Referat Mata Tonometri n Pupil (2)
-
Upload
lalu-bayu-kusuma -
Category
Documents
-
view
84 -
download
12
Transcript of Referat Mata Tonometri n Pupil (2)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tonometer adalah alat yang mengeksploitasi sifat fisik mata untuk mendapatkan
tekanan intra okular tanpa perlu mengkanulasi mata. Sifat fisik kornea normal memberi
batasan keakuratan tonometer untuk mengukur tekanan intra okular, dan sejumlah
usaha telah dilakukan untuk mendesign tonometer yang dapat diaplikasikan juga pada
konjungtiva atau pada kelopak mata.1
Tekanan intraokuler ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah produksi
akuos humor oleh badan siliar, resistensi dari pengaliran akuos humor pada sudut bilik
mata depan menuju sistem“trabecular meshwork”-kanalis Schlemm dan level dari
tekanan vena episklera.2
Tekanan intraokuler normal pada manusia dari data penelitian Becker dengan
menggunakan tonometer Shiotz pada 909 populasi adalah 16,1 mmHg dengan SD 2,8
mmHg dan dari penelitian Leydecker dkk (1958) pada 10.000 populasi mendapatkan
nilai tekanan intraokuler 15,8 mmHg dengan SD 2,6 mmHg serta dari penelitian
Goldmann pada 400 populasi dengan menggunakan tonometer aplanasi mendapatkan
nilai tekanan intraokuler rata-rata 15,4 mmHg dengan SD 2,5 mmHg.2
Nilai tekanan intraokuler pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain: usia, jenis kelamin, musim, variasi diurnal, ras, kelainan refraksi, latihan,
obat-obat anastesi, alkohol. Pada beberapa penelitian dijumpai korelasi antara tekanan
intraokuler dengan usia, dimana dengan bertambahnya usia cenderung terjadi
peningkatan tekanan intraokuler, yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor
kardiovaskular, demikian juga yang berhubungan dengan jenis kelamin dimana dari
penelitian Armalys (1965) dengan menggunakan tonometer applanasi mendapatkan
tekanan intraokuler pada wanita berusia lebih dari 40 tahun lebih tinggi dari pria yang
mungkin disebabkan oleh faktor-faktor hormonal (menstruasi).2
Semua tonometer yang ada tidak akan memberikan hasil pemeriksaan yang
maksimal jika pemeriksa tidak mengetahui tehnik secara benar yang menyebabkan
terjadinya kesalahan.1
Ukuran pupil tergantung beberapa faktor antara lain umur, tingkat kesadaran,
kuatnya penyinaran, dan tingkat akomodasi. Perubahan diameter pupil dipengaruhi oleh
2
aktifitas jaras eferen serabut simpatis dan parasimpatis. Fungsi saraf simpatik adalah
dilatasi pupil dengan efek yang kurang bermakna pada otot siliaris sedangkan fungsi
saraf parasimpatik untuk miosis pupil dengan efek terhadap kontraksi M.siliaris serta
efek akomodasi. Jadi diameter pupil ditentukan oleh aksi antagonistik antara M.sfingter
pupiliae dan M.dilator pupiliae. Otot kedua ini peranannya kecil.3
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apa saja alat untuk memeriksa tekanan intra okular?
b. Bagaimana cara menggunakan alat dan menilai hasilnya?
c. Reflek apa saja yang dapat ditemukan pada pupil?
d. Bagaimana cara memeriksa reflek tersebut?
1.3 TUJUAN
a. Mengetahui macam alat yang digunakan untuk memeriksa tekanan intra okular
dan cara menggunakan, serta intepretasi hasilnya.
b. Mengetahui macam reflek pada pupil dan cara memeriksanya.
1.4 MANFAAT
a. Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan ilmu
pemeriksaan mata khususnya.
b. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TINJAUAN TONOMETRI
2.1.1 FISIOLOGI HUMOR AQUOS
Akuos humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi ruang bilik mata depan
dan belakang. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi dari plasma. Komposisi akuos humor
serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat
dan laktat yang lebih tinggi dan protein, urea dan glukosa yang lebih rendah.2
Akuos humor mempunyai fungsi sebagai media refraksi dengan kekuatan
rendah, mengisi volume bola mata dan mempertahankan tekanan intraokuler serta
memberi nutrisi untuk jaringan avaskular mata seperti bagian belakang kornea, jalinan
trabekular, lensa dan bagian depan badan vitreus.2
Tekanan intraokuler ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah produksi akuos
humor oleh badan siliar, resistensi dari pengaliran akuos humor pada sudut bilik mata
depan menuju sistem jalinan trabekular–kanal Schlemm dan level dari tekanan vena
episklera serta mengalir melalui jalur uveosklera.2
Tonometer berguna untuk mengukur tekanan intra okuli. Tekana intra okuli
tergantung dari kecepatan produksi humor aquos, tahanan terhadap aliran keluarnya
dari mata dan tekanan vena episklera.1
Nilai normal tekanan intra okuli 11-21 mmHg (rata-rata 16±2,5 mmHg).1
Humor aquos dihasilkan oleh korpus siliaris dengan:
1. Aktif sekresi
2. Pasif sekresi melalui ultrafiltrasi dan difusi.1
Dimana 80% dari produksi akuos humor disekresi oleh epitel siliaris yang tidak
berpigmen melalui metabolisme aktif dan tergantung pada jumlah sistem enzim , serta
20% dari produksi akuos humor melalui proses ultrafiltrasi dan diffusi melalui
mekanisme pasif dari plasma kapiler yang dihasilkan di stroma prosesus sekretorius
serta kemampuan plasma melewati sawar epitel dan aliran komponen plasma karena
adanya perbedaan tekanan osmotik dan tingkat tekanan intraokuler.2
4
Tingkat produksi akuos humor rata-rata adalah 2,6–2,8 μl/menit atau 1% dari
volume akuos humor permenit dan angkanya menjadi 2,4 ± 0,6 μl/menit jika dilakukan
pengukuran dengan alat fluorofotometer.2
Tingkat produksi akuos humor pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain: usia, jenis kelamin, musim, variasi diurnal, ras, kelainan refraksi,
latihan, obat-obat anastes, alkohol.2
2.1.2 ALIRAN HUMOR AQUOS
Aliran akuos humor dari bilik mata belakang melalui pupil menuju bilik mata
depan kemudian mengalir melalui dua jalur: trabekular (konvensional/kanalikular) melalui
kanal Schlemm, kanalis intrasklera, vena episklera untuk selanjutnya masuk kedalam
sirkulasi; jalur ini meliputi ± 90% dari seluruh aliran akuos humor. Jalinan trabekula terdiri
dari berkas-berkas jaringan kollagen dan elastik yang dibungkus oleh sel-sel trabekular
yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu
mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya kedalam jalinan
trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase
akuos humor juga meningkat. Aliran akuos humor kedalam kanalis Schlemm bergantung
pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik dilapisan endotel. Saluran eferen
dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akuos) menyalurkan
cairan kedalam sistem vena. Sejumlah kecil ± 10 % akuos humor keluar melalui jalur
uveosklera (unkonvensional/ekstrakanalikular). Jalur ini terdiri dari uveal meshwork dan
korneosklera meshwork, uvea pada trabekula ini menghadap kebilik depan dan meluas
dari skleral-spur, permukaan anterior badan siliar serta akar iris yang kemudian berakhir
di membran Descemet (garis Schwalbe).2
5
Resistensi utama terhadap aliran keluar akuos humor dari ruang bilik mata depan
adalah lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular
didekatnya, bukan dari sistem pengumpul. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera
menentukan besar minimum tekanan intraokuler yang dicapai oleh terapi medis.2
Pengaliran akuos humor dalam jumlah yang sangat kecil mengalir melalui vena-
vena pada iris dan retina serta melalui endotel kornea.2
2.1.3 TEKANAN VENA EPISKLERA
Hubungan antara tekanan vena episklera dan dinamika akuos humor sangat
rumit karena baru sebagian yang bisa diketahui. Tekanan vena episklera normal
diperkirakan 8–12 mmHg. Peningkatan tekanan vena episklera sebesar 1 mmHg
biasanya akan diikuti peningkatan tekanan intraokuler dalam besar yang sama.2
2.1.4 HUBUNGAN TEKANAN INTRAOKULER DAN ALIRAN HUMOR AQUOS
Berdasarkan dinamika pengaliran akuos humor melalui jalur trabekular
ditemukan tiga faktor saling berhubungan yg dirumuskan oleh Goldmann dengan :2
Po = (F/C) + Pv
Po = Tekanan intraokuler (mmHg)
F = Kecepatan pembentukan akuos humor (μl/mnt)
C = Kemudahan aliran akuos humor (μl/mnt/mmHg)
Pv = Tekanan vena episklera (mmHg)
Tetapi dengan adanya faktor dari pengaliran melalui jalur uveosklera maka hubungan
keempat faktor ini dapat dirumuskan dengan :2
IOP = F- U + Pev
C
IOP = Tekanan intraokuler (mmHg)
F = Kecepatan pembentukan akuos humor (μl/mnt)
U = Pengaliran melalui uveosklera (μl/mnt)
C = Kemudahan aliran akuos humor (μl/mnt/mmHg)
Pev = Tekanan vena episklera (mmHg)
6
2.1.5 PEMERIKSAAN TEKANAN INTRAOKULER
Bola mata dapat dipersamakan dengan suatu kompartemen tertutup dengan
sirkulasi akuos humor yang konstan. Cairan ini mempertahankan bentuk dan tekanan
relatif didalam bola mata. Tonometri adalah cara pengukuran tekanan intraokuler
dengan memakai alat-alat terkalibrasi yang melekukkan atau meratakan kornea. Makin
tegang mata, makin besar gaya yang diperlukan untuk mengakibatkan lekukan.2
Ada dua jenis tonometri yaitu tonometer indentasi dan tonometer aplanasi.
Tonometer indentasi yang dipakai adalah tonometer Schiotz yang digunakan untuk
mengukur besarnya indentasi kornea yang dihasilkan oleh beban atau gaya yang telah
ditentukan. Makin lunak mata, makin besar lekukan yang diakibatkan pada kornea.
