riwayat pengobatan tuberkulosis

27
Riwayat Pengobatan Tuberculosis Paru William Limadhy 102012241 [email protected] Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11510 Telp: 021-569422061 Pendahuluan Penderita Tuberculosis (TB) seringkali tidak patuh menghabiskan obat yang telah diberikan, penyebabnya paling banyak adalah karena malas atau lupa. Namun ketidakpatuhan mengkonsumsi obat dapat menimbulkan kekebalan terhadap obat tersebut. Akibatnya, obat yang sebelumnya efektif akan menjadi tidak efektif sama sekali pada tubuh penderita. Selain itu kekebalan terhadap obat TB atau dikenal dengan Multi-Drug Resistant TB (MDR-TB) merupakan salah satu factor penyebab masih ada sekitar 10% penderita TB di Indonesia belum sembuh sempurna Pasien yang sudah terlanjur menderita MDR-TB tubuhnya akan menjadi kebal terhadap obat TB, misalnya Isoniazid (INH). Untuk pengobatannya diberikan obat lini kedua. Pendeteksian terhadap MDR-TB seringkali terlalu lama menunggu hasil tes, akibatnya pasien TB menjadi terlambat diberi pengobatan. 1

description

makalah pbl blok 18skenario TBC resisten obat

Transcript of riwayat pengobatan tuberkulosis

Page 1: riwayat pengobatan tuberkulosis

Riwayat Pengobatan Tuberculosis Paru

William Limadhy

102012241

[email protected]

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat 11510

Telp: 021-569422061

Pendahuluan

Penderita Tuberculosis (TB) seringkali tidak patuh menghabiskan obat yang telah

diberikan, penyebabnya paling banyak adalah karena malas atau lupa. Namun ketidakpatuhan

mengkonsumsi obat dapat menimbulkan kekebalan terhadap obat tersebut. Akibatnya, obat

yang sebelumnya efektif akan menjadi tidak efektif sama sekali pada tubuh penderita.

Selain itu kekebalan terhadap obat TB atau dikenal dengan Multi-Drug Resistant TB

(MDR-TB) merupakan salah satu factor penyebab masih ada sekitar 10% penderita TB di

Indonesia belum sembuh sempurna

Pasien yang sudah terlanjur menderita MDR-TB tubuhnya akan menjadi kebal

terhadap obat TB, misalnya Isoniazid (INH). Untuk pengobatannya diberikan obat lini kedua.

Pendeteksian terhadap MDR-TB seringkali terlalu lama menunggu hasil tes, akibatnya pasien

TB menjadi terlambat diberi pengobatan.

Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan kepada pasien bersifat autoanamnesis. Jika pasien

mengalami batuk sampai suara serak maka dapat dilakukan dengan alloanamnesis kepada

orangtua atau pendamping yang hadir saat itu juga agar tidak memberatkan pasien. Pada

pasien yang datang dengan symptom TB, diagnosis kerja harus didukung dengan indeks

kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan imunosupresi atau dari daerah endemis.

Beberapa pertanyaan penting tentang rekam medis perjalanan penyakit juga dianjurkan untuk

1

Page 2: riwayat pengobatan tuberkulosis

ditanyakan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit sudah sejauh

mana.1

Hal-hal yang perlu ditanyakan kepada pasien yang diduga terkena Tuberculosis adalah:

- Riwayat penyakit sekarang

o Catatan penting: biasanya pasien datang dengan gejala local batuk-batuk, sesak

napas, hemoptosis, limfadenopati, ruam, kelainan rontgen thorax disertai demam,

keringat malam, anoreksia, dan penurunan berat badan.

- Riwayat penyakit dahulu

o Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB lainnya ?

o Apakah pasien mengalami imunosupresi? Seperti pemakain kortikosteroid atau

mengidap penyakit HIV juga ?

o Apakah pasien pernah menjalani pemeriksaan rontgen thorax dengan hasil

abnormal ?

o Adakah riwayat vaksinasi BCG atau tes mantoux ?

- Obat – obatan

o Apakah pasien sudah pernah menjalani terapi ? kalau iya, bagaimana hasilnya ? obat

apa yang digunakan ? bagaimana kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat

tersebut ? dan apakah sering melakukan pengawasan terapi ?

- Riwayat keluarga dan social

o Adakah riwayat TB dikeluarga atau dilingkungan social ? Tanyakan konsumsi

alcohol, penggunaan obat-obat intravena dan riwayat berpergian keluar negeri.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan

konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus

atau berat badan menurun.1

Pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun terutama pada

kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang

penyakit terletak di dalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik, karena

hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai seara palpasi, perkusi

dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan

pneumonia biasa.

