REFLEKSI KASUS
-
Upload
tatikhandayani -
Category
Documents
-
view
283 -
download
0
Transcript of REFLEKSI KASUS
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 1/25
REFLEKSI KASUS
MORBILI
Oleh:
Tatik Handayani
0708015045
Pembimbing:
dr. Indra Tambun, Sp.A
LAB/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2011
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 2/25
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Campak dalam sejarah anak telah dikenal sebagai pembunuh terbesar, meskipun adanya
vaksin telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, virus campak ini menyerang 50
juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian. Insiden terbanyak
berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu pada negara
berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika Serikat1.
Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini berada pada
tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB (Kejadian Luar Biasa). Hasil
pemeriksaan sampel darah dan urin penderita campak pada saat KLB menunjukkan IgM
positif sekitar 70-100 persen. Insiden rate semua kelompok umur dari laporan rutin
Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992-1998 cenderung menurun, terutama
terjadi penurunan yang tajam pada semua kelompok umur. Tahun 1997-1999 kejadian
campak dari hasil penyelidikan KLB cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi
berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, namum masih perlu dikaji secara
mendalam dan komprehensive.
Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan kesepakatan global untuk
membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan
Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia
dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang
CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk
dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia
dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen.
Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi2.
2
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 3/25
TUJUAN
Tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah :
1. Menambah ilmu dan pengetahuan mengenai penyakit yang dilaporkan.
2. Membandingkan informasi yang terdapat pada literatur dengan kenyataan yang
terdapat pada kasus.
3. Melatih mahasiswa dalam melaporkan dengan baik suatu kasus yang didapat.
3
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 4/25
REFLEKSI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. K.K.
Usia : 3 Tahun 8 minggu (25 September 2011)
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sempaja Rt.24
Orang tua:
Ayah: Nama : Tn. A.S
Usia : 50 tahun
Pekerjaan : Reklame
Pendidikan : SMA
Ibu: Nama : Ny. A
Usia : 36 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : Selasa, 21 Juni 2011, pukul. 16.30 WITA
ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan ibu kandung pasien tanggal 22 Juni 2011.
Keluhan Utama
Demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Demam sejak 5 hari sebelum MRS, demam tidak disertai kejang dan menggigil. Demam
timbul mendadak dan langsung tinggi, tidak turun dengan obat penurun panas. Batuk sejak
3 hari sebelum MRS, batuk tidak berdahak (kering). Satu hari SMRS pasien mengalami
ruam-ruam merah yang pertama kali muncul pada tengkuk dan belakang telinga, kemudian
menyebar ke badan, tangan dan kaki. (-), namun selama 1 minggu yang lalu mencret (+),
cair, banyak, sehingga nafsu makan semakin menurun. Muntah (-). Buang air kecil tidak
ada masalah. selain itu, pasien mengalami mata merah sejak 1 hari SMRS. Nafsu makan
4
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 5/25
menurun dan badan lemas sejak 6 hari SMRS. BAK lancer dan BAB tidak ada selama 4
hari.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama dengan pasien.
RIWAYAT KEHAMILAN/PRENATAL
Pemeriksaan Prenatal
Tempat : Praktek Bidan
Penyakit selama kehamilan : -
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan: -
RIWAYAT PERSALINAN
Usia kehamilan : 9 Bulan 2 hari
Jenis persalinan : Spontan
Ditolong oleh : Bidan
Keadaan bayi saat lahir:
