Skl Ero Derma
Transcript of Skl Ero Derma
SKLERODERMA
I. PENDAHULUAN
Skleroderma berasal dari bahasa Yunani, scleros (keras) dan derma (kulit).
Skleroderma biasa juga disebut sistemik sklerosis, adalah suatu penyakit autoimun kronis
yang dapat mempengaruhi sejumlah sistem tubuh. Pada pasien dengan skleroderma, sel-sel
tertentu dalam tubuh menghasilkan kolagen secara berlebihan. Kolagen merupakan suatu
protein yang ditemukan dalam jaringan ikat. Kelebihan kolagen akan disimpan di seluruh
tubuh, menyebabkan pengerasan pada kulit dan jaringan (fibrosis), merusak pembuluh darah,
dan mempengaruhi organ-organ dalam.(1,2,3,4,5,6)
Skleroderma adalah penyakit kronik yang tidak diketahui penyebabnya dan mengenai
pembuluh darah mikro serta jaringan ikat lunak. Skleroderma ditandai oleh adanya fibrosis
dan obliterasi pembuluh darah di kulit, paru, alat pencernaan, ginjal dan jantung. Penyakit ini
bisa lokal atau sistemik. Yang sistemik sering bersifat progresuf dan fatal. Karakteristik
kliniknya adalah adanya indurasi dan penebalan kulit. Deposit jaringan ikat dan obliterasi
pembuluh darah ditemukan di kulit maupun di alat-alat dalam tertentu.(1,2,3,4,5,6)
Menurut lokasinya skleroderma dapat diklasifikasikan menjadi skleroderma lokal dan
sistemik. Skleroderma lokal merupakan skleroderma yang hanya terdapat pada kulit dan
tidak melibatkan organ-organ dalam. Sedangkan skleroderma sistemik merupakan
skleroderma yang terjadi dikulit maupun organ-organ dalam tertentu.(1,2,3)
II. DEFINISI
Skleroderma ialah kolagenosis kronis dengan gejala khas bercak-bercak putih
kekuning-kuningan dan keras, yang seringkali mempunyai halo ungu disekitarnya. Penyakit
mulai dengan stadium inisial yang inflamatorik, yang kemudian memasuki fase
sklerodermatik.(1,2,3,4,5,6)
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 1
III. EPIDEMIOLOGI
Skleroderma lokal relative jarang didapat. Wanita tiga kali lebih sering terserang
daripada laki-laki. Penderita kulit putih lebih sering dari pada kulit hitam. Penderita berumur
antara 20-50 tahun. Pernah dilaporkan penderita anak berumur 15 bulan.(1,2,3)
Pada skleroderma linear, serangan berlangsung pada umur yang lebih muda, 2 dekade
pertama kehidupan.(1,2)
IV. ETIOLOGI
Etiologi belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor familial. Kehamilan dapat
menyebabkan presipitasi atau agravasi pada morfea. Dengan alasan yang masih belum jelas,
terjadi proses autoimun dimana sistem imun tubuh berbalik menyerang tubuh, menyebabkan
peradangan dan menyebabkan produksi kolagen yang berlebihan.(1,2,3,4,5,6)
V. PATOGENESIS
Patogenesis skleroderma tidak diketahui dengan pasti. Diduga faktor pencetus
mengaktifkan system imun dan menimbulkan kerusakan-kerusakan sel endothelial.
Kerusakan sel endothelial akan mengaktifkan trombsit, sehingga trombosit mengeluarkan
berbagai mediator seperti PDGF, TGF-B dan CATP-III yang akan menyebabkan proliferasi
fibroblast dan sintesis matriks oleh fibroblas. Aktivasi sistem imun juga akan berakhir pada
proliferasi fibroblast dan sintesis matriks.(1,2,3)
Hipotesis yang diajukan berdasarkan hasil observasi pada biakan jaringan, tenyata pada
skleroderma, fibroblast kulit mensintesis kolagen lebih banyak dibandingkan fibroblast pada
kulit normal. Peningkatan produksi kolagen yang dideposit pada jaringan ikat disekitar tunika
adventisia akan mengekang arteriol yang bersangkutan, sehingga kontraktilitas dan
vasodilatasi arteriol terganggu. Akibatnya timbul gangguan vasomotor seperti terlihat pada
syndrome raynaud dan skerosis sistemik progresif. Kolagen ini dapat melekat pada endotel
pembuluh darah. Kemudian terjadi adhesi antara trombosit dan kolagen, atau antara
trombosit dan leukosit, yang menyebabkan kerusakan endotel dan membrane basal.(3)
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 2
Peristiwa ini akan diikuti oleh fibrosis reaktif berupa proliferasi intima yang sangat
menonjol pada sklerosis sistemik progresif. Penipisan tunika intima dan tunika adventisia
mungkin menyebabkan perubahan distensibilitas struktur mikrovaskular yang terjepit
diantara materi fibrotic yang terdapat pada intima dan adventisia. Dengan demikian,
gangguan metabolism kolagen pada fibroblast dapat menerangkan baik manifestasi vascular
maupun manifestasi fibrosis pada sklerosis sistemik progresif.(3)
VI. KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS
Skleroderma dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk:
1. Skleroderma sirkumskripta
Gambaran klinis dapat berupa:
a. Morfea soliter (morfea en plaque)
Lesi terdiri atas sebuah bercak sklerotik yang numuler atau sebesar telapak
tangan. Bercak biasanya berbentuk bulat, berbatas jelas, dan berkilat seperti lilin.