2

Page 3: riwayat pengobatan tuberkulosis

Tempat kelanan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak)

paru. Bila dicurigaiadanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan

auskultasi suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara napas tambahan berupa ronki

basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, suara

napasnya menjadi vesicular melemah. Bila terdapat kavitas yangcukup besar, perkusi

memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.2

Pemeriksaan Penunjang

1. Darah

Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang

meragukan, hasilnya tidak sensitive dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru

mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis

pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai

meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah

limfosit masih tinggi. Laju darah mulai turun kearah normal lagi.3

2. Uji Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA,

diagnosis tuberculosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga

dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini

mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi kadang-

kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien dengan batuk yang non

produktif atau pasien yang tidak batuk. Dalam hal ini dianjurkan minum air sebanyak +2

liter dan diajarkan melakukan reflex batuk. Dapat juga dengan memberikan obat-obat

mukolitik ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.

Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi diambil dengan

brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage. BTA dari sputum

bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak

karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa hendaknya

sesegar mungkin.3

Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman

baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar,

sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah ke luar. Diperkirakan di

3

Page 4: riwayat pengobatan tuberkulosis

Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam

sputum mereka.3

3. Tes Tuberkulin

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantuk menegakkan diagnosis

tuberculosis tertama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan

menyuntikkan 0,1cc tuberculin P.P.D. (Purified Protein Derivative) intrakutan

berkekuatan 5 T.U. (Intermediate Strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U.

dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U (first strength). Kadang-kadang bila dengan 5 T.U.

masih memberikan hasil negative dapat diulangi dengan 250 T.U. (Second Strength). Bila

dengan 250 T.U. masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat

disingkirkan. Umumnya tes Mantoux dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti.3

Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah

mengalami infeksi m.tuberkulosis, m.bovis, vaksinasi BCG, dan mycobacteria pathogen

lainnya. Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Pada penularan dengan

kuman pathogen baik yang virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosae atau

BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi

selular pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral yang

dalam perannya akan menekankan antibodi selular.3

Bila pembentukan antibody selular cukup misalnya pada penularan dengan kuman

yang sangat virulen dan jumlah kuman sangat besar atau pada keadaan dimana

pembentukan antibody humoral amat berkurang (pada hipogama-globulinemia), maka

akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.

Setelah 48-72 jam tuberculin disuntkkan, akan timbul reaksi berupaindurasi-

kemerahan yangterdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody

selular dan antigen tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibody selular

dan antigen tuberculin amat dipengaruhi oleh antibody humoral, makin besar pengaruh

antibody humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkan.3

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux ini dibagi dalam:

1. Indurasi 0-5 mm (diameternya), hasil tes mantoux negative (golongan no

sensitivity)

4

Page 5: riwayat pengobatan tuberkulosis

2. Indurasi 6-9 mm (diameternya), hasil tes mantoux meragukan (golongan low

grade sensitivity)

3. Indurasi 10-15 mm (diameternya), hasil tes mantoux positif (golongan normal

sensitivity)

4. Indurasi >15 mm (diameternya), hasil tes mantoux positif kuat (golongan

hypersensitivity)

Biasanya hamper seluruh pasien tuberculosis memberikan hasil positif (99,8%).

Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi

dengan Mycobacterium lainnya. Negative palsu banyak ditemui daripada positif palsu.

Hal-hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negative palsu) yakni:

1. Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis.

2. Anergi, penyakit sistemik berat (sarcoidosis, LE)

3. Penyakit eksantematous dengan panas yang akut (morbili cacar air, poliomyelitis)

4. Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)

5. Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresi lainnya.

6. Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.

Untuk pasien dengan HIV positif, tes mantoux dengan ukuran +/- 5mm dinilai positif.

Working Diagnosis

Pada kasus ini, sudah jelas sekali diagnosis kerja yang diambil adalah tuberculosis

dalam pengobatan, hal ini didukung dengan datangnya pasien yang bertujuan untuk

mengetahui kondisi penyakit TB parunya, dan sudah memilki riwayat pengobatan dua kali,

yang pertama pasien hanya minum obat sekitar 1 bulan. Saat ini pasien menjalani pengobatan

TB yang kedua kalinya, dan mendapat obat suntik yang sudah berjalan selama 6 bulan.3

Differential Diagnosis

MDR-TB (multidrug resistant tuberculosis)

