REFRAT Vertigo
-
Upload
febry-setiawan -
Category
Documents
-
view
34 -
download
3
description
Transcript of REFRAT Vertigo
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LatarBelakang.
Manusia berjalan dengan kedua tungkainya relative kurang stabil
dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan dengan empat kaki, sehingga
lebih memerlukan informasi posisi tubuh relative terhadap lingkungan, selain itu
diperlukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi dengan perubahan
sekelilingnya. Informasi tersebut diperoleh dari sistem keseimbangan tubuh yang
melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor, serta sistem vestibuler dan
serebelum sebagai pengolah informasinya, selain itu fungsi penglihatan juga
berperan dalam memberikani nformasi rasa sikap dan gerak anggota tubuh.
Sistem tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi untuk selanjutnya diolah
di susunan saraf pusat.2,3
Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan
sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti
berjungkir balik. Vertigo merupakan masalah kesehatan yang nyata pada
masyarakat. Pasien mengalami kesulitan dalam mengungkapkan timbulnya gejala.
Dokter umum dan spesialis yang memeriksa seringkali memiliki pengetahuan
yang terbatas mengenai sistem vestibuler, disamping itu tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang tersedia untuk mendiagnosis vertigo.1,2,3
Vertigo bukanlah suatu penyakit, melainkan gejala yang diakibatkan oleh
penyakit yang mengganggu sistem vestibular yang terbagi menjadi vertigo perifer
(akibat gangguan pada sistem saraf perifer) dan vertigo sentral (akibat gangguan
pada saraf vestibular atau hubungan sentral menuju batang otak atau
cerebellum).10
Angka kejadian vertigo di Amerika Serikat berkisar 64 dari 100.000 orang,
wanita cenderung lebih sering terserang (64%), kasus Benigna Paroxysmal
Positional Disease (BPPV) sering terjadi pada usia rata-rata 51-57 tahun, jarang
pada usia 35 tahun tanpa riwayat trauma kepala (George, 2009). Menurut survey
dari Department of Epidemiology, Robert Koch Institute Germany pada populasi
umum di Berlin tahun 2007, prevalensi vertigo dalam 1 tahun 0,9%, vertigo akibat
1
2
migren 0,89%, untuk BPPV 1,6%, vertigo akibat Meniere’s Disease 0.51%. Pada
suatu follow up study menunjukkan bahwa BPPV memiliki resiko kekambuhan
sebanyak 50% selama 5 tahun. Di Indonesia, data kasus di R.S. Dr Kariadi
Semarang menyebutkan bahwa kasus vertigo menempati urutan ke 5 kasus
terbanyak yang dirawat di bangsal saraf.11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Anatomi sistem keseimbangan dibagi menjadi sistem vestibuler perifer
dan sistem vestibuler sentral. Sistem vestibuler perifer terdiri dari organ vestibuler
atau kanalis semisirkularis, ganglion vestibularis dan nervus vestibularis.
Sedangkan sistem vestibuler sentral terdiri dari nukleus vestibularis, batang otak
(brain stem), serebellum, dan korteks serebri. Berikut ini adalah anatomi sistem
keseimbangan: (?????? Dapus )
3
Gambar 1. Sistem vestibular perifer (kanalis semisirkularis, ganglion semisirkularis dan
N. VIII)
Susunan vestibular yang terdiri dari kanalis semisirkularis dengan krista
ampularisnya, urtikulus dan sakulus dengan makulanya, dan N.VIII serta inti-inti
vestibular dibagian dorso-lateral medulla oblongata. Inti vestibularis terdiri dari
empat bagian yaitu nukleus vestibularis medialis, nukleus vestibularis lateralis,
nukelus vestibularis superior, dan nucleus vestibularis spinalis. Sebagian serabut
nervus vestibularis berakhir di inti vestibularis tersebut, sedangkan bagian lainnya
tidak berakhir di inti vestibularis, tetapi berjalan langsung menuju serebelum dan
berakhir di lobus flokulonodularis. Dari nukelus vestibularis superior, medius, dan
spinalis keluar serabut yang bergabung dengan fasikulus longitudinalis medialis
untuk berakhir pada inti-inti saraf otot-otot bola mata kedua sisi. Dari nukelus
vestibularis lateralis keluar serabut-serabut yang menuju medulla spinalis, disebut
traktus vestibulospinalis. Serabut ini berjalan dalam funikulus ventralis medulla
spinalis yang sama dan berakhir pada motor neuron medulla spinalis. Hubungan-
hubungan tadi merupakan lingkaran refleks yang mengatur gerakan kepala dan