• Langsung menangis
• Gangguan bernafas (-)
• Langsung menyusui
Berat badan lahir : 3500 gram
Panjang badan lahir : ± 51 cm
RIWAYAT PASCA PERSALINAN
Periksa di : Bidan
Frekuensi : Tidak menentu (1 kali/1-2 bulan)
Keluarga Berencana : Ya
Jenis : Pil Mitroguinon
Gangguan : Tidak ada
5
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 6/25
Pemberian Imunisasi:
IMUNISASI I II III IV
BCG 1 bulan ////////////// ////////////// //////////////
POLIO 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
CAMPAK 9 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan //////////////
HEPATITIS B 2 bulan 3 bulan 4 bulan //////////////
Perkembangan Anak
• BB lahir : 3500 gram
• PB lahir : ± 51 cm
• BB sekarang : 13 kg
• PB sekarang : 98 cm
• Gigi keluar : 16 bulan
• Tersenyum : 4 bulan
• Miring : 2 bulan
• Tengkurap : 4 bulan
• Merangkak : 6 bulan
• Berdiri : 10 bulan
• Berjalan : 16 bulan
• Berbicara 2 suku kata : 16 bulan
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 22 Juni 2011
Berat badan : 13 kgPanjang Badan : 98 cm
Tanda Vital
Nadi : 104 kali/menit
Suhu badan : 38,5oC
Frekuensi nafas : 32 kali/menit
Kesan umum : Compos mentis
6
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 7/25
Status Gizi:
Berdasarkan Harvard BB/Usia:
BB normal sesuai usia: (11 (bln) + 9)/2 = 10 kg
Status Gizi : 4,9/10 = 49% (Gizi buruk < 60%)
Gizi Buruk: BB/PB, Z-score:
PB: 65 cm; BB: 4,9 kg, standar deviasi (SD)= antara -3 – (-4) (<70%) Gizi Buruk
Kepala
Rambut : Warna hitam
Ubun-ubun cekung : (+)
Mata : Merah, Anemis (-/-), Ikterik (-/-), Sianosis (-/-), Refleks
cahaya (+/+), Pupil: Isokor (Ø 2 mm/2mm), cowong (-)
Hidung : Sumbat (-), Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : Bersih, Sekret (-)
Mulut : Lidah bersih, Faring Hiperemis (-), mukosa bibir kering,
pembesaran Tonsil (-/-)
Leher
Kaku kuduk : (-)
Pembesaran Kelenjar : (-)
Kulit : Ruam Makulopapular (+)
Turgor : Baik
Dada
Inspeksi : Gerakan simetris
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : Sonor Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung
S1/S2 tunggal reguler
Bising : (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
7
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 8/25
Palpasi : Soefl, Nyeri tekan (-), Hepar/ lien tidak teraba,
Kembung (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Genitalia : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (-)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
Hemoglobin : 11,8 gr%
Lekosit : 4150 /mm3
Hematokrit : 35 %
Trombosit : 280.000 /mm3
RESUME
Anamnesa :
- Demam (+) 5 hari SMRS
- Batuk kering (+) 3 hari SMRS
- Bercak merah (+) 1 hari SMRS
- Mata merah (+) 1 hari SMRS
- Nafsu makan menurun, badan lemas sejak 6 hari SMRS
Pada pemeriksaan fisik :Pasien tampak sakit sedang. Terdapat konjungtivitis pada kedua mata. Kulit pasien terlihat
ruam merah . Kesadaran kompos mentis. Tanda vital : Nadi : 104 kali/menit, RR: 32
kali/menit, T : 38,5 C
Pemeriksaan penunjang :
Hemoglobin : 11,8 gr%
8
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 9/25
Lekosit : 4150 /mm3
Hematokrit : 35 %
Trombosit : 280.000 /mm3
DIAGNOSIS BANDING
- Rubella
- Alergi obat
- Exantema subikum
DIAGNOSA KERJA
MORBILI
PEMERIKSAAN ANJURAN
Darah Lengkap
USULAN PENATALAKSANAAN
- IVFD DS ½ NS 15 tpm
- Paracetamol syr 3 x ½ C
- DMP Syr 3 x1/2 C
- Vitamin A 200.000 UI
PROGNOSIS
dubia ad bonam
9
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 10/25
FOLLOW UP
HARI/TANGGAL PEMERIKSAAN PLANNING22 Jubi 2011 Tx. IGD:
IVFD RL 6 tts/mnt makro
Ampicillin 3 x 150 mg iv (skin test)
Gentamycin 2 x 12,5 mg iv (skin test)
Mucohexin syr 3 x ½ cth
Paracetamol syr 3 x ½ cth
10 Juli 2009 S: Demam (-), muntah (-), batuk (+)
berdahak, sesak (-), makan minum mau
O: CM, BB: 4,9 kg, Suhu: 36,6°C, Nadi:
120 x/mnt, RR: 30 x/mnt, anemis (-),
vesikuler, whezzing (-/-), ronkhi (+/+),
bising usus (+) N, turgor kulit kurang
A: Broncopneumonia + KEP
(marasmus)
P: Tx. Idem
11 Juli 2009 S: Demam (-), muntah (-), batuk (+)
berdahak, sesak (-), BAB agak susah,
makan minum mau
O: CM, BB: 4,9 kg, Suhu: 36,5°C, Nadi:
120 x/mnt, RR: 30 x/mnt, anemis (-),