Dengan makin kencangnya mata, makin kurang lekukan kornea terjadi dengan gaya
yang sama. Berbeda dari tonometer Schiotz, tonometer aplanasi dapat mengubah dan
mengukur beban yang diberikan. Tekanan mata ditentukan oleh beban yang diperlukan
untuk meratakan kornea dengan beban standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada tekanan intraokuler yang lebih rendah, lebih sedikit beban tonometer yang
dibutuhkan untuk mencapai derajat standar perataan kornea, dibanding dengan tekanan
intraokuler yang lebih tinggi. Karena kedua cara ini mempergunakan alat yang
menempel pada kornea pasien, maka diperlukan anastesi lokal dan ujung alat harus
didesinfeksi sebelum dipakai dan sewaktu menarik palpebra saat melakukan
pemeriksaan, harus hati-hati agar jangan menekan bola mata sehingga meningkatkan
tekanannya.2
2.1.5.1 TONOMETER SCHIOTZ
Keuntungan cara ini adalah kesederhanaannya, alatnya mudah
dibawa. Alat ini dapat dipakai di semua klinik atau bagian gawat darurat, di
ruangan rawat rumah sakit, atau di kamar bedah. Tonometer Schiotz adalah
alat yang praktis bagi bukan spesialis mata, untuk mengukur tekanan bola
mata pada pasien yang disangkakan glaukoma dalam keadaan darurat.2
Ketiga komponen terpisah tonometer harus dibersihkan, dirakit, dan
dibongkar kembali setelah pemakaian. Badan tonometer terdiri atas tabung
penampung “plunger” yang dihubungkan denagan skala pengukur dan jarum
penunjuk. Gagang terpasang, yang dapat meluncur di luar laras silinder,
menunjang bebantonometer bila tidak menekan pada mata. “Pluger” adalah
batang berujung tumpul yang dimasukkan ke dalam selongsong tabung, yang
dapat mundur maju. Satu ujungnya menyentuh kornea, sedangkan ujung
7
lainnya mengeser jarum skala pengukur. Beban 5,5 g yang dipasang di ujung
atas pluger (paling jauh dari pasien) agar tidak jauh dari bagian batang.2
Pasien tidur telentang, dan diberi anestesi lokal pada kedua mata.
Dengan pasien menatap lurus ke depan, kelopak mata ditahan agar tetap
terbuka dengan menarik kulit palpebra dengan hati-hati pada pinggir orbita.
Tonometer diturunkan oleh tangan lainnya sampai ujung cekung laras
menyentuh kornea. Dengan gaya yang ditetapkan dengan beban terpasang,
tonjolan pluger berujung tumpul menekan pada kornea dan sedikit
melekukkan pusat kornea. Tahanan kornea, yang sebanding dengan tekanan
intraokuler, akan mendesak pluger ke atas. Sewaktu bergeser keatas didalam
selongsong, pluger menggeser jarum penunjuk skala. Makin tinggi tekanan
intraokuler, makin besar tahanan kornea terhadap indentasi, makin tinggi pula
geseran pluger ke atas, sehingga makin jauh mengeser jarum penunjuk
skala.2
Dipakai sebuah kartu konversi untuk menerjemahkan nilai pada skala
ke dalam milimeter air raksa. Jika mata kencang, diberikan tambahan beban
(7,5 dan 10 gr) pada pluger untuk menaikkan gaya pada kornea. Kalibrasi
dilakukan dengan meletakkan tonometer pada blok metal “berbentuk-kornea”
yang akan mendefleksi jarum itu maksimal sehingga sesuai dengan “O” pada
skala.2
2.1.5.2 TONOMETER APPLANASI
a) TONOMETER APPLANASI GOLDMANN
Merupakan tonometer yang dipasang pada slitlamp, untuk
mengukur besarnya beban yang diperlukan untuk meratakan apeks
kornea dengan beban standar. Pemeriksaan ini untuk mendapatkan
tekanan intraokuler dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sklera
(scleral rigidity). Makin tinggi tekanan intraokuler, makin besar beban
yang dibutuhkan.2
Tonometer applanasi Goldmann lebih teliti dari pada tonometri
Schiotz, jenis ini lebih disukai para oftalmolog. Dengan alat ini tidak
diperhatikan kekakuan sklera, karena pada tonometer applanasi,
prisma yang dipakai hanya menggeser cairan dalam bola mata
sebesar 0,5 mm kubik sehingga tidak terjadi pengembangan sklera
yang berarti seperti pada tonometer Shiotz yang terjadi pergerakan
8
cairan dalam bola mata sebesar 7–14 mm kubik sehingga kekakuan
sklera memegang peranan dalam perhitungan tekanan intraokuler.2
Setelah anastesi lokal dan pemberian fluoresein, pasien duduk
didepan slitlamp dan tonometer disiapkan. Agar dapat melihat
fluoresein, dipakai filter biru cobalt dengan penyinaran paling terang.
Setelah memasang tonometer di depan kornea, pemeriksa melihat
melalui slitlamp okuler saat ujungnya berkontak dengan kornea.