mata sebagai jawaban rangsangan vestibularis yang dihasilkan oleh perubahan
posisi kepala. Rangsangan yang kuat pada kanalis semisirkulasi, saraf vestibularis
atau inti vestibularis dapat menimbulkan nistagmus.12
Pada sistem vestibular terdapat utrikulus dan sacculus yang merupakan
dua kantung dalam labirin membran, berlokasi di telinga dalam dengan makula
sebagai organ reseptornya. Pada permukaan makula terdapat lapisan gelatin
disertai adanya endapan kalsium yang disebut otolit. Otolit ini lebih padat dari
endolimfa dan bereaksi terhadap gaya gravitasi. Peranan vestibular terhadap
kontrol postural adalah mengatur tonus otot terhadap gravitasi, sebagai pengatur
keseimbangan center of mass (COM), dan mengatur keseimbangan pada
kecepatan rendah (slow tendem walk test). (???????dapus)
4
Gambar 2. Brain stem dan thalamus
Serebelum. Impuls proprioseptif dari reseptor di sendi dan otot diteruskan
ke serebelum. Selanjutnya melalui bagian –bagian dari serebelum dan nukelus
festigius impuls proprioseptif tersebut mempengaruhi inti vestibular.12
Korteks serebri dan batang otak. Impuls keseimbangan dari serebelum dan
inti vestibularis akan diteruskan kepada pusat pola gerakan volunteer dan
reflektorik di tingkat korteks serebri. Berdasarkan informasi tersebut gerakan dan
sikap semua bagian dari tubuh direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan
gerakan dan sikap tubuh yang mendahuluinya sehingga stabilitas tubuh dengan
semua bagian-bagiannya terpelihara. Disamping itu korteks serebri juga mengatur
gerakan involunter visceral melalui inti vestibularis yang selanjutnya
mempengaruhi inti saraf glosofaringeus dan fagus.12
Dengan demikian gangguan pada susunan vestibular akan mengakibatkan
antara lain kecenderungan untuk jatuh atau penyimpangan gerakan volunter
kearah lesi, nistagmus ritmik, mual dan muntah.12
2.2 Vertigo
2.2.1 Definisi
5
Vertigo adalah ilusi terhadap gerakan atau rasa bergerak dari tubuh.
Penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak, padahal
lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal tidak.
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang artinya memutar. Vertigo
termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing,
pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik.
Vertigo juga dikenal dengan BPPV yang merupakan gangguan klinis yang sering
terjadi dengan karakteristik serangan vertigo di perifer, berulang dan singkat,
sering berkaitan dengan perubahan posisi kepala dari tidur, melihat ke atas,
kemudian memutar kepala.1,2
2.2.2 Klasifikasi (???????dapus)
Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan
sekitarnya. Persepsi gerakan bisa berupa:
a. Vertigo vestibular adalah rasa berputar yang timbul pada gangguan
vestibular.
b. Vertigo non vestibular adalah rasa goyang, melayang, mengambang yang
timbul pada gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual.
Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu:
1. Vertigo vestibular perifer.
Terjadi pada lesi di labirin dan nervus vestibularis.
2. Vertigo vestibular sentral.
Timbul pada lesi di nucleus vestibularis batang otak, thalamus sampai ke
korteks serebri.
2.2.3 Etiologi (???????dapus)
Vertigo merupakan suatu gejala dengan berbagai penyebabnya, antara lain:
akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyaknya aliran darah ke otak dan lain-lain. Secara spesifik,
penyebab vertigo, adalah:
1) Vertigo vestibular.
6
a. Vertigo perifer disebabkan oleh Benign Paroxismal Positional Vertigo
(BPPV), Meniere’s Disease, neuritis vestibularis, oklusi arteri labirin,
labirinitis, obat ototoksik, autoimun, tumor nervus VIII, microvaskular
compression, fistel perilimfe.
b. Vertigo sentral disebabkan oleh migren, CVD, tumor, epilepsi,
demielinisasi, degenerasi.
2) Vertigo non vestibular.
Disebabkan oleh polineuropati, mielopati, artrosis servikalis, trauma leher,
presinkop, hipotensi ortostatik, hiperventilasi, tension headache, penyakit
sistemik.
2.2.4 Epidemiologi (???????dapus)
BPPV adalah gangguan klinis yang sering terjadi dengan karakteristik
serangan vertigo di perifer, berulang dan singkat, sering berkaitan dengan
perubahan posisi kepala dari tidur, melihat ke atas, kemudian memutar kepala.
