fayyad. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler (Yogyakarta:

1993), h. 16.

34

Sulaiman Fayyad. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler..., h, 23. 35

Sulaiman Fayyad. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler..., h, 23-25.

Page 59: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

42

Dari gambaran yang dijelaskan oleh Ibnu Nafis tersbut, penulis ingin

menyatakan bahwa perkuliahan tersebut diikuti oleh siapa saja masyarakat

muslim yang ingin mendalami ilmu medis. Tanpa harus ada sebuah ikatan

kekeluargaan (turun-temurun) dengan sang guru (tabib) senior. Oleh karena itu,

masyarakat Muslim lebih mudah untuk mengakses ilmu-ilmu medis, jika

dibandingkan pada masa sebelum terjadinya transformasi bîmâristân.

Dari ketiga faktor tersbut penulis menyimpulkan bahwa era baru dalam

dunia medis yang mencapai kegemilangan merupakan hasil dari sebuah

transformasi bîmâristân. Transformasi bîmâristân mengindikasikan perubahan dan

keberhasilan ahli medis Islam yang sukses dalam mengembangkan ilmu medis

menjadi kiblat atau tolak ukur kemajuan ilmu medis dunia. Sehingga institusi

bîmâristân patut penulis katakan sebagai salah salah satu simbol peradaban dunia.

Page 60: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

43

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Rumah sakit Islam (bîmâristân) dalam sejarah kebudayaan Islam klasik

(abad ke-2 H/8 M – 7 H/13 M) telah terjadi transformasi pada aspek fungsinya,

dari sebagai pusat medis menjadi pusat medis sekaligus pusat pendidikan medis

(dwi fungsi). Pada abad ke 2-3 H, rumah sakit masih hanya menjadi pusat medis,

dan pendidikan medis masih dilakukan di berbagai tempat, seperti masjid, baitul

hikmah, house of science (rumah ilmu), dan sekolah kedokteran teoritis.

Kemudian, pada abad ke-4 H, merupakan puncak transformasi, yang menjadikan

fungsi rumah sakit menjadi pusat medis dan pusat pendidikan medis.

Dari pemaparan hasil penelitian penulis, akhirnya terjawab pertanyaan

besar terkait rumusan masalah yang menjadi fokus kajian penulis. Berdasarkan

fakta-fakta yang telah penulis himpun dan olah, dapat disimpulkan bahwa:

1. Transformasi rumah sakit Islam (bimaristan) disebabkan oleh beberapa

faktor, diahtarahya; pertama, peran khalifah sebagai penguasa penentu

kebijakan pemerintahan, dalam hal ini kebijakan terkait dengan

pengembangan Ilmu medis dan ilmu pengetahuan yang lainnya, seperti

filsafat, astronomi, matematika, dll. Kedua, gerakan penerjemahan yang masif

yang dilakukan oleh para penerjemah yang kompeten dalam menerjemahkan

karya-karya ilmu kedokteran bangsa Yunani, Hindia, dan Persia, ke dalam

bahasa Arab. Ketiga, pengaruh budaya Persia, rumah sakit Islam mendapat

pengaruh langsung dari akademi Jundîshâpûr, sebagai basis pusat ilmu medis

pada era Dinasti Sassanian, pada masa Shapur II (309-379 M).

2. Transformasi rumah sakit Islam (bimaristan) memberikan dampak positif

terhadap perkembangan ilmu medis dan mempengaruhi minat umat Islam

untuk mengkaji ilmu medis. Ilmu medis Islam menjadi kiblat ilmu medis

dunia. Baghdad sebagai pusat kekhilafahan abad pertengahan juga menjadi

pusat kajian ilmu medis. Meskipun, penulis juga tidak menafikan

Page 61: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

44

perkembangan ilmu medis di pusat kota-kota besar Islam, seperti Kairo -

Mesir, Damaskus, Al-Qayrawan (ibu kota Arab dari Tunisia), Rayy (Iran)

dan Cordoba. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa rumah sakit

Islam menjadi salah satu simbol peradaban Islam.