Sebuah per counterbalance yang dikendalikan dengan tangan
mengubah-ubah beban yang diberikan pada ujung tonometer. Setelah
berkontak, ujung tonometer meratakan bagian tengah kornea dan
menghasilkan garis fluorescein melingkar tipis. Sebuah prisma di
ujung visual memecah lingkaran ini menjadi dua setengah–lingkaran
yang tampak hijau melalui okuler slitlamp. Beban tonometer diatur
secara manual sampai kedua setengah-lingkaran tersebut tepat
bertindih. Titik akhir visual ini menunjukan bahwa kornea telah
didatarkan oleh beban standar yang terpasang. Jumlah beban yang
dibutuhkan untuk ini diterjemahkan skala menjadi bacaan tekanan
dalam milimeter air raksa.2
b) TONOMETER PERKINS
Merupakan tonometer applanasi yang hampir sama dengan
tonometer Goldmann hanya saja tonometer Perkins dapat digunakan
dalam berbagai posis oleh karena bersifat portabel, keakuratannya
dapat disamakan baik dalam posisi vertikal atau horizontal, tonometri
dapat dilakukkan pada bayi, anak, dan di kamar operasi serta pada
kornea yang mengalami astigmatisma. Tekanan intraokular dapat
lebih akurat dari pengukuran dengan menggunakan tonometer
Goldmann jika saat pemeriksaan mau menahan nafas, melonggarkan
dasi, cemas terhadap pemeriksaan dengan memakai slit lamp, dan
dapat digunakan di dalam kamar operasi.1
c) TONOMETER DAEGER
Merupakan tonometer applanasi yang hampir sama dengan
tonometer Goldmann dan Perkins. Perbedaannya pada bentuk prisma
yang digunakan serta tekanan yang diberikan berasal dari motor
elektrik. Bersifat portable, membutuhkan latihan untuk
menggunakannya dan mempunyai tingkat kesulitan yang sama
dengan tonometer Goldmann.1
9
d) TONOMETER MACKAY-MARG
Merupakan tonometer applanasi, dan cukup akurat untuk
pengukuran TIO pada mata yang mengalami sikatrik, oedem, atau
irregular kornea dan pada mata ynag memakai lensa kontak lunak.1
2.1.5.3 PNEUMATONOMETER
Merupakan tonometer yang mempunyai kemampuan sensitifitas
seperti tonometer Mackay-Marg. Pengukuran TIO dengan memberikan
tekanan udara pada seluruh struktur kornea yang digunakan untuk
mendatarkan kornea.
Berguna untuk kornea yang irregular, sikatrik dan oedem serta mata
yang memakai soft kontak lens. Dan pada kasus diatas hasil pengukuran TIO
lebih konsisten dan objektif.
Dapat digunakan untuk mengukur TIO secara berkesinambungan dan
sebagai tonografi.1
2.1.5.4 TONOPEN
Merupakan tonometer portabel dengan sumber energi dari baterai.1
2.1.5.5 TONOMETER DIGITAL PALPASI
Merupakan pengukuran bola mata dengan jari pemeriksa, Alat: jari
telunjuk kedua tangan. Tehnik:1
a) Menjelaskan apa saja yang akan kita lakukan
b) Pasien disuruh menutup mata
c) Pandangan kedua mata seakan-akan menghadap kebawah
d) Jari-jari lainnya bersandar pada dahi dan pipi pasien
e) Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang
kornea bergantian
f) Satu telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya
menekan bola mata
Penilaian: cara ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena
terdapat faktor subjektif, penilaian dapat dicatat, mata N+1, N+2, N+3, atau
N-1, N-2, N-3 yang menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah dari
normal.1
10
2.1.5.6 TONOMETRI NON-KONTAK
Tonometer non-kontak (“hembusan-udara“) tidak seteliti tonometer
applanasi. Dihembuskan sedikit udara pada kornea. Udara yang terpantul
dari permukaan kornea mengenai membran penerima-tekanan pada alat ini.
Metoda ini tidak memerlukan anestesi, karena tidak ada bagian alat yang
mengenai mata. Jadi dengan mudah dipakai oleh teknisi dan berguna dalam
program penyaringan.2
2.1.5.7 DYNAMIC CONTOUR TONOMETRY
Merupakan teknik pengukuran terbaru dengan penyesuaian
permukaan (contour matching) dan ujung tonometer yang diletakkan
dipermukaan kornea mempunyai tekanan yang konstan, ini yang
membedakannya dari tonometer aplanasi yang lain.1
2.1.5.8 TRANSPALPEBRA TONOMETER
Pengukuran dilakukan melalui kelopak mata sehingga tidak terjadi
kontak engan kornea untuk mengurangi proses penularan penyakit dan tidak
membutuhkan anestesi topikal.
Pemakaian alat dianjurkan untuk pasien yang harus melakukan
pemeriksaan TIO rutin, pada anak-anak atau pasien yang baru saja menjalani
operasi kornea. Keakuratan pengukuran tergantung posisi melatakkan alat.