Warna bercak merah kebiru-biruan, kadang-kadang seperti gading dengan halo
ungu (violaceus lila ring). Hal tersebut berarti lesi masih inflamatorik (aktif).
Bagian tengah bercak berwarna putih kuning seperti gading.
Didalam lesi rambut berkurang, begitu juga respon keringat menurun.
Bercak atau plak tersebut keras dan berindurasi, tetapi tidak melekat erat pada
jaringan dbawahnya.(1,2)
b. Morfea gutata
Bentuk ini sangat jarang. Lesi terdiri atas bercak kecil dan bulat yang
atrofik. Disekitarnya terdapat halo ungu kebiru-biruan. Beberapa lesi
berkelompok, lokalisasi biasanya didada atau leher.(1,2)
c. Morfea linear (scleroderma en coup de sabre)
Lesi solitary dan unilateral. Biasanya lesi dikepala, dahi dan ekstremitas.
Pada lesi terdapat atrofi dan depresi. Berbeda dengan morfea biasa, yang terletak
superficial, maka scleroderma linier menyerang lapisan-lapisan kulit dalam.
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 3
Bila penyakit mulai pada usia decade pertama atau kedua, maka seringkali
disertai deformitas. Yang dapat dijumpai ialah hemi-atrofi dari sebuah ekstremitas
atau muka, kontraktur di muka,atau anomaly kolumna vertebre (misalnya spina
bifida).(1,2)
d. Morfea segmental
Bentuk ini dapat berlokalisasi dimuka dan menyebabkan hemi-atrofi. Bila
berada disebuah atau lebih dari sebuah ekstremitas, disamping ada indurasi ada
pula atrofi pada lemak subkutis dan otot. Akibatnya adalah kontraktur otot dan
tendon, serta ankilosis pada sendi tangan dan kaki.(1,2)
e. Morfea generalisata
Bentuk tersebut merupakan kombinasi empat bentuk diatas. Morfea
tersebar luas dan disertai atrofi otot-otot, sehingga timbul disabilitas. Lokalisasi
terutama dibadan bagian atas, abdomen, bokong, dan tungkai.
Semua bentuk morfea biasanya dalam tiga sampai lima bulan menjadi
inaktif, bahkan kemudian dapat menghilang dalam beberapa tahun, kecuali
scleroderma linear, yang biasanya makin meluas.(1,2)
2. Skleroderma difusa progresiva
Penyakit ini melalui tiga stadium:
Stadium I
Kelainan vasomotorik sebagai akrosianosis da akroasfiksi, terutama pada
jari tangan. Di muka terdapat telangiektasia. Tampak juga bercak-bercak
edematosa yang berbatas tidak jelas. Kemudian terlihat bercak-bercak yang
berindurasi, yang berwarna agak putih kekuning-kuningan. Pengerasan kulit dan
keterbatasan pergerakan berakibat timbulnya muka topeng, mikrostomia,
sklerodaktili pada jari tangan dengan ulserasi pada ujung, akrosklerosis dengan
hiperpigmentasi dan depigmentasi, serta atrofi.(1,2)
Stadium II
Mukosa oral terkena : terdapat indurasi di lidah dan gingival, serta
terdapat paroksisma vasomotorik dan kelainan sensibilitas.(1,2)
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 4
Stadium III
Alat-alat visera terserang. Disfungsi dan penurunan motilitas esophagus
mengakibatkan disfagia dan malabsorbsi. Lambung dan usus kecil mengalami
kelainan yang sama. Fibrosis di paru membuat penderita dispnea, bahkan kor
polmonale dengan akibat payah jantung. Perikarditis dan efusi pericardium dapat
terjadi pula.