5

Page 6: riwayat pengobatan tuberkulosis

Multi drug resistance TB (MDR-TB) disebabkan oleh organisme yang resisten

terhadap obat anti tuberculosis yang paling efektif, yaitu isoniazid dan rifampisin. MDR-TB

merupakan hasil dari infeksi dari organisme yang memang sudah resisten terhadap obat atau

timbul saat pasien sedang terapi, namun terhenti. Fluorokuinolon merupakan golongan paling

kuat antara obat-obat lini kedua untuk terapi MDR-TB. Pasien MDR-TB yang disertai

resistensi terhadap golongan fluorokuinolon memiliki manifestasi klinik yang lebih serius

dibandingkan dengan yang tidak. Penyakit ini lebih susah diterapi, dan lebih berisiko untuk

menajadi XDR-TB, dan memunkinkan resistensi terhadap obat-obat lini kedua yang lain.3

XDR-TB (extensively drug-resistant tuberculosis)

XDR-TB merupakan bentuk TB yang resisten terhadap setidaknya empat obat inti

anti TBC. XDR-TB mencakup resistensi terhadap dua obat anti tuberculosis yang paling

efektif, isoniazid dan rifampisin, sama seperti MDR-TB, ditambahkan dengan resistensi

terhadap golongan fluorokuinolon (seperti ofloxacin atau moxifloxacin), dan terhadap satu

dari tiga obat second-line therapy (amikacin, capreomycin, atau kanamycin). MDR-TB dan

XDR-TB membutuhkan terapi lebih banyak dibandingkan dengan TB yang tidak resisten,

dan membutuhkan kegunaan obat dari secon-line therapy yang lebih mahal dan mempunyai

efek samping yang lebih banyak dari first-line therapy.

TDR-TB (total drug-resistant tuberculosis)

Istilah tahan benar-benar obat belum jelas unuk TB. Sementara konsep ‘resistensi obat

total’ mudah dimengerti secara umum, dalam prakteknya, in vitro teskerentanan terhadap

obat secara teknis menantang. XDR-TB sangant mengurangi pilihan untuk pengobatan

meskipun mereka belum dipelajari dalam kohort besar. Pilihan pengobatan untuk pasien

XDR-TB yang memiliki ketahanan terhadap lini kedua obat anti-TB tambahan bahkan lebih

terbatas.

Etiologi

6

Page 7: riwayat pengobatan tuberkulosis

Mikobakteria adalah bakteri obligat aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk

spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan penghilangan

warna (dekolorisasi) oleh asam atau alkohol dan karena itu dinamakan basil "tahan-asam".

Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberkulosis dan merupakan patogen yang sangat

penting bagi manusia.

Dalam jaringan, basil tuberkel merupakan batang ramping lurus berukuran kira-kira

0,4 x 3 pm. Mikobakteria tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram-positif atau gram-negatif.

Sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan

alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Basil tuberkel yang sebenar-nya ditandai oleh sifat

"tahan-asam"—misalnya, 95% etil alkohol yang mengandung 3% asam hidroklorida (asam-

alkohol) dengan cepat akan menghilangkan warna semua bakteri kecuali mikobakteria. Sifat

tahan-asam ini bergantung pada integritas struktur selubung berlilin.4

Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi paling umum di dunia, dengan

perkiraan sepertiga populasi terinfeksi dan 2,5 juta orang meninggal setiap tahun.

Insidensinya yang menurun telah berbalik, dengan peningkatan di negara berkembang dan

negara maju sejak pertengahan 1980-an: human immunodeficiency virus (HIV)

menyebabkan banyak epidemi baru. Mycobacterium tuberculosis: menginfeksi 8,7 juta kasus

baru pada.tahun 2000 dengan angka insidensi global yang meningkat sebanyak 0,4% per

tahun. Infeksi baru dalam jumlah banyak terdapat di Asia tenggara (3 juta) dan Afrika (2

juta). Sepertiga pasien dengan tuberkulosis di Afrika mengalami koinfeksi dengan HIV. Pada

tahun 2005, WHO memprediksi bahwa akan terdapat 10,2 juta kasus baru dan Afrika akan

memiliki lebih banyak kasus daripada daerah lainnya (hampir 10% setiap tahun). Di Inggris

jumlah kasus meningkat dengan kasus di London mengalami peningkatan sebesar 40% antara

tahun 1999 dan 2000 ,lebih sering terjadi pada kondisi tertentu ketika kerentanan HIV

meningkat, silikosis, immunocompromised, keganasan (terutama leukemia dan limfoma),

diabetes melitus tergantung insulin, gagal ginjal kronik, dan penyakit saluran pencernaan

dengan malnutrisi.5

Patogenesis

7

Page 8: riwayat pengobatan tuberkulosis

Tuberkulosis menyebar dari orang-ke-orang melalui rute aerosol. Paru merupakan

tempat infeksi pertama. Sebagian besar infeksi menghilang dan menyisakan jaringan parut

lokal (kompleks primer). Infeksi dapat menyebar dari fokus primer ke seluruh tubuh

(penyebaran rnilier). Infeksi ini dapat sembuh spontan atau berkembang menjadi infeksi lokal

(misalnya meningitis). Resistensi terhadap tuberkulosis bergantung pada fungsi sel T.