Kontra indikasi pemakaian alat ini (bila dijumpai): proses patologi pada
palpebra dan patologi pada sklera dan konjungtiva.1
2.1.6 FREKUENSI DISTRIBUSI TEKANAN INTRAOKULER
11
Penelitian yang telah dilakukan Armaly (1965) dengan menggunakan tonometer
aplanasi pada populasi normal dari 2394 subjek penelitian mendapatkan distribusi
Gaussian untuk usia diatas 40 tahun. Dengan peningkatan usia terdapat peningkatan
tekanan intraokuler rata-rata dan simpangan bakunya.2
2.1.7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TEKANAN INTRAOKULER
Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan intraokuler antara lain :2
2.1.7.1 Usia
Masih banyak pertentangan mengenai pengaruh usia terhadap perubahan
tekanan intraokuler. Umumnya usia muda mempunyai tekanan yang lebih rendah di
banding populasi umum, sedangkan pada orang tua peninggian tekanan intraokuler
mempunyai hubungan dengan tekanan darah yang meninggi, frekuensi nadi dan
obesitas. Dengan peningkatan usia pengeluaran aliran akuos humor menurun. Studi
Histologi menghubungkannya dengan perubahan pada jaringan trabekula, termasuk
penebalan dan penggabungan lapisan trabekula, degenerasi kollagen dan fibril
elastik, akumulasi kollagen, hilangnya sel-sel endotel, hiperpigmentasi sel-sel
endotel, akumulasi organel intraselluler, akumulasi dan perubahan matriks
ekstraselluler dan berkurangnya jumlah vakuola raksasa.2
2.1.7.2 Jenis kelamin
Tidak banyak ditemui perbedaan tekanan intraokuler antara pria dan wanita.
Umumnya wanita usia menopause mempunyai tekanan intraokuler yang relatif lebih
12
tinggi di bandingkan pria dengan umur yang sama, dalam hal ini mungkin
disebabkan oleh faktor- faktor hormonal.2
2.1.7.3 Musim
Adanya pengaruh musim berhubungan dengan tekanan intraokuler pernah
dilaporkan dimana pada bulan–bulan musim dingin tekanan intraokuler manusia lebih
tinggi yang mungkin disebabkan oleh perubahan tekanan atmosfer.2
2.1.7.4 Variasi diurnal
Variasi diurnal merupakan perubahan keadaan tekanan intraokuler setiap
hari. Pada orang normal mempunyai variasi 3–6 mmHg antara tekanan intraokuler
terendah dan tertinggi, sedang pada penderita glaukoma dapat lebih tinggi lagi.
Umumnya tekanan intraokuler meninggi pada tengah hari dan lebih rendah pada
malam hari. Ini di hubungkan dengan variasi diurnal kadar kortisol plasma, dimana
puncak tekanan intraokuler sekitar tiga sampai empat jam setelah puncak kadar
kortisol plasma.2
2.1.7.5 Ras
Adanya keterkaitan antara ras tertentu dengan tekanan intraokuler telah
diperkuat dengan adanya laporan yang menyatakan bahwa orang kulit hitam
mempunyai tekaan intraokuler lebih tinggi di bandingkan kulit putih.2
2.1.7.6 Genetik
Tekanan intraokuler pada populasi umum ada kaitannya dengan keturunan,
keadaan ini di buktikan dengan terdapatnya kecenderungan tekanan intraokuler yang
lebih tinggi pada sejumlah keluarga penderita glaukoma.2
2.1.7.7 Kelainan refraksi
Terdapat hubungan antara miopia aksial dengan peninggian tekanan
intraokuler. Dimana dengan bertambahnya panjang sumbu bola mata akan
menyebabkan meningkatnya tekanan intraokuler.2
2.2 TINJAUAN REFLEKS PUPIL
2.2.1 ANATOMI JARAS PUPIL
Reaksi pupil terhadap cahaya kemungkinan berasal dari jaras yang sama
dengan jaras rangsang cahaya yang ditangkap oleh sel kerucut dan batang, yang
13
mengakibatkan sinyal visual ke korteks oksipital. Jaras eferen pupilomotor
ditransmisikan melalui N.Optikus dan melalui hemidekusatio di chiasma. Kemudian jaras
pupilomotor mengikuti jaras visuosensorik melalui traktus optikus dankeluar sebelum
mencapai korpus genikulatum lateral, kemudian masuk batang otak melalui brachium
dari colliculus superior. Jaras/neuron aferen tersebut kemudian membentuk sinaps
dengan Nc. Pretektal yang kemudian menuju Nc Edinger Westphal melalui neuron inter
kalasi ipsilateral (berjalan ke arah ventral di dalam substansia kelabu peri akuaduktus)
dan kontralateral (di bagian dorsal akuaduktus, didalam komissura posterior). Kemudian
jaras pupilomotor (neuron eferen parasimpatomimetik) masing-masing keluar dari Nc
Edinger Westphal menuju ganglion siliaris ipsilateral dan bersinaps di sini, kemudian
neuron post-ganglioner (N.silaris brevis) menuju M sfingter pupillae.3
a) Jaras Parasimpatetik
Jaras eferen pupil keluar dari otak tengah bersama dengan N.III. Jaras eferen
pupil di basis otak terletak pada permukaan superior N.III yang dapat tertekan
oleh aneurisma antara A Komunikans posterior dan A Kartis interna atau pada
kejadian herniasi unkus. Ketika N.III berjalan ke depan melalui rongga
subarakhnoid danmasuk dinding lateral sinus kavernosus, jaras pupil, kemudian
berjalan ke bawah sekeliling luar saraf diantara bagian anterior sinus kavernosus
dan posterior orbita kumpulan jaras terbagi dua dimana jaras pupilomotor akan
memasuki divisi inferior, lalu mengikuti cabang saraf untuk M obliqus inferior dan
akhirnya mencapai ganglion siliaris. Setelah bersinaps disini, serabut post
ganglioner (N siliaris brevis) kemudian menuju M sfingter pupillae.3
b) Jaras Simpatetik
1. Serabut ini memiliki:
Neuron 1 atau preganglioner. Neuron ini berasal dari posterior
hipotalamuskemudian turun tanpa menyilang danbersinaps secara
multiple di otak tengah dan pons, danberakhir di kolumna
intermediolateral C8-T2 yang juga disebut ciliospinal centre of badge
Neuron kedua berupa serabut-serabut preganglioner yang keluar dari
medula spinalis. Sebagian besar jaras pupilomotor mengikuti radiks
ventral torakal 1, sedangkan serabut sudomotor wajah terutama
mengikuti radiks ventra T2-4. Jaras tersebut memasuki rantai
simpatetik servikal (ganglion stelata) untuk kemudian bersinaps di
ganglion servikal superior yang terletak dekat dasar tengkorak
Neuron ketiga merupakan serabut post ganglioner yang berjalan ke
atas bersama-sama A karotis komunis memasuki rongga kranium.