B. Saran

Melalui skripsi ini penulis berusaha untuk menjadi penggiat kajian sejarah

ilmu medis, atau lebih tepatnya kajian lembaga rumah sakit Islam (bîmâristân).

kajian rumah sakit Islam masih terbilang minim, sehingga menurut penulis sangat

tepat jika penulis melakukan kajian rumah sakit Islam dalam perkembangan

sejarah peradaban Islam. Meskipun penulis merasa cukup sulit untuk mendaptkan

sumber primer, karena rentang waktu yang sangat jauh. Penulis mengambil tahun

dari abad ke-2 H sampai abad ke-7, karena proses transformasi rumah sakit Islam

berlangsung pada rentang waktu tersebut. Meskipun, terjadinya transformasi

tersebut berlangsung pada abad ke-4 H dan sesudahnya. Oleh karena itu, dengan

rentang waktu yang begitu panjang, penulis hanya mampu menemukan beberapa

sumber yang dijadikan sebagai sumber primer, diantaranya adalah karangan Ibn

Abî Usaybi'ah yang berjudul ‘Uyûn al-Anbâ` fî Tabaqât al-Atibbâ`, ia adalah

tokoh yang lahir abad ke-13 dan menulis buku tersebut. Ia dikenal sebagai

sejarwan kedokteran pertama.

Kajian ini akan menjadi menarik jika diperkaya dengan sumber-sumber

primer. Karena setelah ditelusuri keberbagai sumber, tranfomasi bîmâristân ini

memiliki efek yang sangat besar terhadap kemajuan ilmu medis dunia. Peran

bîmâristân yang mengemban dua tanggung jawab, sebagai pusat medis dan

sebagai pusat pendidikan medis, ternyata bukan melemahkan perannya sebagai

institusi. Namun, justru sebaliknya, dengan terjadinya transformasi banyak

perubahan dalam mendukung perkembangan ilmu pengetahuan secara umum.

Maka dari itu, penulis sebagai peneliti ilmu medis (bîmâristân)

menyarankan, kepada para pengkaji, pendidik, dan kepada yang mempunyai

wewenang (kebijakan) terkait dengan ilmu medis dan kedokteran, serta rumah

sakit, menyarankan:

Page 62: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

45

a. Kepada pengkaji (peneliti lain) terkait ilmu medis, dalam hal ini yang

dimaksudkan adalah rumah sakit. Penulis menyarankan kajian lebih

konpherensif lagi terkait institusi rumah sakit, karena penulis sadar

betul akan kekuarangan kajian ini.

b. Kepada pendidik (lembaga medis). Metode pembelajaran medis yang

telah diterapkan pada abad pertengahan yang menggabungkan antara

teoritis dengan praktis eksperimental, sebagai bentuk akibat dari

transformasi rumah sakit. Penulis menilai metode seperti itu mampu

diterapkan di lembaga-lemabaga medis di Indonesia dan mampu

menghasilkan para dokter yang benar-benar ahli serta kompeten

dalam bidang kedokteran.

c. Kepada pemegang kebijakan (pemerintahan). Dukungan yang kuat

(moril dan materil), terhadap realisasi pengembangan ilmu medis di

Indonesia. Sebagaimana yang telah dicontohkan dalam sejarah Islam,

para khalifah memberikan dukungan penuh – penerjemahan,

pebangunan rumah sakit, serta dilengkapi dengan kaya sumber

bacaan – melalui lembaga waqaf dalam hal pendanaan (materil) dan

pribadi diri khalifah yang cinta akan ilmu pengetahuan (moril).

Wallau’alam Bishawwab

Page 63: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

46

Daftar Pustaka

Buku

‘Alî ibn Ridwân. Medieval Islamic Medicine; On the Prevention of Bodily Ills in

Egypt. Diterjemahkan oleh Dols, Michael W, tahun 1942. Judul asli

buku tersebut adalah Risâlah fî daf’mdârr al-abdân bi-ard Misr.

London: University of Clifornia Press, 1984.

