Refleksi Kasus Keratitis
-
Upload
aida-yulia -
Category
Documents
-
view
72 -
download
13
description
Transcript of Refleksi Kasus Keratitis
REFLEKSI KASUS
SUBCONJUNCTIVAL BLEEDING ET CAUSA KONTUSIO OKULI
Disusun Untuk Memenuhi Syarat
Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter
Di Rumah Sakit Tidar Kota Magelang
Diajukan Kepada :
dr. Sri Yuni Hartati, Sp. M
Disusun Oleh :
Aida Yulia Amany
20100310091
BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT TIDAR KOTA MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
REFLEKSI KASUS
PENGALAMAN
Pasien wanita 53 tahun mengeluhkan matanya berwarna kemerahan gelap sejak
3 hari ini. Tak ada pedih, nrocos, gatal ada. 1 minggu SMRS pasien mengalami
KLL, pasien berjalan dan ditabrak oleh motor dari arah belakang. Pada kejadian
pasien tak sadar kemudian dibawa ke IGD dan pasien sadar di IGD. Pasien
sempat opname 5 hari dan pada saat itu matanya bengkak dan tidak bisa dibuka.
Setelah matanya bisa dibuka pasien baru menyadari bahwa matanya memerah
dan akhirnya datang ke poli mata.
MASALAH YANG DIKAJI
Bagaimana penegakkan diagnosis dalam kasus ini?
Bagaimana penatalaksanaannya?
Apa saja komplikasi yang dapat terjadi?
ANALISA MASALAH
I. Anatomi Mata
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1)
sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar
mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar,
sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan),
lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas
cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang
sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk
memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina,
yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah
lapisan syaraf di dalam. Retina mengandung sel batang dan sel kerucut,
fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf
Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke
retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai
ke retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan
bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk
mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan
menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan
merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak.
Struktur Mata Tambahan, Mata dilindungi dari kotoran dan benda asing
oleh alis, bulu mata dan kelopak mata. Konjungtiva adalah suatu membran
tipis yang melapisi kelopak mata (konjungtiva palpebra), kecuali darah
pupil. Konjungtiva palpebra melipat kedalam dan menyatu dengan
konjungtiva bulbar membentuk kantung yang disebut sakus konjungtiva.
Walaupun konjungtiva transparan, bagian palpebra tampak merah muda
karena pantulan dari pembuluh – pembuluh darah yang ada didalamnya,
pembuluh – pembuluh darah kecil dapat dari konjungtiva bulbar diatas
sklera mata. Konjungtiva melindungi mata dan mencegah mata dari
kekeringan
Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata.
Kelenjar lakrimalis mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk
membasahi dan melembabkan kornea, kelebihan sekresi akan dialirkan ke
kantung lakrimalis yang terletak pada sisi hidung dekat mata dan melalui
duktus nasolakrimalis untuk ke hidung.
I.1 Bola Mata
Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya
oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar
ke dalam, yaitu :
1. Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat
padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol
ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang
mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina
fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung
bila dilihat melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu
vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada
batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama
merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan
berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium
anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva. (2) substansia propria,
terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4)
endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.
2. Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea
(terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2)
corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior
terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus
ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis
dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang
diantara lensa dan kornea menjadi camera anterior dan posterior, serat-serat
otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.
3. Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di
dalamnya. Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan
dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina
merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak,
yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior
retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan
lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi
procesus ciliaris dan bagian belakang iris.
Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, macula
lutea, merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas. Bagian
tengahnya berlekuk disebut fovea sentralis.
Nervus opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial dari macula lutea
melalui discus nervus optici. Discus nervus optici agak berlekuk di pusatnya
yaitu tempat dimana ditembus oleh a. centralis retinae. Pada discus ini sama
sekali tidak ditemui coni dan bacili, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan
disebut sebagai bintik buta. Pada pengamatan dengan oftalmoskop, bintik buta
ini tampak berwarna merah muda pucat, jauh lebih pucat dari retina di
sekitarnya.
I.2 Ruang Mata
Bagian dalam bola mata terdiri dari 2 rongga, yaitu anterior dan
posterior. Rongga anterior teletak didepan lensa, selanjutnya dibagi lagi kedalam
dua ruang, ruang anterior (antara kornea dan iris) dan ruang posterior antara iris
dan lensa ). Rongga anterior berisi cairan bening yang dinamakan humor
aqueous yang diproduksi dalam badan ciliary, mengalir ke dalam ruang posterior
melewati pupil masuk ke ruang anterior dan dikeluarkan melalui saluran
schelmm yang menghubungkan iris dan kornea ( sudut ruang anterior).