Secara perlahan-lahan ginjal mengalami kegagalan faal yang disertai
uremia dan hipertensi. Hanya pada sebgaian kecil kasus ternyata penyakit dapat
berhenti secara spontan. Survival rate dalam 10 tahun ternyata 35-47%.(1,2)
Sindrom C.R.S.T
Sindrom C.R.S.T (Calcinosis cutis, Raynaud phemomenon, sclerodactily and
telangiectasis syndrome) merupakan bentuk ringan scleroderma sistemik. Hanya
esophagus terkena, alat-alat dalam lain tidak. Pada bentuk ini survival rate dalam 10
tahun ialah 93%.(1)
VII. DIAGNOSIS
Pada tahun 1980, The American College of Rheumatology (ARA) mengembangkan
kriteria mayor dan kriteria minor untuk mendiagnosis skleroderma, yaitu:
Kriteria mayor
Penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang simetris pada kulit jari dan kulit proksimal
terhadap sendi metakarpofalangeal atau metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai
seluruh ekstremitas, muka, leher dan batang tubuh (toraks dan abdomen).(3)
Kriteria Minor
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 5
1. Sklerodaktili : perubahan kulit seperti tersebut diatas, tetapi hanya terbatas pada jari.
2. Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari. Daerah yang mencekung pada ujung jari
atau hilangnya substansi jaringan jari tersebut akibat iskemia.
3. Fibrosis basal dikedua paru. Gambaran linier atau lineonoduler yang retikuler terutama di
bagian basal kedua paru tampak pada gambaran foto toraks standar. Gambaran paru
mungkin menmbulkan bercak difus atau seperti sarang lebah. Kelainan ini bukan
merupakan kelainan primer paru.(3)
Diagnosis dengan skleroderma jika ditemukan satu kriteria mayor dan dua kriteria minor.(3)
Diagnosis Skleroderma didasari atas anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada skleroderma adalah:
Pemeriksaan imunologi
Peran dari sistem imun pada pathogenesis skleroderma masih belum terlalu jelas,
tetapi pasien skleroderma mempunyai antibodi humoral spesifik dan imunitas selular
yang abnormal. Pada 90%-95% pasien didapatkan adanya antinuclear antibodies.
Antinuclear antibodies(ANA) adalah antibody yang menyerang protein normal dalam
nucleus suatu sel. Keberadaan ANA dapat menunjukkan adanya suatu penyakit autoimun,
misalnya pada lupus, skleroderma, dermatomyositis, dll.(3)
Pemeriksaan histopathologi
Perubahan histologi pada skleroderma lokalisata dan skleroderma sistemik, sama
dan tidak mungkin untuk dibedakan. Lesi awal adalah peradangan dan infiltrasi limfositik
pada ruang perivaskuler dan diantara ikatan kolagen pada dermis pars retikulare.
Lesi awal biasanya tidak terdapat perubahan histologi yang spesifik. Vacuolisasi
dan penghancuran sel endotel dengan reduplikasi lamina basalis telah dilaporkan.
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 6
Infiltrasi sel-sel radang mungkin ada pada bagian superficial dan bagian Morphea
dalam. Limfosit, makrofag, sel plasma, eosinophil, dan sel mast juga dapat ditemukan.
Pada pemeriksaan histopathology juga dapat ditemukan fibrosis pada dermis dan
trabekula fibrous subkutan. Panniculitis juga ada pada tahap awal perjalanan penyakit, di
mana lemak subkutan digantikan oleh jaringan ikat fibrosa. Pada dermis, kolagen tampak
pucat, homogen, dan mungkin ada infiltrate limfositik perivaskuler. Pada tahap
selanjutnya, unit pilosebasea dan kelenjar ecrine menghilang, dan mungkin ada
penghapusan rete ridges.(1,2,3,4,5,6)
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto rontgen oesophagus maag duodenum (OMD) : tampak hipoosmolalitas
esophagus (penyempitan esophagus)
b. Foto rontgen tangan/lengan : tampak resorpsi falang, kalsifikasi subkutan.
c. Foto rontgen toraks : fibrosis interstitial difus di paru-paru
d. Foto rontgen usus halus : dilatasi jejunum, ileum
e. Foto rontgen kolon : gambaran kantong- kantong pada kolon
f. Foto rontgen gigi : pelebaran membrane periodontal
g. Arteriogram perifer : penyumbatan pembuluh darah (2)
Pemeriksaan darah
MRI dan CT Scan dapat menemukan tanda-tanda awal kerusakan pada otot dan organ
internal.