Serabut untuk vasomotor orbita, kelenjar likrimal, pupil dan otot Mulleri
14
mengikuti A karotis interna, sedangkan serabut sudomotor dan
piloereksi wajah mengikuti A karotis eksterna dan cabang-cabangnya.
Pada sinus kavernosus jaras pupilomotor tersebut meninggalkan
A.karotis interna dan bergabung dengan jaras ophthalmik N.trigeminal
dan memasuki orbita melalui fissura orbitalis superior. Kadang-kadang
berjalan bersama N.VI dahulu sebelum bergabung dengan
N.Trigeminal dan kemudian mencapai badan siliaris yang
mengakibatkan dilatasi iris melalui N.nasosiliaris dan N.siliaris longus.
Sedangkan serabut vasomotor orbita, M.mulleri dankelenjar lakrimalis
mengikuti A.oftalmika. Morissa dan kawan-kawan (1984)
mengemukakan bahwa keringat wajah sesisi tidak seluruhnya diurus
oleh serabut yang mengikuti A.karotis eksterna tetapi sebagian wajah
yaitu bagian medial dahi dan hidung diurus oleh serabut yang
mengikuti A.karotis interna.3
2. Akomodasi
Pada penglihatan jarak dekat akan terjadi akomodasi lensa
(cembung), konvergensi dan mosis. Jalannya jaras akomodasi seperti
jaras cahaya dan sampai pula ke korteks visual. Kaburnya bayangan
pada retina yang dirasakan oleh korteks oksipital menimbulkan usaha
korektif melalui traktes oksipito tektal, pada mesensefalon, bagian rostral
inti Edinger Westphal berfungsi untuk akomodasi.3
2.2.2 Neuroanatomi jalur pupil
Pemeriksaan mengenai reaksi pupil adalah penting untuk menentukan lokasi
kerusakan yang mengenai jalur lontas optik. Pengetahuan mengenai neuroanatomi
jalannya reaksi pupil terhadap cahaya dan miosis yang berkaitan dengan akomodasi
adalah sangat penting.4
a. Refleks cahaya: Jalur yang dilalui refleks cahaya seluruhnya adalah subkortikal.
Serabut-serabut pupil aferen yang didalamnya termasuk saraf optik dan jalur
lintas optik hanya sampai di tempat meninggalkan traktus optik tepat sebelum
sinapsis serabut-serabut visual didalam badan gemikulatum lateral. Kemudian
berjalan ke daerah pretektal di mesensefalon dan bersinaps. Impuls-impuls
kemudian disampaikan oleh serabut-serabut yang menyilang melalui komisura
posterior ke nukleus Edinger-Westphal di sisi satunya. Sebagian serabut-serabut
berjalan langsung di sebelah ventral nukleus Edinger-westphal ipsilateral. Jalur
lintas eferen melalui saraf III ke ganglion siliar di dalam kerucut otot ekstra okular
retrobulbar serabut-serabut pascaganglion berjalan melalui saraf siliar brevis
untuk mempersarafi otot sfingter iris.4
15
b. Refleks melihat dekat: Pada waktu mata melihat ke obyek dekat, akan terjadi tiga
reaksi: akomodasi, konvergensi, dan penciutan pupil, serta memberikan bayangan
terfokus tajam pada titik-titik di retina yang bersangkutan. Ada petunjuk yang
meyakinkan bahwa jalur lintas terakhir yang biasa berjalan melalui saraf
okulomotor dengan sinapsis pada ganglion siliar. Jalur lintas aferen ini belum jelas
kerjanya tapi kenyataannya ia masuk ke dalam mesensefalon di sebelah ventral
nukleus Endinger-Westhpal dan mengirimkan serabut-serabutnya ke kedua sisi
korteks.4
Ukuran pupil dikontrol oleh iris, yang terdiri dari 2 kelompok otot polos yaitu:
1) Otot konstriktor pupil: berfungsi untuk konstriksi dan dipersarafi oleh sistem saraf
parasimpatis (N III).