Iris struktur berwarna, menyerupai membran dan membentuk lingkaran
ditengahnya. Iris mengandung dilator involunter dan otot – otot spingter yang
mengatur ukuran pupil. Pupil adalah ruangan ditengah – tengah iris, ukuran
pupil bervariasi dalam merespon intensitas cahaya dan memfokuskan objek
( akomodasi ) untuk memperjelas penglihatan, pupil mengecil jika cahaya terang
atau untuk penglihatan dekat. Lensa mata merupakan suatu kristal, berbentuk
bikonfek ( cembung ) bening, terletak dibelakang iris, terbagi kedalam ruang
anterior dan posterior. Lensa tersusun dari sel – sel epitel yang dibungkus oleh
membran elastis, ketebalannya dapat berubah – ubah menjadi lensa cembung
bila refraksi lebih besar.
I.3 Orbita dan Otot-otot Ekstra-okular
Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, sedangkan bola mata hanya
mengisi 1/5 rongga orbita. Rongga orbita berbentuk limas segi empat dengan
puncak ke arah dalam. Dinding orbita terdiri dari :
1. Atap orbita, yaitu tulang frontal (terdapat sinus frontalis)
2. Dinding lateral, yaitu tulang sphenoidal dan tulang zygomatikus
3. Dinsing medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus
eitmoidal dan sphenoidal)
4. Dasar orbita, yaitu tulang maksilaris dan Zygomatukus. Pada tulang
maksilaris terdapat sinus maksilaris. Kelenjar makrinalis terdapat dalam
fossa lakrimalis dibagian anterior atap orbita.
Otot-otot ekstraokular terdiri dari empat muskuli yang berorigo pada dinding
belakang dan m. Oblukus superior yang berorigo pada tepi foramen optikum
menempel pada dinding depan atas orbita. Seluruh otot-otot tersebut berinsersi
pada dinding sklera.
II. Trauma Pada Mata
Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari
cedera. Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan
bertulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk
penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa
mengalami kerusakan.
Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan
akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus
diangkat. Cedera mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai
fungsi penglihatan.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga
sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat rumah tangga sering
menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak disengaja yang
menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan
bahkan kehilangan mata.
Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang berat,
tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang fatal.
Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga memberikan
dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma. Trauma tumpul dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
1. Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda
dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola
mata
2. Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi
pada jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.
Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa
kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-
Elder, kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan
mata, dari palpebra sampai dengan saraf optikus.
III. Manifestasi Klinis
Berbagai Kerusakan Jaringan Mata Akibat Trauma diantaranya:
1. Orbita
Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong
dan menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan
fraktur dari maksila yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur
tripod pada zygoma yang akan mengenai dasar orbita. Apabila pintu masuk
orbita menerima suatu pukulan, maka gaya-gaya penekan dapat
menyebabkan fraktur dinding inferior dan medial yang tipis, disertai dengan
prolaps bola mata beserta jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur
blow-out). Mungkin terdapat cedera intraokular terkait, yaitu hifema,
penyempitan sudut, dan ablasi retina. Enoftalmos dapat segera terjadi setelah
trauma atau terjadi belakangan setelah edema menghilang dan terbentuk
sikatrik dan atrofi jaringan lemak.
Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan paralisis
otot-otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus. Diplopia
dapat disebabkan kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi orbita.
Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior orbita dan jaringan di
sekitarnya. Apabila terjadi penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh forseps
menjadi terbatas.
2. Palpebra
Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata
dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis,
dan erosi palpebra.
3. Konjungtiva
Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau
khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan
terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi,
dari ptekie hingga makular.
Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus
diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera.
4. Sklera
Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik
depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola
mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi
karena trauma langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula
terjadi pada trauma tak langsung.
5. Koroid dan korpus vitreus
Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke
belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga
dapat menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila
perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus.
Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan
eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera.
Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas,
biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada
membran Bruch. Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis,
dan degenerasi koroid.
6. Kornea
Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema
interstisial dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk
kekeruhan seperti cincin dengan batas tegas berdiameter 2 – 3 mm.
Lipatan membrana Bowman membentuk membran seperti lattice. Membrana
descement bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak
sebagai kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi
inhibisi humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema.
Bila robekan endotel kornea ini kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam
beberapa hari tanpa terapi.
Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh
adanya segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di
setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan
perforasi.
7. Iris dan Korpus Siliaris
Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma
ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan
iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti
dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup
hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu
dengan kacamata.
Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi
yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi
kadang-kadang hebat sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat
pula terjadi dan dapat dilihat melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin.
Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan
terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema.
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya
kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli
anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler
okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan
dalam kornea.
8. Lensa
Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan,
subluksasi dan dislokasi lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen
yang terdapat pada kapsul anterior karena pelepasan pigmen iris posterior yang
disebut cincin Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan punctata, diskreta,
lamelar aau difus seluruh massa lensa.
Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila
robekan kecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang
tidak akan mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan
menetap, sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi katarak presenil.
Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa.
Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-
kadang tidak mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia
monokular, bahkan dapat mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa
dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus, subskleral, ruang interretina,
konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan
glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke
posterior biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi
dapat menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok
pupil dan peninggian TIO.
9. Retina
Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio
okuli. Bila hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa
terjadi pada tempat kontusio, tetapi yang paling sering terjadi mengenai
sekeliling diskus dan makula. Dapat pula terjadi nekrosis dan perdarahan retina
yang pada proses penyembuhan akan meninggalkan atrofi dan sikatrik.
Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abu-
abuan dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri
retina sentralis. Edema dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila
edema tidak hebat, hanya akan meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera
setelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi,
menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di retina,
subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya
menyebabkan retinopati proliferatif.
Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi
pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga
trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering
disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadran
inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai
dengan ablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi
akibat:
1) Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat ruptur
2) Perdarahan koroid dan eksudasi
3) Robekan retina dan koroid
4) Traksi fibrosis vitreus akibat perdarahan retina atau vitreus.
5) Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus.
10. Nervus Optikus
Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar
diskus optik berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini
sering disertai pula dengan kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio
dan konkusio yang hebat juga mengakibatkan ruptur atau avulsi nervus
optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat.
IV. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan sebagai
prosedur diagnostik, antara lain:
1. Kartu mata snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu
akibat kerusakan kornea, aqueus humor, iris dan retina.
2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi
vaskuler okuler, glukoma.
3. Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal
12-25 mmHg.
4. Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila
TIO normal atau meningkat ringan.
5. Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-
scan, x-ray): mengkaji struktur internal okuler, edema retine, bentuk pupil
dan kornea.
6. Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia
sistemik/infeksi.
7. Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes
Pada hifema Cara Pemeriksaan yaitu: (1) anastesi lokal bila ada
blefarospasme, (2) tes fluoresin, dan (3) pemeriksaan anterior dengan: lampu
senter, loupe, dan slite lamp biomicroscope.
Penyulit yaitu: glaukoma sekunder, uveitis, hefema sekunder, dan
hemosiderosis.
V. Subkonjungtiva Bleeding
Konjungtiva adalah membran tipis, lembab dan transparan yang
melapisi bagian putih dari mata (disebut sklera) dan bagian dalam dari
kelopak mata. Konjungtiva adalah lapisan pelin dung terluar dari bola mata.
Konjungtiva mengandung saraf-saraf dan banyak pembuluh darah kecil.
Pembuluh darah ini biasanya semakin tampak jelas (karena biasanya tidak
tampak pada kondisi normal) jika mereka membesar saat terjadi peradangan
pada mata. Oleh karena beberapa hal, pembuluh-pembuluh darah ini bisa
menjadi rapuh, din ding mereka bisa pecah dengan mudah nya, meng
hasilkan perdarahan subkonjungtiva (perdarahan di bawah konjungtiva).
Perdarahan subkon jungtiva tampak sebagai plak perdarahan merah
terang atau gelap pada sklera.
VI. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas
adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari
sampai pasien mendapat anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh
diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas
obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik
dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox
pada mata. Analgetik, aneiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai
kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus
menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular,
karena dapat meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga
dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.
Pada perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan
pengobatan karena darah akan terabsorbsi dengan baik selama 3 -4 minggu.
Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter
memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Airmata buatan
untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko
perdarahan berulang.
VII. Prognosis
Prognosis pada trauma okuli bergantung pada luas dan panjang
luka dan ada tidaknya penyulit seperti hifema atau ablasio retina, sedangkan
untuk subkonjugtiva bleeding prognosis pada umumnya bonam, namun hal
ini tergantung dari kondisi pasien, ada/tidaknya komplikasi, serta
pengobatannya.