Penyakit dapat mengalami reaktivasi jika imunitas menurun (diperkirakan risiko reaktivasi

sepanjang hidup adalah 10%). Pada individu immunocompromised seperti pasien yang positif

HIV, infeksi cenderung berkembang menjadi penyakit yang bergejala.3

Mycobacterium tuberculosis diingesti oleh makrofag, tetapi dapat lolos dari

fagolisosom untuk kemudian bermultiplikasi dalam sitoplasma. Respon imun yang hebat

menyebabkan destruksi jaringan setempat (kavitasi pada paru) dan efek sistemik yang

diperantarai oleh sitokin (demam dan penurunan berat badan). Bermacam-macam antigen

telah diidentifikasi sebagai kemungkinan penentu virulensi, termasuk lipoarabinomanan

(menstimulasi sitokin dan superoksida dismutase (memacu kelangsungan hidup

intramakrofag).

Gejala Klinis

Mycobacterium tuberculosis dapat mempengaruhi semua organ tubuh: menyerupai

baik peradangan maupun penyakit keganasan. Tuberkulosis paru dapat muncul dalam bentuk

batuk kronik, hemoptisis, demam, dan penurunan berat badan, atau sebagai pneumonia

bakterial yang rekuren. Jika tidak diobati, infeksi dapat berkembang menjadi rangkaian

penyakit yang kronik dan terus memburuk.3

Penataklasaan

Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis yakni:

- Aktivitas bakterisid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih

aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukru dari kecepatan obat tersebut membunuh atau

melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil negative (2 bulan dari

permulaan pengobatan).6

- Aktivitas sterilisasi

8

Page 9: riwayat pengobatan tuberkulosis

Di sini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat

(metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah

pengobatan dihentikan.

Paduan obat

Dalam riwayat kemoterapi terhadap tuberculosis dahulu dipakai satu macam obat saja.

Kenyataannya dengan pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi karena sebagia

besar kuman tuberculosis memang dapat dimatikan tetapi sebagian kecil tidak. Kelompok

kecil yang resisten ini malah berkembang dan menimbulkan efek resisten. Untuk mencegah

terjadinya resistensi ini, terapi tuberculosis dilakukan dengan memakai paduan obat,

sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat bakterisid.6

Dengan memakai paduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena:

- Jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih

- Pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah terhadap INH

Tetapi belakangan ini di beberapa Negara banyak terdapat resistensi terhadaplebih dari satu

obat (multi drug resistance) terutama terhadap INH dan rifampisin.

Obat primer

1. Isoniazid

Isoniazid merupakan obat utama untuk tuberculosis. Seluruh pasien dengan penyakit

yang disebabkan oleh galur yang sensitive sebaiknya menerima obat ini jika mereka

dapat mentoleransinya. Isoniazid bekerja dengan cara menghambat biosintesis asam

mikolat

2. Rifampisin

Rifampisisn (rifampisin, rifabutin, rifapentin) merupakan antibiotic makrosiklik.

Rifampisin bersifat bakterisid untuk mikroorganisme intraseluler maupun

ekstraseluler.

3. Pirazinamid

Pirazinamid menunjukan aktivitas antibiotic secara in vitro hanya pada pH yang

sedikit asam. Ini tidak menimbulkan masalah karena pirazinamida membunuh basilus

tuberkulum yang terletak pada fagosom asam di dalam makrofag

4. Streptomisin

9

Page 10: riwayat pengobatan tuberkulosis

Streptomisin bersifat bakterisid untuk basilus tuberkulum secara in vitro. Mayoritas

galur M. tuberculosis sensitif terhadap streptomisin. Streptomisin secara in vivo tidak

mengeradikasi basilus tuberkulum, kemungkinan karena obat ini tidak mudah

memasuki sel hidup sehingga tidak dapat membunuh mikroba intraseluler.