2) Otot dilator pupil: berfungsi untuk dilatasi dan dipersarafi oleh sistem saraf
simpatis.4
Pupil mempunyai 3 fungsi utama, yaitu:
a) Mengatur jumlah sinar yang masuk ke retina
b) Mengurangi jumlah aberasi sferik serta kromatis yang ditimbulkan oleh gangguan
atau kelainan sistem optik pada kornea dan lensa.
c) Menambah ketajaman fokus sinar pada retina.4
2.2.3 Macam-macam refleks pupil
1) Reflek pupil langsung, mengecilnya pupil yang disinari.6
2) Reflek pupil tidak langsung (konsensual), mengecilnya pupil yang tidak
disinari, refleks ini terjadi akibat adanya dekusasi.6
3) Refleks koklear, dengan rangsangan garpu nada akan terjadi midriasis
setelah miosis.6
4) Refleks sinar, dengan rangsangan sinar kedua pupil mengecil.6
5) Refleks orbikular, dengan rangsangan menutup kelopak dengan kuat terjadi
monokular miosis.6
6) Refleks trigeminus, merangsang kornea akan terjadi midriasis yang disusul
dengan miosis.
7) Refleks psikosensorik, dengan merangsang psikis atau sensorik akan terjadi
midriasis bilateral.6
8) Refleks vagotonik, dengan rangsangan inspirasi dan ekspirasi maka akan
terjadi midriasis dan miosis.6
9) Refleks vestibular, dengan rangsangan panas aka terjadi bilateral midriasis
disertai dengan hipus.6
16
10) Refleks okulopupil, bila kornea, konjungtiva, dan kelopak terangsang oleh
sesuatu maka akan terlihat pupil yang menjadi kecil. Bila rangsangan ini
cukup lama maka akan terlihat pupil yang tetap kecil.6
11) Refleks dekat, pupil kecil atau miosis waktu melihat objek dekat, hal ini
terutama berkaitan dengan konvergensi selain dari pada akomodasi. Terjadi
akibat kontraksi rektus medius pada konvergensi. Dari sini berjalan ke sentral
yang mungkin melalui saraf ke III menuju nukleus mesensefalik saraf ke V
pusat konvergensi di daerah pretektal dan tektal. Dari sini diteruskan ke
nukleus edinger westphal sfingter.6
2.2.4 Pemeriksaan dasar
Pupil harus tampak simetris, dan masing-masing harus diamati ukuran, bentuk
(bulat atau tidak teratur), dan reaksinya terhadap cahaya dan akomodasi. Kelainan pupil
dapat disebabkan: 1. Penyakit saraf, 2. Radang intraokuler akut yang menimbulkan
spasme atau atoni sphincter pupillae, 3. Radang sebelumnya yang mengakibatkan
adhesi iris, 4. Tindakan bedah sebelumnya, 5. Pengaruh obat sistemik atau obat mata,
dan 6. Variasi normal yang ringan.
Untuk menghindari akomodasi, pasien diminta untuk menatap jauh saat berkas
cahaya dari lampu pena diarahkan ke mata. Cahaya ruang periksa yang remang
membantu menonjolkan respons pupil yang sangat kecil. Begitu pula, pupil yang sangat
besar mungkin lebih jelas di latar belakang yang lebih terang. Respons langsung
terhadap cahaya adalah konstriksi pupil yang disinari. Reaksi itu dapat dibagi menjadi
reaksi cepat atau lambat. Normalnya, konstriksi konsensual terjadi serentak di pupil
sebelah yang tidak disinari. Respons biasanya lebih ringan.5
2.2.4.1 Teknik pemeriksaan4
Prinsip pemeriksaan pupil:
Ruangan remang-remang
Tidak boleh terjadi reaksi akomodasi
Cahaya batere harus cukup kuat
Pada pemeriksaan pupil yang dinilai:
Ukuran
Bentuk
Isokor
Reaksi terhadap cahaya langsung dan tidak langsung
Reaksi akomodasi dan konvergensi
Cara pemeriksaan:
17
Tentukan ukuran pupil kanan dan kiri, dinyatakan dalam milimeter,
normal 2-5 mm.
Lihat bentuk pupil kiri dan kanan. Bandingkan bentuk kiri dan kanan,
apakah isokor atau anisokor
Dinilai reaksi pupil terhadap cahaya, dengan cara yaitu salah satu
mata diberi sinar, kemudian dilihat reaksi pupil pada mata yang disinar
dan mata sisi kontralateral. Pemeriksaan ini menilai reflek cahaya
langsung dan tidak langsung.
Interpretasi:
Normal: jika terjadi konstriksi pada mata yang diberi sinar dan
mata kontralateral. Reflek cahaya menurun jika respon
konstriksi menurun.
Reflek cahaya (-): jika tidak ada respon sama sekali
Reflek akomodasi dan konvergensi:
Pasien diminta melihat jauh, setelah itu diminta mengikuti jari
pemeriksa yang digerakkan kearah hidung penderita.