Tes-tes lain, studi fungsi gastrointestinal, dan elektrokardiografi untuk menentukan
keparahan penyakit dan efek pada organ internal.(2,3)
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Kelainan kulit mula-mula dapat menyerupai mikosis atau lupus eritematosus discoid.
Sklerodaktili harus dibedakan dengan lesi pada lepra, siringomieli, dan penyakit Raynaud.
Morbus Hansen dan vitiligo.(1,2,3,4,5,6)
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 7
IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada scleroderma terdiri dari penatalaksanaan secara umum dan khusus:
Umum
a. Gaya hidup yang sehat seperti melakukan latihan jasmani bertahap dan tidak
merokok.
b. Menghindari trauma
c. Perubahan pola makan bisa membuat hidup dengan penyakit ini lebih mudah
d. Menghindari pajanan terhadap zat kimia seperti vinyl chloride atau
trichloroethylene.
e. Menghindari tubuh terhadap dingin.(1,2,3)
Khusus
Semua macam pengobatan pada scleroderma hasilnya tidak memuaskan. Tidak
ada obat yang dapat menghentikan perkembangan scleroderma. Tetapi obat hanya
dapat meredakan beberapa gejala dan mengurangi kerusakan organ atau dapat
membantu mencegah komplikasi.
Pengobatan khusus bergantung pada organ/system yang terkena misalnya
esophagus, usus halus, paru, ginjal jantung dan sebaginya.(1,2,3,4,5,6)
Penatalaksanaan secara khusus terdiri atas:
a. Medikamentosa
1. Obat vasoaktif:
Dibenzilin, 10 mg 3x sehari sebagai permulaan kemudian dosis dinaikkan
sesuai dengan toleransi
Fenoksibenzamin dan tolazolin, 30 sampai 60 mg per hari
Prazosin, 1 mg 3 x sehari oral
Alfa-metildopa, 1 sampai 2 mg perhari
Asam nikotinik dan Prokain IV
Nifedipin 10 mg 4x sehari
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 8
Ketanserin, 20 mg 2x sehari
2. Obat anti peradangan
Kortikosteroid : suntikan intralesi triamsinolon asetonid, 20 mg/ml 4 sampai 8
minggu, selama lebih setahun pengobatan.
Azatioprin 3-5 mg/kg BB per hari
Siklofosfamid (1,2,3,4,5,6)
X. PROGNOSIS
Prognosis bervariasi bagi pasien yang mengalami skleroderma. Prognosis sering sulit
dibuat pada tahap awal penyakit. Pasien dengan limited sklerosis yang tidak terkena
hipertensi paru, memiliki prognosis yang baik. Pasien dengan difus skleroderma, dan pasien
yang mengalami kerusakan pada ginjal, paru-paru, dan keterlibatan jantung umumnya
memiliki prognosis yang lebih buruk.(3,4,5,6)
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 9
LAPORAN KASUS
Telah datang seorang pasien bernama Hj. Nuraini berumur 62 tahun, suku Melayu,
agama Islam, ke poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
Medan pada tanggal 28 Agustus 2012, dengan keluhan utama kulit dikedua tangan mengeras/
memapan ± 2 tahun yang lalu. Dan keluhan tambahan berupa bercak putih tidak gatal dan tidak
nyeri dihidung, wajah, dan kedua pergelangan tangan. Awalnya kedua tangan terasa kebas dan
lama kelamaan terasa kaku/ keras seperti papan. Kemudian diikuti dengan kakunya paha kanan
dan wajah, lalu kedua jari-jari os terasa memendek. Os belum pernah berobat sebelumnya,
karena keluhan nya semakin bertambah parah, akhirnya os memutuskan untuk berobat ke
poliklinik kulit dan kelamin RSUPM.
Dari anamnesa os memiliki riwayat post operasi tulang punggung ± 2 bulan yang lalu.
Riwayat penyakat terdahulu tidak jelas. Dan riwayat pemakaian obat juga tidak jelas.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum dan status gizi baik. Pada pemeriksaan
dermatologis dijumpai ruam berupa macula hipopigmentasi berbatas tegas di regio nasalis, regio
labialis superior, regio antebracii posterior dextra et sinistra, dan regio dorsalis digitorum.
Ditemukan juga kulit hiperpigmentasi, keras dan sklerodaktili pada regio digitorum dextra et
sinistra.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosis banding dari penyakit ini
adalah scleroderma, lupus eritematosus dan vitiligo. Sedangkan diagnosis sementara dari pasien
ini adalah scleroderma.