BPPV adalah penyebab vertigo dengan prevalensi 2,4 % dalam kehidupan
seseorang. Studi yang dilakukan oleh Bharton pada tahun 2011 menyatakan
bahwa prevalensi akan meningkat setiap tahunnya berkaitan dengan
meningkatnya usia sebesar 7 kali atau seseorang yang berusia di atas 60 tahun
dibandingkan dengan 18-39 tahun. BPPV lebih sering terjadi pada wanita
daripada laki-laki.
2.2.5 Gambaran Klinis(???????dapus)
1. Anamnesis.
a. Vertigo vestibular.
Menimbulkan sensasi berputar, timbulnya episodik, diprovokasi oleh
gerakan kepala, bisa disertai rasa mual atau muntah.
1) Vertigo vestibular perifer timbulnya lebih mendadak setelah perubahan
posisi kepala dengan rasa berputar yang berat, disertai mual atau
muntah dan keringat dingin. Bisa disertai gangguan pendengaran berupa
tinitus, atau ketulian, dan tidak disertai gejala neurologik fokal seperti
hemiparesis, diplopia, perioralparestesia, paresis fasialis.
7
2) Vertigo vestibular sentral timbulnya lebih lambat, tidak terpengaruh
oleh gerakan kepala. Rasa berputarnya ringan, jarang disertai rasa mual
dan muntah, tidak disertai gangguan pendengaran. Keluhan dapat
disertai dengan gejala neurologik fokal seperti hemiparesis, diplopia,
perioralparestesia, paresis fasialis.
b. Vertigo non vestibular.
Sensasi bukan berputar, melainkan rasa melayang, goyang, berlangsung
konstan atau kontinu, tidak disertai rasa mual dan muntah, serangan biasanya
dicetuskan oleh gerakan objek sekitarnya seperti di tempat keramaian misalnya
lalu lintas macet.
Pada anamnesis perlu digali penjelasan mengenai: (???????dapus)
Deskripsi jelas keluhan pasien. Pusing yang dikeluhkan dapat berupa sakit
kepala, rasa goyang, pusing berputar, rasa tidak stabil atau melayang.
a. Bentuk serangan vertigo:
1. Pusing berputar.
2. Rasa goyang atau melayang.
b. Sifat serangan vertigo:
1. Periodik.
2. Kontinu.
3. Ringan atau berat.
c. Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa:
1. Perubahan gerakan kepala atau posisi.
2. Situasi: keramaian dan emosional.
3. Suara.
d. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo:
1. Mual, muntah, keringat dingin.
2. Gejala otonom berat atau ringan.
e. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendengaran seperti : tinitus atau tuli.
f. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin,
gentamisin, kemoterapi.
g. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, transtympanal treatment.
8
h. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung.
i. Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral numbness,
disfagia, hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia serebelaris.
Gambaran klinis BPPV: (???????dapus)
Vertigo timbul mendadak pada perubahan posisi, misalnya miring ke satu
sisi Pada waktu berbaring, bangkit dari tidur, membungkuk. atau menegakkan
kembali badan, menunduk atau menengadah. Serangan berlangsung dalam waktu
singkat, biasanya kurang dari 10-30 detik. Vertigo pada BPPV dirasakan berputar,
bisa disertai rasa mual, kadang-kadang muntah. Setelah rasa berputar menghilang,
pasien bisa merasa melayang dan diikuti disekulibrium selama beberapa hari
sampai minggu. BPPV dapat muncul kembali.
2. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sederhana.
Pemeriksaan Fisik (???????dapus)
Pemeriksaan umum
Pemeriksaan sistem kardiovaskuler yang meliputi pemeriksaan tekanan
darah pada saat baring, duduk dan berdiri dengan perbedaan lebih dari 30
mmHg.
Pemeriksaan neurologis
1. Kesadaran : kesadaran baik untuk vertigo vestibuler perifer dan vertigo
non vestibuler, namun dapat menurun pada vertigo vestibuler sentral.
2. Nervus kranialis : pada vertigo vestibularis sentral dapat mengalami
gangguan pada nervus kranialis III, IV, VI, V sensorik, VII, VIII, IX,
X, XI, XII.
3. Motorik : kelumpuhan satu sisi (hemiparesis).
4. Sensorik : gangguan sensorik pada satu sisi (hemihipestesi).
5. Keseimbangan (pemeriksaan khusus neuro-otologi) :
Tes nistagmus:
9
Nistagmus disebutkan berdasarkan komponen cepat, sedangkan
komponen lambat menunjukkan lokasi lesi: unilateral, perifer,
bidireksional, sentral.