Intepretasi; Normal jika terjadi kontraksi M.Rektus medial
dengan respon konstriksi pupil
Reflek siliospinal
Diberikan rangsangan berupa cubitan pada leher pasien dan
dilihat reaksi pupil yang terjadi
Normal pupil dilatasi.4
2.2.5 Kelainan-kelainan pupil yang sering dijumpai
a) Isokoria, pupil kedua mata sama dalam bentuk dan besarnya.6
b) Midriasis, terjadi akibat obat parasimpatolitik (atropin, skopolamin atau
simpatomimetik (adrenalin dan kokain).6
c) Miosis, terjadi pada spastik miosis (meningitis, ensefalitis dan perdarahn ventrikel),
intoksikasi morfin dan antikolin nesterase. Pada paralitik miosis atau simpatis
parese seperti pada Horner sindrom dengan miosis, ptosis, dan anhidrosis.6
d) Anisokoria, ukuran pupil kedua mata tidak sama, terdapat pada uveitis glaukoma
monokular, dan defek pupil aferen. Pada etnis tertentu anisokoria merupakan
bentuk normal.6
e) Hipus, ukuran pupil berubah-ubah nyata dengan irama dalam detik terdapat pada
meningkatnya daya iritatif sistem saraf autonom. Pada pemeriksaan yang teliti
18
dengan perubahan sinar akan terlihat kontraksi dan kemudian berosilasi. Bila osilasi
ini terlihat jelas maka keadaan ini disebut hipus.6
f) Oklusi pupil, pupil tertutup oleh jaringan radang yang terletak di depan lensa.6
g) Seklusi pupil, seluruh lingkaran pupil melekat pada dataran depan lensa.6
h) Leukokoria, pupil yang berwarna atau memberikan refleks putih, terdapat pada
katarak, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, badan kaca hiperplasti, miopia tinggi,
ablasi retina, dan tumor retina atau retinoblastoma.6
i) Pupil Marcus Gunn: disebabkan lesi pada N. II parsial. Mata pasien jika secara
bergantian diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tapi menjadi
besar, kelainan ini menunjukkan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.4
j) Kegagalan satu atau kedua pupil untuk konstriksi pada penyinaran yang cukup kuat,
disebabkan oleh karena lesi pada N.III. Hal ini dapat terjadi pada penderita koma,
setelah cedera kranio-serebral, peningktan tekanan intrakranial. Dilatasi pupil pada
satu sisi merupakan salah satu tanda-tanda herniasi transtentorial.4
k) Pupil Argyl Robertson
Pupil tidak bereaksi terhadap stimulus cahaya tapi reaksi akomodasi baik (light
near dissociation). Sebagian besar kasus Argyl Robertson bersifat bilateral dan
bentuk pupil biasanya irregular. Gambaran karakteristiknya, antara lain:
Fungsi visual utuh
Refleks cahaya menurun
Miosis
Bentuk pupil irregular
Bilateral, asimetrik
Atrofi iris
Penyebab paling sering adalah infeksi sifilis tapi dapat juga disebabkan oleh
berbagai lesi pada midbrain seperti: neoplasma, vaskuler, inflamasi, atau
demielinisasi.4
l) Pupil Adie’s/Sindroma pupil tonik
Sering terjadi pada wanita usia muda, unilateral pada 80% kasus dan bersifat
akut. Pada mata yang etrkena akan terjadi:
Dilatasi pupil
Tidak ada reflek cahaya langsung dan tidak langsung
Pada akomodasi, pupil akan konstriksi perlahan-lahan
Ketika akomodasi dihilangkan akan terjadi dilatasi pupil secara perlahan-lahan
Pada pemberian pilokarpin 0,5-1% akan terjadi konstriksi
Penyebab belum diketahui dengan pasti, diduga kelainan terjadi pada midbrain
atau ganglion siliaris
19
Jika kelinan pada pupil ini disertai dengan berkurangnya atau hilangnya refleks
fisiologis pada tungkai disebut sindrom Holmes-Adie.4
m) Sindrom Horner
Gejala klinis: miosis, ptosis, gangguan sekresi keringat,dan enoftalmus.
Penyebabnya adalah lesi pada sistem simpatis.4
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pada pemeriksaan Tonometri sering digunakan pada pasien dengan
peningkatan Tekanan Intra Okular baik yang akut maupun kronis, yang digunakan
untuk menentukan diagnosa, perjalanan klinis, dan kemajuan dari terapi yang
diberikan.
Sedang untuk pemeriksaan reflek pupil dapat digunakan untuk menentukan
diagnosa dari suatu penyakit maupun penyakit lain yang berhubungan dengan jalur
nervus pada pupil, yang disesuaikan dengan keadaan klinis pasien tersebut.
3.2 SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama dalam pemeriksaan
TIO dan Reflek Pupil untuk menemukan cara, metoda, dan alat yang lebih
akurat, mudah, serta praktis yang memudahkan saat melakukan pemeriksaan
mata.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmawaty L., Rodiah. TONOMETER. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatra Utara, Medan, 2009, Hal: 1-20.
2. Zaldi. PERBEDAAN TEKANAN INTRAOKULER PRIA DAN WANITA
EMMETROPIA BERUSIA 40 TAHUN ATAU LEBIH PADA RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT HAJI ADAM MALIK DAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI
MEDAN. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, Medan, 2003, Hal: 1-22.
3. Japardi, Iskandar. PUPIL DAN KELAINANNYA. Fakultas Kedokteran Bagian
Bedah Universitas Sumatra Utara, Medan, 2003, Hal: 1-6.
4. Sitepu R. E., Bobby. HUBUNGAN UKURAN PUPIL DENGAN MIOPIA DERAJAT
SEDANG DAN BERAT. Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatra Utara, Medan, 2008, Hal: 1-12.
5. Vaughan G, Daniel. et al. OFTALMOLOGI UMUM Edisi 14, Widya Medika, Jakarta,
2000, Hal: 34-35.
6. Ilyas, Sidarta. ILMU PENYAKIT MATA Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2010, Hal: 30-32.