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah dengan menghindari tubuh dari
dingin. Penatalaksanaan secara khusus nifedipine 10 mg 4x sehari.
Prognosis pada pasien ini masih belum jelas, karena pasien masih menjalani pemeriksaan
selanjutnya untuk melihat apakah ada komplikasi lanjut dari penyakit ini.
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 10
DISKUSI
Diagnosis skleroderma pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran
klinis. Dari anamnesis dijumpai keluhan utama berupa kulit dikedua tangan mengeras/ memapan
± 2 tahun yang lalu. Dan keluhan tambahan dijumpai berupa bercak putih tidak gatal dan tidak
nyeri dihidung, wajah, dan kedua pergelangan tangan. Awalnya kedua tangan terasa kebas dan
lama kelamaan terasa kaku/ keras seperti papan. Kemudian diikuti dengan kakunya paha kanan
dan wajah, lalu kedua jari-jari os terasa memendek. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menjelaskan bahwa pada scleroderma pasien mengeluh adanya daerah kulit yang menipis
dibandingkan dengan sekitarnya, tanpa diketahui sebabnya dan tanpa rasa gatal ataupun nyeri.
Bila lesi meluas ke daerah akral maka kulit jari-jari tangan dan kaki menjadi ketat sehingga
gerakan jadi terhambat dan kaku.
Dari pemeriksaan dermatologis dijumpai ruam berupa makula hipopigmentasi berbatas
tegas di regio nasalis, regio labialis superior, regio antebracii posterior dextra et sinistra, dan
regio dorsalis digitorum. Ditemukan juga kulit hiperpigmentasi, keras dan sklerodaktili pada
regio volares digitorum dextra et sinistra. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa ruam yang
dijumpai macula hipopigmentasi berbentuk lonjong atau linier. Kemudian terlihat bercak –
bercak yang berindurasi, yang berwarna agak putih kekuning-kuningan. Pengerasan kulit dan
keterbatasan pergerakan berakibat timbulnya muka topeng, mikrostomia, sklerodaktili pada jari
tangan denagan ulserasi pada ujung, akrosklerosis dengan hiperpigmentasi dan depigmentasi,
serta atrofi.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik maka diagnosis banding pasien ini adalah
scleroderma, lupus eritematosus dan vitiligo. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menjelaskan bahwa diagnosis banding skleroderma ini adalah lupus eritematosus, lepra dan
vitiligo. Sedangkan diagnosis sementara dari pasien ini adalah skleroderma. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa skleroderma bisa ditegakkan berdasarkan kriteria
ARA yaitu kriteria mayor berupa penebalan, pengerasan dan penebalan pada kulit jari terhadap
sendi metakarpopalangeal dan metatarsopalangeal. Dan kriteria minor berupa sklerodaktili,
pencekungan jari, dan fibrosis paru.
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 11
Penatalaksanaan pada pasien ini secara umum adalah dengan menghindari tubuh dari
dingin. Penatalaksanaan secara khusus nifedipine 10 mg 4x sehari. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan bahwa penatalaksanaan scleroderma terdiri dari penatalaksanaan umum dan khusus.
Penatalaksaan secara umum meliputi Gaya hidup yang sehat seperti melakukan latihan jasmani
bertahap dan tidak merokok, menghindari trauma, perubahan pola makan bisa membuat hidup
dengan penyakit ini lebih mudah, menghindari pajanan terhadap zat kimia seperti vinyl chloride
atau trichloroethylene dan menghindari tubuh terhadap dingin. Sedangkan penatalaksanaan
secara khusus berupa pemberian obat vasoaktif berupa nifedipine 10 mg diberikan 4 x sehari.
Prognosis pada pasien ini masih belum jelas, karena pasien masih menjalani pemeriksaan
selanjutnya untuk melihat apakah ada komplikasi lanjut dari penyakit ini. Hal ini sesuai dengan
kepustakaan bahwa prognosis pasien dengan skleroderma bervariasi. Prognosis sering sulit
dibuat pada tahap awal penyakit. Pasien dengan limited sklerosis yang tidak terkena hipertensi
paru, memiliki prognosis yang baik. Pasien dengan difus skleroderma, dan pasien yang
mengalami kerusakan pada ginjal, paru-paru, dan keterlibatan jantung umumnya memiliki
prognosis yang lebih buruk.
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 12
Gambar:
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 13
SKLERODERMAPembimbing : dr. Surya Dharma Hamidah Sp.KKPresentator : Citra Dwi Astuti (07-077) 14