5. Etambutol

Etionamida menghambat pertumbuhan mikrobakteri dengan cara menghambat

biosintesis asam mikolat dan mengakibatkan gangguan pada sintesis dinding sel.6

Obat Sekunder

1. Kanamisin 8. Kapreomisin

2. PAS (Para Amino Salicylic acid) 9. Amikasin

3. Tiasetazon 10. Ofloksasin

4. Etionamid 11. Siprofloksasin

5. Protionamid 12. Norfloksasin

6. Sikloserin 13. Klofazimin

7. Viomisin

Sebelum ditemukan rifampisin, metode terapi tuberculosis paru adalah dengan system

jangka panjang (terapi standar) yakni : INH (H) + streptomisin (S) + PAS atau etambutol (E)

tiap hari dengan fase initial selama 1-3 bulan dan dilanjutkan dengan INH + etambutol atau

PAS selama 12-18 bulan.

Setelah rifampisin ditemukan paduan obat menjadi INH + Rifampisin + streptomisin atau

etambutol setiap hari (fase initial) dan diteruskan dengan INH + rifampisin atau etambutol

(fase lanjut).

Paduan ini selanjutnya berkembang menjadi terapi jangka pendek, dengan memberikan

INH + rifampisin + streptomisin atau etambutol atau pirazinamid (Z) setiap hari sebaga fase

initial selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan INH + rifampisin atau etambutol atau

streptomisin 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan, sehingga lama pengobatan keseluruhan

menjadi 6-9 bulan.

Paduan obat yang di pakai di Indonesia dan di anjurkan juga oleh WHO adalah :

2RHZ/4RH dengan variasi 2 RHS/4RH, 2 RHZ/4R3H3, 2 RHS/4R2H2, dll. Untuk

tuberkulosis paru yang berat (milier) dan tuberkulosis ekstraparu, terapi tahap lanjutan

diperpanjang menjadi 7 bulan sehingga paduannya menjadi 2 RHZ/7 RH, dll.

10

Page 11: riwayat pengobatan tuberkulosis

Dengan pemberian terapi jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan seperti

waktu pengobatan lebih singkat, biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih rendah,

jumlah pasien yang membangkang menjadi berkurang, dan tenaga pengawas pengobatan

menjadi lebih hemat/efisien.

Oleh karena itu Departemen Kesehatan Rl dalam rangka program pemberantasan

penyakit tuberkulosis paru lebih menganjurkan terapi jangka pendek dengan paduan obat

HRE/5 H2R2 (isoniazid + rifampisin + etambutol setiap hari selama satu bulan, dan dilan-

jutkan dengan isoniazid + rifampisin 2 kali seminggu selama 5 bulan), daripada terapi jangka

panjang HSZ/11 H2Z2.(INH + streptomisin + pirazinamid 2 kali seminggu 11 bulan).

Terapi jangka pendek yang semula dianjurkan oleh WHO belakangan ini mendapat

hambatan-hambatan antara lain karena obat rifampisin dan pirazinamid tidak dapat diterima

pasien karena harganya relatif mahal. Di negara-negara yang sedang berkembang,

pengobatan jangka pendek ini banyak yang gagal mencapai kesembuhan yang ditargetkan

(cure rate) yakni 85% karena program pengobatan yang kurang baik, kepatuhan ber-obat

pasien yang buruk, sehingga menimbulkan populasi tuberkulosis makin meluas, resistensi

obat makin banyak.

Pemberian dosis diatur berdasarkan berat badan yakni : kurang dari 33 kg, 33-50 dan lebih

dari 50 kg. Pengobatan dibagi atas 4 kategori yakni: -

Kategori I Ditujukan terhadap:

- Kasus baru dengan sputum positif.

- Kasus baru dengan bentuk tuberkulosis berat seperti meningitis, tuberkulosis dise-minata,

perikarditis, peritonitis, pleuritis, spondilitis dengan gangguan neurologis, kelainan paru

yang luas dengan BTA negatif, tuberkulosis usus, tuberkulosis genitouri-narius.

- Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan 2 RHZS (E). Bila setelah 2 bulan BTA

menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 2 bulan masih tetap

positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4 minggu dengan 4 macam obat.

Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH rendah, tahap intensif cukup diberikan

3 macam obat saja yakni RHZ.

- Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4 RH atau 4 R3H3. Pasien dengan

tuberkulosis berat (meningitis, tuberkulosis diseminata, spondilitis dengan kelainan

neurologis), R dan H harus diberikan tiap hari selama 6-7 bulan. Paduan obat altematif adalah

6 HE (T).

11

Page 12: riwayat pengobatan tuberkulosis

Kategori II Ditujukan terhadap:

- Kasus kambuh.

- Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Pengobatan tahap intensif selama 3 bulan dengan 2 RHZSE/1 RHZE. Bila setelah tahap

intensif BTA menjadi negatif, maka diteruskan dengan tahap lanjutan. Bila setelah 3 bulan

tahap intensif BTA tetap positif, maka tahap intensif tersebut diperpanjang lagi 1 bulan

dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan BTA masih juga positif, pengobatan dihentikan selama 2-

3 hari, lalu diperiksa biakan dan resistensi terhadap BTA dan pengobatan diteruskan dengan

tahap lanjutan. Bila pasien masih mempunyai data resistensi BTA dan ternyata BTA masih

sensitif terhadap semua obat dan setelah tahap intensif BTA menjadi negatif, maka tahap

lanjutan dapat diubah menjadi sama dengan kategori I dengan pengawasan yang ketat. Bila

data menunjukkan resisten terhadap R dan H, maka kemungkinan keberhasilan menjadi kecil.

Bila sputum BTA masih tetap positif setelah selesai tahap lanjutan, maka pasien tidak perlu

diobati lagi.

Kategori III Ditujukan terhadap :

- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.

- Kasus tuberkulosis ekstraparu selain dari yang disebut dalam kategori I

Pengobatan tahap intensif dengan paduan 2RHZ atau 2R3H3Z3. Bila kelainan paru

lebih luas dari 10 cm2 atau pada tuberkulosis ekstra paru dengan remisi belum sempurna,

maka tahap lanjutan diperpanjang lagi dengan H saja selama 4 bulan lagi. Paduan obat

alternatif adalah 6 HE (T).

Kategori IV

Ditujukan terhadap kasus tuberkulosis kronik. Prioritas pengobatan di sini rendah.

Terdapat resistensi obat-obat antituberkulosis (sedikit-nya R dan H), sehingga masalahnya

jadi rumit. Pasien mungkin perlu dirawat beberapa bulan dan diberikan obat-obat antituber-

kulosis tingkat dua yang kurang begitu efektif, lebih mahal dan lebih toksis. Di negara maju

dapat diberikan obat-obat antituberkulosis eksperimental sesuai dengan sensitivitasnya,

sedangkan negara yang kurang mampu cukup dengan pemberian H seumur hidup dengan

harapan dapat mengurangi infeksi dan penularan.

Departemen Kesehatan Rl dalam program baru pemberantasan tuberkulosis paru telah

mulai dengan paduan obat: 2 RHZE/4 R3H3 (kategori I), 2 RHZSE/1 RHZE/5 R3H3E3 (kat

II), 2 RHZ/2 R3H3 (kat III).

12

Page 13: riwayat pengobatan tuberkulosis

Dosis obat7

Tabel di bawah ini menunjukkan dosis obat yang dipakai (di Indonesia) secara harian

maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien.

Tabel1. Dosis obat2

Efek samping obat8

Dalam pemakaian obat-obat antituberkulosis tidak jarang ditemukan efek samping yang

mempersulit sasaran pengobatan. Bila efek samping ini ditemukan, mungkin obat anti-

tuberkulosis yang bersangkutan masih dapat diberikan dalam dosis terapeutik yang kecil,

tetapi bila efek samping ini sangat mengganggu, obat antituberkulosis yang bersangkutan

harus dihentikan pemberiannya, dan pengobatan tuberkulosis dapat diteruskan dengan obat

lain. Perlu diketahui bahwa semua obat anti tuberkulosis mempunyai efek samping yang

kadarnya berbeda-beda pada tiap-tiap individu.

Adapun efek samping tiap-tiap obat tersebut ialah :

INH : neuropati perifer (hal ini dapat dicegah dengan pemberian vitamin B6),

hepatotoksik

Rifampisin : sindrom.flu,hepatotoksik

Streptomisin : nefrotoksik,gangguan nervus VIII kranial.

Etambutol : neuritis optika,nefrotoksik, skin rash/dermatitis.

Etionamid : hepatotoksik,gangguan pencernaan.

PAS : hepatotoksik, gangguan pencernaan

Evaluasi pengobatan9

13

Dosis harian Dosis berkala

Nama obat BB < 50 kg BB > 50 kg 3 x seminggu

Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg

Rifampisin 450 mg 600 mg 600 mg

Pirazinamid 1.500 mg 2.000 mg 2-3 g

Streptomisin 750 mg 1.000 mg 1.000 mg

Etambutol 750 mg 1.000 mg 1-1.5 g

Etionamid 500 mg 750 mg -

PAS 99 10 g -

Page 14: riwayat pengobatan tuberkulosis

Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negatif.

Pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. WHO (1991) menganjurkan

kontrol sputum BTA langsung dilakukan pada akhir bulan ke-2,4, dan 6. Pada yang memakai

paduan obat 8 bulan sputum BTA diperiksa pada akhir bulan ke-2, 5, dan 8. Biakan BTA

dilakukan pada permulaan, akhir bulan ke 2 dan akhir pengobatan. Pemeriksaan resistensi

dilakukan pada pasien baru yang BTA-nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal

terapi bagi pasien yang mendapatkan pengobatan ulang (retreatment). Bila sudah negatif,

sputum BTA tetap diperiksakan sedikitnya sampai 3 kali berturut-turut. Sputum BTA

sebaiknya tetap diperiksa untuk kontrol pada kasus-kasus yang dianggap selesai

pengobatan/sembuh. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, yaitu terdapat

sputum BTA positif tanpa disertai keluhan-keluhan tuberkulosis yang relevan pada kasus-

kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi yakni BTA positif pada 3 kali-

pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti pasien mulai kambuh lagi. Radiologis. Evaluasi

radiologis juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Beberapa ahli kedokteran

menyatakan evaluasi radiologis ini sebenarnya kurang begitu berperan dalam evaluasi

penyakitnya. Bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir pengobatan

sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh. Jika keluhan

pasien tetap tidak berkurang (misalnya tetap batuk-batuk), dengan pemeriksaan radiologis

dapat dilihat keadaan tuberkulosis parunya atau adakah penyakit lain yang menyertai-nya.

Karena perubahan gambaran radiologis tidak secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto

dada dilakukan setiap 3 bulan sekali.

Bila secara bakteriologis ada perbaikan tetapi klinis dan radiologis tidak, harus dicurigai

penyakit lain di samping tuberkulosis paru. Bila secara klinis, bakteriologis dan radiologis

tetap tidak ada perbaikan padahal pasien sudah diobati dengan dosis yang adekuat serta

teratur, perlu dipikirkan adanya gangguan imunologis pada pasien tersebut, antara lain AIDS

Kegagalan Pengobatan9

Sebab-sebab kegagalan pengobatan:

a. Obat:

- Paduan obat tidak adekuat.

- Dosis obat tidak cukup.

- Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang diberikan.

- Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya.

- Terjadi resistensi obat.

14

Page 15: riwayat pengobatan tuberkulosis

- Resistensi obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1-2 bulan pengobatan tahap

intensif, tidak terlihat perbaikan. Di Amerika Serikat prevalensi pasien yang resisten

terhadap OAT makin meningkat dan sudah mencapai 9%. Di negara yang sedang

berkembang seperti di Afrika, diperkirakan lebih tinggi lagi. BTA yang sudah resisten

terhadap OAT saat ini sudah dapat dideteksi dengan cara PCR-SSCP {Polymerase Chain

Reaction-Single Stranded Confinnation Polymorphism) dalam waktu 1 hari.

b. Drop out:

- Kekurangan biaya pengobatan.

- Merasa sudah sembuh.

- Malas berobat / kurang motivasi.

c. Penyakit

- Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat.

- Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis seperti diabetes melitus, alkoholisme, dll.

- Adanya gangguan imunologis.

Sebab-sebab kegagalan pengobatan yang terbanyak adalah karena kekurangan biaya

pengobatan atau merasa sudah sembuh. Kegagalan pengobatan ini dapat mencapai 50% pada

terapi jangka panjang, karena sebagian besar pasien tuberkulosis adalah golongan yang tidak

mampu sedangkan pengobatan tuberkulosis memerlukan waktu lama dan biaya banyak.

Untuk mencegah kegagalan pengobatan ini perlu kerjasama yang baik dari dokter dan

paramedis lainnya serta motivasi pengobatan tersebut terhadap pasien. Penanggulangan

terhadap kasus-kasus yang gagal ini adalah :

a) Terhadap pasien yang sudah berobat secara teratur.

- Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara

pemberiannya.

- Lakukan pemeriksaan uji kepekaan/tes resistensi kuman terhadap obat.

- Bila sudah dicoba dengan obat-obat yang masih peka, tetapi temyata gagal juga, maka

pertimbangkan terapi dengan pembedahan terutama pada pasien dengan kavitas atau

destroyed lung.

b) Terhadap pasien dengan riwayat pengobatan tidak teratur.

15

Page 16: riwayat pengobatan tuberkulosis

- Teruskan pengobatan lama selama + 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap-tiap

bulan.

- Nilai kembali tes resistensi kuman terhadap obat.

- Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih

sensitif.

Pengobatan pembedahan10

Pasien kambuh adalah pasien yang telah menjalani terapi TB adekuat dan sudah di-

nyatakan sembuh oleh dokter secara klinis, mikrobiologis maupun radiologis, kemudian pada

evaluasi berikutnya terdapat gejala klinis tuberkulosis positif (mikrobiologi positif). Terapi

bedah, banyak dilakukan dalam upaya pe-nyembuhan pasien tuberkulosis paru yang kambuh.