vesikuler, whezzing (-/-), ronkhi (+/+),
bising usus (+) N, turgor kulit kurang
A: Broncopneumonia + KEP
(marasmus)
P. Tx. Idem
S: benjolan di selangkangan kiri muncul
karena mengedan kuat. Benjolan
terssebut sering muncul sejak usia 3
bulan, bersifat hilang timbul, jika
menangis, batuk dan mengejan jika
BAB keras
Co. Sp.A:
Tx. Laxadine syr 2 x 1 cth
Co. Sp.BA:
Dx. Hydrocele testis sinistra
Tx. Follow up poliklinik bedah anak
Teori1,4
PasienAnamnesa Demam tinggi Demam tinggi (38,5 C),
10
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 11/25
Batuk
Mata merah (konjungtivitis)
Malaise
Coryza
bercak koplik
Batuk kering
Mata merah
Nafsu makan menurun dan badan
lemas dan lelah
Pemeriksaan
Fisik
Kulit : Ruam makulopapular seluruh
tubuh
Ruam makulopapular sejak 1 hari
SMRS
Pemeriksaan
Penunjang
Laboratorium:
Dalam batas Normal
Hemoglobin : 11,8 gr%
Lekosit : 4150 /mm3
Hematokrit : 35 %
Trombosit : 280.000 /mm3
Penatalaksanaan - Istirahat
- Pemberian makanan/cairan yang
cukup dan bergizi
- Antipiretik
- Antitusif
- Vitamin A
- IVFD DS ½ NS 15 tpm
- Paracetamol syr 3 x ½ C
- DMP Syr 3 x1/2 C
- Vitamin A 200.000 UI
Prognosa Pada umumnya prognosis baik,
tetapi prognosis lebih buruk dengan
keadaan gizi buruk, anak yang
menderita penyakit kronis, atau bila
disertai komplikasi.
Dubia ad bonam
ANALISA KASUS
11
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 12/25
Pada pasien anak perempuan berumur 3,8 tahun dengan berat badan 13 kg, dari
anamnesa didapat keluhan demam sejak 6 hari SMRS. Demam terjadi disertai dengan
munculnya ruam kemerahan makulopapular dari tekuk,belakang telinga, leher, seluruh
tubuh & extremitas. Selama berlangsungnya demam yang tidak turun-turun juga
disertai keluhan dengan batuk kering, mata merah serta nafsu makan menurun dan
badan terasa lemas dan lelah (malaise). Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak
ditemukan tanda yang paling khas dari penderita penyakit Morbili adalah adanya
bercak putih yang dikelilingi eritem yang disebut Koplik Spot pada mukosa buccal
tersebut karena saat diperiksa pasien sudah berada pada stadium erupsi, dimana bercak
Koplik muncul pada akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum munculnya
enantema/titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Pasien belum pernah
menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Pasien mendapatkan imunisasi campak saat
usia 9 bulan. Dikeluarga tidak memiliki riwayat penyakit seperti ini.
Dari sebagian besar gejala – gejala & tanda – tanda klinis diatas mengarah kepada
penyakit Campak / Morbili yang meliputi :
1. Demam 3 – 5 hari ( biasanya tinggi & mendadak ) disertai batuk & pilek
2. Mata merah ( conjungtivitis ) & Fotofobia
3. Dapat disertai diare & muntah
4. Pada kasus yang berat dapat disertai epistaxis, ptekie, & ekimosis
5. Adanya kontak 1 - 2 minggu sebelumnya dengan penderita Morbilli &
belum pernah mendapat vaksinasi Campak.
Morbili merupakan self limited disease, namun yang harus kita perhatikan adalah
komplikasi – komplikasinya. Anak yang sudah pernah menderita Morbili mempunyaikekebalan selama hidupnya dari tertular Morbili lagi. Kekebalan aktif dapat kita
berikan vaksinasi Campak pada usia 9 bulan ataupun dikombinasi dengan vaksin
MMR pada usia 15 bulan & 12 tahun..
Pada kasus ini, diagnosa banding morbili adalah dengan Rubella, Eksantem
Subitum, dan Erupsi obat. Adapun perbedaan antara morbili dengan ketiga penyakit ini
adalah :
Campak Jerman ( Rubella )
12
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 13/25
Bercak Koplik tidak ada, Limfadenitis banyak yaitu terdapat pembesaran KGB sub
obcipital servical posterior, belakang telinga.
Eksantem Subitum
Ruam timbul saat demam turun / suhu menjadi normal.
Erupsi obat
Papul vesikel, gatal, tidak ada gejala prodromal seperti pada morbilli, dan terjadi
setelah minum obat tertentu.
PEMBAHASAN
Resume Masuk Rumah Sakit
13
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 14/25
Pasien SP masuk rumah sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari sebelum
MRS, disertai nafas berbunyi “grok-grok” yang terdengar jelas terutama jika pasien tidur.