Tes rhomberg:
Pasien berdiri tegak, kedua kaki sejajar saling bersentuhan dan
mata dipejamkan, apabila ada gangguan vestibular pasien tidak bisa
mempertahankan posisinya, ia akan bergoyang, menjauhi garis tengah
dan akan kembali ke posisi semula karena pengaruh refleks
pembetulan sikap (righting reflex). Gerakan terjadi berulang-ulang.12
Tes rhomberg dipertajam (Sharpen Rhomberg):
Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan
kelainan pada serebelum. Jika pada mata tertutup pasien cenderung
jatuh ke satu sisi, kemungkinan kelainan pada system vestibuler atau
proprioseptif.12
Tes jalan tandem
Pasien berjalan lurus, tumit kaki yang satu berada pada ujung kaki
lainnya dan seterusnya. Adanya gangguam vestibular akan
menyebabkan arah perjalanan menimpang.12
pada kelainan serebelar, pasien tidak dapat melakukan jalan
tandem dan jatuh ke satu sisi. Pada kelaianan vestibuler, pasien akan
mengalami deviasi.
Tes past pointing
Dengan mata terbuka pasien diminta untuk mengangkat lengannya
lurus ke atas dengan telunjuk dalam ekstensi. Kemudian lengan
tersebut diturunkan sampai menyentuh telunjuk pemeriksa. Selanjutny
adengan mata tertutup pasien diminta untuk mengurangi gerakan
tersebut. Pada kelainan vestibuler ketika mata tertutup maka jari pasien
akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan serebelar akan terjadi
hipermetri atau hipometri.12
Test stimulasi pusing
10
Pemeriksaan dengan rangsangan yang dapat menimbulkan rasa
pusing pada pasien. pada akhir tiap-tiap pemeriksaan tanyakanlah
apakah pasien merasa pusing
- Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan
- Duduk dan berdiri dengan mata terbuka dan tertutup
- Pasien dimnta untuk berjalan dan mendadak berbalik dengan
cepat.12
Nylen- Barany test
Pemeriksaan vertigo posisional dan nistagmus posisional. Pada
pemeriksaan ini pasien mula-mula duduk, kepala menghadap ke depan.
kemudian dibaringkan dengan cepat, kepala menggantungkan 45%,
melihat 45% ke samping kiri atau kanan. Perhatikan timbulnya
nistagmus dan vertigo.12
- Tipe perifer : saat kepala diletakkan pada salah satu posisi tsb akan
timbul perasaan pusing disertai nistagmus, yang timbul memutar
dengan arah ke telinga yang terletak dibawah, selama 2-10 detik
dan akan menghilang > 60 detik. Bila percobaan diulang reaksi
yang timbul lebih ringan
- Tipe sentral : saat kepala diletakkan pada salah satu posisi tsb,
nistagmus akan timbul selama > 60 detik dan tidak disertai vertigo
dan bila diulang reaksi tetap seperti semula.
3. Pemeriksaan Penunjang dilakukan sesuai dengan etiologi.
2.2.6 Patofisiologi
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya
dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. 1,3,4
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (Overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan
hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan
timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
11
2. Teori konflik sensorik.
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan
proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal
dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan
sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus
(usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler,
serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan
gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch.
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini
otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika
pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan
yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola
gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme
adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik.
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu
dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala
vertigo.
6. Teori Sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjai peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres
yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan
kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang
Gejala Vertigo vestibuler Vertigo non vestibuler Sensasi Rasa berputar Melayang, goyang
Tempo serangan Episodik Kontinu, konstan
Mul dan muntah Positif Negatif
Gangguan pendengaran Positif atau negatif Negatif
Gerakan pencetus Gerakan kepala Gerakan objek visual
Gejala Perifer Sentral Bangkitan Lebih mendadak Lebih lambat Beratnya vertigo Berat Ringan
Pengaruh gerakan kepala ++ +/-
Mual/muntah/keringatan ++ +
Gangguan pendengaran /- + -Tanda fokal otak - +/-
12
selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat meneangkan gejala penyerta yang
sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis.
2.2.7 Diagnosis (???????dapus)
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
pemeriksaan neurologis.
Tabel 1. Tabel perbedaan vertigo vestibuler dan non vestibuler
Tabel 2. Tabel perbedaan vertigo perifer dengan vertigo sentral
2.2.8 Penatalakasanaan (???????dapus)
a. Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode
brandDaroff.
13
b. Pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung,
dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi,
pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik,
baringkan dengan cepat ke sisi lain. Pertahankan selama 30 detik, lalu duduk
kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-
masing diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan
latihan pagi dan sore hari.
c. Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering kali merasa
sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan
pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar
kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan
yang sering digunakan:
1. Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)
a) Dimenhidrinat lama kerja obat ini adalah 4 – 6 jam. Obat dapat
diberi per oral atau parenteral (suntikan intramuskular dan
intravena), dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
b) Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam,
diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per
oral.
c) Senyawa Betahistin (suatu analog histamin):
Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per
oral.
Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari.
Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.
2. Kalsium Antagonis
Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan dapat
mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya
ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg sehari.
Terapi BPPV:
a. Komunikasi dan informasi:
14
Karena gejala yang timbul hebat, pasien menjadi cemas dan khawatir akan
adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor otak. Oleh karena itu, pasien
perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan
prognosisnya baik serta hilang spontan setelah beberapa waktu, namun
kadang-kadang dapat berlangsung lama dan dapat kambuh kembali.
b. Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan namun apabila terjadi
disekuilibrium pasca BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk
mempercepat kompensasi.
Terapi BPPV kanal posterior:
a. Manuver Epley
b. Prosedur Semont
c. Metode Brand Daroff
Rencana Tindak Lanjut
Vertigo pada pasien perlu pemantauan untuk mencari penyebabnya kemudian
dilakukan tatalaksana sesuai penyebab.
Konseling dan Edukasi
a. Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien dalam mencari
penyebab vertigo dan mengobatinya sesuai penyebab.
b. Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibular.
Kriteria Rujukan
a. Vertigo vestibular tipe sentral harus segera dirujuk.
b. Tidak terdapat perbaikan pada vertigo vestibular setelah diterapi farmakologik
dan non farmakologik.
2.2.9 Prognosis (???????dapus)
Pada BPPV, prognosis umumnya baik, namun BPPV sering terjadi
berulang.
15
BAB IIIKESIMPULAN
3.1 KesimpulanVertigo adalah ilusi terhadap gerakan atau rasa bergerak dari
tubuh.Penderita merasakan atau melihat lingkungannya bergerak, padahal
lingkungannya diam, atau penderita merasakan dirinya bergerak, padahal
tidak.Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan
sekitarnya. Persepsi gerakan bisa berupa vertigo vestibular, yaitu rasa berputar
yang timbul pada gangguan vestibular sedangkan vertigo non vestibular adalah
16
rasa goyang, melayang, mengambang yang timbul pada gangguan sistem
proprioseptif atau sistem visual.
Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu vertigo
vestibular perifer yang terjadi karena ada lesi di labirin dan nervus vestibularis.
Sedangkan vertigo vestibular sentral terjadi karena ada lesi di nucleus vestibularis
batang otak, thalamus sampai ke korteks serebri.
Vertigo merupakan suatu gejala dengan berbagai penyebabnya, antara lain
akibat kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu
sedikit atau banyaknya aliran darah ke otak dan lain-lain. Diagnosis vertigo
ditegakkandengan anamnesis, pemeriksaanfisikumumdanpemeriksaan neurologis.
Penatalaksanaan dilakukan dengan edukasi, konseling dan informasi, latihan
vestibular, dan pengobatan simptomatik. Prognosis umumnya baik namun dapat
terjadi berulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [diakses31 Januari 2016]. Available from : URL:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html.
2. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi.Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress; 2000. p.341-59.
3. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, IskandarN, Editor. Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta :Balai Penerbit FKUI. 2008.Hal. 104-9.
17
4. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [diakses 31 Januari 2016]. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview.
5. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor.Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. NewYork : Mc Graw Hill Companies. 2004. p 761-5.
6. Bashiruddin J., Hadjar E., Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor : Telinga, Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal. 94-101 7.
7. Anderson JH dan Levine SC. 1997.Sistem Vestibularis. Dalam : Effendi H,Santoso R, Editor : Buku Ajar Penyakit THT Boies. Edisi Keenam. Jakarta :EGC. Hal 39-45.
8. Sherwood L. 1996. Telinga, Pendengaran, dan Keseimbangan. Dalam: FisiologiManusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hal 176-189.
9. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [diakses 30 Januari 2016]. Available from : http://www .dizziness-and-balance.com/bppv.htm 10. Mansjoer a, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setowulan W. Penyakit Menierre. Dalam : KApita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.2001. Hal 93-94.
10. Wipold II F. J. dan Turski P. A. 2009. Vertigo and Hearing Loss. AJNR Am J Neuroradiol. 30: 1623-25.
11. Putri A,Lintang. 2014. Hubungan Trauma Kepala Ringan Sampai Sedang dengan Vertigo di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Skripsi. FK.UMS.
12. Tagor.P. Harahap,dkk. 1992. Vertigo Ditinjau dari Segi Neurologic dalam : soemarmo markam, Penutun Neurologi. Ed 2. Jakarta : Binarupa Aksara FKUI. Hal 224-231.