‘Isa, Ahmad. Tarikhu al-Bimaristan fi al-Islam. Mesir: Muassasatu Hindawi

Litta’limi Wassakofah, 2012.

Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, cet. Ke-2, Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999.

Al-Gazal, Sharif Kaf. The Origin of Bimaristans (Hospital) in Islamic Medical

History. United Kingdom: FSTC, 2007.

Ariyanti, Fajar. Manajemen Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta Selatan: UIN Press

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

B. Risse, Guenter. Mending Bodies, Saving Souls: A History of Hospitals. New

York: Oxford University Press, 1999.

Bakar, Osman. The History And Philosophy Of Islamic Science, Britis:

Islamic Text Society, 1999.

Fayyadh, Sulaiman. IBNU NAFIS, Penemu Pembuluh Darah Kapiler.

Yogyakarta: CV. PUSTAKA MANTIK, 1993.

Ibn Abî Usaybi'ah. At-Tibul al-Islâm 1, ‘Uyûn al-Anbâ’ fî Tabaqat at-tibba'.

A.Muller (ed). Frankfurt: Universtas Frankfurt, 1995.

Ibn Abî Usaybi'ah. At-Tibul al-Islâm 2, ‘Uyûn al-Anbâ’ fî Tabaqat at-tibba'.

A.Muller (ed). Frankfurt: Universtas Frankfurt, 1995.

Khan, Muhammad Mojlum. 100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah.

Penerjemah, Wiyanto Suud, Khairul Imam; editor, Hanif. Jakarta:

Noura Books, 2012.

Madjid, M. Dien dan Wahyudi, Johan. Ilmu Sejarah Sebuah Pengantar, Jakarta:

Kencana, 2014.

Mustofa Dâhiri, ‘Abdul Wahhâb. ‘Imâratu al-Mujma’ât wa al-Mabâni at-

Tabiyyah (al-Bîmâristânât) fi al-Islâm. e-Book from www.alukah.net.

Nakosteen, Mehdi. Kontribusi Islam atas Dunia Intlektual Barat, Deskripsi

Analisis Abad Keemasan Islam. Surabaya: Risalah Gusti, 1995.

Nasr, Sayyed Husein. Science and Civilization in Islam. Harvard University

Press, Massachussets, UK.,1968.

Page 64: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

47

Nasr, Sayyed Husein. Science and Civilization in Islam. Massachussets, UK :

Harvard University Press, 1968.

Nasution, Harun. Falsafat dan Mistisme dalam Islam. cet. Ke-12, Jakarta: Bulan

Bintang, 2014.

Saad, Bashar dan Said, Omar. Greco – Arab and Islam Herbal Medicine;

tradisional system, etnict, Safety, efficacy, and regulator issu,

Singapur: WILEY, A John Wiley & Sons, Inc., 2011.

Ullmann, Manfred. Islamic Medicine. Inggris: Edinburg University Press, 1978.

Yamani, Ja’far Khadem. Kedokteran Islam, sejarah dan perkembangannya. Cet-

1, Bandung: Dzikra, 2005.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Rajawali

Pers, 2011.

Jurnal dan Artikel

Afshar, Mohammad Reza. Jundishapur, A Symbol of Intercultural Understanding.

Sebuah jurnal Jundishapur J Microbiol, 03 Juli 2012. Ahvaz, IR Iran.

Ameera. Rumah Sakit dalam Peradaban Islam. Diakses pada tanggal 20 Mei

2016. http://www.arrahmah.com/news/2013/11/16/rumah-sakit-

sejarah-peradaban-islam-2.html#sthash.m7tythEe.dpuf.

Assidiq,Yusuf. Tata Letak Rumah Sakit. Republika Khazanah: Senin, 22

November 2010.

Yusuf Assidiq. Babak Kemajuan Kedokteran Islam. Republika Khazanah: Rabu,

28 Juli 2010.

Dajani, M. Akram. Medical Education in Islam Civilization, artikel JIMA: Vol.

21, Jordan, 1989.

El Ayadi, Mohammed. Les maristanes dans le monde arabo-musulman. Jurnal

sejarah ilmu medis, TOME XXVIII, No. 2. Maroko, Casablanca,

1994.