Batuk pilek dialami selama 4 hari, disertai dengan panas yang tiba-tiba tinggi, namun
selama 4 hari ini panas tersebut naik turun, panas tinggi terutama pada malam hari, tidak
berkeringat. Tidak ada penurunan berat badan, namun perkembangannya selama ini
lambat. Tidak ada mencret, namun selama 1 minggu yang lalu ada mencret, cair, banyak,
sehingga nafsu makan semakin menurun. Tidak ada muntah. Buang air kecil tidak ada
masalah.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien dalam keadaan kompos
mentis, iritabel, tanda vital dalam batas normal, takipneu, tidak anemis, ikterik maupun
sianosis. Terlihat mata agak cowong. Faring tidak hiperemis. Pemeriksaan thorax
ditemukan suara nafas vesikuler menurun, dengan rhonkhi pada kedua paru, dari abdomen
ditemukan kulit kering, turgor agak menurun, bising usus normal, akral hangat dan tidak
ada edema.
Berat badan pasien di bawah berat badan ideal untuk anak seusianya yaitu hanya 10
kg. Pasien terlihat kurus, rambut tipis dan kering berwarna hitam, lingkar kepala 39 cm dan
lingkar lengan atas 12 cm.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis yaitu leukosit 17.400 /mm3
sedangkan pemeriksaan laboratorim lain dalam batas normal, yaitu kadar HB 11,5 gr/dl,
hematokrit 34,3 % dan trombosit 339.000 gr/dl. Pemeriksaan laboratorium lainnya dalam
batas normal. Pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan sedikit gambaran infiltrat
(perselubungan) median kedua paru.
Pembahasan
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ditegakkan beberapa diagnosa yaitu bronkopneumonia + gizi kurang.
Diagnosis bronkopneumonia ditegakkan dari anamnesa adanya kesusahan bernafas
(sesak nafas) sejak 1 hari yang lalu disertai dengan nafas bunyi, didahului batuk pilek
selama 3 hari dan panas tinggi mendadak. Berdasarkan definisi, pneumonia adalah infeksi
saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru, sedangkan
bronkopneumonia merupakan salah satu letak kelainan (infeksi).1 Faktor pejamu (host)
yang meningkatkan kerentanan terhadap bronkopneumonia adalah salah satunya adalah
14
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 15/25
kekurangan gizi sehingga mudah terkena infeksi. Pada pasien ini didapatkan kondisi
malnutrisi yang mempermudah terjadinya bronkopneumonia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya infeksi saluran pernafasan bawah dan
pneumonia. Secara klinis ditemukan takipneu, retraksi subkosta, nafas cuping hidung,
ronkhi dan sianosis. Umumnya penyakit ini sering ditemukan bersamaan dengan
konjungtivitis, otitis media, faringitis dan laryngitis.1 Namun pada pasien ini tidak
ditemukan gejala klinis yang mengarah pada penyakit tersebut.
Pada pemeriksaan laboratorium pasien ini ditemukan peningkatan lekosit, yaitu
17.400/mm3, sedangkan hematokrit, haemoglobin dan trombosit dalam batas normal. Pada
pneumonia viral dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan lekosit pada
batas normal atau sedikit meningkat. Sedangkan, pada pneumonia bacterial didapatkan
lekosit berkisar antara 15.000-40.000/mm3.1,4 Hal ini, dapat kita duga bahwa pada pasien
ini pneumonia disebabkan akibat infeksi bakteri. Kadang-kadang pada pneumonia
ditemukan anemia dan laju endap darah (LED) yang meningkat,1 namun pada pasien ini
tidak didapatkan anemia dan tidak dilakukan pemeriksaan LED.
Pada pemeriksaan rontgen thoraks pasien ini didapatkan gambaran infiltrat pada
median kedua paru. Sedangkan pada bronkopneumonia, berdasarkan teori gambaran
rontgen thoraks ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa bercak-
bercak infiltrat yang dapat meluas hingga ke daerah perifer paru, disertai dengan
peningkatan corakan peribronkial.1,4 Pada pasien ini gambaran infiltrat pada kedua paru
tidak begitu jelas. Hal ini kemungkinan disebabkan kesalahan teknis radiologis sehingga
susah untuk dievaluasi. Faktor radiologis yang mempengaruhi diantaranya intensitas sinar
rendah (underpenetration), grid pada film tidak merata, dan inspirasi kurang.1
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernafasan, tidak mau makan/minum, umur kurang dari 6 tahun atau ada penyakit dasar lainnya dan
perawatan dirumah kurang baik.1,4 Pada pasien ini sudah terjadi distress pernafasan disertai
dengan kondisi gizi yang buruk sehingga perlu dirawat inap.