Pada saat ini dengan banyaknya obat-obat yang bersifat bakterisid, terapi bedah jarang sekali

dilakukan terhadap pasien-tuberkulosis paru.

Indikasi terapi bedah saat ini adalah :

a. pasien dengan sputum BTA tetap positif (persisten) setelah pengobatan diulang,

b. pasien dengan batuk darah masif atau berulang.

Di samping syarat toleransi operasi (spiro-metri, analisis gas darah dll) diperlukan juga

syarat adanya obat-obat antituberkulosis yang masih sensitif. Obat-obat antituberkulosis ini

tetap diberikan sampai 6 bulan setelah operasi.

Hasil operasi pasien dengan sputum BTA tetap positif, sebagian besar BTA menjadi negatif

di samping perbaikan keluhan-keluhan-nya, sehingga dapat dikatakan tindakan bedah sangat

berarti dalam penyembuhan pasien.

Pencegahan

- Vaksinasi BCG

Dari beberapa peneliti diketahui bahwa vaksinasi BCG yang telah dilakukan pada anak-

anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagian saja, yakni 0-80%. Tetapi BCG

masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan terhadap tuberkulosis berat

(meningitis, tuberkulosis milier dll) dan tuberkulosis ekstra paru lainnya.

16

Page 17: riwayat pengobatan tuberkulosis

- Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis terhadap tuberkulosis merupakan masalah tersendiri dalam penang-

gulangan tuberkulosis paru di samping diagnosis yang cepat dan pengobatan yang adekuat

Isoniazid banyak dipakai selama ini karena harganya murah dan efek sampingnya sedikit

(terbanyak hepatitis dengan frekuensi 1%, sedangkan yang berusia lebih dari 50 tahun adalah

2%).

Obat altematif lain setelah Isoniazid adalah Rifampisin. Beberapa peneliti pada IUAT

(International Union Against Tuberculosis) menyatakan bahwa profilaksis dengan INH

diberikan selama 1 tahun, dapat menurunkan insidens tuberkulosis sampai 55-83%, dan yang

kepatuhan minum obatnya cukup baik dapat mencapai penurunan 90%. Yang minum obatnya

tidak teratur (intermittent), efekvitasnya masih cukup baik. Lama profilaksis yang optimal

belum diketahui, tetapi banyak peneliti menganjurkan waktu antara 6-12 bulan terhadap

tersangka dengan hasil uji tuberkulin yang diametemya lebih dari 5-10 mm. Yang mendapat

profilaksis 12 bulan adalah pasien HIV positif dan pasien dengan kelainan radiologis dada.

Yang lainnya seperti kontak tuberkulosis dan sebagainya cukup 6 bulan saja. Pada negara-

negara dengan populasi tuberkulosis tinggi sebaiknya profilaksis diberikan terhadap semua

pasien HIV positif dan pasien yang mendapat terapi imunosupresi

Prognosis

Tanpa pengobatan yang adekuat, tuberkulosis bisa menjadi fatal. Penyakit aktif yang tidak

diobati ini biasanya menyerang paru-paru, namun dapat menyebar ke bagian tubuh lain

melalui aliran darah, seperti tulang, otak, hati atau ginjal, jantung, dan rongga abdomen,

sehingga prognosisnya bisa lebih buruk, apalagi pada pasien dengan resistensi obat.

17

Page 18: riwayat pengobatan tuberkulosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010. h. 3-6, 56-9,

65, 67-72.

2. Gleadle J. At a glance: anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga;2005. h.

175

3. Soematri ES, Uyainah A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke 3. Jakarta: FK UI.

2003.h.33-881.

4. Jawetz E,Melnick J,Adelberg E. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta :EGC; 2008. h.

302-9

5. Mandal BK,Wilkins EGL,Dunbar EM,White M. Lecture notes: penyakit

infeksi.Jakarta : Erlangga,2009.h.220

6. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologi medis dan infeksi. Jakarta:

Erlangga;2009. h. 40-1

7. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinis. Ed.2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2012.h.97.

8. Pratiwi ST. Mikrobiologi farmasi. Jakarta: Erlangga;2008.h.165-7

9. Katzung BG. Farmakologi dasar & klinik. ed. 10. Jakarta: EGC; 2012. h. 796-9, 805.

10.Brunton L. parker K. bluementhal D. Buxton I. Goodman & gilman: manual

farmakologi dan terapi. Jakarta: EGC;2008.h.742-50

18