Mat Sidek, Roziah Sidik. Transformation of Hospital in the Islamic Civilization

From Medical Treatment Centre into a Teaching Hospital,

Malaysia: Medwell Journal, 2012.

Matin, Usep Abdul. Fake Vaccines Versus Hospitality, dipublikasikan di Jakarta

Pos pada hari Jum’at, 5 Augustus tahun 2016, 03:38 pm. Diakses

melalui web: :

http://www.thejakartapost.com/academia/2016/08/05/fake-vaccines-

versus-hospitality.html.

Nowshera, A. R. Muslim Hospitals In The Medieval Period. Islamic Studies,

1983.

Page 65: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

48

Raza Naqfi, Meds & Ursula Zurawska, Meds. History of Medicine, Light in The

Dark Ages. Jurnal UWOMJ, 2008.

Rodini, Mohammad Amin. Medical Care in Islamic Tradition During the Middle

Ages. Iran: International Journal of Medicine and Molecular Medicine,

2012.

Surawardi. Sistem dan Kelembagaan Pendidikan Islam Periode Madinah, Jurnal:

Management of Education, Volume 1, Issue 2.

Tabbaa, Yasser. The Functional Aspects of Medieval Islamic Hospitals, -

capter five.

Virk, Zakaria. Medical Breakthroughs in Islamic Medicine, Canada.

Zaimeche, Salah, dkk. Bagdad, United Kingdom: FSTC Limited, 2015. Negoita,

Ana Maria. The City Of Mansur The Builder. Baghdad Between The

Caliph’s Will And Shari’ah Norms. Artikel University of Bucharest,

Bucharest, 2011.

Skripsi, Tesis dan Disertasi

Mu’min Anis ‘Abdullah al-Baba. Albimaristanatu Al-Islamiyati Hatta Nihayati

Al-Khilafah Al-Abbasiyah (1-656 H/622-1258 M), Palestina: Al-

Jami’ah Al-Islamiyah Biguzzah, 2009.

Mustafa al-Ansari. Bimaristan and Waqf in Islam, Case Studies Of Hospital

Endowments During 9th-13th Century Ce In The Muslim World.

Sebuah tesis dari fakultas seni dan ilmu sosial, jurusan Arab dan studi

Islam, di Universitas Sydney, Australi, tahun 2013.

Page 66: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

49

LAMPIRAN

Lampiran 1. 5 – Rancangan bangunan rumah sakit an-Nuri di Damaskus

Sumber: https://www.pinterest.com/pin/503418064575800298/

(akses, 03 Januari 2016)

Page 67: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

50

Lampiran 1.4 – Rumah sakit an-Nûri. Rumah sakit ini dibangun oleh Nur ud-Din

Zanki pada 1154 sebagai rumah sakit dan sekolah kedokteran. RS ini memiliki

kedudukan penting sebagai lembaga medis dan paling maju pada masanya serta

terus berfungsi sebagai rumah sakit sampai abad ke-19. Bangunan ini kini

difungsikan sebagai museum kedokteran Islam.

Sumber: http://keprimedia.com/2016/09/15/rumah-sakit-tertua-dalam-sejarah-

islam/

(akses, 03 Januari 2017)

Page 69: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34393/1/... · ilmu medis abad pertengahan. Tulisan ini merupakan lanjutan dari tulisan Roziah

52

Lampiran 1.2 – Batu Akrad untuk Waqaf Bîmâristân yang menempel di pintu

Bimaristan.

Sumber: Gambar ini diambil dari buku sejarah Bîmâristân yang ditulis oleh

Ahmad ‘Isa yang diterbitkan pada tahun 2012 di Mesir.

Lampiran 1.3 – Ilustrasi pengobatan yang dilakukan oleh thabib (dokter) yang

dikelilingi oleh para murid.

Sumber: http://static.republika.co.id/uploads/images/inpicture_slide/dokter-

muslim-saat-mengobati-pasien-ilustrasi-_120612210522-497.jpg

(akses, 03 Januari 2017)