Dasar pengobatan pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai dan tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian
cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa,
elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik.1,4
15
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 16/25
Pada pasien ini telah diberikan terapi berupa pemberian cairan intravena berupa
kristaloid RL 6 tetes per menit, antibiotik ampicillin 3 x 150mg i.v, gentamycin 2 x 12,5mg
i.v, antipiretik paracetamol syrup 3 x ½ cth (60mg) dan mukolitik mucohexin syrup 3 x ½
cth. Pemberian antibiotik pada pasien ini kemungkinan karena dugaan akibat infeksi
bakteri, ditinjau dari adanya leukositosis. Namun demikian, walaupun pneumonia viral
diobati tanpa antibiotik, tapi umumnya tetap diberikan antibiotik pada sebagian besar
pasien karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan. Dan dari literature
dikatakan, pneumonia seringkali diawali infeksi virus yang kemudian mengalami
komplikasi infeksi bakteri.1
Pilihan antibiotik lini pertama dapat digunakan antibiotik golongan beta-laktam
atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta-laktam dan
kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin atau
sefalosporin. Terapi diberikan selam 7-10 hari.1 Pada pasien ini diberikan kombinasi
ampisilin 150mg, 3 kali sehari dan gentamysin 12,5mg, 2 kali sehari. Dosis antibiotik yang
digunakan untuk ampisilin adalah 50-100 mg/kgBB/24 jam i.m/i.v, 3-4 kali sehari,
sedangkan gentamisin adalah 5-7 mg/kgBB/24 jam i.m/i.v, 2-3 kali sehari.4 Pada pasien ini
dosis yang diberikan sudah sesuai. Pada pasien ini tidak terjadi ketidakseimbangan
elektrolit dan gula darah, sehingga tidak diperlukan koreksi.
Pada pasien ini juga didapatkan tanda-tanda klinis kurang gizi yaitu pasien kurus,
kulit kering, rambut tipis dan kering berwarna hitam, lingkar kepala 37 cm dan lingkar
lengan atas 12 cm, mata terlihat cowong. Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien sejak
bayi mengalami masalah dengan pertumbuhan dan perkembangan. Selama ini, pasien
diberikan makanan tambahan yaitu bubur susu sejak pasien berumur 6 bulan tetapi dengan
frekuensi 2 kali sehari namun hanya 2-4 sendok sekali makan.
Status gizi pasien ini dapat ditentukan menggunakan antropometri havard ataupunstandar NCHS/WHO. Untuk menghitung berat badan ideal anak usia dibawah 12 tahun
menggunakan rumus BB ideal = .5-7
Untuk melihat keadaan gizi berdasarkan antropometri havard, dihitung persentase
berat badan pasien dibandingkan dengan berat badan ideal, yaitu:
16
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 17/25
Penentuan Status Gizi Antropometri Harvard
Persentase Terhadap Standar Status Gizi
80 – 100% Baik
70 – 80 % Kurang Gizi Ringan
60 – 70 % Kurang Gizi Sedang
< 60 % Kurang Gizi Berat
Berdasarkan antropometri havard untuk berat badan/umur diatas maka pasien
termasuk kurang gizi berat.
Sistem Welcome Trust Working Party membedakan tipe kurang energi protein
berdasarkan berat badan dan ada atau tidaknya edema, yaitu:2
• Berat badan diatas 60% dari normal + edema = kwashiokor
• Berat badan dibawah 60% dari normal + edema = marasmus kwashiokor
• Berat badan dibawah 60% dari normal tanpa edema = marasmus
Berdasarkan sistem ini maka pasien termasuk termasuk gizi buruk tipe marasmus.
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Pada keadaan ini yang
mencolok adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan
menghilangnya lemak bawah kulit. Pada awalnya, keadaan ini adalah hal yang fisiologis.
Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dipenuhi oleh asupan
makanan yang diberikan. Apabila kebutuhan tubuh tidak dipenuhi oleh asupan makanan,
maka didalam tubuh akan terjadi pemecahan cadangan glikogen dan lemak tubuh untuk
memenuhi kebutuhan energi tersebut. Apabila intake makanan tidak mencukupi kebutuhan
tubuh dalam waktu yang cukup lama, maka jaringan lemak bawah kulit akan dipecah terus
menerus untuk digunakan sebagai sumber energi sehingga jaringan lemak bawah kulit
menghilang dan tubuh terlihat seperti tulang yang terbungkus kulit. Bila keadaan ini terus
berlanjut hingga cadangan lemak habis, maka protein akan dipecah untuk menghasilkan
energi. Pemecahan protein secara terus-menerus akan menyebabkan pasien jatuh dalam
keadaan kwashiokor yang ditandai dengan edema anasarka.5,6
Pada keadaan permulaan biasanya tidak ditemui kelainan biokimia. Kelainan kimia
darah yang selalu ditemukan adalah kadar albumin serum yang rendah, disamping kadar
17
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 18/25
globulin yang normal atau sedikit tinggi, sehingga perbandingan kadar albumin dan
globulin menjadi terbalik, yaitu kurang dari 1. Tetapi, pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan albumin dan globulin.
Kurang gizi yang diderita pasien ini telah menimbulkan komplikasi yaitu
pneumonia yang sedang diderita saat ini. Prinsip pengobatan adalah memberikan makanan
yang mengandung protein tinggi, banyak kalori, cukup cairan, cukup vitamin dan mineral,
masing-masing dalam bentuk yang mudah dicerna atau diserap oleh tubuh. Oleh karena
toleransi akan makanan pada penderita pada hari pertama pengobatan masih rendah,
makanan jangan diberikan dalam jumlah yang sekaligus banyak, tetapi dinaikkan perhari.
Hasil yang paling baik diperoleh dengan pemberian makanan yang mengandung protein 3-
4 gram/kgBB/hari dan 100 kalori/kgBB/hari. Antibiotika juga diberikan pada kasus ini
karena terdapat infeksi sebagai penyakit penyerta.
Terdapat 10 langkah tatalaksana rawat inap anak dengan kurang gizi berat, yaitu:5-10
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5. Obati/cegah infeksi
6. Mulai pemberian makanan
7. Koreksi defisiensi nutrien mikro
8. Fasilitasi tumbuh kejar (catch up growth)
9. Stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10. Rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
Pasien dengan marasmus sangat mudah mengalami hipoglikemia dan gangguankeseimbangan elektrolit. Pada kasus ini tidak didapatkan keadaan hipoglikemia dan
hipotermia. Kadar glukosa darah pasien adalah 88 mg/dl. Literatur menyebutkan, pasien
dengan gizi buruk memiliki resiko tinggi untuk mengalami hipoglikemia (glukosa darah
<54 mg/dl), yang merupakan penyebab kematian utama pada dua hari awal terapi.
Hipoglikemia mungkin disebabkan oleh infeksi sistemik atau jika pasien tidak makan
dalam 4-6 jam terakhir. Tanda terjadinya hipoglikemia antara lain adalah hipotermi, letargi
dan penurunan kesadaran. Untuk pencegahan hipotermia dapat dilakukan dengan cara
18
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 19/25
metode kanguru pada bayi atau dengan mengeringkan tubuh anak kemudian diselimuti
dengan kain yang kering.5-8
Pada kurang gizi berat diberikan antibiotik broad-spektrum secara rutin untuk
mengobati atau mencegah infeksi yang pada anak. Pilihan antibiotik untuk kasus kurang
gizi tergantung dari ada atau tidaknya komplikasi. Pada kasus ini pasien masuk dengan
disertai bronkopneumonia.
Dari literatur didapatkan bahwa jika pasien sakit berat (apatis, letargi) atau terdapat
komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran pernapasan atau traktus
urinarius) dapat diberikan ampicillin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam selama 2 hari,
kemudian dilanjutkan dengan amoxicillin oral 15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 2 hari atau
ampicillin oral 25 mg/kgBB setiap 6 jam selama 5 hari. Dan diberikan gentamisin 7,5
mg/kgBB IM atau IV, 1 kali sehari selama 7 hari. Namun, jika tidak terdapat komplikasi
dapat diberikan kotrimoxazole 5 ml, 2 kali sehari selama 5 hari (untuk anak <6 kg
diberikan 2,5 ml). Kotrimoxazole 5 ml setara dengan Trimeptoprin 40 mg dan
Sulfametoxazole 200 mg.5-8
Pada kurang gizi berat, kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan
kekurangan zat gizi mikro. Pemberian vitamin A diberikan secara oral. Untuk usia > 12
bulan diberikan 200.000 IU, usia 6-12 bulan diberikan 100.000 IU dan untuk usia 0-5
bulan diberikan 50.000 IU. Pada pasien ini tidak diberikan vitamin A. Berdasarkan
literatur, vitamin A diberikan sebanyak 3 kali yaitu dosis besar pada hari pertama dan
kedua, kemudian dosis ketiga diberikan paling lambat 2 minggu setelahnya jika pasien
mempunyai gejala kekurangan vitamin A seperti buta senja atau pada pemeriksaan fisik
ditemukan kelainan seperti bercak bitot, ulkus, nanah atau peradangan pada kornea.