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. M
b. Umur : 53 tahun
c. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
d. Agama : Islam
e. Alamat : Jurangombo
II. ANAMNESIS(Tanggal 3 Agustus 2015 jam 10.00 WIB)
Keluhan Utama
Mata kanan kemerahan gelap.
Keluhan Tambahan
Mata kanan kadang terasa gatal.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan matanya berwarna kemerahan sejak 3 hari ini. Tak ada
pedih, nrocos, gatal ada. 1 minggu SMRS pasien mengalami KLL, pasien
berjalan dan ditabrak oleh motor dari arah belakang. Pada kejadian pasien
tak sadar kemudian dibawa ke IGD dan pasien sadar di IGD. Pasien sempat
opname 5 hari dan pada saat itu matanya bengkak dan tidak bisa dibuka.
Setelah matanya bisa dibuka pasien baru menyadari bahwa matanya
memerah dan akhirnya datang ke poli mata.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat DM, HT, peny.Jantung, asma. Pasien
sebelumnya pernah menggunakan kacamata minus.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat DM, HT, peny.Jantung, asma pada keluarga disangkal. Riwayat
penyakit mata pada keluarga tidak ada.
III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- OD : Tampak patch merah gelap pada daerah temporal
- OS : Tenang
2. Pemeriksaan Subyektif
Pemeriksaan OD OS
Visus jauh 2/60 2/60
Visus dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
PSPW Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3. Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan OD OS PenilaianSupersilia Eskoriasi multiple pada
periorbita bagian temporal dan inferiorHematom Edema
N
Kelopak mataPasangan Edem N OD edemGerakan Terbatas N Terbatas pada ODKulit Hematom kebiruan N Kemerahan tanda
peradanganTepi kelopak Edem N Terdapat sekret pada
kelopak mata OD yang melengket
Aparatus LakrimalisSekitar gland. lakrimalis N NSekitar sakus lakrimalis N NUji flurosensi - - Tak dilakukanUji regurgitasi - - Tak dilakukanBola mataPasangan N NGerakan N N Tak ada gangguan gerak
Ukuran N N Makroftalmos (-) mikroftalmos (-)
TIO N NKonjungtiva Patch kemerahan gelap pada
bagian temporal N
Palpebra superior Edema NForniks N NPalpebra inferior N NBulbi N NSklera Kemerahan gelap pada bagian
temporalN
KorneaUkuran N N Ø Horizontal 11,
Ø Vertikal 12Kecembungan N N Lebih cembung dari scleraLimbus N N Arcus senilis (-), Injeksi
perikornea (-)Permukaan N N LicinMedium N N JernihUji flurosensi (-) (-) Tak dilakukanUji placido (-) (-) Tak dilakukanKamera Okuli AnteriorUkuran Dalam DalamIsi Jernih JernihIrisWarna Coklat coklatPasangan Simetris Simetris Gambaran N N Gambaran kripti baik tak ada
sinekiaBentuk Bulat Bulat PupilUkuran 3mm 3mm Normal Bentuk Bulat Bulat Normal Tempat Tengah Tengah Normal Tepi Reguler Reguler Reflek direk (+) (+)Reflek indirek (+) (+)LensaKejernihan Jernih JernihLetak Tengah, belakang iris Tengah,
belakang irisKorpus vitreum Orange cemerlang Orange
cemerlangReflek fundus Orange cemerlang Orange
cemerlang
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OS
Patch merah gelap pada mata kanan bagian
temporal (+), Eksoriasi pada periorbita (+), edem
(+) dan hematom (+) pada periorbita dan palpebra
superior dan inferior.
Tenang
V. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
OD hematom periorbita
OD kontusio
OD subconjunctival bleeding
VI. DIAGNOSIS
OD subconjunctival bleeding et causa kontusio okuli
VII. TERAPI
Cek lagi..
Methylprednisolon 8mg 2-1-0
Vitamin C 3x1 tab
VIII. PROGNOSIS
Visum : Dubia et bonam
Kesembuhan : Dubia et bonam
Jiwa : Dubia et bonam
Kosmetika : Dubia et bonam
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S., 2004. Ilmu Penyakit Mata. Edisi III, Cetakan I, Fakultas Kedokteran
UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
2. Ilyas, S. Dkk., 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Ed2, Sagung Seto, Jakarta.
3. Mahardika, Irawati. Dkk., 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi IV.
Media Aesculapius, Jakarta.
4. Fernando H Murillo-Lopez, MD., 2014. Keratitis. Medscape. (Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1194028-overview accessed at 3 August
201 5 ).