Sedangkan apabila tidak terdapat tanda-tanda tersebut, vitamin A hanya diberikan satu
dosis yaitu pada hari pertama.Mikronutrien yang dapat diberikan setiap hari selama 2 minggu adalah suplemen
multivitamin, asam folat 1 mg/hari (pada hari pertama diberikan 5 mg), Zinc 2
mg/kgBB/hari, tembaga 0,3 mg/kgBB/hari, besi 3 mg/kgBB/hari.5
Gizi kurang atau buruk dapat menyebabkan terlambatnya perkembangan mental
dan perilaku. Stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental diperlukan untuk
meningkatkan kepekaan dan kecerdasan anak. Dibutuhkan rasa kasih sayang dan
kesabaran dari kedua orang tua dan lingkungan yang ceria sehingga dapat membantu
perkembangan anak.2
19
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 20/25
Anak dikatakan mengalami perbaikan apabila perbandingan tinggi badan/berat
badan mencapai 90%. Namun, orang tua harus diberitahu bahwa tetap harus dilakukan
pemeriksaan secara rutin pada anak dan pastikan bahwa imunisasi telah diberikan secara
lengkap. Yakinkan pula orang tua untuk selalu memberikan vitamin A setiap 6 bulan.5
Perlu dilakukan edukasi agar keluarga menjadi keluarga sadar gizi, dengan selalu
melaksanakan kriteria keluarga mandiri sadar gizi agar tidak terjadi gizi buruk dalam
keluarga, antara lain:2
1. Biasakan makan beraneka ragam makanan.
2. Selalu memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota keluarganya (menimbang
berat badan), khususnya balita dan ibu hamil.
3. Biasakan menggunakan garam beryodium
4. Memberi dukungan kepada ibu melahirkan agar memberikan ASI saja pada bayi
sampai umur 4 bulan.
5. Biasakan makan pagi
6. Makanan kecil antara waktu makan tidak perlu dilarang jika makanan tersebut tidak
mengganggu nafsu makan waktu makan berikutnya
7. Susu atau gula-gula jangan diberikan pada saat akan makan
8. Buah atau sari buah sangat baik.
Kriteria pemulangan anak gizi buruk dari ruang rawat inap, yaitu:3
Anak:
1. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
2. Ada perbaikan kondisi mental
3. Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan, sesuai
dengan umurnya
4. Suhu tubuh berkisar 36,5 – 37,5 °C5. Tidak ada muntah atau diare
6. Tidak ada edema
7. Terdapat kenaikan berat badan ≥ 5 gram/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut
atau kenaikan sekitar ≥ 50 gram/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut.
Ibu/pengasuh:
1. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah
2. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada anak.
20
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 21/25
Pada pasien ini diet yang diberikan adalah modisco ½ hingga modisco III, berikut
adalah tabel mengenai kandungan dalam formulasi WHO modifikasi (modisco) yang
dianjurkan;3
FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Bahan
makananM ½ M I M II M III
Susu bubuk
skim100 g 100 g 100 g -
Susu full
cream- - - 120 g
Gula pasir 50 g 50 g 50 g 75 g
Minyak
sayur25 g 50 g - -
Margarine - - 50 g 50 g
Air 1000 mL 1000 mL 1000 mL 1000 mL
Pada pasien ini dari anamnesa didapatkan bahwa ibu pasien mendapat pengobatan
TB selama 6 bulan sejak usia kehamilan 3 bulan hingga 1 bulan setelah melahirkan.
Berdasarkan literature, apabila bayi tidak terkena TB kongenital ataupun TB perinatal
tetapi ibu menderita TB dengan BTA positif, maka bayi memerlukan perlakuan khusus,
yaitu pemberian OAT profilaksis isoniazid 5-10 mg/kgBB/hari, dan bayi tetap diberikan
ASI.11. Namun pada pasien ini tidak diberikan terapi profilaksis tersebut.
Pada usia 29 hari sampai 11 bulan, terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses
pematangan berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem
saraf.12 Namun pada pasien ini dari anamnesa dan pemeriksaan terjadi perlambatan
perkembangan, dimana usia sudah 11 bulan pasien masih belum dapat menopang kepala,
tengkurap, melakukan aktivitas motorik seperti menggenggam pensil, berusaha
memperluas pandangan. Padahal anak seusianya, seharusnya sudah bisa berdiri. Gangguan
keterlambatan tumbuh kembang seperti diatas kemungkinan serebral palsi, yaitu suatu
kelainan gerakan dan postur tubuh yang tidak progresif, yang disebabkan oleh karena
kerusakan/gangguan sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh.12
Gangguan motorik yang dapat menyertai serebral palsi, meliputi spastisitas, atetosis,
ataksia, tremor, rigiditas dan hipotonia.13 Dan yang terjadi pada pasien ini adalah hipotonia,
yaitu penurunan tonus otot yang nyata, hiperelastisitas sendi, refleks tendon dalam
hiperaktif walaupun tonus otot berkurang (jika penyebabnya sentral). Umumnya kelainan
ini, disebabkan lesi pada korteks motorik, area VI.13
21
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 22/25
Penyebab dari serebral palsi, dapat dilihat pada table berikut:13
Kongenital Didapat
Pre-natal Perinatal Pasca-natal
Anoksia Anoksia TraumaInfeksi maternal
(TORCH, sifilis)
Trauma (CPD) Infeksi (meningitis,
ensefalitis)
Trauma Seksio sesarea Cerebrovasculer accident
Factor metabolic Prematuritas Anoksia
Malformasi Tumor otak
Penatalaksanaan rehabilitasi dilakukan secepatnya, karena pada kondisi anak
normal masa sejak lahir hingga usia 3 tahun, merupakan periode umur saat perkembangan
bahasa dasar dan pembelajaran motorik berlangsung intensif. Dengan kata lain, masa ini
merupakan waktu dimana intervensi dengan terapi fisik, terapi okupasi dan atau terapi
wicara dapat paling menguntungkan dalam perkembangan pola motorik normal (kasar,
halus dan oral) dan mungkin dapat menghambat pola abnormalitas.13
22
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 23/25
KESIMPULAN
1. Pasien menderita bronkopneumonia dan gizi kurang disertai gangguan tumbuh
kembang dengan dugaan serebral palsi.
2. Diagnosis dan penatalaksanaan bronkopneumonia dan gizi kurang sudah tepat dan
adekuat. Namun penatalaksanaan gangguan tumbuh kembang belum ada
perencanaan.
3. Peran aktif ibu dan keluarga dibutuhkan untuk mengatasi gangguan tumbuh
kembang anak.
4. Perlu adanya intervensi rehabilitasi lebih cepat agar perbaikan motorik dapat diatasi
dan tumbuh kembang dapat dikejar semaksimal mungkin
23
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 24/25
DAFTAR PUSTAKA
1. Said M, Pneumonia, Dalam: Rahajoe N.N, Supriyatno B dan Setyanto D.B, Buku
Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama, 2008, Badan Penerbit IDAI, Jakarta
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Fact Sheet : Gizi Buruk . Direktorat
Bina Gizi Masyarakat. 2004.
3. Departemen Kesehatan, Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk , 2007,
Jakarta
4. SMF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD A. Wahab
Sjahranie Samarinda Edisi VI, 2006, Samarinda
5. Ashworth A., Khanum S., Jackson A., Schofield C., Guideline For The Inpatient
Treatment of Severely Malnourished Children. WHO Publication. Geneva 2003.
6. World Health Organization. Management of Severe Malnutrition: A Manual
For Physician and Other Senior Health Workers. Publication. Geneva 1999.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Buku Bagan Tata Laksana Anak
Gizi Buruk . Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2006.
8. World Health Organization. Management of The Child With a Serious Infection
or Severe Malnutrition Guidelines for Care at The First-Referral Level in
Developing Countries. Integrated Management of Childhood Illness. 2000
9. Markum AH. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: Bagian IKA
FKUI. 1999. Hal 448-468.
10.Behrman RE., Kliegman R., Arvin AM. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 1999
11.Rahajoe N.N, Basir D, Makmuri M.S dan Kartasasmita C.B, Dalam: Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak Edisi Kedua, 2007, UKK Respirologi PP IDAI,
Jakarta
24
5/7/2018 REFLEKSI KASUS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refleksi-kasus-559abcf405cde 25/25
12.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Stimulasi,
Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Di Tingkat Pelayanan
Kesehatan Dasar, 2006, Jakarta
13.Bowser B.L dan Solis I.S, Rehabilitasi Pediatrik , Dalam: Susan J. Garrison (Ed.),
Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation Basics. First edition, 1995,
Lippincott Company
25